Analisis Psikologis Tokoh Utama Dalam Novel “1 Liter Of Tears” Karya Aya Kito Aya Kito No Sakuhin No “1 Rittoru Namida” To Iu Shosetsu Ni Okeru Shujinko No Shinrigakutekina Bunseki

(1)

ANALISIS PSIKOLOGIS TOKOH UTAMA

DALAM NOVEL 1 LITER OF TEARS KARYA AYA KITO

AYA KITO NO SAKUHIN NO 1 RITTORU NAMIDA TO IU SHOSETSU NI OKERU SHUJINKO NO SHINRIGAKUTEKINA BUNSEKI

SKRIPSI

Skripsi ini Diajukan Kepada Panitia Ujian Fakultas Sastra Universitas Sumatera Utara Medan untuk Melengkapi Salah Satu Syarat Ujian Sarjana dalam Bidang

Ilmu Sastra Jepang

Oleh:

HARY EKA PRATAMA 060708033

DEPARTEMEN SASTRA JEPANG FAKULTAS SASTRA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN


(2)

KATA PENGANTAR

Dengan nama Allah Yang Maha Pengasih Lagi Maha Penyayang. Segala Puji hanya milik Allah SWT, Sang pencipta, pemilik, dan pengatur alam semesta yang telah menciptakan manusia dan mengajarkan apa-apa yang tidak diketahui. Shalawat serta salam semoga selalu tercurah keharibaan junjungan kita Nabi Muhammad SAW.

Atas berkat dan rahmat-Nya, penulis dapat menyelesaikan skripsi ini yang merupakan syarat untuk mencapai gelar sarjana di Fakultas Sastra Universitas Sumatera Utara.

Dalam proses penyelesaian penulisan skripsi ini, penulis banyak menerima bantuan dari berbagai pihak, baik bantuan moril maupun bantuan spirituil. Untuk itu, penulis ingin menyampaikan terima kasih yang sedalam-dalamnya, penghargaan serta penghormatan yang setingi-tingginya kepada pihak-pihak yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini, antara lain kepada:

1. Bapak Dr. Syahron Lubis, M.A, selaku Dekan Fakultas Sastra Universitas Sumatera Utara.

2. Bapak Drs. Eman Kusdiyana, M.Hum, selaku Ketua Departemen Sastra Jepang Fakultas Sastra Universitas Sumatera Utara.

3. Bapak Drs. H. Yuddi Adrian M. MA. selaku Dosen Pembimbing I yang telah meluangkan waktu disela-sela kesibukan beliau untuk membimbing dan mengarahkan penulis dalam penyusunan skripsi ini. Semoga Allah SWT melimpahkan rahmat-Nya kepada Beliau.


(3)

4. Bapak Prof. Drs. Hamzon Situmorang, M.S. Ph.D. selaku Dosen Pembimbing II yang telah meluangkan banyak waktu dan pemikirannya untuk membimbing dan mengarahkan penulis dalam penulisan dan penyusunan skripsi ini hingga selesai.

5. Seluruh Dosen Departemen Sastra Jepang Fakultas Sastra Universitas Sumatera Utara yang dengan penuh kesabaran telah memberikan berbagai ilmu pengetahuan yang pasti berguna bagi penulis di masa depan.

6. Terima kasih yang tidak terhingga kepada Ayahanda dan Ibunda yang dengan sabar mendampingi ananda didalam setiap detik kehidupan hingga saat ini. Sungguh tak sesuatu apapun yang dapat menggantikan kasih dan sayang yang kalian berikan. Cinta yang sedalam-dalamnya ananda haturkan untuk keduanya. Semoga Allah SWT senantiasa melimpahkan rahmat dan karunia-Nya kepada keduanya.

7. Adikku tersayang Ruri Perwitasari, yang telah menjadi mata-mata yang profesional untuk memantau pengerjaan skripsi ini. Semoga adinda bisa segera menyusul juga menulis skripsi nantinya.

8. Rina Andini Rizki yang telah menjadi tempat untuk bertukar pikiran dan tempat melampiaskan emosi penulis. Terima kasih atas dorongan semangatnya.

9. Teman-teman Sorban ; Andar Achong , Izal Tabeta Ranger , Irwan Bunken , Teddy di sensor , Fadia Mpok , Okky Ndut , Zulvi bawel . Banyak kenangan yang menyenangkan bersama kalian semua. Semoga Allah SWT senantiasa mengikat kita dalam silaturrahmi yang utuh hingga sampai kapanpun.


(4)

10. Seluruh teman-teman seperjuangan stambuk 06, senpai dan kohai senang bisa mengenal kalian semua.

11. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang membantu dan memberikan dukungan pada penulis. Semoga kebaikan kalian dibalas oleh ALLAH SWT.

Penulis menyadari bahwa tidak ada yang sempurna dalam hidup ini, begitu juga dalam penulisan skripsi ini. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya membangun. Dan semoga skripsi ini dapat berguna dan bermanfaat bagi penulis sendiri serta para pembaca.

Medan, Maret 2011


(5)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR i

DAFTAR ISI

BAB I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah...1

1.2 Perumusan Masalah ...4

1.3 Ruang Lingkup Pembahasan...7

1.4 Tinjauan Pustaka dan Kerangka Teori ...8

1.5 Tujuan dan Manfaat Penelitian ...12

1.6 Metode dan Teknik Penelitian ...13

BAB II. TINJAUAN UMUM TERHADAP NOVEL 1 LITER OF TEARS , ANALISA PSIKOLOGI BEHAVIOURISTIK 2.1 Defenisi Novel ...15

2.2 Unsur Intrinsik Novel Hiduplah Anakku Ibu Mendampingimu 2.2.1 Tema...19

2.2.2 Alur (Plot) ...20

2.2.3 Latar (Setting) ...21

2.2.4 Penokohan...22

2.2.5 Sudut Pandang (Pusat Pengisahan) ...24


(6)

2.4 Hubungan Sastra dan Psikologis ...26 2.5 Psikologis Aliran Behaviourisme...29 2.6 Perkembangan Kepribadian dan Sosial Pada Remaja

2.6.1.Ciri-Ciri Masa Remaja .34

2.6.2.Tugas Perkembangan Remaja ..36

2.7 Ikigai Pada Masyarakat Jepang ... ..37

BAB III. ANALISIS PSIKOLOGIS TOKOH AYA KITO DALAM CERITA NOVEL 1 LITER OF TEARS

3.1 Sinopsis Cerita Novel 1 Liter Of Tears ...41 3.2 Analisis Psikologis Cuplikan Cerita ... .43

BAB IV. KESIMPULAN DAN SARAN

4.1 Kesimpulan 63

4.2 Saran ..65

DAFTAR PUSTAKA ABSTRAK


(7)

PROPOSAL SKRIPSI

ANALISIS PSIKOLOGIS TOKOH UTAMA

DALAM NOVEL 1 LITER OF TEARS KARYA AYA KITO

I. PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

Jepang adalah negara maju di Asia yang telah banyak melahirkan sastrawan kelas dunia. Begitu banyak karya sastra Jepang yang telah diterjemahkan dalam beberapa bahasa. Sama halnya dengan kesusastraan lainnya, sastra jepang mengenal dua jenis kesustraan yakni kesusastraan lisan yang disebut dengan koosho bungaku dan kesusastraan tulisan yang disebut kisai bungaku.

Karya sastra merupakan hasil karya salah satu cabang kebudayaan, yakni kesenian. Seperti halnya bentuk kesenian umumnya, sebuah karya sastra akan dihargai penikmatnya apabila karya tersebut mampu memberikan manfaat. Karya sastra mengandung unsur keindahan yang menimbulkan rasa senang, nikmat, terharu, bahagia, sedih, dan bahkan bisa membantu penikmatnya menemukan suatu kepuasan bathin yang tidak mampu untuk diekspresikan. Boulton dalam Aminuddin (2000:37) mengungkapkan bahwa cipta sastra, selain menyajikan nilai-nilai keindahan serta paparan peristiwa yang mampu memberikan kepuasan bathin pembacanya, juga mengandung pandangan yang berhubungan dengan masalah keagamaan, filsafat, politik, maupun berbagai macam masalah yang berhubungan dengan kompleksitas kehidupan ini. Dari penjelasan tersebut dapat disimpulkan bahwa kedudukan dan manfaat karya sastra bukan hanya sekedar sebuah imajinasi, melainkan ekspresi pengalaman jiwa yang secara implisit


(8)

dapat mempengaruhi, mendorong para penikmatnya agar terhanyut dalam alur yang dilukiskan oleh sastrawan melalui tulisan-tulisan yang penuh arti.

Karya sastra pada dasarnya dibagi menjadi 2 macam. Karya sastra yang bersifat fiksi dan karya sastra yang bersifat non fiksi. Karya sastra yang bersifat fiksi berupa novel, cerpen, essai, dan cerita rakyat. Sedangkan karya sastra yang bersifat bersifat non fiksi berupa puisi, drama dan lagu.

Novel merupakan dunia dalam skala lebih besar dan kompleks, mencakup berbagai pengalaman kehidupan yang dipandang aktual, namun semuanya tetap saling terjalin. Ini disebabkan karena novel menawarkan dunia yang padu. Sementara itu, sastrawan sebagai anggota masyarakat tidak lepas dari tata masyarakat dan kebudayaan. Semua itu sangat berpengaruh dalam karya sastranya ataupun tercermin dalam karya sastranya. Sebab, karya satra itu mencerminkan masyarakatnya.

Menurut Tarigan (1990:164) novel adalah suatu cerita prosa yang fiktif dalam panjang tertentu, yang melukiskan para tokoh, gerak serta adegan kehidupan yang nyata dalam suatu alur atau suatu keadaan yang agak kacau atau kusut. Hal ini berarti di dalam sebuah novel berceritakan kisah nyata tentang suatu keadaan yang terjadi dalam masyarakat.

Sedangkan menurut Nursisto (2000:168) mengatakan bahwa novel adalah media penuangan pikiran, perasaan dan gagasan penulis dalam merespon kehidupan di sekitarnya. Ketika didalam kehidupan muncul permasalahan baru, nurani penulis novel akan terpanggil untuk segera menciptakan suatu cerita.

Novel juga ada di dalam karya sastra Jepang, yang dikenal dengan sebutan Shousetsu. Menurut Takeo dalam Yulita (2005:2), menyatakan bahwa


(9)

pengertian shousetsu adalah novel yang timbul sebagai sesuatu yang menggambarkan tentang kehidupan sehari-hari di masyarakat, meskipun kejadiannya tidak nyata. Tetapi itu merupakan sesuatu yang dapat dipahami dengan prinsip yang sama dengan kehidupan sehari-hari. Novel lebih menitikberatkan kepada tokoh manusia (peran) di dalam karangannya daripada kejadiannya dan keseluruhannya mengambil bentuk yang disebut dengan ciptaan dunia berdasarkan kepada perbedaan individu.

Karya sastra tercipta karena adanya luapan perasaan dari pengalaman hidup yang disampaikan pengarang ketengah-tengah masyarakatnya (Siregar, dalam Sriwati, 2006:1). Pengalaman hidup yang dituangkan dalam karya sastra bukanlah pengalaman yang murni lagi. Tetapi ada juga pengalaman pribadi pengarang yang dituangkan dalam karya sastra karena pengalaman hidup tersebut dapat berguna kelak bagi pembaca karya sastra tersebut. Pengalaman hidup tersebut sampai kepada pembaca sesudah melalui saringan pribadi pengarangnya. Umumnya yang disampaikan sastrawan adalah gambaran dirinya sendiri.

Adapun penelitian yang akan dibahas adalah sastra yang bersifat non fiksi yang mencerminkan kondisi kehidupan realita yang dituangkan dalam sebuah novel berjudul 1 Liter Of Tears dimana dalam novel ini merupakan rangkuman dari 40 lebih buku catatan harian yang telah ditulis oleh pengarang sekaligus orang yang mengalaminya yakni Aya Kito. Novel ini menceritakan tentang perjuangan seorang remaja yang berusaha melawan penyakit Spinocerebelar Ataxia atau disingkat dengan SCA. Penyakit ini menimbulkan ketidakseimbangan dalam daya kerja saraf dalam tubuh. Akibatnya, sel saraf sumsum tulang belakang, otak kecil, dan penghubung otak besar ke otak kecil mengalami


(10)

perubahan dan bahkan kehilangan fungsinya. Ketika berusia 15 tahun Aya mulai merasakan kejanggalan-kejanggalan pada tubuhnya. Begitu pula yang di perhatikan ibunya dimana sebagai orang tua ia melihat ada perubahan-perubahan yang terjadi pada diri anaknya. Kondisi kesehatan Aya terlihat semakin menurun. Ketika berjalanpun ia terlihat sedikit aneh bahkan sering ia terjatuh tanpa ada sesuatu yang menjadi penyebabnya. Perlahan tapi pasti SCA telah membuat tubuhnya kian melemah. Aya tidak mampu lagi berjalan tanpa penyanggah bahkan pada akhirnya ia harus terduduk di kursi roda. Syaraf-syaraf jarinya pun semakin buruk dalam merespon sehingga ia praktis tidak bisa lagi menggunakannya. Ketika akhirnya ia hanya mampu berbaring diatas ditempat tidurnya. Sungguh penyakit SCA ini telah mengubur masa depannya.

Hal ini tentu saja berdampak terhadap kondisi psikologis Aya Kito. Ia mengalami depresi yang sangat berat. Ia tumbuh menjadi remaja yang sangat sensitif terhadap perlakuan dari lingkungan sekitarnya. Namun, di lain sisi ada sebuah kekuatan dalam diri yang ia miliki yaitu keinginannya untuk tetap hidup, ingin membantu orang lain, ingin memberikan sesuatu buat orang-orang yang menderita sama seperti dirinya. Meskipun dengan kondisi yang ia jalani saat menderita SCA. Hal inilah yang menjadi daya tarik penulis untuk meneliti lebih dalam lagi akan kondisi psikologis Aya Kito ketika ia berjuang untuk bertahan dari penyakitnya bahkan pada akhirnya ia mampu menjadi panutan bagi orang-orang disekitarnya. Berdasarkan alasan diatas penulis mengambil judul Analisis Psikologis Tokoh Utama dalam novel 1 Liter Of Tears karya Aya Kito.


(11)

Setiap manusia memiliki keinginan untuk dapat hidup sempurna. Menjalani setiap fase dalam hidupnya dengan baik. Dimulai dengan masa balita, anak-anak, remaja, dewasa, menikah, memiliki anak, memiliki kehidupan yang sejahtera, keluarga yang harmonis dan masih banyak lagi lainnya. Karena sudah menjadi sifat dasar manusia ingin mendapatkan yang lebih baik dari apa yang ia miliki saat ini. Namun apa jadinya ketika seorang manusia sudah tidak memiliki harapan untuk bisa merencanakan masa depannya, ditambah lagi dengan hal tersebut sudah diketahui ketika berumur 15 tahun. Adalah kisah nyata di Jepang dimana seorang anak bernama Aya Kito divonis menderita penyakit Spinocerebelar Ataxia. Yang penyakit ini masih belum ditemukan obatnya.

Dalam menghadapi penyakitnya inilah Aya Kito mengalami pergulatan pikiran yang tiada habisnya. Berulang-kali ia bertanya kepada ibunya kenapa harus ia yang menderita penyakit tersebut. Dimasa muda dimana seharusnya ia mulai merencanakan jalan kehidupannya di saat itu pula ia harus menghadapi ujian yang begitu berat. Sungguh beban mental yang begitu besar yang harus dihadapi seorang remaja yang masih belia. Jika dilihat dari sudut pandang psikologis masa remaja adalah masa yang sangat labil bagi seorang individu dalam menjalani kehidupan. Karena pada masa remaja seorang individu mulai mencari konsep diri yang ia miliki. Konsep diri merupakan gambaran yang dimiliki seorang tentang dirinya, yang dibentuk melalui pengalaman-pengalaman yang diperoleh dari interaksi dengan lingkungan. Konsep diri bukan merupakan faktor bawaan. Konsep diri berkembang dari pengalaman-pengalaman yang terus-menerus. Menurut William H. Fitts (2006:138) mengemukakan bahwa konsep


(12)

diri merupakan aspek penting dalam diri seseorang, karena konsep diri seseorang merupakan kerangka acuan dalam berinteraksi dengan lingkungan.

Dari Novel yang berjudul 1 Liter Of Tears terlihat dengan jelas kekuatan jiwa yang begitu besar dimiliki oleh Aya. Meskipun tak jarang ia dilanda depresi yang membuatnya terpuruk tapi ia mampu untuk bisa tetap bertahan dan berjuang dalam menjalani hidupnya. Tujuan hidup dan motivasi yang kuat telah menjadi energi besar bagi dirinya untuk terus berjuang melawan penyakit yang diderita. Motivasi dan tujuan hidup memiliki peranan yang besar dalam menjalani kehidupan. Motivasi merupakan satu penggerak dari dalam hati seseorang untuk melakukan atau mencapai sesuatu tujuan. Abraham Maslow mengemukakan bahwa pada dasarnya semua manusia memiliki kebutuhan dasar dimana kebutuhan itu sendiri merupakan kebutuhan akan menjadi motivasi bagi setiap individu disadari atau tidak.. Ia menunjukkannya dalam 5 tingkatan yang berbentuk piramid, seseorang memulai dorongan dari tingkatan terbawah. Lima tingkat kebutuhan itu dikenal dengan sebutan Hirarki Kebutuhan Maslow, dimulai dari kebutuhan biologis dasar sampai motif psikologis yang lebih kompleks; yang hanya akan penting setelah kebutuhan dasar terpenuhi. Di Jepang sendiri terdapat sebuah istilah Ikigai yang berarti tujuan hidup. Pada dasarnya ikigai adalah cerminan dari tujuan hidup atau dengan kata lain sebuah motivasi Oleh karena itulah penulis ingin mencoba mendefinisikan lebih detil terhadap kondisi psikologis yang dihadapi oleh Aya Kito sebagai remaja yang dihadapkan pada penyakit yang mematikan.. Selain itu penulis juga ingin melihat sejauh mana tujuan hidup atau yang disebut dengan ikigai bisa menjadi kekuatan dalam menjalani sebuah kehidupan khususnya yang telah dialami oleh Aya Kito. Maka


(13)

berdasarkan hal tersebut, penulis merumuskan permasalahan dalam bentuk pertanyaan-pertanyaan sebagai berikut :

1. Bagaimanakah kondisi psikologis Aya Kito ketika ia dihadapkan dengan penyakitnya tersebut sesuai dalam novel 1 Liter Of Tears ?

2. Bagaimana motivasi Aya Kito dalam menjalani kehidupannya?

1.3. RUANG LINGKUP PEMBAHASAN

Dalam penelitian ini, agar pembahasan tidak terlalu meluas maka penulis membatasi permasalahan yang akan di teliti nantinya. Oleh karena itu, penelitian ini difokuskan kepada analisis penokohan Aya Kito ditinjau dari sudut psikologisnya dengan kondisinya yang menderita penyakit SCA dan bagaimana kaitannya dengan Ikigai yang ada dalam masyarakat Jepang khususnya yang terdapat dalam novel 1 Litter Of Tears .

Adapun maksud dan tujuan penulis dalam meneliti novel ini adalah untuk melihat sejauh mana sebuah tujuan hidup dan motivasi mampu memberikan energi yang luar biasa terhadap setiap manusia dalam hal ini khususnya Aya Kito sehingga ia mampu untuk tetap bertahan dan berjuang hingga batas ketidak berdayaannya dalam menghadapi penyakit SCA tersebut. Bagaimana perasaan, semangat, motivasi, dan daya juang yang luar biasa pada Aya Kito akan penulis jabarkan dalam penelitian ini. Sehingga diharapkan nantinya para pembaca dapat


(14)

menjadikannya sebagai sebuah pelajaran yang berharga bagi penulis pribadi dan pembaca sekalian.

Melalui pendekatan psikologis penulis berusaha untuk melihat kekuatan jiwa yang dimiliki oleh Aya Kito dalam menjalani kenyataan hidupnya. Melalui novel 1 Liter Of Tears ini, penulis juga ingin menunjukkan bagaimana peranan keluarga khususnya, lingkungan sosial umumnya dan subjek sendiri tentunya dalam membentuk pribadi seorang individu dimana dalam hal ini adalah Aya Kito sendiri. Novel 1 Litter Of Tears ini setidaknya merupakan perwakilan dari gambaran bagaimana karakter dari remaja Jepang dalam menjalani kehidupannya.

1.4 Tinjauan Pustaka dan Kerangka Teori 1.4.1 Tinjauan Pustaka

Melalui karya sastra segala kemungkinan-kemungkinan diungkapkan oleh pengarang, baik kehidupan jasmani maupun rohani. Sastra memiliki nilai budaya yang tercermin dalam pemberian arti aspek psikologis pada berbagai jenis perilaku atau tindakan antar individu maupun golongan secara utuh. Cerita dalam novel 1 Liter Of Tears ini banyak mengandung nilai-nilai psikologis yang dapat dijadikan sebagai pendidikan moral. Untuk mengetahui struktur dalam sebuah karya sastra, haruslah dilakukan analisis unsur instrinsik karya sastra tersebut. Dalam unsur instrinsik digunakan 4 struktur karya sastra prosa yang harus dianalisi yaitu : alur (plot), penokohan/perwatakan, latar, dan tema .


(15)

Di lain sisi sastra juga memiliki unsur-unsur ekstrinsik salah satunya dalah psikologi. Pada dasarnya, psikologi sastra ditopang oleh tiga pendekatan sekaligus. Pertama, pendekatan tekstual, yang mengkaji aspek tokoh psikologis tokoh dalam karya sastra. Kedua, pendekatan reseptif-pragmatik, yang mengkaji aspek psikologis pembaca sebagai penikmat karya sastra yang terbentuk dari pengaruh karya yang dibacanya, serta proses resepsi pembaca dalam menikmati karya sastra. Ketiga, pendekatan ekspresif, yang mengkaji aspek psikologis sang penulis ketika melakukan proses kreatif yang terproyeksi lewat karyanya, baik penulis sebagai pribadi maupun wakil masyarkatnya (Roekhan, 1990:88). Dalam pandangan Wellek & Warren (1990) dan Hardjana (1985:60-61), psikologi sastra mempunyai empat kemungkinan penelitian. Pertama, penelitian terhadap psikolog pengarang sebagai tipe atau sebagai pribadi.Kedua,penelitian proses kreatif dalam kaitannya dengan kejiwaan. Ketiga, penelitian hukum-hukum psikologis yang diterapkan pada karya sastra. Keempat, mempelajari dampak sebuah karya sastra terhadap pembaca.

Pendekatan psikologis adalah pendekatan yang bertolak dari asumsi bahwa karya sastra selalu saja mambahas peristiwa perilaku yang beragam. Bila ingin melihat dan mengenal manusia lebih dalam diperlukan psikologi. Penjelasan ke dalam batin atau kejiwaan untuk mengetahui lebih lanjut tentang seluk-beluk manusia yang unik merupakan sesuatu yang merangsang dan sangat menarik. Banyak penulis dan peneliti sastra yang mendalami masalah psikologi untuk dapat memahami karya sastra dengan bantuan psikologi.

Para tokoh psikologi memberikan inspirasi untuk pemecahan misteri tingkah laku manusia melalui teori-teori psikologi. Di antaranya adalah teori


(16)

psikoanalisis yang dikembangkan oleh Freud, Freudlah yang secara langsung berbicara tentang proses penciptaan seni sebagai akibat tekanan dan timbunan masalah di alam bawah sadar yang kemudian disublimasikan ke dalam bentuk penciptaan karya seni. Teori-teori mengenai psikologi sastra terus berkembang seiring dengan berjalannya waktu Reokhan dalam Aminuddin (1990:89) mengatakan bahwa, ...psikologi sastra sebagai salah satu disiplin ilmu ditopang oleh tiga pendekatan studi, yaitu (1) pendekatan ekspresif, yang mengkaji aspek psikologis penulis dalam proses kreatif yang mengkaji terproyeksi lewat karya ciptaannya, (2) pendekatan tesktual, yang mengkaji aspek psikologis sang tokoh dalam karya sastra dan (3) pendekatan reseptif pragmatis yang mengkaji aspek psikologi pembaca yang terbentuk setelah melakukan dialog dengan karya sastra yang dinikmatinya serta proses rekreatif yang ditempuh dalam menghayati teks sastra tersebut .

Di dalam masyarakat Jepang di kenal adanya Ikigai . Ikigai didefinisikan sebagai sebuah tujuan hidup yang menjadi motivasi bagi seorang individu. Jika dikaitkan dengan novel 1 Liter Of Tears ini maka penulis melihat adanya pengaruh ikigai dalam pembentukan perilaku oleh tokoh utama yakni Aya Kito. Penulis mengamati akan adanya sebuah hubungan antara ikigai dengan kondisi psikologis yang diperlihatkan Aya ketika ia berjuang dalam melawan penyakit SCA tersebut.

1.4.2 Kerangka Teori

Psikologi berasal dari bahasa latin, yaitu psyche berarti jiwa dan logos artinya ilmu. Dengan demikian psikologi dapat diterjemahkan kedalam bahasa


(17)

indonesia menjadi ilmu jiwa. Jiwa sebagai objek dari psikologi tidak dapat dilihat, diraba, atau disentuh. Jiwa adalah sesuatu yang abstrak, hanya dapat diobservasi melalui hasil yang ditimbulkannya. Hal ini dapat dilihat dari tingkah laku dan aktivitas lainnya sebab tingkah laku mempunyai arti yang lebih nyata daripada jiwa karena itu lebih mudah untuk dipelajari. Melalui tingkah laku, pribadi seseorang dapat terungkap dengan mudah, cara makan, berjalan, berbicara, menangis, dan sebagainya yang merupakan suatu perbuatan terbuka sedangkan perbuatan tertutup dapat dilihat dari tingkah lakunya seperti berpikir, takut, senang, dan lain-lain.

Dalam pembahasan ini penulis mengunakan pendekatan tekstual yaitu mengkaji aspek psikologis sang tokoh dalam karya sastra. Sebagai salah satu pendekatan dalam studi psikologi sastra pendekatan tekstual pada mulanya hanya bertumpu pada pendekatan psikologi dalam atau psikologi analisis yang dikembangkan Freud. Sekarang pendekatan tekstual tidak hanya bertumpu pada pendekatan psikologi analisis, tetapi juga pendekatan-pendekatan psikologi yang lain seperti pendekatan psikologi kognitif, behavioral dan pendekatan eksistensial.

Pendekatan psikologis kognitif berangapan kepribadian manusia dibentuk oleh faktor agen internal atau pembawaan. Pendekatan psikologis behavioral berpijak pada angapan bahwa kepribadian manusia adalah hasil bentukan dari lingkungan tempat ia berada. Pendekatan psikologi eksistensial menegaskan bahwa manusia membentuk dirinya sendiri dalam pola jalan hidup yang dipilihnya sendiri. Jadi, dari uraian di atas dapat diketahui begitu luasnya materi psikologis sastra. Dalam pembahasan penelitian ini mengunakan pendekatan tekstual dengan teori behavioral. Pendekatan behavioral. Mengabaikan faktor


(18)

pembawaan lahir seperti, kecerdasan, bakat, insting dan lain-lain. Dengan kata lain manusia dianggap sebagai produk lingkungan. Manusia menjadi jahat, beriman, penurut, berpandangan luas atau kolot adalah hasil dari bentukan lingkungannya.

Berdasarkan hal ini, perilaku manusia disebut sebagai respon yang akan muncul kalau ada stimulus tertentu yang berasal dari lingkunganya. Perilaku manusia selalu dipandang dalam bentuk hubungan stimulus dan respon atau stimulus respon. Mengenal pendekatan behavioral lebih lanjut Roekhan dalam Aminuddin (1990:96) mengatakan bahwa : ...Untuk menerapkan pendekatan behavioral dalam studi sastra, haruslah dilakukuan dengan mengikuti tahapan berikut :

(1) Mencari dan menentukan tokoh cerita yang akan dikaji

(2) Menelusuri perkembangan karakter sang tokoh yang dikaji. Penelusuran ini dapat dilakukuan terhadap (a) lakukan sang tokoh (b) dialog sang tokoh (c) pemikiran sang tokoh.

(3) Mengidentifikasi perilaku sang tokoh dan mendeskripsikan serta mengklasifikasikanya. Hal ini dimaksudkan untuk mengetahui macam-macam perilaku yang telah ditujukan oleh sang tokoh sebagai landasan untuk mengidentifikasi lingkungan yang telah membentuk perilakunya. (4) Menghubungkan perilaku yang muncul dengan lingkungan yang

melatarinya.

Suatu prinsip yang bagaimanapun adalah mutlak dalam psikologi yaitu bahwa tingkah laku merupakan ekspresi mempunyai peranan yang penting dalam psikologi sekalipun patut diketahui bahwa tidak semua yang terdapat dalam


(19)

tingkah laku. Aminuddinn(1990:49) menyatakan bahwa : ..ilmu pengetahuan tentang tingkah laku dan perbuatan individu semua berbentuk dorongan dari (impulsum:dorongan,tolakan,rangsangan,rasa) dalam diri manusia yang menyebabkan timbulnya macam-macam aktifitas fisik dan psikis dijelaskan oleh psikologis. Oleh karena itu penulis memutuskan untuk menggunakan psikologi behaviouristik dalam menganalisa novel 1 Liter Of Tears tersebut.

1.5. Tujuan dan Manfaat Penelitian

a. Tujuan Penelitian

Berdasarkan dengan pokok masalah yang telah dipaparkan diatas sebelumnya, maka ditentukan bahwa adapun tujuan dari penelitian ini adalah :

 Mengetahui kondisi psikologis tokoh utama dan faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku tokoh utama dalam novel 1 Liter Of Tears .

 Menemukan nilai-nilai motivasi yang terdapat pada tokoh utama dalam novel 1 Liter Of Tears .

b. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat penelitian terhadap novel 1 Liter Of

Tears ini

dipusatkan pada perilaku melalui analisis tokoh yang diharapkan dapat menambah khasanah penelitian sastra dan dapat dijadikan sebagai pedoman penelitian selanjutnya.

Di samping itu hasil penelitian ini diharapkan dapat

menambah ilmu

pengetahuan kepada pembaca dan khususnya mahasiswa program

studi Sastra


(20)

sastra misalnya analisis tokoh berdasarkan pendekatan psikologi. Selain itu,penelitian ini diharapkan membuka cara pandang penulis khususnya dan pembaca pada umumnya dalam menyikapi setiap permasalahan hidup yang dihadapi dalam menjalani kehidupan ini.

1.6 Metode dan Teknik Penelitian 1.6.1 Metode Penelitian

Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian deskriptif. Metode penelitian deskriptif adalah suatu metode penelitian yang didasarkan pada data deskripsi dari suatu kasus, keadaan, sikap, hubungan, atau suatu sistem pemikiran suatu masalah yang menjadi objek penelitian. Biasanya objek penelitian dilakukan untuk mendapat deskripsi, gambaran, atau suatu lukisan secara sistematis, faktual, detail, dan akurat serta sifat-sifat atau perilaku hubungan antara berbagai fenomena.

Ciri dari metode ini biasanya, difokuskan pada masalah faktual yang ada pada waktu penelitian. Data yang dikumpulkan, disusun, dianalisis, dan interpretasi sangat tergantung pada teknik penelitian yang digunakan, karena itu teknik-teknik pengumpulan dan analisis data harus disajikan secara jelas dan detail . Mula-mula data dikumpulkan dan disusun, lalu dideskripsikan, dengan maksud menemukan unsur-unsurnya, kemudian dianalisis.

1.6.2 Teknik Pengumpulan Data

Adapun teknik penelitian yang digunakan dalam membahas dan memecahkan masalah penelitian ini adalah dengan menggunakan studi kepustakaan (Library Research). Berdasarkan pengertian tersebut penulis


(21)

melakukan studi kepustakaan (Library Research) dengan membaca buku yang ada di perpustakaan umum Universitas Sumatera Utara, membaca skripsi yang ada di Departemen Sastra Jepang, membaca literatur dan melalui penelusuran media internet. Literature yang menjadi objek penelitian penulis adalah sebuah novel biografi dan memori yang berjudul 1 Liter Of Tears . Melalui novel ini penulis melakukan metode deskriptif untuk menggambarkan bagaimana suatu kasus, keadaan, sikap, hubungan, atau suatu sistem pemikiran suatu masalah yang menjadi objek penelitian yang didekatkan dengan nilai-nilai psikologis maupun edukasi bagi pembacanya.

Langkah-langkah yang akan dilakukan dalam penelitian ini adalah :

1. Mengumpulkan data dan referensi atau buku-buku yang berhubungan dengan objek penelitian.

2. Membaca novel 1 Liter Of Tears yang merupakan ringkasan daripada buku harian Aya Kito sendiri.

3. Mencari, mengumpulkan, menganalisis, dan mendeskripsikan nilai-nilai yang terdapat dalam novel 1 Liter Of Tears yang diprediksikan mengandung unsur psikologis yang dapat memberikan cerminan baik bagi pembaca.


(22)

BAB II

TINJAUAN UMUM TERHADAP NOVEL 1 LITER OF TEARS , STUDI PSIKOLOGIS

2.1 Defenisi Novel

Novel berasal dari bahasa Italia novella (yang dalam bahasa Jerman :

novella). Secara harfiah novella berarti sebuah barang baru yang kecil dan kemudian diartikan sebagai cerita pendek dalam bentuk prosa. Istilah novellaatau

novelle mengandung pengertian yang sama dengan istilah novelette yang berarti sebuah karya prosa fiksi yang panjangnya cukupan, tidak terlalu panjang, namun juga tidak terlalu pendek (Abrams, dalam Nurgiyantoro, 1998:9). Seiring berjalannya waktu dan berkembangnya karya sastra, novel dianggap bersinonim dengan fiksi. Dengan demikian, pengertian fiksi juga berlaku untuk novel. Sebab fiksi pertama-tama menyaran pada prosa naratif, seperti novel.

Fiksi menceritakan barbagai masalah kehidupan manusia dalam interaksinya dengan lingkungan dan sesama. Fiksi merupakan hasil dialog, kontemplasi, dan reaksi pengarang terhadap lingkungan dan kehidupan. Walau berupa cerita rekaan atau khayalan, tak benar jika fiksi dianggap sebagai hasil kerja lamunan belaka, melainkan penghayatan dan perenungan secara intens, perenungan terhadap hakikat hidup dan kehidupan, perenungan yang dilakukan dengan penuh kesadaran dan tanggung jawab. Fiksi merupakan karya yang imajinatif yang dilandasi kesadaran dan tanggung jawab dari segi kreativitas sebagai karya seni. Fiksi menawarkan model-model kehidupan sebagimana yang


(23)

diidealkan oleh pengarang sekaligus menunjukkan sosoknya sebagai karya seni yang berunsur estetik dominan.

Novel sebagai sebuah karya fiksi juga menawarkan sebuah dunia, dunia yang berisi model kehidupan yang diidealkan, dunia imajinier, yang dibangun melalui berbagai unsure intrinsiknya seperti peristiwa, plot, tokoh (dan penokohan), latar, sudut pandang, dan lain-lain yang kesemuanya bersifat imajinier. Kesemuanya itu walau bersifat noneksistensial, karena dengan sengaja dikreasikan oleh pengarang dibuat mirip, diimitasikan dan atau dianalogikan dengan dunia nyata lengkap dengan peristiwa-peristiw dan latar aktualnya sehingga tampak seperti sungguh ada dan terjadi serta terlihat berjalan dengan sistem koherensinya sendiri.

Nurgiyantoro (1998:18-20) membagi novel dalam 2 golongan, yaitu novel populer dan novel serius. Novel populer adalah novel yang populer pada masanya dan banyak penggemarnya, khususnya pembaca dikalangan remaja. Novel golongan ini menampilkan masalah-masalah yang aktual dan selalu menzaman, namun hanya sampai pada tingkat permukaan. Novel populer tidak menampilkan permasalahan kehidupan secara lebih intens, tidak berusaha meresapi hakikat kehidupan. Sebab novel populer pada umumnya bersifat artificial, hanya bersifat secara sementara, cepat ketinggalan zaman, dan tidak memaksa orang untuk membacanya sekali lagi. Novel populer biasanya cepat dilupakan orang, apalagi dengan munculnya novel-novel baru yang lebih populer pada masa sesudahnya.

Novel serius adalah novel yang memberikan isi cerita yang serba berkemungkinan, jadi dituntut konsentrasi yang tinggi untuk dapat memahami cerita yang dipaparkan didalamnya. Pengalaman dan permasalahan kehidupan


(24)

yang ditampilkan dalam novel jenis ini disoroti dan diungkapkan sampai ke inti hakikat kehidupan yang bersifat universal. Novel serius disamping memberikan hiburan, juga terimplisit tujuan memberikan pengalaman yang berharga kepada pembaca, atau paling tidak, mengajak untuk meresapi dan merenungkan secara lebih sungguh-sungguh tentang permasalahan yang dikemukakan. Ini merupakan keunggulan dari novel serius sehingga tetap bertahan sepanjang masa dan tetap menarik sepanjang masa.

Sementara itu Goldman dalam Faruk (1994:17-19), mendefenisikan novel sebagai cerita mengenai pencarian yang terdegredasi akan nilai-nilai yang otentik dalam dunia yang juga terdegredasi. Pencarian itu dilakukan oleh seorang hero yang problematik. Nilai-nilai otentik itu adalah totalitas yang secara tersirat muncul dalam novel, nilai-nilai yang mengorganisasi sesuai dengan mode dunia sebagai totalitas. Dengan pengertian tersebut, nilai-nilai otentik tersebut hanya dapat dilihat dari kecenderungan terdegredasinya dunia dan problematiknya sang hero. Karena itu, nilai-nilai itu hanya ada dalam kesadaran penulis/pengarang novelis, dengan bentuk yang konseptual dan abstrak.

Novel merupakan suatu genre sastra yang bercirikan keterpecahan yang tidak terdamaikan dalam hubungan antara sang hero dengan dunia. Keterpecahan itulah yang menyebabkan dunia dan hero menjadi sama-sama terdegredasi dalam hubungannya dengan nilai-nilai yang otentik yang berupa totalitas diatas. Keterpecahan itu pula yang membuat sang hero menjadi problematik. Berdasarkan teori Lukacs, Goldman membagi novel menjadi 3 jenis:


(25)

Disebut demikian karena novel ini menampilkan 2 hal. Pertama, dengan menampilkan tokoh yang masih ingin bersatu dengan dunia, novel itu masih memperlihatkan idealisme. Kedua, walaupun memperlihatkan idealisme akan tetapi karena persepsi tokoh itu tentang dunia bersifat subjektif, didasarkan pada kesadaran yang sempit, idealismenya menjadi abstrak.

2. Novel Romantisisme Keputusasaan

Novel jenis ini menampilkan kesadaran hero yang terlampau luas. Kesadarannya lebih luas daripada dunia sehingga menjadi berdiri sendiri dan terpisah dari dunia. Itu sebabnya, sang hero cenderung pasif dan cerita berkembang menjadi analisis psikologis semata-mata.

3. Novel Pendidikan

Novel jenis ini memaparkan bahwa sang hero di satu pihak mempunyai interioritas, tetapi di lain pihak juga ingin bersatu dengan dunia. Karena ada interaksi antara dirinya dengan dunia, hero itu mengalami kegagalan. Karena mempunyai interioritas, ia menyadari sebab kegagalan itu.

Jadi, berdasarkan pada paparan defenisi novel diatas, maka penulis menarik kesimpulan bahwa novel yang menjadi objek kajian penelitian penulis merupakan novel serius dan novel pendidikan. Hal ini dikarenakan di dalam novel 1 liter of tears ini syarat dengan nilai-nilai positif dalam menjalani dan menyikapi hidup. Selain itu, begitu banyak dalam novel yang menceritakan bagaimana mengubah sebuah rasa tertekan menjadi sebuah semangat dalam menjadikan hidup lebih bermakna serta bermanfaat bagi orang-orang sekitar walaupun dengan kondisi yang terbatas. Kondisi Aya Kito yang sangat terbatas tidak menjadi halangan bagi dirinya untuk bisa mewujudkan impiannya menjadi


(26)

sesuatu yang bisa memberikan kekuatan bagi orang lain. Malu akan kondisinya yang selalu membutuhkan pertolongan ibunya, teman-temannya serta orang-orang disekitarnya menjadi cambuk bagi Aya untuk tetap bertahan melawan penyakitnya. Aya bukan hanya hero bagi dirinya sendiri namun juga bagi orang lain.

2.2 Unsur Intrinsik Novel

Struktur formal karya sastra dapat disebut sebagai elemen atau unsur-unsur yang membentuk karya sastra. Karya sastra seperti bemtuk novel pada dasarnya dibangun oleh unsur-unsur tema, alur (plot), setting (latar), tokoh (penokohan), sudut pandang (pusat pengisahan). Unsur-unsur ini yang menjadi fokus untuk diresensi atau ditelaah secara struktur formal pada umumnya.

a. Tema

Tema membuat cerita lebih terfokus, menyatu, mengerucut, dan berdampak. Bagian awal dan akhir cerita akan menjadi pas, sesuai, dan memuaskan berkat keberadaan tema. Tema merupakan elemen yang relevan dengan setiap peristiwa dan detail sebuah cerita. Stanton (2007:36-37) mengatakan bahwa tema merupakan aspek cerita yang sejajar dengan makna dalam pengalaman manusia; sesuatu yang menjadikan suatu pengalaman begitu diingat. Ada yang menggambarkan dan menelaah kejadian atau emosi yang dialami manusia seperti cinta, derita, rasa takut, kedewasaan, keyakinan, pengkhianatan manusia terhadap diri sendiri, atau bahkan usia tua. Ada juga yang menghakimi tindakan karakter-karakter didalannya dengan atribut baik atau


(27)

buruk serta memusatkan perhatian pada persoalan moral tanpa bermaksud memberi penilaian dan seolah-olah berkata inilah hidup .

Sementara itu menurut Fananie (2000:84), tema adalah ide, gagasan, pandangan hidup pengarang yang melatar belakangi ciptaan karya sastra. Karena sastra merupakan refleksi kehidupan masyarakat, maka tema yang diungkapkan dalam karya sastra bisa sangat beragam. Tema bisa berupa persoalan moral, etika, agama, sosial budaya, teknologi, tradisi yang terkait erat dengan masalah kehidupan. Namun, tema bisa berupa pandangan pengarang, ide atau keinginan pengarang dalam menyiasati persoalan yang muncul.

Berdasarkan pengetian tema diatas, maka dapat diambil kesimpulan bahwa tema dalam novel 1 Liter Of Tears ini adalah bagaimana perjuangan seorang remaja berusia 15 tahun yang menderita penyakit SCA untuk tetap bertahan hidup dan melawan penyakit tersebut hingga akhirnya ia menghembuskan nafas terakhirnya.

b. Alur (plot)

Salah satu elemen terpenting dalam membentuk sebuah karya fiksi adalah plot cerita. Dalam analisis cerita, plot sering disebut dengan istilah alur. Dalam pengertiannya yang paling umum, plot atau alur sering diartikan sebagai keseluruhan rangkaian peristiwa yang terdapat dalam cerita (Sundari, dalam Fananie, 2000:93). Menurut Stanton dalam Nugiyantoro (1998:113), bahwa plot adalah cerita yang berisi urutan kejadian, namun tiap kejadian itu hanya dihubungkan secara sebab akibat, peristiwa yang satu disebabkan atau menyebabkan terjadinya peristiwa yang lain Alur atau plot merupakan struktur


(28)

rangkaian kejadian dalam cerita yang disusun sebagai interrelasi fungsional yang menandai urutan fungsional yang menandai urutan bagian-bagian dalam keseluruhan fiksi. Dengan demikian, alur itu merupakan perpaduan unsur-unsur yang membangun cerita sehingga merupakan kerangka utama cerita. Menurut Aminuddin (2000:90), pada umumnya alur pada cerita prosa fiksi disusun berdasarkan urutan sebagai berikut:

1. Perkenalan, pada bagian ini pengarang menggambarkan situasi dan memperkenalkan tokoh-tokohnya.

2. Pertikaian, pada bagian ini pengarang mulai menampilkan pertikaian yang dialami sang tokoh.

3. Perumitan, pada bagian ini pertikaian semakin menghebat. 4. Klimaks, pada bagian ini puncak perumitan mulai muncul. 5. Peleraian, disini persoalan demi persoalan mulai terpecahkan.

Menurut susunannya atau urutannya alur terbagi dalam 2 jenis, yaitu alur maju dan alur mundur. Alur maju adalah alur yang susunannya mulai dari peristiwa pertama, peristiwa kedua, ketiga, keempat, dan seterusnya sampai cerita itu berakhir. Alur mundur adalah alur yang susunannya dimulai dari peristiwa terakhir kemudian kembali pada peristiwa pertama, kedua, dan seterusnya sampai kembali lagi pada peristiswa terakhir tadi.

Adapun Plot atau alur yang terdapat dalam novel ini adalah alur maju. Dimulai ketika Aya Kito memasuki usia 15 tahun yang di awali dengan kemunduran fisik Aya Kito dan dilanjutkan dengan cerita ketika ia menghadapi penyakitnya sampai usia 23 tahun dan akhirnya penyakit tersebut mengakhiri kehidupannya.


(29)

c. Latar (setting)

Dalam karya sastra, latar (setting) merupakan satu elemen pembentuk cerita yang sangat penting, karena elemen tersebut akan dapat menentukan situasi umum sebuah karya (Abrams dalam Fananie, 2000:97). Latar atau setting yang disebut sebagai landas tumpu menyaran pada pengertian tempat, hubungan waktu, dan lingkungan sosial tempat terjadinya peristiwa-peristiwa yang diceritakan (Abrams, dalam Nurgiyantoro, 1998:216).

Adapun lattar atau setting dalam novel 1 Liter Of Tears ini berada di daerah Toyohashi, prefektur aichi di Jepang.

d.Penokohan (Perwatakan)

Jones dalam Nurgiyantoro (1998:165), mengatakan bahwa penokohan adalah pelukisan gambaran yang jelas tentang seseorang yang ditampilkan dalam sebuah cerita. Jadi penokohan dalam karya sastra menunjuk pada pelaku atau tokoh ceritanya. Tokoh cerita menempati posisi strategis sebagai pembawa dan penyampai pesan, amanat, moral, atau sesuatu yang sengaja ingin disampaikan kepada pembaca.

Tokoh cerita, menurut Abrams dalam Nurgiyantoro (1998:165), adalah orang-orang yang ditampilkan dalam suatu karya naratif yang ditafsirkan memiliki kualitas moral dan kecenderungan tertentu seperti yang diekspresikan dalam ucapan dan apa yang dilakukan dalam tindakan. Yang dimaksud dengan penokohan disini adalah bagaimana pengarang menampilkan tokoh-tokoh dalam ceritanya dan bagaimana tokoh-tokoh tersebut (Aminuddin, 2000:92).


(30)

Adapun tokoh-tokoh dalam novel 1 liter of tears ini diantaranya :

Ayah : Umur 41 tahun. Memiliki perangai yang tegas dan sangat menyayangi keluarga.

Ibu : Umur 40 Tahun. Sangat penyayang dan begitu perhatian terhadap anak- anaknya. Beliau juga berprofesi sebagai wanita karir. Karakternya yang disiplin, tegas namun begitu lembut terhadap anak-anaknya.

Aya Kito : Remaja Berusia 14 tahun. Memiliki sifat yang keras kepala, cengeng tetapi juga gampang tertawa.

Ako : Umur 12 Tahun. Merupakan saingan Aya dalam belajar dan berprestasi.

Adik Laki-laki : Berusia 11 tahun. Pada saat tertentu ia bersikap sangat dewasa seakan-akan ia adalah kakak laki-laki Aya

Adik Laki-laki : Umur 10 tahun. Memiliki daya khayal yang tinggi namun ceroboh.

Rika : Adik bungsu Aya Kito yang masih berusia 2 tahun. Wajahnya terlihat mirip seperti sang ayah dan rambut ikal seperti ibunya.

Dr. Yamamoto Hiroko : Seorang dokter yang menangani Aya semenjak ia divonis menderita penyakit SCA. Dr. Yamamoto merupakan sosok dokter yang sangat tangguh. Selalu berjuang untuk menemukan obat dari penyakit SCA tersebut. Meskipun terlihat sedikit


(31)

keras terhadap Aya namun sebenarnya ia sangat menginginkan kesembuhan bagi Aya.

Dokter Hiroko : Sangat peduli dengan perkembangan kesehatan Aya. Ibu Guru Kazuki : Guru di sekolah SLB yang selalu emberikan motivasi

terhadap Aya dalam mengarungi hidupnya.

Ibu Guru Makoto : Terlihat kurang begitu menyukai Aya dikarenakan kondisi Aya yang merepotkan teman-temannya di sekolah.

Nenek Kasumi : Seorang nenek yang mencintai Aya seperti anaknya sendiri. Kasih sayangnya terhadap Aya adalah sebuah kekuatan bagi Aya dalm melawan penyakit SCA tersebut. Yu & Shin : Teman dekat Aya ketika bersekolah di SMA. Sikap

loyalitas terhadap aya membuat Aya merasa berhutang budi pada keduanya.

Ken : Seorang anak SD penderita penyakit yang sama seperti Aya. Namun keceriaan Ken selalu menjadi peneduh bagi aya.

e. Sudut Pandang (Pusat Pengisahan)

Sudut pandang atau point of view, menyaran pada cara sebuah cerita dikisahkan. Sudut pandang merupakan cara atau pandangan yang dipergunakan pengarang sebagai sarana untuk menyajikan tokoh, tindakan, latar dan berbagai peristiwa yang membentuk cerita dalam sebuah karya fiksi kepada pembaca (Abrams, dikutip Nurgiyantoro, 1998:248). Dengan demikian, sudut pandang


(32)

pada hakikatnya merupakan strategi, teknik, siasat, yang secara sengaja dipilih pengarang untuk mengemukakan gagasan dan ceritanya.

Menurut Aminuddin (2000:96) sudut pandang adalah kedudukan atau posisi pengarang dalam cerita tersebut. Dengan kata lain posisi pengarang menempatkan dirinya dalam cerita tersebut dari titik pandang ini pula pembaca mengikuti jalannya cerita dan memahami temanya. Terdapat beberapa jenis sudut pandang (pusat pengisahan/point of view), yaitu:

1. Pengarang sebagai tokoh utama. Sering juga posisi yang demikian disebut sudut pandang orang pertama aktif. Disini pengarang menuturkan dirinya sendiri.

2. Pengarang sebagai tokoh bawahan atau sampingan. Disini pengarang ikut melibatkan diri dalam cerita, akan tetapi ia mengangkat tokoh utama. Dalam posisi yang demikian itu sering disebut sudut pandang orang pertama pasif.

3. Pengarang hanya sebagai pengamat sebagai yang berada di luar cerita. Disini pengarang menceritakan orang lain dalam segala hal

Dalam hal ini, sudut pandang pengarang Aya Kiyo dalam novel 1 Liter Of Tears adalah sebagai tokoh utama. Aya Kito sebagai pengarang novel ini menceritakan pengalaman pribadinya dalam menghadapi penyakit SCA yang belum ditemukan obatnya. Semua hal yang ia rasakan dan ia alami ia tumpahkan dalam tulisan diarynya yang berjumlah lebih dari 40 buah buku. Hingga pada akhirnya seluruh catatan hidupnya di buat dalam sebuah buku untuk menjadi motivasi bagi orang-orang sekitarnya terutama yang menderita penyakit yang sama dengan dirinya.


(33)

2.3. Psikologi Secara Umum

Secara umum psikologis mempengaruhi hampir seluruh aspek kehidupan. Dengan semakin kompleksnya masyarakat. Maka psikologis memegang peranan yang penting dalam memecahkan masalah manusia. Para ahli psikologis menaruh perhatian terhadap segala masalah yang beraneka ragam. Namun yang jelas disiplin ilmu psikologis mempelajari tindak tanduk atau tingkah laku manusia dimana pun berada. Tingkah laku tersebut merupakan hasil perpadanan yang dipadatkan oleh tiap-tiap individu dengan lingkungan dan keinginannya. Artinya tingkah itu lahir berdasarkan pertimbangan-pertimbangan yang dialami dalam kehidupan, kemudian dicetuskan dalam sikap-sikap yang sesuai dengan norma atau adat istiadat di mana individu tersebut dilahirkan. Psikologi pada pokoknya menyibukan diri dalam masalah aktifitas psikis seperti membenci, mencintai, menanggapi, berbicara dan penampilan diri, emosi-emosi yang terdapat dalam bentuk tangis dan senyum. Misalnya jika seorang mencintai orang lain tentu saja rasa itu diungkapkan dalam bentuk kasih sayang dan penuh perhatian terhadap orang dicintai. Tetapi seseorang membenci orang lain hal tersebut juga dapat kelihatan dari tingkah lakunya apakah rasa bencinya itu disebabkan karena rasa iri, kurang senang, dan sebagai berikut. Jadi psikologis menyelidiki kepribadian individu dalam bentuk tingkah laku dan penyesuaian dirinya dengan lingkungan, dan sekaligus hubungan timbal balik dengan sesamanya,dengan perincian:

1. Ilmu pengetahuan yaitu suatu kumpulan pengetahuan yang tersusun secara sistematis dan metode-metode tertentu yang tersussun secara sistematis dan metode-metode tertentu yang bersifat ilmu. Sedangkan


(34)

pssikologis di samping ilmu yang merupakan seni karena dalam penerapannya dalam kehidupan manusia diperlukan keterampilan dan kreatifitas tersendiri.

2. Tingkah laku dan kegiatan mempunyai arti konkrit yang dapat diamati dengan panca indra, sehingga tingkah laku mudah diikenal dan mudah dipelajari.

3. Lingkungan yaitu tempat manusia hidup, berinteraksi, menyesuaikan diri, dan mengembangkan dirinya. Individu menerima pengaruh dari lingkungan.

2.4. Hubungan Sastra Dengan Psikologi

Karya sastra merupakan produk dari suatu keadaan kejiwaan dan pemikiran pengarang yang berada dalam situasi setengah atau sub cooncius. Setelah mendapat bentuk yang jelas dituangkan ke dalam, bentuk tertentu secara sadar dalam bentuk penciptaan karya sastra terjadi dalam dua tahap, tahap pertama dalam bentuk meramu gagasan dalam situasi imajinatif dan abstrak kemudian dipindahkan ke dalam tahap kedua yaitu penulisan karya yang sifatnya mengongkritkan apa yang sebelumnya dalam bentuk abstrak. Freud dengan teori psikoanalisisnya mengambarkan bahwa pengarang dalam menciptakan suatu karya sastra diserang oleh penyakit jiwa yang dinamakan neurosis. Bukan hanya itu saja, bahkan kadang-kadang sampai pada tahap psikosis seperti sakit saraf dan mental yang membutanya berada dalam kondisi sebagai tertekan (bukan berarti gila), berkeluh kesah akibat ide dan gagasan yang mengelora serta menghendaki agar disublimasikan atau disalurkan dalam bentuk penciptaan yaitu karya sastra.


(35)

Oleh karena itu, karya sastra tidak dapat dilepaskan dari masalah penciptaan yang diikuti oleh berbagai macam masalah kejiwaan maka untuk mengunakan pendekatan psikologis ini harus melalui dukungan psikologi. Pengetahuan psikologi yang minim tentu saja akan mempersulit pemahaman ataupun pemakaian pendekatan psikologis.

Sastra sebagai gejala kejiwaan yang di dalamnya terkandung fenomena kejiwaan yang tampak lewat perilaku tokoh-tokohnya. Dengan demikian, karya sastra (teks sastra) dapat didekati dengan demikian mengunakan pendekatan psikologis. Hal ini tentu dapat kita terima karena antara sastra dengan psikologi memiliki hubungan lintas yang bersifat tak langsung dan fungsional. Secara tidak langsung artinya hubungan itu ada karena baik sastra maupun psikologi kebetulan memiliki tempat berangkat yang sama yaitu kejiwaan manusia secara mendalam. Hasil penangkapan itu setelah mengalami proses pengolahan diungkapkan dalam bentuk sebuah karya sastra. Perbedaannya adalah pengarang mengemukakannya dalam bentuk formulasi penelitian psikologi.

Dengan demikian tidaklah mengada-ada kalau antara sastra dan psikologi dapat dilakukan kajian lintas disiplin ilmu. Psikologi dan karya sastra memiliki hubungan fungsional, yakni sama-sama berguna untuk sarana mempelajari keadaan kejiwaan orang lain. Perbedaan gejala kejiwaan yang ada dalam karya sastra adalah gejala-gejala kejiwaan dari manusia imajiner sedangkan dalam psikologis manusia dalam dunia nyata. Sekalipun demikian keduanya dapat saling mengisi untuk memperoleh pemahaman yang lebih mendalam terhadap kejiwaan manusia karena mungkin saja apa yang terungkap oleh pengarang tidak mampu diamati oleh psikologi atau bahkan sebaliknya.


(36)

Berdasarkan uraian di atas, dapat diketahui bahwa karya sastra sebenarnya tidak dapat dilepaskan oleh penganut paham-paham strukturalisme tradisional. Mereka menganggap bahwa karya sastra itu bersifat otonom lepas sama sekali dari penulisnya, padahal antara keduanya terdapat hubungankausalitasatau sebab akibat yaitu karya sastra merupakan hasil kreatifitas pengarangnya tidak mungkin lahir tanpa ada penulis sebagai penuturnya. Itulah sebabnya psikologis sastra, khususnya dalam kajian psikologis pengarang. Karya sastra yang bermutu menurut pandangan pendekatan psikologis adalah karya sastra yang mampu menggambarkan kekalutan dan kekacauan batin manusia karena hakekat kehidupan manusia itu adalah perjuangan menghadapi kekalutan batinnya sendiri. Perilaku yang tampak dalam kehidupan diri mereka masing-masing. Apa yang sesungguhnya terjadi dalam dirinya karena manusia sering berusaha menutupinya. Kejujuran, kecintaan, kemunafikan dan lain-lain berada dalam batin masing-masing yang terkadang terlihat gejalanya dari luar dan kadang-kadang tidak. Oleh sebab itu, kajian tentang dan tokoh harus ditekannya pada aspek kejiwaan dan tentu saja tidak lepas dari teori psikologi.

2.5. PSIKOLOGI ALIRAN BEHAVIORISME

Behaviorisme adalah sebuah aliran dalam psikologi yang didirikan oleh John B.Watson pada tahun 1913 yang berpendapat bahwa perilaku harus merupakan unsur subyek tunggal psikologi. Behaviorisme merupakan aliran revolusioner, kuat dan berpengaruh, serta memiliki akar sejarah yang cukup dalam. Behaviorisme lahir sebagai reaksi terhadap introspeksionisme (yang menganalisis


(37)

jiwa manusia berdasarkan laporan-laporan subjektif) dan juga psikoanalisis (yang berbicara tentang alam bawah sadar yang tidak tampak).

Behaviorisme secara keras menolak unsur-unsur kesadaran yang tidak nyata sebagai obyek studi dari psikologi, dan membatasi diri pada studi tentang perilaku yang nyata. Dengan demikian, Behaviorisme tidak setuju dengan penguraian jiwa ke dalam elemen seperti yang dipercayai oleh strukturalism. Berarti juga behaviorisme sudah melangkah lebih jauh dari fungsionalisme yang masih mengakui adanya jiwa dan masih memfokuskan diri pada proses-proses mental. Behaviorisme ingin menganalisis bahwa perilaku yang tampak saja yang dapat diukur, dilukiskan, dan diramalkan. Behaviorisme memandang pula bahwa ketika dilahirkan, pada dasarnya manusia tidak membawa bakat apa-apa. Manusia akan berkembang berdasarkan stimulus yang diterimanya dari lingkungan sekitarnya. Lingkungan yang buruk akan menghasilkan manusia buruk, lingkungan yang baik akan menghasilkan manusia baik. Kaum behavioris memusatkan dirinya pada pendekatan ilmiah yang sungguh-sungguh objektif. Kaum behavioris mencoret dari kamus ilmiah mereka, semua peristilahan yang bersifat subjektif, seperti sensasi, persepsi, hasrat, tujuan, bahkan termasuk berpikir dan emosi, sejauh kedua pengertian tersebut dirumuskan secara subjektif.

Fungsionalisme Menjadi dasar bagi behaviorisme melalui pengaruhnya pada tokoh utama behaviorisme, yaitu Watson. Watson adalah murid dari Angell dan menulis disertasinya di University of Chicago. Dasar pemikiran Watson yang memfokuskan diri lebih proses mental daripada elemen kesadaran, fokusnya perilaku nyata dan pengembangan bidang psikologi pada animal psychology dan


(38)

child psychology adalah pengaruh dari fungsionalisme. Meskipun demikian, Watson menunjukkan kritik tajam pada fungsionalisme

PRINSIP DASAR BEHAVIORISME :

Perilaku nyata dan terukur memiliki makna tersendiri, bukan sebagai perwujudan dari jiwa atau mental yang abstrak

Aspek mental dari kesadaran yang tidak memiliki bentuk fisik adalah pseudo problem untuk sciene, harus dihindari.

Penganjur utama adalah Watson : overt, observable behavior, adalah satu-satunya subyek yang sah dari ilmu psikologi yang benar.

Dalam perkembangannya, pandangan Watson yang ekstrem ini dikembangkan lagi oleh para behaviorist dengan memperluas ruang lingkup studi behaviorisme dan akhirnya pandangan behaviorisme juga menjadi tidak seekstrem Watson, dengan mengikutsertakan faktor-faktor internal juga, meskipun fokus pada overt behavior tetap terjadi.

Aliran behaviorisme juga menyumbangkan metodenya yang terkontrol dan bersifat positivistik dalam perkembangan ilmu psikologi.

Banyak ahli (a.l. Lundin, 1991 dan Leahey, 1991) membagi behaviorisme ke dalam dua periode, yaitu behaviorisme awal dan yang lebih belakangan.

Terhadap aliran behaviorisme ini, kritik umumnya diarahkan pada pengingkaran terhadap potensi alami yang dimiliki manusia. Bahkan menurut pandangan ini, manusia tidak memiliki jiwa, tidak memiliki kemauan dan kebebasan untuk menentukan tingkah lakunya sendiri. Dibawah ini adalah dua


(39)

orang tokoh yang memiliki pengaruh besar dalam perkembangan psikologi behaviouristik.

a. John B. Watson

Watson berpendapat bahwa introspeksi merupakan pendekatan yang tidak ada gunanya. Alasannya adalah jika psikologi dianggap sebagai suatu ilmu, maka datanya harus dapat diamati dan diukur. Watson mempertahankan pendapatnya bahwa hanya dengan mempelajari apa yang dilakukan manusia (perilaku mereka) memungkinkan psikologi menjadi ilmu yang objektif.

Watson menolak pikiran sebagai subjek dalam psikologi dan mempertahankan pelaku sebagai subjek psikologi. Khususnya perilaku yang observabel atau yang berpotensi untuk dapat diamati dengan berbagai cara baik pada aktivitas manusia dan hewan. 3 prinsip dalam aliran behaviorisme:

(1) menekankan respon terkondisi sebagai elemen atau pembangun pelaku. Kondisi adalah lingkungan external yang hadir dikehidupan. Perilaku muncul sebagai respon dari kondisi yang mengelilingi manusia dan hewan. (2) Perilaku adalah dipelajari sebagai konsekuensi dari pengaruh lingkungan maka sesungguhnya perilaku terbentuk karena dipelajari. Lingkungan terdiri dari pengalaman baik masa lalu dan yang baru saja, materi fisik dan sosial. Lingkungan yang akan memberikan contoh dan individu akan belajar dari semua itu.

(3). Memusatkan pada perilaku hewan. Manusia dan hewan sama, jadi mempelajari perilaku hewan dapat digunakan untuk menjelaskan perilaku manusia.


(40)

Behaviorisme , sebutan bagi aliran yang dianut Watson, turut berperan dalam pengembangan bentuk psikologi selama awal pertengahan abad ini, dan cabang perkembangannya yaitu psikologi stimulus-respon yang masih tetap berpengaruh. Hal ini terutama karena hasil jerih payah seorang ahli psikologi dari Harvard, B.F. Skinner. Psikologi stimulus-respon mempelajari rangsangan yang menimbulkan respon dalam bentuk perilaku, mempelajari ganjaran dan hukuman yang mempertahankan adanya respon itu, dan mempelajari perubahan perilaku yang ditimbulkan karena adanya perubahan pola ganjaran dan hukuman.

Skinner, berpendapat kepribadian terutama adalah hasil dari sejarah penguatan pribadi individu . Meskipun pembawaan genetis turut berperan, kekuatan-kekuatan sangat menentukan perilaku khusus yang terbentuk dan dipertahankan, serta merupakan khas bagi individu yang bersangkutan. Dalam sebuah karyanya, Skinner membuat 3 asumsi dasar, yaitu:

(1) Perilaku itu terjadi menurut hukum (behavior can be controlled)

(2) Skinner menekankan bahwa perilaku dan kepribadian manusia tidak dapat dijelaskan dengan mekanisme psikis seperti Id atau Ego ; (3) Perilaku manusia tidak ditentukan oleh pilihan individual.

Kaum behavioris lebih dikenal dengan teori belajar, karena menurut mereka, seluruh perilaku manusia, kecuali insting, adalah hasil belajar. Kaum behavioris sangat mengagungkan proses belajar, terutama proses belajar asosiatif atau proses belajar stimulus-respon, sebagai penjelasan terpenting tentang tingkah laku manusia. Para pendahulu aliran pemikiran ini adalah Isaac Newton dan Charles Darwin. Tokoh-tokoh lainnya yaitu Edward Thorndike, Clark Hull, John Dollard, Neal Miller, dan masih banyak lagi lainnya.


(41)

2.6

Perkembangan Kepribadian dan Sosial Pada Remaja

Yang dimaksud dengan perkembangan kepribadian adalah perubahan cara individu berhubungan dengan dunia dan menyatakan emosi secara unik; sedangkan perkembangan sosial berarti perubahan dalam berhubungan dengan orang lain (Papalia & Olds, 2001). Perkembangan kepribadian yang penting pada masa remaja adalah pencarian identitas diri. Yang dimaksud dengan pencarian identitas diri adalah proses menjadi seorang yang unik dengan peran yang penting dalam hidup (Erikson dalam Papalia & Olds, 2001).

Perkembangan sosial pada masa remaja lebih melibatkan kelompok teman sebaya dibanding orang tua (Conger, 1991; Papalia & Olds, 2001). Dibanding pada masa kanak-kanak, remaja lebih banyak melakukan kegiatan di luar rumah seperti kegiatan sekolah, ekstra kurikuler dan bermain dengan teman (Conger, 1991; Papalia & Olds, 2001). Dengan demikian, pada masa remaja peran kelompok teman sebaya adalah besar.

Pada diri remaja, pengaruh lingkungan dalam menentukan perilaku diakui cukup kuat. Walaupun remaja telah mencapai tahap perkembangan kognitif yang memadai untuk menentukan tindakannya sendiri, namun penentuan diri remaja dalam berperilaku banyak dipengaruhi oleh tekanan dari kelompok teman sebaya (Conger, 1991).

Kelompok teman sebaya diakui dapat mempengaruhi pertimbangan dan keputusan seorang remaja tentang perilakunya (Conger, 1991; Papalia & Olds, 2001). Conger (1991) dan Papalia & Olds (2001) mengemukakan bahwa


(42)

kelompok teman sebaya merupakan sumber referensi utama bagi remaja dalam hal persepsi dan sikap yang berkaitan dengan gaya hidup. Bagi remaja, teman-teman menjadi sumber informasi misalnya mengenai bagaimana cara berpakaian yang menarik, musik atau film apa yang bagus, dan sebagainya (Conger, 1991).

2.6.1. Ciri-ciri Masa Remaja

Masa remaja adalah suatu masa perubahan. Pada masa remaja terjadi perubahan yang cepat baik secara fisik, maupun psikologis. Ada beberapa perubahan yang terjadi selama masa remaja.

1. Peningkatan emosional yang terjadi secara cepat pada masa remaja awal yang dikenal dengan sebagai masa storm & stress. Peningkatan emosional ini merupakan hasil dari perubahan fisik terutama hormon yang terjadi pada masa remaja. Dari segi kondisi sosial, peningkatan emosi ini merupakan tanda bahwa remaja berada dalam kondisi baru yang berbeda dari masa sebelumnya. Pada masa ini banyak tuntutan dan tekanan yang ditujukan pada remaja, misalnya mereka diharapkan untuk tidak lagi bertingkah seperti anak-anak, mereka harus lebih mandiri dan bertanggung jawab. Kemandirian dan tanggung jawab ini akan terbentuk seiring berjalannya waktu, dan akan nampak jelas pada remaja akhir yang duduk di awal-awal masa kuliah.

2. Perubahan yang cepat secara fisik yang juga disertai kematangan seksual. Terkadang perubahan ini membuat remaja merasa tidak yakin akan diri dan kemampuan mereka sendiri. Perubahan fisik yang terjadi secara cepat, baik perubahan internal seperti sistem sirkulasi, pencernaan, dan


(43)

sistem respirasi maupun perubahan eksternal seperti tinggi badan, berat badan, dan proporsi tubuh sangat berpengaruh terhadap konsep diri remaja.

3. Perubahan dalam hal yang menarik bagi dirinya dan hubungan dengan orang lain. Selama masa remaja banyak hal-hal yang menarik bagi dirinya dibawa dari masa kanak-kanak digantikan dengan hal menarik yang baru dan lebih matang. Hal ini juga dikarenakan adanya tanggung jawab yang lebih besar pada masa remaja, maka remaja diharapkan untuk dapat mengarahkan ketertarikan mereka pada hal-hal yang lebih penting. Perubahan juga terjadi dalam hubungan dengan orang lain. Remaja tidak lagi berhubungan hanya dengan individu dari jenis kelamin yang sama, tetapi juga dengan lawan jenis, dan dengan orang dewasa. 4. Perubahan nilai, dimana apa yang mereka anggap penting pada masa

kanak-kanak menjadi kurang penting karena sudah mendekati dewasa. 5. Kebanyakan remaja bersikap ambivalen dalam menghadapi perubahan

yang terjadi. Di satu sisi mereka menginginkan kebebasan, tetapi di sisi lain mereka takut akan tanggung jawab yang menyertai kebebasan tersebut, serta meragukan kemampuan mereka sendiri untuk memikul tanggung jawab tersebut.

2.6.2. Tugas Perkembangan Remaja

` Adapun tugas perkembangan remaja menurut Havighurst dalam Gunarsa (1991) antara lain :


(44)

 memperluas hubungan antara pribadi dan berkomunikasi secara lebih

dewasa dengan kawan sebaya, baik laki-laki maupun perempuan

 memperoleh peranan sosial

 menerima kebutuhannya dan menggunakannya dengan efektif

 memperoleh kebebasan emosional dari orangtua dan orang dewasa

lainnya

 mencapai kepastian akan kebebasan dan kemampuan berdiri sendiri  memilih dan mempersiapkan lapangan pekerjaan

 mempersiapkan diri dalam pembentukan keluarga  membentuk sistem nilai, moralitas dan falsafah hidup

Erikson (dalam Papalia, Olds & Feldman, 2001) mengatakan bahwa tugas utama remaja adalah menghadapiidentityversusidentity confusion, yang merupakan krisis ke-5 dalam tahap perkembangan psikososial yang diutarakannya. Tugas perkembangan ini bertujuan untuk mencari identitas diri agar nantinya remaja dapat menjadi orang dewasa yang unik dengan sense of self yang koheren dan peran yang bernilai di masyarakat (Papalia, Olds & Feldman, 2001).

Untuk menyelesaikan krisis ini remaja harus berusaha untuk menjelaskan siapa dirinya, apa perannya dalam masyarakat, apakah nantinya ia akan berhasil atau gagal yang pada akhirnya menuntut seorang remaja untuk melakukan penyesuaian mental, dan menentukan peran, sikap, nilai, serta minat yang dimilikinya


(45)

Di Jepang motivasi sendiri sering dikaitkan dengan Ikigai yang didefinisikan sebagai tujuan hidup. Bagi sebagian masyarakat jepang bahkan juga masyarakat dunia mengakui akan eksistensi dari ikigai itu sendiri. Sekitar tahun 1994, sebuah survei dilakukan di Jepang terhadap puluhan ribu orang dewasa yang berusia 40-70 tahun. Diantara pertanyaan yang diajukan beberapa diantara berkaitan dengan ikigai. Seperti pertanyaan, Apakah anda memiliki Ikigai dalam hidup anda? . Setelah itu, para peneliti mengikuti responder tersebut selama lebih kurang 7 tahun. Selama periode tersebut sekitar 7% responden telah meninggal dunia. Para peneliti memperhitungkan faktor-faktor resiko yang dikenal dengan baik seperti mortalitas untuk umur, jenis kelamin, pendidikan, indeks masa tubuh, penggunaan rokok, konsumsi alkohol, pekerjaan, stres yang dirasakan, juga riwayat penyakit dari para responden.

Ternyata, setelah dilakukan penelitian lebih lanjut ditemukan bahwa responden yang masih bertahan hidup adalah mereka-mereka yang telah memiliki ikigai dari dalam dirinya. Jika dihubungkan secara psikologis menunjukkan bahwa adanya indikator yang memiliki korelasi antara ikigai dan responden berumur panjang, yakni ketika seseorang memiliki tujuan dalam hidupnya baik itu berupa mimpi, angan-angan, cita-cita yang ingin didapatkannya lalu terekam dalam alam bawah sadarnya. Setelah itu,secara disadari atau tidak tubuh merespon otak dalam mencapai sesuatu tersebut. Untuk itu, tubuh atau fisik berusaha untuk mewujudkan keinginan yang terekam dalam pikiran. Disinilah ikigai bertransisi dari sebuah angan, mimpi, atau keinginan apapun menjadi sebuah energi besar dari dalam diri setiap pribadi. Dan tentu saja hal ini berpengaruh terhadap seberapa besar keinginan orang tersebut.


(46)

Seseorang yang telah memiliki ikigai akan lebih termotivasi dalam menjalani hidupnya. Ikigai memberikan arah pada seorang individu dalam memaknai setiap arti dari kehidupan yang ia tempuh. Ikigai sendiri bukan hanya dikenal di Jepang saja namun juga di seluruh dunia, tentu saja dalam bahasa yang berbeda. Ikigai sendiri juga memiliki kaitan dengan hubungan sosial di dalam masyarakat. Adapun hubungan yang dimaksud yaitu ketika seorang individu merasa bermanfaat bagi lingkungannya maka ada kepuasan tersendiri yang dirasakan oleh individu tersebut dan tentu saja hal ini menjadi sebuah energi dan motivasi bagi individu tersebut untuk lebih menunjukkan eksistensinya dalam memberikan manfaat pada lingkungan sekitarnya. Hal ini terbukti dengan penelitian yang dilakukan di daerah Jepang tepatnya di kepulauan Okinawa. Dimana di wilayah ini rata-rata penduduknya memiliki umur yang relatif lebih panjang dibandingkan dengan umur manusia pada umumnya saat ini. Ternyata hasil penelitian mengungkapkan bahwa penduduk Okinawa memiliki ikigai yang membuat mereka berumur lebih panjang.

Begitu besarnya pengaruh ikigai dalam kehidupan manusia. Sehingga selayaknyalah setiap manusia memiliki Ikigai dalam dirinya masing-masing. Karena dengan itulah kita bisa mendapatkan motivasi dan energi yang besar dalam menjalani kehidupan. Tanpa sebuah ikigai manusia diibaratkan seperti mayat hidup dimana usianya akan habis sia-sia tanpa ada memberikan suatu manfaat baik itu bagi diri sendiri apalagi orang lain.

Namun terkadang ikigai sering dihubungkan dengan tingkat ekonomi. Pada kenyataannya ikigai tidak selalu berhubungan dengan masalah ekonomi. Ikigai membuat seseorang merasa hidup lebih layak sebab ia memiliki sesuatu


(47)

yang sepatutnya diperjuangkan. Ikigai ini bersifat pribadi dan ikigai juga mencerminkan karakteristik dari masing-masing individu.

Menurut Kamiya, ikigai sangat erat kaitannya dengan tingkat kebutuhan manusia yang dikemukakan oleh Abraham Maslow. Maslow telah membentuk sebuah hirarki dari lima tingkat kebutuhan dasar. Di luar kebutuhan tersebut, kebutuhan tingkat yang lebih tinggi ada. Ini termasuk kebutuhan untuk memahami, apresiasi estetik dan spiritual kebutuhan murni. Dalam tingkat dari lima kebutuhan dasar, orang tidak merasa perlu kedua hingga tuntutan pertama telah puas, maupun ketiga sampai kedua telah puas, dan sebagainya.Kebutuhan dasar Maslow adalah sebagai berikut:

1. Kebutuhan Fisiologis

Ini adalah kebutuhan biologis. Mereka terdiri dari kebutuhan oksigen, makanan, air, dan suhu tubuh relatif konstan. Mereka adalah kebutuhan kuat karena jika seseorang tidak diberi semua kebutuhan, fisiologis yang akan datang pertama dalam pencarian seseorang untuk kepuasan.

2. Kebutuhan Keamanan

Ketika semua kebutuhan fisiologis puas dan tidak mengendalikan pikiran lagi dan perilaku, kebutuhan keamanan dapat menjadi aktif. Orang dewasa memiliki sedikit kesadaran keamanan mereka kebutuhan kecuali pada saat darurat atau periode disorganisasi dalam struktur sosial (seperti kerusuhan luas). Anak-anak sering menampilkan tanda-tanda rasa tidak aman dan perlu aman.

3. Kebutuhan Cinta, sayang dan kepemilikan

Ketika kebutuhan untuk keselamatan dan kesejahteraan fisiologis puas, kelas berikutnya kebutuhan untuk cinta, sayang dan kepemilikan dapat muncul. Maslow


(48)

menyatakan bahwa orang mencari untuk mengatasi perasaan kesepian dan keterasingan. Ini melibatkan kedua dan menerima cinta, kasih sayang dan memberikan rasa memiliki.

4. Kebutuhan Esteem

Ketika tiga kelas pertama kebutuhan dipenuhi, kebutuhan untuk harga bisa menjadi dominan. Ini melibatkan kebutuhan baik harga diri dan untuk seseorang mendapat penghargaan dari orang lain. Manusia memiliki kebutuhan untuk tegas, berdasarkan, tingkat tinggi stabil diri, dan rasa hormat dari orang lain. Ketika kebutuhan ini terpenuhi, orang merasa percay diri dan berharga sebagai orang di dunia. Ketika kebutuhan frustrasi, orang merasa rendah, lemah, tak berdaya dan tidak berharga.

5. Kebutuhan Aktualisasi Diri

Ketika semua kebutuhan di atas terpenuhi, maka dan hanya maka adalah kebutuhan untuk aktualisasi diri diaktifkan. Maslow menggambarkan aktualisasi diri sebagai orang perlu untuk menjadi dan melakukan apa yang orang itu lahir untuk dilakukan. Seorang musisi harus bermusik, seniman harus melukis, dan penyair harus menulis. Kebutuhan ini membuat diri mereka merasa dalam tanda-tanda kegelisahan. Orang itu merasa di tepi, tegang, kurang sesuatu, singkatnya, gelisah. Jika seseorang lapar, tidak aman, tidak dicintai atau diterima, atau kurang harga diri, sangat mudah untuk mengetahui apa orang itu gelisah tentang. Hal ini tidak selalu jelas apa yang seseorang ingin ketika ada kebutuhan untuk aktualisasi diri.


(49)

BAB III

Analisa Psikologis Dalam Novel 1 Liter Of Tears

3.1. Sinopsis Novel

Novel ini merupakan catatan hidup dari seorang gadis kecil bernama Aya Kito. Aya Kito adalah sosok gadis kecil yang periang, aktif, dan memiliki prestasi yang bagus di sekolahnya. Ia memiliki empat orang adik. 2 adiknya adalah laki-laki dan 2 lagi perempuan. Ayahnya adalah seorang pengusaha tahu dan ibunya berprofesi sebagai wanita karir pada sebuah perusahaan swasta. Keluarganya merupakan sebuah keluarga kecil yang sederhana dan bahagia.

Cerita ini bermula ketika Kito memasuki usia 15 Tahun. Dimana ketika itu ia merasa ada sebuah perubahan terhadap ketahanan kondisi tubuhnya. Ia sering mengalami sakit yang tidak jelas. Keseimbangan tubuhnya sering tidak stabil bahkan tak jarang pula ia terjatuh ketika sedang berjalan meskipun tanpa ada yang menghalangi jalannya. Awalnya ia hanya mengira kurang istirahat saja. Namun Ibunya telah memperhatikan kejanggalan yang dialami oleh anaknya Aya. Hingga suatu ketika Aya dibawa ke rumah sakit oleh ibunya untuk memeriksakan kondisi tubuhnya. Namun, sang dokter hanya memberitahukan penyakit tersebut kepada ibu Aya bahwa penyakit yang diderita Aya adalah penyakit yang belum ada obatnya. Seperti disamabar petir di siang bolong ibunya begitu terkejut dengan pernyataan sang dokter. Meskipun dokter berkata bahwa penyakit yang di derita Aya yakni Spinocerebelar Ataxia (SCA) belum ditemukan obatnya, hal itu tidak membuat Ibu Aya berdiam diri saja. Ia terus mencari informasi ke rumah


(50)

sakit yang ada, mencari informasi dari internet dan sumber-sumber info lainnya hingga akhirnya ia menyadari bahwa penyakit tersebut belum ditemukan obatnya.

Kondisi Aya pun kian hari semakin memburuk dan setiap kali ia menyakan pada Ibunya tentang penyakitnya tapi tidak pernah diberitahu oleh Ibunya. Aya adalah sosok yang sama dengan ibunya. Karena tidak mendapatkan jawaban yang puas dari ibunya, akhirnya ia mendapatkan informasi dari internet tentang penyakitnya. Semenjak ia mengetahui penyakit apa yang dideritanya membuat ia kehilangan akan semangat hidup. Tidak mempunyai tujuan hidup. Terpuruk dalam penyakit yang terus menggerogoti kondisi tubuhnya mesti perlahan tapi pasti. Disaat itulah ibunya ada untuk selalu membuat Aya untuk tetap bertahan melawan penyakit yang dideritanya. Aya sering bertanya kepada ibunya kenapa harus aku yang dipilih penyakit ini? . Namun ibunya terus memberikan semangat pada Aya dan mengatakan pada Aya bahwa lebih baik bersyukur dengan apa yang kita miliki saat ini daripada menangisi apa yang telah hilang .

Disekolah Aya sering mendapatkan tekanan dari orang-orang sekitarnya. Bahkan ada beberapa dari gurunya mengharapkan agar Aya pindah ke SLB saja. Di lain sisi, Aya juga mempunyai dua orang sahabat yang selalu setia menemaninya dan senantiasa membantu aya di kala kesulitan melakukan sesuatu karena kondisi tubuh Aya yang semakin memburuk. Akhirnya Aya pun memutuskan untuk masuk SLB. Bukan hanya ketika di SMA saja Aya mendapatkan perlakuan yang tidak mengenakkan tapi di SLB pun ia terkadang mendapatkan cemohan dari guru-gurunya. Walaupun ada beberapa guru yang selalu membuatnya tetap semangat dalam menjalani hidup.


(51)

Akhirnya Aya pun dapat menyelesaikan pendidikannya di SLB. Selama rentang waktu yang panjang dalam menghadapi penyakitnya, Aya telah berubah menjadi sosok yang lebih tangguh, lebih bisa memaknai dan menghargai apa arti sebuah kehidupan. Buku diary yang setia menemaninya telah menjadi bukti semangatnya dalam melawan penyakit yang dideritanya. Ia ingin berbuat sesuatu yang bisa memberikan manfaat bagi orang-orang yang menderita penyakit yang sama khususnya dan memberikan semangat orang-orang sekitarnya pada umumnya untuk tetap memiliki tujuan dalam hidup. Menjadikan hidup lebih bermakna.. Memberikan manfaat pada orang-orang sekitar. Aya terus berjuang melawan penyakitnya hingga ketika ia berusia 23 tahun ia pun meninggal. Namun buku diary nya berjumlah 46 buah dan dirangkum dalam sebua novel telah menjadi inspirasi dan energi besar bagi siapa saja yang membacanya. Meyakin kepada setiap orang yang membacanya bahwa hidup adalah sebuah perjuangan dan harus selalu bersyukur serta berusahalah memberikan sesuatu yang bisa bermanfaat bagi orang lain dalam kondisi apapun.

3.2. Analisa Psikologis Tokoh Aya Kito

Cuplikan novel

Cuplikan 1 hal 11

Suatu ketika, sekolahku, SMP Seiryo, mengadakan kegiatan memetik buah jeruk. Ketika itu aku berjalan menuju jajaran pohon jeruk, seorang murid laki-laki mengejek caraku berjalan.

Hei, cara berjalanmu kok aneh, sih!Kayak anak kecil saja. Itu kan karena kakinya O, sambut yang lain.


(52)

Ucapan mereka disambut tawa oleh murid-murid lainnya. Meski marah, aku memilih tak mengacuhkan mereka. Kalau kuladeni, sampai kapan pun mereka takkan pernah berhenti mengejekku. Aku hanya bisa menahan tangis.

Analisis

Dari cuplikan di atas dapat kita lihat adanya tekanan yang berasal dari lingkungan Aya Kito. Lingkungan memberikan stimulus berupa ejekan-ejekan yang menyudutkan Aya. Selanjutnya Aya yang menyadari akan kekurangannya tersebut hanya mampu menangis tanpa ingin memperpanjang permasalahan. Hal ini merupakan bentuk respon Aya dalam menghadapi stimulus negatif dari lingkungan sekolahnya terutama teman-teman yang mengejeknya.

Meskipun kita ketahui bahwa pada masa remaja terjadi peningkatan emosional secara cepat yang biasa dikenal sebagai masa storm & stres. Namun sepertinya tekanan yang ada justru disadari atau tidak telah membentuk sosok Aya menjadi lebih kuat salah satunya dengan respon dalam bentuk menangis tanpa ada keinginan untuk meladeni stimulus negatif dari teman-temannya.

Cuplikan 2 Hal 13

Menjelang tidur, otakku tak bisa diajak kompromi. Pikiranku mengembara kemana-mana. Aku teringat kembali ketika guruku menjelaskan tentang tata cara bergaul di masyarakat. Kalau kita kuat menghadapi ejekan orang lain, kita akan mendapatkan pengalaman berharga darinya. Aku jadi berpikir, saat ini pun aku belum terlambat untuk belajar dari pengalaman.


(1)

DAFTAR PUSTAKA

Aminuddin. 1990. Pengembangan Penelitian Kualitatif dalam Bidang Bahasa dan Sastra.Malang: Yayasan Asih Asah Asuh.

Aminuddin. 2000. Pengantar Apresiasi Karya Sastra.Bandung : Percetakan PT Sinar Baru Algesindo.

Atkinson, Rita L. dkk. 1996.Pengantar Psikologi. Terjemahan Nurjannah Taufiq. Batam: Interaksara

Budiardjo, A. 1991.Kamus Psikologi. Semarang: Dahara Prize

Conger, J.J. (1991).Adolescence and youth(4th ed). New York: Harper Collins

Dakir. 1993.Dasar-Dasar Psikologi. Yogyakarta: Gramedia

Endraswara, Suwardi. 2008. Metodologi Penelitian Sastra Edisi Revisi.

Yogyakarta : Media Pressindo.

Fananie, Zainuddin. 2000. Telaah Sastra, cet.2. Surakarta : Muhammadiyah University Press.

Faruk. 1994. Pengantar Sosiologi Sastra : Dari Strukturalisme Genetik Sampai Post-Modernisme. Cet. I. Yogyakarta : Pustaka Pelajar.

Fitts, William H. 1971.The Self Concept And Self Actualisation.

Freud, Sigmund. 2006. Psikoanalisis Sigmund Freud. Terjemahan K. Bertens. Surabaya: Ikon Teralitera

Gunarsa, S.D. (1988).Psikologi remaja. Jakarta: BPK Gunung Mulia. Gunarsa, S.D. (1990).Dasar dan teori perkembangananak. Jakarta: BPK Gunung Mulia.

Harlock, Elizabeth B. 1980.Psikologi Perkembangan. Terjemahan Istiwidayanto. Jakarta: Erlangga


(2)

Hardjana, Andre. 1994.Kritik Sastra : Sebuah Pengantar. Jakarta : PT Gramedia Pustaka Umum.

Kito, Aya. 2005.1 Liter Of Tears,Alih Bahasa:Endang Marina. Jakarta : PT Elex Media Komputindo

Nurgiyantoro, Burhan. 1998. Teori Pengkajian Fiksi.Yogyakarta : Gajah Mada University Press.

Nursisto. 2000. Ikhtisar Kesusastraan Indonesia. Cet I. Yogyakarta : Adicita Karya Nusa.

Papalia, D E.,Olds, S. W., & Feldman, Ruth D. (2001).Human development(8th ed.). Boston: McGraw-Hill

Pradopo, Rachmat Djoko. 1994. Prinsip-Prinsip Kritik Sastra. Yogyakarta : Gadjah Mada University Press

Pradopo, Rachmat Djoko, dkk. 2001.Metode Penelitian Sastra. Yogyakarta : PT Hanindita Graha Widya.

Roekhan.1990.Kajian Tekstual dalam Psikologi Sastra ; Persoalan Teori dan terapan. Dalam Aminuddin (Ed.)Sekitar Masalah Sastra. Malang:YA3.

Sriwati, Ning. 2006. Analisis Cerita Novel Madogiwa No Totto Chan Karya Tetsuko kuroyagi dengan Pendekatan Pragmatik. (Skripsi). Departemen Sastra Jepang Fakultas Sastra Universitas Sumatera Utara. Stanton, Robert. 2007.Teori Fiksi Robert Stanton. Yogyakarta : Pustaka Pelajar. Sobur, Alex. 2009.Psikologi Umum. Bandung : Pustaka Setia.

Sujanto, Agus, dkk. 2008.Psikologi Kepribadian. Jakarta: Bumi Aksara Tarigan, Henry Guntur. 1990.Pengajaran Pragmatik.Bandung : Angkasa.


(3)

Yulita, Herawaty Sianlin. 2005. Analisis Kritikan Akutagawa Ryuunosuke Terhadap Kondisi Sosial Masyarakat Modern Jepang dalam Novel Kappa . (Skripsi). Departemen Sastra Jepang Fakultas Sastra Universitas Sumatera Utara.

Welleck, Rene dan Austin Warren. 1995. Teori Kesusastraan, terj. 1. Melani Budianta. Jakarta : PT Gramedia Pustaka Utama.

http://id.wikipedia.org/wiki/Teori_Belajar_Behavioristik http://jurnal.pdii.lipi.go.id/admin/jurnal/77035774.pdf


(4)

ようし

,要旨

あやきとの

さくひん

,

作品の『一リットル

なみだ

,

涙』という

しょうせつ

,

小説

における

しゅじんこう

,

主人公の

しんりがくてき

,

心理学的な

ぶんせき

,

分析

ぶんがくさくひん

,文学作品 と はげんご,言語 に よ っ て せいかつ,生活 に つ い て

ひょうげん

,表現して、

しゃかい

,社会から

,出た

すべ

,全ての

せいかつ

,生活の

ぶめん

,部面につい

せつめい

,説明 す る も の で あ る 。

ぶんがくさくひん

,文学作品 は

そうぞうてき

,創造的 な

れいかん

,霊感 と し て さっか,作家 に そうぞう,創造 さ れ た も の で あ る 。

ぶんがくさくひん

,文学作品のそんざい,存在はないようそ,内要素によってこうせい,構成されてい

る。

たと

,例えば、

しゅじんこう

,主人公や

はなしじゅんばん

,話順番や

ばしょ

,場所などである。

ま た 、

がいようそ

,外要素 に よ っ て

こうせい

,構成 さ れ て い る 。

たと

,例 え ば 、

しんりがく

,心理学やさっか,作家のりれき,履歴などである。

げんご

,言語とはぶんがく,文学にしよう,使用されているものである。ぶんがく,文学

せいかつ

,生活の

びょうしゃ

,描写する 、また、その

せいかつ

,生活は

しゃかいてき

,社会的な

じじつ

,事実である。

ぶんがく

,文学も

ぶんがくしゃ

,文学者または

しゃかい

,社会と

かんけい

,関係が

ある。きほんてき,基本的に、しゃかいがく,社会学のぶめん,部面からみ,見ると、ぶんがく,文学 はしゃかい,社会 のびょうしゃ,描写 で あ る 。げんご,言語 とぶんがく,文学 はたが,互 い に

みっせつ


(5)

すべ

,全てのじぶん,自分にあるいんしょう,印象またはでんごん,伝言をでんたつ,伝達すること

が で き る 。 だ か ら 、ぶんがく,文学 に お け ることば,言葉 はしよう,使用 さ れ て い る

ことば

,言葉の

うつく

,美しさの

いがい

,以外に、

にんげん

,人間が

おお

,多くの

ないようそ

,内要素を

,見つけることはあ,当たりまえ,前である。たと,例えば、しゅうきょう,宗教にかん,関す

る こ と やしんりがく,心理学 やきょういく,教育 やてつがく,哲学 や イ デ オ ロ ギ ー な ど の

にんげんせいかつ

,人間生活にかん,関やく,役た,立つことである。

『一リットル

なみだ

,涙

,』という

しょうせつ

,小説はあやきとによって

,書か

れて、

じぶん

,自分の

せいかつけいけん

,生活経験について

せつめい

,説明して、

りれき

,履歴のあ

っ たしょうせつ,小説 で あ る 。 こ のしょうせつ,小説 は あ るおんな,女 のわかもの,若者 の

どりょく

,努力が Spinocerebelar Ataxia というびょうき,病気をくろう,苦労することに

ついて

せつめい

,説明していた。あやきとさんは15

さい

,歳からその

びょうき

,病気を

くろう

,苦労していた。

かのじょ

,彼女にとって、

まいびょう

,毎秒はその

びょうき

,病気から

なお

,治れるようにずっとどりょく,努力するじかん,時間になったものである。その

よ う なじょうたい,状態 はしんりてきえいきょう,心理的影響 をあた,与 え た 。 ち な み に 、

かのじょ

,彼女はまだ

わか

,若ったが、あやさんは

ぎゃく

,逆に、その真理的な圧迫は

パ ワ ー に な る こ と を

へんけい

,変形 す る こ と が で き た 。 な ぜ か と い う と 、

かのじょ

,彼女はまわ,周りのひとびと,人々にはげ,励ましをしてもらったからである。

たと


(6)

いちばんおお

,一番大きなはげ,励ますことはおかあ,母さんであって、あやさんがなお,治

れるまでつか,疲れをし,知らずに、ずっとどりょく,努力したものである。

ぶんせき

,分析した

けっか

,結果に

もと

,基づいて、

ひっしゃ

,筆者が

つぎ

,次のようにま とめをした。

1. あやさんの心理的な圧迫しんりがくてきじょうたい,心理学的状態はだいたい,大体、

おかあ,母さんにえいきょう,影響をう,受けた。まわ,周りのひとびと,人々からもら った

はげ

,励ましは

かのじょ

,彼女の

しんり

,心理を

つよ

,強くした。 2. はげ,励ますことはびょうにん,病人にたいへんやく,大変役にた,立った。

3. にちじょうせいかつ,日常生活では、あやさんが「い,生きがい,甲斐」というはげ,励

ましをも,持っていた。それは、しょうらい,将来、おかあ,母さんをしあわ,幸せ にするつもりであった。

しんりがくぶめん

,心理学部面からみ,見たぶんがくさくひん,文学作品のそんざい,存在によ

って、あるぶんがくさくひん,文学作品をよ,読むことはじじつ,事実をよ,読むわけであ る。その

なか

,中には、

ふくざつ

,複雑な

せいかつ

,生活の

ぶめん

,部面が

はい

,入って、いろい


Dokumen yang terkait

Analisis Psikologis Tokoh Utama Suguro Dalam Novel Skandal karya Shusaku Endo Endo Shusaku No Sakuhin No “Sukyandaru” No Shousetsu Ni Okeru Shujinkou No Shinrinteki No Bunseki

2 79 64

Higuchi Tachibana No Sakuhin No “M To N No Shouzou”To Iu Manga Ni Okeru Shujinkouno Shinrigakutekina Bunseki

2 47 67

Analisis Kesetiaan Tokoh Kaze Dalam Novel “Pembunuhan Sang Shogun” Karya Dale Furutani Dale Furutani No Sakuhin No Shougun No Satsugai No Shousetsu Ni Okeru Kaze To Iu Shujinko No Chujitsu No Bunseki

5 50 66

Analisis Konsep Kazoku Dalam Novel “Kitchen” Karya Banana Yoshimoto (Banana Yoshimoto No Sakuhin Daidokoro No To Iu Shosetsu Ni Okeru Kazoku Ni Gainen No Bunseki)

7 71 54

Analisis Psikologis Tokoh Utama Arisa Morishige Dalam Komik “Limit” Karya Keiko Suenobu Keiko Suenobu No “Limit” No Manga Ni Okeru Arisa Morishige To Iu Shuujinkou No Shinrigakutekina Bunseki

0 6 70

Analisis Psikologis Tokoh Utama Arisa Morishige Dalam Komik “Limit” Karya Keiko Suenobu Keiko Suenobu No “Limit” No Manga Ni Okeru Arisa Morishige To Iu Shuujinkou No Shinrigakutekina Bunseki

0 0 8

Analisis Psikologis Tokoh Utama Arisa Morishige Dalam Komik “Limit” Karya Keiko Suenobu Keiko Suenobu No “Limit” No Manga Ni Okeru Arisa Morishige To Iu Shuujinkou No Shinrigakutekina Bunseki

0 0 6

Analisis Psikologis Tokoh Utama Arisa Morishige Dalam Komik “Limit” Karya Keiko Suenobu Keiko Suenobu No “Limit” No Manga Ni Okeru Arisa Morishige To Iu Shuujinkou No Shinrigakutekina Bunseki

0 0 15

Analisis Psikologis Tokoh Utama Arisa Morishige Dalam Komik “Limit” Karya Keiko Suenobu Keiko Suenobu No “Limit” No Manga Ni Okeru Arisa Morishige To Iu Shuujinkou No Shinrigakutekina Bunseki

0 0 21

Analisis Psikologis Tokoh Utama Arisa Morishige Dalam Komik “Limit” Karya Keiko Suenobu Keiko Suenobu No “Limit” No Manga Ni Okeru Arisa Morishige To Iu Shuujinkou No Shinrigakutekina Bunseki

0 0 2