Kajian Yuridis Transaksi Pemisahaan Unit Usaha Takaful dari Perusahaan Asuransi Umum Berdasarkan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2014
BAB II
PENGATURAN ASURANSI TAKAFUL DI INDONESIA
A.
Kedudukkan Lembaga Asuransi Sebagai Lembaga Keuangan Non
Bank di Indonesia
1.
Lembaga Keuangan Dan Lembaga Keuangan Bukan Bank
Lembaga
keuangan adalah semua badan yang kegiatanya di bidang
keuangan, melakukan penghimpunan dan penyaluran dana kepada masyarakat,
terutama guna membiayai investasi perusahaan (Surat Keputusan Menteri
Keuangan Republik Indonesia Nomor 792 Tahun 1990.) 52 Dari defenisi tersebut
dapat diketahui bahwa lembaga keuangan dapat memberikan kredit kepada
masyarakat dan menanamkan dananya pada surat-surat berharga yang di terbitkan
oleh pemerintah dan juga merupakan bagian dari sistem keuangan dalam melayani
masyarakat di bidang keuangan. Dapat dikatakan bahwa fungsi Lembaga
Keuangan adalah sebagai lembaga yang menjebatani kepentingan kelompok
masyarakat yang kelebihan dana dengan kelompok yang membutuhkan dana atau
kekurangan dana. 53 Pada hakikatnya fungsi pokok lembaga keuangan antara
lain: 54
a. Fungsi Perantara
Lembaga keuangan berfungsi memindahkan tabungan yang di terima dari
masyarakat pada sektor bisnis (peminjaman) untuk pembiayaan pembangunan
gedung, perlengkapan, dan barang-barang modal lainnya.
52
Julius R. Latumaerissa, Bank dan Lembaga Keuangan Lain (Jakarta : Salemba
Empat,2011), hal. 39.
53
Ibid, hal. 40.
54
Ibid, hal 41.
19
Universitas Sumatera Utara
20
b. Fungsi Pembayar
Lembaga keuangan melakukan pembayaran barang dan jasa yang dilakukan
konsumen dengan menggunakan cek, bilyet, giro, kartu kredit, kartu debit, dan
lain-lain.
c. Fungsi Penjamin
Lembaga keuangan menjadi penjamin nasabah yang melakukan transaksi
impor barang dan jasa, seperti letters of credit.
d. Fungsi Wakil
Lembaga keuangan membantu nasabah dalam mengelola dan melindungi
kekayaan maupun sekuritas yang dimiikinya.
e. Fungsi Kebijakan
Lembaga keuangan melayani dan mengatur kebijakkan pemerintah dalam
memengaruhi pertumbuhan ekonomi dari berbagai tujuan sosial ekonomi
lainnya.
Lembaga-lembaga keuangan bukan bank lebih banyak beroperasi di sektor
pasar uang dan juga pasar modal, yang gunanya adalah untuk menghimpun dana
masyarakat dalam jangka panjang maupun jangka pendek guna membiayai
pembangunan industri dan pengembangan dalam sektor ekonomi. 55Menurut Surat
Keputusan Menteri Keuangan RI No. KEP-38/MK/IV/I972, Lembaga keuangan
bukan bank adalah semua lembaga (badan) yang melakukan kegiatan dalam
bidang keuangan yang secara langsung atau tidak langsung menghimpun dana
dengan cara mengeluarkan surat-surat berharga, kemudian menyalurkan kepada
55
Sri Fatmawati Subagyo dan Rudi Badrudin, Bank dan Lembaga keuangan Lainnya,
(Yogyakarta : STIE YKPN, 2004), hal. 25.
20
Universitas Sumatera Utara
21
masyarakat
terutama
untuk
membiayai
investasi
perusahaan-
perusahaan. 56Lembaga asuransi termasuk sebagai lembaga keuangan non bank di
Indonesia merupakan lembaga penangung resiko dan yang menghimpun dana
masyarakat dalam jangka panjang dari pendapat premi. 57 Kesamaan dari kedua
lembaga tersebut antara Lembaga keuangan dan Lembaga keuangan bukan bank
adalah kedua lembaga ini menggunakan uang para penabung atau klien untuk
disalurkan kepada para pelaku usaha dengan cara kredit ataupun pertukaran
produk. 58
2.
Pengertian Asuransi
Menurut pasal 246 Kitab Undang-undang Hukum Dagang : 59
Pertanggungan adalah perjanjian dengan mana penanggung mrngikatkan
diri kepada tertanggung dengan menerima premi untuk memberikan
penggantiankepadanya karena kerugian, kerusakkan atau kehilangan
keuntungan yang diharapkan yang mungkin dideritanya akibat suatu
evenemen atau ganti rugi.
Pengertian lain tentang Asuransi terdapat dalam Pasal 1 angka (1) Undang-
Undang Nomor 2 Tahun 1992 tentang Usaha Perasuransian, yaitu : 60 “Asuransi
atau pertanggungan adalah perjanjian antara 2 (dua) pihak atau lebih, dengan
mana penanggung mengikatkan diri kepada tertanggung dengan menerima premi
asuransi,
untuk
memberikan
penggantian
kepada
tertanggung
karena
kerugian,kerusakan,atau kehilangan keuntungan yang diharapkan, atau tanggung
56
Lihat, “Pengertian Lembaga Keuangan Bukan Bank (LKBB) & contohnya”,
http://www.artikelsiana.com/2014/09/lembaga-keuangan-bukan-bank-lkbb-dan.html (diakses pada
tanggal 30 April 2016)
57
Julius R. Latumaerissa, Op.Cit, hal. 40
58
Ibid, hal. 44
59
Abdulkadir Muhammad, Hukum Asuransi Indonesia,Citra Aditya Bakti, Bandung,
2006, hal 8.
60
Indonesia (Perasuransian), Pasal 1 angka (1) Undang-Undang No.2 Tahun 1992 tentang
Usaha Perasuransian
21
Universitas Sumatera Utara
22
jawab hukum kepada pihak ketiga yang mungkin akan diderita tertanggung yang
timbul dari suatu peristiwa yang tidak pasti, atau untuk memberikan suatu
pembayaran yang didasarkan atas meninggal atau hidupnya seseorang yang
dipertanggungkan”.
Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2014 Tentang Perasuransian juga
memberikan defenisi dari asuransi yaitu perjanjian antara dua pihak, yaitu
perusahaan asuransi dan pemegang polis, yang menjadi dasar bagi penerimaan
premi oleh perusahaan asuransi sebagai imbalan untuk memberikan penggantian
kepada tertanggung atau pemegang polis karena kerugian, kerusakan, biaya yang
timbul, kehilangan keuntungan, atau tanggung jawab hukum kepada pihak ketiga
yang mungkin diderita tertanggung atau pemegang polis karena terjadinya suatu
peristiwa yang tidak pasti, memberikan pembayaran yang didasarkan pada
meninggalnya tertanggung atau pembayaran yang didasarkan pada hidupnya
tertanggung dengan manfaat yang besarnya telah ditetapkan dan/atau didasarkan
pada hasil pengelolaan dana.
Unsur-unsur dalam asuransi atau pertanggungan adalah : 61
a. Pihak-Pihak
Subjek asuransi adalah pihak-pihak dalam auransi, yang penanggung atau
tergantung yang mengadakan perjanjian asuransi penanggung dan tertanggung
adalah pendukung kewajiban hak. Penanggung wajib memikul resiko yang
dialihkan kepada dan memperoleh pembayarin premi, sedangkan pembayaran
61
Ibid.
22
Universitas Sumatera Utara
23
premi dan berhak memperoleh penggantian jika timbul kerugian atas harta
miliknya yang diasuransikan.
b. Status Pihak-Pihak
Penanggung harus berstatus sebagai perusahaan badan hukum dapat berbentuk
Peseroan Terbatas (PT), Perusahaan Perseorangan (Persero), atau Koperasi.
Tertanggung dapat berstatus sebagai perseorangan, persekutuan, atau badan
hukum, baik sebagai perusahaan ataupun bukan perusahaan. Tertanggung
berstatus sebagai pemilik atau pihak berkepentingan atas harta yang
diasuransikan.
c. Objek Asuransi
Objek Asuransi dapat berupa benda, hak atau kepentingan yang melekat pada
benda, dan sejumlah uang yang disebut presi atau ganti kerugian. Melalui
objek asuransi tersebut ada tujuan yang ingin dicapai oleh pihak-pihak.
Penanggung bertujuan memperoleh pembayaran sejumlah premi sebagai
imbalan pengalihan risiko. Tertanggung bertujuan bebas dari resiko dan
memperoleh penggantian jia timbul kerugian atas harta miliknya.
d. Peristiwa Asuransi
Peristiwa asuransi adalah perbuatan hukum (legal act) berupa persetujuan atau
kesepakatan bebas antara penanggung dan tertanggung mengenai objek
asuransi, peristiwa tidak pasti (evenemen) yang mengancam benda asuransi.
Persetujuan atau kesepakatan bebas tersebut dibuat dalam bentuk tertulis
berupa akta yang disebut polis. Polis ini merupakan satu-satunya alat bukti
yang dipakai untuk membuktikan telah terjadi asuransi.
23
Universitas Sumatera Utara
24
e. Hubungan Asuransi
Hubungan asuransi yang terjadi antara penanggung dan tertanggung adalah
keterikatan (legally bound) yang timbul karena persetujuan atau kesepakatan
bebas. Keterkaitan tersebut berupa kesedian secara sukarela dari penanggung
dan tertanggung untuk memenuhi kewajiban dan hak masing-masing terhadap
satu sama lain. Artinya, sejak tercapai kesepakatan asuransi, tertanggung
terikat dan wajib membayar premi auransi kepada penanggung dan sejak itu
pula penanggung menerima pengalihan resiko. Jika terjadi evenemen yang
menimbulkan kerugiaan atas benda asuransi, penanggung wajib membayar
ganti kerugian sesuai dengan ketentuan polis asuransi. Akan, tetapi jika tidak
terjadi evenemen, premi yang sudah dibayar oleh tertanggng tetap menjadi
milik penanggung.
Berdasarkan uraian yang telah dikemukan di atas, maka dapat
diidentifikasi beberapa unsur yang harus ada pada asuransi kerugian sebagai
berikut: 62
a. Penanggung dan tertanggung;
b. Persetujuan bebas antara penanggung dan tertanggung;
c. Benda asuransi dan kepentingan tertanggung;
d. Tujuan yang ingin dicapai;
e. Risiko dan premi;
f. Evenemen dan ganti kerugian;
g. Syarat-syarat yang berlaku;
h. Bentuk akta polis asuransi.
62
Ibid, hal. 10.
24
Universitas Sumatera Utara
25
3.
Sejarah Perkembangan Asuransi di Indonesia
Apabila ditinjau dari kurun waktu mula jadinya asuransi dan kegiatan
asuransi di Indonesia, sesungguhnya belum terlalu lama, sehingga masih
merupakan suatu lembaga yang relatif baru. Kesulitan utama bagi suatu
penyusunan yang lengkap dan sempurna ialah karena sedikitnya materi yang
didokumentasikan secara baik dan tidak ditemukan sumber yang akurat serta
langkanya narasumber. 63 Asuransi sebagai suatu lembaga maupun sebagai suatu
kegiatan di Indonesia merupakan sesuatu yang relatif baru, karena asuransi sendiri
bukan sesuatu yang “asli” yang berasal dari bumi Indonesia. 64 Asuransi datang
bersama-sama dengan datangnya orang asing yaitu Belanda. Asuransi baik
sebagai suatu lembaga maupun sebagai suatu bagian kegiatan perdagangan dalam
tata perekonomian orang-orang Belanda dibawa kesini sebagai suatu kebutuhan
mereka. 65
Asuransi merupakan salah satu dari buah peradaban manusia dan
merupakan suatu hasil evaluasi kebutuhan manusia yang sangat hakiki ialah
kebutuhan akan rasa aman dan terlindung, terhadap kemungkinan menderita
kerugian. Asuransi merupakan buah pikiran dan akal budi manusia untuk
mencapai suatu keadaan yang dapat memenuhi kebutuhannya, terutama sekali
untuk kebutuhan-kebutuhannya yang haiki sifatnya antara lain rasa aman dan
terlindung seperti yang dimaksud di atas. 66
63
Sri Rejeki Hartono., Op.Cit.,hal. 50.
Ibid.
65
Ibid.
66
Tuti Rastuti, Aspek Hukum Perjanjian Asuransi, (Yogyakarta : Pustaka Yustisia, 2011),
64
hal. 32
25
Universitas Sumatera Utara
26
Berdasarkan sejarah perasuransian dapat katakan bahwa pengertian
asuransi ini sebenarnya pada mulanya terdapat pada asuransi sejumlah uang dan
kemudian berkembang pada asuransi kebakaran dan asuransi laut. Asuransi
sejumlah uang merupakan cirri tertua dari seluruh bentuk asuransi yang ada. 67
Asuransi dipergunakan sebagai suatu lembaga yang menjamin kepentingan
mereka dalam bidang perdagangan dan perekonomian. 68Bisnis asuransi masuk ke
Indonesia pada waktu penjajahan Belanda dan negara kita pada waktu itu disebut
Nederlands Indie. 69
Secara formal masuknya asuransi dan lembaga asuransi di Indonesia ialah
sejak berlakunya Kitab Undang-Undang Hukum Dagang Belanda di Indonesia
pada tahun 1848. Berlakunya Kitab Undang-Undang Hukum Dagang Belanda di
Indonesia adalah atas dasar konkordansi yang dimuat dalam Stb 1943 No. 23,
yang diundangkan pada tanggal 30 April 1947, dan mulai berlaku pada tanggal 1
Mei 1848. 70
Dapat diterimanya asuransi dan lembaga asuransi di Indonesia dapat
ditelaah dari berbagai aspek dan sisi. 71
a. Ditinjau dari sisi dan aspek nilai serta arti pentingnya asuransi dan lembaga
asuransi dalam bidang perekonomian pada umumnya. Secara umum memang
dapat disebutkan bahwa asuransi dan lembaga asuransi itu adalah merupakan
lembaga ekonomi, yaitu sebagai lembaga peralihan risiko. Dengan demikian,
67
Abdul Muis, Hukum Asuransi dan Bentuk-bentuk Perasuransian, (Medan : Fakultas
Hukum Universitas Sumatera Utara, 2005), hal.11
68
Sri Rejeki Hartono., Op.Cit.hal.51
69
Ibid.
70
Ibid, hal.52
71
Ibid.
26
Universitas Sumatera Utara
27
maka asuransi adalah merupakan suatu kebutuhan dalam tata pergaulan
ekonomi, terutama pergaulan ekonomi internasional.
b. Dari sisi sosial budaya, meskipun asuransi belum dapat diterima secara
mutlak, tetapi nilai manfaatnya sudah mulai dapat diterima oleh masyarakat,
khusus melalui mekanisme kerja asuransi sosial. Diterimanya hal tersebut oleh
masyarakat tidak lain karena pada asuransi sosial mengandung pula unsurunsur kebersamaan/gotong royong yang merupakan sesuatu yang mempunyai
nilai khusus pada masyarakat. Untuk menjamin kelangsungan usahanya, maka
adanya asuransi mutlak diperlukan. Dengan demikian usaha perasuransian di
Indonesia dapat dibagi dalam dua kurun waktu, yakni zaman penjajahan
sampai tahun 1942 dan zaman sesudah Perang Dunia II atau zaman
kemerdekaan.
Waktu pendudukan bala tentara Jepang selama kurang lebih tiga setengah
tahun, hampir tidak mencatat sejarah perkembangan. Perusahaan-perusahaan
asuransi yang ada di Hindia Belanda pada zaman penjajahan itu adalah :
a. Perusahaan-perusahaan yang didirikan oleh orang Belanda.
b. Perusahaan-perusahaan yang merupakan Kantor Cabang dari Perusahaan
Asuransi yang berkantor pusat di Belanda, Inggris dan di negeri lainnya. 72
Sistem monopoli yang dijalankan di Hindia Belanda, perkembangan
asuransi kerugian di Hindia Belanda terbatas pada kegiatan dagang dan
kepentingan bangsa Belanda, Inggris, dan bangsa Eropa lainnya. 73 Manfaat dan
peranan asuransi belum dikenal oleh masyarakat, lebih-lebih oleh masyarakat
72
Lihat, “Hukum Asuransi”, https://balianzahab.wordpress.com/makalah-hukum/hukumasuransi/ (diakses pada tanggal 11 Mei 2016)
73
Ibid.
27
Universitas Sumatera Utara
28
pribumi. Jenis asuransi yang telah diperkenalkan di Hindia Belanda pada waktu
itu masih sangat terbatas dan sebagian besar terdiri dari asuransi kebakaran dan
pengangkutan.
Sampai saat ini tidak ada satu bukupun yang memuat tulisan mengenai
sejarah hukum Indonesia yang memuat mengenai dasar-dasar asuransi di
Indonesia. Disamping itu para ahli hukum adat juga tidak pernah mengemukakan
bahwa asuransi sudah ada dan dikenal dalam tata pergaulan dalam masyarakat
adat di Indonesia. 74
Dengan demikian dapat dikatakan bahwa asuransi dan lembaga asuransi
masuk dalan tata pergaulan hukum di Indonesia bersamaan dengan berlakunya
Kitab Undang-undang Hukum Dagang (Belanda) yang berlaku di Indonesia
sebagaimana disebut di atas. Hal ini dapat pula dipakai sebagai suatu bukti bahwa
asuransi dan lembaga asuransi yang semula sebagai lembaga asing mulai dikenal
di Indonesia. 75
Perkembangan asuransi di Indonesia dapat dibagi dalam dua periode yaitu
sebagai berikut : 76
a. Periode Sebelum Tahun 1945
Masa-masa
sebelum
tahun
1945,
artinya
masa-masa
sebelum
kemerdekaan, kegiatan perasuransian maupun usaha asuransi masih didominasi
oleh perusahaan-perusahaan Belanda. Keadaan yang demikian dapat dimengerti,
mengingat asuransi dan lembaga asuransi masuknya ke Indonesia juga dibawa dan
74
Sri Rezeki Hartono, Op.Cit, hal.54
Ibid.
76
Abdulkadir Muhammad, Hukum Asuransi Indonesia, (Bandung: PT Citra Aditya Bakti
2006), hal. 1
75
28
Universitas Sumatera Utara
29
untuk kepentingan orang-orang Belanda sendiri. Tercatat perusahaan-perusahaan
asuransi yang sudah mulai beroperasi pada pertengahan abad kesembilan belas
ialah perusahaanperusahaan asuransi kerugian maupun asuransi jiwa, yang pada
umumnya masih perusahaan milik orang Belanda. Perusahaan asuransi jiwa yang
paling tua adalah N.V. Levens Verzekering Maatschappy van de Nederlanden
van 1845 dan Onderlinge Levernverzekering Gemaatschap de Olneh van 1879. 77
Dekade kedua permulaan ke abad kedua puluh berdirilah beberapa
perusahaan asuransi lain. Perusahaan-perusahaan tersebut dapat digolongkan
sebagai perusahaan nasional karena didirikan bukan oleh orangorang Belanda.78
Satu perusahaan asuransi jiwa yang dapat disebut sebagai perusahaan asuransi
nasional yang tertua adalah “Onderlinge Levernverzekering Maatschappy Bumi
Putera” didirikan pada tanggal 2 Februari 1912 di Magelang, Jawa Tengah. 79
Perusahaan ini sebenarnya merupakan suatu perusahaan dari Onderlinge
Levernverzekering Maatschappy PGH 13 atau OL PGH. Empat tahun berikutnya,
berdiri pula satu perusahaan asuransi kerugian yang didirikan oleh sekelompok
golongan Tionghoa di Semarang pada tahun 1916 dengan nama NV. Indische
Lloyd, Algemene Verzekering Maatschappy. 80
b. Periode Sesudah Tahun 1945
Sesudah kemerdekaan pada tahun 1945, sampai kira-kira menjelang tahun
1950, nampaknya keadaan tanah air tidak memberikan suatu peluang yang baik
bagi tumbuhnya industri dan perusahaan asuransi. Oleh karena itu usaha untuk
77
Abbas Salim, Buku Asuransi & Manajemen Risiko, (Jakarta : Raja Grafindo, 2007) hal.
19.
78
Ibid. hal.52
Ibid.
80
Ibid, hal.53
79
29
Universitas Sumatera Utara
30
mendirikan perusahaan asuransi hampir-hampir tidak ada. Hal ini dapat
dimengerti, mengingat suasana negara masih dalam keadaan yang tidak stabil.
Mengingat lembaga asuransi merupakan satu mata rantai dalam rangkaian
kegiatan perekonomian, mempunyai kedudukan yang cukup pentng dan
menentukan sebagai lembaga pengaman. Oleh karena itu Bank Negara Indonesia
merasa perlu segera mendirikan satu perusahaan asuransi kerugian. Perusahaan
asuransi yang didirikan oleh Bank Negara Indonesia pada tahun 1950 itu adalah
Maskapai Asuransi Indonesia. selanjutnya pada tahun-tahun berikut Maskapai
Asuransi Indonesia diikuti oleh beberapa perusahaan asuransi yang lain sebagai
berikut: 81
1) Persekutuan Andel Maskapai Asuransi “Waringin” yang didirikan oleh
“Djawa Mahaehae dan Intraport” pada tahun 1951.
2) National Insurance Company NV, pada tahun 1952 3) NV Maskapai Asuransi
Umum “Wuwungan”, PT. Maskapai Asuransi Ganda dan perusahaan Asuransi
“Sinar Surya” pada tahun 1953.
4.
Tujuan dan Fungsi Asuransi
Asuransi dalam perkembangan masyarakat dan perkembangan ekonomi,
merupakan suatu lembaga keuangan. Sebab, melalui asuransi dapat menghimpun
dana dari masyarakat yang dapat berakumulasi dengan besar, yang dapat
digunakan untuk membiayai pembangunan. Selain itu, asuransi bertujuan
memberikan perlindungan (proteksi) atas kerugian keuangan yang ditimbulkan
oleh peristiwa yang tidak diduga sebelumnya. Berdasarkan prinsip keseimbangan
81
Sri Rezeki Hartono, Op.Cit, hal.5 6.
30
Universitas Sumatera Utara
31
(indemnitas) asuransi bertujuan untuk mengembalikan posisi keuangan (financial)
seseorang (tertanggung) pada keadaan semula. 82
Apabila dijelaskan lebih mendalam tentang tujuan asurasi adalah : 83
a. Teori Pengalihan Risiko
Menurut teori pengalihan risiko (risk transfer theory), tertanggung
menyadari bahwa ada ancaman bahaya terhadap harta kekayaan miliknya atau
terhadap jiwanya. Jika bahaya tersebut menimpa harta kekayaan atau jiwanya, dia
akan menderita kerugian material atau korban jiwa atau cacat raganya. Secara
ekonomi, kerugian material atau korban jiwa atau cacat raga akan mempengaruhi
perjalanan hidup seseorang atau ahli waris. Tertanggung sebagai pihak yang
terancam bahaya merasa berat memikul beban risiko yang sewaktu-waktu dapat
terjadi.
Mengurangi atau menghilangkan beban risiko tersebut, pihak tertanggung
berupaya mencari jalan kalau ada pihak lain yang bersedia mengambil alih beban
risiko ancaman bahaya dan dia sanggup membayar kontra prestasi yang disebut
premi. 84 Dalam dunia bisnis perusahaan asuransi selalu siap menerima tawaran
dari pihak tertanggung untuk mengambil alih risiko dengan imbalan pembayaran
premi. Tertanggung mengadakan asuransi dengan tujuan mengalihkan risiko yang
mengancam harta kekayaan atau jiwanya. Dengan membayar sejumlah premi
kepada perusahaan asuransi (penanggung), sejak itu pula risiko beralih kepada
82
Tuti Rastuti, Op.Cit, hal. 7
Abdulkadir Muhammad, Op.Cit., hal. 12.
84
Ibid, hal.13
83
31
Universitas Sumatera Utara
32
penanggung. 85 Apabila sampai berakhirnya jangka waktu asuransi tidak terjadi
peristiwa yang merugikan, penanggung beruntung memiliki dan menikmati premi
yang telah diterimanya dari tertanggung 86
Adapun teknik-teknik mengurangi atau memperkecil risiko tersebut pada
dasarnya yang dapat dilakukan oleh perusahaan asuransi sebagai penanggung
adalah sebagai berikut : 87
1) Keahlian, yaitu dengan menjadi seorang ahli dalam menanggung risiko, maka
perusahaan asuransi mempunyai pengetahuan yang lebih banyak tentang
risiko daripada para tertanggung.
2) Pengelompokan, yaitu menerapkan berlakunya bilangan besar (law of large
number) dan membuat risiko lebih mudah untuk diramalkan dengan memakai
data statistik yang dihimpunnya. Apabila kelompok risiko tidak cukup besar
untuk meningkatkan daya peramalannya, para penanggung akan mengatur
kelompok-kelompok antara perusahaan sehingga penyebarannya cukup luas
untuk mengurangi penyimpangan kerugian-kerugian sebenarnya dari yang
diperkirakan.
3) Pencegahan risiko, yakni apabila keadaan keuangan perusahaan asuransi
cukup kuat, mereka dapat memperkuat atau menambah atau melengkapi
saranasarana untuk mengurangi risiko yang oleh tertanggung.
4) Melakukan pengalihan risiko lebih lanjut yaitu melalui lembaga reasuransi
yang dimungkinkan oleh Pasal 271 KUHD.
85
Ibid.
Ibid, hal. 13.
87
Tuti Rastuti, Op.Cit, hal.10.
86
32
Universitas Sumatera Utara
33
b. Pembayaran Ganti Kerugian
Dalam hal tidak terjadi peristiwa yang menimbulkan kerugian, maka tidak
ada masalah terhadap risiko yang ditanggung oleh penanggung. 88 Dalam
praktiknya tidak senantiasa bahaya yang mengancam itu sungguh-sungguh terjadi.
Ini merupakan kesempatan baik bagi penanggung mengumpulkan premi yang
dibayar oleh beberapa tertanggung yang mengikatkan diri kepadanya. Jika pada
suatu ketika sungguh-sungguh terjadi peristiwa yang menimbulkan kerugian
(risiko berubah menjadi kerugian), maka kepada tertanggung yang bersangkutan
akan dibayarkan ganti kerugian seimbang dengan jumlah asuransinya. Dalam
praktiknya, kerugian yang timbul itu bersifat sebagian (pertial loss), tidak
semuanya berupa kegiatan total (total loss). Dengan demikian, tertanggung
mengadakan asuransi yang bertujuan untuk memperoleh pembayaran ganti
kerugian yang sungguh-sungguh dideritanya.
c. Pembayaran Santunan
Asuransi kerugian dan asuransi jiwa diadakan berdasarkan perjanjian
bebas (sukarela) antara penanggung dan tertanggung (voluntary insurance).
Undang-undang mengatur asuransi yang bersifat wajib (compulsoryinsurance),
artinya tertanggung terikat dengan penanggung karena perintah undang-undang,
bukan karena perjanjian. 89 Asuransi jenis ini disebut asuransi sosial (social
security insurance), Asuransi sosial bertujuan untuk melindungi masyarakat dari
ancaman bahaya kecelakaan yang mengakibatkan kematian atau cacat tubuh.
88
Abdulkadir Muhammad, Op.Cit., hal. 13.
Ibid. hal.14
89
33
Universitas Sumatera Utara
34
Dengan membayar sejumlah kontribusi (semacam premi), tertanggung berhak
memperoleh perlindungan dari ancaman bahaya.
Tertanggung yang membayar kontribusi tersebut adalah mereka yang
terikat pada suatu hubungan hukum tertentu yang ditetapkan undang-undang,
misalnya hubungan kerja, penumpang angkutan umum. Apabila mereka mendapat
musibah kecelakaan dalam pekerjaannya atau selama angkutan berlangsung,
mereka (atau ahli warisnya) akan memperoleh pembayaran santunan dari
penanggung (BUMN), yang jumlahnya telah ditetapkan oleh undang-undang.
Jadi, tujuan mengadakan asuransi sosial menurut pembentuk undang-undang
adalah untuk melindungi kepentingan masyarakat, dan mereka yang terkena
musibah diberikan santunan sejumlah uang. 90
d. Kesejahteraan Anggota
Apabila
beberapa
orang
berhimpun
dalam
suatu
perkumpulan
danmembayar kontribusi (iuran) kepada perkumpulan, maka perkumpulan itu
berkedudukan
sebagai
penanggung,
sedangkan
anggota
perkumpulan
berkedudukan sebagai tertanggung. Jika terjadi peristiwa yang mengakibatkan
kerugian atau kematian bagi anggota (tertanggung), perkumpulan akan membayar
sejumlah uang kepada anggota (tertanggung) yang bersangkutan. R. Wirjono
Prodjodikoro menyebut asuransi seperti ini mirip dengan “perkumpulan
koperasi”.
Asuransi
ini
merupakan
asuransi
saling
menanggung
(onderlingeverzekering) atau asuransi usaha bersama (mutual insurance) yang
bertujuan mewujudkan kesejahteraan anggota. 91
90
Man Suparman Sastrawidjaja, Hukum Asuransi Perlindungan Tertanggung Asuransi
Deposito Usaha Perasuransian, (Bandung : Alumni, 1997), hal. 11.
91
R. Wirjono Prodjodikoro, Op.Cit, hal.21.
34
Universitas Sumatera Utara
35
Setelah ditelaah dengan seksama, asuransi saling menanggung tidak
dapatdigolongkan ke dalam asuransi murni, tetapi hanya mempunyai unsur-unsur
yang mirip dengan asuransi kerugian atau asuransi jumlah. Penyetoran uang iuran
oleh anggota perkumpulan (semacam premi oleh tertanggung) merupakan
pengumpulan dana untuk kesejahteraan anggotanya atau untuk mengurus
kepentingan anggotanya, misalnnya bantuan biaya upacara bagi anggota yang
mengadakan selamatan, bantuan biaya penguburan bagi anggota yang meninggal
dunia, dan biaya perawatan bagi anggota yang mengalami kecelakaan atau sakit.
Jadi asuransi sebagai lembaga, mempunyai fungsi ganda. Pertama, karena
ia menawarkan jasa proteksi kepada yang membutuhkannya, maka ia dapat
berposisi sebagai lembaga yang menyediakan diri untuk dalam keadaan tertentu
menerima risiko pihak-pihak lain, khusus risiko-risiko ekonomi. Dengan
mekanisme kerja yang ada padanya, setiap kemungkinan menderita kerugian
dapat dengan tepat dan cepat diatasi. Kedua, seluruh perusahan asuransi yang baik
dan maju dapat memberikan kesempatan kerja terhadap sekian tenaga kerja yang
menghidupi
sekian
orang
dari
masing-masing
keluarganya,
dan
dapat
menghimpun dana dari masyarakat luas, karena penutupan asuransi, yang selalu
diikuti dengan pembayaran premi.
Asuransi kesejahteraan seperti ini lebih sesuai apabila dikelola
olehperkumpulan Koperasi atau Usaha Bersama karena sesuai benar dengan asas
dantujuan kedua badan hukum tersebut. Kedua badan hukum ini diatur dalam
Pasal 6 ayat (1) UU Perasuransian sebagai berikut : 92
“Bentuk badan hukum penyelenggaran usaha Perasuransian adalah :
92
Indonesia (Perasuransian), Op.Cit, Pasal 6.
35
Universitas Sumatera Utara
36
a. Perseroan terbatas.
b. Koperasi;
c. Usaha bersama yang telah ada pada saat Undang-undang ini diundangkan.”
Usaha Bersama semacam ini dalam praktik asuransi kini telah
dilakukandalam bentuk Asuransi Takaful (asuransi kesejahteraan) berdasarkan
prinsipsyari’ah Islam, yang menghindari sistem bunga yang disebut riba.93
Asuransi Takaful merupakan alternatif yang dikembangkan oleh pengusaha Islam
yang menampung hasrat para peminat, mengingat sebagian besar anggota
masyarakat Indonesia beragama Islam. Oleh karena itu prospek Asuransi Takaful
cukup cerah. 94
Lembaga merupakan salah satu organ masyarakat, oleh karena itu setiap
lembaga tidak mungkin berdiri sendiri dan sebagai organ masyarakat maka
lembaga itu ada dan berada didalam masyarakat. 95 Karena suatu lembaga tidak
mungkin dapat berdiri sendiri, maka suatu lembaga juga tidak mungkin
merupakan suatu tujuan akhir.
Perusahaan asuransi sebagai perusahaan jasa gunanya adalah menjual jasa
kepada masyarakat dan disatu sisi lainnya perusahaan asuransi sebagai investor
dari dana yang dihimpun oleh masyarakat yang disalurkan kepada investasi yang
produktif. Perusahaan asuransi juga harus mempunyai pelanggan atau pemegang
polis, terciptanya pelanggan dapatdicapai dengan sistem pemasaran yang
memadai. Pelanggan ini mempunyai arti penting untuk keberlangsungan
93
Abdulkadir Muhammad, Op.Cit. hal.22.
Ibid.
95
Sri Rezeki Hartono, Op.Cit, hal 7.
94
36
Universitas Sumatera Utara
37
perusahaan karena pelangganlah yang membeli produk perusahaan yang juga
menggaji pegawai. 96
Fungsi asuransi secara umum adalah sebagai peralihan resiko oleh
pemegang polis kepada perusahaan asuransi dan juga sebagai penyerap dana dari
masyarakat. Dalam hal ini terdapat dua bentuk fungsi : 97
b. Fungsi Primer
1) Pengalihan Resiko
Sebagai sarana atau mekanisme pengalihan kemungkinan resiko / kerugian
(chance of loss) dari tertanggung sebagai ”Original Risk Bearer” kepada
satu atau beberapa penanggung (a risk transfer mechanism).
2) Penghimpun Dana.
Sebagai penghimpun dana dari masyarakat (pemegang polis) yang akan
dibayarkan kepada mereka yang mengalami musibah, dana yang dihimpun
tersebut berupa premi atau biaya ber- asuransi yang dibayar oleh
tertanggung kepada penanggung.
3) Premi Seimbang.
Untuk mengatur sedemikian rupa sehingga pembayaran premi yang
dilakukan oleh masing-masing tertanggung adalah seimbang dan wajar
dibandingkan dengan resiko yang dialihkannya kepada penanggung
(equitable premium).
96
Lihat, “Pentinggnya pelanggan”, http://www.akademiasuransi.org/2014/01/pentingnyapelanggan-customer.html (diakses pada tanggal 11 Mei 2016).
97
Lihat, “Fungsi Asuransi”, http://www.fungsiklopedia.com/fungsi-asuransi/ (diakses
pada tanggal 12 Mei 2016).
37
Universitas Sumatera Utara
38
b. Fungsi Sekunder
1) Export Terselubung.
Sebagai penjualan terselubung komoditas atau barang-barang tak nyata
keluar negeri.
2) Perangsang Pertumbuhan Ekonomi.
Untuk
merangsang
pertumbuhan
usaha,
mencegah
kerugian,
pengendalian kerugian, memiliki manfaat sosial dan sebagai tabungan.
5.
Jenis-Jenis Risiko
Risiko adalah bahaya, akibat atau konsekuensi yang dapat terjadi akibat
proses yang sedang berlangsung atau kejadian yang akan datang. Pada bidang
asuransi, risiko adalah ketidakpastian (uncertainty) yang akan selalu dihadapi
manusia dalam seluruh kegiatannya atau aktifitas kehidupannya, baik itu aktifitas
pribadi (personal activity) dan aktifitas usaha (bussines activity). 98
Dalam pertanggungan asuransi terdapat berbagai jenis risiko yang
dihadapai, besar kecilnya suatu risiko merupakan salah satu pertimbangan
besarnya premi asuransi yang harus dibayar. 99 Dalam praktiknya risiko-risiko
yang timbul dari setiap pemberian usaha pertanggungan asuransi adalah sebagai
berikut: 100
a. Resiko Murni.
Adanya ketidakpastian terjadinya sesuatu kerugian atau dengan kata lain
hanya ada peluang merugi dan bukan suatu peluang keuntungan, contoh
98
Lihat,
“Pengertian,contoh,
dan
klasifikasi
risiko
dalam
asuransi”,
http://www.sanabila.com/2015/05/pengertian-contoh-dan-klasifikasi.html (diakses pada tanggal 18
Mei 2016)
99
Kasmir, Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya, (Jakarta: RajaGrafindo,2002), hal.
283.
100
Ibid.
38
Universitas Sumatera Utara
39
rumah mungkin terbakar, mobil yang yang dikendarai mungkin akan tertabrak
atau kapal yang muatannya mungkin akan tenggelam. Jadi dalam hal ini
kerugian terjadi atau tidak terjadi sama sekali.
b. Resiko Spekulatif.
Risiko terkait terjadinya dua kemungkinan yaitu peluang utuk mengalami
kerugian keuangan atau memperoleh keuntungan. Dalam hal ini kemungkinan
terjadi kerugian atau keuntungan.
c. Resiko Individu.
Terdapat tiga jenis risiko individu yaitu :
1) Risiko
pribadi,
risiko kemampuan
seseorang untuk
memperoleh
keuntungan, akibat sesuatu hal seperti sakit, kehilnagan pekerjaan atau
mati.
2) Risiko harta, risiko kehilangan harta apakah dicuri, hilang, rusak yang
menyebabkan kerugian keuangan.
3) Risiko Tanggung Gugat, yaitu risiko yang disebabkan apabila kita
menanggung kerugian seseorang dan kita harus membayarnya. Contoh
kelalaian di jalan yang menyebabkan orang lain tetabrak dan harus
mengganti kerugian tersebut.
Masalah yang penting adalah bagaimana cara mengatasi risiko dalam
kehidupan manusia. Robert Mehr mengemukakan lima cara mengatasi risiko: 101
a. Menghindari risiko (risk avoidance) yaitu tidak melakukan kegiatan yang
memberi peluang kerugian, misalnya menghindari pembangunan gedung
bertingkat di daerah rawan gempa.
101
Abdulkadir Muhammad, Op.Cit, hal. 118.
39
Universitas Sumatera Utara
40
b. Mengurangi risiko (risk reduction) yaitu memperkecil peluang terjadinya
kerugian,
misalnya
menyediakan
alat
penyemprot
antikebakaran
di
perkantoran.
c. Menahan risiko (risk retention) yaitu tidak melakukan apa-apa terhdap risiko
karena dapat menimbulkan kerugian.
d. Membagi risiko (risk sharing) yaitu memindahakan risiko kepada pihak lain.
Misalnya melalui Reasuransi.
e. Mengalihkan risiko (risk transfer) yaitu memindahkan risiko kepada pihak
lain, yaitu : perusahaan asuransi.
Risiko yang dapat diasuransikan harus memliki kriteria berikut ini : 102
a. Dapat dinilai dengan uang;
b. Harus risiko murni, artinya hanya berpeluang menimbulkan kerugian;
c. Kerugian timbul akibat bahaya/peristiwa tidak pasti;
d. Tertanggung harus memiliki insurable interst;
e. Tidak dilarang Undang-undang dan tidak bertentangan dengan ketertiban
hukum.
B.
Pengaturan Asuransi Takaful di Indonesia
Dimasa sekarang ini semakin banyak Perusahaan Asuransi berbasis
syariah
di
Indonsia.
Dalam
perkembangannya
asuransi
syariah
di
Indonesiamengalami kemajuan yang sangat pesat khususnya karena di Indonesia
didominasi oleh penduduk yang beragama muslim maka permintaan akan asuransi
syariah semakin tinggi, apalagi asuransi ini disasarkan pada prinsip syariah. 103
102
Ibid, hal. 119
Lihat,
“Perkembangan
Asuransi
Syariah
dari
Masa
keMasa”,
http://www.asuransibank.com/2012/08/perkembangan-asuransi-syariah.html (diakses pada 22
April 2016)
103
40
Universitas Sumatera Utara
41
Peraturan-peraturan yang berhubungan dengan industri asuransi di
Indonesia, baru dapat dikutidengan baik sesudah tahun 1965. 104 Sebelum tahun
tersebut peraturan-peraturan yang pernah ada agak sulit di telusuri karena industri
asuransi ditanganni oleh lebih dari satu departemen/institusi. Karena ditanganni
oleh lebih dari satu institusi maka menimbulkan suatu mekansime kerja yang
tidak koordinatif sehingga industri asuransi tidak dapat berkembang dengan baik.
Adapun instansi-instansi yang pernah mempunyai kewenanga menangani
industri asuransi sebelum tahun 1965 antara lain : 105
1. Kementrian Perdagangan, sebagai instansi pendaftar usaha perusahaan
asuransi.
2. Kementrian Keuangan, sebagai mengaur usaha perusahaan asuransi jiwa.
3. Kementrian Keuangan c.q. Biro Urusan Moneter II, sebagai instansi moneter
usaha-usaha asuransi yang berkaitan dengan proteksi.
4. Lembaga Alat Pembayran Luar Negeri (LAPLN), sebagai instansi pelaksana
peraturan di bidang devisa dan pengawas, mengatur lalu lintas devisa yang
berasal dari premi asuransi dalam hubungannya dengan reasuransi luar negeri.
Perubahan-perubahan yang terjadi atas struktur organisasi pemerintahan
menyebabkan semua instansi tersebut di atas tidak lagi berfungsi dan oleh karena
itu semua peraturan yang pernah dikeluarkan menjadi tidak berlaku lagi, pada
tahun 1965
yaitu pada saat dibentuknya Departemen Urusan Perasuransian,
terdapat kesatuan pengaturan di bidang industri asuransi. 106 Tindakan ke arah
pengaturan dengan satu wadah tersebut dilandasi antara lain :
104
Sri Rejeki Hartono, Op.Cit, hal. 234
Ibid.
106
Ibid, hal.236.
105
41
Universitas Sumatera Utara
42
1. Pengalihan wewenang dari Kementrian Keuangan kepada Departemen Urusan
Perasuransian, berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kehakiman No. Y.A.
10/12/3./1964 tanggal 5 Oktober 1964.
2. Dibubarkannya Verzekering Kamer 107, dengan Keputusan Menteri Urusan
Perasuransian No. 3/SK/1965, tanggal 13 September 1965.
Ada 2 (dua) pihak yang terlibat dalam asuransi yaitu yang satu disebut
penanggung dan pihak lain disebut tertanggung. Penanggung adalah pihak
terhadapnya resiko tersebut dialihkan, yang seharusnya dipikul sendiri oleh
tertanggung karena menderita suatu kerugian atas suatu peristiwa yang tidak
tentu. 108
Pihak
tertanggung
sebagai
orang-orang
yang
berkepentingan
mengadakan perjanjian asuransi adalah sebagai pihak yang berkewajiban untuk
membayar premi kepada penanggung, sekaligus atau berangsur-angsur, dengan
tujuan akan mendapat penggantian atas kerugian yang mungkin akan dideritanya
akibat dari suatu peristiwa yang belum tentu akan terjadi. 109
Pelaksanaannya, asuransi memiliki dasar ataupun landasan untuk berbuat
atau tidak berbuat. Landasan ini merupakan payung hukum bagi asuransi dalam
melakukan kegiatannya. 110 Dasar hukum tersebut diatur dalam :
1. Kitab Dalam Undang-Undang Hukum Dagang (“KUHD”)
KUHD ada dua cara pengaturan asuransi, yaitu pengaturan yang bersifat
umum dan pengaturan yang bersifat khusus. Pengaturan yang bersifat umum
terdapat dalam Buku I Bab 9 Pasal 246-286 KUHD yang berlaku bagi semua jenis
107
Verzekering Kamer sebagai pelaksanaan mengatur usaha perusahaan asuransi jiwa
Sri Rejeki Hartono, Op.Cit, hal. 237
109
Ibid.
110
Djoko Prakoso, Hukum Asuransi Indonesia, (Jakarta : Bina Aksara, 1987), hal. 2
108
42
Universitas Sumatera Utara
43
asuransi, Pengaturan yang bersifat khusus terdapat dalam Buku I Bab 10
Pasal287-308 KUHD dan Buku II Bab 9 dan Bab 10 Pasal 592-695 KUHD,
dengan perincian sebagai berikut : 111
a. Buku I Bab 9
: mengatur Asuransi Kerugian pada umumnya
b. Buku II Bab 10
: mengatur Asuransi terhadap bahaya kebakaran, terhadap
bahaya yang mengancam hasil pertanian di sawah dan tentang Asuransi Jiwa.
c. Buku III Bab 10 ini dibagi atas beberapa bagian yaitu :
1) Bagian Pertama mengatur asuransi terhadap bahaya kebakaran.
2) Bagian Kedua mengatur
asuransi
terhadap
bahaya-bahaya
yang
mengancam hasil-hasil pertanian di sawah.
3) Bagian Ketiga mengatur asuransi jiwa.
d. Buku II Bab 9 mengatur asuransi terhadap bahaya-bahaya laut dan bahaya bahaya perbudakan.
e. Buku II Bab 9 ini dibagi atas beberapa bagian yaitu :
1) Bagian Pertama mengatur tentang bentuk dan isi Asuransi.
2) Bagian Kedua mengatur tentang anggaran dari barang-barang yang
diasuransikan.
3) Bagian Ketiga mengatur tentang awal dan akhir bahaya.
4) Bagian Keempat mengatur tentang hak dan kewajiban-kewajiban
penanggung dan tertanggung,
5) Bagian Kelima mengatur tentang abandonnemen
6) Bagian Keenam mengatur tentang kewajiban-kewajiban dan hak-hak
makelar di dalam asuransi laut.
111
Ibid, hal.5
43
Universitas Sumatera Utara
44
Pengaturan asuransi dalam KUHD mengutamakan segi keperdataan yang
didasarkan pada perjanjian antara tertanggung dan penanggung. Perjanjian
tersebut menimbulkan kewajiban dan hak tertanggung dan penanggung
secarabertimbal balik. Sebagai perjanjian khusus, asuransi dibuat secara tertulis
dalam bentuk akta yang disebut polis asuransi. Pengaturan asuransi dalam KUHD
meliputi substansi berikut ini : 112
a. Asas-asas asuransi;
b. Perjanjian asuransi;
c. Unsur-unsur asuransi;
d. Syarat-syarat (klausula) asuransi;
e. Jenis-jenis asuransi.
2. Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2014 (UU Perasuransian)
KUHD mengutamakan pengaturan asuransi dari segi keperdataan maka
UU Perasuransian (Lembaran Negara Nomor 337 Tahun 2014 tanggal 17 Oktober
2014) mengutamakan pengaturan asuransi dari segi bisnis dan publik administrasi,
yang jika dilanggar mengakibatkan pengenaan sanksi pidana dan administratif.
Pengaturan dari segi bisnis artinya menjalankan usaha perasuransian harus sesuai
dengan aturan hukum perasuransian dan perusahaan yang berlaku.
Pengaturan usaha perasuransian dalam UU Perasuransian ini terdiri dari 18
(delapan belas) bab dan 92 (sembilan dua) pasal mempunyai rincian substansi
sebagai berikut: 113
112
Abdulkadir Muhammad, Op.Cit, hal.18
Ibid. hal. 19
113
44
Universitas Sumatera Utara
45
a. Bidang usaha perasuransian meliputi kegiatan :
1) Usaha asuransi.
2) Usaha penunjang asuransi.
b. Jenis usaha perasuransian meliputi :
1) Usaha asuransi terdiri dari asuransi kerugian asuransi jiwa, dan reasuransi.
2) Usaha penunjang asurasi terdiri dari pialang asuransi, pialang reasuransi,
penilai kerugian asuransi, konsultan akturia dan agen asuransi.
c. Perusahaan Perasuransian meliputi:
1) Perusahaan Asuransi Kerugian.
2) Perusahaan Asuransi Jiwa.
3) Perusahaan Reasuransi.
4) Perusahaan Pialang Asuransi.
5) Perusahaan Pialang Reasuransi.
6) Perusahaan Penilai Kerugian Asuransi.
7) Perusahaan Konsultan Aktuaria.
8) Perusahaan Agen Asuransi.
9) Perusahaan Asuransi Syariah.
10) Perusahaan Reasuransi Syariah.
d. Bentuk hukum usaha Perasuransian terdiri dari :
1) Koperasi
2) Perseroan Terbatas.
3) Usaha Bersama (multual).
e. Kepemilikan Perusahaan Perasuransian oleh :
45
Universitas Sumatera Utara
46
1) Warga negara Indonesia dan atau badan hukum Indonesia
2) Warga negara Indonesia dan atau badan hukum Indonesia bersama dengan
perusahaan perasuransian yang tunduk pada hukum asing.
f.
Perizinan usaha perasuransian oleh Menteri Keuangan
g. Pembinaan dan pengawasan terhadap usaha perasuransian Menteri Keuangan
mengenai :
1) Kesehatan keuangan perusahaan asuransi kerugian, perusahaan asuransi
jiwa, dan perusahaan reasuransi.
2) Penyelenggaraan usaha perasuransian dan modal usaha
h. Kepailitan dan likuidasi perusahaan asuransi melalui keputusan Pengadilan
Niaga.
i.
Ketentuan sanksi pidana dan sanksi administratif meliputi :
1) Sanksi pidana karena kejahatan, menjalankan usaha perasuransian tanpa
izin,
menggelapkan
PerusahaanAsuransi
premi
dan
asuransi,
Reasuransi,
menggelapkan
kekayaan
menerima/menadah/membeli
kekayaan Perusahaan Asuransi hasil penggelapan, pemalsuan dokumen
PerusahaanAsuransi, Reasuransi.
2) Sanksi administratif berupa: ganti kerugian, denda administratif,
peringatan, pembatasan kegiatan usaha, pencabutan izin usaha perusahaan.
3. Undang-Undang Asuransi Sosial
Asuransi sosial di Indonesia pada umumnya meliputi bidang jaminan
keselamatan angkutan umum, keselamatan kerja, dan pemeliharaan kesehatan.
Perundang-undangan yang mengatur asuransi sosial adalah sebagai berikut: 114
114
Ibid, hal. 21
46
Universitas Sumatera Utara
47
a. Asuransi Sosial Kecelakaan Penumpang (Jasa Raharja) :
1) Undang-Undang Nomor 33 Tahun 1964 tentang Dana Pertanggungan
Wajib
Kecelakaan
Penumpang.
Peraturan
pelaksanaannya
adalah
PeraturanPemerintah Nomor 17 Tahun 1965.
2) Undang-Undang 34 Tahuun 1964 tentang Dana Kecelakaan Lalu Lintas
Jalan. Peraturan pelaksanaanya adalah peraturan Pemerintah No. 18 Tahun
1965.
b. Asuransi Sosial Tenaga Kerja (Astek) :
1) Undang-undang
Nomor 3
Tahun
1992
tentang
Jaminan
18
Tahun
1990
Sosial
TenagaKerja (Jamsostek).
2) Peraturan
Pemerintah
Nomor
tentang
PenyelenggaraanAsuransi Sosial Tenaga Kerja (Perubahan Peraturan
Pemerintah Nomor 33Tahun 1977).
3) Peraturan Pemerintah Nomor 67 Tahun 1991 tentang Asuransi
SosialAngkatan Bersenjata Republik Indonesia (ASABRI).
4) Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 1981 tentang Asuransi
SosialPegawai Negeri Sipil (ASPNS).
c. Asuransi Sosial Pemeliharaan Kesehatan (Askes)
Peraturan Pemerintah Nomor 69 Tahun 1991 tentang Pemeliharaan Kesehatan
Pegawai
Negeri
Sipil
(PNS).
Penerima
Pensiun,
Veteran,
Perintis
Kemerdekaan beserta Keluarganya.
Berlakunya UU Perasuransian dan Perundang-undangan Asuransi Sosial
disamping ketentuan Asuransi dalam KUHD, maka dianggap cukup memadai
47
Universitas Sumatera Utara
48
aturan hukum yang mengatur tentang usaha perasuransian baik dari segi
keperdataan maupun dari segi publik administratif. 115
Menjalankan program asuransi syariah tidak lepas dengan dasar hukum
yang menjadi pijakan prigram tersebut. Landasan hukum yang digunakan dalam
asuransi syariah, secara umum berdasarkan penafsiran atas ayat-ayat Al-Quran,
Hadis, dan pendapat para ulama. Pendirian asuransi syariah di Indonesia
didasarkan pada beberapa landasan yaitu Landasan Syariah, Landasan Yuridis,
dan Landasan Filosofis. 116 Landasan syariah mengandung arti bahwa pendirian
asuransi syariah merupakan implementasi dari nilai-nilai di dalam Al-Quran dan
Al-Sunnah dan pendapat para ulama yang tertuang dalam karya-karyanya. Di
bawah ini akan diuraikan sumber hukum Asuransi Syariah tersebut : 117
1. Al-Quran
Secara tekstual dalam Al-Quran tidak satupun ayat menjelaskan mengenai
asuransi. Akan tetapi dalam ayat-ayat tertentu terdapat dalil-dalil yang dapat
diartikan dengan substansi yang dimaksud dengan asuransi itu sendiri. Ayat-ayat
dalam Al-Quran yang berkaitan dengan asuransi adalah sebagai berikut :
a. Perintah Allah untuk menyiapkan hari depan
Q.S al-Hasyr ayat 18: “Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah keada
Allah dan hendaklah setiap diri memperhatikan apa yang telah diperbuatnya
untuk hari esok (akhirat); dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah
Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan.”
115
Ibid, hal. 22
Yadi Janwari, Op.Cit, hal.7
117
Zainuddin Ali, Hukum Asuransi Syariah, (Jakarta : Sinar Grafika, 2008), hal. 41
116
48
Universitas Sumatera Utara
49
b. Perintah Allah untuk saling menolong dan saling bekerja sama untuk saling
membantu
Q.S. al-Maidah ayat 2 :
Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu melanggar syi’ar-syi’ar
Allah, dan jangan melanggar kehormatan bulan-bulan haram, jangan
(mengganggu) binatang-binatang had-ya, dan binatang-binatang qalaaid dan jangan (pula) mengganggu orang-orang yang mengunjungi
Baitullah sedang mereka mencari kurnia dan keredhaan dari Tuhannya
dan apabila kamu telah menyelesaikan ibadah haji, maka bolehlah
berburu. Dan janganlah sekali-kali kebencian(mu) kepada suatu kaum
karena mereka menghalang-halangi kamu dari Masjidilharam,
mendorongmu berbuat aniaya (kepada mereka). Dan tolongmenolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan
jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. Dan
bertakwalah kamu kepada Allah, sesungguhnya Allah amat berat siksaNya.
c. Perintah Allah untuk melindungi dalam keadaan susah
Q.S. al-Quraisy ayat 4 : “Yang telah memberi mkanan kepada mereka untuk
menghilangkan lapar dan megamankan mereka dari ketakutan.”
d. Perintah Allah untuk berusaha dan tawakal
Q.S. at-Taghabun ayat 11 : “Tidak ada suatu musibah pun yang menimpa
seseorang kecuali dengan ijin Allah; dan barangsiapa yang beriman kepada
Allah niscaya dia akan memberi petunjuk kepada hatinya. Dan Allah
mengetahui segala sesuatu.”
2. Hadis
Ada beberapa contoh-contoh hadis sebagai dasar hukum asuransi syariah :
a. “Barang siapa melepaskan dari muslim suatu kesulitan di dunia, Allah
akan melepaskan kesulitan darinya pada hari kiamat; dan Allah senantiasa
menolong hamba-Nya selama ia (suka) menolong saudaranya” (HR.
Muslim dari Abu Hurairah).
49
Universitas Sumatera Utara
50
b. “Perumpamaan orang beriman dalam kasih sayang, saling mengasihi dan
mencintai bagaikan tubuh (yang satu; jikalau satu bagaian menderita sakit
maka bagian lain akan turut menderita” (HR. Muslim dari Nu’man bin
Basyir).
c. “Barang siapa mengurus anak yatim yang memiliki harta, hendaklah ia
perniagakan, dan janganlah membiarkannya (tanpa diperniagakan) hingga
habis oleh sedekahnya (zakat dan nafakah)” (HR. Tirmizi, Daraquthni, dan
Baihaqi dari ‘Amr bin Syu’aib, dari ayahnya, dari kakenya Abdullah bin
‘Amr bin Ash).
d. “Kaum muslimin terikat dengan syarat-syarat yang mereka buat kecuali
syarat yang mengharamkan yang halal atau menghalalkan yang
haram.”(HR. Tirmidzi dari ‘Amr bin’Auf)
e. “Tidak boleh membahayakan diri sendiri dan tidak boleh pula
membahayakan orang lain.” (Hadis Nabi riwayat Ibnu Majah dari ‘Ubadah
bin Shawit, riwayat Ahmad dari Ibnu ‘Abbas, dan Malik dari Yahya).
3. Pendapat Para Ulama.
Para ahli hukum Islam (fuqaba) menyadari sepenuhnya bahwa status
hukum asuransi syariah belum pernah ditetapkan oleh pemikiran hukum Islam di
zaman dahuku. Pemikiran mengenai konsep asuransi mulai muncul ketika terjadi
akulturasi budaya antar Islam dengan budaya Eropa. 118 Akan tetapi bila dicermati
lebih dalam, akan ditemukan bahwa asuransi itu di dalamnya terdapat
118
Ibid, hal.43
50
Universitas Sumatera Utara
51
kemaslahata, sehingga para ulama mengadopsi manajemen yang ada dalam
asuransi dengan memasukkan prinsip-prinsip syariah. 119
Berdasarkan hal tersebut para ulama mengeluarkan fatwa dan
rekomendasi melalui Muktamar Ekonomi Islam yang berlangsng pertama kali di
Mekkah pada tahun 1976. Kemudian rekomendasi tersebut dikutakan dengan
pertemuan Majma Al-Fiqh Al-Islamy di Jeddah pada tanggal 28 Desember !985.
para ulama sepakat agar umat Islam di seluruh dunia untuk menggunakan asuransi
ta’wun. Para ulama juga telah memberikan ketentuan mengenai asuransi syariah,
diantaranya terdapat pada:
a. Kaidah-kaidah fikih tentang muamalah:
Pada dasarnya, semua bentuk mu’amalah boleh dilakukan kecuali ada dalil
yang mengharamkannya. Segala mudharat harus dihindarkan sedapat mungkin.
Segala mudharat (bahaya) harus dihilangkan.
b. Piagam Madinah
Rasulullah SAW mengundangkan sebuah peraturan yang terdapat dalam
piagam madinah yaitu sebuah konstitusi pertama yang memperhatikan
keselamatan hidup para tawana yang tinggal di Negara tersebut. Seseorang yang
menjadi tawanan perang musuh, maka aqilah 120 dari tawanan tersebut akan
menyumbangkan tebusan dalam bentuk pembayaran (diyat) kepada musuh,
sebagai pesanan yang memungkinkan terbebaskan tawanan tersebut. 121
119
Ibid.
Aqilah adalah Konsep asuransi Islam sejak Jaman Rasulullah SAW
121
Zainuddin Ali, Op.Cit, hal.45.
120
51
Universitas Sumatera Utara
52
c. Fatwa Sahabat
Praktik sahabat berkenan dengan pembayaran hukuman (ganti rugi) pernah
dilaksanakan oleh Umar bin Khattab. Beliau berkata :”orang-orang yang namanya
tercantum dalam diwam tersebut berhak menerima bantuan dari satu sama lain
dan harus menyumbang untuk pembayaran hukuman (ganti rugi) atas
pembunuhan (tidak sengaja) yang dilakukan oleh salah satu seorang anggota
masyarakat mereka.”
d. Ijma’
Para sahabat telah melakukan ittifaq (kesepakatan dalam hal ‘aqilahyang
dilakukan oleh khalifah Umar bin Khattab). Adanya Ijma’ atau kesepakatan ini
tampak dengan tidak adanya sahabat lain yang menentang pelaksanaan ‘aqilah ini.
Jadi dapat disimpulkan bahwa telah terdapat ijma’ di kalangan sahabat
nabimengenai persoalan ini.
e. Qiyas
Sebagaimana diketahui bahwa konsep asuransi yang dilakukan dewasa ini
sama dengan ‘aqilah pada zaman pra Islam yang kemudian diterima oleh
Rasulullah SAW menjadi bagian dari hukum Islam. Dengan demikian hukum
asuransi itu diqiyaskan dengan demikian hukum asuransi ini diqiyaskan dengan
hukum ‘aqilah.
f. Istihsan
Kebaikan dari kebiasaan ‘aqilah di kalangan suku Arab kuno terletak pada
kenyataan bahwa sistem ini dapat menggantikan atau menghindari balas dendam
berdarah yang berkelanjutan.
52
Universitas Sumatera Utara
53
4. Menurut UU Perasuransian
Dari segi hukum positif Indonesia asuransi syariah berdasarkan p
PENGATURAN ASURANSI TAKAFUL DI INDONESIA
A.
Kedudukkan Lembaga Asuransi Sebagai Lembaga Keuangan Non
Bank di Indonesia
1.
Lembaga Keuangan Dan Lembaga Keuangan Bukan Bank
Lembaga
keuangan adalah semua badan yang kegiatanya di bidang
keuangan, melakukan penghimpunan dan penyaluran dana kepada masyarakat,
terutama guna membiayai investasi perusahaan (Surat Keputusan Menteri
Keuangan Republik Indonesia Nomor 792 Tahun 1990.) 52 Dari defenisi tersebut
dapat diketahui bahwa lembaga keuangan dapat memberikan kredit kepada
masyarakat dan menanamkan dananya pada surat-surat berharga yang di terbitkan
oleh pemerintah dan juga merupakan bagian dari sistem keuangan dalam melayani
masyarakat di bidang keuangan. Dapat dikatakan bahwa fungsi Lembaga
Keuangan adalah sebagai lembaga yang menjebatani kepentingan kelompok
masyarakat yang kelebihan dana dengan kelompok yang membutuhkan dana atau
kekurangan dana. 53 Pada hakikatnya fungsi pokok lembaga keuangan antara
lain: 54
a. Fungsi Perantara
Lembaga keuangan berfungsi memindahkan tabungan yang di terima dari
masyarakat pada sektor bisnis (peminjaman) untuk pembiayaan pembangunan
gedung, perlengkapan, dan barang-barang modal lainnya.
52
Julius R. Latumaerissa, Bank dan Lembaga Keuangan Lain (Jakarta : Salemba
Empat,2011), hal. 39.
53
Ibid, hal. 40.
54
Ibid, hal 41.
19
Universitas Sumatera Utara
20
b. Fungsi Pembayar
Lembaga keuangan melakukan pembayaran barang dan jasa yang dilakukan
konsumen dengan menggunakan cek, bilyet, giro, kartu kredit, kartu debit, dan
lain-lain.
c. Fungsi Penjamin
Lembaga keuangan menjadi penjamin nasabah yang melakukan transaksi
impor barang dan jasa, seperti letters of credit.
d. Fungsi Wakil
Lembaga keuangan membantu nasabah dalam mengelola dan melindungi
kekayaan maupun sekuritas yang dimiikinya.
e. Fungsi Kebijakan
Lembaga keuangan melayani dan mengatur kebijakkan pemerintah dalam
memengaruhi pertumbuhan ekonomi dari berbagai tujuan sosial ekonomi
lainnya.
Lembaga-lembaga keuangan bukan bank lebih banyak beroperasi di sektor
pasar uang dan juga pasar modal, yang gunanya adalah untuk menghimpun dana
masyarakat dalam jangka panjang maupun jangka pendek guna membiayai
pembangunan industri dan pengembangan dalam sektor ekonomi. 55Menurut Surat
Keputusan Menteri Keuangan RI No. KEP-38/MK/IV/I972, Lembaga keuangan
bukan bank adalah semua lembaga (badan) yang melakukan kegiatan dalam
bidang keuangan yang secara langsung atau tidak langsung menghimpun dana
dengan cara mengeluarkan surat-surat berharga, kemudian menyalurkan kepada
55
Sri Fatmawati Subagyo dan Rudi Badrudin, Bank dan Lembaga keuangan Lainnya,
(Yogyakarta : STIE YKPN, 2004), hal. 25.
20
Universitas Sumatera Utara
21
masyarakat
terutama
untuk
membiayai
investasi
perusahaan-
perusahaan. 56Lembaga asuransi termasuk sebagai lembaga keuangan non bank di
Indonesia merupakan lembaga penangung resiko dan yang menghimpun dana
masyarakat dalam jangka panjang dari pendapat premi. 57 Kesamaan dari kedua
lembaga tersebut antara Lembaga keuangan dan Lembaga keuangan bukan bank
adalah kedua lembaga ini menggunakan uang para penabung atau klien untuk
disalurkan kepada para pelaku usaha dengan cara kredit ataupun pertukaran
produk. 58
2.
Pengertian Asuransi
Menurut pasal 246 Kitab Undang-undang Hukum Dagang : 59
Pertanggungan adalah perjanjian dengan mana penanggung mrngikatkan
diri kepada tertanggung dengan menerima premi untuk memberikan
penggantiankepadanya karena kerugian, kerusakkan atau kehilangan
keuntungan yang diharapkan yang mungkin dideritanya akibat suatu
evenemen atau ganti rugi.
Pengertian lain tentang Asuransi terdapat dalam Pasal 1 angka (1) Undang-
Undang Nomor 2 Tahun 1992 tentang Usaha Perasuransian, yaitu : 60 “Asuransi
atau pertanggungan adalah perjanjian antara 2 (dua) pihak atau lebih, dengan
mana penanggung mengikatkan diri kepada tertanggung dengan menerima premi
asuransi,
untuk
memberikan
penggantian
kepada
tertanggung
karena
kerugian,kerusakan,atau kehilangan keuntungan yang diharapkan, atau tanggung
56
Lihat, “Pengertian Lembaga Keuangan Bukan Bank (LKBB) & contohnya”,
http://www.artikelsiana.com/2014/09/lembaga-keuangan-bukan-bank-lkbb-dan.html (diakses pada
tanggal 30 April 2016)
57
Julius R. Latumaerissa, Op.Cit, hal. 40
58
Ibid, hal. 44
59
Abdulkadir Muhammad, Hukum Asuransi Indonesia,Citra Aditya Bakti, Bandung,
2006, hal 8.
60
Indonesia (Perasuransian), Pasal 1 angka (1) Undang-Undang No.2 Tahun 1992 tentang
Usaha Perasuransian
21
Universitas Sumatera Utara
22
jawab hukum kepada pihak ketiga yang mungkin akan diderita tertanggung yang
timbul dari suatu peristiwa yang tidak pasti, atau untuk memberikan suatu
pembayaran yang didasarkan atas meninggal atau hidupnya seseorang yang
dipertanggungkan”.
Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2014 Tentang Perasuransian juga
memberikan defenisi dari asuransi yaitu perjanjian antara dua pihak, yaitu
perusahaan asuransi dan pemegang polis, yang menjadi dasar bagi penerimaan
premi oleh perusahaan asuransi sebagai imbalan untuk memberikan penggantian
kepada tertanggung atau pemegang polis karena kerugian, kerusakan, biaya yang
timbul, kehilangan keuntungan, atau tanggung jawab hukum kepada pihak ketiga
yang mungkin diderita tertanggung atau pemegang polis karena terjadinya suatu
peristiwa yang tidak pasti, memberikan pembayaran yang didasarkan pada
meninggalnya tertanggung atau pembayaran yang didasarkan pada hidupnya
tertanggung dengan manfaat yang besarnya telah ditetapkan dan/atau didasarkan
pada hasil pengelolaan dana.
Unsur-unsur dalam asuransi atau pertanggungan adalah : 61
a. Pihak-Pihak
Subjek asuransi adalah pihak-pihak dalam auransi, yang penanggung atau
tergantung yang mengadakan perjanjian asuransi penanggung dan tertanggung
adalah pendukung kewajiban hak. Penanggung wajib memikul resiko yang
dialihkan kepada dan memperoleh pembayarin premi, sedangkan pembayaran
61
Ibid.
22
Universitas Sumatera Utara
23
premi dan berhak memperoleh penggantian jika timbul kerugian atas harta
miliknya yang diasuransikan.
b. Status Pihak-Pihak
Penanggung harus berstatus sebagai perusahaan badan hukum dapat berbentuk
Peseroan Terbatas (PT), Perusahaan Perseorangan (Persero), atau Koperasi.
Tertanggung dapat berstatus sebagai perseorangan, persekutuan, atau badan
hukum, baik sebagai perusahaan ataupun bukan perusahaan. Tertanggung
berstatus sebagai pemilik atau pihak berkepentingan atas harta yang
diasuransikan.
c. Objek Asuransi
Objek Asuransi dapat berupa benda, hak atau kepentingan yang melekat pada
benda, dan sejumlah uang yang disebut presi atau ganti kerugian. Melalui
objek asuransi tersebut ada tujuan yang ingin dicapai oleh pihak-pihak.
Penanggung bertujuan memperoleh pembayaran sejumlah premi sebagai
imbalan pengalihan risiko. Tertanggung bertujuan bebas dari resiko dan
memperoleh penggantian jia timbul kerugian atas harta miliknya.
d. Peristiwa Asuransi
Peristiwa asuransi adalah perbuatan hukum (legal act) berupa persetujuan atau
kesepakatan bebas antara penanggung dan tertanggung mengenai objek
asuransi, peristiwa tidak pasti (evenemen) yang mengancam benda asuransi.
Persetujuan atau kesepakatan bebas tersebut dibuat dalam bentuk tertulis
berupa akta yang disebut polis. Polis ini merupakan satu-satunya alat bukti
yang dipakai untuk membuktikan telah terjadi asuransi.
23
Universitas Sumatera Utara
24
e. Hubungan Asuransi
Hubungan asuransi yang terjadi antara penanggung dan tertanggung adalah
keterikatan (legally bound) yang timbul karena persetujuan atau kesepakatan
bebas. Keterkaitan tersebut berupa kesedian secara sukarela dari penanggung
dan tertanggung untuk memenuhi kewajiban dan hak masing-masing terhadap
satu sama lain. Artinya, sejak tercapai kesepakatan asuransi, tertanggung
terikat dan wajib membayar premi auransi kepada penanggung dan sejak itu
pula penanggung menerima pengalihan resiko. Jika terjadi evenemen yang
menimbulkan kerugiaan atas benda asuransi, penanggung wajib membayar
ganti kerugian sesuai dengan ketentuan polis asuransi. Akan, tetapi jika tidak
terjadi evenemen, premi yang sudah dibayar oleh tertanggng tetap menjadi
milik penanggung.
Berdasarkan uraian yang telah dikemukan di atas, maka dapat
diidentifikasi beberapa unsur yang harus ada pada asuransi kerugian sebagai
berikut: 62
a. Penanggung dan tertanggung;
b. Persetujuan bebas antara penanggung dan tertanggung;
c. Benda asuransi dan kepentingan tertanggung;
d. Tujuan yang ingin dicapai;
e. Risiko dan premi;
f. Evenemen dan ganti kerugian;
g. Syarat-syarat yang berlaku;
h. Bentuk akta polis asuransi.
62
Ibid, hal. 10.
24
Universitas Sumatera Utara
25
3.
Sejarah Perkembangan Asuransi di Indonesia
Apabila ditinjau dari kurun waktu mula jadinya asuransi dan kegiatan
asuransi di Indonesia, sesungguhnya belum terlalu lama, sehingga masih
merupakan suatu lembaga yang relatif baru. Kesulitan utama bagi suatu
penyusunan yang lengkap dan sempurna ialah karena sedikitnya materi yang
didokumentasikan secara baik dan tidak ditemukan sumber yang akurat serta
langkanya narasumber. 63 Asuransi sebagai suatu lembaga maupun sebagai suatu
kegiatan di Indonesia merupakan sesuatu yang relatif baru, karena asuransi sendiri
bukan sesuatu yang “asli” yang berasal dari bumi Indonesia. 64 Asuransi datang
bersama-sama dengan datangnya orang asing yaitu Belanda. Asuransi baik
sebagai suatu lembaga maupun sebagai suatu bagian kegiatan perdagangan dalam
tata perekonomian orang-orang Belanda dibawa kesini sebagai suatu kebutuhan
mereka. 65
Asuransi merupakan salah satu dari buah peradaban manusia dan
merupakan suatu hasil evaluasi kebutuhan manusia yang sangat hakiki ialah
kebutuhan akan rasa aman dan terlindung, terhadap kemungkinan menderita
kerugian. Asuransi merupakan buah pikiran dan akal budi manusia untuk
mencapai suatu keadaan yang dapat memenuhi kebutuhannya, terutama sekali
untuk kebutuhan-kebutuhannya yang haiki sifatnya antara lain rasa aman dan
terlindung seperti yang dimaksud di atas. 66
63
Sri Rejeki Hartono., Op.Cit.,hal. 50.
Ibid.
65
Ibid.
66
Tuti Rastuti, Aspek Hukum Perjanjian Asuransi, (Yogyakarta : Pustaka Yustisia, 2011),
64
hal. 32
25
Universitas Sumatera Utara
26
Berdasarkan sejarah perasuransian dapat katakan bahwa pengertian
asuransi ini sebenarnya pada mulanya terdapat pada asuransi sejumlah uang dan
kemudian berkembang pada asuransi kebakaran dan asuransi laut. Asuransi
sejumlah uang merupakan cirri tertua dari seluruh bentuk asuransi yang ada. 67
Asuransi dipergunakan sebagai suatu lembaga yang menjamin kepentingan
mereka dalam bidang perdagangan dan perekonomian. 68Bisnis asuransi masuk ke
Indonesia pada waktu penjajahan Belanda dan negara kita pada waktu itu disebut
Nederlands Indie. 69
Secara formal masuknya asuransi dan lembaga asuransi di Indonesia ialah
sejak berlakunya Kitab Undang-Undang Hukum Dagang Belanda di Indonesia
pada tahun 1848. Berlakunya Kitab Undang-Undang Hukum Dagang Belanda di
Indonesia adalah atas dasar konkordansi yang dimuat dalam Stb 1943 No. 23,
yang diundangkan pada tanggal 30 April 1947, dan mulai berlaku pada tanggal 1
Mei 1848. 70
Dapat diterimanya asuransi dan lembaga asuransi di Indonesia dapat
ditelaah dari berbagai aspek dan sisi. 71
a. Ditinjau dari sisi dan aspek nilai serta arti pentingnya asuransi dan lembaga
asuransi dalam bidang perekonomian pada umumnya. Secara umum memang
dapat disebutkan bahwa asuransi dan lembaga asuransi itu adalah merupakan
lembaga ekonomi, yaitu sebagai lembaga peralihan risiko. Dengan demikian,
67
Abdul Muis, Hukum Asuransi dan Bentuk-bentuk Perasuransian, (Medan : Fakultas
Hukum Universitas Sumatera Utara, 2005), hal.11
68
Sri Rejeki Hartono., Op.Cit.hal.51
69
Ibid.
70
Ibid, hal.52
71
Ibid.
26
Universitas Sumatera Utara
27
maka asuransi adalah merupakan suatu kebutuhan dalam tata pergaulan
ekonomi, terutama pergaulan ekonomi internasional.
b. Dari sisi sosial budaya, meskipun asuransi belum dapat diterima secara
mutlak, tetapi nilai manfaatnya sudah mulai dapat diterima oleh masyarakat,
khusus melalui mekanisme kerja asuransi sosial. Diterimanya hal tersebut oleh
masyarakat tidak lain karena pada asuransi sosial mengandung pula unsurunsur kebersamaan/gotong royong yang merupakan sesuatu yang mempunyai
nilai khusus pada masyarakat. Untuk menjamin kelangsungan usahanya, maka
adanya asuransi mutlak diperlukan. Dengan demikian usaha perasuransian di
Indonesia dapat dibagi dalam dua kurun waktu, yakni zaman penjajahan
sampai tahun 1942 dan zaman sesudah Perang Dunia II atau zaman
kemerdekaan.
Waktu pendudukan bala tentara Jepang selama kurang lebih tiga setengah
tahun, hampir tidak mencatat sejarah perkembangan. Perusahaan-perusahaan
asuransi yang ada di Hindia Belanda pada zaman penjajahan itu adalah :
a. Perusahaan-perusahaan yang didirikan oleh orang Belanda.
b. Perusahaan-perusahaan yang merupakan Kantor Cabang dari Perusahaan
Asuransi yang berkantor pusat di Belanda, Inggris dan di negeri lainnya. 72
Sistem monopoli yang dijalankan di Hindia Belanda, perkembangan
asuransi kerugian di Hindia Belanda terbatas pada kegiatan dagang dan
kepentingan bangsa Belanda, Inggris, dan bangsa Eropa lainnya. 73 Manfaat dan
peranan asuransi belum dikenal oleh masyarakat, lebih-lebih oleh masyarakat
72
Lihat, “Hukum Asuransi”, https://balianzahab.wordpress.com/makalah-hukum/hukumasuransi/ (diakses pada tanggal 11 Mei 2016)
73
Ibid.
27
Universitas Sumatera Utara
28
pribumi. Jenis asuransi yang telah diperkenalkan di Hindia Belanda pada waktu
itu masih sangat terbatas dan sebagian besar terdiri dari asuransi kebakaran dan
pengangkutan.
Sampai saat ini tidak ada satu bukupun yang memuat tulisan mengenai
sejarah hukum Indonesia yang memuat mengenai dasar-dasar asuransi di
Indonesia. Disamping itu para ahli hukum adat juga tidak pernah mengemukakan
bahwa asuransi sudah ada dan dikenal dalam tata pergaulan dalam masyarakat
adat di Indonesia. 74
Dengan demikian dapat dikatakan bahwa asuransi dan lembaga asuransi
masuk dalan tata pergaulan hukum di Indonesia bersamaan dengan berlakunya
Kitab Undang-undang Hukum Dagang (Belanda) yang berlaku di Indonesia
sebagaimana disebut di atas. Hal ini dapat pula dipakai sebagai suatu bukti bahwa
asuransi dan lembaga asuransi yang semula sebagai lembaga asing mulai dikenal
di Indonesia. 75
Perkembangan asuransi di Indonesia dapat dibagi dalam dua periode yaitu
sebagai berikut : 76
a. Periode Sebelum Tahun 1945
Masa-masa
sebelum
tahun
1945,
artinya
masa-masa
sebelum
kemerdekaan, kegiatan perasuransian maupun usaha asuransi masih didominasi
oleh perusahaan-perusahaan Belanda. Keadaan yang demikian dapat dimengerti,
mengingat asuransi dan lembaga asuransi masuknya ke Indonesia juga dibawa dan
74
Sri Rezeki Hartono, Op.Cit, hal.54
Ibid.
76
Abdulkadir Muhammad, Hukum Asuransi Indonesia, (Bandung: PT Citra Aditya Bakti
2006), hal. 1
75
28
Universitas Sumatera Utara
29
untuk kepentingan orang-orang Belanda sendiri. Tercatat perusahaan-perusahaan
asuransi yang sudah mulai beroperasi pada pertengahan abad kesembilan belas
ialah perusahaanperusahaan asuransi kerugian maupun asuransi jiwa, yang pada
umumnya masih perusahaan milik orang Belanda. Perusahaan asuransi jiwa yang
paling tua adalah N.V. Levens Verzekering Maatschappy van de Nederlanden
van 1845 dan Onderlinge Levernverzekering Gemaatschap de Olneh van 1879. 77
Dekade kedua permulaan ke abad kedua puluh berdirilah beberapa
perusahaan asuransi lain. Perusahaan-perusahaan tersebut dapat digolongkan
sebagai perusahaan nasional karena didirikan bukan oleh orangorang Belanda.78
Satu perusahaan asuransi jiwa yang dapat disebut sebagai perusahaan asuransi
nasional yang tertua adalah “Onderlinge Levernverzekering Maatschappy Bumi
Putera” didirikan pada tanggal 2 Februari 1912 di Magelang, Jawa Tengah. 79
Perusahaan ini sebenarnya merupakan suatu perusahaan dari Onderlinge
Levernverzekering Maatschappy PGH 13 atau OL PGH. Empat tahun berikutnya,
berdiri pula satu perusahaan asuransi kerugian yang didirikan oleh sekelompok
golongan Tionghoa di Semarang pada tahun 1916 dengan nama NV. Indische
Lloyd, Algemene Verzekering Maatschappy. 80
b. Periode Sesudah Tahun 1945
Sesudah kemerdekaan pada tahun 1945, sampai kira-kira menjelang tahun
1950, nampaknya keadaan tanah air tidak memberikan suatu peluang yang baik
bagi tumbuhnya industri dan perusahaan asuransi. Oleh karena itu usaha untuk
77
Abbas Salim, Buku Asuransi & Manajemen Risiko, (Jakarta : Raja Grafindo, 2007) hal.
19.
78
Ibid. hal.52
Ibid.
80
Ibid, hal.53
79
29
Universitas Sumatera Utara
30
mendirikan perusahaan asuransi hampir-hampir tidak ada. Hal ini dapat
dimengerti, mengingat suasana negara masih dalam keadaan yang tidak stabil.
Mengingat lembaga asuransi merupakan satu mata rantai dalam rangkaian
kegiatan perekonomian, mempunyai kedudukan yang cukup pentng dan
menentukan sebagai lembaga pengaman. Oleh karena itu Bank Negara Indonesia
merasa perlu segera mendirikan satu perusahaan asuransi kerugian. Perusahaan
asuransi yang didirikan oleh Bank Negara Indonesia pada tahun 1950 itu adalah
Maskapai Asuransi Indonesia. selanjutnya pada tahun-tahun berikut Maskapai
Asuransi Indonesia diikuti oleh beberapa perusahaan asuransi yang lain sebagai
berikut: 81
1) Persekutuan Andel Maskapai Asuransi “Waringin” yang didirikan oleh
“Djawa Mahaehae dan Intraport” pada tahun 1951.
2) National Insurance Company NV, pada tahun 1952 3) NV Maskapai Asuransi
Umum “Wuwungan”, PT. Maskapai Asuransi Ganda dan perusahaan Asuransi
“Sinar Surya” pada tahun 1953.
4.
Tujuan dan Fungsi Asuransi
Asuransi dalam perkembangan masyarakat dan perkembangan ekonomi,
merupakan suatu lembaga keuangan. Sebab, melalui asuransi dapat menghimpun
dana dari masyarakat yang dapat berakumulasi dengan besar, yang dapat
digunakan untuk membiayai pembangunan. Selain itu, asuransi bertujuan
memberikan perlindungan (proteksi) atas kerugian keuangan yang ditimbulkan
oleh peristiwa yang tidak diduga sebelumnya. Berdasarkan prinsip keseimbangan
81
Sri Rezeki Hartono, Op.Cit, hal.5 6.
30
Universitas Sumatera Utara
31
(indemnitas) asuransi bertujuan untuk mengembalikan posisi keuangan (financial)
seseorang (tertanggung) pada keadaan semula. 82
Apabila dijelaskan lebih mendalam tentang tujuan asurasi adalah : 83
a. Teori Pengalihan Risiko
Menurut teori pengalihan risiko (risk transfer theory), tertanggung
menyadari bahwa ada ancaman bahaya terhadap harta kekayaan miliknya atau
terhadap jiwanya. Jika bahaya tersebut menimpa harta kekayaan atau jiwanya, dia
akan menderita kerugian material atau korban jiwa atau cacat raganya. Secara
ekonomi, kerugian material atau korban jiwa atau cacat raga akan mempengaruhi
perjalanan hidup seseorang atau ahli waris. Tertanggung sebagai pihak yang
terancam bahaya merasa berat memikul beban risiko yang sewaktu-waktu dapat
terjadi.
Mengurangi atau menghilangkan beban risiko tersebut, pihak tertanggung
berupaya mencari jalan kalau ada pihak lain yang bersedia mengambil alih beban
risiko ancaman bahaya dan dia sanggup membayar kontra prestasi yang disebut
premi. 84 Dalam dunia bisnis perusahaan asuransi selalu siap menerima tawaran
dari pihak tertanggung untuk mengambil alih risiko dengan imbalan pembayaran
premi. Tertanggung mengadakan asuransi dengan tujuan mengalihkan risiko yang
mengancam harta kekayaan atau jiwanya. Dengan membayar sejumlah premi
kepada perusahaan asuransi (penanggung), sejak itu pula risiko beralih kepada
82
Tuti Rastuti, Op.Cit, hal. 7
Abdulkadir Muhammad, Op.Cit., hal. 12.
84
Ibid, hal.13
83
31
Universitas Sumatera Utara
32
penanggung. 85 Apabila sampai berakhirnya jangka waktu asuransi tidak terjadi
peristiwa yang merugikan, penanggung beruntung memiliki dan menikmati premi
yang telah diterimanya dari tertanggung 86
Adapun teknik-teknik mengurangi atau memperkecil risiko tersebut pada
dasarnya yang dapat dilakukan oleh perusahaan asuransi sebagai penanggung
adalah sebagai berikut : 87
1) Keahlian, yaitu dengan menjadi seorang ahli dalam menanggung risiko, maka
perusahaan asuransi mempunyai pengetahuan yang lebih banyak tentang
risiko daripada para tertanggung.
2) Pengelompokan, yaitu menerapkan berlakunya bilangan besar (law of large
number) dan membuat risiko lebih mudah untuk diramalkan dengan memakai
data statistik yang dihimpunnya. Apabila kelompok risiko tidak cukup besar
untuk meningkatkan daya peramalannya, para penanggung akan mengatur
kelompok-kelompok antara perusahaan sehingga penyebarannya cukup luas
untuk mengurangi penyimpangan kerugian-kerugian sebenarnya dari yang
diperkirakan.
3) Pencegahan risiko, yakni apabila keadaan keuangan perusahaan asuransi
cukup kuat, mereka dapat memperkuat atau menambah atau melengkapi
saranasarana untuk mengurangi risiko yang oleh tertanggung.
4) Melakukan pengalihan risiko lebih lanjut yaitu melalui lembaga reasuransi
yang dimungkinkan oleh Pasal 271 KUHD.
85
Ibid.
Ibid, hal. 13.
87
Tuti Rastuti, Op.Cit, hal.10.
86
32
Universitas Sumatera Utara
33
b. Pembayaran Ganti Kerugian
Dalam hal tidak terjadi peristiwa yang menimbulkan kerugian, maka tidak
ada masalah terhadap risiko yang ditanggung oleh penanggung. 88 Dalam
praktiknya tidak senantiasa bahaya yang mengancam itu sungguh-sungguh terjadi.
Ini merupakan kesempatan baik bagi penanggung mengumpulkan premi yang
dibayar oleh beberapa tertanggung yang mengikatkan diri kepadanya. Jika pada
suatu ketika sungguh-sungguh terjadi peristiwa yang menimbulkan kerugian
(risiko berubah menjadi kerugian), maka kepada tertanggung yang bersangkutan
akan dibayarkan ganti kerugian seimbang dengan jumlah asuransinya. Dalam
praktiknya, kerugian yang timbul itu bersifat sebagian (pertial loss), tidak
semuanya berupa kegiatan total (total loss). Dengan demikian, tertanggung
mengadakan asuransi yang bertujuan untuk memperoleh pembayaran ganti
kerugian yang sungguh-sungguh dideritanya.
c. Pembayaran Santunan
Asuransi kerugian dan asuransi jiwa diadakan berdasarkan perjanjian
bebas (sukarela) antara penanggung dan tertanggung (voluntary insurance).
Undang-undang mengatur asuransi yang bersifat wajib (compulsoryinsurance),
artinya tertanggung terikat dengan penanggung karena perintah undang-undang,
bukan karena perjanjian. 89 Asuransi jenis ini disebut asuransi sosial (social
security insurance), Asuransi sosial bertujuan untuk melindungi masyarakat dari
ancaman bahaya kecelakaan yang mengakibatkan kematian atau cacat tubuh.
88
Abdulkadir Muhammad, Op.Cit., hal. 13.
Ibid. hal.14
89
33
Universitas Sumatera Utara
34
Dengan membayar sejumlah kontribusi (semacam premi), tertanggung berhak
memperoleh perlindungan dari ancaman bahaya.
Tertanggung yang membayar kontribusi tersebut adalah mereka yang
terikat pada suatu hubungan hukum tertentu yang ditetapkan undang-undang,
misalnya hubungan kerja, penumpang angkutan umum. Apabila mereka mendapat
musibah kecelakaan dalam pekerjaannya atau selama angkutan berlangsung,
mereka (atau ahli warisnya) akan memperoleh pembayaran santunan dari
penanggung (BUMN), yang jumlahnya telah ditetapkan oleh undang-undang.
Jadi, tujuan mengadakan asuransi sosial menurut pembentuk undang-undang
adalah untuk melindungi kepentingan masyarakat, dan mereka yang terkena
musibah diberikan santunan sejumlah uang. 90
d. Kesejahteraan Anggota
Apabila
beberapa
orang
berhimpun
dalam
suatu
perkumpulan
danmembayar kontribusi (iuran) kepada perkumpulan, maka perkumpulan itu
berkedudukan
sebagai
penanggung,
sedangkan
anggota
perkumpulan
berkedudukan sebagai tertanggung. Jika terjadi peristiwa yang mengakibatkan
kerugian atau kematian bagi anggota (tertanggung), perkumpulan akan membayar
sejumlah uang kepada anggota (tertanggung) yang bersangkutan. R. Wirjono
Prodjodikoro menyebut asuransi seperti ini mirip dengan “perkumpulan
koperasi”.
Asuransi
ini
merupakan
asuransi
saling
menanggung
(onderlingeverzekering) atau asuransi usaha bersama (mutual insurance) yang
bertujuan mewujudkan kesejahteraan anggota. 91
90
Man Suparman Sastrawidjaja, Hukum Asuransi Perlindungan Tertanggung Asuransi
Deposito Usaha Perasuransian, (Bandung : Alumni, 1997), hal. 11.
91
R. Wirjono Prodjodikoro, Op.Cit, hal.21.
34
Universitas Sumatera Utara
35
Setelah ditelaah dengan seksama, asuransi saling menanggung tidak
dapatdigolongkan ke dalam asuransi murni, tetapi hanya mempunyai unsur-unsur
yang mirip dengan asuransi kerugian atau asuransi jumlah. Penyetoran uang iuran
oleh anggota perkumpulan (semacam premi oleh tertanggung) merupakan
pengumpulan dana untuk kesejahteraan anggotanya atau untuk mengurus
kepentingan anggotanya, misalnnya bantuan biaya upacara bagi anggota yang
mengadakan selamatan, bantuan biaya penguburan bagi anggota yang meninggal
dunia, dan biaya perawatan bagi anggota yang mengalami kecelakaan atau sakit.
Jadi asuransi sebagai lembaga, mempunyai fungsi ganda. Pertama, karena
ia menawarkan jasa proteksi kepada yang membutuhkannya, maka ia dapat
berposisi sebagai lembaga yang menyediakan diri untuk dalam keadaan tertentu
menerima risiko pihak-pihak lain, khusus risiko-risiko ekonomi. Dengan
mekanisme kerja yang ada padanya, setiap kemungkinan menderita kerugian
dapat dengan tepat dan cepat diatasi. Kedua, seluruh perusahan asuransi yang baik
dan maju dapat memberikan kesempatan kerja terhadap sekian tenaga kerja yang
menghidupi
sekian
orang
dari
masing-masing
keluarganya,
dan
dapat
menghimpun dana dari masyarakat luas, karena penutupan asuransi, yang selalu
diikuti dengan pembayaran premi.
Asuransi kesejahteraan seperti ini lebih sesuai apabila dikelola
olehperkumpulan Koperasi atau Usaha Bersama karena sesuai benar dengan asas
dantujuan kedua badan hukum tersebut. Kedua badan hukum ini diatur dalam
Pasal 6 ayat (1) UU Perasuransian sebagai berikut : 92
“Bentuk badan hukum penyelenggaran usaha Perasuransian adalah :
92
Indonesia (Perasuransian), Op.Cit, Pasal 6.
35
Universitas Sumatera Utara
36
a. Perseroan terbatas.
b. Koperasi;
c. Usaha bersama yang telah ada pada saat Undang-undang ini diundangkan.”
Usaha Bersama semacam ini dalam praktik asuransi kini telah
dilakukandalam bentuk Asuransi Takaful (asuransi kesejahteraan) berdasarkan
prinsipsyari’ah Islam, yang menghindari sistem bunga yang disebut riba.93
Asuransi Takaful merupakan alternatif yang dikembangkan oleh pengusaha Islam
yang menampung hasrat para peminat, mengingat sebagian besar anggota
masyarakat Indonesia beragama Islam. Oleh karena itu prospek Asuransi Takaful
cukup cerah. 94
Lembaga merupakan salah satu organ masyarakat, oleh karena itu setiap
lembaga tidak mungkin berdiri sendiri dan sebagai organ masyarakat maka
lembaga itu ada dan berada didalam masyarakat. 95 Karena suatu lembaga tidak
mungkin dapat berdiri sendiri, maka suatu lembaga juga tidak mungkin
merupakan suatu tujuan akhir.
Perusahaan asuransi sebagai perusahaan jasa gunanya adalah menjual jasa
kepada masyarakat dan disatu sisi lainnya perusahaan asuransi sebagai investor
dari dana yang dihimpun oleh masyarakat yang disalurkan kepada investasi yang
produktif. Perusahaan asuransi juga harus mempunyai pelanggan atau pemegang
polis, terciptanya pelanggan dapatdicapai dengan sistem pemasaran yang
memadai. Pelanggan ini mempunyai arti penting untuk keberlangsungan
93
Abdulkadir Muhammad, Op.Cit. hal.22.
Ibid.
95
Sri Rezeki Hartono, Op.Cit, hal 7.
94
36
Universitas Sumatera Utara
37
perusahaan karena pelangganlah yang membeli produk perusahaan yang juga
menggaji pegawai. 96
Fungsi asuransi secara umum adalah sebagai peralihan resiko oleh
pemegang polis kepada perusahaan asuransi dan juga sebagai penyerap dana dari
masyarakat. Dalam hal ini terdapat dua bentuk fungsi : 97
b. Fungsi Primer
1) Pengalihan Resiko
Sebagai sarana atau mekanisme pengalihan kemungkinan resiko / kerugian
(chance of loss) dari tertanggung sebagai ”Original Risk Bearer” kepada
satu atau beberapa penanggung (a risk transfer mechanism).
2) Penghimpun Dana.
Sebagai penghimpun dana dari masyarakat (pemegang polis) yang akan
dibayarkan kepada mereka yang mengalami musibah, dana yang dihimpun
tersebut berupa premi atau biaya ber- asuransi yang dibayar oleh
tertanggung kepada penanggung.
3) Premi Seimbang.
Untuk mengatur sedemikian rupa sehingga pembayaran premi yang
dilakukan oleh masing-masing tertanggung adalah seimbang dan wajar
dibandingkan dengan resiko yang dialihkannya kepada penanggung
(equitable premium).
96
Lihat, “Pentinggnya pelanggan”, http://www.akademiasuransi.org/2014/01/pentingnyapelanggan-customer.html (diakses pada tanggal 11 Mei 2016).
97
Lihat, “Fungsi Asuransi”, http://www.fungsiklopedia.com/fungsi-asuransi/ (diakses
pada tanggal 12 Mei 2016).
37
Universitas Sumatera Utara
38
b. Fungsi Sekunder
1) Export Terselubung.
Sebagai penjualan terselubung komoditas atau barang-barang tak nyata
keluar negeri.
2) Perangsang Pertumbuhan Ekonomi.
Untuk
merangsang
pertumbuhan
usaha,
mencegah
kerugian,
pengendalian kerugian, memiliki manfaat sosial dan sebagai tabungan.
5.
Jenis-Jenis Risiko
Risiko adalah bahaya, akibat atau konsekuensi yang dapat terjadi akibat
proses yang sedang berlangsung atau kejadian yang akan datang. Pada bidang
asuransi, risiko adalah ketidakpastian (uncertainty) yang akan selalu dihadapi
manusia dalam seluruh kegiatannya atau aktifitas kehidupannya, baik itu aktifitas
pribadi (personal activity) dan aktifitas usaha (bussines activity). 98
Dalam pertanggungan asuransi terdapat berbagai jenis risiko yang
dihadapai, besar kecilnya suatu risiko merupakan salah satu pertimbangan
besarnya premi asuransi yang harus dibayar. 99 Dalam praktiknya risiko-risiko
yang timbul dari setiap pemberian usaha pertanggungan asuransi adalah sebagai
berikut: 100
a. Resiko Murni.
Adanya ketidakpastian terjadinya sesuatu kerugian atau dengan kata lain
hanya ada peluang merugi dan bukan suatu peluang keuntungan, contoh
98
Lihat,
“Pengertian,contoh,
dan
klasifikasi
risiko
dalam
asuransi”,
http://www.sanabila.com/2015/05/pengertian-contoh-dan-klasifikasi.html (diakses pada tanggal 18
Mei 2016)
99
Kasmir, Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya, (Jakarta: RajaGrafindo,2002), hal.
283.
100
Ibid.
38
Universitas Sumatera Utara
39
rumah mungkin terbakar, mobil yang yang dikendarai mungkin akan tertabrak
atau kapal yang muatannya mungkin akan tenggelam. Jadi dalam hal ini
kerugian terjadi atau tidak terjadi sama sekali.
b. Resiko Spekulatif.
Risiko terkait terjadinya dua kemungkinan yaitu peluang utuk mengalami
kerugian keuangan atau memperoleh keuntungan. Dalam hal ini kemungkinan
terjadi kerugian atau keuntungan.
c. Resiko Individu.
Terdapat tiga jenis risiko individu yaitu :
1) Risiko
pribadi,
risiko kemampuan
seseorang untuk
memperoleh
keuntungan, akibat sesuatu hal seperti sakit, kehilnagan pekerjaan atau
mati.
2) Risiko harta, risiko kehilangan harta apakah dicuri, hilang, rusak yang
menyebabkan kerugian keuangan.
3) Risiko Tanggung Gugat, yaitu risiko yang disebabkan apabila kita
menanggung kerugian seseorang dan kita harus membayarnya. Contoh
kelalaian di jalan yang menyebabkan orang lain tetabrak dan harus
mengganti kerugian tersebut.
Masalah yang penting adalah bagaimana cara mengatasi risiko dalam
kehidupan manusia. Robert Mehr mengemukakan lima cara mengatasi risiko: 101
a. Menghindari risiko (risk avoidance) yaitu tidak melakukan kegiatan yang
memberi peluang kerugian, misalnya menghindari pembangunan gedung
bertingkat di daerah rawan gempa.
101
Abdulkadir Muhammad, Op.Cit, hal. 118.
39
Universitas Sumatera Utara
40
b. Mengurangi risiko (risk reduction) yaitu memperkecil peluang terjadinya
kerugian,
misalnya
menyediakan
alat
penyemprot
antikebakaran
di
perkantoran.
c. Menahan risiko (risk retention) yaitu tidak melakukan apa-apa terhdap risiko
karena dapat menimbulkan kerugian.
d. Membagi risiko (risk sharing) yaitu memindahakan risiko kepada pihak lain.
Misalnya melalui Reasuransi.
e. Mengalihkan risiko (risk transfer) yaitu memindahkan risiko kepada pihak
lain, yaitu : perusahaan asuransi.
Risiko yang dapat diasuransikan harus memliki kriteria berikut ini : 102
a. Dapat dinilai dengan uang;
b. Harus risiko murni, artinya hanya berpeluang menimbulkan kerugian;
c. Kerugian timbul akibat bahaya/peristiwa tidak pasti;
d. Tertanggung harus memiliki insurable interst;
e. Tidak dilarang Undang-undang dan tidak bertentangan dengan ketertiban
hukum.
B.
Pengaturan Asuransi Takaful di Indonesia
Dimasa sekarang ini semakin banyak Perusahaan Asuransi berbasis
syariah
di
Indonsia.
Dalam
perkembangannya
asuransi
syariah
di
Indonesiamengalami kemajuan yang sangat pesat khususnya karena di Indonesia
didominasi oleh penduduk yang beragama muslim maka permintaan akan asuransi
syariah semakin tinggi, apalagi asuransi ini disasarkan pada prinsip syariah. 103
102
Ibid, hal. 119
Lihat,
“Perkembangan
Asuransi
Syariah
dari
Masa
keMasa”,
http://www.asuransibank.com/2012/08/perkembangan-asuransi-syariah.html (diakses pada 22
April 2016)
103
40
Universitas Sumatera Utara
41
Peraturan-peraturan yang berhubungan dengan industri asuransi di
Indonesia, baru dapat dikutidengan baik sesudah tahun 1965. 104 Sebelum tahun
tersebut peraturan-peraturan yang pernah ada agak sulit di telusuri karena industri
asuransi ditanganni oleh lebih dari satu departemen/institusi. Karena ditanganni
oleh lebih dari satu institusi maka menimbulkan suatu mekansime kerja yang
tidak koordinatif sehingga industri asuransi tidak dapat berkembang dengan baik.
Adapun instansi-instansi yang pernah mempunyai kewenanga menangani
industri asuransi sebelum tahun 1965 antara lain : 105
1. Kementrian Perdagangan, sebagai instansi pendaftar usaha perusahaan
asuransi.
2. Kementrian Keuangan, sebagai mengaur usaha perusahaan asuransi jiwa.
3. Kementrian Keuangan c.q. Biro Urusan Moneter II, sebagai instansi moneter
usaha-usaha asuransi yang berkaitan dengan proteksi.
4. Lembaga Alat Pembayran Luar Negeri (LAPLN), sebagai instansi pelaksana
peraturan di bidang devisa dan pengawas, mengatur lalu lintas devisa yang
berasal dari premi asuransi dalam hubungannya dengan reasuransi luar negeri.
Perubahan-perubahan yang terjadi atas struktur organisasi pemerintahan
menyebabkan semua instansi tersebut di atas tidak lagi berfungsi dan oleh karena
itu semua peraturan yang pernah dikeluarkan menjadi tidak berlaku lagi, pada
tahun 1965
yaitu pada saat dibentuknya Departemen Urusan Perasuransian,
terdapat kesatuan pengaturan di bidang industri asuransi. 106 Tindakan ke arah
pengaturan dengan satu wadah tersebut dilandasi antara lain :
104
Sri Rejeki Hartono, Op.Cit, hal. 234
Ibid.
106
Ibid, hal.236.
105
41
Universitas Sumatera Utara
42
1. Pengalihan wewenang dari Kementrian Keuangan kepada Departemen Urusan
Perasuransian, berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kehakiman No. Y.A.
10/12/3./1964 tanggal 5 Oktober 1964.
2. Dibubarkannya Verzekering Kamer 107, dengan Keputusan Menteri Urusan
Perasuransian No. 3/SK/1965, tanggal 13 September 1965.
Ada 2 (dua) pihak yang terlibat dalam asuransi yaitu yang satu disebut
penanggung dan pihak lain disebut tertanggung. Penanggung adalah pihak
terhadapnya resiko tersebut dialihkan, yang seharusnya dipikul sendiri oleh
tertanggung karena menderita suatu kerugian atas suatu peristiwa yang tidak
tentu. 108
Pihak
tertanggung
sebagai
orang-orang
yang
berkepentingan
mengadakan perjanjian asuransi adalah sebagai pihak yang berkewajiban untuk
membayar premi kepada penanggung, sekaligus atau berangsur-angsur, dengan
tujuan akan mendapat penggantian atas kerugian yang mungkin akan dideritanya
akibat dari suatu peristiwa yang belum tentu akan terjadi. 109
Pelaksanaannya, asuransi memiliki dasar ataupun landasan untuk berbuat
atau tidak berbuat. Landasan ini merupakan payung hukum bagi asuransi dalam
melakukan kegiatannya. 110 Dasar hukum tersebut diatur dalam :
1. Kitab Dalam Undang-Undang Hukum Dagang (“KUHD”)
KUHD ada dua cara pengaturan asuransi, yaitu pengaturan yang bersifat
umum dan pengaturan yang bersifat khusus. Pengaturan yang bersifat umum
terdapat dalam Buku I Bab 9 Pasal 246-286 KUHD yang berlaku bagi semua jenis
107
Verzekering Kamer sebagai pelaksanaan mengatur usaha perusahaan asuransi jiwa
Sri Rejeki Hartono, Op.Cit, hal. 237
109
Ibid.
110
Djoko Prakoso, Hukum Asuransi Indonesia, (Jakarta : Bina Aksara, 1987), hal. 2
108
42
Universitas Sumatera Utara
43
asuransi, Pengaturan yang bersifat khusus terdapat dalam Buku I Bab 10
Pasal287-308 KUHD dan Buku II Bab 9 dan Bab 10 Pasal 592-695 KUHD,
dengan perincian sebagai berikut : 111
a. Buku I Bab 9
: mengatur Asuransi Kerugian pada umumnya
b. Buku II Bab 10
: mengatur Asuransi terhadap bahaya kebakaran, terhadap
bahaya yang mengancam hasil pertanian di sawah dan tentang Asuransi Jiwa.
c. Buku III Bab 10 ini dibagi atas beberapa bagian yaitu :
1) Bagian Pertama mengatur asuransi terhadap bahaya kebakaran.
2) Bagian Kedua mengatur
asuransi
terhadap
bahaya-bahaya
yang
mengancam hasil-hasil pertanian di sawah.
3) Bagian Ketiga mengatur asuransi jiwa.
d. Buku II Bab 9 mengatur asuransi terhadap bahaya-bahaya laut dan bahaya bahaya perbudakan.
e. Buku II Bab 9 ini dibagi atas beberapa bagian yaitu :
1) Bagian Pertama mengatur tentang bentuk dan isi Asuransi.
2) Bagian Kedua mengatur tentang anggaran dari barang-barang yang
diasuransikan.
3) Bagian Ketiga mengatur tentang awal dan akhir bahaya.
4) Bagian Keempat mengatur tentang hak dan kewajiban-kewajiban
penanggung dan tertanggung,
5) Bagian Kelima mengatur tentang abandonnemen
6) Bagian Keenam mengatur tentang kewajiban-kewajiban dan hak-hak
makelar di dalam asuransi laut.
111
Ibid, hal.5
43
Universitas Sumatera Utara
44
Pengaturan asuransi dalam KUHD mengutamakan segi keperdataan yang
didasarkan pada perjanjian antara tertanggung dan penanggung. Perjanjian
tersebut menimbulkan kewajiban dan hak tertanggung dan penanggung
secarabertimbal balik. Sebagai perjanjian khusus, asuransi dibuat secara tertulis
dalam bentuk akta yang disebut polis asuransi. Pengaturan asuransi dalam KUHD
meliputi substansi berikut ini : 112
a. Asas-asas asuransi;
b. Perjanjian asuransi;
c. Unsur-unsur asuransi;
d. Syarat-syarat (klausula) asuransi;
e. Jenis-jenis asuransi.
2. Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2014 (UU Perasuransian)
KUHD mengutamakan pengaturan asuransi dari segi keperdataan maka
UU Perasuransian (Lembaran Negara Nomor 337 Tahun 2014 tanggal 17 Oktober
2014) mengutamakan pengaturan asuransi dari segi bisnis dan publik administrasi,
yang jika dilanggar mengakibatkan pengenaan sanksi pidana dan administratif.
Pengaturan dari segi bisnis artinya menjalankan usaha perasuransian harus sesuai
dengan aturan hukum perasuransian dan perusahaan yang berlaku.
Pengaturan usaha perasuransian dalam UU Perasuransian ini terdiri dari 18
(delapan belas) bab dan 92 (sembilan dua) pasal mempunyai rincian substansi
sebagai berikut: 113
112
Abdulkadir Muhammad, Op.Cit, hal.18
Ibid. hal. 19
113
44
Universitas Sumatera Utara
45
a. Bidang usaha perasuransian meliputi kegiatan :
1) Usaha asuransi.
2) Usaha penunjang asuransi.
b. Jenis usaha perasuransian meliputi :
1) Usaha asuransi terdiri dari asuransi kerugian asuransi jiwa, dan reasuransi.
2) Usaha penunjang asurasi terdiri dari pialang asuransi, pialang reasuransi,
penilai kerugian asuransi, konsultan akturia dan agen asuransi.
c. Perusahaan Perasuransian meliputi:
1) Perusahaan Asuransi Kerugian.
2) Perusahaan Asuransi Jiwa.
3) Perusahaan Reasuransi.
4) Perusahaan Pialang Asuransi.
5) Perusahaan Pialang Reasuransi.
6) Perusahaan Penilai Kerugian Asuransi.
7) Perusahaan Konsultan Aktuaria.
8) Perusahaan Agen Asuransi.
9) Perusahaan Asuransi Syariah.
10) Perusahaan Reasuransi Syariah.
d. Bentuk hukum usaha Perasuransian terdiri dari :
1) Koperasi
2) Perseroan Terbatas.
3) Usaha Bersama (multual).
e. Kepemilikan Perusahaan Perasuransian oleh :
45
Universitas Sumatera Utara
46
1) Warga negara Indonesia dan atau badan hukum Indonesia
2) Warga negara Indonesia dan atau badan hukum Indonesia bersama dengan
perusahaan perasuransian yang tunduk pada hukum asing.
f.
Perizinan usaha perasuransian oleh Menteri Keuangan
g. Pembinaan dan pengawasan terhadap usaha perasuransian Menteri Keuangan
mengenai :
1) Kesehatan keuangan perusahaan asuransi kerugian, perusahaan asuransi
jiwa, dan perusahaan reasuransi.
2) Penyelenggaraan usaha perasuransian dan modal usaha
h. Kepailitan dan likuidasi perusahaan asuransi melalui keputusan Pengadilan
Niaga.
i.
Ketentuan sanksi pidana dan sanksi administratif meliputi :
1) Sanksi pidana karena kejahatan, menjalankan usaha perasuransian tanpa
izin,
menggelapkan
PerusahaanAsuransi
premi
dan
asuransi,
Reasuransi,
menggelapkan
kekayaan
menerima/menadah/membeli
kekayaan Perusahaan Asuransi hasil penggelapan, pemalsuan dokumen
PerusahaanAsuransi, Reasuransi.
2) Sanksi administratif berupa: ganti kerugian, denda administratif,
peringatan, pembatasan kegiatan usaha, pencabutan izin usaha perusahaan.
3. Undang-Undang Asuransi Sosial
Asuransi sosial di Indonesia pada umumnya meliputi bidang jaminan
keselamatan angkutan umum, keselamatan kerja, dan pemeliharaan kesehatan.
Perundang-undangan yang mengatur asuransi sosial adalah sebagai berikut: 114
114
Ibid, hal. 21
46
Universitas Sumatera Utara
47
a. Asuransi Sosial Kecelakaan Penumpang (Jasa Raharja) :
1) Undang-Undang Nomor 33 Tahun 1964 tentang Dana Pertanggungan
Wajib
Kecelakaan
Penumpang.
Peraturan
pelaksanaannya
adalah
PeraturanPemerintah Nomor 17 Tahun 1965.
2) Undang-Undang 34 Tahuun 1964 tentang Dana Kecelakaan Lalu Lintas
Jalan. Peraturan pelaksanaanya adalah peraturan Pemerintah No. 18 Tahun
1965.
b. Asuransi Sosial Tenaga Kerja (Astek) :
1) Undang-undang
Nomor 3
Tahun
1992
tentang
Jaminan
18
Tahun
1990
Sosial
TenagaKerja (Jamsostek).
2) Peraturan
Pemerintah
Nomor
tentang
PenyelenggaraanAsuransi Sosial Tenaga Kerja (Perubahan Peraturan
Pemerintah Nomor 33Tahun 1977).
3) Peraturan Pemerintah Nomor 67 Tahun 1991 tentang Asuransi
SosialAngkatan Bersenjata Republik Indonesia (ASABRI).
4) Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 1981 tentang Asuransi
SosialPegawai Negeri Sipil (ASPNS).
c. Asuransi Sosial Pemeliharaan Kesehatan (Askes)
Peraturan Pemerintah Nomor 69 Tahun 1991 tentang Pemeliharaan Kesehatan
Pegawai
Negeri
Sipil
(PNS).
Penerima
Pensiun,
Veteran,
Perintis
Kemerdekaan beserta Keluarganya.
Berlakunya UU Perasuransian dan Perundang-undangan Asuransi Sosial
disamping ketentuan Asuransi dalam KUHD, maka dianggap cukup memadai
47
Universitas Sumatera Utara
48
aturan hukum yang mengatur tentang usaha perasuransian baik dari segi
keperdataan maupun dari segi publik administratif. 115
Menjalankan program asuransi syariah tidak lepas dengan dasar hukum
yang menjadi pijakan prigram tersebut. Landasan hukum yang digunakan dalam
asuransi syariah, secara umum berdasarkan penafsiran atas ayat-ayat Al-Quran,
Hadis, dan pendapat para ulama. Pendirian asuransi syariah di Indonesia
didasarkan pada beberapa landasan yaitu Landasan Syariah, Landasan Yuridis,
dan Landasan Filosofis. 116 Landasan syariah mengandung arti bahwa pendirian
asuransi syariah merupakan implementasi dari nilai-nilai di dalam Al-Quran dan
Al-Sunnah dan pendapat para ulama yang tertuang dalam karya-karyanya. Di
bawah ini akan diuraikan sumber hukum Asuransi Syariah tersebut : 117
1. Al-Quran
Secara tekstual dalam Al-Quran tidak satupun ayat menjelaskan mengenai
asuransi. Akan tetapi dalam ayat-ayat tertentu terdapat dalil-dalil yang dapat
diartikan dengan substansi yang dimaksud dengan asuransi itu sendiri. Ayat-ayat
dalam Al-Quran yang berkaitan dengan asuransi adalah sebagai berikut :
a. Perintah Allah untuk menyiapkan hari depan
Q.S al-Hasyr ayat 18: “Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah keada
Allah dan hendaklah setiap diri memperhatikan apa yang telah diperbuatnya
untuk hari esok (akhirat); dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah
Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan.”
115
Ibid, hal. 22
Yadi Janwari, Op.Cit, hal.7
117
Zainuddin Ali, Hukum Asuransi Syariah, (Jakarta : Sinar Grafika, 2008), hal. 41
116
48
Universitas Sumatera Utara
49
b. Perintah Allah untuk saling menolong dan saling bekerja sama untuk saling
membantu
Q.S. al-Maidah ayat 2 :
Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu melanggar syi’ar-syi’ar
Allah, dan jangan melanggar kehormatan bulan-bulan haram, jangan
(mengganggu) binatang-binatang had-ya, dan binatang-binatang qalaaid dan jangan (pula) mengganggu orang-orang yang mengunjungi
Baitullah sedang mereka mencari kurnia dan keredhaan dari Tuhannya
dan apabila kamu telah menyelesaikan ibadah haji, maka bolehlah
berburu. Dan janganlah sekali-kali kebencian(mu) kepada suatu kaum
karena mereka menghalang-halangi kamu dari Masjidilharam,
mendorongmu berbuat aniaya (kepada mereka). Dan tolongmenolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan
jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. Dan
bertakwalah kamu kepada Allah, sesungguhnya Allah amat berat siksaNya.
c. Perintah Allah untuk melindungi dalam keadaan susah
Q.S. al-Quraisy ayat 4 : “Yang telah memberi mkanan kepada mereka untuk
menghilangkan lapar dan megamankan mereka dari ketakutan.”
d. Perintah Allah untuk berusaha dan tawakal
Q.S. at-Taghabun ayat 11 : “Tidak ada suatu musibah pun yang menimpa
seseorang kecuali dengan ijin Allah; dan barangsiapa yang beriman kepada
Allah niscaya dia akan memberi petunjuk kepada hatinya. Dan Allah
mengetahui segala sesuatu.”
2. Hadis
Ada beberapa contoh-contoh hadis sebagai dasar hukum asuransi syariah :
a. “Barang siapa melepaskan dari muslim suatu kesulitan di dunia, Allah
akan melepaskan kesulitan darinya pada hari kiamat; dan Allah senantiasa
menolong hamba-Nya selama ia (suka) menolong saudaranya” (HR.
Muslim dari Abu Hurairah).
49
Universitas Sumatera Utara
50
b. “Perumpamaan orang beriman dalam kasih sayang, saling mengasihi dan
mencintai bagaikan tubuh (yang satu; jikalau satu bagaian menderita sakit
maka bagian lain akan turut menderita” (HR. Muslim dari Nu’man bin
Basyir).
c. “Barang siapa mengurus anak yatim yang memiliki harta, hendaklah ia
perniagakan, dan janganlah membiarkannya (tanpa diperniagakan) hingga
habis oleh sedekahnya (zakat dan nafakah)” (HR. Tirmizi, Daraquthni, dan
Baihaqi dari ‘Amr bin Syu’aib, dari ayahnya, dari kakenya Abdullah bin
‘Amr bin Ash).
d. “Kaum muslimin terikat dengan syarat-syarat yang mereka buat kecuali
syarat yang mengharamkan yang halal atau menghalalkan yang
haram.”(HR. Tirmidzi dari ‘Amr bin’Auf)
e. “Tidak boleh membahayakan diri sendiri dan tidak boleh pula
membahayakan orang lain.” (Hadis Nabi riwayat Ibnu Majah dari ‘Ubadah
bin Shawit, riwayat Ahmad dari Ibnu ‘Abbas, dan Malik dari Yahya).
3. Pendapat Para Ulama.
Para ahli hukum Islam (fuqaba) menyadari sepenuhnya bahwa status
hukum asuransi syariah belum pernah ditetapkan oleh pemikiran hukum Islam di
zaman dahuku. Pemikiran mengenai konsep asuransi mulai muncul ketika terjadi
akulturasi budaya antar Islam dengan budaya Eropa. 118 Akan tetapi bila dicermati
lebih dalam, akan ditemukan bahwa asuransi itu di dalamnya terdapat
118
Ibid, hal.43
50
Universitas Sumatera Utara
51
kemaslahata, sehingga para ulama mengadopsi manajemen yang ada dalam
asuransi dengan memasukkan prinsip-prinsip syariah. 119
Berdasarkan hal tersebut para ulama mengeluarkan fatwa dan
rekomendasi melalui Muktamar Ekonomi Islam yang berlangsng pertama kali di
Mekkah pada tahun 1976. Kemudian rekomendasi tersebut dikutakan dengan
pertemuan Majma Al-Fiqh Al-Islamy di Jeddah pada tanggal 28 Desember !985.
para ulama sepakat agar umat Islam di seluruh dunia untuk menggunakan asuransi
ta’wun. Para ulama juga telah memberikan ketentuan mengenai asuransi syariah,
diantaranya terdapat pada:
a. Kaidah-kaidah fikih tentang muamalah:
Pada dasarnya, semua bentuk mu’amalah boleh dilakukan kecuali ada dalil
yang mengharamkannya. Segala mudharat harus dihindarkan sedapat mungkin.
Segala mudharat (bahaya) harus dihilangkan.
b. Piagam Madinah
Rasulullah SAW mengundangkan sebuah peraturan yang terdapat dalam
piagam madinah yaitu sebuah konstitusi pertama yang memperhatikan
keselamatan hidup para tawana yang tinggal di Negara tersebut. Seseorang yang
menjadi tawanan perang musuh, maka aqilah 120 dari tawanan tersebut akan
menyumbangkan tebusan dalam bentuk pembayaran (diyat) kepada musuh,
sebagai pesanan yang memungkinkan terbebaskan tawanan tersebut. 121
119
Ibid.
Aqilah adalah Konsep asuransi Islam sejak Jaman Rasulullah SAW
121
Zainuddin Ali, Op.Cit, hal.45.
120
51
Universitas Sumatera Utara
52
c. Fatwa Sahabat
Praktik sahabat berkenan dengan pembayaran hukuman (ganti rugi) pernah
dilaksanakan oleh Umar bin Khattab. Beliau berkata :”orang-orang yang namanya
tercantum dalam diwam tersebut berhak menerima bantuan dari satu sama lain
dan harus menyumbang untuk pembayaran hukuman (ganti rugi) atas
pembunuhan (tidak sengaja) yang dilakukan oleh salah satu seorang anggota
masyarakat mereka.”
d. Ijma’
Para sahabat telah melakukan ittifaq (kesepakatan dalam hal ‘aqilahyang
dilakukan oleh khalifah Umar bin Khattab). Adanya Ijma’ atau kesepakatan ini
tampak dengan tidak adanya sahabat lain yang menentang pelaksanaan ‘aqilah ini.
Jadi dapat disimpulkan bahwa telah terdapat ijma’ di kalangan sahabat
nabimengenai persoalan ini.
e. Qiyas
Sebagaimana diketahui bahwa konsep asuransi yang dilakukan dewasa ini
sama dengan ‘aqilah pada zaman pra Islam yang kemudian diterima oleh
Rasulullah SAW menjadi bagian dari hukum Islam. Dengan demikian hukum
asuransi itu diqiyaskan dengan demikian hukum asuransi ini diqiyaskan dengan
hukum ‘aqilah.
f. Istihsan
Kebaikan dari kebiasaan ‘aqilah di kalangan suku Arab kuno terletak pada
kenyataan bahwa sistem ini dapat menggantikan atau menghindari balas dendam
berdarah yang berkelanjutan.
52
Universitas Sumatera Utara
53
4. Menurut UU Perasuransian
Dari segi hukum positif Indonesia asuransi syariah berdasarkan p