Prosiding SEMINAR NASIONAL PENDIDIKAN JA

ISSN 9-772337-979007

Prosiding
SEMINAR NASIONAL PENDIDIKAN JASMANI
“Pendidikan Jasmani dalam Perspektif Gender”

Aula Perpustakaan Universitas Negeri Jakarta
Kamis, 18 April 2013

PSWPA Lembaga Penelitian dan Jurusan Olahraga Pendidikan FIK

Universitas Negeri Jakarta

ISSN 9-772337-979007

Prosiding
SEMINAR NASIONAL PENDIDIKAN JASMANI
“Pendidikan Jasmani dalam Perspektif Gender”

Aula Perpustakaan Universitas Negeri Jakarta
Kamis, 18 April 2013


PSWPA Lembaga Penelitian dan Jurusan Olahraga Pendidikan FIK

Universitas Negeri Jakarta

Copyright ©2013 by Seminar Nasional Pendidikan Jasmani
Pengarah:
Prof. Dr. Mulyana

Editor
Heni Widyaningsih, SE, M.SE
Reviewer

Dr. Johansyah Lubis, M.Pd
Dr. Hamidah, M.Si
Dr. Ivan Hanafi
Dr. Rini puspitaningrum, M.Bio.Med
Dr. Anan Sutisna, M.Pd
Samadi, M.Pd
Eva Yulianti, SE, M.Sc

Redaksi:
Fitri Lestari Isom, SPd, M.Si
Wahyuningtyas Puspitorini, S.Pd, M.Kes
Eka Fitri Novitasari, M.Pd
Setyo Purwanto, M.Pd

ISSN 9-772337-979007

DAFTAR ISI

Pendidikan Jasmani Dalam Perspektif Gender

1 Johansyah Lubis

Perlindungan Anak dalam Aktivitas Fisik: Persepsi Gender

2 Marlinda Budiningsih

Sikap siswa terhadap Kesehatan Reproduksi


13-25

3 Aan Wasan

Politik, perempuan, dan olahraga di Cina

26-35

4 Mansur Jauhari

Peran aktivitas fisik dalam menurunkaan berat badan
pada perempuan

36-46

5 Wahyudin

Perempuan, karakter, konsep dan prinsip pembelajaran
pendidikan jasmani


47-61

6 Martha Christianti

Peran pendidik PAUD dalam mengoptimalkan perkembangan motorik anak usia dini tanpa perbedaan gender

62-71

Analisis kontribusi Minat terhadap hasi l belajar penjasorkes

72-81

8 Eka Fitri Novita Sari

Proporsi guru pendidikan Jasmani perempuan di DKI
Jakarta

82-94

9 Zulham


Media Massa dan Gender: Konstruksi Sosial Perempuan
dan Relevansinya dalam Pendidikan Jasmani di Indonesia

95-106

10 Mia Kusumawati

Partisipasi Siswi dalam Mengikuti Pendidikan Jasmani
Olahraga dan Kesehatan

107-115

11 Iwan Hermawan

Pelaksanaan Pembelajaran Penjas Siswa Putri Sekolah
Dasar Berdasarkan Teori Motor Ontogenesis

116-132


12 Azwar

Paradigma Gender dalamm Aktivitas Pendidikan jasmani

133-145

7

Syahruddin Saleh & Badarudin

1-12

13 Taryono &Apta Mylsidayu

Minat Siswa Putri dalam Pembelajaran Pendidikan Jasmani, Olahraga dan Kesehatan melalui Metode Bermain

146-155

14 Kasriman


Sikap dan Motivasi Wanita dalam Pendidikan Jasmani
dan Olahraga

156-172

15 Sujarwo

Peningkatan Kebugaran Jasmani di Sekolah melalui aktivitas ritmik

173-184

16 Kurnia Tahki

Konsep diri Guru Penjas Perempuan di DKI Jakarta

185-193

17 Taufik Rihatno

Gender Dalam Pendidikan Jasmani dan Olahraga


194-204

18 Sri Nuraini

Pendidikan Karakter Siswa Perempuan Melalui Beladiri
Pencak Silat

204-214

19 Sudradjat Wiradihardja

Penjas di Indonesia dan Olahraga di Denmark

215-229

20 Fitri Lestari Issom

Membangun karakter anak melalui Pendidikan Jasmani


230-238

21 Siti Divinubun

Keberpihakan Pendidkan Jasmani, Olahraga dalam Perspektif Gender

239-253

22 Tomi Ari Sadewo

Guru penjas (pria) vs siswa (wanita) di pendidikan menengah (SMA/MA/SMK)

254-261

23 Saharullah

Peranan Perempuan terhadap Pedidikan jasmani dan
olahraga dalam pembentukan

262-268


Olahraga, Rekreasi dan Kesehatan dalam Perspektif Gender

24 Bayu Nugraha

Manfaat Latihan Beban untuk Wanita

270-277

25 Nurhayati Simatupang

Pendidikan Jasmani dan Kepadatan Tulang Perempuan

278-287

26 Widyastuti

Wanita dan Olahraga Beladiri

288-296


27 Ika Novitaria Marani

Perempuan dalam perspektif prestasi olahraga Indonesia

297-310

28 Wahyuningtyas Puspitorini

Pencegahani dan Penatalaksanaan Cedera Overuse
pada atlet Wanita

311-323

29 Yusmawati

Aktivitas Olahraga dan Pengaruh Masa Menstruasi

324-331

30 I Ketut Yoda

Eksklusifitas Wanita dalam Olahraga

332-344

31 Juriana

Perbedaan psychological well-being antara laki-laki dan
perempuan yang rutin berolahraga

345-352

32 Hernawan

Partisipasi Perempuan Dalam Kegiatan Olahraga Dan
Rekreasi

353-360

33 Heni Widyaningsih

Kesetaraan Gender dalam Mengisi Peluang Baru pada
Olahraga Maskulin

361-371

34 Indra Adibudiman

Olahraga dalam perspektif Gender: menguak tabir marginalisasi wanita dalam Olahraga

372-383

35 Agus Tri Wibowo

Wanita dalam Olahraga

384-389

36 Sukiri

Olahraga dalam perspektif gender

390-402

37 Iwan Setyawan

Gaya Mengajar Dosen FIK UNJ

403-414

38 Ary Subarkah

Peran Masseur Perempuan dalam Dunia Olahraga

415-421

39 Mulyana

Asesmen Pendidikan Jasmani

422-431

40 Eva Yulianti

Aktivitas fisik dan upaya mengurangi perilaku sedentary
pada anak sekolah dasar

432-441

Olahraga dalam Perspektif Gender: menguak tabir marginalisasi wanita dalam olahraga

Olah Raga Dalam Perspektif Gender: Menguak Tabir Marginalisasi
Wanita Dalam Olah Raga
Indra Adi Budiman1
email: indra_adibudiman7@yahoo.co.id

Abstract
This study seeks to highlight the sport in relation to gender equality. There
are at least two things that face each other, the sport as a commodity needed
life and cater for everyone; On the other hand women are marginalized from
sport akitivas respect some of its limitations.Classical view of the years
become an obstacle involvement of women in sport. That sport closer to
masculinity, male-paced world. Along with the changing times and thought
paradigm shift, many women are now involving themselves in sports
activities either directly or indirectly.Movement in encouraging women in
almost all parts of the world. This also answers the perceived
marginalization of women in sport. That women tend to be gentle, sexual,
busy taking care of the household, is no longer a sub-ordinate, but a doer
who moved in front.Gait women in sport more intense about the answer also
sports its entirety into the nuances of gender equality. Some of the woman
managed to achieve good performance in sports, and able to award medals
to the country it represents. Including some women from Indonesia who in
turn were able to break taboos, and received recognition from various
parties paripurnna.
Keywords : Sport, gender, women

Pendahuluan
Wanita, dalam eksistensinya sebagai makhluk Tuhan yang memiliki kekhususankekhususan tertentu, selalu menarik untuk menjadi bahan perbincangan. Strata sosial
mereka kerapkali menjadi perdebatan di berbagai kalangan, dengan persoalan klasik, di
mana mereka seharusnya diposisikan. Sekelompok, atau katakanlah beberapa pihak, dengan
dalih keberpihakan pada wanita, menyatakan bahwa dalam berbagai hal wanita selalu
berada pada posisi yang dirugikan.
Secara klasik dapat diamati, bahwa eksploitasi dan marginalisasi wanita mencuat ke
permukaan dan menjadi isu yang tidak bisa dihindari. Di dunia kerja, wanita hampir tidak
memiliki kesempatan menduduki jabatan pimpinan, karena image yang terbangun di
masyarakat selama ini wanita tidak memiliki hak mutlak memimpin organisasi atau
1

Mahasiswa Program S3 POR PPS UNJ 2012

Seminar Nasional Pendidikan Jasmani 2013

372

Olahraga dalam Perspektif Gender: menguak tabir marginalisasi wanita dalam olahraga

perusahaan. Walaupun bukan sebuah vonis mutlak, wanita biasanya hanya menduduki
posisi sub-ordinat; artinya posis kedua setelah posisi pertama dan utama diambil laki-laki.
Misalnya, manajer perusahaan biasanya laki-laki, barulah sekretaris diduduki oleh wanita;
dan masih banyak contoh lain yang memposisikan wanita benar-benar sebagai sub ordinat
pada berbagai bidang kehidupan.
Pembeda yang kemudian membuat wanita termarginalkan sebenarnya ada pada
peran reproduksi. Di Indonesia hal ini nyata sekali, ketika wanita dipandang sebagai
makhluk yang memiliki peran khusus, yakni makhluk ‘rumahan’. Lebih-lebih jika
dihubungkan dengan faham paternalistik yang lebih menempatkan posisi laki-laki sebagai
sosok yang selalu harus berada di depan dibandingkan wanita.
Sesungguhnya peran produktif serta peran sosial kemasyarakatan laki-laki dan
wanita hakikatnya sama. Banyak, sekarang, wanita yang melakukan pekerjaan kasar, di
mana wanita bisa saja bekerja 24 jam tanpa ‘perlindungan’. Yang dimaksud dengan
perlindungan adalah bahwa masih banyak orang yang berpikir bahwa seorang wanita akan
terlihat sebagai ‘wanita nakal’ ketika pulang kerja sampai malam ( di atas tengah malam ),
bahkan seringkali sanpai pagi, jika dikejar deadline. Padahal, semua itu dilakukan untuk
membiayai keluarga. Banyak wanita yang bekerja sebagai pegawai restauran yang buka
sampai malam atau pagi, bergantian. Atau yang bekerja di hotel, cafe-cafe, dan mereka
benar-benar bekerja mencari nafkah. (Damayanti, 2012)
‘Perlindungan’ yang dimaksud mungkin belum tentu berupa perlindungan fisik,
tetapi lebih kepada perlindungan budaya dan pola pikir di negara timur, khususnya
Indonesia. Bahkan, masih banyak wanita yang notebene merupakan produk modern, yang
‘kasak kusuk’ dengan jam kerja yang tidak terbatas. Selain ‘perlindungan’, wanita juga
membutuhkan ‘pengaman’, yakni bahwa baik laki-laki dan wanita, mempunyai hak dan
kewajiban yang sama dalam hukum. Artinya, baik laki-laki dan wanita seharusnya

mempunyai hak yang sama dalam pekerjaan, gaji, serta fasilitas-fasilitas yang disertakannya
di dalam perusahaan.
Marginalisasi juga dialami wanita dalam bidang olah raga. Wanita dengan segala
kelemahan yang dimilikinya sepertinya menjadi sebuah kodrat yang harus diterima,
termasuk di dunia olah raga. Keadaan ini berlangsung selama bertahun-tahun, dan jika saja
para aktivis wanita tidak memperjuangkan sendiri eksistensinya, ketermarginalan itu akan
terus berlangsung sampai akhir jaman.

Seminar Nasional Pendidikan Jasmani 2013

373

Olahraga dalam Perspektif Gender: menguak tabir marginalisasi wanita dalam olahraga

Perlu diakui memang, bahwa keterbatasan keterlibatan wanita dalam olah raga
sangat dipengaruhi oleh beberapa hal, antara lain mitos, etika, struktur budaya dan agama.
Hal-hal tersebut telah membelenggu wanita untuk lebih banyak berada di posisi pinggir
lapangan, sebagai penonton atau penikmat olah raga. Maka tercuatlah sebuah dogma bahwa
olah raga merupakan dunia maskulin, dunia unjuk kekuatan dan kejantanan, bukan dunia
wanita yang hakikinya terlahir sebagai makhluk yang dibekali kelenturan, keindahan, tubuh
yang seksi, dan kecantikan. Sejauh mana wanita terlibat dalam olah raga? Kajian di bawah
ini mencoba menarik benang merah olah raga dalam perspektif gender.
Sejak zaman kuno, olahraga telah dikenal sebagai aktivitas yang membawa manfaat
baik bagi pelaku olahraga maupun orang lain yang menonton. Olahraga dianggap sebagai
aktivitas yang menyenangkan dan membawa banyak manfaat antara lain: tubuh menjadi
sehat, hati senang atau bahkan mendapatkan hadiah. Perkembangan olahraga dewasa ini
telah mengubah paradigma olahraga sebagai aktivitas untuk mencari kesehatan menjadi
aktivitas yang bersifat menghibur. Orang bermain sepakbola di halaman rumah, bulu
tangkis di depan masjid dan masih banyak aktivitas olahraga yang bertujuan sebagai
kesenangan.
Olahraga menurut Wann (1997) adalah aktivitas yang melibatkan power dan skill,
kompetisi, strategi, dan/atau kesempatan, dilakukan untuk kesenangan, kepuasan dan/atau
pencapaian pribadi (misal; pendapatan) dari pelaku atau orang lain (mis. penonton),
meliputi olahraga terorganisasi dan olahraga rekreasional, dan olahraga sebagai hiburan.
Menurut definisi tersebut, olahraga adalah aktivitas fisik yang melibatkan power
(tenaga) dan skill (keterampilan). Kedua unsur ini harus hadir dalam setiap olahraga karena
memang olahraga adalah aktivitas fisik yang dipadu dengan keterampilan. Selain itu,
definisi di atas juga menunjuk pada olahraga terorganisasi (prestasi) dan olahraga
rekreasional. Perbedaan utama kedua jenis olahraga ini adalah tujuan akhir yang ingin
dicapai. Olahraga prestasi bertujuan untuk mencapai prestasi yang setinggi-tingginya yang
disimbolkan dengan menjadi juara, mendapat medali emas dan sebagainya. Sedangkan
olahraga rekreasi semata-mata bertujuan untuk mendapatkan kesenangan dan badan yang
sehat.
Melihat betapa pentingnya olah raga bagi kehidupan (semua orang), maka tak ayal
bahwa olah raga pada hakikatnya merupakan milik semua orang pula, baik laki-laki maupun
wanita. Namun ternyata ini menjadi kendala yang luar biasa. Dikotomi laki-laki wanita,
terutama pada peran reproduksi, menjadi palang pintu pemisah hak laki-laki dan wanita

Seminar Nasional Pendidikan Jasmani 2013

374

Olahraga dalam Perspektif Gender: menguak tabir marginalisasi wanita dalam olahraga

dalam bidang olah raga. Bahwa wanita tidak memiliki power sekuat lelaki dan keterampilan
sekaliber lawan jenisnya, menjadi kendala yang merintangi keterlibatan mereka dalam olah
raga.
Dipandang dari aspek sosial, Anwar dan Saryono (2009) memandang bahwa
dikotomi laki-laki dan wanita dalam olah raga pertama-tama disebabkan oleh perbedaan
gender. Konsep gender memandang perbedaan jenis kelamin antara laki-laki dan wanita.
Manusia lelaki adalah makhluk yang memiliki penis, jakala, testis, dan menghasilkan
sperma. Sementara manusia wanita adalah manusia yang memiliki rahim, melakukan
reproduksi yaitu melahirkan menyusui, dan sebagainya. Alat-alat tersebut melekat pada
jenis kelamin laki-laki dan wanita selamanya, bersifat kodrati dan tidak bisa dipertukarkan
Sedangkan konsep gender adalah konsep yang memilahkan antara kaum aki-laki dan wanita
atas dasar pensifatan yang dikonstruksikan secara sosial, tidak melekat secara permanen dan
bisa dipertukarkan contohnya adalah sifat feminim ( lemah lembut, emosional, sensitif,
cantik, dst.) yang secara sosial cenderung dilabelkan kepada wanita. (Fakih, 1997) Konsep
gender inilah yang memisahkan antara laki-laki dan wanita dalam lah raga.
Kini, di abad yang serba canggih ini, kecenderungan marginalisasi wanita dan olah
raga agaknya bisa disinyalir semakin menipis, seiring dengan terjadinya perubahan yang
signifikan akan minat wanita terhadap olah raga. Markovitch (.......) menyebut bahwa
wanita, tak diragukan lagi, akan menjadi bagian yang besar dari penggemar olah raga ini.
Sementara itu, jumlah wanita yang memproklamirkan diri sebagai penggemar olahraga
telah meningkat secara signifikan selama bertahun-tahun.
Partisipasi wanita dalam bidang olah raga meningkat secara dramatis. Hal ini terjadi
di hampir semua negara industri besar, seperti Amerika Serikat dan Inggris. Perubahan ini
terjadi juga di negara-negara miskin dan negara-negara berkembang seperti Indonesia. Pada
pertengahan tahun 1970-an manusia seolah-olah tersadarkan akan manfaat olah raga secara
keseluruhan. Bahkan olah kemudian disinyalir mampu menjaga kecantikan wanita,
membuat tubuh menjadi ramping, menyebabkan wanita memiliki pandangan berbeda
terhadap olah raga dibanding sebelumnya. Banyak publikasi tentang gerakan kaum wanita
dipengaruhi oleh ide tradisional tentang feminimisme yaitu bertubuh ramping dan menarik
bagi pria, juga ada penekanan pada perkembangan kekuatan fisik dan kompetensi (Coakley,
2004)
Pada sisi lain, keterbukaan wanita dan sekaligus juga masyarakat terhadap olah raga
dimungkinkan oleh tercuatnya kesetaraan gender yang lebih memberikan kesempatan

Seminar Nasional Pendidikan Jasmani 2013

375

Olahraga dalam Perspektif Gender: menguak tabir marginalisasi wanita dalam olahraga

kepada wanita untuk lebih banyak terlibat di dalam olah raga. Salah satu payung hukum
yang melindungi hak-hak wanita dalam segala bidang adalah Konstitusi UUD 1945, Pasal
27 (2) dan UU No. 7/1984 yang meratifikasi Konvensi CEDAW (Penghapusan Segala
Bentuk Diskriminasi terhadap Wanita). Seperti pula dilansir Sulistyowati Irianto, M.A.dan
Titiek

Kartika Hendrastiti (2009), Indonesia pun telah mengikuti Pertemuan Wanita

Sedunia di Beijing tahun 1995, yang menyepakati tentang 12 area keprihatinan. Keduabelas
isu ini masih menjadi keprihatinan pada pertemuan Beijing Plus Five (2000), dan Beijing
Plus Ten (2005) terdiri atas :
1. Wanita dan kemiskinan,
2. Wanita dan pendidikan,
3. Wanita dan lingkungan,
4. Wanita dan ketenagakerjaan,
5. Wanita dan konflik bersenjata,
6. Wanita dan Ekonomi
7. Wanita dalam politik dan kebijakan,
8. Kekerasan terhadap wanita,
9. Wanita dan hukum,
10. Wanita dan media,
11. Diskriminasi terhadap anak wanita, dan
12. Buruh wanita
Merunut pada kesepakatan tersebut, maka olah raga sebagai bagian dari ranah sosial
menjadi salah satu aspek dalam pengarusutamaan gender. Dengan demikian, tidak dapat
dipungkiri, olah raga secara hakiki adalah juga milik wanita yang seyogyanya dilakukan
juga oleh wanita secara aktif.
Walaupun channel telah terbuka, Andri Markovits dan Emily Albertson mencatat
bahwa masih ada perbedaan minat olah raga pada laki-laki dan wanita. Menurut keduanya,
jangan harap wanita berbicara tentang even olah raga lebih banyak dari pada laki-laki. The
significant ways many women have become fully conversant with sports—acquiring a
knowledge of and passion for them as a way of forging identities that until recently were quite
alien to women. Demikianlah, bahwa untuk hal-hal tertentu, ternyata wanita masih terasing

dalam even-even olah raga.
Guna mendongkrak minat wanita dalam olah raga, di Amerika Serikat muncul
istilah sportista. Menurut Professor Markovits dan Ms. Albertson, istilah sportista merujuk

Seminar Nasional Pendidikan Jasmani 2013

376

Olahraga dalam Perspektif Gender: menguak tabir marginalisasi wanita dalam olahraga

pada pengertian kegemaran (fun) terhadap olah raga, sebagaimana wanita menggemari
fashion (fashionista). Sportista beranggotakan para wanita yang memiliki minat khusus
akan olah raga, walaupun hanya sebagai penggemar. Namun keterlibatannya dalam
berbicara tentang olah raga dan even-even olah raga besar di dunia merupakan suatu
kemajuan besar.
Charly Sever Bridge dalam jurnal Gender and Sport (2005) mencatat tentang pentingnya
mempertimbangkan gender dalam olah raga. Beberapa alasan dikemukakan, antara lain :
Olah raga secara tradisional dihubungkan dengan maskulinitas.
Praktek olah raga berkaitan dengan asumsi tentang kerja dan kesenangan, yang
berbeda antara laki-laki dan wanita. Dalam hal ini, kesempatan wanita yang lebih
banyak sibuk di rumah, memiliki kesempatan olah raga sebagai leisure lebih sedikit.
Sebagian masyarakat menilai olah raga sebagai sesuatu yang produktif. Sayangnya,
produktivitas olah raga justru akan bernilai lebih jika laki-laki yang melakukannya.
Laki-laki dan wanita bersentuhan dengan olah raga dalam perspektif yang berbeda.
Hal ini disebabkan oleh budaya, etnis, kelompok, kelas sosial ekonomi atau kasta.
Upaya penyetaraan gender dalam olah raga dicanangkan me alui th Brighton
Declaration (1994) yang ditindakaljuti dengan Konferensi Dunia tentang Wanita dan Olah
Raga di Montreal Kanada tahun 2002, yang menghasilkan deklarasi berikut :
Keadilan dan kesetaraan dalam masyarakat dan olah raga
Perencanaan, desain dan menejamen olah raga harus mempertimbangkan kebutuhan
wanita
Kepemimpinan wanita dalam olah raga termasuk peningkatan jumlahnya.

Pembahasan
Olah Raga dan Wanita. Aktivitas fisik yang sangat populer hampir di seluruh aspek
kehidupan manusia, khususnya bidang kesehatan pada era kehidupan modern sekarang
adalah olah raga. Bila dipandang dari sudut kesehatan ada beberapa nilai positif yang sangat
bermanfaat,

di

antaranya

adalah

:

kegembiraan,

membangkitkan

percaya

diri,

kardiovaskular serta integritas tulang. Manfaat-manfaat positif yang lebih mengarah kepada
manfaat praktis tersebut besar pula manfaatnya bagi wanita.
Sehubungan dengan itu, kini wanita banyak yang melibatkan diri dalam dunia olah
raga. Ini merupakan kemajuan yang dicapai setelah lama sekali wanita terabaikan dari
kegiatan olah raga. Namun kenyataan menunjukkan, bahwa ambiguitas kewanitaan tetap
Seminar Nasional Pendidikan Jasmani 2013

377

Olahraga dalam Perspektif Gender: menguak tabir marginalisasi wanita dalam olahraga

menjadi kendala yang cukup besar. Di lapangan, wanita tidak bisa menghilangkan
feminimisme yang dimiliki, dan itu cukup menjadi kendala bagi wanita untuk bergerak
bebas sebagaimana laki-laki. Retorika emansipasi kiranya belum cukup layak dialamatkan
kepada dunia olah raga, meskipun di luar negeri muncul sportista dan semacamnya. Sebagai
negara patrialis, Indonesia mengalami kendala yang cukup rumit, meskipun beberapa juara
dunia pada olah raga yang diikuti wanita dimenangkan oleh Indonesia.
Verbal sexual harrasment sebagaimana telaah Charly Sever Bridge (2002)

kerapkali muncul dan itu menjadi sumber perasaan risih bagi olahragawati, yang pada
beberapa bidang olah raga harus mengenakan pakaian minim dan memperlihatkan
sensualitas tubuh. Pada olah raga renang misalnya, penonton dengan bebas dapat melihat
bagian-bagian tubuh wanita yang seksi dan menarik perhatian. Terlebih batas antara publik
penonton dan pelaku olah raga yang bias, yang menyebabkan keduanya memungkinkna
terjadinya kontak fisik langsung, selain tentu saja jarak pandang yang sangat dekat.
Konstruksi bangunan yang tidak memisahkan secara tegas antara publik dengan pelaku,
menyebabkan gangguan bagi keikutsertaan wanita dalam even-even olah raga. Suasana risih
demikian terutama akan sangat dirasakan oleh para wanita yang beragama Islam. Lain
halnya dengan wanita yang lahir di negara non-muslim, suasana risih demikian mungkin
tidak seberat yang dirasakan muslimah.
Walau bagaimanapun, olah raga sebagai konsumsi publik, tidak bisa diredam
hanya karena keterbatasan peluang. Demi sebuah prestasi, dan demi prestise negara,
muslimah maupun non-muslimah, harus mempertimbangkan penampilan terbaiknya dalam
cabang olah raga yang digelutinya. Dalam hal ini, gender memandang olah raga sebagai
sesuatu yang universal dan berlaku bagi siapa saja tanpa pandang bulu.
Sehubungan dengan itu, pengembangan olah raga yang mampu menembus semua
lapisan masyarakat dan menembus dinding pemisah gender dimulai sejak anak usia dini.
Hal ini sejalan dengan Resolusi PBB 58/5 yang menyerukan agar semua negara
menggunakan olah raga sebagai alat untuk mempromosikan pendidikan, kesehatan,
pembangunan dan perdamaian. Tahun 2005 bahkan diumumkan sebagai Tahun Pendidikan
Olah Raga dan Kesehatan. Dari profesional, elit dan internasional menyelenggarakan
kompetisi olah raga yang dimainkan di dalam masyarakat dan institusi pendidikan, pun,
olah raga dapat digunakan untuk mewujudkan sejumlah tujuan pembangunan, termasuk :
Pembangunan manusia; meningkatkan kesehatan dan kehidupan masyarakat,
mendukung pendidikan dan kegiatan rekreasi.

Seminar Nasional Pendidikan Jasmani 2013

378

Olahraga dalam Perspektif Gender: menguak tabir marginalisasi wanita dalam olahraga

Pembangunan sosial; meningkatkan stabilitas, toleransi, pembangunan inklusi
sosial dan masyarakat;
Pembangunan Ekonomi; investasi pemeliharaan dan penyertaan kesempatan
Pembangunan politik dalam rangka mempromosikan perdamaian dan respek
terhadap demokrasi.

Manfaat Olah Raga Bagi Wanita
Masuknya wanita dalam dunia maskulinitas memang berawal dari adanya gerakan
sosial wanita yang terjadi secara global untuk mempertegas para wanita berkembang
menjadi manusia yang sempurna dalam mengembangkan kemampuan intelektual dan fisik
mereka. Pengembangan intelektual dan fisik wanita telah menjadi fondasi partisipasi
mereka dalam berbagai dimensi kehidupan manusia. Kesadaran akan manfaat aktivitas
jasmani bagi kesehatan telah mendorong para wanita untuk mencoba kesempatan
memainkan berbagai macam olahraga. Aktivitas jasmani yang dilakukan para wanita juga
telah mengubah image feminitas melalui pengembangan kompetensi dan kekuatan fisik
mereka. Kenyataan tersebut di atas merupakan landasan filosofis yang kental bagaimana
mulanya para wanita dapat berkecimpung dengan bebas dalam dunia olahraga.
Olah raga, selain bertujuan untuk meningkatkan partisipasi wanita, juga untuk
mempromosikan tujuan kesetaraan gender secara lebih luas. Olah raga dapat memberikan
akses kepada wanita ke ruang-ruang publik di mana mereka biasa berkumpul,
mengembangkan skill bersama, menghimpun dukungan dari luar dan menikmati kebebasan
ekspresi dan gerak, semuanya itu merupakan hal penting bagi kekuatan wanita.
Olah raga dapat mengembangkan rasa memiliki pada wanita atas diri mereka
sendiri, meningkatkan rasa harga diri dan membuat pilihan yang lebih baik tentang
kehidupan mereka, termasuk kegiatan seksual. Dalam situasi kekurangan dan ketimpangan,
rasa memiliki atas diri sendiri menjadi sangat penting. Lebih dari itu, olah raga dapat
menyediakan channel untuk menginformasikan tentang kesehatan reproduksi dan isu-isu
kesehatan lainnya, khususnya wanita yang belum menikah yang mungkin tidak menerima
informasi.

Prestasi dan Pengakuan. Prestasi para wanita dalam olahraga sangat luar biasa. Para
wanita masuk pada berbagai cabang olahraga dengan semangat yang tinggi untuk
menghapus anggapan bahwa olahraga hanya hegemoni maskulin. Pada olimpiade-olimpiade

Seminar Nasional Pendidikan Jasmani 2013

379

Olahraga dalam Perspektif Gender: menguak tabir marginalisasi wanita dalam olahraga

awal wanita hanya mengikuti cabang olahraga tenis, berlayar, kriket, menunggang kuda,
dan golf. Sekarang para wanita sudah dapat memainkan berbagai cabang olahraga modern
seperti sepakbola, hoki, olahraga bela diri, triathlon dan bahkan pentathlon. Walaupun
demikian, jumlah olahraga-olahraga untuk wanita di Olimpiade dan pertandinganpertandingan internasional lainnya masih kurang. Hal ini menjadi salah satu masalah dalam
pemberian kesempatan para wanita untuk berpartisipasi dalam olahraga-olahraga kompetitif
tingkat dunia. Begitu juga dengan kesempatan untuk bermain dalam olahraga-olahraga
profesional selalu ada ketakutan untuk para wanita. Meskipun begitu sekarang ini banyak
para wanita berprofesi sebagai atlit yang menggantungkan hidupnya dari prestasi di ajang
olahraga.
Prestasi yang dicapai para wanita dalam olahraga sering pula dikaitkan dengan
pandangan yang tradisional dan modern terhadap mereka. Pandangan tradisional
menyebutkan bahwa wanita adalah makhluk feminis, lemah lembut, serta memiliki image
seksualitas yang tinggi sebagai bentukan budaya di seluruh dunia. Ketika wanita itu
berpartisipasi dalam olahraga dan berprestasi, berbagai pandangan mulai dari tubuh yang
lebih maskulin dan kehidupan seksualitas mereka yang sering kali menjadi bahan
pembicaraan.
Salah satu olahraga yang sering menjadi perhatian dalam masalah wanita dan
olahraga adalah Tenis. Pemain tenis wanita seperti Anna Kournikova, Martina Navratilova,
dan Amelie Mauresmo memiliki karakteristik yang berbeda satu sama lain. Para pemain
olahraga wanita itu membangun jati diri mereka sendiri di lapangan, tetapi persepsi media
dan orang yang menonton membangun image mereka di luar lapangan. Anna Kournikova
membangun

identitas

dirinya

dengan

bergaya

modis,

memakai

pakaian

yang

memperlihatkan lekuk tubuhnya, rambut diparas cantik sehingga image terhadap dirinya
yang timbul sebagai ”sport babes” merupakan salah satu bentuk pandangan media dan
orang lain. Pria akan memandang pemain olahraga wanita seperti Anna Kournikova
melebihi dari batas-batas seksualitasnya.
Di Indonesia pernah lahir dan akan terus lahir, olahragawati yang masuk dalam
jajaran olahragawati elit dunia, dan ini merupakan contoh kecil prestasi yang dicapai oleh
para wanita olahraga Indonesia. Media dan mayarakat Indonesia waktu itu lebih melihat
bahwa mereka benar-benar berprestasi melalui semangat juang dan jiwa nasionalisme yang
tinggi. Tidak ada pandangan negatif yang diberikan pada mereka karena norma dan nilai
yang ada memberikan perlindungan jaminan kebebasan mengekspresikan diri dalam

Seminar Nasional Pendidikan Jasmani 2013

380

Olahraga dalam Perspektif Gender: menguak tabir marginalisasi wanita dalam olahraga

olahraga tersebut. Pandangan sexualitas terhadap mereka seolah hilang karena prestasi yang
telah ditunjukkan. Prestasi dan seksualitas wanita olahraga di Indonesia tidak memiliki
hubungan yang kuat karena nilai dan norma yang dimiliki bangsa Indoensia telah memberi
perlindungan bagi perkembangan partisipasi wanita dalam olahraga.
Pada kajian ini akan dikemukakan sebuah kasus seputar kesetaraan gender dalam
olah raga yang dialami dua sosok atlit yang pernah mengharumkan nama bangsa Indonesia.
Dua nama itu adalah Susy Susanti dan Elizabeth Latif. Mereka adalah manajer dan wakil
tim Piala Uber Indonesia. Kemunculan nama keduanya sekaligus menjawab bahwa
kesetaraan gender di Indonesia telah mendapat kepercayaan dan pengakuan. Sekaligus juga
mencuatkan isu krusial kesetaraan gender di bidang olah raga telah terjadi, dan kemudian
berlangsung hingga sekarang. Sebagai satu-satunya wanita yang pernah meraih medali emas
Olimpiade, Susy Susanti pantas mendapat tempat tersendiri dalam catatan sejarah olah raga
Indonesia.
Nama lain yang cukup mampu mengharumkan nama bangsa di kancah dunia
antara lain Yayuk Basuki pada cabang olah raga tenis lapangan. Sebelumnya, pernah
muncul pula peraih medali di olimpiade, yaitu trio srikandi Indonesia di cabang olah raga
panahan, Nurfitriana, Lilies Handayani, dan Kusuma Wardhani. Walaupun bukan medali
emas, namun eksistensi mereka telah memberikan kontribusi yang baik untuk mencuatkan
nama bangsa di kancah dunia. Itu artinya bahwa melalui kesetaraan gender promosi bidang
sosial kemasyarakatan secara teoritis maupun praktis terbukti. Sejumlah nama lain yang
luput disebut di sini juga pantas dicatat dengan tinta emas, karena mereka telah berhasil
menembus batas gender dalam dunia olah raga.
Nilai tambah yang dapat dipetik dari keberhasilan wanita-wanita tersebut adalah
keberhasilan mereka merengkuh sesuatu yang selama ini ditabukan. Dalam sejarah
olahraga, semula wanita tidak menjadi prioritas dalam pengembangan olah jasmani.
Olahraga praktis identik dengan maskulinitas. Wanita yang menekuni olahraga prestasi
dianggap anomali.
Dalam perkembangannya, peran wanita semakin besar dalam olahraga sejalan
pemahaman hak asasi manusia dan kesetaraan gender. AS mengeluarkan Akta Title IX
1972 untuk menegaskan bahwa wanita sederajat dengan pria di olahraga. Sebelumnya,
kesempatan untuk wanita sangat terbatas. Pada tahun 1970, hanya 1 dari 27 wanita
berolahraga, setelah 30 tahun kini ada 1 dari 3 wanita berolahraga di AS. Tiga olahraga

Seminar Nasional Pendidikan Jasmani 2013

381

Olahraga dalam Perspektif Gender: menguak tabir marginalisasi wanita dalam olahraga

paling diminati adalah bola voli, basket, dan sepakbola. Artinya, jarak perbedaan pelaku
olah raga pada cabng-cabang tertentu antara lelaki dan wanita semakin menipis.

Totalitas Eksistensi. Selain buyer potensial, wanita adalah brand loyalist. Jika sebuah
brand sudah menancap di benak mereka, kesetiaan wanita sangat tinggi. Kesetiaan itu pun
akan diturunkan jika ia memiliki anak atau ditularkan pada komunitasnya jika ia belum
berkeluarga.
Sayangnya potensi wanita di olahraga di Tanah Air belum digarap benar-benar.
Sosok Rita Subowo sebagai Ketua Umum KONI/KOI menjadi bukti bahwa wanita pun bisa
menjadi pemimpin olahraga nomor satu. Dalam kasus gesekan dengan Menegpora beberapa
waktu lalu, lewat naluri kewanitaannya persoalan yang berpotensi tajam itu berhasil
diselesaikan dengan aman.
Wanita akan cenderung memberikan waktu dan menyalurkan energinya untuk
orang lain. Ia pun akan lebih memilih memberikan cintanya untuk yang ia cintai, dalam hal
ini olahraga, daripada memperpanjang konflik dengan orang lain. Secara empirik, ini sudah
terbukti sebagaimana kasus yang dialami Rita Subowo di atas.
Waktu berolahraga memang sangat mahal bagi wanita Indonesia saat ini, apalagi
bagi mereka yang dobel job sebagai wanita karier sekaligus ibu rumah tangga. Padahal
anak-anak mereka hampir semuanya ikut aktivitas olahraga di sekolah. Dari berbagai
referensi, ibu adalah penentu kegiatan ekstrakurikuler seorang anak!
Kondisi ini tidak boleh dibiarkan dan dianggap enteng. Soalnya sebagai influencer,
wanita memegang kunci terhadap kelangsungan regenerasi atlet Indonesia. Serius tidaknya
seorang anak berkarier di olahraga sangat tergantung apa kata ibu.
Kini, dalam usianya yang sudah mulai lanjut, di samping sebagai ibu rumah
tangga, Susy atau Elizabeth kembali ke lapangan, untuk memenej dan memimpin cabang
olah raga yang dikuasainya. Kehadiran mereka perlu diberikan acungan jempol. Jika perlu,
kepada mereka sewajarnya diberikan bantuan agar mereka bertambah kaya ilmu
manajemen, psikologi, dan pedagogi dalam mendampingi para juniornya. Figur-figur
wanita lain pun harus berani dimunculkan.
Wanita yang mau berkarier sebagai pelatih nasional juga harus didukung penuh,
jangan malah dihambat. Mereka memiliki kelebihan mendasar dibanding pria, yakni naluri
melayani orang lain secara total. Itulah bagian dari kodrat wanita yang membedakannya
dengan pria.

Seminar Nasional Pendidikan Jasmani 2013

382

Olahraga dalam Perspektif Gender: menguak tabir marginalisasi wanita dalam olahraga

Simpulan
Akhirnya perlu diakui, bahwa olahraga dengan berbagai manfaat yang dijanjikan,
memberikan peluang yang cukup banyak bagi perempuan untuk berkiprah di dalamnya.
Tanpa mengesampingkan kodratnya sebagai wanita, yang dibekali Tuhan dengan sifat
lemah lembut dan kecantikan yang dimiliki, wanita tidak lagi harus merasa risih dengan
dunia luar yang menyaksikannya. Keberterimaan dunia akan eksistensi mereka di dunia
olah raga memberikan keleluasaan yang luar biasa.
Demikianlah, olah raga dalam perspektif kesetaraan gender dapat diterima, dan
seyogyanya didukung oleh semua pihak agar boomingny lebih terasa. Wanita bukan lagi
sub ordinta. Bukan saja untuk bidang olah raga, namun juga untuk semua sisi kehidupan.

Daftar Rujukan
Charly Sever Bridge. (2005) Gender & Sport. Mainstreaming Gender in Sport Project.
Brighton, UK : University of Sussex.
Coakley (2004). Sport in Sociaty : issues and controversies. University of Calivornia :Times
Mirror/Mosby College Pub
Komarudin MK (2012) Pengantar Psikologi Olah Raga. Yogyakarta : UNY.
M. Hamid Anwar dan Sarjono. (2009) Kontroversi Citra Perempuan dalam Olah Raga.
Yogyakarta : UNY.
Rea Abada Chiongson (2010). Apakah Hukum Kita Meningkatkan Kesetaraan Gender?
Buku Pegangan Untuk Tinjauan Hukum Berbasis Cedaw. Bangkok : UN WOMEN
East and Southeast Asia Regional Office
Wann, D.J. (1997) Sport Psychology. Upper Saddle River, New Jersey.
Catatan tentang : Professor Andrei Markovits Talks about Gender and Sports
eko@bolanews.com

Seminar Nasional Pendidikan Jasmani 2013

383

Dokumen yang terkait

ANALISIS OVEREDUCATION TERHADAP PENGHASILAN TENAGA KERJA DI INDONESIA BERDASARKAN SURVEI ANGKATAN KERJA NASIONAL 2007

6 234 19

EFEKTIVITAS PENDIDIKAN KESEHATAN TENTANG PERTOLONGAN PERTAMA PADA KECELAKAAN (P3K) TERHADAP SIKAP MASYARAKAT DALAM PENANGANAN KORBAN KECELAKAAN LALU LINTAS (Studi Di Wilayah RT 05 RW 04 Kelurahan Sukun Kota Malang)

45 393 31

PENGEMBANGAN TARI SEMUT BERBASIS PENDIDIKAN KARAKTER DI SD MUHAMMADIYAH 8 DAU MALANG

57 502 20

STRATEGI PEMERINTAH DAERAH DALAM MEWUJUDKAN MALANG KOTA LAYAK ANAK (MAKOLA) MELALUI PENYEDIAAN FASILITAS PENDIDIKAN

73 431 39

ANALISIS VALIDITAS BUTIR SOAL UJI PRESTASI BIDANG STUDI EKONOMI SMA TAHUN AJARAN 2011/2012 DINAS PENDIDIKAN KABUPATEN JEMBE

1 50 16

ANTARA IDEALISME DAN KENYATAAN: KEBIJAKAN PENDIDIKAN TIONGHOA PERANAKAN DI SURABAYA PADA MASA PENDUDUKAN JEPANG TAHUN 1942-1945 Between Idealism and Reality: Education Policy of Chinese in Surabaya in the Japanese Era at 1942-1945)

1 29 9

JAWABAN PREDIKSI UJIAN NASIONAL SMP 1

3 135 8

PENGARUH HASIL BELAJAR PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN TERHADAP TINGKAT APLIKASI NILAI KARAKTER SISWA KELAS XI DALAM LINGKUNGAN SEKOLAH DI SMA NEGERI 1 SEPUTIH BANYAK KABUPATEN LAMPUNG TENGAH TAHUN PELAJARAN 2012/2013

23 233 82

JUDUL INDONESIA: IMPLEMENTASI PENDIDIKAN INKLUSIF DI KOTA METRO\ JUDUL INGGRIS: IMPLEMENTATION OF INCLUSIVE EDUCATION IN METRO CITY

1 56 92

ANALISIS PUTUSAN PENGADILAN TINGGI TANJUNG KARANG PERKARA NO. 03/PID.SUS-TPK/2014/PT.TJK TENTANG TINDAK PIDANA KORUPSI DANA SERTIFIKASI PENDIDIKAN

6 67 59