Kajian Yuridis Transaksi Pemisahaan Unit Usaha Takaful dari Perusahaan Asuransi Umum Berdasarkan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2014

(1)

120

A. Abbas Salim, Dasar-Dasar Asuransi (Principles of Insurance), Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2003

Abdulkadir Muhammad, Hukum Asuransi Indonesia, Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 2006.

Abdul Manan, Hukum Ekonomi Syariah dalam Perspektif Kewenangan

Peradilan Agama, Jakarta: Kencana Prenada Media Group,2011.

---; Teori dan Preaktek Ekonomi Islam, Yogyakarta : Dana Bakti Wakaf, 2008.

Abdul Ghofur Anshori, Asuransi Syariah di Indonesia (Regulasi dan

Operasionalnya di dalam Kerangka Hukum Positif di Indonesia),

Yogyakarta: UII Press, 2007.

AE. Sumanto, Solusi Berasuransi : Lebih Indah dengan Syariah, Bandung: PT Karya Kita, 2009.

A. M. Hasan Ali, Asuransi Dalam Perspektif Hukum Islam: Suatu Tinjauan

Analisis Historis, dan Praktis, Jakarta: Prenada Media, 2004.

Antonio Muhammad syafi’I, Bank Syariah Bagi Bankir dan Praktisi Keuangan, Jakarta : Tazkia Institute, 2007.

Ariesto Hadi Sutopo dan Adrianus Arief, Terampil Mengolah Data Kualitatif

Dengan NVIVO, Jakarta : Media Grup, 2010.

Bambang Waluyo, Penelitian Hukum Dalam Praktek, Jakarta : Sinar Grafika, 2002.

Chuzaimah Tyanggo dan HA. Hafiz Ansharg, Problematika Hukum Islam

Kontemporer, Jakarta: LSIK, 2004.

Gemala Dewi, Aspek-Aspek Hukum Dalam Perbankan & Perasuransian Syariah

Di Indonesia, Jakarta : Kencana, 2004.

---; Hukum Perikatan Islam di Indonesia, Jakarta: Prenada Media, 2005, Hamid Hisa Hasan, Asuransi Dalam Hukum Islam, Tinjauan atas Riba, Maisir,


(2)

121

Hasan Ali, Asuransi dakam perspektif Hukum Islam(Suatu Tinjauan Analisis

Historis, Teoritis, dan praktis), Jakarta: Prenada Media, 2004.

H.M.N. Purwosutjipto, Pengertian Pokok Hukum dagang Indonesia 6 (Hukum

Pertanggungan). Jakarta: Djambatan, 2006.

Karnoto Mohamad, Peran dan Prospek Asuransi Takaful di Indonesia, Jakarta : Ghalia Indonesia, 2007.

Karnaen A. Perwataatmadja, Membumikan Ekonomi Islam di Indonesia, Depok: Usaha Kami, 1996.

Kasmir, Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya, Jakarta : RajaGrafindo Persada, 2004.

Mahmud Yunus Daulay dan Nadlrah Naimi, Studi Islam, Medan: Ratu Jaya, 2012. Man Suparman Sastrawidjaja, Aspek-Aspek Hukum Asuransi dan Surat Berharga,

Bandung : Alumni, 2007.

---; Hukum Asuransi Perlindungan Tertanggung Asuransi Deposito Usaha

Perasuransian, Bandung: Alumni, 2004.

Mohammad Muslehuddin, Asuransi Dalam Islam, Jakarta: Bumi Aksara. 2005. Muhammad, Kebijakan Fiskal dan Moneter dalam Ekonomi Islam, Yogyakarta:

Salemba Emban Patria, 2002.

Muhammad Syakir Sula, Asuransi Syariah (Life and General), Jakarta : Gema Insani, 2004.

---, “Asuransi syariah “ Konsep dan System Operasional, Jakarta : Gema Insani, 2004.

Muhaimin Iqbal, Asuransi Umum Syariah dalam Praktik Uoaya Menghilangkan

Gharar, Maisir dan Riba , Jakarta: Gema Insani, 2006.

Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, Jakarta : Kencana, 2005.

R. Wirjono Prodjodikoro, Hukum Asuransi Indonesia, Jakarta: Intermasa, 2006. Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif: Suatu Tinjauan

Pustaka, Jakarta: Rajawali Press,1993.


(3)

122

Sri Rejeki Hartono, Hukum Asuransi dan Perusahaan Asuransi, Jakarta : Sinar Grafika, 2008.

Sri Susilo,Y, Bank & Lembaga Keuangan Lain, Jakarta : Salemba Empat, 2000. Sri Fatmawati Subagyo dan Rudi Badrudin, Bank dan Lembaga keuangan

Lainnya, Yogyakarta : STIE YKPN, 2004

Wirdyaningsih, Bank Dan Asuransi Islam Di Indonesia, Jakarta, Kencana, 2005. Yadi Janwari, Asuransi Syariah, Bandung : Pustaka Bani Quraisy, 2005.

Zainuddin Ali, Metode Penelitian Hukum, Jakarta : Sinar Grafika, 2009.

B. Peraturan Perundang-Undangan

UndangUndang Dasar 1945

Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2014 Tentang Perasuransian, LN Nomor 337 Tahun 2014, TLN Nomor 5618.

Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008 Tentang Perbankan Syariah, LN Nomor 94 Tahun 2008, TLN Nomor 4867

Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 Tentang Otoritas Jasa Keuangan, LN Nomor 111 Tahun 2011, TLN Nomor 5253

C. Fatwa

Fatwa Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia No.52/DSN-MUI/X/2006 Tentang Pedoman Umum Asuransi Syariah.

Fatwa DSN-MUI No. 21/DSN-MUI/X/2001 tentang Pedoman Umum Asuransi Syariah

Fatwa DSN-MUI No. 51/DSN-MUI/III/2006 tentang akad Mudharabah Musyarakah pada Asuransi Syariah.

Fatwa DSN-MUI No. 52/DSN-MUI/III/2006 tentang Akad Wakalah Bil Ujrah Pada Asuransi dan Reasuransi Syariah.

Fatwa DSN-MUI No. 58/DSN-MUI/III/2006 tentang akad Tabarru’ pada Asuransi dan Reasuransi Syariah


(4)

123

D. Internet/Majalah

Andi Ihsan Arqam. “Asuransi Takaful: Sebuah Solusi, Dalam Bunga Rampai Asuransi Takaful” http//www.kompas com. (diakses tanggal 10 Mei 2016 Pukul 10.00 Wib).

Budi Setyawan. “Asuransi Dilihat Dari Perspektif Hukum Islam (Syariah)”, Dalam http//www.com.id. (diakses tanggal 10 Mei 2016 Pukul 10.00 Wib). Cholil Nafis, “Mengenal Asuransi Syariah”, https://www.google.com/, (diakses

tanggal 10 Mei 2016 Pukul 10.00 Wib).

Hasbi Hasan, Efektivitas Pengawasan Otoritas Jasa Keuangan Terhadap

Lembaga Perbankan Syariah”, (Jakarta : Jurnal Legislasi Indonesia

Volume 9 No. 3 Tahun 2012

“7Alasan Mengapa Pentingnya Berasuransi”, http://asuransi tabungan prudential.blogspot.co.id/-alasan-mengapa-pentingnya-berasuransi.html

“Inilah 10 Negara dengan Populasi Muslim Terbesar di Dunia”, (diakses pada tanggal 17 April 2016).

28 April 2016.

“Kajian Pemishan Unit Asuransi Syariah

“OJK Mohon Pailit Asuransi syariah Mubarakah”,

http://nasional.kontan.co.id/news/ojk-mohonkan-pailit-asuransi-syariah-mubarakah (diakses pada tanggal 28 April 2016)

“Pentingnya Berasuransi

“Pentingnya Memahami Aturan Berasuransi Jiwa”, http://www. kompasiana. com/majawati/pentingnya-memahami-aturan-berasuransi-jiwa_

“Studi Kepustakaan”,

(diakses pada tanggal 17 Mei 2016)

pada tanggal 28 april 2016).

“Teknik Pengumpulan Data Kualitatif dan Teknik Analisis Data Kualitatif”,

(diakses pada tanggal 28 april 2014).

Zulkarnain Sitompul, “Konsepsi Dan Transformasi Otoritas Jasa Keuangan”, (Jakarta : Jurnal Legislasi Indonesia Volume 9 Nomor 3 Tahun 2012)


(5)

58

A. Eksistensi Pelaksanaan Prinsip Ekonomi Syariah pada Perusahaan Asuransi Takaful.

Umat Islam dalam abad modern dihadapkan pada berbagai masalah ekonomi, sebagai akibat dari perkembangan dan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi. Suatu problem yang amat berat yang dirasakan oleh umat Islam dewasa ini adalah berhadapan dengan sistem ekonomi kontemporer yang bebas nilai, yakni sistem ekonomi kapitalis, sosialis dan komunis.129 Sistem ekonomi kontemporer itu bila dihadapkan dengan prinsip ekonomi Islam sangat berlawanan, sebab sistem ekonomi Islam mengandung nilai-nilai serta norma-norma illahiah, yang secara keseluruhan mengatur kepentingan ekonomi individu dan masyarakat.130

Hakekatnya secara teoritis semangat yang terkandung dalam sebuah lembaga asuransi tidak bisa dilepaskan dari semangat sosial dan saling tolong-menolong antara sesama manusia.131

Berbagai persoalan yang aktual dan dibicarakan dunia Islam dewasa ini adalah persoalan asuransi. Asuransi sebagai lembaga keuangan non bank, terorganisir secara rapi dalam bentuk sebuah perusahaan yang berorientasi pada

Secara historis, fenomena di atas sudah ada bersama adanya manusia.

129

Chuzaimah Tyanggo dan HA. Hafiz Ansharg, Problematika Hukum Islam Kontemporer, (Jakarta: LSIK, 2004), hal. 115

130Ibid.

131 A. M. Hasan Ali, Asuransi Dalam Perspektif Hukum Islam: Suatu Tinjauan Analisis


(6)

59

aspek bisnis kelihatan nyata pada era modern. Bersamaan dengan semangat revolusi industri dikalangan masyarakat barat, banyak tuntutan untuk mengadakan sebuah langkah proteksi terhadap kegiatan atau aktivitas ekonomi. Sehingga secara psikologi, ketenangan dan ketenteraman dapat dinikmati selama melakukan aktifitas ekonomi, disamping resiko yang selama ini dikhawatirkan dapat dihindari atau paling tidak diminimalisir menjadi sesuatu yang tidak memberatkan jika suatu hari nantinya mendapatkan kerugian dalam aktivitas ekonomi.132

Perkembangan asuransi dalam sejarah Islam sudah lama terjadi. Keberadaan usaha asuransi syariah tidak lepas dari keberadaan usaha asuransi konvensional yang telah ada sejak lama. Sebelum terwujud usaha perasuransian syariah sudah terdapat berbagai macam perusahaan asuransi konvensional yang telah lama berkembang.133

Perusahaan asuransi syariah pertama kali didirikan pada tahun 1994 melalui PT Syarikat Takaful Indonesia (STI). PT STI memiliki dua anak perusahaan, yaitu PT Asuransi Takaful Keluarga (ATK) dan PT Asuransi Takaful Umum (ATU).

Atas dasar keyakinan umat Islam dunia dan manfaat yang diperoleh melalui konsep asuransi syariah, maka lahirlah berbagai perusahaan asuransi yang menjalankan usaha perasuransian berlandaskan prinsip syariah.

134

132 Ibid. hal.8

133 AE. Sumanto, Solusi Berasuransi : Lebih Indah dengan Syariah. (Bandung: Karya Kita, 2009), hal.16.

134 Ibid, hal.17

Istilah yang digunakan tentunya berbeda-beda, tetapi masing-masing memiliki kesamaan, yaitu adanya pertanggungan oleh sekelompok orang untuk menolong orang lain yang berada dalam kesulitan.


(7)

60

Konsep asuransi Islam berasaskan konsep takaful yang merupakan perpaduan rasa tanggung jawab dan persaudaraan antara peserta. Kata takaful berasal dari bahasa Arab yang berakar dari kafala yakfulu. Ilmu tashrif atau haraf memasukkan kata takaful ke dalam kelompok bina muta'adi yaitu tafaa'alaa yang artinya saling menanggung atau saling menjamin.135 Untuk itu harus ada suatu persetujuan dari para peserta takaful untuk memberikan sumbangan keuangan sebagai derma (tabarru') karena Allah semata dengan niat membantu sesama peserta yang tertimpa musibah seperti: kematian, bencana, dan sebagainya. Dengan demikian, falsafah asuransi Islam adalah penghayatan terhadap semangat saling bertanggung jawab.136

Secara prinsipil kajian ekonomi Islam selalu mengedepankan asas keadilan, tolong menolong, menghindari kezaliman, pengharaman riba, serta menghilangkan unsur gharar.

Ruang lingkup usaha asuransi meliputi usaha jasa keuangan dengan cara menghimpun dana masyarakat melalui pengumpulan premi asuransi. Asuransi juga memberikan perlindungan kepada anggota masyarakat pemakai jasa asuransi terhadap kemungkinan timbulnya kerugian karena suatu peristiwa yang tidak pasti atau terhadap hidup atau meninggalnya seseorang.

137

135 Wirdyaningsih, Op.Cit, hal. 224 136 Ibid, hal.225.

137 Ibid.

Maka dari sini, bisa ditarik garis parallel terhadap prinsip-prinsip yang harus ada dalam sebuah institusi asuransi syari'ah. Sebab, asuransi syari'ah secara teoritis masih menginduk kepada kajian ekonomi Islam secara umum. Disamping prinsip dasar di atas yang harus dipenuhi oleh


(8)

61

lembaga asuransi syari'ah, yaitu harus mengembangkan sebuah manajemen asuransi secara mandiri, terpadu, profesional serta tidak menyalahi aturan dasar yang telah digariskan dalam syariat Islam.138

Asuransi syari'ah mengemban tugas agar melakukan pembersihan unsur-unsur yang tidak sesuai dengan syari'ah terhadap praktek yang dijalankan oleh asuransi konvensional. Nilai-nilai seperti materialistis, individualistis, kapitalis, harus dihapuskan, sebagai gantinya dimasukkan semangat keadilan, kerja sama dan saling tolong menolong.139

Dewan Syari'ah Nasional Majelis Ulama Indonesia (DSN-MUI) adalah salah satu lembaga yang diakui oleh pemerintah untuk memberikan pedoman dalam pelaksanaan produk-produk syari'ah di lembaga-lembaga keuangan syari'ah termasuk asuransi syari'ah.

Asuransi yang merupakan salah satu kegiatan ekonomi yang bertujuan untuk meningkatkan tingkat kesejahteraan masyarakat. Kegiatan asuransi di Indonesia sudah lama dilakukan. Sedangkan kegiatan asuransi yang berdasar pada hukum Islam belum lama berkembang di Indonesia. Untuk itu, kegiatan asuransi syari'ah masih berdasar pada peraturan perundang-undangan yang selama ini berlaku sepanjang peraturan mengenai asuransi syari'ah ini belum dibuat.

140

Konsep asuransi takaful bersendikan pada asas saling membantu atau gotong royong dan kerjasama untuk saling membantu serta saling melindungi dengan penuh rasa tanggung jawab apabila ada peserta yang tertimpa musibah. Asuransi takaful adalah asuransi yang di dalamnya terdapat kekhususan

138 Gemala Dewi, Hukum Perikatan Islam di Indonesia, (Jakarta: Prenada Media, 2005),

hal. 168

139 Ibid, hal.169 140 Ibid, hal. 170


(9)

62

operasional. 141 Kekhususan sistem operasionalnya asuransi takaful terletak pada dua bidang, yaitu pertama adanya arahan terhadap investasi dari dana yang

terkumpul ke sector-sektor investasi yang tidak bertentangan dengan syari'ah Islam dan kedua adanya porsi bagi hasil yang dapat diterima oleh peserta asuransi/tertanggung.142

Adapun prinsip-prinsip utama dalam asuransi syari'ah adalah ta’awanu’

ala al-birr wa al-taqwa (tolong-menolonglah kamu sekalian dalam kebaikan dan

takwa) dan al-tamin (rasa aman). Prinsip ini menjadikan para anggota atau peserta asuransi sebagai sebuah keluarga besar yang satu dengan lainnya saling menjamin dan menanggung resiko.143 Hal ini disebabkan transaksi yang dibuat dalam asuransi takaful adalah akad takaful (saling menanggung) bukan akad tadabuli (saling menukar) yang selama ini digunakan oleh asuransi konvensional, yaitu pertukaran pembayaran premi dengan yang pertanggungan.144

1. Saling bertanggungjawab, yang berarti para peserta asuransi takaful memiliki rasa tanggung jawab bersama untuk membantu dan menolong peserta lain yang mengalami musibah atau kerugian dengan niat ikhlas, karena memikul tanggung jawab dengan niat ikhlas adalah ibadah. Rasa tanggung jawab terhadap sesama merupakan kewajiban setiap muslim. Rasa tanggung jawab ini tentu lahir dari sifat saling menyayangi, Para pakar ekonomi Islam mengemukakan bahwa asuransi syari'ah atau asuransi takaful ditegakkan tiga prinsip utama, yaitu :

141

Muhammad, Kebijakan Fiskal dan Moneter dalam Ekonomi Islam (Yogyakarta: Salemba Emban Patria, 2002), hal. 109

142 Ibid.

143 Muhammad Syakir Sula, Op.Cit, hal.141. 144 Ibid.


(10)

63

mencintai, saling membantu dan merasa mementingkan kebersamaan untuk mendapatkan kemakmuran bersama dalam mewujudkan masyarakat yang beriman, takwa dan harmonis.

2. Saling bekerja sama atau saling membantu yang berarti di antara peserta asuransi takaful yang satu dengan lainnya saling bekerja sama dan saling tolong menolong dalam mengatasi kesulitan yang dialami karena sebab musibah yang diderita.

3. Saling melindungi penderitaan satu sama lain, yang berarti bahwa para peserta asuransi takaful akan berperan sebagai pelindung bagi peserta lain yang mengalami gangguan keselamatan berupa musibah yang dideritanya.145

Niat yang ikhlas karena Allah untuk membantu sesama yang mengalami penderitaan karena musibah, merupakan landasan awal dalam asuransi takaful. Premi yang dibayarkan kepada perusahaan asuransi takaful harus didasarkan kepada kerjasama tolong-menolong, tabarru’ (sedekah), sesuai dengan perintah Allah dan untuk mendapat keridhaan-Nya hanya prinsip asuransi takaful adalah penghayatan semangat saling bertanggung jawab, kerja sama dan perlindungan dalam kegiatan-kegiatan sosial menuju tercapainya kesejahteraan umat dan persatuan masyarakat.146

Berkembangnya asuransi syari’ah berawal dari munculnya berbagai macam lembaga keuangan yang berbasis syariah baik lembaga keuangan Bank maupun non Bank. Lembaga keuangan syariah ini bermula dari Bank Muamalat Indonesia. Dengan diundangkanya Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998,

145Gemala Dewi, Op.Cit, hal. 133-134 146 Ibid, hal.135


(11)

64

Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 Tentang Perbankan, dimana sisem transaksi dengan prinsip syariah dimuat pada Pasal 1 ayat 12 dan 13. Dari sinilah muncul lembaga keuangan yang berbasis syariah termasuk didalamnya asuransi syariah.

Asuransi syariah dalam literatur ke Islaman lebih banyak bernuansa sosial dari pada bernuansa ekonomi atau profit oriented (keuntungan bisnis). Hal ini dikarenakan oleh aspek tolong menolong yang menjadi dasar utama dalam menegakkan praktik asuransi dalam Islam.147 Maka, tatkala konsep asuransi tersebut dikemas dalam sebuah organisasi perusahaan yang berorientasi kepada profit, akan berakibat pada penggabungan dua visi yang berbeda, yaitu visi sosial (social vision) yang menjadi landasan utama (eminent), dan visi ekonomi (economic vision) yang merupakan landasan peripheral.148

Lembaga asuransi sebagaimana yang dikenal sekarang sesungguhnya tidak dikenal pada masa awal Islam, akibatnya banyak literatur Islam menyimpulkan

Asuransi pada dasarnya, merupakan persiapan yang dibuat oleh sekelompok orang yang masing-masing menghadapi kerugian kecil, sebagai sesuatu yang tidak dapat dihindari. Apabila kerugian itu menimpa seorang anggota dari perkumpulan tersebut, maka kerugian tersebut akan ditanggung bersama. Masyarakat muslim sekarang ini sangat memerlukan asuransi untuk melindungi harta dan keluarga mereka dari akibat musibah. Asuransi memang tidak bisa mencegah musibah yang terjadi, akan tetapi setidaknya dapat menanggulangi akibat krisis keuangan yang terjadi pada diri seseorang atau lingkungan yang kecil atau lainnya.

147 .M.Hasan Ali, Op.Cit. hal.55 148 Ibid, hal.56.


(12)

65

bahwa asuransi tidak dapat dipandang sebagai praktek yang halal. Di kalangan umat Islam, ada anggapan bahwa asuransi non syariah yang banyak berkembang tidak Islami. Orang yang melakukan asuransi sama halnya dengan orang yang mengingkari rahmat Allah. Oleh karena itu, permasalahan tersebut perlu juga ditinjau dari sudut pandang agama Islam.

Ada beberapa pandangan atau pendapat mengenai asuransi ditinjau dari fiqh Islam dan yang paling mengemuka perbedaan tersebut terbagi tiga:149

a. Asuransi sama dengan judi.

Pertama asuransi itu haram dalam segala macam bentuknya (termasuk

asuransi jiwa). Pendapat ini dikemukakan oleh Sayyid Sabiq, Abdullah Al-Qalqii (Mufti Yordania), Yusuf Qadhawi dan Muhammad Bakhil Al-Muth’I (Mutfti Mesir). Alasan-alasan yang mereka kemukakan adalah:

b. Asuransi mengandung unsur-unsur tidak pasti. c. Asuransi mengandung unsur riba/renten.

d. Asuransi mengandung unsur pemerasan, karena pemegang polis, apabila tidak bisa melanjutkan pembayaran preminya akan hilang premi yang sudah dibayar atau dikurangi.

e. Premi-premi yang sudah dibayar akan diputar dalam praktek-praktek riba. f. Asuransi termasuk jual beli atau tukar menukar mata uang tidak tunai. g. Hidup dan mati manusia dijadikan objek bisnis, dan sama halnya dengan

mendahului takdir Allah.

Kedua, asuransi non syariah diperbolehkan. Pendapat kedua ini

dikemukakan oleh Abd. Wahab Khalaf, Mustafa Akhmad Zarqa (guru besar


(13)

66

Hukum Islam pada fakultas Syari’ah Universitas Syria), Muhammad Yusuf Musa (Guru Besar Hukum Islam pada Universitas Cairo Mesir), dan Abd. Rakhman Isa (pemegang Kitab Al-Muamallha A-Hadistah Wa Ahkamuha). Mereka beralasan:

a. Tidak ada nash (Al-Quran dan Sunnah) yang melarang adanya asuransi. b. Ada kesepakatan dan kerelaan dari kedua belah pihak

c. Saling menguntungkan kedua belah pihak

d. Asuransi dapat menaggulangi kepentingan umum, sebab premi-premi yang terkumpul dapat diinvestasikan untuk proyek-proyek yang produktif dan pembangunan.

e. Asuransi termasuk akad mudhrabah (bagi hasil) f. Asuransi termasuk koperasi (syirkah ta’awuniyah)

g. Asuransi dianalogikan (qiyaskan) dengan sistem pensiun seperti Taspen

Ketiga, asuransi yang bersifat sosial diperbolehkan dan yang bersifat

komersial diharamkan. Pendapat ketiga ini dianut antara lain oleh Muhammad Abdu Zahrah (Guru Besar Hukum Islam pada Universitas Kairo). Alasan kelompok ketiga ini sama dengan kelompok pertama dalam asuransi yang bersifat komersial (haram) dan sama pula halnya dengan alasan kelompok kedua, dalam asuransi yang bersifat sosial (boleh). Alasan golongan yang mengatakan asuransi syuhbat adalah karena tidak ada dalil yang tegas haram atau tidak haramnya asuransi itu.150

Masalah asuransi yang berkembang dalam masyarakat ada saat ini, masih ada yang mempertanyakan dan mengundang keragu-raguan, sehingga sukar untuk


(14)

67

menentukan, yang mana yang paling dekat kepada ketentuan hukum yang benar.151

Sebagian para ahli syariah menyamakan sistem asuransi syariah dengan sistem makalahnya mendefinisikan takaful dengan at taknim, at taawun atau at

takaful (asuransi bersifat tolong menolong), yang dikelola oleh suatu badan, dan

terjadilah kesepakatan dari anggota untuk bersama-sama memikul suatu kerugian atau penderitaan yang mungkin terjadi pada anggotanya. Untuk kepentingan itu masing-masing aggota membayar iuran berkala (premi). Dana yang terkumpul akan terus dikembangkan, sehingga hasilnya dapat dipergunakan untuk kepentingan di atas, bukan untuk kepentingan badan pengelola (asuransi syariah).

Sekiranya ada jalan lain yang dapat ditempuh, tentu jalan itulah yang pantas dilalui. Jalan alternatif baru yang ditawarkan adalah asuransi menurut ketentuan agama Islam atau yang dikenal dengan asuransi syariah.

152

Dengan demikian badan tersebut tidak dengan sengaja mengeruk keuntungan untuk dirinya sendiri. Di sini sifat yang paling menonjol adalah tolong-menolong seperti yang diajarkan Islam.153

Asuransi syariah memiliki beberapa ciri, diantaranya adalah sebagai berikut:154

1. Akad asuransi syariah adalah bersifat tabarru, sumbangan yang diberikan tidak boleh ditarik kembali. Atau jika tidak tabarru’, maka andil yang dibayarkan akan berupa tabungan yang akan diterima jika terjadi peristiwa, atau akan diambil jika akad berhenti sesuai dengan kesepakatan,

151 Muhammad Syakir Sula, Op.Cit, hal.55 152 Ibid. hal. 56.

153 M.Hasan Ali, Op.Cit.hal.88. 154 Ibid, hal.89


(15)

68

dengan tidak kurang dan tidak lebih. Atau jika lebih maka kelebihan itu adalah keuntungan hasil mudhorobah bukan riba.

2. Akad asuransi ini bukan akad mulzim (perjanjian yang wajib dilaksanakan) bagi kedua belah pihak. Karena pihak anggota ketika memberikan sumbangan tidak bertujuan untuk mendapatkan imbalan, dan kalau ada imbalan, sesunguhnya imbalan tersebut didapat melalui izin yang diberikan oleh jama’ah (seluruh peserta asuransi atau pengurus yang ditunjuk bersama).

3. Dalam asuransi syari’ah tidak ada piha yang lebih kuat karena semua keputusan dan aturan-aturan diambil menurut izin jama’ah seperti dalam asuransi takaful.

4. Akad asuransinya syari’ah bersih dan gharar dan riba. 5. Asuransi syariah bernuansa kekeluargaan yang kental.

Asuransi diperbolehkan jika tidak menyimpang dari prinsip-prinsip dan aturan-aturan syariat Islam. Untuk itu, prinsip-prinsip dasar dalam asuransi syariah harus memenuhi ketentuan-ketentuan sebagai berikut: 155

1. Akad asuransi syari’ah adalah bersifat tabarru’, sumbangan yang diberikan tidak boleh ditarik kembali. Atau jika tidak tabarru, maka andil yang dibayarkan akan berupa tabungan yang akan diterima jika terjadi peristiwa, atau akan diambil jika akad berhenti sesuai dengan kesepakatanm dengan tidak urang dan tidak lebih. Atau jika lebih maka kelebihan itu adalah keuntungan hasil nudhorobah bukan riba.

155 Gemala Dewi, Op.Cit, hal.101.


(16)

69

2. Dalam asuransi syari’ah tidak ada pihak yang lebih kuat karena semua keputusan dan aturan-aturan diambil menurut izin jama’ah seperti dalam asuransi takaful.

3. Akad asuransi syariah bersih dari gharar dan riba. 4. Asuransi syariah bernuansa kekeluargaan yang kental.

5. Asuransi syariah harus dibangun atas dasar taawun (kerja sama), tolong menolong, saling menjamin, tidak berorientasi bisnis atau keuntungan materi semata.

6. Asuransi syariat tidak bersifat mu’awadhoh, tetapi tabarru’ atau

mudhorobah.

7. Sumbangan (tabarru’) sama dengan hibah (pemberian). Oleh karena itu, haram hukumnya bila ditarik kembali. Kalau terjadi peristiwa, maka diselesaikan menurut syariat.

8. Setiap anggota yang menyetor uangnya menurut jumlah yang telah ditentukan, harus disertai dengan niat membantu demi menegakkan prinsip ukhuwah. Kemudian dari uang yang terkumpul itu diambillah sejumlah uang guna membantu orang yang sangat memerlukan.

9. Tidak dibenarkan seseorang menyetorkan sejumlah kecil uangnya dengan tujuan supaya ia mendapa imbalan yang berlipat bila terkena suatu musibah. Akan tetapi ia diberi uang jamaah sebagai ganti atas kerugian itu menurut izin yang diberikan oleh jamaah.

10.Apabila uang itu akan dikembangkan, maka harus dijalankan menurut aturan syar’i.


(17)

70

Keberadaan asuransi yang bersifat ijtihadi menyebabkan timbulnya perbedaan pendapat ulama tentang dasar hukumnya. Sebagian mereka membenarkannya sebagian yang lain tidak membenarkannya, dengan argumentasi masing-masing.156

Dasar ekonomi asuransi bukanlah ditiadakannya resiko atau kerugian walaupun organisasi asuransi mungkin merasa beruntung untuk melakukan kegiatan ini namun yang sesungguhnya adalah suatu kerugian kecil yang diketahui untuk sesuatu kerugian besar yang tidak pasti.

Sebagian ulama mengambil jalan tengah, yaitu dengan membolehkan asuransi yang bersifat sosial dan mengharamkan yang bersifat komersil semata.

157

B. Pengelolaan Dana Nasabah pada Perusahaan Asuransi Takaful.

Sebagaimana diatur dalam UU Perasuransian, maka asuransi syariah atau

takaful terdiri dari dua jenis yaitu:158

1. Takaful keluarga (asuransi jiwa) adalah bentuk asuransi syariah yang

memberikan perlindungan dalam menghadapi musibah kematian dan kecelakaan atas diri peserta asuransi takaful. Produk takaful keluarga meliputi: a. Takaful berencana

b. Takaful Pembiayaan

c. Takaful Pendidikan.

d. Takaful berjangka

e. Takaful dana haji

156 Ibid, hal.102

157 Abdul Manan, Teori dan Preaktek Ekonomi Islam (Yogyakarta : Dana Bakti Wakaf,

2008), hal 302


(18)

71 f. Takaful kecelakaan siswa

g. Takaful kecelakaan diri

h. Takaful khairat keluarga

2. Takaful umum (asuransi kerugian) adalah bentuk asuransi syariah yang

memberikan perlindungan financial dalam menghadpi bencana atau kecelakaan atas harta benda milik peserta takaful, seperti rumah bangunan dan sebagainya. Produk takaful umum meliputi:

a. Takaful kendaraan bermotor

b. Takaful kebakaran

c. Takaful kecelakaan diri

d. Takaful pengangkutan laut

e. Takaful rekayasa / Enginering

Adapun mekanisme pengelolaan dana nasabah pada perusahaan asuransi

takaful adalah sebagai berikut :159

1. Takaful Keluarga.

Pengelolaan dana asuransi syariah pada takaful keluarga terdapat dua macam sistem yang dipakai, yaitu sistem pengelolaan dana dengan unsur tabungan dan sistem pengelolaan dana tanpa unsur tabungan. Untuk aktivitas asuransi syariah takaful Keluarga yang tanpa unsur tabungan.160

159 Ibid, hal.35.

160 Antonio Muhammad syafi’i, Bank Syariah Bagi Bankir dan Praktisi Keuangan

(Jakarta : Tazkia Institute, 2007), hal. 152

Sedangkan mekanisme operasional pengelolaan dana pada asuransi takaful keluarga dengan unsur tabungan adalah setiap premi takaful yang telah diterima akan dimasukkan kedalam rekening tabungan peserta dan rekening khusus/tabarru. Rekening


(19)

72

klaim (manfaat takaful) kepada ahli waris apabila ada diantara peserta yang ditakdirkan meninggal dunia atau mengalami musibah lainnya.

Premi takaful akan disatukan kedalam ‘kumpulan dana peserta yang selanjutnya diinvestasikan dalam pembiayaan-pembiayaan proyek yang dibenarkan secara syariah. Keuntungan yang diperoleh dari investasi itu akan dibagikan sesuai dengan perjanjian mudharabh yang disepakati bersama. Perjanjian mudharabah adalah melekat dalam takaful oleh karena itu semua peserta harus setuju untuk berbagi keuntungan dari usaha dan harus yakin bahwa keuntungan tidak ada uang haram misalnya 70% dati keuntungan untuk peserta dan 30 % untuk perusahaan takaful.161

Bagian keuntungan milik peseta 70 % akan ditambahkan ke dalam rekening tabungan dan rekening khusus secara proporsional. Rekening tabungan akan dibayarkan apabila pertanggungan berakhir atau mengundurkan diri dalam dalam masa pertanggungan. Sedangkan rekening khusus akan dibayarkan apabila peserta meninggal dunia dalam masa pertanggungan atau pertanggungan berakhir (jika ada). Sedangkan bagian keuntungan milik perusahaan (30%) akan digunakan untuk membiayai oprasional perusahaan. Walaupun dalil yang langsung merujuk kepada Al Qur’an dan sunah tentang mudharabah tidak ada namun dalam hal ini ulama dari mazab Hanafi mengatakan bahwa Mudharabah diperbolehkan karena memang banyak yang membutuhkan kontrak ini. Sedangkan dari mazab Maliki dan syafi’I menegaskan bahwa mudharabah aslinya merupakan pendukung utama dalam memperluas jaringan perdagangan.

161 Muhammad Syakir Sula, “Asuransi syariah “ Konsep dan System Operasional


(20)

73 2. Takaful Umum.

Setiap premi takaful yang diterima akan dimasukkan ke dalam rekening khusus yaitu rekening yang diniatkan derma/ tabarru dan digunakan untuk membayar klaim kepada peserta apabila terjadi musibah atas harta benda atau peserta itu sendiri.162

C. Peran Pemerintah dalam Pengembangan Asuransi Takaful di Indonesia.

Premi takaful akan dikelompokkan ke dalam “kumpulan dana peserta” untuk kemudian diinvestasikan ke dalam pembiayaan-pembiayaan proyek yang dibenarkan secara syariah. Keuntungan investasi yang diperoleh akan dimasukkan ke dalam kumpulan dana peserta untuk kemudian dikurangi “bebas asuransi’ (klaim, premi asuransi). Bila terdapat kelebihan sisa akan dibagikan menurut prinsip mudhorobah. Bagian keuntungan milik peserta akan dikembalikan kepada peserta yang tidak mengalami musibah sesuai dengan penyertaannya. Sedangkan bagian keuntungan yang diterima perusahaan akan digunakan untuk membiayai operasional perusahaan.

Di Indonesia kegiatan asuransi merupakan kelanjutan asuransi yang ditinggalkan oleh Pemerintah Hindia Belanda,163

162 Ibid, hal.334.

163 Kasmir, Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya (Jakarta : RajaGrafindo Persada,

2004), hal. 277

dimulai sejak terjadinya migrasi usaha ini dari Negeri Belanda yang dibawa oleh para intelektual Negara tersebut ke Indonesia untuk menjamin kehidupan mereka, dalam bentuk maskapai-maskapai seperti N.V. Levensverzekering Maatschappij van de Nederlanden van


(21)

74

1845, N.V. Levensverzekering Maatschappij NILLMIJ van 1859, dan Onderlinge

Levensverzekering Genootschap de Olveh van 1879.164 Sedangkan perkembangan asuransi syariah di Indonesia baru ada pada akhir tahun 1994 yaitu dengan berdirinya Asuransi Takaful Indonesia pada tanggal 25 Agustus 1994 dengan diresmikannya PT. Asuransi Takaful Keluarga yang melayani asuransi jiwa (life) melalui Surat Keputusan Menteri Keuangan Nomor Kep-385/KMK.017/1994.165 Setahun kemudian yaitu pada tahun 1995 beroperasilah Asuransi Takaful Umum yang melayani asuransi umum (general).166

Melihat pertumbuhan asuransi syariah yang begitu pesat maka ke depan perusahaan asuransi syariah berpeluang tumbuh lebih cepat lagi karena penduduk Indonesia mayoritas beragama Islam.

167

Hukum positif yang mengatur tentang asuransi syariah sangatlah minim karena masih menginduk kepada peratuan yang mengatur perasuransian konvensional, yang sebenarnya kurang mengakomodasi asuransi syariah.Asuransi syariah dalam menjalankan usahanya hanya menggunakan pedoman yang

Pertumbuhan asuransi yang begitu pesat tersebut bukan berarti tidak ada tantangan-tantangan yang merupakan kendala bagi pertumbuhan asuransi syariah di Indonesia, di antaranya adalah minimnya regulasi asuransi syariah. Selama ini belum ada undang-undang yang secara khusus mengatur asuransi syariah sehingga dikhawatirkan akan menimbulkan kesemrawutan.

164

AM. Hasan Ali, Op.Cit. hal.74

165 Ibid., hal. 76

166 Karnoto Mohamad, Peran dan Prospek Asuransi Takaful di Indonesia, (Jakarta :

Ghalia Indonesia, 2007), hal. 99


(22)

75

dikeluarkan oleh Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia.168

Peran pemerintah dalam pengembangan asuransi salah satunya adalah melakukan penyempurnaan terhadap peraturan perundang-undangan mengenai perasuransian untuk menciptakan industri perasuransian yang lebih sehat, dapat diandalkan, amanah, dan kompetitif serta meningkatkan perannya dalam mendorong pembangunan nasional.

Ada lima (lima) fatwa yang terkait dengan asuransi, yaitu Fatwa Nomor 21/DSN-MUI/X/2001 Tentang Pedoman Umum Asuransi Syariah, Fatwa Nomor 39/DSN-MUI/X/2002 Tentang Asuransi Haji, Fatwa Nomor 51/DSN-MUI/III/2006 Tentang Mudharabah Musytarakah pada Asuransi Syariah, Fatwa Nomor 52/DSN-MUI/III/2006 Tentang Wakalah bil Ujrah pada Asuransi Syariah, serta Fatwa Nomor 53/DSN-MUI/III/2006 Tentang Tabarru’ pada Asuransi Syariah.

169

Sehingga pada tanggal 17 Oktober 2014, Pemerintah mengesahkan UU Perasuransian kepada pelaku industri perasuransian di Indonesia, untuk menggantikan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1992 tentang Usaha Perasuransian. Dengan diterbitkannya UU Perasuransian ini penyelenggaraan usaha perasuransian dapat berjalan dengan lebih baik dan perlindungan kepentingan masyarakat pengguna jasa asuransi dapat semakin ditingkatkan.170

Peran pemerintah dalam asuransi sebagaimana diatur dalam Pasal 57 ayat (2) UU Perasuransian bahwa Menteri menetapkan kebijakan umum dalam rangka pengembangan pemanfaatan asuransi dan reasuransi untuk mendukung perekonomian nasional. Kebijakan umum dalam rangka pengembangan

168 Ibid., hal. 101

169 AE. Sumanto, Op.Cit, hal.48. 170 Ibid.


(23)

76

pemanfaatan asuransi dan reasuransi untuk mendukung perekonomian nasional meliputi hal kepemilikan asing atas perusahaan perasuransian, peningkatan kapasitas asuransi, asuransi syariah, reasuransi, dan reasuransi syariah dalam negeri, serta pemberian fasilitas fiscal kepada perseorangan, rumah tangga, dan/atau usaha mikro, kecil, dan menengah.171

UU Perasuransian sudah mengakomodir keberadaa secara lebih lengkap, diharapkan industri asuransi syariah akan semakin berkembang dengan lebih baik di Indonesia. Para praktisi asuransi syariah akan sangat terbantu dalam pengembangan bisnisnya dengan dukungan penerapan UU Perasuransian.

UU Perasuransian merupakan salah satu unsur penting guna memajukan industri asuransi syariah di tanah air. Adanya regulasi tersebut, industri asuransi syariah akan bisa bergerak lebih optimal ke depannya dan bisa terus berkembang, setelah sebelum ini stagnan saja perkembangannya akibat terkendala banyak hal, termasuk diantaranya regulasi yang kurang mendukung. Dengan ketentuan UU Perasuransian ini, setiap perusahaan yang memiliki unit syariáh wajib segera menyampaikan business plan mengenai portofolio unit syariahnya.

Salah satu poin yang penting dari UU Perasuransian adalah pada Pasal 87 tentang ketentuan terhadap perusahaan asuransi yang di dalam pengaturan operasional asuransi syariáh yang harus diterapkan secara full-fledged (operasi penuh, bukan lagi melalui unit syariah).


(24)

77

UU Perasuransian menegaskan, bahwa perusahaan asuransi atau perusahaan reasuransi memiliki unit syariah dengan nilai dana tabarru’ dan dana investasi peserta telah mencapai paling sedikit 50% (lima puluh persen) dari total nilai dana asuransi, dana tabarru’, dan dana investasi peserta pada perusahaan induknya, atau 10 (sepuluh) tahun sejak diundangkannya UU Perasuransian, perusahaan asuransi atau perusahaan reasuransi tersebut wajib melakukan pemisahan unit syariah tersebut menjadi perusahaan asuransi syariah atau perusahaan reasuransi syariah.172

Ketentuan dalam regulasi di atas banyak menentukan arah masa depan usaha perasuransian syariah di Indonesia. Karena dengan begitu, maka ke depannya tidak bisa lagi perusahaan asuransi (konvensional) menjual produk asuransi syariah ke nasabahnya. Begitu pula agen (utamanya di asuransi), tidak bisa lagi menjual dua produk bersamaan, karena akan terbentur aturan bahwa seorang agen hanya boleh bekerja mewakili sebuah perusahaan.

UUPerasuransian juga mengamanatkan kepada Otoritas Jasa Keuangan, terutama dalam hal pengaturan lini usaha dan produk asuransi syariah serta pengaturan pengelolaan kekayaan dan kewajiban perusahaan asuransi syariah dan perusahaan reasuransi syariah, akan menentuka

Secara umum pengaturan dalam UU Perasuransian mencerminkan perhatian dan dukungan besar bagi upaya perlindungan konsumen jasa perasuransian, upaya antisipasi lingkungan perdagangan jasa yang lebih terbuka

172 Ibid. hal.114


(25)

78

pada tingkat regional, dan penyesuaian terhadap praktik terbaik (best practices) di tingkat internasional untuk penyelenggaraan, pengaturan dan pengawasan industri perasuransian.173

173 Ibid. hal.116

Dengan UU Perasuransian sudah mengakomodasi keberadaan asuransi syariah secara lebih lengkap, sehingga industri asuransi syariah semakin berkembang dengan lebih baik di Indonesia.


(26)

79

TRANSAKSI PEMISAHAN UNIT USAHA TAKAFUL DARI PERUSAHAAN ASURANSI UMUM

A. Pengelolaan Unit Usaha Takaful dari Perusahaan Asuransi Umum.

Sistem pengelolaan dana pada asuransi syariah adalah perusahaan sebagai mudharib atau pemegang amanah. Asuransi syariah secara professional dan transparan melakukan investasi dana tabarru yang terkumpul dari konstribusi peserta untuk instrument investasi yang dibenarkan oleh syara’.174 Dalam pengelolaan dana tabarru mudharib diawasi secara teknis dan operasional oleh komisaris dan secara syar’i diawasi oleh Dewan Pengawas Syariah. Mudharib berkewajiban membayar klaim apabila salah satu peserta mengalami musibah.175

Setiap peserta asuransi syariah wajib membayar sejumlah uang (premi) secara teratur kepada perusahaan. Besar premi tergantung kepada kemampuan peserta, dimana jumlah minimum premi yang akan dibayarkan ditetapkan oleh perusahaan. Setiap premi yang dibayarkan oleh peserta akan dipisahkan oleh perusahaan asuransi dalam dua rekening yang berbeda, yaitu:176

1. Rekening tabungan, yaitu kumpulan dana yang merupakan milik peserta yang akan dibayarkan jika perjanjian terakhir, peserta mengundurkan diri, dan peserta meninggal dunia.

2. Rekening tabarru, yaitu kumpulan dana yang diniatkan oleh peserta sebagai iuran kebajikan untuk tujuan tolong-menolong dan saling

174

AE. Sumanto, Solusi Berasuransi : Lebih Indah dengan Syariah (Bandung: PT Karya Kita, 2009), hal. 85

175Ibid, hal. 86

176 Abdul Ghofur Anshori, Asuransi Syariah di Indonesia (Regulasi dan Operasionalnya


(27)

80

membantu, yaitu dibayarkan bila peserta meninggal dunia atau perjanjian telah berakhir (ketika ada surplus dana).

Dana yang berasal dari konstribusi peserta dikelola oleh mudharib berdasarkan akad mudharobah yang kemudian diinvestasikan secara syariah ke instrument-instrumen investasi yang dibenarkan oleh syara’. Hasil investasi adalah setelah dikurangi biaya-biaya operasional, seperti klaim, reasuransi, komisi broker. Profit tersebut dibagi hasil antara mudharib dan shahibul maal sesuai dengan perjanjian bagi hasil yang telah ditentukan sebelumnya.177

Dalam asuransi konvensional tidak ada pemisahan dana antara dana peserta dengan dana pemegang saham. Pada asuransi syariah untuk produk yang mengandung unsur tabungan kedua sumber dana dipisahkan secara tegas yang mana di dalam mekanismenya terdapat dua alur yaitu alur Dana Peserta Takafuli (DPT) dan alur Dana Pemegang Saham.178 Dana tersebut kemudian diinvestasikan oleh perusahaan dalam suatu kumpulan dana investasi. Hasil investasi dikembalikan secara proporsional ke masing-masing dua alur dana tadi, setelah dilakukan pembagian keuntungan antara peserta sebagai pemilik dana (shahibul

mal) dan perusahaan sebagai pengelola (mudharib). Sementara mekanisme dana

pada non saving dana kontribusi/iuran peserta yang merupakan dana tabarru’ atau dana tolong menolong terkumpul dalam Total Dana Peserta (TDP), kemudian diinvestasikan oleh perusahaan.179

TDP plus investasi yang dihasilkan kemudian dikurangi dengan beban asuransi (klaim, reasuransi, dan sebagainya). Keuntungan yang diperoleh dibagi

177 Ibid, hal.83

178 AE. Sumanto, Op.Cit, hal.85 179 Ibid, hal.86


(28)

81

antara peserta (sahibul mal) dan pengelola (mudharib). Sistem opreasional asuransi syariah (takaful) adalah saling bertangung jawab, bantu-membantu dan saling melindungi antara para pesertanya.180

Peserta takaful berkedudukan sebagai pemilik modal (shohibul mal) dan perusahaan takaful berfungsi sebagai pemeganga amanah (mudharib). Keuntugan yang diperoleh dari pengembagan dana itu dibagi antara para peserta dan perusahaan sesuai dengan ketentuan (nisbah) yang telah disepakati. Mekanisme pengelolaan dana peserta (premi) terbagi menjadi dua sistem :

Perusahaan asuransi syariah diberi kepercayaan atau oleh amanah oleh peserta untuk mengelola premi, mengembangkan dengan cara yang halal, dan memberikan santunan kepada yang mengalami musibah sesuai dengan isi akta perjanjian. Keuntungan perusahaan diperoleh dari pembagian keuntungan dana peserta yang dikembangkan dengan prinsip mudharabah (sistem bagi hasil).

181

1. Sistem Pada Produk Saving (Ada Unsur Tabungan).

Setiap peserta wajib membayar sejumlah uang (premi) secara teratur kepada perusahaan. Besar premi yang dibayarkan tergantung pada keuangan peserta. perusahaan menetapkan jumlah minimum premi yang akan dibayarkan. Setiap premi yang dibayarkan oleh peserta, akan dipisahkan dalam dua rekening yang berbeda yaitu :

a. Rekening Tabungan Peserta, yaitu ada yang merupakan milik peserta, yang dibayarkan bila:

1) Perjanjian berakhir.

180 Abdul Ghofur Anshori, Op.Cit, hal.96 181 Ibid.


(29)

82 2) Peserta mengundurkan diri 3) Peserta meninggal dunia.

b. Rekening Tabarru’, yaitu kumpulan dana kebajikan yang telah diniatkan oleh peserta sebagai iuran dana kebajikan untuk tujuan saling menolong dan saling membantu, yang dibayarkan bila:

1) Peserta meninggal dunia.

2) Perjanjian telah berahir (jika ada surpls dana)

Sistem inilah sebagai implementasi dari akad takaful dan akad

mudharabah, sehingga asuransi syariah dapat terhindar dari unsur gharar dan maisir. Selanjutnya kumpulan dana peserta ini diinvestasikan sesuai dengan

syariat IIslam. Tiap keuntungan dari hasil investasi, setelah dikurangi beban asuransi (klaim dan premi reasuransi), akan dibagi menurut prinsip

al-mudharobah. Presentase pembagian mudharabah dibuat dalam perbandingan

tetap berdasarkan perjanjian kerja sama antara perusahaan dan peserta. 2. Sitem pada produk non saving

Setiap premi yang dibayar oleh peserta, akan dimaksukkan dalam rekening

tabarru’ perusahaan. Yaitu kumpulan dana yang telah diniatkan oleh peserta

sebagai iuran dan kebajikan untuk tujuan saling menolong dan saling membantu, dan dibayarkan apabila:

a. Peserta meninggal dunia.

b. Perjanjian telah berahir (jika ada surplus dana)

Kumpulan dana peserta ini akan diinvestasikan sesuai dengan syariat Islam. Keuntungan hasil investasi setelah dikurangi beban asuransi (klaim dan premi reasuransi), akan dibagi antara peserta dan perusahaan menurut prinsip


(30)

al-83

mudharabah dalam suatu perbandingan tetap bedarkan perjanjian kerja sama

antara perusahaan (takaful) dan peserta.

Dengan demikian jelaslah bahwa pengelolaan unit usaha takaful adalah sebagai berikut :182

1. Pengelolaan asuransi syariah hanya boleh dilakukan oleh suatu lembaga yang berfungsi sebagai pemegang amanah.

2. Perusahaan asuransi syariah memperoleh bagi hasil dari pengelolaan dana yang terkumpul atas dasar akad tijarah (mudharabah).

Perusahaan Asuransi Syariah memperoleh ujrah (fee) daripengelolaan dana akad tabarru’ (hibah).

B. Transaksi Pemisahan Unit Usaha Takaful dari Perusahaan Asuransi Umum.

Bisnis asuransi syariah mengalami peningkatan yang cukup signifikan seiring dengan peningkatan sektor perbankan syariah. Perbankan syariah akan membawa ‘maslahat’ bagi peningkatan ekonomi dan pemerataan kesejahteraan masyarakat.183

182 Ibid, hal.105

183Halim Alamsyah, Perkembangan dan Prospek Perbankan Syariah Indonesia:

Tantangan Dalam Menyongsong MEA 2015, (Jakarta: Ikatan Ahli Ekonomi Islam (IAEI), 2012), hal.2

Pertama, bank syariah lebih dekat dengan sektor riil karena produk yang ditawarkan, khususnya dalam pembiayaan, senantiasa menggunakan

underlying transaksi di sektor riil sehingga dampaknya lebih nyata dalam

mendorong pertumbuhan ekonomi. Kedua, tidak terdapat produk-produk yang bersifat spekulatif (gharar) sehingga mempunyai daya tahan yang kuat dan teruji ketangguhannya dari direct hit krisis keuangan global. Secara makro, perbankan syariah dapat memberikan daya dukung terhadap terciptanya stabilitas sistem


(31)

84

keuangan dan perekonomian nasional. Ketiga, sistem bagi hasil (profit-loss

sharing) yang menjadi ruh perbankan syariah akan membawa manfaat yang lebih

adil bagi semua pihak, baik bagi pemilik dana selaku deposan, pengusaha selaku debitur maupun pihak bank selaku pengelola dana.

Jenis akad yang digunakan oleh perusahaan asuransi syariah dipengaruhi oleh para pihak dalam perjanjian asuransi syariah tersebut maupun produk dasar asuransi syariah.184

Konsep asuransi umum syariah menggunakan jenis akad sebagai berikut :

1. Akad Tabarru’

Akad tabarru’ dalam asuransi syariah merupakan akad tabarru’ dalam bentuk lending yourself dan giving something mengingat dalam asuransi syariah ini terdapat beberapa pihak yang terlibat akad tabarru’. Akad tabarru’ ini mendudukkan perusahaan sebagai pengelola dana tabarru’ (lending yourself) dan peserta memberikan konstribusi dana sebagai iuran kebajikan yang akan digunakan untuk menolong peserta lain yang terkena musibah (giving something). Perjanjian asuransi syariah merupakan akad takafuli dan didalamnya mengandung prinsip akad tabarru’.185

Perusahaan menerima amanah dari peserta asuransi syariah untuk mengelola hartanya (premi), yang mana premi tersebut akan dikelola dalam dua rekening yang berbeda yaitu rekening tabungan dan rekening tabarru’ dan di sisi lain peserta memberikan sebagian dana yang telah disetornya sebagai santunan

184 Abdul Ghofur Anshori, Op.Cit, hal.84 185 Ibid, hal.87.


(32)

85

kebajikan untuk saling berbagi resiko apabila ada diantara peserta yang mengalami musibah.

Rekening tabarru’ untuk pengelolaan kumpulan dana tabarru’ dari seluruh peserta akan digunakan sebagai santunan kebajikan apabila terjadi klaim diantara salah seorang peserta serta keuntungan yang didapat dari pengelolaan dana ini akan dikembalikan dalam rekening tabarru’. Ini berarti dalam tabarru’

lending yourself perusahaan asuransi syariah memberikan jasa kepada peserta

asuransi dengan keahlian dan skill yang dipunyainya untuk mengelola premi dari peserta termasuk di dalamnya premi tabarru’ secara profesional, dan di dalam tabarru’ giving something seorang peserta memberikan kontribusi berupa premi dan dari sebagian premi tersebut didermakan untuk menyantuni apabila diantara peserta ada yang mengalami musibah melalui premi tabarru’. Adanya tabarru’ lending yourself dan giving something ini mencerminkan bahwa dalam asuransi syariah terdapat risk sharing diantara para pihaknya.186

Tabarru’ adalah dana yang dihibahkan oleh peserta kepada kumpulan

peserta asuransi syariah sebagai derma/dana kebajikan untuk tujuan tolong menolong dan saling menanggung diantara peserta apabila terjadi klaim karena mengalami musibah yang ditentukan/dijamin dalam polis asuransi syariah, yang pengelolaannya diamanahkan kepada pengelola takaful (perusahaan asuransi syariah).187

Dana tabarru’ akan menjadi santunan kebajikan untuk membiayai klaim apabila salah seorang dari peserta mengalami musibah atau membayar kerugian yang akan timbul, sehingga dengan dana tabarru’ ini berarti terjadi perlindungan

186 Ibid, hal.89

187 Maghfur Wahid, Membangun Sistem Ekonomi Alternatif Perspektif Islam, (Surabaya:


(33)

86

bersama antar peserta asuransi syariah (risk sharing).188

Akad tabarru’, menurut Fatwa DSN-MUI No. 53/DSN-MUI/III/2006 tentang tabarru’ pada asuransi syariah, merupakan akad yang melekat pada semua produk asuransi yaitu akad yang dilakukan dalam bentuk hibah dengan tujuan kebajikan dan tolong menolong antar peserta, bukan untuk tujuan komersial. Akad tabarru’ ini sekurang-kurangnya harus menyebutkan mengenai:

Mengenai besarnya dana tabarru’ antara peserta yang satu dengan peserta lainya mempunyai prosetase yang tidak sama, ini dipengaruhi oleh masa perjanjian dan usia peserta.

189

a. Hak dan kewajiban masing-masing peserta secara individu.

b. Hak dan kewajiban antara peserta secara individu dalam akun tabarru’ selaku peserta dalam arti badan/kelompok.

c. Cara dan waktu pembayaran premi dan klaim;

d. Syarat-syarat lain yang disepakati sesuai dengan jenis asuransi yang diakadkan.

Akad tabarru’ yaitu kontrak dimana peserta adalah pihak yang menanggung resiko bersama bukan perusahaan, dalam hal ini perusahaan bukanlah pemilik dana tetapi hanya mengelolanya sesuai dengan amanah dari peserta dan pengelola tidak boleh menggunakan dana–dana tersebut jika tidak ada kuasa dari peserta.190

Peserta memberikan kontribusi berupa dana yang diikhlaskan(tabarru’

fund) untuk tolong menolong antar peserta dan diantara peserta saling

menanggung setiap resiko yang ada diantara peserta(risk sharing), ada saat

188 Hamid Hisa Hasan, Asuransi Dalam Hukum Islam (Tinjauan atas Riba, Maisir, dan

Gharar) (Jakarta: Firdaus Press, 2006), hal. 35

189 Ibid, hal. 38 190 Ibid, hal.40


(34)

87

membayar dan menerima bantuan untuk membagi resiko yang ada bagi setiap peserta, sehingga premi yang dibayar bukan merupakan pendapatan bagi perusahaan dan klaim yang diterima bukan merupakan biaya yang harus dikeluarkan oleh perusahaan, serta bukan bertujuan untuk mendapatkan keuntungan tetapi untuk kemaslahatan umat (social oriented).

Implementasi akad tabarru’ menurut masyarakat yang menjadi peserta asuransi syariah adalah: 191

a. Wujud dari adanya akad tabarru’ berupa premi tabarru’ yang merupakan sebagian premi yang diikhlaskan untuk santunan kebajikan apabila diantara peserta ada yang mengalami musibah dan mengajukan klaim terhadap musibah tersebut sehingga pembayaran klaim diambilkan dari premi tabarru’ yang terkumpul dari seluruh peserta.

b. Berupa premi tabarru’ yang diambilkan dari premi yang disetor dan besarnya berdasarkan prosentase yang telah ditentukan oleh perusahaan, yang nantinya kan digunakan sebagai santunan kebajikan apabila terjadi klaim dari salah seorang peserta.

c. Diwujudkan dalam bentuk premi tabarru’ yang akan digunakan sebagai santunan kebajikan dan sumber pembayaran klaim.

d. Berupa premi tabarru’ sebagai dana yang diikhlaskan untuk santunan kebajikan diantara sesama peserta.

e. Premi tabarru’ untuk dana sosial diantara peserta apabila salah satu peserta meninggal dunia.


(35)

88

f. Berupa premi tabarru’ yang ditentukan berdasarkan prosentase dari perusahaan sebagai santunan kebajikan apabila salah seorang diantara peserta mengalami musibah.

Pelaksanaan akad tabarru’ pada perusahaan asuransi syariah diwujudkan dengan adanya premi tabarru’ yang diambilkan dari premi yang disetorkan oleh peserta berdasarkan prosentase yang telah ditetapkan perusahaan, premi tabarru’ ini merupakan dana yang berasal dari peserta yang dimasukkan dalam rekening tabarru’ kemudian diinvestasikan melalui instrumen syariah, dan akan digunakan untuk membayar klaim sebagai santunan kebajikan diantara para peserta.

Dana tabarru’ yang dimasukkan dalam rekening khusus tabarru’ dan diinvestasikan ini akan mendapatkan hasil investasi. Menurut Fatwa DSN-MUI No. 53/DSN-MUI/III/2006 tentang tabarru’ pada asuransi syariah, terdapat 3 (tiga) opsi mengenai perlakuan terhadap dana peserta dalam rekening tabarru’ yaitu: 192

a. Keuntungan hasil dana tabarru’ akan kembali dalam akun tabarru’

(tabarru’ back to tabarru’) yaitu diperlakukan seluruhnya sebagai dana

cadangan dalam akun tabarru’.

b. Bagi hasil pengelolaan dana tabarru’ kepada peserta, yaitu disimpan sebagian sebagai dana cadangan dan dibagikan sebagian lainnya kepada para peserta yang memenuhi syarat aktuaria/manajemen resiko.

c. Bagi hasil pengelolaan dana tabarru’ kepada perusahaan dan peserta, yaitu disimpan sebagian sebagai dana cadangan dan dapat dibagikan sebagian


(36)

89

lainnya kepada perusahaan dan para peserta sepanjang disepakati oleh para peserta.

Hasil investasi dari dana tabarru’ yang dikelola oleh perusahaan akan dikembalikan seluruhnya dalam rekening tabarru’ dan digunakan untuk santunan kebajikan (pembayaran klaim meninggal dunia) diantara peserta, sehingga ahli waris/orang yang ditunjuk dari peserta yang meninggal dunia akan mendapatkan santunan kebajikan, tabungan yang terkumpul dan mudharabah hasil investasi dari rekening tabungan.

Perlakuan terhadap hasil investasi dana tabarru ini terdapat perbedaan antara perusahaan yang satu dengan perusahaan yang lain. Dana tabarru’ yang terkumpul ini nantinya akan diinvestasikan ke dalam rekening tabarru’ dan akan digunakan untuk santunan kebajikan apabila terjadi klaim atas meninggalnya salah seorang dari peserta asuransi syariah. Perlakuan atas hasil investasi dana

tabarru’ ini berbeda dengan perlakuan hasil investasi yang dikelola oleh

perusahaan asuransi yang lain yaitu apabila dalam pengelolaan investasi dana

tabarru terjadi surplus maka hasil investasi ini akan dibagikan kepada peserta

berupa pengembalian surplus tabarru’dengan ketentuan peserta tidak menerima pembayaran atau sedang mengajukan klaim atas polis, peserta tidak membatalkan perjanjian dan terdapat surplus dana tabarru’ diakhir manfaat takaful.193

Berdasarkan uraian tersebut, bahwa akad tabarru’, pada asuransi syariah terjadi antara perusahaan dengan individu/lembaga/perusahaan lain baik berkedudukan sebagai peserta maupun mitra kerja terikat dalam akad tabarru’


(37)

90

lending yourself. Sedangkan hubungan antara peserta asuransi syariah dalam

akad tabarru’ giving something yaitu dengan adanya unsur tabarru’ yang tertuang dalam polis asuransi syariah berupa kontribusi premi tabarru’ yang diambilkan dari setiap premi yang disetorkan.194

Hasil investasi dana tabarru’ pada perusahaan asuransi jiwa/asuransi keluarga menggunakan opsi keuntungan hasil dana tabarru’ akan kembali dalam akuntabarru’ (tabarru’ back to tabarru’) yaitu diperlakukan seluruhnya sebagai dana cadangan dalam akun tabarru’, sebagaimana ditentukan dalam Fatwa DSN-MUI No. 53/DSN-DSN-MUI/III/2006 tentang tabarru’ pada asuransi syariah, untuk digunakan sebagai santunan kebajikan dan pembayaran klaim. Sedangkan asuransi umum/kerugian terkait dengan hasil investasi dana

tabarru’ menggunakan opsi yang kedua dari fatwa tersebut yaitu pengembalikan

surplus dana tabarru’ kepada peserta yang memenuhi syarat aktuaria dan sebagian digunakan sebagai cadangan dana tabarru’.

Premi tabarru’dari setiap peserta ini akan dikumpulkan dalam rekening khusus tabarru’ untuk tujuan tolong menolong diantara sesama peserta, yang nantinya akan digunakan sebagai santunan kebajikan apabila terjadi klaim dari salah seorang peserta. Premi tabarru’ ini merupakan kewajiban bagi peserta untuk tujuan tolong menolong dan saling menanggung resiko (sharing risk) apabila salah seorang dari peserta mengalami musibah yang tertuang dalam perjanjian, sedangkan hak bagi peserta adalah menerima santunan kebajikan yang berasal dari kumpulan dana tabarru’ dalam rekening tabarru’ apabila mengalami musibah yang diperjanjikan.

195

194 Ibid, hal.42.


(38)

91

2. Akad Mudharabah

Akad dalam asuransi syariah bersifat takafuli (tolong menolong), yang didalamnya mengandung unsur tabarru’ dan mudharabah. Mudharabah

merupakan hubungan kontrak investasi para pemilik modal yaitu penyedia dana (shahibul maal/investor) dengan pengelola (mudharib), investor

mempercayakan modalnya kepada pengelola untuk digunakan dalam aktivitas perdagangan dalam jangka waktu yang disepakati.196

Mudharib dalam hal ini memberikan konstribusi pekerjaan, waktu, dan

mengelola usahanya sesuai dengan ketentuan yang disepakati dalam kontrak. Salah satunya adalah untuk mencapai keuntungan (profit) yang nantinya akan dibagi antara investor dengan pengelola berdasarkan proporsi yang disetujui bersama (nisbah). Jika terdapat kerugian karena resiko bisnis (bussiness risk) dan bukan kelalaian mudharib (character risk), maka kerugian ditanggung oleh shahibul maal (penyedia modal).197

Akad mudharabah ini dapat menggunakan prinsip profit and loss

sharing ataupun revenue sharing, dimana bagi hasil ini ditentukan berdasarkan

ratio perhitungan bagi hasil yang telah ditentukan dalam perjanjian. Ratio ini dikenal sebagai nisbah bagi hasil. Besarnya nisbah bagi hasil ini untuk setiap perusahaan asuransi syariah mempunyai kebijakan tersendiri dan terkait dengan produk asuransi syariah dalam perusahaan tersebut.

198

Hasil investasi ini akan ditambahkan pada dana peserta untukdigunakan sebagai biaya klaim, simpanan (dana cadangan), biaya reasuransi, biaya

196 Ali Yafie, Asuransi Dalam Pandangan Syariat Islam, Menggagas Fiqih Sosial,

(Bandung: Mizan, 2009), hal. 25

197 Muhammad Syakir Sula, Op.Cit, hal.102. 198 Ali Yafie, Op.Cit, hal.24.


(39)

92

operasional dan jika terjadi surplus maka akan dibagikan sesuai dengan nisbah bagi hasil tadi, namun jika mengalami kerugian maka akan diambilkan dari rekening perusahaan dan bagian peserta tetap dibagikan.199

Mekanisme akad mudharabah bermula dari seorang participant (peserta) memberikan kontribusinya berupa premi kepada perusahaan asuransi dan dimasukkan ke dalam rekening khusus yaitu takaful account untuk kemudian dana tersebut diinvestasikan melalui lembaga investasi syariah. Hasil investasi ini akan dimasukkan ke dalam takaful account yang akan digunakan dan apabila takaful

account terdapat surplus setelah dikurangi dengan reasuransi, pembayaran klaim

dan operational maka surplus tersebut akan dibagikan kepada peserta dan perusahaan dengan menggunakan nisbah bagi hasil yang telah ditentukan dan apabila takaful account mengalami defisit maka akan dilakukan qard hasan oleh perusahaan dengan mengambil dana cadangan dari rekening perusahaan, sedangkan pembayaran klaim seorang participant diambilkan dari takaful

account.200

Akad mudharabah dalam asuransi syariah mendudukkan peserta sebagai shahibul maal (pemilik modal) dan perusahaan bertindak sebagai

mudharib (pengelola), yaitu peserta mempercayakan dananya untuk dikelola.

Modal yang dimaksud adalah premi dari peserta yang dibayarkan kepada perusahaan dimana perusahaan, sebagai pemegang amanah terhadap modal yang diterimanya dari shahibul maal, akan mengelola atau menginvestasikan dana tersebut melalui investasi yang sesuai dengan ketentuan syariah sebagaimana telah

199 Muhammad Syakir Sula, Op.Cit, hal.104 200 Ibid, hal.105.


(40)

93

ditentukan dalam Kep. DJLK No. Kep. 4499/LK/2000 tentang Jenis, Penilaian, dan Pembatasan Investasi Perusahaan Asuransi dan Perusahaan Reasuransi dengan Prinsip Syariah. Terhadap hasil investasi ini apabila mengalami keuntungan akan dibagikan kepada peserta dan perusahaan sesuai dengan nisbah yang disepakati dalam perjanjian, misalnya 70 : 30, atau 60 : 40, atau 50 : 50.201

Prinsip mudharabah yang diterapkan dalam akad oleh asuransi takaful lebih tepatnya adalah mudharabah musytarakah, karena di dalamnya mengandung unsur kerjasama antara asuransi takaful dengan peserta asuransinya dalam hal menempatkan dan pengelolaan dana berdasarkan amanah dari peserta takaful, sedangkan disisi lain peserta dan perusahaan bersedia untuk membagi hasil investasi tersebut berdasarkan nisbah yang ditentukan. Sedangkan prinsip

mudharabah yaitu perjanjian antara perusahaan sebagai mudharib dan peserta

sebagai shahibul maal dalam pengelolaan premi asuransi dengan menggunakan prinsip bagi hasil berdasarkan nisbah yang ditentukan yaitu 70 : 30.

202

Adapun mudharabah menurut pengertian peserta asuransi syariah pada pada perusahaan asuransi dengan prinsip syariah adalah:203

a. Bagi hasil dari hasil pengelolaan premi yang besarnya bagian masing-masing telah ditentukan oleh perusahaan asuransi syariah.

b. Mudharabah merupakan bagi hasil dari pengelolaan dana peserta (premi)

khususnya premi tabungan dengan menggunakan prosentase yang besarnya ditentukan oleh perusahaan.

201 Ibid, hal.107.

202 Abdul Ghofur Anshori, Op.Cit, hal.117 203 Ibid.


(41)

94

c. Hak peserta mendapatkan bagian hasil investasi berdasarkan prosentase yang ditentukan perusahaan.

d. Keuntungan yang diperoleh dari hasil pengelolaan premi sesuai besarnya prosentase bagi hasil yang ditentukan perusahaan.

e. Bagi hasil dari pengelolaan dana peserta yang nantinya merupakan suatu keuntungan yang akan diterima peserta.

f. Mudharabah merupakan bagi hasil investasi dari hasil pengelolaan dana

peserta (premi) yang terkumpul dengan menggunakan nisbah bagi hasil 30% untuk perusahaan dan 70% untuk peserta.

Nisbah bagi hasil yang diberlakukan oleh asuransi takaful dengan ratio 70 : 30 dimana peserta mendapatkan 70% dari hasil investasi dan 30% untuk perusahaan apabila dalam pengelolaan mengalami keuntungan, namun nisbah tersebut tidak berlaku untuk produk fulnadi (pendidikan anak) dan produk

takafulinkalia (unitlink) tetapi terhadap produk tersebut berlaku nisbah 70 : 30

untuk fulnadi yaitu 70% untuk peserta dan 30% untuk perusahaan apabila dalam pengelolaan dana tersebut mendapatkan keuntungan. Sedangkan untuk takafulink tidak terdapat nisbah bagi hasil karena untung rugi dari hasil investasi 100% diberikan pada peserta dan perusahaan sebagai pengelola mendapatkan ujrah,sehingga produk takafulink menggunakan akad wakalah bil

ujrah.

Adapun rincian nisbah bagi hasil yang berlaku pada asuransi takaful Divisi adalah: 204

204 Ibid, hal.117.


(42)

95

a. Produk untuk program investasi sebesar 40 : 60 yaitu 40% untuk peserta dan 60% untuk perusahaan

b. Produk untuk program kesehatan sebesar 60 : 40 yaitu 60% untuk peserta dan 40% untuk perusahaan

c. Produk untuk program unit link (takafulink alia) tidak ada nisbah bagi hasil, karena seluruh keuntungan maupun kerugian sebesar 100% untuk peserta, dan tidak ada bagi hasil investasi karena dalam pengelolaan dananya menggunakan akad wakalah bil ujrah.

Produk-produk asuransi umum yang dikeluarkan oleh asuransi takaful tidak mengenal adanya nisbah bagi hasil, karena akad yang digunakan adalah akad wakalah bil ujrah dan akad tabarru, dimana dalam pengelolaan perusahaan mendapatkan ujrah dan apabila pengelolaan tersebut mengalami surplus dan sudah diperjanjikan dalam klausula maka surplus tersebut akan diberikan kepada peserta sebagai pengembalian dana tabarru’. Prinsip mudharabah dalam praktik asuransi syariah ini belum dilaksanakan secara murni (profit and loss

sharing) tetapi masih sebatas pada berbagi keuntungan/pendapatan (profit sharing/revenue sharing) dan apabila mengalami kerugian peserta tetap

mendapatkan bagian sesuai dengan nisbah bagi hasil dengan diambilkan dari dana cadangan perusahaan.205

Penggunaaan prinsip mudharabah dalam praktik asuransi yang belum dilaksanakan secara murni, karena menurut perusahaan asuransi syariah ketika mengelola dana peserta yang diinvestasikan melalui investasi syariah dan


(43)

96

mengalami keuntungan maka hasil investasi ini akan dibagi (sharing) dengan peserta sesuai dengan nisbah yang telah ditentukan dalam perjanjian yaitu menggunakan nisbah 60% bagian peserta dan 40% bagian perusahaan namun apabila terjadi kerugian hanya ditanggung oleh perusahaan dan peserta tetap mendapat bagian hasil investasi 60%.206

Pembayaran nisbah bagi hasil sebagai hak dari peserta ini apabila terjadi kerugian akan diambilkan dari dana cadangan klaim, dana cadangan ini sesuai

Begitu pula dengan prinsip mudharabah dalam hal ini mudharabah

musytarakah yang digunakan oleh asuransi takaful belum dilaksanakan secara

murni masih sebatas pada berbagi penghasilan apabila hasil investasi mengalami keuntungan dengan besarnya nisbah bagi hasil untuk produk asuransi kebakarab sebesar 70% bagian peserta dan 30% bagian perusahaan. Sedangkan jika terjadi kerugian maka kerugian tersebut tidak dibebankan kepada peserta tetapi perusahaan meminjam dana cadangan perusahaan untuk tetap memberikan hak bagi hasil bagian peserta.

Profit sharing/revenue sharing ini mempunyai pengertian apabila investasi

yang dijalankan perusahaan dalam rangka mengelola dana perserta mempunyai hasil investasi berupa keuntungan maka keuntungan tersebut dibagi antara peserta dengan perusahaan sesuai dengan nisbah bagi hasil yang telah disepakati dalam akad. Namun jika terjadi kerugian dalam hasil investasi tersebut, maka kerugian hanya akan ditanggung oleh perusahaan dan pelaksanaaan bagi hasil investasi tetap berjalan tanpa membebankan kerugian pada peserta, sehingga peserta tetap mendapat bagian hasil investasi sesuai dengan nisbah yang disepakati dalam akad.

206 Ibid, hal.63


(44)

97

dengan kebijakan pemerintah dalam KMK Republik Indonesia No. 422/KMK.06/2003 tentang Kesehatan Perusahaan Asuransi dan Perusahaan Reasuransi mengenai batasan tingkat solvabilitas sebesar 120% sebagai rate based

capital, namun apabila dana cadangan tersebut tidak dapat memenuhi besarnya

kerugian maka akan dilakukan penyuntikan dana dari pemegang saham.207

Sebenarnya, usaha asuransi di Indonesia yang menerapkan prinsip mudharabah secara murni adalah asuransi takaful karena perusahaan tersebut merupakan usaha bersama (mutual), dimana kekuasaan tertinggi bukan para pemegang saham melainkan para pemegang polis itu sendiri yang terpilih dan terwakili dalam Badan Perwakilan Anggota (BPA), sehingga apabila terjadi kerugian dan kerugian tersebut tidak bisa tercover oleh RBC maka penyuntikan dana dilakukan oleh para peserta sekaligus para pemegang polis dalam Badan Perwakilan Anggota (BPA).

208

Penerapan akad mudharabah pada asuransi takaful tercermin dalam hal pengelolaan dana yaitu berkaitan dengan bagi hasil antara perusahaan dengan peserta atas hasil investasi berdasarkan nisbah bagi hasil yang diperjanjikan untuk produk saving, dan bagi hasil atas surplus underwriting antara peserta dengan perusahaan untuk produk non saving yaitu surplus dari hasil pengelolaan dana (premi) akan dibagikan antara perusahaan sebagai operator dengan peserta sebagai partisipan berdasarkan rata-rata tertimbang surplus underwriting yang diperoleh.209

207 Abdul Ghofur Anshori, Op.Cit, hal.123. 208 Ibid, hal.124.

209 Muhammad Syakir Sula. Op.Cit. hal. 66.

Bagi hasil ini tidak berlaku pada produk takafulink yang dikeluarkan oleh asuransi takaful karena dalam produk tersebut menggunakan akad wakalah


(45)

98

bil ujrah dan hasil investasi baik untung maupun rugi seluruhnya diberikan

kepada peserta. Bagi hasil ini dilakukan apabila dalam pengelolaan dana tersebut mengalami keuntungan dan jika mengalami kerugian maka seluruh kerugian tersebut ditanggung oleh perusahaan tetapi peserta tetap mendapatkan bagian sesuai dengan nisbah bagi hasil yang telah ditentukan. Selain itu, peserta sebagai shahibul mal tidak ikut campur dalam pengelolaan dana karena peserta telah mengamanahkan pengelolaan dana tersebut kepada perusahaan asuransi syariah sebagai mudharib.

Akad mudharabah tidak digunakan dalam asuransi umum (general

insurance) yang dijalankan oleh asuransi takaful, karena dalam operasionalnya

asuransi takaful menggunakan akad wakalah bi ujrah dimana setiap peserta mempunyai hak untuk menerima pengembalian dana tabarru’ sebagai surplus yang sudah diperjanjikan dalam klausula.

3. Akad Wakalah/Akad Wakalah bil Ujrah

Wakalah atau Wakilah berarti penyerahan, pendelegasian atau pemberian

mandat dengan menunjuk seseorang mewakilinya dalam hal melakukan sesuatu secara sukarela atau dengan memberikan imbalan berupa upah (ujrah).

Wakalah merupakan perjanjian mengenai pelimpahan, pendelegasian

wewenang atau kuasa dari pihak pertama kepada pihak kedua untuk melaksanakan sesuatu sebatas atas nama pihak pertama, untuk kepentingan dan tanggung jawab sepenuhnya oleh pihak pertama.

Akad wakalah/wakalah bil ujrah ini dapat terjadi antara perusahaan asuransi syariah dengan peserta, perusahaan asuransi dengan marketing/agen, ataupun perusahaan asuransi dengan perusahaan reasuransi.


(46)

99

Akad wakalah merupakan perjanjian pendelegasian dan penunjukkan seseorang dalam hal ini agen untuk mewakili badan/perusahaan dalam hal mensosialisasikan, memasarkan dan menjual produk asuransi syariah. Akad wakalah bil ujrah merupakan perjanjian antara perusahaan asuransi syariah dengan pihak lain dimana salah satu pihak memberikan amanah dan pihak lain menerima amanah untuk melakukan suatu perbuatan yang telah ditentukan dengan memberikan ujrah atas jasa yang telah dilakukan. Akad wakalah/wakalah bil

ujrah ini merupakan jenis akad yang bersifat tabarru’ yaitu untuk saling tolong

menolong dalam hal ini lending yourself dimana perusahaan maupun mitra kerjanya meminjamkan/memberikan jasa kepada pihak lain dalam hal pengelolaan dana melalui investasi syariah sekaligus asuransi syariah. Dengan demikian asuransi syariah merupakan ta’awun dan isti’mar mindedsehingga asuransi ini berbeda dengan asuransi konvensional.

Tidak setiap peserta asuransi paham akan akad wakalah/wakalah bil

ujrah ini, karena perjanjian asuransi syariah yaitu polis asuransi syariah

mengandung prinsip tabarru’ dan mudharabah yang merupakan salah satu dari hak dan kewajiban setiap peserta. Namun demikian, asuransi syariah akad wakalah/wakalah bil ujrah ini mengandung pengertian sebagai berikut: 210

a. Setiap peserta memberikan amanah kepada perusahaan untuk mengelola dananya berupa premi yang disetor secara syariah dan memberikan perlindungan terhadap dirinya apabila mengalami musibah yang diperjanjikan dengan memberikan fee kepada perusahaan.

b. Dalam akad wakalah perusahaan merupakan wakil dari peserta berdasarkan amanah yang telah diberikan olehnya untuk mengelola premi


(47)

100

sesuai ketentuan syariah, selain itu perusahaan memberikan kuasa kepada agen untuk melakukan fungsi marketing dan field underwriting.

Tidak setiap masyarakat mengenal akad wakalah/wakalah bil ujrah karena asuransi syariah identik dengan akad tabarru’ dan akad mudharabah, sedangkan bagi sebagian orang akadwakalah/wakalah bil ujrah diasumsikan bahwa perusahaan sebagai wakil peserta asuransi syariah dalam hal pengelolaan dana (premi) berdasarkan amanah yang diberikan pesertanya dan peserta memberikan fee (ujrah) kepada perusahaan atas jasa yang telah diberikan. Akad wakalah ini juga berlaku dalam operasional perusahaan yaitu marketing dan field

underwriting.

Akad wakalah bil ujrah digunakan oleh asuransi takaful dalam hal mitra kerja dengan financial consultant/perbankan/kantor pos maupun dalam produk

takafulink baik takafulink mizan, alia maupun istiqomah yang dikeluarkan oleh

asuransi takaful keluarga, serta takaful kendaraan bermotor yang dikeluarkan oleh asuransi takaful umum. Akad wakalah bil ujrah tercermin dalam perjanjian kerja kemitraan dengan financial consultant, akad wakalah ini juga tercermin pada produk fulprotek yang dipasarkan melalaui lembaga perbankan.

Selain itu, akad wakalah ini juga tercermin dalam perjanjian kerjasama dengan bank-bank syariah dan PT. Pos Indonesia untuk memberikan pelayanan dan dalam pembayaran premi, meskipun demikian pelayanan online ini baru dapat dilakukan melalui Bank Syariah Mandiri, Bank Muamalat dan PT. Pos Indonesia. Berdasarkan data tersebut dapat diketahui bahwa akad wakalah/wakalah bil ujrah digunakan oleh asuransi takaful dapat terjadi antara perusahaan dengan mitra usahanya baik secara kelembagaan maupun individu sebagai peserta takaful.211


(48)

101

Mekanisme akad wakalah secara sederhana dalam praktik asuransi syariah antara perusahaan asuransi syariah dengan peserta asuransi syariah adalah peserta memberikan kontribusi/fee kepada perusahaan untuk kemudian apabila perusahaan menerima feemaka fee yang diterima akan masuk dalam rekening perusahaan yang dipisahkan dari rekening konstribusi sedangkan kontribusi tersebut akan dikelola sehingga menghasilkan keuntungan yang mana kontribusi dan keuntungan ini akan dimasukkan dalam rekening tertentu dan setelah dikurang dengan biaya-biaya apabila terdapat surplus maka surplus ini akan dibagikan kepada peserta.212

Akad wakalah bil ujrah ini menggunakan Fatwa DSN-MUI No.52/DSN-MUI/III/2006 tentang Wakalah bil Ujrah pada Asuransi Syariah sebagai pedoman operasional. Ketentuan akad wakalah bil ujrah dalam Fatwa DSN-MUI No.52/DSN-MUI/III/2006 adalah sebagai berikut:213

a. Obyek akad wakalah bil ujrah antara lain meliputi kegiatan administrasi, pengelolaan dana, pembataran klaim, underwriting, pengelolaan portofolio resiko, pemasaran, dan investasi.

b. Akad wakalah bil ujrah sekurang-kurangnya harus menyebutkan

mengenai hak dan kewajiban peserta dan perusahaan asuransi; besaran, cara, dan waktu pemotongan ujrah fee atas premi, syarat-syarat lain yang disepakati, sesuai dengan jenis asuransi yang diakadkan.

c. Perusahaan asuransi bertindak sebagai wakil (yang mendapat kuasa) tidak boleh mewakilkan kepada pihak lain atas kuasa yang diterimanya, kecuali

212 Abdul Ghofur Anshori, Op.Cit, hal.127.

213 Fatwa Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia No.52/DSN-MUI/X/2006


(49)

102

mendapatkan ijin dari peserta dan selaku pemegang amanah wajib menginvestasikan dana yang terkumpul melalui investasi sesuai syariah. Akad wakalah bil ujrah ini juga digunakan dalam hubungan kerjasama antara perusahaan dengan peserta asuransi syariah. Adapun konsep dasar akad wakalah bil ujrah antara perusahaan asuransi dengan peserta dalam asuransi syariah: 214

a. Wakalah bil ujrah adalah akad pemberian kuasa kepada perusahaan

asuransi (takaful) untuk mengelola dana peserta dan/atau melakukan kegiatan lain dengan imbalan pemberian ujrah (fee).

b. Peserta bertindak sebagai pemberi kuasa pada perusahaan untuk mengelola dananya berupa premi yang telah disetorkan menjadi dana investasi dan/atau dana tabarru’ (kebajikan).

c. Premi/kontribusi yang dibayar peserta asuransi tidak serta merta menjadi pendapatan perusahaan asuransi tetapi milik peserta asuransi secara kolektif setelah dikurangi fee pengelolaan untuk perusahaan asuransi.

d. Premi tersebut diakumulasikan untuk membagi resiko yang timbul diantara peserta asuransi (tabarru’ fund).

e. Premi/kontribusi yang dibayarkan peserta memiliki komposisi dana tabarru’ dan ujrah yang besarnya sebagaimana tercantum dalam polis.

f. Peranan perusahaan asuransi terbatas pada peran underwriter, collector

dan claim payer and fund manager dengan kompensasi perlindungan

(manfaat takaful) bagi peserta.


(50)

103

g. Sumber pendapatan perusahaan asuransi berasal dari fee pengelolaan dan bagi hasil investasi.

h. Setiap surplus operasi atau deficit operasi merupakan tanggung jawab peserta asuransi secara kolektif.

Akad wakalah bil ujrah pada asuransi takaful mempunyai pengertian sebagai berikut :

a. Peserta memberikan amanah kepada Asuransi Takaful Keluarga untuk mengelola premi yang disetorkan menjadi dana tabungan dan dana tabarru’.

b. Peserta memberikan jasa (ujrah) atas pengelolaan dana tabarru’ kepada Asuransi Takaful Keluarga sesuai ketentuan produk dan jasa tersebut akan mengurangi dana tabungan peserta.215

Akad wakalah bil ujrah ini dinyatakan secara tegas dalam polis asuransi yang dikeluarkan oleh asuransi takaful yaitu bahwa akad yang diberlakukan dalam polis adalah akad wakalah bil ujrah. Adapun ketentuan akad wakalah bil ujrah tersebut adalah: 216

a. Wakalah bil ujrah adalah akad pemberian kuasa dari peserta kepada

perusahaan asuransi (takaful) untuk mengelola dana peserta dan/atau melakukan kegiatan lain dengan imbalan pemberian ujrah (fee).

b. Pengelola takaful menerima akad wakalah bil ujrah dari peserta sebagaimana tercantum dalam polis;

c. Dalam akad wakalah bil ujrah ini, kontribusi yang dibayarkan oleh peserta memiliki komposisi dana tabarru’ dan ujrah yang besarnya sebagaimana tercantum dalam Ikhtisar Polis.

215 Ibid


(1)

ABSTRAK

KAJIAN YURIDIS TRANSAKSI PEMISAHAAN UNIT USAHA TAKAFUL DARI PERUSAHAAN ASURANSI UMUM

BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 40 TAHUN 2014

*Rio Elfrado H Hutajulu **Sunarmi ***Detania Sukarja

Keterlibatan orang Islam di dalam usaha asuransi belum bisa secara optimal karena ragu tentang kedudukan hukumnya di dalam hukum Islam. Jenis asuransi Takaful inilah yang diusahakan agar dapat memenuhi kebutuhan umat Islam akan berbagai asuransi yang sesuai dengan prinsip Islam. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pelaksanaan Asuransi Syariah di Indonesia, untuk mengetahui pengaturan dana nasabah pada Asuransi Syariah, untuk mengetahui bagaimana pemisahan unit usaha asuransi syariah pada asuransi umum.

Metode penelitian skripsi ini adalah metode hukum normatif dan sifat dari penulisan ini adalah bersifat deskriptif sebab akan menggambarkan dan melukiskan asas-asas atau peraturan-peraturan yang berhubungan dengan tujuan penulisan ini.

Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa pengaturan asuransi takaful di Indonesia berpedoman pada ketentuan Hukum Islam berlandaskan prinsip saling bekerjasama, saling tolong menolong dan saling melindungi diantara peserta Asuransi, dengan akad mudharabah untuk hasil investasi dan akad tabaru’ sebagai dana kebajikan yang digunakan untuk membantu peserta yang mengalami musibah. Pengelolaan dana nasabah pada perusahaan asuransi takaful adalah perusahaan sebagai mudharib atau pemegang amanah. Asuransi syariah secara professional dan transparan melakukan investasi dana tabarru yang terkumpul dari konstribusi peserta untuk instrument investasi yang dibenarkan oleh syara’. Dalam pengelolaan dana tabarru mudharib diawasi secara teknis dan operasional oleh komisaris dan secara syar’i diawasi oleh Dewan Pengawas Syariah. Mudharib berkewajiban membayar klaim apabila salah satu peserta mengalami musibah. Transaksi pemisahaan unit usaha takaful dari perusahaan asuransi umum berdasarkan UU No. 40 Tahun 2014 adalah pemisahan dana dilakukan oleh entitas asuransi umum syariah sejak entitas mendapatkan amanah untuk mengelola dana yang dihibahkan peserta kepada perusahaan. Berdasarkan kesimpulan, maka disarankan agar premi-premi yang telah disetorkan ke Perusahaan hendaklah benar-benar dimanfaatkan untuk membiayai proyek-proyek yang produktif yang sesuai dengan syariat Islam yang tidak mengandung gharar,

maisir dan riba dan sebagian keuntungan dari usaha asuransi digunakan untuk

kepentingan sosial.

Kata Kunci : Transaksi, Takaful, Asuransi.

*Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara

**Dosen Pembimbing I Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara. *** Dosen Pembimbing II Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara


(2)

iii

KATA PENGANTAR

Dengan mengucapkan puji syukur terhadap Tuhan Yang Maha Esa karena dengan karunia-Nya telah memberikan kesehatan, kekuatan dan ketekunan pada penulis sehingga mampu dan berhasil menyelesaikan skripsi ini.

Skripsi ini adalah sebagai satu syarat guna memperoleh gelar Serjana Hukum Pada Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara. Skripsi ini berjudul : “Kajian Yuridis Transaksi Pemisahaan Unit Usaha Takaful dari Perusahaan Asuransi Umum berdasarkan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2014”.

Dalam penulisan skripsi ini penulis menyadari terdapatnya kekuramngan, namun demikian dengan berlapang dada penulis menerima kritik dan saran yang bersifat membangun dari semua pihak yang menaruh perhatian terhadap skripsi ini.

Dalam rangka terwujudnya peyelesaian dan penyusunan skripsi ini, penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah dengan ikhlas dalam memberikan bantuan untuk memperoleh bahan-bahan yang diperlukan dalam penulisan skripsi ini.

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada :

1. Bapak Prof. Dr. Budiman Ginting, SH.M.Hum. sebagai Dekan Fakultas Hukum USU Medan.

2. Bapak Dr. OK. Saidin, SH.M.Hum sebagai Wakil Dekan I FH. USU Medan 3. Ibu Puspa Melati Hasibuan, SH.M.Hum sebagai Wakil Dekan II FH. USU


(3)

4. Bapak Dr. Jelly Leviza, SH.M.Hum sebagai Wakil Dekan III FH.USU Medan 5. Ibu Windha, SH., M.Hum selaku Ketua Departemen Hukum Ekonomi, Fakultas

Hukum Universitas Sumatera Utara.

6. Ibu Prof. Dr. Sunarmi, SH., M.Hum selaku Dosen Pembimbing I dan Dosen Hukum Ekonomi. Terima kasih sedalam-dalamnya saya ucapkan kepada Prof atas segala bantuan, kemudahan, kelancaran, saran,bimbingan sekaligus arahan yang sangat berarti dan bermanfaat bagi penulis sampai pada akhirnya penulis bisa menyelesaikan penulisan skripsi ini.

7. Ibu Dr. Detania Sukarja,S.H., L.L.M. selaku Dosen Pembimbing II yang telah peduli dan memberikan bimbingan dalam penulisan skripsi ini

8. Seluruh staf pengajar dan seluruh staf administrasi di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara yang telah berjasa mendidik dan membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

9. Kepada kedua orang tua tersayang dan paling dikasihi penulis Elman S. Hutajulu dan Lisda L.S. Siagian yang sudah dalam membesarkan, mendidik, memotivasi dan membiyaai pendidikan penulis sehingga dapat menyelesaikan skripsi ini.

10. Teman-teman seperjuangan penulis selama masa perkuliahan yang selalu menemani Vandi, Enim, Edu, Monang, Natali, Linton, Pom, Eldbert, Satya, Goklas, Jurgen, Stefano, Tepen, Anita, Zeiro, Andreas PMT, Pamuncak, Nikolas, Roijen, Koresy dan teman-teman yang tidak disebutkan satu per satu 11. Abang-abang Senior yang selalu mendukung dan menyemangati penulis agar


(4)

v

stefanus, Teman-teman yang ada di Warkop Wak Tepok dan abang-abang lain yang tidak bisa disebut satu per satu.

12. Teman-teman Grup C FH USU 2012, IMAHMI 2012 dan segenap teman-teman stambuk 2012 yang dekat dan pernah dekat.

13. Kepada seluruh keluarga penulis yang berada di Medan dan luar kota yang selalu mendoakan penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

14. Dan kepada semua rekan-rekan yang tidak bisa disebutkan satu per satu oleh penulis

Semoga ilmu yang penulis peroleh ini dapat bermakna dan berkah bagi penulis dalam hal penulis ingin menggapai cita-cita.

Medan, Juni 2016 Penulis

Rio Elfrado Hutajulu NIM : 120200134


(5)

DAFTAR ISI

ABSTRAK ... i

KATA PENGANTAR ... ii

DAFTAR ISI. ... v

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang ... 1

B. Rumusan Masalah ... 7

C. Tujuan dan Manfaat Penulisan ... 7

D. Keaslian Penulisan ... 8

E. Tinjauan Pustaka ... 9

F. Metode Penelitian ... 13

G. Sistematika Penulisan ... 17

BAB II PENGATURAN ASURANSI TAKAFUL DI INDONESIA. A. Kedudukan Lembaga Asuransi sebagai Lembaga Keuangan Non Bank di Indonesia ... 19

B. Pengaturan Asuransi Takaful di Indonesia. ... 40

C. Akibat Hukum Pengaturan Asuransi Takaful ... 54

BAB III PENGELOLAAN DANA NASABAH PADA PERUSAHAAN ASURANSI TAKAFUL. A. Eksistensi Pelaksanaan Prinsip Ekonomi Syariah pada Perusahaan Asuransi Takaful ... 58

B. Pengelolaan Dana Nasabah pada Perusahaan Asuransi Takaful ... 70


(6)

vii

BAB IV TRANSAKSI PEMISAHAN UNIT USAHA TAKAFUL DARI PERUSAHAAN ASURANSI UMUM..

A. Pengelolaan Unit Usaha Takaful dari Perusahaan Asuransi Umum ... 79 B. Transaksi Pemisahan Unit Usaha Takaful dari Perusahaan

Asuransi Umum ... 83 C. Pengawasan OJK Terhadap Transaksi Pemisahan Unit Usaha

Takaful dari Perusahaan Asuransi Umum ... 113

BAB V PENUTUP.

A. Kesimpulan ... 117 B. Saran ... 118 DAFTAR PUSTAKA ... 120