Pengaruh Perubahan Routes To Market Terhadap Kinerja Pemasaran Pada Perusahaan Fast Moving Consumer Goods

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Berdirinya perusahaan-perusahaan baru dalam industri produk konsumsi
cepat saji (Fast Moving Consumer Goods/FMCG ) pada belakangan ini dirasakan
cukup pesat dan semakin kompetitif khususnya pada industri minuman (beverages
companies) produk-produk minuman non alkohol siap minum (Non Alcoholic
Ready to Drink/NARtD ). Tidak semua perusahaan tersebut merupakan perusahaan

industri FMCG baru, melainkan beberapa diantaranya adalah merupakan
perusahaan industri farmasi yang sedang berekspansi dalam industri FMCG.
Seluruh perusahaan tersebut bertujuan sama, yaitu untuk mendapatkan pangsa pasar
(market share) produk NARtD yang saat ini sedang berkembang.

Sumber: Foodreview Indonesia, 2014
Gambar 1. 1 Pasar NARtD Indonesia

Universitas Sumatera Utara

Pesatnya perkembangan industri FMCG ini menimbulkan fenomena
ketatnya persaingan dari setiap perusahaan untuk mempertahankan eksistensi dan

pertumbuhan, sehingga memaksa para pelaku bisnis untuk memiliki kemampuan
memobilisasi semua potensi dan kekuatan yang dimiliki agar dapat bersaing dalam
target pasar yang sama. Selain mampu untuk mengoptimalkan potensi sumberdaya
dan infrastruktur, konsistensi perusahaan untuk melakukan pengamatan terhadap
gejala perubahan iklim kompetisi juga sangat diperlukan. Setiap terjadi perubahan
iklim maka perusahaan dihadapkan pada tantangan untuk mampu menciptakan
serta mengembangkan produk baru dan aktifitas pemasaran yang tepat, sehingga
dapat memastikan bahwa produk tersebut benar-benar dibutuhkan, bernilai dan
mampu dibeli pelanggan. Kondisi inilah yang menyebabkan konsumen sebagai
target harus berhadapan dengan beragam alternatif pembelian dan suasana
persaingan yang ketat.
Munculnya fenomena persaingan yang cukup ketat antar perusahaan
FMCG juga memunculkan fenomena baru lainnya yang berhubungan dengan

model pemasaran yang digunakan untuk mempengaruhi konsumen agar mau
membeli produk yang ditawarkan, karena setiap model pemasaran dibangun
berdasarkan pada hasil kombinasi dari beberapa elemen bauran pemasaran
(marketing mix) yang meliputi promosi, distribusi, dan pelayanan purna jual (after
sales service). Hal ini dinyatakan oleh Borden (1942) bahwa “The list of elements
of the marketing mix in such a visual presentation can be long or short, depending

on how far one wishes to go in his classification and subclassification of the

Universitas Sumatera Utara

marketing procedures and policies with which marketing managements deal when

devising marketing programs”.
Melihat pentingnya peran pemasaran dan distribusi bagi perusahaan
menyebabkan keduanya dihadapkan pada tantangan untuk menentukan bauran
yang terbaik diantara komunikasi, distribusi, dan saluran jasa yang dipakai. Jumlah
variasi atau komposisi bauran yang digunakan untuk menentukan strategi distribusi
tergantung pada prosedur dan kebijakan strategi pemasaran yang ditentukan pada
saat memasuki pasar produk (products market) yakni pasar yang hanya terjadi bila
ada banyak pembeli dengan beragam kebutuhan dan kemampuan untuk membeli
produk (barang atau jasa), dan produk tersebut bisa memenuhi semua kebutuhan
mereka. (Cravens, 2009)
McCarthy dalam Kotler (2012) mengatakan, bahwa variasi aktivitas
pemasaran yang dilakukan dapat dikelompokkan menjadi empat kelompok bauran
pemasaran atau yang disebut dengan the four P’s, yaitu; produk (product), harga
(price), tempat (place) dan promosi (promotion). Salah satu dari keempat kelompok

tersebut yang berkaitan dengan strategi distribusi adalah tempat (place), yang
meliputi saluran (channels), cakupan (coverage), keberagaman (assortments),
lokasi (locations), persediaan (inventory), dan angkutan (transport). Sedangkan
tiga kelompok lainnya lebih tepat digunakan untuk menentukan strategi pemasaran.
Oleh karena itu strategi pemasaran dan strategi distribusi yang tepat sangat
diperlukan untuk dapat memuaskan dan memenuhi kebutuhan konsumen supaya
semua produk yang ditawarkan dapat diterima di pasar dan berdaya saing tinggi,
sehingga para pemasar dan penjual harus memajang, menawarkan, menjual, dan

Universitas Sumatera Utara

mengantarkan seluruh produk kepada para pelanggan melalui pemanfaatan elemen
saluran distribusi langsung dan distribusi tidak langsung.
Bentuk variasi aktivitas pemasaran untuk perusahaan industri/manufaktur
tidak berbeda dengan perusahaan dagang atau jasa, terutama pada saat akan
menentukan strategi pemasaran dan strategi distribusi melalui hasil kombinasi
elemen bauran pemasaran. Bentuk kombinasi tersebut meliputi kombinasi antara
produk, harga, merek, saluran distribusi, kemampuan penjual (personal selling ),
periklanan, promosi, kemasan, pajangan (display), pelayanan, penyajian (physical
handling), fakta-fakta yang ditemukan, dan analisis yang dilakukan. Jadi setiap


keberhasilan yang dicapai pada aktivitas manajemen distribusi tentu akan
mempengaruhi keberhasilan pencapaian manajemen pemasaran, karena tujuan
aktivitas pemasaran untuk berkompetisi dan menjaga eksistensi perusahaan tidak
akan berfungsi optimal tanpa didukung oleh aktivitas distribusi yang baik.
Aktifitas pemasaran dan distribusi yang cukup agresif untuk berkompetisi
mendapatkan konsumen, menghadapi perubahan gaya hidup, dan mengikuti
derasnya pengaruh eksternal, menyebabkan terjadinya fenomena perubahan prilaku
konsumen untuk berbelanja suatu produk. Hal ini terlihat dari perubahan bentuk
keputusan dan komitmen pelanggan untuk bertransaksi dan menggunakan produk,
sehingga perusahaan harus mengamati secara ekstra semua perubahan yang terjadi
sejak proses pemilihan hingga penentuan saluran, ekspansi portofolio produk, serta
pertumbuhan jumlah pelanggan dan konsumen baru. Setiap terjadi penambahan
pelanggan dan konsumen baru maka secara signifikan menambah kompleksitas
pelayanan, sehingga dibutuhkan peningkatan kewaspadaan dan kemampuan

Universitas Sumatera Utara

perusahaan untuk dapat memanfaatkan kondisi tersebut sebagai bahan evaluasi
sistim distribusi atau Routes to Market (RtM).

Gupta dan Rajiv (2010) mengatakan bahwa “having the right RtM strategy
would help consumer-facing businesses gain market share at an optimal cost”.

Sedangkan Raulerson, et al. (2009) mengatakan, “A route is the combination of
resources and activities that take the customer from the beginning to the end of the
sales cycle”. RtM merupakan suatu rute (routes) proses atau metode untuk

menjalankan strategi pemasaran melalui kombinasi aktivitas dan sumberdaya
dalam rangka melayani pelanggan sesuai dengan siklus penjualan agar menjadi
efektif dan efisien. Secara umum rute (routes) didefinisikan sebagai penentuan atau
penetapan jalur antara dua titik atau posisi, yakni dari sumber ke tujuan atau dari
titik awal ke titik terakhir.
Raulerson, et al. (2009) mengatakan, “RTM can help product-driven
companies develop a customer focus and make the right decisions about which
customers to pursue and how to succeed with them. RTM can help market-driven
companies optimize their customer-facing resources (marketing, sales, and
services) to best achieve their goals.”
Jadi RtM dapat membantu produk unggulan perusahaan berkembang
menjadi pusat perhatian dan pilihan yang tepat bagi pelanggan agar mereka
berhasil. Selain itu juga RtM dapat membantu pasar unggulan perusahaan merasa

optimis dengan kemampuan sumberdaya (pemasaran, penjualan, dan pelayanan)
untuk menghadapi pelanggan berhasil mencapai tujuan mereka dengan baik.
Menurut Navaro, et al. (2010) bahwa, “a Consumer Package Goods
(CPG) company’s routes to market encompass three major activity types:
1. Growing activities are the work of establishing and expanding customer
accounts.
2. Sustaining activities are the work of servicing and maintaining customer
accounts.

Universitas Sumatera Utara

3. Value-adding activities are the work of brand building and enhancing the
customer experience at the point of sale.

Kesulitan yang sering dihadapi oleh perusahaan FMCG adalah memilih
dan menentukan model distribusi yang akan digunakan supaya distribusi produk
menjadi lebih efektif, efisien, dan tidak mengurangi kualitas produk ataupun
layanan yang akan dikonsumsi ataupun digunakan konsumen. Hal ini menyebabkan
terjadi fenomena penggunaan jasa provider atau pihak ketiga oleh perusahaan
FMCG untuk memasarkan dan menjual semua produk mereka.Walaupun kondisi


ini terlihat efektif namun tidak efisien, karena perusahaan masih harus
mengeluarkan sejumlah biaya tambahan berupa diskon dan ongkos jasa
(management fee) untuk provider tersebut. Selain itu juga pelayanan yang diberikan
dan dirasakan pelanggan menjadi berkurang dibandingkan saat dilayani secara
langsung oleh perusahaan. Jadi peran RtM sangat diperlukan untuk merancang cara
menjual dan melayani pelanggan (customers) serta mitra dagang (trade accounts),
supaya semua indikator kinerja pemasaran dapat dicapai sesuai dengan harapan.
Fenomena-fenomena yang terjadi di atas juga dialami oleh Coca-Cola
Amatil Indonesia (CCAI) sebagai perusahaan afiliasi dari Coca-Cola Amatil (CCA)
- Australia yang merupakan pemegang lisensi terbesar untuk memproduksi dan
mendistribusikan produk-produk minuman ringan berkarbonasi (carbonated
softdrink/CSD ) dan non-karbonasi (non-carbonated softdrink/Non CSD ) yang

berada dibawah naungan dan pengawasan dari The Coca-Cola Company (TCCC) –
Amerika dengan brand utama Coca-Cola dan seluruh variasi brand produk
minuman lainnya seperti Sprite, Fanta, Frestea, Ades, Aquarius, Powerade,
Isotonic, Nutriboost, dan Minute Maid.

Universitas Sumatera Utara


CCAI menggunakan RtM sebagai bentuk aktivitas strategis untuk
meningkatkan kinerja bisnis disetiap negara dimana perusahaan ini beroperasi dan
mengantisipasi iklim persaingan yang ketat supaya tetap eksis dan bertumbuh
dalam industri minuman. Penerapan model RtM ini dilakukan karena perusahaan
menyadari bahwa perkembangan jaman, persaingan yang ketat, dan perubahan
perilaku konsumen untuk membeli produk NARtD , sehingga memaksa perusahaan
untuk merubah dan menyesuaikan strategi supaya tidak tersaingi dan mampu
memenuhi semua kebutuhan dan keinginan pasar. Perubahan RtM tersebut
dilakukan pada tahun 2011 untuk meningkatkan pertumbuhan penjualan, efisiensi,
dan efektifitas sistim distribusi sebagai indikator penting dalam kinerja pemasaran.
CCAI unit Operasi Sumatera Bagian Utara (CCAI Ops SUMBAGUT)
sebagai salah satu pabrik milik CCA yang beroperasi untuk memenuhi kebutuhan
dan melayani pelanggan yang berada di propinsi Nangroe Aceh Darussalam
(NAD), Sumatera Utara, Sumatera Barat, Riau dan Kepulauan Riau akan menjadi
fokus pada penelitian ini. CCAI Ops SUMBAGUT melakukan perubahan RtM
sejak tahun 2011 untuk meningkatkan pertumbuhan volume penjualan, efisiensi dan
efektifitas sistim distribusi yang merupakan indikator penting kinerja pemasaran.
Model RtM yang diaplikasikan sebelumnya adalah penjualan langsung
(direct selling) dengan menggunakan penjual canvasser , dan pre-seller (PS).

Pesanan PS akan diantarkan oleh deliveryman/DM dalam waktu 1 x 24 jam.
Sedangkan pelayanan distribusi produk untuk area perkotaan yang padat penduduk
(urban area ), pinggiran kota (rural), dan luar kota yang jauh (remote area ),
dilakukan secara tidak langsung (indirect selling) dengan menggunakan jasa mitra

Universitas Sumatera Utara

dagang (provider ) yang ditunjuk dan dikontrak oleh CCAI atau disebut dengan
MTP (Managed Third Party) dan AMC (Area Marketing Contractor ).
Saat ini sistim distribusi langsung tetap digunakan pada model RtM yang baru,
tetapi dilakukan oleh sales representative/SR yang bertindak sebagai pencari dan
pencatat pesanan (order making). Produk pesanan tersebut akan diantarkan oleh
DM CCAI dalam waktu 2 x 24 jam, dan pengiriman pesanan untuk pelanggan di
area rural, urban, dan remote akan dilakukan oleh DM mitra dagang yang ditunjuk
dan dikontrak oleh CCAI yang disebut ADP (Area Distribution Partner ) dan
CCOD (Coca-Cola Official Distributor ). Aplikasi model RtM yang digunakan saat
ini terlihat seperti pada gambar berikut:

Sumber: CCAI, 2014
Gambar 1. 2 Model Routes to Market CCAI

Kecenderungan penjualan (sales trend) sejak tahun 2011 hingga tahun
2014 pada saat sebelum dan sesudah perubahan RtM terlihat pada Gambar 1.3
berikut:

Universitas Sumatera Utara

Sumber: CCAI, 2014
Gambar 1. 3 Grafik Kecenderungan Penjualan Bulanan CCAI
Dari Gambar 1.3 terlihat ada pergerakan volume penjualan yang cenderung
menaik mulai dari sebelum hingga setelah dilakukan perubahan RtM, namun jika
dilihat pergerakan secara bulan per bulan ternyata cukup berfluktuatif dan belum
sesuai dengan harapan. Hal ini memunculkan anggapan bahwa ada rencana
penjualan atau distribusi yang belum baik atau cara melaksanakannya tidak tepat,
selain itu rasio pencapaian target (Achievement Ratio/AR) tahun 2014 hanya 90%.
Fenomena ini memberi kesan bahwa proses perubahan RtM yang dilakukan masih
belum tepat ataupun tidak lengkap, sehingga perlu ada perhatian khusus terhadap
semua proses yang dilakukan dan perbaikan prosedur yang telah dibuat agar hasil
yang diperoleh bisa memuaskan dan sesuai dengan harapan.
Tidak hanya fenomena volume penjualan yang belum tercapai sesuai target
pasca perubahan RtM, tetapi ada fenomena lainnya yang juga muncul yaitu indikasi

penurunan kualitas batas pelayanan (service level) seperti yang ditunjukkan dalam
laporan distribusi pengantaran produk pada Tabel 1.1 berikut:

Universitas Sumatera Utara

Tabel 1. 1 Laporan Realisasi Pengantaran Produk
Volume Breakdown
('000 unit case)

Actual 2014
Total

%

OoS
DIFOTAI
Sales

14,636 7%
6,094 3%
188,123 90%

Expected Order

208,854

Std
%
0%
3%
97%
100%

Modern
Trade

%

General
Trade

%

6,993 10%
3,361 5%
63,196 86%

7,643 6%
2,733 2%
124,927 92%

73,550

135,304

Sumber : Data sekunder, 2014
Rasio kehabisan produk (Out of Stocks/OoS), rasio pembatalan dan
penolakan pesanan (Delivered in Full on Time Accurately Invoiced/DIFOTAI), dan
rasio realisasi penjualan dari total pesanan yang tercatat pada Tabel 1.1 adalah
indikator-indikator yang digunakan CCAI untuk mengukur tingkat kualitas
pelayanan dan kepercayaan pelanggan. Dari angka-angka tersebut terlihat bahwa
dari jumlah pesanan yang diharapkan (expected order ) sebesar 208.854 ribu unit
case/uc (1 uc = 8 Oz = 236.59 ml), ternyata hanya 90% yang benar-benar diakui

menjadi penjualan (sales) atau yang telah terantar ke pemesan (outlet). Sedangkan
sisanya sebesar 10% adalah merupakan kehilangan penjualan (loss sales) dengan
beberapa kemungkinan penyebab, yakni: kehabisan persediaan produk atau stok
(OoS), penolakan oleh pelanggan karena tidak sesuai pesanan (products cancel),
kekurangan atau kerusakan armada sehingga produk tidak terantar (DIFOTAI),
yang mana semua ini seharusnya tidak boleh terjadi karena sebelumnya telah
diperkirakan dan diperhitungkan pada saat melakukan perubahan RtM.
Dari informasi yang ada pada Gambar 1.3 dan Tabel 1.1 dapat dijelaskan
bahwa selama dilakukannya penerapan RtM yang baru telah terjadi penurunan
kualitas pelayanan yang ditunjukkan dengan angka DIFOTAI > 0% sehingga

Universitas Sumatera Utara

berdampak pada penurunan komitmen dan kepercayaan dari komponen saluran
distribusi untuk bertransaksi, dan pada akhirnya akan mempengaruhi kinerja
pemasaran. Dalam hal ini perusahaan tidak boleh mengabaikannya karena kondisi
tersebut dapat mempengaruhi seluruh aktifitas pemasaran dan distribusi yang
dilakukan sejak dari produsen ke outlet (selling-in) dan dari outlet hingga ke
konsumen (selling-out). Oleh karena itu diperlukan penelitian lebih lanjut tentang
pengaruh perubahan RtM terhadap distribusi selling-in dan selling-out sebagai
indikator kinerja pemasaran, agar perusahaan memiliki daya saing yang tinggi dan
sulit ditiru oleh kompetitor.
2.1 Perumusan Masalah
Semua fenomena yang terjadi pada industri FMCG adalah bersifat internal
dan external perusahaan. Secara internal tentu CCAI sebagai pemilik kebijakan
harus mampu membuat keputusan yang dapat mendorong kembalinya tingkat
kepercayaan dan komitmen pelanggan, sedangkan penelitian ini mencoba melihat
permasalahan yang terjadi diluar (external) perusahaan karena sulit diawasi tetapi
bisa dikendalikan oleh nama besar CCAI dan produk merek Coca-Cola.
Jadi permasalahan yang akan diteliti dalam penelitian ini adalah:
1. Bagaimana pengaruh perubahan RtM dalam strategi distribusi?
2. Bagaimana pengaruh strategi distribusi setelah perubahan RtM terhadap kinerja
pemasaran?
1.3 Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui dan
menganalisis sejauh mana pengaruh perubahan RtM terhadap strategi distribusi, dan

Universitas Sumatera Utara

bagaimana pengaruh strategi distribusi setelah perubahan RtM terhadap kinerja
pemasaran.
1.4 Manfaat Penelitian
Ada beberapa manfaat yang diperoleh dari penelitian ini, yaitu:
1. Sebagai bahan masukan bagi manajemen perusahaan industry dan distribusi
FMCG untuk memperhatikan faktor-faktor kesiapan dan kebijakan pada saat

menggunakan RtM sebagai metode untuk membangun strategi distribusi yang
dapat mendorong tercapainya kinerja pemasaran yang baik dengan tingkat
pertumbuhan penjualan yang tinggi.
2. Sebagai bahan pengetahuan dan referensi bagi penelitian berikutnya serta
pengembangan ilmu pengetahuan pada umumnya dan bidang konsentrasi
manajemen strategik khususnya.

Universitas Sumatera Utara