ANALISIS LAJU PERTUMBUHAN DAN DAYA SAING

ANALISIS LAJU PERTUMBUHAN DAN DAYA SAING
EKSPOR KOMODITAS UNGGULAN DI JAWA TIMUR
PROPOSAL SKRIPSI
Disusun Oleh:
Aprilia Dina Puspita (115020107111023)

JURUSAN ILMU EKONOMI
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2014

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Perkembangan ekonomi dan globalisasi membuat suatu negara saling
ketergantungan dan membutuhkan satu sama lain dalam memenuhi kebutuhan dan
memasarkan produk unggul negaranya, dalam hal ini negara-negara dunia
melaksanakan pertukaran barang dan jasa dalam konteks perdagangan
internasional. Pada umumnya negara-negara sedang berkembang mengandalkan
kelancaran arus pendapatan devisa dan kegiatan ekonominya yang berasal dari

ekspor. Dalam zaman modern seperti sekarang ini hampir semua negara mengikuti
proses pembangunan yang menggantungkan diri pada ekspor sebagai penggerak
pertumbuhan ekonominya.
Keberhasilan dalam meningkatkan ekspor juga mencerminkan peningkatan
daya saing dan sekaligus merupakan jalan satu indikasi dari tumbuhnya dinamika
positif dalam kewirausahaan suatu negara. Berdasarkan dari hal ini, peningkatan
ekspor bukan lagi sekedar pilihan melainkan merupakan suatu keharusan.
Memasarkan produk di luar negeri berbeda dengan memasarkannya di dalam
negeri, pasar luar negeri yang sangat kompetitif sehingga hanya pengusaha yang
mempunyai daya saing yang tinggi yang akan menang dalam persaingan dan
berhasil mendapatkan pangsa pasar. Dalam usaha untuk menciptakan daya saing
maka perbaikan mutu produk ekspor perlu ditingkatkan, sehingga dapat
menghindari adaya penolakan dari negara tujuan ekspor.
Keberhasilan dalam perdagangan internasional suatu negara dapat dilihat dari
daya saingnya, daya saing ini merupakan suatu konsep umum yang digunakan
didalam ekonomi, yang merujuk kepada komitmen terhadap persaingan pasar
terhadap keberhasilanya dalam persaingan internasional. Daya saing telah menjadi
kunci bagi perusahaan, negara maupun wilayah untuk bisa berhasil dalam
partisipasinya dalam globalisasi dan perdagangan bebas dunia.


Dalam persaingan internasional khususnya didalam daya saing produk ekspor,
ada tiga aspek yang perlu diperhatikan (Amir, 2003:281), aspek tersebut adalah
sebagai berikut :
1. Harga, dalam menawarkan sesuatu produk harga haruslah sama atau lebih
rendah dari hargayang ditawarkan pesaing, atau biaya produksinya lebih
rendah dari biaya produksi di negara tujuan. Dalam hal ini negara
pengekspor memiliki keunggulan komparatif.
2. Mutu Produk, Mutu yang ditawarkan harus memenuhi atau sesuai dengan
selera konsumen.
3. Waktu Penyerahan, harus sesuai dengan situasi dan kondisi pasaran di
negara tujuan. Keterlambatan pengapalan dan penyerahan barang dapat
berakibat fatal karena memungkinkan produk tersebut tidak lagi
dipasarkan yang akhirnya dapat mengurangi selera dan permintaan akan
produk tersebut.
Jawa Timur merupakan salah satu provinsi di Indonesia, dimana Provinsi Jawa
Timur juga ikut berpartisipasi dalam melakukan perdagangan internasional,
terutama dalam melakukan ekspor. Berdasarkan publikasi BRS tentang kinerja
perdagangan Jawa Timur tahun 2010-2012 neraca perdagangan luar negeri Jawa
Timur terus mengalami peningkatan hal ini dapatt dilihat pada tabel 1.1. Pada
tahun 2010 neraca perdagangan Provinsi Jawa Timur mengalami surplus

mencapai 35.036.219,85 juta rupiah dan terus mengalami peningkatan hingga
tahun 2012 menjadi 50.451.795,52 juta rupiah dengan dukungan kegiatan ekspor
mencapai 1,33 miliar dan dukungan kegiatan impor sebesar 1,21 miliar.
Tabel1.1 Kinerja Perdagangan (Barang dan Jasa) Provinsi Jawa Timur
Kinerja

Tahun 2010

Tahun 2011

Tahun2012

Barang

Juta (Rp)
375.176.408,01

Juta (Rp)
439.972.033,65


Juta (Rp)
523.658.648,86

dan Jasa
Luar Negeri
Antar Daerah
Import Barang

169.423.418,04
205.752.989,98
340.140.188,16

200.500.232,42
239.471.801,23
405.395.087,44

222.170.517,34
301.488.131,52
473.206.853,34


dan Jasa
Luar Negeri
Antar Daerah
Surplus/Minus

155.716.753,35
184.423.434,81
+ 35.036.219,85

196.640.749,51
208.754.337,92
+ 34.576.946,21

234.573.606,94
238.633.246,40
+ 50.451.795,52

Export

Sumber : BRS Pebruari 2013


Ekspor Provinsi Jawa Timur jika berdasarkan sector dan volume ekspor
didominasi 83% oleh sektor industri, kemudian pada sektor pertanian sebesar 14%
dan sektor pertambangan dan pengalian sebesar 3%. Terdapat

10

komoditi

ekspor unggulan di propinsi Jatim, antara lain: Pengolahan tembaga dan timah,
Kimia dasar, Pengolahan Kayu, Besi baja dan mesin otomotif, Pulp dan kertas,
makanan dan minuman, tekstil, pengolahan karet, Udang, alat-alat listrik.
Kesepuluh komoditas ini terus mengalami fluktuasi dari tahun 2009-2012. Hanya
pada pengolahan tambang yang setiap tahunnya mengalami peningkatan hal ini
dapat di lihat pada tabel 1.2.
Tabel 1.2 Perkembangan Ekspor Propinsi Jatim
No
1
2
3

4
5
6
7
8
9
10
11

Komoditi
Pengolahan tembaga
timah dan lain-lain
Kimia Dasar
Pengolahan Kayu
Besi baja,mesinmesin dan otomotif
Pulp dan Kertas
Makanan dan
minuman
Tekstil
Pengolahan karet

Udang
Alat-alat listrik
Lainnya
Total

2009

Nilai ekspor (Juta US $)
2010
2011

2012

1,837.04

2,364.59

2,649.08

850.17


960.23
967.20

1,609.51
1,154.48

2,405.32
1,245.84

915.92
1,027.31

906.07

1,129.50

1,238.53

1,322.39


1,002.91

1,175.67

1,130.65

831.40

737.32

847.88

385.29
280.91
316.68
333.91
3,316.02
11,043.58


493.81
672.15
357.60
413.04
2,471.96
6,748.40

993.78
583.46
992.37
417.62
429.03
5,337.91
12,690.19

846.43
493.06
527.52
338.79
385.25
5,021.18
8,958.36

Sumber : Dinas Perindustrian dan Perdagangan Provinsi Jatim
Perkembangan dan perubahan ekspor komoditas unggulan di Provinsi Jatim
baik dari volume ekspor maupun nilai ekspor setiap tahunnya. Adanya
peningkatan maupun penurunan ekspor di Provinsi Jawa Timur disebabkan
adanya daya saing terhadap produk tersebut. Dengan adanya daya saing ini peran
aparatur pemerintah dan pelaku ekspor Provinsi Jawa Timur dituntut untuk
menjaga agar produk ekspor tetap memiliki kemampuan dalam berdaya saing di
pasar internasional.
Produk-produk ekspor Provinsi Jawa Timur memiliki daya saing yang
berbeda-beda. Walaupun terkadang daya saing produk ekspor rendah, bahkan
terkadang produk tersebut tidak memiliki daya saing, Provinsi Jawa Timur tetap
melakukan ekspor terhadap produknya. Berdasarkan uraian dan gambaran tentang

ekspor dan daya saing di Provinsi Jawa Timur, maka penulis tertarik untuk
membahas daya saing produk ekspor Provinsi Jawa Timur.
1.2 Rumusan Masalah
1. Bagaimana laju pertumbuhan ekspor komoditas unggulan di Jawa Timur?
2. Bagaimana Daya Saing ekpsor komoditas unggulan di Jawa Timur?
3. Bagaimana indeks spesialisasi perdagangan ekspor komoditas unggulan di
Jawa Timur?
1.3 Tujuan Penelitian
1. Untuk mengetahui laju pertumbuhan ekspor komoditas unggulan di Jawa Timur
2. Untuk mengetahui Daya Saing ekspor komoditas unggulan di Jawa Timur
3. Untuk mengetahui indeks spesialisasi perdagangan ekspor komoditas unggulan
di Jawa Timur

BAB II
TINJAUAN TEORI
2.1 Daya Saing Ekspor dan Perekonomian
Daya saing (competitiveness) merupakan kemampuan perusahaan, industri,
daerah, negara, atau antar daerah untuk menghasilkan faktor pendapatan dan
faktor pekerjaan yang relatif tinggi dan berkesinambungan untuk menghadapi
persaingan internasional (sumber: OECD). Menurut Suprihatin (1998) daya saing
adalah kemampuan produsen untuk memproduksi suatu komoditi dengan mutu
yang cukup baik dan biaya produksi yang cukup rendah, sehingga pada hargaharga yang terjadi pada pasar internasional dapat diproduksi dan dipasarkan oleh
produsen dengan memperoleh laba yang mencukupi dan dapat mempertahankan
kelanjutan kegiatan produksinya.
Pada dasarnya tingkat daya saing suatu negara di kancah perdagangan
internasional ditentukan oleh dua faktor, yaitu faktor keunggulan komparatif
(comparative advantage) dan faktor keunggulan kompetitif (competitive
advantage).

Keunggulan

komparatif

adalah

suatu

ukuran

relatif

yang

menunjukkan potensial keunggulan komoditi tersebut dalam perdagangan di pasar
bebas. Stainer dan Staier (1994) mengemukakan keunggulan komparatif sering
disebut juga revealed competitive advantage yang merupakan pengukuran daya
saing suatu kegiatan pada kondisi perekonomian aktual. Sedangkan konsep
keunggulan kompetitif dimaksudkan untuk menghitung produksi minimal dan
harga minimal dari suatu komoditi untuk dapat bersaing dengan komoditi lain.
Konsep keunggulan kompetitif menjelaskan pengukuran kelayakan finansial suatu
produk atau barang.
Lebih lanjut, faktor keunggulan komparatif dapat dianggap sebagai faktor yang
bersifat alamiah dan faktor keunggulan kompetitif dianggap sebagai faktor yang
bersifat acquired atau dapat dikembangkan/diciptakan (Tambunan, 2001). Selain
kedua faktor tersebut, tingkat daya saing suatu negara sesungguhnya juga
dipengaruhi oleh apa yang disebut Sustainable Competitive Advantage (SCA) atau
keunggulan daya saing berkelanjutan. Ini terutama dalam kerangka menghadapi

tingkat persaingan global yang semakin lama menjadi sedemikian ketat/keras atau
Hyper Competitive.
Analisis Hyper Competitive (persaingan yang super ketat) berasal dari D’Aveni
(Hamdy, 2001), dan merupakan analisis yang menunjukkan bahwa pada akhirnya
setiap negara akan dipaksa memikirkan atau menemukan suatu strategi yang tepat,
agar negara/perusahaan tersebut dapat tetap bertahan pada kondisi persaingan
global yang sangat sulit. Menurut Hamdy, strategi yang tepat adalah strategi SCA
(Sustained Competitive Advantage Strategy) atau strategi yang berintikan upaya
perencanaan dan kegiatan operasional yang terpadu, yang mengkaitkan
lingkungan eksternal dan internal demi pencapaian tujuan jangka pendek maupun
jangka panjang, dengan disertai keberhasilan dalam mempertahankan

atau

meningkatkan sustainable real income secara efektif dan efisien.
Konsep daya saing adalah sesuatu yang sangat dinamis, dimana keunggulan
saat ini bias saja menjadi ketidakunggulan di masa yang akan datang, atau sesuatu
yang belum unggul saat ini sangat mungkin untuk semakin tidak unggul lagi di
masa yang akan datang (Pahan, 2008). Survey yang dilakukan oleh International
Management Development (IMD) menunjukkan bahwa daya saing Indonesia
dibanding 30 negara-negara utama, antara lain sebagai berikut :
1) Adanya kepercayaan investor yang rendah (risiko politik, credit rating
yang rendah, diskriminasi dalam masyarakat, sistim penegakan hukum
yang lemah, penanganan ketenagakerjaan, subsidi yang tinggi, banyak
korupsi)
2) Daya saing bisnis yang rendah sebagai akibat kualitas SDM yang rendah,
hubungan perburuhan yang tidak harmonis (hostile), praktetk-praktek
bisnis tidak etis dan lemahnya corporate governance
3) Daya saing yang rendah (nilai-nilai dimasyarakat tidak mendukung daya
saing dan globalisasi, kualitas wiraswasta dan kemampuan marketing yang
rendah, produktivitas menyeluruh yang rendah)
4) Infrastruktur lemah (pendidikan dan kesehatan yang kurang, perlindungan
hak patent dan cipta lemah, penegakan hukum lingkungan hidup yang
lemah, biaya telekomunikasi internasional yang mahal, anggaran yang
mahal, kurangnya alih teknologi, kurang ahli teknologi informasi).

Melihat daya saing Indonesia dinilai masih rendah oleh masih IMD, perlu
dilakukan penguatan strategi untuk meningkatkan daya saing Indonesia di pasar
global. Menurut Michael Porter (1985, 1986, 1990), hal-hal yang harus dimiliki
atau dikuasai oleh setiap perusahaan atau sektor, misalnya industri, untuk
meningkatkan

keunggulan

kompetitifnya

adalah

terutama

teknologi,

kewirausahaan, dan efisiensi atau produktivitas yang tinggi, kualitas produk yang
baik, promosi yang luas dan agresif, pelayanan purna jual (service after sale) yang
baik, tenaga kerja dengan tingkat keterampilan/pendidikan, etos kerja, disiplin,
komitmen, kreativitas dan motivasi yang tinggi, proses produksi dengan skala
ekonomis, diferensiasi produk, modal dan prasarana serta sarana lainnya yang
cukup, jaringan distribusi di dalam dan terutama di luar negeri yang luas serta
diorganisasikan dan dikelola secara profesional, proses produksi dilakukan dengan
sistem just-in-time (JIT).
2.2 Keunggulan Komparasi (Revealed Comparative Advantage)
Daya saing suatu komoditas ekspor suatu negara atau industri dapat dianalisis
dengan berbagai macam metode atau diukur dengan sejumlah indikator. Salah satu
diantaranya adalah Revealed Comparative Advantage (RCA). Demikian juga
dapat dilakukan dengan metode Constant Market Share dan Real Effective
Exchange Rate. Disamping itu, laporan tahunan dari World Economic Forum
(WEF) mengenai Global Competitiveness Index (GCI) juga dapat sebagai ukuran
daya saing suatu negara setiap tahunnya. GCI adalah indeks gabungan dari
sejumlah indikator ekonomi yang telah teruji secara empiris memiliki korelasi
positif dengan pertumbuhan ekonomi (PDB) untuk jangka menengah dan panjang.
Secara teoritis juga mempunyai korelasi positif dengan kinerja atau tingkat daya
saing ekspor. (Tambunan, 2000).
Guna melihat lebih rinci komoditas Indonesia yang bersaing dengan negaranegara lain di pasar dunia dapat diukur dari Revealed Comparative Advantage
(RCA) masing-masing produk ekspor (Balassa, 1965). Nilai RCA yang lebih besar
dari 1 menunjukkan daya saing yang kuat. Semakin tinggi nilai RCA komoditi,
maka semakin tangguh daya saing produk tersebut, sehingga disarankan untuk
terus dikembangkan dengan melakukan spesialisasi pada komoditi tersebut. Salah

satu indikator yang dapat menunjukkan perubahan keunggulan komparatif adalah
RCA index. Indeks ini menunjukkan perbandingan antara pangsa ekspor
komoditas atau sekelompok komoditas suatu negara terhadap pangsa ekspor
komoditas tersebut dari seluruh dunia. Dengan kata lain indeks RCA
menunjukkan keunggulan komparatif atau daya saing ekspor dari suatu negara
dalam suatu komoditas terhadap dunia. Adapun cara mengjitung RCA adalah
sebagai berikut:

Keterangan :
X

= nilai ekspor komoditi

i

= jenis produk

a

= negara asal

w

= word atau dunia
Bila hasil indeks RCA dari suatu negara untuk komoditas tertentu lebih besar

dari 1, maka berarti negara yang bersangkutan mempunyai keunggulan komparatif
di atas rata-rata dunia dalam komoditas tersebut. Sebaliknya, bila hasilnya lebih
kecil dari 1 berarti keunggulan komparatif untuk komoditas tersebut rendah atau
di bawah rata-rata dunia.
2.3 Revealed Comparative Trade Advantage (RCTA)
Indeks lain yang umum digunakan dalam melihat daya saing atau keunggulan
komparatif dan kompetitif produk ekspor di suatu negara adalah RCTA. RCTA
berbeda dengan RCA, perbedaanya adalah RCA melihat pada kinerja ekspor suatu
produk dari suatu negara dibandingkan negara lain atau dunia, Sedangkan RCTA
selain melihat perkembangan ekspor juga melihat perkembangan impor untuk
produk yang sama. Dalam kata lain RCTA melihat kinerja ekspor secara relatif
dibandingkan impornya.
Landasan pemikiran indeks ini adalah bahwa nilai ekspor suatu negara bisa
saja besar, tetapi impornya (terhadap produk yang sama) juga besar atau bahkan
lebih besar. Dalam hal ini negara itu tidak hanya ekspor, tetapi juga impor
terhadap produk yang sama. Ini yang dimaksud dengan perdagangan antarnegara
dalam suatu industri atau sektor yang sama (Tambunan, 2004:121).

Rumus RCTA adalah sebagai berikut :

Di mana dua komponen penting dari indeks RCTA, yakni RXA = Revealed
Export Competitiveness yang mengukur daya saing ekspor; RMP = Revealed
Import Penetration yang mengukur besarnya penetrasi impor; a =Jawa Timur; k =
Semua jenis barang termasuk i; w = Indonesia; Xi(w-a) (Mi(w-a)) = ekspor
(impor) total dari barang i dari negara Indonesia (bukan a); X(k-i)a (M(k-i)a) =
ekspor (impor) total dari barang-barang lain bukan i dari Jawa Timur.
Nilai indeks RCTA bisa bisa lebih kecil atau lebih besar dari nol. Jika positif,
artinya negara bersangkutan memiliki daya saing yang tinggi (advantage),
sebaliknya tidak ada daya saing (disadvantage) jika nilainya negatif. Landasan
pemikiran indeks ini adalah bahwa nilai ekspor suatu negara bisa saja besar, tetapi
impornya (unutkbarang yang sama) juga besar atau bahkan lebih besar. Jadi,
negara itu, bukan hanya ekspor, tetapi juga impor yang sama. Ini yang dimaksud
dengan perdagangan antarnegara dalam suatu industri atau sektor yang sama
(intra-industrial trade).
2.4 Indeks Konsentrasi Pasar dan Indeks Spesialisasi Perdagangan
Indeks Spesialisasi Perdagangan (ISP) digunakan untuk menganalisis posisi
atau tahapan perkembangan suatu produk. ISP ini dapat menggambarkan apakah
untuk suatu jenis produk, Indonesia cenderung menjadi negara eksportir atau
importir. Secara implisit, indeks ini mempertimbangkan sisi permintaan dan sisi
penawaran, dimana ekspor identik dengan suplai domestik dan impor adalah
permintaan domestik, atau sesuai dengan teori perdagangan internasional, yaitu
teori net of surplus, dimana ekspor dari suatu barang terjadi apabila ada kelebihan
atas barang tersebut di pasar domestik. Secara matematis nilai ISP dapat dihitung
dengan rumus:

Keterangan:
ISP

= indeks spesialisasi perdagangan

Xij

= nilai ekspor komoditi i negara j

Mij

= nilai impor komoditi i negara j

Nilai indeks ini mempunyai kisaran antara -1 sampai dengan +1. Jika nilanya
positif diatas 0 sampai 1, maka komoditi bersangkutan dikatakan mempunyai
daya saing yang kuat atau negara yang bersangkutan cenderung sebagai
pengekspor dari komoditi tersebut (suplai domestik lebih besar daripada
permintaan domestik). Sebaliknya, daya saingnya rendah atau cenderung sebagai
pengimpor (suplai domestik lebih kecil dari permintaan domestik), jika nilainya
negatif dibawah 0 hingga -1. Kalau indeksnya naik berarti daya beli kecil daripada
permintaan dalam negeri. Dengan kata lain, untuk komoditi tersebut, pada tahap
ini negara tersebut lebih banyak mengimpor daripada mengekspor.
2.4 Acceleration Ratio (AR)
Acceleration Ratio (AR) menunjukkan apakah suatu negara dapat merebut
pasar di luar negeri (dalam arti dapat mengalahkan negara-negara pesaingnya)
atau posisinya semakin lemah di pasar ekspor atau pasar domestik. Acceleration
Ratio yaitu rasio akselerasi atau rasio peningkatan kecepatan. Pemakaian indeks
rasio akselerasi atau rasio peningkatan kecepatan AR adalah untuk menunjukan
apakah suatu negara dapat merebut pasar ekspor (dalam arti dapat mengalahkan
negara-negara pesaingnya), atau posisinya semakin lemah dipasar ekspor atau
dipasar domestik. Secara matematis indeks AR dapat dihitung sebagai berikut
(Tambunan, 2004) :

Keterangan:
Xij

= nilai Ekspor komoditas i negara j

Mij

= nilai Impor Komoditas i negara j

2.1 Penelitian Terdahulu
Penelitian mengenai analisis daya saing ekspor suatu komoditas dengan telah
banyak dilakukan. Pada umumnya penelitian-penelitian tersebut menggunakan
analisis RCA(untuk mengukur daya saing) dan ISP. Disamping itu, ada pula
penelitian yang menggabungkannya dengan metode analisis lain seperti Input
output pengganda ekspor. Secara lengkap penelitian terdahulu di sajikan dalam
table berikut
Table 2.1 Penelitian – Penelitian Terdahulu
No

Peneliti

1

Budi Ramanda
Bustami Paidi
Hidayat, Se,
M.Si
(2013)

2

Safriansyah

3

Parajogo
U.Hadi
dan
Sudi
Mardianto

Alat Analisis
- Analisis RCA
(Revealed
Comparative
Advantage),
- Analisis Revealed
Trade Comparative
Advantage (RCTA)
and Trade,
Analisis
Specialization Index
(ISP)
- Analisis RCA
(Revealed
Comparative
Advantage),
- Analisis Revealed
Trade Comparative
Advantage (RCTA)
and Trade,
Analisis
Specialization Index
(ISP)

Constan Market Share

Judul dan Hasil Penelitian
Judul : Analisis Daya Saing Produk Ekspor
Provinsi Sumatera Utara Oleh Budi
Ramanda
Hasil : Hasil penelitian menunjukkan bahwa
10 Provinsi Sumatera Utara produk
unggulan dengan daya saing yang berbeda.
Meskipun ada beberapa produk unggulan
yang tidak kompetitif atau memiliki posisi
kompetitif yang lemah, provinsi Sumatera
Utara tetap untuk mengekspor produk
unggulan.
Judul : Analisa Daya Saing Ekspor
Unggulan Di Propinsi Kalimantan
Hasil : Berdasarkan penelitian dan analisis
data, diketahui bahwa sejak tahun 2003
sampai dengan tahun 2007, pertumbuhan
ekspor di kalimantan selatan selalu
meningkat. Tingkat rata-rata ekspor di
kalimantan selatan adalah 25,4% sejak tahun
2003 hingga 2007 Sementara rata-rata
tertinggi produk unggulan ekspor adalah
150, 01% untuk produk karet sedangkan
tarif terendah rata-rata adalah -3,06% untuk
Rotan. Tingkat daya saing ekspor, produk
pertambangan memiliki indeks RCA
tertinggi, 6,78 sejak tahun 2003 sampai
dengan 2007 dan rata-rata indeks terendah
adalah 6,18 untuk produk logging. Dengan
menggunakan analisis RCTA, rata-rata
indeks tertinggi adalah 24,89 untuk produk
pertambangan sejak 2003 sampai 2007
Dalam analisis ISP, rata-rata indeks tertinggi
adalah 0,99 untuk pertambangan, sedangkan
yang terendah adalah 0,44 untuk produk
Rotan sejak 2003-2007 .
Judul : Analisis Komparasi Daya Saing
Produk Ekspor Pertanian Antar Negara
Asean Dalam Era Perdagangan Bebas Afta
Hasil:Pertumbuhan ekspor Indonesia ke
kawasan ASEAN selama periode 1997-1999
adalah yang tertinggi di antara negaranegara ASEAN, bahkan lebih tinggi

4

Adriana
Gumbira

Input
Multiplierr,
Output
Multiplier,
analisis
RCA
(revealed komparatif
advantage)

5

Ahmad Soleh

-Input Output
-Analisis
(Keunggulan
Komparasi)

RCA

daripada pertumbuhan ekspor dunia ke
kawasan yang sama, sedangkan pada
periode 1999-2001 menurun dan lebih
rendah dibanding Thailand, Filipina dan
dunia. Komposisi produk ekspor Indonesia
adalah yang terbaik di antara negara-negara
ASEAN, walaupun melemah pada periode
1999-2001 dibanding 1997-1999. Distribusi
pasar ekspor Indonesia pada periode 19971999 hanya kalah dari Singapura, tetapi pada
periode 1999-2001 melemah dan kalah dari
Singapura dan Vietnam. Daya saing ekspor
Indonesia pada periode 1997-1999 paling
kuat di antara negara-negara ASEAN, tetapi
pada periode 1999-2001 melemah dan kalah
dari Filipina dan Thailand.
Judul : Analisis Sektor Unggulan Yang
Berdaya Saing Ekspor (Studi Kasusdi Kota
Bandung Tahun 2008)
Hasil : keterkaitan antar sektor ekonomi di
Kota Bandung menunjukanada 4 sektor
unggulan di Kota Bandung, yaitu sektor jasa
perorangan dan rumah tangga,sektor jasa
angkutan jalan, sektor perdagangan komoditi
lainnya dan sektor jasaangkutan udara.
Berdasarkan analisis daya saing ekspor
(RCA)menunjukan bahwa sektor unggulan
di Kota Bandung tidak memiliki daya saing
ekspor.
Judul : Kontribusi Dan Daya Saing Ekspor
Sektor Unggulan Dalam Perekonomian Jawa
Tengah
Hasil : Analisis berdasarkan hubungan
antara sektor sektor ekonomi di Jawa Tengah
menunjukkan ada 16 sektor di Jawa Tengah.
Dari 16 sektor dalam perekonomian Jawa
Tengah di hampir semua sektor manufaktur
sektor industri. Hal ini menunjukkan bahwa
Jawa Tengah sangat berperan dalam
pengembangan industri pengolahan di
Indonesia. Hasil analisis kontribusi (share)
mencatat bahwa sektor yang memberikan
kontribusi terbesar terhadap total output
adalah sektor industri minyak dan lemak,
industri kayu dan bahan bangunan dari kayu,
dan listrik dan sektor gas. Berdasarkan
analisis daya saing ekspor (Revealed
Comparative Advantage) menunjukkan
sektor yang dominan di Jawa Tengah dengan
daya saing ekspor kayu dan bahan bangunan
industri kayu, produk mineral non-logam,
berputar pabrik industri, industri semen, dan
industri kapur . Nilai RCA menunjukkan
bahwa sektor terkemuka memiliki daya
saing ekspor.

BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
Pada bab ini diuraikan beberapa hal yang berkaitan dengan metode
penelitian, antara lain: ruang lingkup penelitian, jenis penelitian, definisi
opoerasional variable, metode pengumpulan data, dan metode analisa data.
3.1

Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian ini akan mengidentifikasi dan menganalisis ekspor komoditas
unggulan di Jawa Timur. Jenis Penelitian yang dipakai adalah penelitian
kuantitatif, yaitu penelitian yang menekankan pada pengujian teori – teori melalui
pengukuran variable – variable dengan angka dan melakukan analisis data dengan
prosedur statistic (indriantoro dan Bambang, 1999:12). Metode kuantitatif lebih
cocok digunakan pada penelitian ini karena untuk mengidentifikasi dan
menganalisis daya saing ekspor unggulan Jawa Timur dilakukan dengan cara
mengukur variable – variable yang terkait berdasarkan data ekspor Jawa Timur.
Hasil identifikasi dan analisis tersebut kemudian akan diinterpretasikan dan
dideskripsikan untuk arahan kebijakan pengembangan ekspor di Jawa Timur.
3.2 Definisi Operasional Variable
Variable penelitian meliputi factor – factor yang berperan dalam peristiwa atau
gejala yang akan diteliti (Narbuko dan Achmadi, 2003:118). Dalam penelitian ini,
variable – variable yang menjadi obyek penelitian antara lain :
a. Ekspor
Kegiatan ekspor adalah sistem perdagangan dengan cara mengeluarkan
barang-barang dari dalamnegeri keluar negeri dengan memenuhi ketentuan
yang berlaku. Ekspor merupakan total barang dan jasayang dijual oleh
sebuah negara ke negara lain, termasuk diantara barang-barang, asuransi,
dan jasa-jasa pada suatu tahun tertentu. Dalam penelitian ini ekpor yang
diteliti adalah ekspor non migas komoditas unggulan di Jawa Timur.

b. Impor
Impor adalah kegiatan memasukkan barang ke dalam daerah pabean.
Perusahaan atau perorangan yang melakukan kegiatan impor tersebut
disebut dengan Importir. Impor yang diteliti dalam penilitian ini adalah
impor komoditas unggulan di Jawa Timur
c. Neraca Perdagangan
Neraca perdagangan atau neraca ekspor-impor adalah perbedaan antara
nilai ekspor dan impor suatu negara pada periode tertentu, diukur
menggunakan

mata

uang

yang

berlaku.

Neraca

Perdagangan

menggambarkan potret perdagangan atau kinerja perdagangan di suatu
negara. Neraca positif artinya terjadi surplus perdagangan jika nilai ekspor
lebih tinggi dari impor, dan sebaliknya untuk neraca negatif. Neraca
pedagangan seringkali dibagi berdasarkan sektor barang dan sektor jasa.
3.3 Metode Pengumpulan Data
3.3.1

Jenis Data

Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder.
3.3.2

Sumber Data

Dokumentasi Badan Pusat Statistik (BPS), Badan Perencanaan dan
Pembangunan Daerah (BAPPEDA) provinsi Jawa Timur, serta dinas
perindustrian dan perdagangan provinsi Jawa Timur tentang perdagangan di
Jawa Timur.
3.3.3

Teknik Pengumpulan data

Untuk

kepentingan

dokumentasi.

Menurut

penelitian

ini

penulis

Suharsimi

dalam

menggunakan

Saerofi

(2005:33)

teknik
metode

dokumntasi merupakan suatu cara untuk memperoleh data atau informasi
mengenai berbagai hal yang ada kaitannya dengan penelitian dengan jalan
melihat kembali laporan – laporan tertulis, baik berupa angka maupun
keterangan (tulisan atau papan, tempat kertas dan orang). Pada penelitian ini
metode dokumentasi dipakai untuk mengetahui data ekspor dan impor
komoditas unggulan di provinsi Jawa Timur yang diperoleh dari Badan Pusat

Statistik, dinas perindustrian dan perdagangan provinsi jawa timur dan
bappeda provinsi jawa timur. Selain data – data laporan tertulis, untuk
kepentingan penelitian ini juga digali berbagai data, informasi dan referensi
dari berbagai sumber pustaka, media massa dan internet.
3.4 Metode analisis data
3.4.1

Analisis

Keunggulan

Komparasi

(Revealed

Comparative

Advantage)
Salah satu indikator yang dapat menunjukkan perubahan keunggulan
komparatif adalah RCA index. Indeks ini menunjukkan perbandingan antara
pangsa ekspor komoditas atau sekelompok komoditas suatu negara terhadap
pangsa ekspor komoditas tersebut dari seluruh dunia. Dengan kata lain indeks
RCA menunjukkan keunggulan komparatif atau daya saing ekspor dari suatu
negara dalam suatu komoditas terhadap dunia. Adapun cara mengjitung RCA
adalah sebagai berikut:

Keterangan :
X

= nilai ekspor komoditi

i

= jenis produk

a

= negara asal

w

= word atau dunia

Bila hasil indeks RCA dari suatu negara untuk komoditas tertentu lebih
besar dari 1, maka berarti negara yang bersangkutan mempunyai keunggulan
komparatif di atas rata-rata dunia dalam komoditas tersebut. Sebaliknya, bila
hasilnya lebih kecil dari 1 berarti keunggulan komparatif untuk komoditas
tersebut rendah atau di bawah rata-rata dunia.
3.4.2 Revealed Comparative Trade Advantage (RCTA)
Indeks RCTA digunakan untuk melihat perkembangan ekspor dan impor
untuk produk yang sama. Dalam kata lain RCTA melihat kinerja ekspor
secara relatif dibandingkan impornya.
Rumus RCTA adalah sebagai berikut :

Di mana dua komponen penting dari indeks RCTA, yakni RXA = Revealed
Export Competitiveness yang mengukur daya saing ekspor; RMP = Revealed
Import Penetration yang mengukur besarnya penetrasi impor; a =Jawa Timur; k =
Semua jenis barang termasuk i; w = Indonesia; Xi(w-a) (Mi(w-a)) = ekspor
(impor) total dari barang i dari negara Indonesia (bukan a); X(k-i)a (M(k-i)a) =
ekspor (impor) total dari barang-barang lain bukan i dari Jawa Timur.
Nilai indeks RCTA bisa bisa lebih kecil atau lebih besar dari nol. Jika positif,
artinya negara bersangkutan memiliki daya saing yang tinggi (advantage),
sebaliknya tidak ada daya saing (disadvantage) jika nilainya negatif. Landasan
pemikiran indeks ini adalah bahwa nilai ekspor suatu negara bisa saja besar, tetapi
impornya (unutkbarang yang sama) juga besar atau bahkan lebih besar. Jadi,
negara itu, bukan hanya ekspor, tetapi juga impor yang sama. Ini yang dimaksud
dengan perdagangan antarnegara dalam suatu industri atau sektor yang sama
(intra-industrial trade).
3.4.3

Analisis Indeks Konsentrasi Pasar dan Indeks Spesialisasi
Perdagangan

Indeks Spesialisasi Perdagangan (ISP) digunakan untuk menganalisis
posisi atau tahapan perkembangan suatu produk. Secara matematis nilai ISP
dapat dihitung dengan rumus:

Keterangan:
ISP

= indeks spesialisasi perdagangan

Xij

= nilai ekspor komoditi i negara j

Mij

= nilai impor komoditi i negara j

Bila hasil indeks RCA dari suatu negara untuk komoditas tertentu lebih
besar dari 1, maka berarti negara yang bersangkutan mempunyai keunggulan
komparatif di atas rata-rata dunia dalam komoditas tersebut. Sebaliknya, bila

hasilnya lebih kecil dari 1 berarti keunggulan komparatif untuk komoditas
tersebut rendah atau di bawah rata-rata dunia.
3.4.4

Analisis Acceleration Ratio (AR)
Acceleration Ratio (AR) menunjukkan apakah suatu negara dapat

merebut pasar di luar negeri (dalam arti dapat mengalahkan negara-negara
pesaingnya) atau posisinya semakin lemah di pasar ekspor atau pasar
domestik. Secara matematis indeks AR dapat dihitung sebagai berikut
(Tambunan, 2004) :

Keterangan:
Xij

= nilai Ekspor komoditas i negara j

Mij

= nilai Impor Komoditas i negara j

Jika AR menunjukkan nilai lebih dari 1 maka negara tersebut memiliki daya
saing begitu juga sebaliknya jika AR menunjukkan nilai kurang dari 1 maka
negara tersebut tidak memiliki daya saing.

DAFTAR PUSTAKA
Badan Pusat Statistik.
2013. Ekspor dan Impor Jawa Timur 2012.
http://jatim.bps.go.id/ index.php?hal=brs_detil&id=61. Diakses pada
tanggal 15 September 2014
Gumbira, A. 2009. Analisis Sektor Unggulan Yang Berdaya Saing Ekspor
(Studi Kasusdi Kota Bandung Tahun 2008). Universitas Siliwangi.
Tasikmalaya
Hidayat, B.R. 2013. Analisis Daya Saing Produk Ekspor Provinsi Sumatera
Utara. Jurnal Ekonomi Pembangunan Vol 1 No. 2. Sumatra Utara
Muchdie. 2008. Konsep dan Pemahaman Tentang Daya Saing.
http://pkpds.Wordpress. com/2008/12/17/konsep-dan-pemahaman-tentangdaya-saing/. Diunduh pada tanggal15 Sept 2014
Prajogo dan Sudi. M. 2004. Analisis Komparasi Daya Saing Produk Ekspor
Pertanian antar negara Asean Dalam Era Perdagangan Bebas AFTA.
Jurnal Ekonomi Pembangunan Vol.22 No. 1. Bogor
Safriansyah. 2010. Laju Pertumbuhan dan Analisa Daya Saing Ekspor
Unggulan di Propinsi Kalimantan Selatan. Jurnal Ekonomi
Pembangunan Vol 8 No. 2. Kalimantan Selatan
Soleh, A. 2012. Kontribusi Dan Daya Saing Ekspor Sektor Unggulan Dalam
Perekonomian Jawa Tengah. Universitas Diponegoro. Semarang