Pemanfaatan Pati Kulit Pisang Kepok (Musa paradisiaca linn) Sebagai Bahan Pengisi Tablet Paracetamol 500mg

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pisang

Pisang (Musa sp) merupakan tanaman yang banyak tumbuh di Indonesia, karena
sifat tanaman ini mudah tumbuh di daerah tropis. Menurut Astawan (2005) dan
BAPPENAS (2000) dalam Palupi 2012, pisang buah (Musa paradisiaca) dapat
digolongkan dalam 4 kelompok :
(1) Musa Pardisiaca var. sapientum (Banana) yaitu pisang yang dapat langsung
dimakan setelah matang atau pisang buah meja contoh : susu, hijau, mas,
raja, ambon kuning, ambon, barangan, dll
(2) Musa Pardisiaca forma typiaca (Plantain) yaitu pisang yang dapat dimakan
setelah diolah terlebih dahulu, contoh : tanduk, uli,bangkahulu, kapas
(3) Pisang yang dapat dimakan setelah matang atau diolah dahulu (contoh:
kepok dan raja
(4) Musa Brachycarpa yaitu jenis pisang yang berbiji dapat dimakan sewaktu
masih mentah, seperti pisang batu disebut juga pisang klutuk atau pisang
biji.
Masing–masing


kelompok

pisang

tersebut

mempunyai

fungsi

dan

karakteristik berbeda. Selama ini pisang yang digunakan sebagai bahan baku
tepung pisang adalah tua, belum matang, dan mengandung kadar tepung yang
tinggi (kadar gula rendah) (Palupi, 2012).

Universitas Sumatera Utara

2.2 Kulit Pisang


Kulit pisang sering kali menjadi bagian yang disingkirkan. Padahal kandungan
nutrisinya jauh lebih besar dari pada buah. Mineral paling besar yang terkandung
pada kulit adalah kalsium (715mg) dan fosfor (117mg). Kandungan nutrisi ini
paling besar dibandingkan nutrisi yang dimiliki oleh buah, batang, bunga, dan
bonggol. Beberapa tahun terakhir, berbagai penelitian berhasil menemukan manfaat
yang mendukung kesehatan manusia dari bagian tanaman ini( Wardhany, 2014 ).
Menurut Kusmartono dan Wijayanti (2012) Indonesia, yang juga merupakan
salah satu negara yang cukup dikenal sebagai penghasil pisang terbesar di Asia ini
mengalami kesulitan dalam pengolahan limbahnya. Padahal, menurut Besse (2002 :
2) jumlah dari kulit buah pisang cukup banyak, yaitu kira –kira sekitar 1/3 bagian
dari buah pisang yang belum dikupas tentu ini merupakan jumlah yang cukup
banyak. Belakangan ini diketahui limbah kulit pisang sebagai limbah hasil
pertanian ini ternyata memiliki kandungan gizi
Kulit pisang mengandung serat yang cukup tinggi, vitamin C, B, Kalsium,
Protein dan karbohidrat yang secara tidak langsung dapat dijadikan alternatif
konsumsi makanan ataupun obat. kulit pisang juga mengandung zat pati dan dapat
diolah menjadi tepung (Wardhany,2014)
Tabel 2.1 Komposisi zat gizi kulit pisang Kepok
Kandungan Energi dan Zat Gizi

Air (g)
Protein
Lemak
Gula Reduksi
Pati
Serat Kasar
Abu
Vitamin
Vitamin C mg/100gr
Mineral
Ca,mg/100gr
Fe,mg/100gr
P,mg/100gr

Kadar (%)
73,60
2,15
1,34
7,62
11,48

1,52
1,03
36
17,5
31
26
63
(Dewati, 2008)

Universitas Sumatera Utara

2.3 Pisang Kepok (Musa paradisiaca linn)

Pisang kepok merupakan pisang berbentuk agak gepeng dan bersegi. Karena
bentuknya gepeng, ada yang menyebutnya pisang gepeng. Ukuran buahnya kecil,
panjangnya 10-12 cm dan beratnya 80-120 g. Kulit buahnya sangat tebal dengan
warna kuning kehijauan dan kadang bernoda cokelat(Rofikah, 2013).

Gambar 2.1 Pisang Kepok
Menurut Dewati (2008), Hasil analisis kandungan pati didalam kulit pisang kepok

(air 7,8 % , pati 10,32 % , gulareduksi 3,4 % , protein 2,05%).
Jenis pisang kepok dan tanduk cenderung memiliki kadar pati yang lebih
tinggi, pisang ini temasuk golongan plantain yang mempunyai sifat lebih berpati
dari pada jenis pisang yang lain (Palupi, 2012). Plantains (biasa disebut pisang
hijau) mempunyai kandungan pati yang tinggi dan gula yang rendah (Benders,
1999).

2.4 JAGUNG

Jagung merupakan tanaman serelia yang termasuk bahan pangan penting
karena merupakan sumber kabohidrat kedua setelah beras. Sebagai salah satu
sumber bahan pangan. Jagung telah menjadi komoditas utama setelah beras (
Purwono, 2011). Jagung merupakan salah satu jenis bahan makanan yang
mengandung sumber hidrat arang yang dapat digunakan untuk menggantikan (
mensubtitusi) beras sebab :

Universitas Sumatera Utara

a. Jagung memiliki kalori yang hampir sma dengan kalori yang terkandung
pada padi

b. Kandungan protein didalam biji jagung sam adengan biji padi sehingga
jagung dapat pula menyumbangkan sebagian kebutuhan protein yang
diperlukan manusia.
c. Jagung dapat tumbuh pada berbagai macam tanah, bahkan pada kondisi
tanah yang agak kering pun jagung masih dapat ditanam.

Tabel 2.2 Kandungan nutrisi/zat makanan pada biji jagung

Bagian

Jumlah dalam (%)

Air

11,40

Protein

9,09


Lemak

4,72

Karbohidrat

71,35

Serat Kasar

2,04

Abu

1,40
(Kanisius, 1993)

2.5 PATI

Pati adalah polisakarida yang terdapat dalam semua tanaman terutama dalam

jagung, kentang, biji-bijian, umbi-umbian, ubi akar dan pada atau gandum. Pati bila
dipanaskan dengan air, akan terbentuk larutan kolodial. Dalam pati terdapat dua
bagian. Bagian yang larut dalam air disebut amilosa ( 10-20% ), yang mempunyai
berat molekul antara 50.000-200.000, bila ditambah iodium akan memberikan
warna biru. Bagian yang lain yaitu bagian yang tak larut dalam air, disebut
amilopektin (80-90%) yang mempunyai berat molekul antara 70.000-106 , dengan
iodium memberikan warna ungu hingga merah. Kedua bagian tersebut mempunyai
rumus empiris (C6H10O5)n. Baik amilosa maupun amilopektin, bila dihidrolisis

Universitas Sumatera Utara

menunjukkan adanya sifat-sifat karbonil, dan kenyataan pati tersusun atas satuan
satuan maltosa (Sastrohamidjojo,2005)
Kentang, jagung dan cereal mengandung banyak pati, polimer dari glukosa
yang terdiri dari unit monosakaruda yang dihubungkan dengan ikatan 1-4α
glikosida seperti maltosa. Pati dicerna di mulut dan diperut oleh enzim α-glycosida
yang mempercepat hydrolisis ikatan glikosida dan melepaskan molekul glukosa
(Murry, 2007)
Pati terjadi secara alami sebagai granul-granul kecil di dalam akar, biji, dan
batang berbagai jenis tumbuhan, termasuk jagung, gandum, padi, jawawut, barley

dan kentang, ia mengkonstitusi cadangan utama karbohidrat (Steven, 2007).
Pati merupakan homopolimer glukosa dengan ikatan α-glikosidik. Berbagai
macam pati tidak sama sifatnya, tergantung dari panjang rantai C-nya, serta apakah
lurus atau bercabang rantai molekulnya. Dari percobaan-percobaan yang didapat
bahwa pati akan merefleksikan warna biru bila berupa polimer glukosa yang lebih
besar dari dua puluh, misalnya molekul-molekul amilosa. Bila polimer kurang dari
dua puluh seperti amilopektin, maka akan dapat menghasilkan warna merah
(Winarno,1995)
Beberapa sifat pati adalah mempunyai rasa yang tidak manis, tidak larut
dalam air dingin tetapi didalam air panas dapat membentuk sol atau jel yang
bersifat kental. Sifat kekentalannya ini dapat digunakan untuk mengatur terkstur
makanan, dan sifat jelnya dapat diubah oleh gula atau asam (Winarno,1980).
Butir-butir pati apabila diamati dengan menggunakan mikroskop, ternyata
berbeda beda bentuknya, tergantung dari tumbuhan apa pati tersebut diperoleh.
Bentuk butir pati yang berasal dari kentang berbeda dengan yang berasal dari terigu
dan beras. Amilum dapat dihidrolisis sempurna dengan menggunakan asam
sehingga menghasilkan glukosa (Poedjadi,2005)

2.6 TABLET


Tablet merupakan bahan obat dalam bentuk sediaan padat yang biasanya dibuat
dengan penambahan bahan tambahan farmasetika yang sesuai. Tablet-tablet dapat
berbeda-beda dalam ukuran, bentuk, berat, kekerasan, ketebalan, daya hancurnya,

Universitas Sumatera Utara

dan dalam aspek lainnya tergantung pada cara pemakaian tablet dan metode
pembuatannya. Kebanyakan tablet digunakan pada pemberian obat-obat secara oral,
dan kebanyakan dari tablet ini dibuat dengan penambahan zat warna, zat pemberi
rasa, dan lapisan-lapisan dalam berbagai jenis. Tablet lain yang penggunaanya
dengan cara sublingual, bukal, atau melalui vagina, tidak boleh mengandung bahan
tambahan seperti pada tablet yang digunakan secara oral (Ansel,1989).
Tablet

berbentuk bulat

datar atau bikonvek

yang dibuat


dengan

pengompresan zat aktif atau campuran zat aktif dengan atau tanpa bahan tambahan
(eksipien). Tablet biasanya digunakan dengan cara menelan seluruh tablet atau
dikunyah, dilarutkan atau didespersikan dalam air sebelum dipakai. Beberapa tablet
digunakan dengan cara dihisap atau ditanam dirongga mulut, diimplankan atau ada
juga yang digunakan per vaginal (Sulaiman,2007).

2.6.1 JENIS-JENIS TABLET

Banyak tipe tablet yang tablet yang ada, variasi bentuk dan ukuran. Termasuk tipe
dispersible, effervescent, tablet kunyah, sublingual dan tablet bucal, tablet salut
gula, tablet untuk tablet rektal atau vaginal, dan tablet solution. Bebrapa tablet
dibuat untuk melepas obat obat dalam waktu lebih lama (Wienfield,2009)
Macam-macam jenis tablet digambarkan sebagai berikut :
Tablet kompresi, yaitu tablet kompresi dibuat dengan sekali tekanan menjadi
berbagai bentuk tablet dan ukuran, biasanya kedalam bahan obatnya diberi
tambahan sejumlah bahan pembantu antara lain :
a. Pengencer atau pengisi yang ditambahkan jika perlu kedalam formulasi
supaya membentuk ukuran tablet yang diinginkan.
b. Pengikat atau perekat, yang membantu pelekatan partikel dalam formulasi,
memungkinkan granul dibuat dan dijaga keterpaduan hasil akhir tabletnya
c. Penghancur atau bahan yang dapat membantu penghancuran, akan
membantu memecah atau menghancurkan tablet setelah pemberian sampai
menjadi partikel partikel yang lebih kecil, sehingga lebih mudah diabsorpi

Universitas Sumatera Utara

d. Antirekat pelincir atau zat pelincir yaitu zat yang meningkatkan aliran
bahan, memasuki cetakan tablet dan mencegah, melekatnya bahan ini pada
punch dan die serta membuat tablet tablet menjadi bagus dan berkilat
e. Bahan tambahan lain seperti zat warna dan zat pemberi rasa
Tablet Hipodermik, yaitu tablet yang dimasukkan dibawah kulit, merupakan
tablet triturat, asalnya dimasukkan untuk digunakan oleh dokter dalam membuat
larutan parenteral secara mendadak.
Tablet Pembagi yaitu tablet untuk membuat resep lebih tepat bila disebut
tablet campuran, karena para ahli farmasi memakai tablet ini untuk pencampuran
dan tidak pernah diberikan kepada pasien sebagai tablet itu sendiri. Tablet ini relatif
mengandung sejumlah besar bahan obat keras dan diolah untuk membantu para ahli
farmasi dan memungkinkan mereka mendapatkan dengan cepat ketepatan dalam
mengukur obat keras yang berpotensi dalam menyiapkan bentuk sediaan padat atau
cair lainnya. Tablet ini dibuat dengan cara mencetak atau kompresi. Bahan
penghancur, pelincir yang tidak larut dalam air, zat warna, zat penambah rasa, dan
penyalut tidak diperlukan dalam pembuatan tablet ini. Tablet dengan pelepasan
terkendali yaitu tablet dan kapsul yang pelepasan obatnya secara terkendali
(Ansel,1989).

2.6.2. Komponen Tablet

Komponen dalam sediaan tablet dapat dibagi menjadi dua, yaitu zat/bahan aktif dan
eksipien. Zat aktif dapat terdiri dari satu macam, dua, tiga, atau lebih tergantung
pada tujuan/efek terapi yang diinginkan. Demikian juga dengan eksipien, dalam
sediaan tablet dapat mengandung berbagai jenis eksipien tergantung pada
kebutuhan. Aturan umum yang harus dipegang adalah antar komponen yang
terdapat dalam tablet tidak boleh terjadi inkompatibilitas, baik secara fisika maupun
kimia.
a. Zat Aktif
Idealnya zat aktif yang akan diformulassikan dalam bentuk sediaan tablet
mempunyai sifat-sifat sebagai berikut: kemurniaannya tinggi, stabil,

Universitas Sumatera Utara

kompatibel dengan semua eksipien, bentuk partikel sferis, ukuran dan
distribusi ukuran partikelnya baik, mempunyai sifat alir yang baik, optimum
moisture content, kompresibilitasnya baik, tidak mempunyai muatan pada
permukaan (Absence of static charge on surface) dan mempunyai sifat
organoleptis yang baik.
b. Eksipien
Eksipien merupakan bahan selain zat aktif yang ditambahkan dalam
formulasi suatu sediaan untuk berbagai tujuan atau fungsi. IPEC (The
International Pharmaceutical Excipients Council) membagi eksipien untuk
sediaan padat dalam 13 kategori umum berdasarkan fungsinya yaitu:
pengikat, penghancur, pengisi lubrikan, glidan, pembantu pengempaan,
pewarna, pemanis, pengawet, zat

pensuspensi/pendispersi, material

penyalut, pemberi rasa, dan tinta untuk printing. IPEC (The International
Pharmaceutical

Excipients

Council)

mendefinisikan

Pharmaceutical

excipient sebagai substansi selain obat atau prodrug yang telah dievaluasi
keamananya dan dimaksudkan untuk sistem penghantaran obat untuk
berbagai tujuan berikut :
1. Untuk membantu selama proses pembuatan
2. Melindungi,

mendukung

dan

meningkatkan

stabilitas

dan

bioavailabilitas
3. Membantu dalam identifikasi produk
4. Meningkatkan keamanan dan efektifitas produk selama distribusi dan
penggunaan
Beberapa kriteria umum yang esensial untuk eksipien yaitu : netral secara
fisiologis, stabil secara fisika dan kimia, memenuhi peraturan perundangan, tidak
mempengaruhi bioavailabilitas obat, bebas dari mikorba patogen dan tersedia dalam
jumlah yang cukup dan murah (Sulaiman, 2007).
Adapun fungsi dari eksipien tersebut menurut Agoes 2006 adalah
i.

Pengikat
Kebanyakan pengikat hidrofilik dan larut dalam air. Pengikat untuk proses
granulasi basah biasanya dilarutkan dalam air atau suatu pelarut (umumnya
alkohol), dan larutan pengikat digunakan untuk membentuk massa basah

Universitas Sumatera Utara

atau granulasi. Contoh Bahan pengikat antara lain : Avicel PH, Povidon,
Kopolividon, Musilago Amili.
ii.

Penghancur (densintegran)
Fungsi penghancur dalam formulasi tablet adalah untuk memecah tablet dan
granul menjadi partikel Bahan Aktif dan Eksipien, yang beraglomerasi dan
kemudian dikempa. Contoh bahan penghancur antara lain : Mikrokristalin
Selulosa, Sodium Starch Glycolate dan Crospovidon NF

iii.

Pelincir (lubrikan)
Fungsi utama dari lubrikan dalm formulasi tablet adalah untuk mencegah
perlengketan tablet pada permukaan “punch” dan untuk mereduksi friksi
antara dinding “die” dan tablet selama pengempaan dan eyeksi
(pengeluaran) tablet dari die. Contoh bahan pelincir antara lain : magnesium
stearat, kalsium stearat, asam stearat, minyak mineral.

iv.

Glidan
Glidan digunakan dalam formulasi tablet untuk meningkatkan sifat aliran.
Bentuk dan ukuran partikel glidan berperilaku sebagai pembawa (bola)
untuk meningkatkan aliran pada konsentrasi rendah. Pada table dibawah
dapat dilihat glidan yang umum digunakan beserta konsentrasinya

Tabel 2.3 Syarat Konsentrasi glidant
Glidan
Konsentrasi (%)
Avicel Ph MCC

0,2-0,5

Alkali Stearat

0,2-0,5

Silikon dioksida koloidal

0,1-0,2

Amilum

0,2-0,3

Talk

0,2-0,3
(Agoes, 2006)

Universitas Sumatera Utara

2.6.3. Uji Fisik Tablet

a. Keseragaman Bobot Tablet
Tablet harus memenuhi uji keragaman bobot jika zat aktif merupakan
bagian terbesar dari tablet dan jika uji keragaman bobot dianggap cukup
mewakili

keseragaman

kandungan.

Oleh

karena

itu

farmakope

mensyaratkan bahwa tablet bersalut dan tablet yang mengandung zat aktif
50mg atau kurang, dan bobot zat aktif lebih kecil dari 50% bobot sediaan,
harus memenuhi syarat uji keseragaman kandungan (Depkes,1995).
Persyaratan keseragaman bobot terpenuhi jika tidak lebih dari dua tablet
yang masing-masing bobotnya menyimpang dari bobot rata-rata yang
ditetapkan dalam kolom A, dan tidak satupun tablet yang bobotnya
menyimpang dari harga pada kolom B yang ditetapkan dalam tablet
dibawah ini.
Tabel 2.4 Syarat keseragaman bobot tablet
Bobot Rata-rata
25 mg atau kurang
26 mg - 150 mg
151 mg – 300 mg
Lebih dari 300 mg

Penyimpangan bobot rata-rata
A
B
15%
30%
10%
20%
7,5%
15%
5%
10%
(Sulaiman,2007)

b. Kekerasan Tablet (Hardness tests/ crushing strength)
Uji kekerasan tablet didefinisikan sebagai uji kekuatan tablet yang
mencerminkan kekuatan tablet secara keseluruhan, yang diukur dengan
memberi tekanan terhadap diameter tablet. Kekerasan merupakan
parameter yang menggambarkan ketahanan tablet dalam melawan
tekanan mekanik seperti goncangan, benturan dan terjadi keretakan
tablet selama pengemasan, penyimpanan transportasi sampai ketangan
pengguna. Faktor-faktor yang mempengaruhi kekerasan tablet adalah
tekanan kompresi dan sifat bahan yang dikempa. Kekerasan tablet
berhubungan langsung dengan waktu hancur dan disolusi. Pada
umumnya tablet yang keras memiliki waktuu hancur lama (lebih sukar

Universitas Sumatera Utara

hancur) dan disolusi yang rendah, namun tidak selamanya demikian.
Pada umumnya dikatakan tablet yang baik mempunyai kekerasan antara
4-10kg. Hal ini tidak mutlak, artinya kekerasan tablet bisa lebih kecil
dari 4 atau lebih tinggi dari 8 (Sulaiman,2007)

c. Waktu hancur tablet
Suatu sediaan tablet yang diberikan peroral, agar dapat diabsorbsi maka
tablet tersebut harus terlarut (terdisolusi) atau terdispersi dalam bentuk
molekular. Tahap pertama untuk tablet agar dapat terdisolusi segera
adalah tablet harus hancur (terdisintegrasi). Waktu hancur adalah waktu
yang dibutuhkan sejumlah tablet untuk hancur menjadi granul/partikel
penyusunnya yang mampu melewati ayakan no. 10 yang terdapat
dibagian bawah alat uji. Faktor-faktor yang mempengaruhi waktu
hancur antara lain : bahan tambahan yang digunakan, metode pembuatan
tablet, jenis dan konsentrasi pelicin, tekanan mesin pada saat penabletan,
sifat fisika kimia meliputi ukuran partikel dan struktur molekul. Waktu
hancur dihitung berdasarkan tablet yang paling terakhir hancur.
Persyaratan waktu hancur untuk tablet tidak bersalut adalah kurang dari
15 menit (Sulaiman,2007).

d. Disolusi
Disolusi adalah proses suatu zat padat masuk kedalam pelarut sehingga
terlarut. Dalam industri disolusi didefinisikan sebagai jumlah obat yang
terlarut per satuan waktu dibawah kondisi, temperatur, dan komposisi
medium yang telah distandarisasi. Sifat disolusi suatu obat berhubungan
langsung dengan aktivitas farmakologinya (Sulaiman,2007). Dalam
waktu 30 menit harus larut tidak kurang dari 80% (Q) parasetamol
C H NO₂, dari jumlah yang tertera pada etiket (Depkes,1995).

e. Kerapuhan / Friability
Kerapuhan merupakan parameter yang menggambarkan kekuatan
permukaan

tablet

dalam

melawan

berbagai

perlakuan

yang

Universitas Sumatera Utara

menyebabkan abrasi pada permukaan tablet. Kerpuhan dapat dievaluasi
dengan menggunakan friabilator. Uji kerapuhan berhubungan dengan
kehilangan bobot akibat abrasi yang terjadi pada permukaan tablet.
Semakin besar harga persentase kerapuhan, maka semakin besar massa
tablet yang hilang. Kerapuhan yang tinggi akan mempengaruhi
konsentrasi/kadar zat aktif yang masih terdapat pada tablet. Tablet
dianggap baik jika kerapuhan tidak lebih dari 1% (Sulaiman, 2007).

f. Penetapan Kadar
Tablet Parasetamol mengandung parasetamol C H NO₂,tidak kurang dari
90,0% dan tidak lebih dari 110,0% dari jumlah yang tertera pada etiket
(Depkes,1995).

2.7 PARASETAMOL / ACETAMINOPHEN

Parasetamol mengandung tidak kurang dari 98,0% dan tidak lebih dari 101,0%
C8H9NO2 dihitung terhadap zat anhidrat, pemerian serbuk hablur, putih, tidak
berbau, rasa sedikit pahit. Larut dalam air mendidih dan dalam natrium hidroksida
1N, mudah larut dalam etanol (Depkes, 1995)
Derivat para amino fenol yaitu fenasetin dan asetominopfen dapat dilihat
struktunya pada gambar 2.2
NHCOCH3

OH

Asetaminofen

NHCOCH3

OC2H5

Fenasetin

Gambar 2.2 Rumus bangun asetaminofen dan fenasetin
Asetaminophen (parasetamol) merupakan metabolit fenasetin dengan efek
antipiretik yang sama dan telah digunakan sejak tahun 1893. Efek antipiretik

Universitas Sumatera Utara

ditimbulkan oleh gugus amino-benzen. Asetaminofen di indonesia lebih dikenal
dengan nama parasetamol, dan tersedia sebagai obat bebas. Efek analgesik
parasetamol dan fenasetin serupa dengan salisilat yaitu menghilangkan atau
mengurangi nyeri ringan sampai sedang. Keduanya menurunkan suhu tubuh dengan
mekanisme yang diduga juga berdasarkan efek sentral seperti salisilat. Efek anti
inflamasinya sangat lemah, oleh karena itu parasetamol dan fenasetin tidak
digunakan sebagai antireumatik. parasetamol dan fenasetin diabsopsi cepat dan
sempurna melalui saluran cerna. Konsentrasi tertinggi dalam plasma darah dicapai
dalam waktu ½ jam dan masa paruh plasma antara 1-3 jam. Obat ini tersebar
keseluruh cairan tubuh. Dalam plasma, 25% dan 30% fenasetin terikat protein
plasma. Kedua obat ini dimetabolisme oleh enzim mikrossom hati. Sebagian
asetaminofen (80%) dikonjugasi dengan asam glukuronat dan sebagian kecil
lainnya dengan asam sulfat. Selain itu kedua obat ini juga dapat mengalami
hidroksilasi.

Metabolit

hasil

hidroksilasi

ini

dapat

menimbulkan

methemoglobinemia dan hemolisis eritrosit. Kedua obat ini diekskresi melalui
ginjal, sebagian kecil parasetamol (3%) dan sebagian besar dalam bentuk
terkonjugasi (Gunawan, 2010)

Universitas Sumatera Utara