Analisis Psikologis Tokoh Utama Arisa Morishige Dalam Komik “Limit” Karya Keiko Suenobu Keiko Suenobu No “Limit” No Manga Ni Okeru Arisa Morishige To Iu Shuujinkou No Shinrigakutekina Bunseki

BAB II

TINJAUAN UMUM TERHADAP KOMIK LIMIT DAN TEORI KOGNISI DEPRESI
AARON BECK

2.1. Konsep Komik

2.1.1. Defenisi Komik

Komik adalah suatu bentuk seni yang menggunakan gambar-gambar tidak bergerak yang
disusun sedemikian rupa sehingga membentuk jalinan cerita. Biasanya, komik dicetak di atas
kertas dan dilengkapi dengan teks. Komik dapat diterbitkan dalam berbagai bentuk, mulai dari
strip dalam Koran, dimuat dalam majalah, hingga berbentuk buku sendiri.
Dalam

(http://www.lontar.ui.ac.id/Metafora.dalam-Bibliografi.pdf).

Menurut

Scott


McCloud bahwa komik merupakan gambar yang menyampaikan informasi atau menghasilkan
respon estetik pada yang melihatnya. Dapat dikatakan, komik sebagai produk budaya karena
dibuat atas dasar kreasi yang dipersentasikan secara visual.
Pada tahun 1996, Will Eisner menerbitkan buku Graphic Storytelling, dimana ia
mendefinisikan komik sebagai tatanan gambar dan balon kata yang berurutan, dalam sebuah
buku komik. Sebelumnya, ditahun 1986 dalam buku Comics and Sequential Art, Eisner
mendefinisikan teknis dan struktur komik sebagai sequential art yaitu susunan gambar dan katakata untuk menceritakan sesuatu atau mendramatisasi suatu ide.

Universitas Sumatera Utara

Di Jepang komik disebut dengan manga. Perkembangan manga di Jepang tergolong
sangat pesat karena ternyata keberadaannya banyak diminati semua kalangan masyarakat
ditambah lagi manga juga memiliki berbagai jenis genre veriatif dan menarik untuk beragam
orang.
Komik merupakan suatu bentuk karya seni yang memilik unsur dalam penciptaannya.
Unsur-unsur yang terdapat dalam komik adalah unsur intrinsik dan unsur ekstrinsuk. Menurut
Nurgiyantoro (1995 : 23), unsur intrinsik adalah unsur-unsur yang membangun karya sastra itu
sendiri. Unsur intrinsik sebuah komik adalah unsur-unsur yang secara langsung turut serta
membangun cerita. Unsur intrinsik dalam sebuah komik meliputi tema, alur, latar, penokohan,
sudut pandang penokohan, dan lain-lain.


a. Tema
Tema adalah pokok pikiran atau persoalan yang hendak disampaikan oleh pengarang
kepada pembaca melalui jalinan sebuah cerita yang dibuatnya (Aminuddin, 2000 : 88). Kata
tema sering disamakan dengan pengertian topik, padahal kedua istilah tersebut mengandung
pengertian yang berbeda. Topik dalam suatu tulisan atau karangan berarti pokok pembicaraan,
sedangkan tema itu tercakup persoalan dan tujuan atau amanat pengarang kepada pembaca.
Berdasarkan

pengertian di atas, tema yang diangkat dalam komik “LIMIT” adalah

mengenai seorang anak yang bernama Arisa yang ingin membalaskan dendam pada teman
sekelasnya yang kerap kali membulli nya di kelas.

Universitas Sumatera Utara

b. Alur (Plot)
Alur atau plot adalah jalan cerita yang berupa peristiwa-peristiwa yang disusun satu persatu
dan saling berkaitan menurut hukum sebab akibat dari awal sampai akhir (Aminuddin, 2000:89).
Alur atau plot merupakan suatu rangkaian kejadian dalam cerita yang disusun untuk menandai

urutan bagian-bagian dalam keseluruhan fiksi. Dengan demikian alur itu merupakan perpaduan
unsur-unsur yang membangun cerita sehingga merupakan kerangka utama cerita. Menurut
Aminuddin (2000:90) pada umumnya alur pada cerita prosa fiksi disusun berdasarkan urutan
sebagai berikut:
1. Perkenalan, pada bagian ini pengarang menggambarkan situasi dan memperkenalkan
tokoh- tokohnya.
2. Pertikaian, pada bagian ini pengarang mulai menampilkan pertikaian yang dialami sang
tokoh.
3. Perumitan, pada bagian ini pertikaian semakin hebat.
4. Klimaks, pada bagian ini puncak perumitan mulai muncul.
5. Peleraian, pada bagian ini persoalan demi persoalan mulai terpecahkan.

Menurut susunannya, alur terbagi dalam dua jenis yaitu alur maju dan alur mundur. Alur
maju adalah alur yang susunannya mulai dari peristiwa pertama, peristiwa kedua, ketiga dan
seterusnya sampai cerita itu berakhir. Sedangkan alur mundur adalah alur yang susunannya
dimulai dari peristiwa terakhir kemudian kembali ke peristiwa pertama.

Universitas Sumatera Utara

Berdasarkan uraian di atas, alur dalam komik “LIMIT” adalah komik yang menggunakan

alur maju, karena peristiwa-peristiwa yang terjadi dalam komik tersebut dimulai saat tokoh Arisa
Morishige duduk dibangku SMA dan kerap kali mengalami pembullyan hingga saat terjadinya
kecelakaan dan Arisa melakukan pembalasan dendam terhada teman-temannya.

c.

Latar (setting)
Latar atau setting adalah penggambaran situasi, tempat, dan waktu serta suasana

terjadinya peristiwa (Aminuddin, 2000:94). Latar atau setting yang disebut juga sebagai landasan
tempat, hubungan, waktu, dan lingkungan sosial tempat terjadinya peristiwa-peristiwa yang
diceritakan (Abrams dalam Nurgyantoro, 1995:216).
Keadaan masyarakat pada komik LIMIT ini adalah keadaan masyarakat yang tidak
perduli akan lingkungan dan suka membagi-bagi kelas kelas masyarakat antara si pintar dengan
si bodoh dan antara si cantik dengan si jelek. Keadaan masyarakat disini mengatakan bahwa
yang jelek dan bodoh merupakan orang yang tidak berguna dan tidak diinginkan.

d. Penokohan
Penokohan adalah bagaimana pengarang menampilkan tokoh-tokoh dalam ceritanya dan
bagaimana tokoh-tokoh tersebut (Aminuddin, 2000:92). Tokoh dalam karya fiksi tidak hanya

berfungsi untuk memainkan cerita, tetapi juga berperan untuk menyampaikan ide, motif, plot dan
tema, tokoh juga menepati posisi strategis sebagai pembawa dan menyampaikan pesan, amanat,
moral atau sesuatu yang sengaja ingin disampaikan kepada pembaca.

Universitas Sumatera Utara

Keberhasilan pengarang menyajikan cerita rekaan atau fiksinya tercermin melalui
pengungkapan setiap unsur cerita tersebut. Rupa, pribadi dan watak sang tokoh harus tergambar
sedemikian rupa sehingga dapat diterima oleh khalayak ramai.
Pengarang melukiskan tokoh melalui imajinasi atau fantasinya dengan cara berikut ini:
1. Pengarang melukiskan secara langsung bentuk lahir tokoh, misalnya raut wajah, kepala,
rambut dan ukuran tubuh.
2. Pengarang melukiskan jalan pikiran tokoh atau apa yang terlintas dalam pikirannya.
3. Pengarang melukiskan reaksi tokoh terhadap suatu kejadian.
4. Pengarang melukiskan keadaan sekitar tokoh, misalnya keadaan kamar dan

pekarangan

rumah tokoh.
5. Pengarang menggambarkan pandangan seorang terhadap tokoh lain, misalnya tokoh yang

dilukiskannya berwatak keras, sabar atau suka menolong.
6. Pengarang menciptakan percakapan (dialog) antartokoh tentang pribadi tokoh lain, misalnya
tokoh utama.
Penokohan dalam komik “LIMIT” adalah tokoh utama yang jelek, bodoh, dan kerap kali
mengalami perlakuan tidak menyenangkan dari para teman-teman sekelasnya. Terdapat enam
tokoh dalam komik ini yaitu Arisa Morishige, Mizuki Konno, Haru Ichinose, Chieko Kamiya,
Chikage Usui dan Haruaki Hinata, sedangkan tokoh tambahan lainnya Sakura Himezawa (ratu
kelas).

Universitas Sumatera Utara

e. Sudut Pandang
Sudut pandang adalah kedudukan atau posisi pengarang dalam cerita tersebut
(Aminuddin, 2000:96). Dengan kata lain posisi pengarang menepatkan dirinya dalam cerita
tersebut, dari titik pandang ini pulalah pembaca mengikuti jalan ceritanya dan memahami
temanya. Terdapat beberapa jenis sudut pandang, yaitu:
1. Pengarang sebagai tokoh utama. Sering juga posisi yang demikian disebut sudut pandang
orang pertama aktif. Disini pengarang menuturkan dirinya sendiri.
2. Pengarang sebagai tokoh bawahan atau sampingan. Pengarang ikut melibatkan diri dalam
cerita, akan tetapi ia mengangkat tokoh utama. Dalam posisi yang demikian itu sering disebut

sudut pandang orang pertama pasif.
3. Pengarang hanya sebagai pengamat yang berada diluar cerita. Pengarang menceritakan orang
lain dalam segala hal.
Dalam hal ini, sudut pandang Keiko Suenobu dalam komik “LIMIT” hanya sebagai
seorang pengarang yang menceritakan orang lain dalam segala hal. Keiko Suenobu sebagai
pengarang yang hanya menjadi pengamat yang berada diluar cerita.
Sedangkan unsur ekstrinsik adalah unsur yang berada diluar karya sastra itu, tetapi secara
tidak langsung mempengaruhi bangunan atau sistem organisme karya sastra (Nurgiyantoro
1995:23). Unsur ekstrinsik merupakan unsur luar sastra yang mempengaruhi penciptaan karya
sastra. Unsur tersebut meliputi latar belakang pengarang, keyakinan dan pandangan hidup
pengarang, adat istiadat yang berlaku, situasi politik, persoalan sejarah, ekonomi dan
pengetahuan agama.
Unsur ini mencangkup berbagai aspek kehidupan sosial yang tampaknya menjadi latar
belakang penyampaian amanat dan tema. Selain unsur-unsur yang datang dari luar diri

Universitas Sumatera Utara

pengarang, hal-hal yang sudah ada dan melekat pada kehidupan pengarang pun cukup besar
pengaruhnya terhadap terciptanya suatu karya sastra


2.1.2. Setting Cerita Komik LIMIT
Menurut Soemardjo (1988:75-76) setting dalam cerita bukan hanya sekedar background,
artinya bukan hanya menunjukkan tempat kejadian dan kapan terjadinya tetapi juga sangat erat
dengan karakter, tema dan suasana cerita. Dalam suatu cerita yang baik, setting harus mutlak
untuk menggarap tema dan karakter cerita. Jadi jelas bahwa pemilihan setting dapat membentuk
tema dan plot tertentu.
Latar memberikan pijakan cerita secara pasti dan jelas. Hal ini penting untuk memberikan
kesan realistis kepada pembaca, menciptakan suasana tertentu yang seolah sungguh-sungguh ada
dan terjadi. Pembaca dengan demikian merasa dipermudah untuk menggunakan daya
imajinasinya, disamping dimungkinkan untuk berperan serta secara kritis sehubungan dengan
pengetahuan tentang latar. Unsur latar dapat dibedakan yaitu latar tempat, dan latar waktu.
Unsur itu walau masing-masing menawarkan permasalahan yang berbeda dan dapat
dibicarakan secara sendiri, pada kenyataannya saling berkaitan dan saling mempengaruhi satu
dengan yang lainnya (Nurgiyantoro,1995:227).

1.Latar Tempat
Latar tempat menyaran pada lokasi tempat terjadinya peristiwa yang diceritakan dalam
sebuah karya sastra fiksi. Unsur tempat yang dipergunakan mungkin berupa tempat-tempat

Universitas Sumatera Utara


dengan nama tertentu, inisial tertentu, mungkin lokasi tertentu tanpa nama jelas. Penggunaan
latar tempat dengan nama-nama tertentu haruslah mencerminkan, atau tidak bertentangan dengan
sifat dan keadaan geografis tempat yang bersangkutan.
Deskripsi tempat secara teliti dan realistis ini penting untuk mengesani pembaca seolaholah hal yang diceritakan itu sungguh-sungguh ada dan terjadi yaitu di tempat dan waktu seperti
yang diceritakan. Adapun latar tempat terjadinya peristiwa dalam komik “LIMIT” adalah di
Tokyo. Peristiwa-peristiwa tersebut terjadi di tempat-tempat seperti di sekolah, di bus, di hutan
dan di rumah.

2. Latar Waktu
Menurur Nurgiyantoro (1995:230), latar waktu berhubungan dengan masalah kapan
terjadinya peristiwa yang diceritakan dalam sebuah karya sastra fiksi. Masalah “kapan” tersebut
biasanya dihubungkan dengan waktu faktual. Latar waktu juga harus dikaitkan dengan latar
tempat dan latar sosial sebab pada kenyataannya memang saling berkaitan. Latar waktu dalam
komik “LIMIT” ini dilihat dari tokoh Arisa Morisige dimasa SMA.

2.2. Budaya Ijime Dalam Masyarakat Jepang
Kata ijimeru

artinya adalah sebagai tindakan mengusik, menggoda, menganiaya dan


menyakiti (http://puramoz.blogspot.com/2013/12/pengertian-ijime-dan-konsep-ijime.html.) Kata
tersebut kemudian berkembang menjadi sebuah istilah sosial yang digunakan untuk
menggambarkan salah satu bentuk tindakan penganiayaan yang terjadi dalam masyarakat Jepang.

Universitas Sumatera Utara

Ijime biasanya terjadi di dalam konteks sekolah, berhubungan dengan teman sebaya baik pelaku
maupun korbannya.
Berbeda dengan tindakan agresif lain yang melibatkan serangan yang dilakukan hanya
dalam satu kali kesempatan dan dalam waktu yang pendek. Ijime biasanya terjadi secara
berkelanjutan selama jangka waktu yang cukup lama, sehingga korban secara terus-menerus
berada dalam keadaan cemas dan terintimidasi. Ijime dapat berbentuk tindakan langsung maupun
tindakan tidak langsung. Ijime langsung mencakup pelecehan fisik terhadap korbannya,
sementara ijime tidak langsung terdiri atas berbagai strategi yang menyebabkan targetnya
terasing dan terkucil secara sosial.
Para sosiolog Jepang secara sederhana mendefinisikan ijime sebagai tindakan
penganiayaan yang terjadi di dalam kelompok masyarakat Jepang. Definisi inilah yang membuat
masyarakat sering menyamakan ijime dengan tindakan bullying yang kerap terjadi di negaranegara barat. Kata bullying, yang juga memiliki arti sebagai tindakan menganiaya, tidak
memberikan batasan yang jelas mengenai bentuk penganiayaan yang dilakukan sehingga

tindakan bullying di negara-negara barat umumnya mengacu pada segala bentuk tindakan yang
bertujuan untuk menyiksa fisik korban.
Definisi

ijime

yang

dikemukakan

oleh

Morita

(schoolcounselorindonesis.blogspot.com.es/2011/11/konsep-seputar-bullying-olehesyaanesty.html?m=1) memberikan penekanan pada ide posisi dominan yang berkaitan erat
dengan interaksi di dalam satu grup yang sama. Hal ini berarti korban dan pelaku memiliki
hubungan kekerabatan yang dekat. Korban ijime bisa saja orang-orang yang berada dalam kelas
yang sama, lingkungan pekerjaan yang sama, bahkan tidak jarang masih merupakan anggota

Universitas Sumatera Utara

keluarga si pelaku. Yang menjadi perbedaan yang mencolok antara korban dan pelaku adalah
pelaku memiliki posisi yang lebih berkuasa dibandingkan korban. Dominasi kekuasaan itu
seolah-olah membuat si pelaku berhak untuk melakukan ijime terhadap orang lain yang tidak
disukainya.
Hal kedua yang membedakan ijime dengan bullying adalah sasaran utama dari tindakan
ijime bukanlah fisik melainkan mental korban. Inilah yang menjadi karakteristik dari ijime di
Jepang. Tujuan dari tindakan ijime adalah untuk menjatuhkan mental korban, membuat korban
merasa rendah diri dan tidak pantas berada di dalam suatu kelompok yang sama dengan si pelaku.
Taki (2001:56) menyatakan bahwa berdasarkan hasil survey yang dilakukan peneliti Jepang
banyak disebutkan bahwa ijime dapat terjadi kapanpun, di sekolah manapun, dan di antara anakanak manapun. Survey tersebut menyatakan bahwa ijime tidak dipertimbangkan sebagai tingkah
laku spesifik seorang anak yang “luar biasa” dengan latar belakang yang problematik tetapi
sebagai seorang anak yang biasa.
Yang melakukan ijime bukan hanya anak-anak yang memiliki latar belakang yang
berbeda namun anak-anak biasa yang dengan latar belakang baik dan tidak pernah mendapat
perlakuan tidak baik pun bisa melakukan ijime.

Universitas Sumatera Utara

2.3. Biografi Pengarang
Biografi yaitu uraian tentang kehidupan seseorang, baik orang itu masih hidup atau sudah
meninggal. Biografi berisi tentang perjalanan hidup tokoh tersebut, kehidupan seorang tokoh,
deskripsi kegiatan dan prestasi tokoh tersebut, ekspresi tokoh tersebut, serta pandangan tokoh
tersebut. Biografi dalam bahasa Indonesia berarti riwayat hidup seseorang. Dalam biografi
seorang tokoh biasanya banyak ditemukan suatu pelajaran yang dapat dipakai dalam kehidupan
sehari-hari. Tujuan dari penulisan biografi ini adalah agar pembaca dan penulis dapat
mengetahui perjalanan hidup seseorang yang dibaca, dapat meneladani dan mengambil pelajaran
dari seseorang untuk dipakai dalam kehidupam sehari-harinya, dapat memberikan sesuatu yang
berharga pada diri penulis dan pembaca setelah membacanya, serta penulis dan pembaca dapat
meniru cara bagaimana tokoh tersebut sukses (biografi.blogspot.com.es/2009/12/pengertianbiografi.html)
Keiko Suenobu adalah seorang penulis, artis dan seorang mangaka, Keiko Suenobo
sudah memiliki banyak karya, yang semua karya nya tersebut sangat laku dipasaran di kalangan
pencinta manga, karya-karya nya antara lain :
1. Vitamin (2001)
2. Namida Hyakuman Tsubu (2001)
3. Kandou no Junai (2001)
4. life (2002)
5. Happy Tommorow (2003)
6. Limit (2009)

Universitas Sumatera Utara

Keiko Suenobo seorang wanita kelahiran Fukuoka, Jepang pada 23 maret 1979. Sepanjang
karirnya sebagai mangaka Keiko sudah banyak mendapatkan penghargaan atas karya-karyanya,
diantaranya memenangkan Kondansha Manga Award sebagai Shojo terbaik. Dan beberapa
diantara karyanya sudah di filmkan, dan semua film tersebut sangat laris dipasaran, dan juga
banyak mendapatkan penghargaan di Jepang.

2.4. Kognisi Depresi Aaron Beck
Manusia sebagai makhluk hidup yang berakal akan selalu menemukan masalah dalam
hidupnya dan semua masalah yang dihadapin memiliki jalan keluar. Dalam proses menemukan
jalan keluar tersebut seringkali manusia mengalami “depresi” yang tanpa disadari sering dialami
dalam menjalani kehidupan sehari-hari.
Secara sederhana dapat dikatakan bahwa depresi adalah suatu pengalaman yang
menyakitkan ataupun suatu perasaan tidak ada harapan lagi. Aaron Beck dalam Hadi Pranowo
(2004:15) menyimpulkan bahwa depresi adalah suatu perasaan sendu atau sedih yang biasanya
disertai dengan diperlambatnya gerak dan fungsi tubuh. Mulai dari perasaan murung sedikit
sampai pada keadaan tak berdaya.
Seorang psikiater bernama Enos D. Martin dalam Wilkinson (1995:24) menyebutkan ada
tiga jenis depresi:
1. Normal Grief Reaction (rasa sedih sebagai reaksi normal atas suatu ‘kehilangan’). Jenis ini
juga disebut depresi exogenous (depresi raktif). Depresi ini terjadi karena faktor dari dalam
dirinya umumnya sebagai reaksi dari ‘kehilangan’ sesuatu atau seseorang, misalnya pension,
kematian seseorang yang sangat dikasihi, dll.

Universitas Sumatera Utara

2. Endogenous Depression. Penyebabnya datang dari dalam tetapi belum jelas. Bisa karena
gangguan hormon, gangguan kimia dalam otak atau susunan saraf.
3. Neurotic Depression (depresi neurotik). Depresi pada tahap ini terjadi apabila depresi reaktif
tidak terselesaikan secara baik dan tuntas. Depresi ini merupakan respon terhadap stress dan
kecemasan yang telah ditimbun untuk waktu yang lama.
Aaron Beck dalam Hadi (2004:32) dikatakan untuk menemukan penyebab depresi
kadang-kadang sulit sekali karena ada sejumlah penyebab dan mungkin beberapa diantaranya
bekerja pada saat yang sama. Namun dari sekian banyak penyebab dapatlah dirangkumkan
sebagai berikut:
1. Karena kehilangan. Kehilangan merupakan faktor utama yang mendasari depresi. Archibald
Hart menyebutkan empat macam kehilangan: pertama, kehilangan abstrak yaitu kehilangan
harga diri, kasih sayang, harapan atau ambisi. Kedua, kehilangan suatu yang konkrit
misalnya rumah, mobil, orang atau bahkan binatang kesayangan. Ketiga, kehilangan hal yang
bersifat khayal, tanpa fakta mungkin tapi ia merasa tidak disukai atau dipergunjingkan orang.
Keempat, kehilangan sesuatu yang belum tentu hilang misalnya menunggu hasil tes
kesehatan atau menunggu hasil tes ujian.
2. Reaksi terhadap stress. 85% depresi ditimbulkan oleh stress dalam hidup.
3. Terlalu lelah atau capek. Karena terjadi pengurasan tenaga baik secara fisik mkaupun emosi.
4. Mendapat perilaku yang kurang menyenangkan dari lingkungan.
Pada umumnya penderita depresi dapat dikenali melalui beberapa gejala, misalnya:
1. Secara fisik mereka memiliki beberapa gangguan seperti: gerakan jadi lamban, tidur tidak
nyenyak, nafsu makan menurun atau bahkan meningkat, gairah seksual menurun bahkan bisa

Universitas Sumatera Utara

hilang sama sekali. Pusing, mulut kering, jantung berdebar cepat biasanya menyertai
penderita ini.
2. Kehilangan perspektif dalam hidupnya. Pandangannya terhadap hidup, pekerjaan dan
keluarga menjadi kabur. Aaron Beck menggambarkan hal ini sebagai “tiga kognisi”. Pertama,
terhadap dunia: cenderung melihat kekalahan, kerugian dan penghinaan. Kedua, terhadap diri
sendiri: menganggap diri kurang baik, tidak layak dan tidak berharga. Ketiga, terhadap masa
depan: penuh dengan kesukaran, frustasi dan kerugian.
3. Perasaan yang berubah-ubah dan sulit dikendalikan. Berbagai perasaan seperti putus asa,
kehilangan harapan, sedih, cemas, rasa bersalah, apatis, marah dan sering muncul tak
menentu dan menciptakan suasana hampa dan mati.
4. Beberapa gejala psikologis seperti kehilangan harga diri, menjauhkan diri dari masalah atau
hidupnya sendiri bahkan menjadi peka secara berlebihan sering dialami oleh mereka yang
mengalami depresi.
5. Pikiran dilusi. Pada depresi yang sangat parah muncul pikiran-pikiran dilusi yang bisa
merugikan, misalnya “orang akan bunuh saya” atau “seseorang akan meracuni saya”.
Wilkinson (1995:26) mengatakan banyak orang beranggapan bahwa pikiran yang sedih
lebih merupakan akibat dari penyebab satu depresi. Namun, baru-baru ini telah dikemukakan
bahwa gagasan itu sendiri (kognisi depresif) yang merupakan penyebab utama depresi, atau yang
memperburuk keadaan dan memelihara kondisi tersebut. Jadi, seseorang yang mempunyai
pandangan negatif terhadap dirinya, dunia, dan masa depan kemungkinan lebih mudah menderita
penyakit depresi daripada orang yang mempunyai pandangan lebih positif.
Kognitif depresi dapat dibagi menjadi tiga yaitu:

Universitas Sumatera Utara

1. Pikiran, misalnya “ saya telah gagal membahagiakan orang tua saya”. “saya akan
membalaskan dendam saya”
2. Harapan, misalnya “ saya tidak bahagia hidup didunia, kecuali aku mempunyai keluarga
yang damai”.
3. Distosi, misalnya menarik kesimpulan tanpa ada bukti “tidak ada gunanya aku pulang karena
tidak ada yang mengharapkan aku selamat”.

Dalam

(http://scribd.com/com/doc/49313688/PENDEKATAN-TERAPI-KONITIF.html)

Aaron Beck juga menghubungkan perkembangan depresi dengan adopsi dari cara berpikir secara
negatif.
Konsep ini dikenal juga dengan aspek segitiga, aspek segitiga tersebut adalah:

A. Pandangan Negatif Tentang Diri Sendiri
Memandang sendiri sebagai tidak berharga, penuh kekurangan, tidak dapat dicintai, tidak
dapat diharapkan, dan kurang memiliki keterampilan yang dibutuhkan untuk mencapai
kebahagiaan. Dan selalu mengaggap diri sendiri tidak mampu dan tidak bisa menyelesaikan
apapun juga, menganggap diri tidak mampu membawa dampak positif bagi dirinya, orang tua
dan lingkungannya, selalu menganggap diri tidak berharga dan tidak bisa merasa bahagia dan
menganggap dirinya tidak diperlukan dan dibutuhkan lagi oleh siapapun.

Universitas Sumatera Utara

B. Pandangan Negatif Tentang Lingkungan
Memandang lingkungan sebagai pemaksa tuntutan yang berlebihan dan memberikan
hambatan yang tidak mungkin bisa diatasi sehingga terus-menerus mengalami kegagalan.
Lingkungan yang memberikan tekanan besar pada diri nya dan juga merasa lingkungan yang
tidak menginginkannya.

C. Pandangan Negatif Tentang Masa Depan
Memandang masa itu tanpa harapan dan juga meyakini bahwa dirinya tidak mempunyai
kekuatan untuk mengubah hal itu menjadi yang lebih baik. Pandangan seperti ini hanyalah
memandang bahwa hanya

akan mendapatkan kegagalan dan mendapatkan hal buruk atau

kejadian buruk yang sama dengan masa lalu. Dan mempunyai kesedihan yang tidak pernah
berakhir.
Aaron Beck juga menghubungkan pengembangan depresi dengan adopsi dari cara
berfikir yang terdistorsi secara negatif di awal kehidupannya. Konsep ini dikenal dengan istilah
‘segi tiga kognitif dari depresi’ (cognitive triad of depression). Aspek dari segi tiga tersebut
adalah pandangan negatif tentang diri sendiri, pandangan negatif terhadap lingkungan dan
pandangan negatif terhadap masa depan.

Berbagai jenis distorsi kognitif yang diasosiasikan dengan depresi:
a. Cara berfikir “semua atau tidak sama sekali”, memandang kejadian secara hitam putih. Yang
ada hanya benar-salah atau baik-buruk.

Universitas Sumatera Utara

b. Generalisasi yang berlebihan, mempercayai bahwa bila suatu peristiwa negatif terjadi maka
hal itu cenderung akan terjadi lagi pada situasi yang serupa dimasa depan.
c. Filter mental, berfokus hanya pada detail-detail negatif dari suatu peristiwa dan dengan
sendirinya menolak unsur-unsur positif dari semua yang pernah dialami.
d. Mendiskualifikasikan hal-hal positif.
e. Tergesa-gesa membuat kesimpulan, membentuk interpretasi negatif mengenai suatu peristiwa
meskipun kurang bukti.
f. Membesar-besarkan suatu kesalahannya dan mengecilkan suatu kebaikannya.
g. Penalaran emosional, menginterpretasikan perasaan dan peristiwa berdasarkan emosi dan
bukan pada pertimbangan-pertimbangan rasional berdasarkan bukti yang ada.
h. Pernyataan-pernyataan keharusan, menciptakan perintah personal. Dengan menciptakan
harapan yang tidak realistis dapat menyebabkan seseorang menjadi depresi saat gagal
mencapainya.
i. Memberi label dan salah melebel, meletakkan lebel negatif pada diri sendiri dan orang lain.
j. Melakukan personalisasi, kecenderungan untuk mengkonsumsi bahwa diri kita bertanggung
jawab atas masalah dan perilaku orang lain.
Berangkat dari teori Aaron Beck dan teori lain yang mendukung penelitian inilah penulis
akan menganalisis psikologi Arisa Morishige dalam komik LIMIT, sehingga akan dapat
dipaparkan apa penyebab Arisa Morishige mengalami gangguan psikologis dan yang dialami
oleh Arisa Morishige yang digambarkan oleh Keiko Suenobu sebagai pengarang komik ini.

2.5. Definisi dan Study Semiotik Sastra
2.4.1. Definisi Semiotik

Universitas Sumatera Utara

Kata semiotik berasal dari berasal dari bahasa Inggris yaitu semiotik, dan bahasa Yunani
yaitu dari kata semion yang artinya tanda. Semiotika secara istilah adalah ilmu tentang tandatanda. Ilmu ini menganggap bahwa fenomena sosial atau masyarakat dan kebudayaan itu
merupakan tanda-tanda. Semiotik itu mempelajari sistem, aturan, konvensi yang memungkinkan
tanda-tanda tersebut mempunyai arti. Dalam reaksi lain, Preminger dalam Rahmat Djoko
Pradopo (2002:98) mengungkapkan bahwa dalam lapangan kritik sastra, penelitian semiotik
meliputi analisis sastra sebagai sebuah penggunaan bahasa yang bergantung pada sifat yang
memnyebabkan macam-macam cara (modus) wacana mempunyai makna.
Tokoh yang dianggap pendiri semiotika adalah dua orang yang hidup sezaman, yang
bekerja secara terpisah dan dalam lapangan yang tidak sama (tidak saling mempengaruhi), yang
seorang ahli filsafat yaitu Charles Sander Pierce (1839-1914). Saussure menyebutkan ilmu itu
dengan nama semiologi, sedangkan Pierce menyebutnya semiotic (semiotics). Kemudian nama
itu sering dipergunakan berganti-ganti pengertian yang sama. Di Prancis dipergunakan nama
semiologi untuk ilmu itu, sedangkan di Amerika lebih banyak dipakai nama semiotik.
Semiotik adalah ilmu tanda-tanda. Tanda mempunyai dua aspek yaitu penanda (signfer)
dan petanda (signified). Penanda adalah bentuk formal yang menandai sesuatu yang disebut
petanda, sedangkan petanda adalah sesuatu yang ditandai oleh petanda itu yaitu artinya. Contoh
kata “ibu” merupakan tanda berupa satuan bunyi yang menandai arti “orang yang melahirkan
kita”.
Tanda itu tidak satu macam saja, tetapi ada beberapa berdasarkan hubungan antara
petanda dan penanda. Jenis-jenis tanda yang utama adalah ikon, indeks dan symbol. Icon adalah
tanda yang menunjukan adanya hubungan yang bersifat alamiah antara penanda dan pertandanya.

Universitas Sumatera Utara

Hubungan itu adalah hubungan persamaan, misalnya gambar kuda sebagai penanda yang
menandai kuda (petanda) sebagai artinya. Potret menandai orang yang di potret, gambar pohon
menandai pohon. Indeks adalah tanda yang menunjukan hubungan kausal (sebab-akibat) antara
penanda dan pertandanya, misalnya asap menandai api, kompas menunjukkan arah mata angin,
dan sebagainya. Sedangkan simbol adalah tanda yang menunjukkan bahwa tidak ada hubungan
alamiah antara penanda dan pertandanya, hubungannya bersifat arbitrer (semau-maunya). Arti
tanda itu ditentukan oleh konvensi. Kata “ibu” adalah simbol, artinya ditentukan oleh konvensi
masyarakat bahasa (Indonesia). Orang Inggris menyebutnya mother, Prancis menyebutnya la
mare, dan lain sebagainya. Dalam bahasa, tanda yang paling banyak digunakan adalah simbol.
Perlu diperhatikan dalam penelitian sastra dengan pendekatan semiotik, tanda yang
berupa indeksikallah yang paling banyak dicari, yaitu tanda-tanda yang menunjukkan hubungan
sebab akibat (dalam pengertian luasnya). Ilmu semiotika ini banyak dipakai dalam meneliti dan
menelaah berbagai hal. Sebagai suatu ilmu yang objeknya berupa tanda-tanda, semiotika dapat
dipakai juga untuk melihat sesuatu yang bersifat simbolis. Bidang-bidang penerapan semiotik ini
antara lain: kesusastraan, film, arsitektur, musik, sandiwara, kebudayaan, interaksi sosial,
psikologi, dan media masa.

2.4.2. Studi Semiotik Sastra
Pada prinsipnya, bahasa dan sastra merupakan dua unsur yang tak dapat dipisahkan
dalam kehidupan manusia. Keduanya saling memberi dan menerima, sebagaimana yang
diungkapkan Aftaruddin (1990:9) bahwa sastra suatu seni yang hidup bersama bahasa. Tanpa
bahasa, sastra tak mungkin ada. Melalui bahasa ia dapat mewujudkan dirinya berupa sastra lisan

Universitas Sumatera Utara

maupun tertulis. Disatu pihak, sastra merupakan salah satu bentuk pengungkapan bahasa, dilain
pihak biasa akan lebih terasa hidup berkat sentuhan estesis unsur-unsur sastra.
Sastra adalah suatu bentuk dan hasil pekerjaan seni kreatif yang objeknya adalah manusia
dan dalam kehidupannya menggunakan bahasa sebagai mediumnya. Sastra pada prinsipnya
adalah karya imajinatif sebagai refleksi dari realitas kehidupan manusia dalam lingkungan
tertentu dan merupakan bentuk pengungkapan bahasa yang bersifat artistik.
Sastra memiliki karakter dan konvensi sendiri yang membedakannya dengan bentukbentuk pengungkapan non sastra. Genre sastra yang sudah dikenal secara umum meliputi
beragam bentuk puisi, prosa, dan karya-karya drama. Dalam perkembangan sastra modern, jenis
dan ragam sastra lebih bervariasi lagi. Disamping itu, ada bentuk sastra yang bukan karya seni
kreatif-imajinatif yaitu sastra sebagai bidang ilmu.
Sebagai bidang keilmuan, bentuk-bentuk sastra yang lazim dikenal meliputi teori sastra,
kritik sastra, sejarah sastra, dan studi sastra bandingan. Dengan demikian, sastra sesungguhnya
berada diantara ilmu dan seni. Dalam pengertian ini, sastra menjadi objek pembelajaran
disekolah. Sastra kreatif merupakan objek telaah, sedangkan ilmu sastra berperan sebagai
pendukung atau sarana untuk memahami karya-karya sastra kreatif tersebut.
Dalam karya sastra, arti bahasa ditentukan oleh konvensi sastra atau disesuaikan dengan
konvensi sastra. Tentu saja karya sastra, karena bahannya bahasa yang sudah mempunyai sistem
dan konvensi itu, tidaklah dapat lepas sama sekali dari sistem bahasa dan artinya. Sastra
mempunyai konvensi sendiri didampingi konvensi bahasa.
Makna sastra ditentukan oleh konvensi sastra atau tambahan itu. Jadi, dalam sastra arti
bahasa tidak lepas sama sekali dari arti bahasanya. Dalam sastra bahasa itu mendapat arti

Universitas Sumatera Utara

tambahan atau konotasinya. Dikemukakan Preminger dalam Pradopo (2001:73) bahwa
penerangan semiotik itu memandang objek-objek sebagai parole (laku tuturan) dari suatu langue
(bahasa : sistem linguistik) yang mendasari “tata bahasanya” harus dianalisis. Penelitian harus
menyendirikan satuan-satuan minimal yang digunakan oleh sistem tersebut, peneliti harus
menentukan kontras-kontras diantara satuan-satuan yang menghasilkan arti (hubungan-hubungan
paradigmatik dan aturan kombinasi) yang memungkinkan satuan-satuan tersebut untuk
dikelompokan bersama-sama sebagai pembentuk-pembentuk struktur yang lebih luas (hubunganhubungan sigmatik).
Dikatakan selanjutnya oleh Preminger dalam Pradopo (2002:73) bahwa penerangan
semiotik itu memandang bahwa studi semiotik sastra adalah usaha untuk menganalisis sebuah
sistem tanda-tanda. Oleh karena itu penelitian harus menetukan konvensi-konvensi apa yang
memungkinkan karya sastra mempunyai makna. Karya sastra merupakan sebuah sistem yang
mempunyai konvensi-konvensi sendiri.
Dalam menganalisis karya sastra, peneliti harus menganalisis tanda itu dan menentukan
konvensi apa yang memungkinkan tanda-tanda atau struktur tanda dalam rangka sastra itu
mempunyai makna. Sebagai salah satu bentuk karya sastra, komik merupakan sebuah genre yang
dapat mencerminkan adanya psikologi. Komik diartikan sebagai cerita bergambar yang bersifat
fiksi. Ciri khas komik adalah kemampuan untuk menyampaikan permasalahan yang kompleks
dan mengkreasikan sebuah dunia nyata dalam bentuk gambar.

Universitas Sumatera Utara

Dokumen yang terkait

Higuchi Tachibana No Sakuhin No “M To N No Shouzou”To Iu Manga Ni Okeru Shujinkouno Shinrigakutekina Bunseki

2 47 67

Otsu Ichi No “Goth” To Iu Manga Ni Okeru Shujinkou No Shinriteki Na Bunseki

1 56 62

Analisis Ijime Dalam Komik Life Karya Keiko Suenobu.Keiko Suenobu No Sakuhin No “Life” Manga No Ijime No Bunseki Ni Tsuite

4 75 76

Analisis Psikologis Tokoh Utama Dalam Novel “1 Liter Of Tears” Karya Aya Kito Aya Kito No Sakuhin No “1 Rittoru Namida” To Iu Shosetsu Ni Okeru Shujinko No Shinrigakutekina Bunseki

4 68 81

Analisis Aspek Sosiologis Tokoh Gals Dalam Komik “Gals!” Karya Mihona Fuji = Mihona Fuji No Sakuhin No “Gals!” To Iu Manga Ni Okeru Gyaru No Shujinkou No Shakaigakuteki No Bunseki Ni Tsuite

0 59 62

Analisis Psikologis Tokoh Utama Arisa Morishige Dalam Komik “Limit” Karya Keiko Suenobu Keiko Suenobu No “Limit” No Manga Ni Okeru Arisa Morishige To Iu Shuujinkou No Shinrigakutekina Bunseki

0 6 70

Analisis Psikologis Tokoh Utama Arisa Morishige Dalam Komik “Limit” Karya Keiko Suenobu Keiko Suenobu No “Limit” No Manga Ni Okeru Arisa Morishige To Iu Shuujinkou No Shinrigakutekina Bunseki

0 0 8

Analisis Psikologis Tokoh Utama Arisa Morishige Dalam Komik “Limit” Karya Keiko Suenobu Keiko Suenobu No “Limit” No Manga Ni Okeru Arisa Morishige To Iu Shuujinkou No Shinrigakutekina Bunseki

0 0 6

Analisis Psikologis Tokoh Utama Arisa Morishige Dalam Komik “Limit” Karya Keiko Suenobu Keiko Suenobu No “Limit” No Manga Ni Okeru Arisa Morishige To Iu Shuujinkou No Shinrigakutekina Bunseki

0 0 15

Analisis Psikologis Tokoh Utama Arisa Morishige Dalam Komik “Limit” Karya Keiko Suenobu Keiko Suenobu No “Limit” No Manga Ni Okeru Arisa Morishige To Iu Shuujinkou No Shinrigakutekina Bunseki

0 0 2