Tinjauan Kriminologi Terhadap Tindak Pidana Incest (Studi Putusan Nomor : 1349 Pid.Sus 2015 PN.Mdn)

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Anak merupakan sebuah anugerah yang tidak ternilai bagi setiap orang
tua. Kelahiran seorang anak menjadi hal yang paling ditunggu dalam sebuah
keluarga. Setiap perkembangan dan pertumbuhan seorang anak akan menjadi
perhatian orang tua. Seorang anak merupakan potensi yang sangat penting,
generasi penerus masa depan bangsa, penentu kualitas sumber daya manusia
(SDM) Indonesia yang akan menjadi pilar utama pembangunan nasional, sehingga
perlu ditingkatkan kualitasnya dan mendapatkan perlindungan secara sungguhsungguh dari semua elemen masyarakat. Anak merupakan sebuah anugerah yang
tidak ternilai bagi setiap orang tua.
Mengenai hak dan kewajiban orang tua diatur dalam Pasal 45
UndangUndang No. 1 Tahun 1974 yang menyatakan :
1. Kedua orang tua wajib memelihara dan mendidik anak-anak mereka
sebaikbaiknya.
2. Kewajiban orang tua yang dimaksud dalam ayat (1) pasal ini berlaku
sampai anak itu kawin atau dapat berdiri sendiri, kewajiban mana berlaku terus
meskipun perkawinan antara kedua orang tua putus. 1
Namun disayangkan, orangtua yang pada hakekatnya menjadi tempat
anak–anak berlindung justru malah tidak memainkan perannya tersebut. Hal ini

dapat kita liat dari semakin banyaknya kasus kekerasan yang justru pelakunya
1

Sudarsono, Hukum Perkawinan Nasional, Jakarta : PT. Rineka Cipta, 1991, Halaman

299.

1

Universitas Sumatera Utara

adalah orang terdekat sendiri. Hal inilah yang mengundang keperihatinan kita.
Bentuk kekerasan yang dialami anak dapat berupa tindakan-tindakan kekerasan,
baik secara fisik, psikis maupun seksual. Pada dasarnya, alasan anak menjadi
sasaran korban kekerasan oleh orangtuanya adalah karena anak merupakan
makhluk yang lemah dan belum bisa melindungi dirinya sendiri. Ia belum bisa
menentang perlakuan kasar dari orang tua. Selain itu juga adanya rasa hormat
yang dijunjung oleh si anak terhadap orangtuanya.
Melalui informasi dari media massa, baik media cetak maupun media
elektronik setiap harinya selalu saja ada pemberitaan yang marak mengenai tindak

kejahatan. Dalam perkembangan sehari-hari banyak terjadi kejahatan, misalnya
kejahatan terhadap harta kekayaan (pencurian, penggelapan, pemerasan, penipuan
dan lain-lain), kejahatan terhadap tubuh dan nyawa, misalnya pembunuhan,
penganiayaan, dan lain-lain serta berbagai jenis kejahatan dibidang kesusilaan,
dan salah satunya yang saat ini menjadi tindak pidana yang memprihatinkan dan
membutuhkan perhatian yang sangat serius dari semua pihak adalah tindak pidana
perkosaan, lebih tragis lagi apabila perkosaan itu dilakukan di kalangan keluarga
sendiri atau yang disebut inses yang merupakan salah satu kejahatan seksual yang
masih sangat tabu di dalam masyarakat dan merupakan salah satu dari sekian
banyak pelanggaran hak asasi manusia.
Adanya kasus incest yang dilakukan oleh seorang ayah terhadap anaknya
yang terjadi di Indonesia dapat dianggap sebagai salah satu indikator buruknya
kualitas perlindungan anak. Keberadaan anak yang belum mampu untuk hidup
mandiri

tentunya

sangat

membutuhkan


orang-orang

sebagai

tempat

berlindung.Pertanyaan yang sering dilontarkan adalah sejauh mana pemerintah

2

Universitas Sumatera Utara

telah berupaya memberikan perlindungan hukum pada anak sehingga anak dapat
memperoleh jaminan atas kelangsungan hidup dan penghidupannya sebagai
bagian dari hak asasi manusia, dan bagaimana pula para orang tua menyadari
peran mereka untuk mendidik dan melindungi anak yang menjadi tanggung jawab
mereka sebagai orang tua. Padahal, berdasarkan Pasal 20 Undang –Undang
Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, yang berkewajiban dan
bertanggungjawab terhadap penyelenggaraan perlindungan anak adalah negara,

pemerintah, masyarakat, keluarga, dan orang tua.
Tindak pidana terhadap seksualitas itu tidak hanya terjadi pada lingkungan
umum saja namun juga terjadi dalam lingkungan keluarga atau rumah yang
seharusnya menjadi tempat paling aman bagi anggota keluarga untuk berlindung.
Hampir tidak dapat dipercayai bahwa pelaku kekerasan adalah orang yang justru
dicintai dan dipercayai untuk menjaganya: ayah, suami, paman, kerabat dan
orang-orang di dalam rumah sendiri. 2
Hal yang cukup memprihatinkan adalah kecenderungan makin maraknya
kejahatan seksual yang tidak hanya menimpa perempuan dewasa, tapi juga
menimpa anak-anak di bawah umur. 3
Menurut ketentuan Pasal 26 ayat (1) Undang-undang Nomor 23 Tahun
2002 tentang Perlindungan Anak menentukan bahwa “orangtua berkewajiban dan
bertanggungjawab untuk:
a. Mengasuh, memelihara, mendidik, dan melimdungi anak ;

2

Sulistyowati Irianto (ed), Perempuan dan Hukum : Menuju Hukum yang Berspektif
Kesetaraan dan Keadilan, Yayasan Obor Indonesia,Jakarta, 2006, hal.83.
3

Abdul Wahid dan Muhammad Irfan, Perlindungan Terhadap Korban Kekerasan Seksual
(Advokasi atas Hak Asasi Perempuan), Cet.Kesatu, PT Refika Aditama, Bandung, 2001, hal. 3

3

Universitas Sumatera Utara

b. Menumbuhkembangkan anak sesuai dengan kemampuan, bakat, dan minatnya ;
dan
c. Mencegah terjadinya perkawinan pada usia anak-anak.”
Dari ketentuan di atas dapat diketahui peran dan kewajiban orangtua yang
sesungguhnya adalah untuk menjaga dan selalu memberikan perlindungan dalam
hal apapun terhadap anaknya, namun pada kenyataannya masih ada saja orangtua
yang bersikap tidak sesuai pada aturan yang ada. Hal ini tentunya akan menjadi
ancaman terhadap anak dalam sebuah relasi keluarga.
Berdasarkan uraian tersebut diatas, penulis tertarik mengkaji lebih dalam
dan menyusun dalam bentuk skripsi dengan judul

Tinjauan Kriminologi


Terhadap Tindak Pidana Incest (Studi Putusan No. 1349/Pid.Sus/2015/PN.Mdn).
B. Permasalahan
Permasalahan adalah kesengajaan antara apa yang seharusnya dengan apa
yang senyatanya, antara apa yang diperlukan dengan apa yang tersedia, antara
harapan dan capaian atau singkatnya antara das sollen dan das sein. 4Sedangkan
perumusan masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, mengambil beberapa permasalahan yang akan
diurai dalam topik pembahasan, yaitu sebagai berikut :
1. Bagaimana pengaturan hubungan seksual sedarah (incest) dalam berbagai
peraturan perundang-undangan.
2. Bagaimana faktor-faktor penyebab, akibat dan upaya penanggulangan
hubungan seksual sedarah (incest).

4

Bambang sunggono, Metodologi penelitian hukum, Jakarta, Raja Grafindo Persada:
2012,hal.104

4


Universitas Sumatera Utara

3. Bagaimana penegakan hukum terhadap pelaku hubungan seksual sedarah
(incest) dalam perkara No. 1349/Pid.Sus/2015/PN.Mdn ?
C. Keaslian Penulisan
Skripsi ini merupakan karya tulis asli yang bisa dibuktikan keasliannya,
skripsi ini membahas tentang TINJAUAN KRIMINOLOGI TERHADAP
TINDAK PIDANA INCEST (Studi Putusan No. 1349/Pid.Sus/2015/PN.Mdn).
Penulisan skripsi ini dibuat dengan tujuan untuk menyelesaikan program S1
Fakultas Hukum USU. Penulisan skripsi ini mencari Referensi dan inforasi dari
buku-buku tentang Hukum Pidana khususnya, situs-situs internet, dan
Narasumber yang berkaitan dengan skripsi penulis. Serta keaslian penulis juga
dapat dibuktikan dari adanya keterangan dari pihak bagian administrasi/ jurusan
Hukum Pidana.
D. Tujuan Penulisan
Tujuan kegiatan penulisan ini dilakukan agar dapat menyajikan data yang
akurat sehingga dapat memberi manfaat dan mampu menyelesaikan masalah.
Berdasarkan hal tersebut, maka penulis mempunyai tujuan sebagai berikut:
1. Dapat mengetahui pengaturan hubungan seksual sedarah (incest) dalam
berbagai peraturan.

2. Dapat mengetahui yang menjadi faktor-faktor penyebab terjadinya incest.
3. Dapat mengetahui bagaimana penegakan hukum terhadap pelaku
hubungan seksual sedarah (incest) dan upaya pada penanggulangan dari
terjadinya kasus incest.

5

Universitas Sumatera Utara

E. Manfaat Penulisan
Suatu penelitian akan sangat berguna apabila hasilnya memberikan manfaat,
tidak hanya bagi sendiri, tetapi juga bermanfaat bagi orang banyak yang
menggunakannya. Adapun manfaat dari penulisan skripsi ini adalah :
1. Secara teoritis :
a. Memberikan sumbangan bagi pengembangan Ilmu Hukum pada umumnya
dan Hukum Pidana pada khususnya tentang incestdalam perspektif hukum
pidana.
b. Agar dapat membantu menambah bahan bagi aparat penegak hukum.
2. Secara Praktis :
a. Memberikan informasi dalam setiap perkembangan ilmu hukum pada

umumnya dan hukum pidana pada khususnya yang berkaitan dengan
masalah yang dibahas dalam penelitian ini.
b. Menjadi masukan bagi masyarakat pada umumnya dan para penegak
hukum pada khususnya dalam mencegah dan menanggulangi terjadinya
kejahatan pemerkosaan pada anak.
c. para penegak hukum pada khususnya dalam mencegah dan menanggulangi
terjadinya tindak pidana incestterhadap anak.
F. Tinjauan Kepustakaan
1. Pengertian Hubungan Seksual Sedarah (Incest)
Incest berasal dari bahasa latin Incestus yang berarti tidak suci, tidak
senonoh dan Incestare yang berarti menodai atau mengotori. Definisi incest yang
diterima masyarakat luas sekarang ini adalah hubungan seks atau aktivitas seksual

Universitas Sumatera Utara

lainnya antara individu yang mempunyai hubungan dekat, yang perkawinan
diantara mereka dilarang oleh hukum maupun kultur.
Pada umumnya hubungan sumbang adalah hubungan saling mencintai
yang bersifat seksual yang dilakukan oleh pasangan yang memiliki ikatan
keluarga (kekerabatan) yang dekat, biasanya antara ayah dengan anak

perempuannya, ibu dengan anak laki-lakinya, atau antar sesama saudara kandung
atau saudara tiri. Para sarjana memepunyai pendapat sendiri tentang pengertian
incest ini, Soerjono Soekanto dan Pudji Santoso menyebutkan bahwa “Incest atau
hubungan sumbang adalah hubungan seksual yang dilakukan dengan kerabat atau
keluarga”.Yang berarti bahwa tidak ada batasan tertentu siapa yang disebut
sebagai pelaku secara spesifik. Bila telah terjadi hubungan seksual di dalam
keluarga, selain yang sepantasnya, maka ia disebut sebagai pelaku incest. 5
Kekerasan seksual terhadap anak dapat terjadi kapan saja dan di mana
saja. Siapa pun bisa menjadi pelaku kekerasan seksual terhadap anak, karena tidak
adanya karakteristik khusus. Pelaku kekerasan seksual terhadap anak mungkin
dekat dengan anak, yang dapat berasal dari berbagai kalangan. Pedofilia tidak
pernah berhenti, pelaku kekerasan seksual terhadap anak juga cenderung
memodifikasi target yang beragam, dan siapa pun bisa menjadi target kekerasan
seksual, bahkan anak ataupun saudaranya sendiri, itu sebabnya pelaku kekerasan
seksual terhadap anak ini dapat dikatakan sebagai predator. 6
Menurut Sawitri Supardi Sadarjoen, inses (incest) adalah “hubungan
seksual yang dilakukan oleh pasangan yamg memiliki ikatan keluarga yang kuat,

5


Soerjono Soekanto. Beberapa Catatan Tentang Psikologi Hukum, Jakarta: Citra Aditya
Bakti, 1989hlm.44.
6
Kekerasan Seksual Terhadap Anak: Dampak dan Penanganannya, Ivo Noviana 10
Maret 2015 Hal. 3

Universitas Sumatera Utara

seperti misalnya ayah dengan anak perempuannya, ibu dengan anak laki-lakinya,
atau antar sesama keluarga kandung”. 7
Ruth S. Kempe dan C Henry Kempe mendefenisikan incest sebagai
hubungan seksual antara anggota keluarga dalam rumah, baik antara kakak-adik
kandung atau tiri, ayah-anak kandung, ayah-anak tiri, paman-keponakan kandung
atau tiri. 8 Sedangkan pengertian yang lebih luas lagi ialah hubungan seksual yang
dilakukan seseorang dalam keluarga atau seseorang yang sudah seperti keluarga,
baik laki-laki ataupun perempuan seperti ayah kandung, ayah tiri, ibu dari pacar,
saudara laki-laki, saudara tiri, guru, teman, pendeta/ulama, paman atau kakek.
Incest yang terjadi tanpa unsur kekerasan, paksaan atau rayuan, tapi
berdasarkan rasa saling mau atau suka baik untuk menyenangkan suatu pihak
maupun untuk memenuhi tujuan seksual kedua belah pihak juga ada.Incest yang
bertujuan menyenangkan suatu pihak biasanya terjadi antara anak dengan ayah
kandung atau tiri maupun antara anak dengan ibu kandung atau tiri. Dalam kasus
ini umumnya anak berada di pihak pemberi atau memperhatikan dan unsur
kasihan atau ingin menyenangkan orangtuanya cenderung menjadi faktor
pendorong, misalnya karena ia tahu ayah dan ibunya tidak lagi dapat berhubungan
seksual dengan ibu atau ayahnya karena alas an medis atau factor usia.
Incest antara orang dewasa dan anak di bawah umur dianggap sebagai
bentuk pelecehan seksual anak.Kasus ini terbukti menjadi salah satu bentuk
pelecehan masa kanak-kanak paling ekstrim, seringkali menjadi trauma psikologis
yang serius dan berkepanjangan, terutama dalam kasus incestyang dilakukan

7

Sawitri Supardi Sadarjoen. Bunga Rampai Kasus Gangguan Psikoseksual, Refika
Aditama Bandung. 2005.Hal. 44
8
Sulaiman Zuhdi Manik, Penanganan dan pendampingan anak korban incest,(PKPA dan
cida, 2002.)Hal 37.

Universitas Sumatera Utara

orangtua. 9Orang dewasa yang masa kecilnya pernah menjadi korban incest dari
orang dewasa seringkali menderita rasa rendah diri, kesulitan dalam hubungan
interpersonal, dan disfungsi seksual, serta berisiko tinggi mengalami gangguan
mental, termasuk depresi, kecemasan, reaksi penghindaran fobia, gangguan
somatoform, penyalahgunaan zat, gangguan kepribadian garis-batas, dan
gangguan stres pasca-trauma yang kompleks. Akibat psikologis makin diperparah
dengan adanya stigma dari masyrakat mengenai nilai kehormatan dan
keparawanan seorang perempuan, sehingga anak yang menjadi korban perkosaan
akan merasa dirinya tidak lagi berharga dan membawa aib. Hal inilah yang perlu
menjadi perhatian bagi aparat penegak hukum dalam menjatuhkan pidana bagi
pelakunya.
Kekerasan seksual (sexual abuse) merupakan jenis penganiayaan yang
biasanya dibagi dua dalam kategori berdasar identitas pelaku, yaitu: 10
a. Familial Abuse
Termasuk familial abuse adalah incest, yaitu kekerasan seksual dimana
antara korban dan pelaku masih dalam hubungan darah, menjadi bagian dalam
keluarga inti. Dalam hal ini termasuk seseorang yang menjadi pengganti orang
tua, misalnya ayah tiri, atau kekasih, pengasuh atau orang yang dipercaya
merawat anak. incest dalam keluarga dan mengaitkan dengan kekerasan pada
anak, yaitu kategori pertama, penganiayaan (sexual molestation), hal ini meliputi
interaksi noncoitus, petting, fondling, exhibitionism, dan voyeurism, semua hal
yang berkaitan untuk menstimulasi pelaku secara seksual. Kategori kedua,
perkosaan (sexual assault), berupa oral atau hubungan dengan alat kelamin,
9

http://kuhpreform.wordpress.com/2008/01/17/tindak-pidana-inses-dalam-ruu-kuhpdi
akses pada tanggal 10 juli 2017, jam 16.53.
10
Ivo NovianaOp.cit Hal. 16.

Universitas Sumatera Utara

masturbasi, stimulasi oral pada penis (fellatio), dan stimulasi oral pada klitoris
(cunnilingus). Kategori terakhir yang paling fatal disebut perkosaan secara paksa
(forcible rape), meliputi kontak seksual. Rasa takut, kekerasan, dan ancaman
menjadi sulit bagi korban.
b. Extra Familial Abuse
Kekerasan seksual adalah kekerasan yang dilakukan oleh orang lain di luar
keluarga korban. Pada pola pelecehan seksual di luar keluarga, pelaku biasanya
orang dewasa yang dikenal oleh sang anak dan telah membangun relasi dengan
anak tersebut, kemudian membujuk sang anak ke dalam situasi dimana pelecehan
seksual tersebut dilakukan, sering dengan memberikan imbalan tertentu yang
tidak didapatkan oleh sang anak di rumahnya. Sang anak biasanya tetap diam
karena bila hal tersebut diketahui mereka takut akan memicu kemarah dari
orangtua mereka. 11
Tindak pidana incest merupakan perbuatan yang tidak bermoral dimana
seorang ayah terhadap puteri kandungnya sendiri mencerminkan kelainan pada
aktivitas seksual si pelaku yang dikenal dengan dengan istilah incest yaitu
hubungan seksual antara ayah dengan anak kandungnya, ibu dengan anak
kandungnya, kakak dengan adiknya. Incest dapat diartikan hubungan seks
keluarga sedarah (yang tidak boleh dinikahi). Kejahatan incest terhadap anak
sebagai korbannya merupakan salah satu masalah sosial yang sangat meresahkan
mesyarakat sehingga perlu dicegah dan ditanggulangi. Oleh karena itu masalah ini
perlu mendapatkan perhatian serius dari semua kalangan terutama kalangan
kriminolog dan penegak hukum.

11

Ibid Hal. 17

Universitas Sumatera Utara

Walaupun secara umum incest pada saat sekarang ini telah dianggap
sebagai sesuatu yang dilarang oleh masyarakat, atau lazim disebut tabu, namun
beberapa bentuk incest di dalam dua puluh masyarakat diakui.Di Amerika Serikat
suatu cult, masyarakat Guyon, menegakkan praktek incest dalam keluarga
inti.Alasan penerimaan mereka terhadap incest ini adalah bahwa mereka yakin
ekspresi seksual tidak perlu ditahan-tahan, dan bahwa suatu hal yang logis,
orangtualah yang memperkenalkan seksualitas terhadap anak.

Di Amerika

Serikat, hampir seluruh Negara bagian mempunyai sanksi kriminal terhadap
perilaku incest ini, jadi bukanlah suatu kebetulan kalau keberadaan masyarakat ini
bersifat Rahasia.
2.

Ruang Lingkup Hubungan Sedarah
Hubungan Sedarah atau biasa disebut incest adalah hubungan saling

mencintai yang bersifat seksual yang dilakukan oleh pasangan yang memiliki
ikatan keluarga atau kekerabatan yang dekat, biasanya antara ayah dengan anak
perempuannya, ibu dengan anak laki-lakinya, atau antar sesama saudara kandung
atau saudara tiri. Hubungan Sedarah diketahui berpotensi tinggi menghasilkan
keturunan yang secara biologis lemah, baik fisik maupun mental (cacat), atau
bahkan letal (mematikan).
Secara umum ada dua kategori incest. Pertama parental incest, yaitu
hubungan antara orang tua dan anak. Kedua sibling incest, yaitu hubungan antara
saudara kandung. Kategori incest dapat diperluas lagi dengan memasukkan orangorang lain yang memiliki kekuasaan atas anak tersebut, misalnya paman, bibi,
kakek, nenek, dan sepupu.

Universitas Sumatera Utara

Banyak hal yang tidak dapat diterima oleh akal sehat sebagai manusia
normal yang bermoral, bila kita perhatikan fakta yang ada di sekitar peristiwa
incest.Sebagai contoh bila ditelusuri beberapa bentuk dan jenis incest, juga dilihat
tentang karateristik incest.
lima jenis perilaku incest, yaitu : 12
1. Incest fungsional (atau yang terlembaga).
Sebagai contoh dari incest ini dilihat dari praktek poligami dan
perkawinan dengan putri dan saudara perempuan oleh suku Mormon, yang
menegaskan beberapa rasionalisasi teologis untuk perilaku ini, praktek itu umum
hingga Negara bagian Utah meminta sanksi kriminal terhahap incest dan
poligami.
2. Incest yang tiba-tiba atau tidak diorganisir.
Jenis ini terjadi dalam komunitas-komunitas yang berada dalam keadaan
disorganisasi sosial dan yang terlalu rumit.
3. Incest Patologis.
Dalam jenis ini satu atau kedua pelaku rusak secara mental atau psikotis. Yang
rusak mental adalah ekstrasociental, dalam artian bahwa mereka tidak mampu
menginternalisir aturan moral yang melarang incest.
4. Incest melalui fiksasi objek.
Jenis ini didasarkan pada objek awal kepuasan seksual. Bila fiksasi objek
menimbulkan incest, sumber kepuasan awal selalu anak muda. Dalam usia
kemudian, ayah (atau kurang khusus ibu) mengambil anaknya sebagai mitra
seksual yang paling menggairahkan.

12

http://www.kompasiana.comdiakses pada tanggal 23 juli 2017 pukul 18.25 Wib

Universitas Sumatera Utara

5. Incest Psikopatic.
Incest ini meliputi kasus-kasus dimana mitra dominan adalah personalitas normal
dan intelijensi, memiliki mitra yang sudah kawin yang akan memberikan saluran
seksual yang normal, akan tetapi masih menghajar anaknya, walaupun sadar
perilaku bejat itu salah. Kemungkinan bahwa beberapa dari kasus ini akan
diklasifikasikan sebagai “fiksasi objek” jika lebih banyak data yang diperoleh
Sebagai contoh kasus incest di masyarakat yang dihimpun Sumut Pos
antara lain:
a. Riswan Ali Amran (36) Tapanuli Tengah (Tapteng) menodai adik

kandungnya sendiri hingga mengandung 6,5 bulan Tidak tahan dengan
perlakuan itu akhirnya korban menceritakan perbuatan abangnya itu
kepada ibunya, lalu warga memboyong Riswan ke Polsek Kolang,
Tapanuli Tengah (Tapteng).
b. Andrika (39) Warga dari Dusun Otorita Desa Sawit Hulu Kecamatan

Sawit Seberang-Langkat tega meniduri Tin (11) putri kandungnya
selama tiga tahun. Ayah itu didapati istrinya menggagahi putri
kandungnya itu, sekira pukul 04.30 WIB Tidak tahan dengan
perbuatan ayahnya tersebut akhirnya ibunya menceritakan kejadian
tersebut kepada warga , dan akhirnya di laporkan langsung ke Unit
Perlindungan Perempuan dan Anak (UPPA) Polres Langkat dan pelaku
sendiri telah di amankan untuk proses hukum lebih lanjut. 13

13

http://sumutpos.co/search/kasus+incest+ibu+dan+anak+kandungdi akses pada jumat, 02
juni 2017 pukul 17.57 WIB)

Universitas Sumatera Utara

3. Batasan Umur Anak
Secara umum dikatakan anak adalah seorang yang dilahirkan dari
perkawinan anatar seorang perempuan dengan seorang laki-laki dengan tidak
menyangkut bahwa seseorang yang dilahirkan oleh wanita meskipun tidak pernah
melakukan pernikahan tetap dikatakan anak.
Berdasarkan Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), anak adalah
keturunan kedua. Dalam Undang-Undang No. 23 Tahun 2002 tentang
perlindungan anak, dikatakan bahwa anak adalah amanah dan karunia Tuhan
Yang Maha Esa, yang dalam dirinya melekat harkat dan martabat sebagai manusia
seutuhnya. Lebih lanjut dikatakan bahwa anak adalah tunas, potensi, dan generasi
muda penerus cita-cita perjuangan bangsa, memiliki peran strategis dan
mempunyai ciri dan sifat khusus yang menjamin kelangsungan eksistensi bangsa
dan negara pada masa depan. Oleh karena itu agar setiap anak kelak mampu
memikul tanggung jawab tersebut, maka perlu mendapat kesempatan yang seluasluasnya untuk tumbuh dan berkembang secara optimal, baik fisik, mental maupun
sosial, dan berahlak mulia, perlu dilakukan upaya perlindungan serta untuk
mewujudkan

kesejahteraan

anak

dengan

memberikan

jaminan

terhadap

pemenuhan hak-haknya serta adanya perlakuan tanpa diskriminasi. 14
Pengertian anak dapat ditinjau dari usia atau dari aspek kejiwaan.
Seseorang dapat dikategorikan sebagai anak bila ia berumur antara 8 sampai 17
tahun, bila ditinjau dari batasan usia, sementara dari aspek kejiwaan terdapat
pengklasifikasian defenisi yang agak rinci dan mempunyai tingkatan yang lebih

14

M. Nasir Djamil, Anak Bukan Untuk Dihukum, Jakarta: Sinar Grafika,2015 hal.8

Universitas Sumatera Utara

jelas, yaitu anak, remaja dini, remaja penuh. Dewasa muda dan akhirnya
dewasa. 15
Anak juga merupakan cikal bakal lahirnya suatu generasi baru yang
merupakan penerus cita-cita perjuangan bangsa dan sumber daya manusia bagi
pembangunan Nasional.Anak adalah assetbangsa.Masa depan bangsa dan Negara
dimasa yang akan datang berada ditangan anak sekarang.Semakin baik
keperibadian anak sekarang maka semakin baik pula kehidupan masa depan
bangsa. Begitu pula sebaliknya, Apabila keperibadian anak tersebut buruk maka
akan bobrok pula kehidupan bangsa yang akan datang.
Untuk mendekati makna yang benar tentang anak itu sendiri, sangatlah
diperlukan suatu pengelompokan pengertian anak, yang dapat kita bagi dari
berbagai sudut pandang, seperti dari aspek religius, sosiologis, ekonomi, dan
hukum.
a. Pengertian anak dari aspek agama.
Dalam sudut pandang yang dibangun oleh agama khususnya dalam hal
ini adalah agama islam, anak merupakan makhluk yang dhaif dan mulia, yang
keberadaannya adalah kewenangan dari kehendak Allah SWT dengan melalui
proses penciptaan. Oleh karena anak mempunyai kehidupan yang mulia dalam
pandangan agama islam, maka anak harus diperlakukan secara manusiawi seperti
diberi nafkah baik lahir maupun batin, sehingga kelak anak tersebut tumbuh
menjadi anak yang berakhlak mulia seperti dapat bertanggung jawab dalam
mensosialisasikan

dirinya

untuk

mencapai

kebutuhan

hidupnya

dimasa

mendatang.
15

Paulus Hadisuprapto, Juvenile Deliquency, Pemahaman dan Penanggulangannya,
Bandung: Citra Bakti, 1997Hal.3

Universitas Sumatera Utara

b. Pengertian dari aspek ekonomi.
Dalam pengertian ekonom, anak dikelompokan pada golongan non
produktif.Apabila terdapat kemampuan yang persuasive pada kelompok anak, hal
itu disebabkan karena anak mengalami transpormasi financial sebagai akibat
terjadinya

interaksi

dalam

lingkungan

keluarga

yang

didasarkan

nilai

kemanusiaan. Fakta-fakta yang timbul dimasyarakat anak sering diproses untuk
melakukan kegiatan ekonomi atau produktivitas yang dapat menghasilkan nilainilai ekonomi. Kelompok pengertian anak dalam bidang ekonomi mengarah pada
konsepsi kesejahteraan anak sebagaimana yang ditetapkan oleh UU no.4 tahun
1979 tentang kesejahteraan anak yaitu anak berhak atas kepeliharaan dan
perlingdungan, baik semasa dalam kendungan , dalam lingkungan masyarakat
yang dapat menghambat atau membahayakan perkembanganya, sehingga anak
tidak lagi menjadi korban dari ketidakmampuan ekonomi keluarga dan
masyarakat.
c. Pengertian dari aspek sosiologis
Dalam aspek sosiologis anak diartikan sebagai makhluk ciptaan Allah
SWT yang senantiasa berinteraksi dalam lingkungan masyarakat bangsa
dan negara.Dalamhal ini anak diposisikan sebagai kelompok sosial yang
mempunyai status sosial yang lebih rendah dari masyarakat dilingkungan tempat
berinteraksi. Makna anak dalam aspek sosial ini lebih mengarah pada
perlindungan kodrati anak itu sendiri. Hal ini dikarenakan adanya keterbatasanketerbatasan yang dimiliki oleh sang anak sebagai wujud untuk berekspresi
sebagaimana orang dewasa, misalnya terbatasnya kemajuan anak karena anak

Universitas Sumatera Utara

tersebut berada pada proses pertumbuhan, proses belajar dan proses sosialisasi
dari akibat usia yang belum dewasa.
d. Pengertian anak dari aspek hukum
Dalam hukum kita terdapat pluralisme mengenai pengertian anak.Hal ini
adalah sebagai akibat tiap-tiap peraturan perundang-undangan yang mengatur
secara tersendiri mengenai peraturan anak itu sendiri.Pengertian anak dalam
kedudukan hukum meliputi pengertian anak dari pandangan system hukum atau
disebut kedudukan dalam arti khusus sebagai objek hukum. Kedudukan anak
dalam artian dimaksud meliputi pengelompokan kedalam subsistem sebagai
berikut:
1).Pengertian Anak Menurut Hukum Perdata.
Pasal 330 KUHPerdata memberikan pengertian anak adalah orang yang
belum dewasa dan seseorang yang belum mencapai usia batas legitimasi hukum
sebagai subjek hukum atau layaknya subjek hukum nasional yang ditentukan oleh
perundang-undangan perdata. Dalam ketentuan hukum perdata anak mempunyai
kedudukan sangat luas dan mempunyai peranan yang amat penting, terutama
dalam hal memberikan perlindungan terhadap hak-hak keperdataan anak,
misalnya dalam masalah pembagian harta warisan, sehingga anak yang berada
dalam kandungan seseorang dianggap telah dilahirkan bilamana kepentingan si
anak menghendaki sebagaimana yang dimaksud oleh pasal 2 KUHPerdata.
Kedudukan seorang anak akibat belum dewasa, menimbulkan hak-hak
anak yang harus direalisasikan dengan ketentuan hukum khusus yang menyangkut
urusan hak-hak keperdataan anak tersebut. Hak-hak keperdataan anak dijelaskan
dalam pasal KUH Perdata yang menyebutkan sebagai berikut:

Universitas Sumatera Utara

“Anak yang ada dalam kandungan seorang perempuan, dianggap telah dilahirkan,
bilamana kepentingan si anak menghendaki”. 16
2).Pengertian Anak Menurut Hukum Pidana.
Pasal 45 KUHP, mendefinisikan anak yang belum dewasa apabila belum
berumur 16 (enam belas) tahun. Oleh karena itu, apabila ia tersangkut dalam
perkara pidana hakim boleh memerintahkan supaya si tersalah itu di kembalikan
kepada orangtuanya; walinya atau pemeliharanya dengan tidak dikenakan suatu
hukuman. Atau memerintahkannya supaya diserahkan kepada pemerintah dengan
tidak dikenakan sesuatu hukuman. Ketentuan pasal 35, 46, dan 47 KUHP ini
sudah di gantikan dengan Undang-Undang No. 3 Tahun 1997 lalu diganti dengan
Undang-Undang No 11 tahun 2012. 17
3).Pengertian Anak Dalam Hukum Perburuhan.
Pasal 1(1) Undang-undang Pokok Perburuhan (Undang-undang No.13
Tahun 2003) mendefenisikan, anak adalah orang laki-laki atau perempuan
berumur 14 tahun ke bawah. 18
4).Pengertian Anak Menurut Undang-undang Perkawinan.
Pasal 7(1) Undang-undang Pokok Perkawinan (Undang-undang No. 1
Tahun 1974) mengatakan, seorang pria hanya diizinkan kawin apabila telah
mencapai usia 19 (sembilan belas) tahun dan pihak wanita telah mencapai umur
16 (enam belas) tahun. Hanya dapat dimintakan dispensasi kepada Pengadilan
Negeri. 19

16

R.
Subekti
dan
R
Tjitrosudibio,
Kitab
Undang-Undang
Hukum
Perdata,(Jakarta:Pradnya Paramitha,1992). Hal 3.
17
Darwan Prinst, S.H., Hukum Anak Indonesia, (Bandung: Citra Aditya Bakti,1997)hal.3
18
Ibid, hal.3
19
Ibid,hal. 4

Universitas Sumatera Utara

5) Pengertian anak dalam Undang-Undang No. 23 Tahun 2002
Anak adalah seseorang yang belum berusia 18 (delapan belas) tahun,
termasuk anak yang masih dalam kandungan.
4. Pengertian Perlindungan Hukum Terhadap Anak
Yang dimaksud Perlindungan Hukum dalam skripsi ini adalah
Perlindungan hukum terhadap anak, maka sebelum sampai pada pengertian
Perlindungan Hukum terhadap anak, harus pula diketahui apakah yang dimaksud
dengan Perlindungan Anak.
Perlindungan anak adalah meletakkan hak anak ke dalam status sosial
anak dalam kehidupan masyarakat, sebagai bentuk perlindungan terhadap
kepentingan-kepentingan anak yang mengalami masalah sosial. Perlindungan
dapat diberikan pada hak-hak dalam berbagai proses edukasional terhadap
ketidakpahaman dan ketidakmampuan anak dalam suatu tugas-tugas sosial
kemasyarakatan. Perlindungan anak adalah suatu usaha mengadakan kondisi dan
suatu usaha mengadakan kondisi dan situasi yang memungkinkan pelaksanaan
hak dan kewajiban anak secara manusiawi positif. 20
Salah satu orang di antara para aktvis perempuan itu adalah Eglantyne
Jebb, yang kemudian mengembangkan butir-butir pernyataan tentang hak anak
pada tahun 1923 di adopsi menjadi save the children fund international union
yang antara lain berupa: 21
1. Anak harus dilindungi di luar dari segala pertimbangan ras, kebangsaan dan
kepercayaan;
2. Anak harus dipelihara dengan tetap menghargai keutuhan keluarga;
20

Romli Atmasasmita, Peradilan Anak di Indonesia, (Bandung: Mandar Maju.
1997).Hal.14
21
Darwan Prinst, Op.cit. Hal 24-25

Universitas Sumatera Utara

3. Anak harus disediakan sarana-sarana yang di perlukan untuk perkembangan
secara normal, baik material, moral dan spritual;
4. Anak yang lapar harus diberi makan, anak yang sakit harus dirawat, anak cacat
mental atau cacat tubuh harus dididik, anak yatim piatu dan anak terlantar harus
diurus/diberi pemahaman;
5. Anaklah yang pertama-tama harus mendapatkan bantuan/pertolongan pada saat
terjadi kesengsaraan;
6. Anak harus menikmati dan sepenuhnya mendapat manfaat dari program
kesejahteraan dan jaminan sosial, mendapat pelatihan agar pada saat diperlukan
nanti dapat dipergunakan untuk mencari nafkah, serta harus mendapat
perlindungan dari segala bentuk ekploitasi; dan
7. Anak harus diasuh dan dididik dengan suatu pemahaman bahwa bakatnya
dibutuhkan untuk pengabdian kepada semua umat.
Kegiatan perlindungan anak merupakan suatu tindakan hukum yang
membawa akibat hukum. Oleh sebab itu perlu adanya jaminan hukum bagi
kegiatan perlindungan anak tersebut. Kepastian hukumnya perlu diusahakan demi
kelangsungan kegiatan perlindungan anak dan mencegah penyelewengan yang
membawa akibat negatif yang tidak diinginkan dalarn pelaksanaan kegiatan
perlindungan anak.
Dalam arti luas Perlindungan anak adalah semua usaha yang melindungi
anak melaksanakan hak dan kewajibannya secara manusiawi positif.Setiap anak
dapat melaksanakan haknya, ini berarti dilindungi untuk memperoleh dan
mempertahankan haknya untuk hidup, mempunyai kelangsungan hidup,

Universitas Sumatera Utara

bertumbuh kembang dan perlindungan dalam pelaksanaan hak dan kewajibannya
sendiri dan atau bersama para pelindungnya. 22
Selanjutnya, upaya perlindungan anak akhirnya membuahkan hasil nyata
dengan di deklarasikan Konvensi Hak Anak (convention on the right of the child)
secara bulat oleh majelis umum PBB pada tanggal 20 November 1989 (Resolusi
PBB No. 44/25 tanggal 5 Desember 1989). Sejak saat itu, maka anak-anak seluruh
dunia memperoleh perhatian khusus dalam standar international.
Indonesia sendiri sebagai anggota PBB, meratifikasi konvensi hak anak
melalui Kepres No. 36 TahuN 1990 yang menandakan bahwa indonesia secara
nasional memiliki perhatian khusus terhadap hak-hak anak. Berkaitan dengan
penjabaran hak-hak anak dalam konvensi hak anak, telah dijabarkan sebelumnya
yang pada prinsipnya memuat empat kategori hak anak, yakni hak terhadap
kelangsungan hidup, hak terhadap perlindunga , hak untuk tumbuh kembang, dan
hak untuk berpartisipasi. 23
Perlindungan hukum bagi anak dapat mencakup berbagai bidang, antara lain:
a. Perlindungan terhadap hak-hak asasi dan kebebasan anak
b. Perlindungan anak dalam proses peradilan
c. Perlindungan kesejahteraan anak (dalam lingkungan keluarga, pendidikan
dan lingkungan sosial)
d. Perlindungan anak dalam masalah pemahaman dan perampasan kemerdekaan
e. Perlindungan anak dari segala bentuk eksploitasi (perbudakan, perdagangan, anak
pelacuran, pornografi, perdagangan/penyalahgunaan obat-obatan, memperalat anak
dalam melakukan kejahatan dan sebagainya)
22

Ibid, hal.167.
Ibid, hal.27.

23

Universitas Sumatera Utara

f. Perlindungan terhadap anak jalanan
g. Perlindungan anak dari akibat-akibat peperangan dan konflik bersenjata
h. Perlindungi anak terhadap tindakan kekuasaan 24
Betapa pentingnya posisi anak bagi bangsa ini, menjadikan kita harus
bersikap responsif dan progresif dalam menata peraturan perundang-undangan
yang berlaku. Apabila kita melihat defenisi anak sebagaimana diungkapkan
diatas, kita dapat bernafas lega karena dipahami secara komprehensif. Namun,
untuk menetukan batas usia dalam hal defenisi anak, maka kita akan mendapatkan
berbagai macam batasan usia anak dalam beberapa Undang-undang, misalnya:
1. UU No.1 Tahun 1974 tentang perkawinan, mensyaratkan usia perkawinan 16
tahun bagi perempuan dan 19 tahun bagi laki-laki.
2. UU No.35 Tahun 2015 tentang kesejahteraan anak mendefenisikan anak
berusia 21 tahun dan belum pernah kawin
3. UU No.39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia menyebutkan bahwa anak
adalah seorang yang belum berusia 18 tahun dan belum pernah kawin.
4. UU No.13 Tahun 2003 tentang ketenagakerjaan membolehkan usia bekerja 15
tahun
5. UU No.20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional memberlakukan
wajib belajar 9 tahun, yang dikonotasikan menjadi anak usia 7 sampai 15
tahun.
Berbagai macam defenisi tersebut, menunjukkan adanya disharmonisasi
perundang-undangan yang ada. Sehingga, pada praktiknya di lapangan, akan
banyak kendala yang terjadi akibat dari perbedaan tersebut.
24

Barda Nawawi Arief, beberapa aspek kebijakan penegakkan dan pengembangan hukum
pidana, (Jakarta: Citra Aditya Bakti, 1998) hal. 155

Universitas Sumatera Utara

Hadi Supeno mengungkapkan bahwa semestinya setelah lahir Undangundang perlindungan anak yang dalam strata hukum dikategorikan sebagai lex
specialist, semua ketentuan lainnya tentang defenisi anak harus disesuaikan,
termasuk kebijakan yang dilahirkan serta berkaitan dengan pemenuhan hak
anak. 25
G. Metode Penelitian
Penelitian merupakan suatu kegiatan ilmiah yang berkaitan dengan analisa
dan kontruksi, yang dilakukan secara metodologis, sistematis dan konsisten untuk
memperoleh gambaran dan data keterangan suatu objek yang diteliti. Metodologis
berarti sesuai dengan metode atau cara tertentu; sistematis adalah berdasrkan
suatu sistem, sedangkan konsisten berarti tidak ada nya hal-hal yang bertentangan
dalam suatu kerangka tertentu.
Adapun Metode Penulisan yang dipergunakan dalam pembuatan skripsi ini
adalah dengan menetapkan:
1.Jenis Penelitian
Ronny Hanitijo Soesumitro di dalam buku Dualisme Penelitian Hukum
Normatif dan Empiris karangan Mukti Fazar ND dan Yulianto Achmad,
menyatakan bahwa:”penelitian hukum dapat dibedakan antara” penelitian hukum
normatif atau penelitian hukum doktrinal, yaitu penelitian hukum yang
menggunakan sumber data skunder atau data yang diperoleh melalui bahan-bahan
kepustakaan, dan penelitian hukum empiris atau penelitian hukum sosiologis yaitu

25

M. Nasir Djamil, Op.Cit, hal 9-10.

Universitas Sumatera Utara

penelitian hukum yang memperoleh datanya dari data primer atau data yang
diperoleh langsung dari masyarakat. 26
Adapun jenis penelitian yang dilakukan dalam penulisan skiripsi ini adalah
penelitian hukum normatif. Penelitian hukum normatif adalah penelitian hukum
yang meletakkan hukum sebagai sebuah bangunan sistem norma. Sistem norma
yang dimaksud adalah mengenai asas-asas, norma, kaidah dari peraturan
perundangan, putusan pengadilan, perjanjian serta doktrin (ajaran). 27 Penulisan ini
disebut juga merupakan penelitian kepustakaan atau studi dokumen.
Penelitian hukum normatif mencakup penelitian terhadap asas-asas
hukum, penelitian terhadap sistematika hukum, penelitian terhadap taraf
sinkronisasi hukum, penelitian sejarah hukum dan penelitian perbandingan
hukum. 28
2.Sifat Penelitian
Penelitian yang dilakukan dalam penulisan skrpsi ini adalah penelitian
deskriftif, penelitian deskriptif adalah salah satu jenis penelitian yang tujuannya
untuk menyajikan gambaran lengkap mengenai setting sosial atau dimaksudkan
untuk eksplorasi dan klarifikasi mengenai suatu fenomena kenyataan sosial.
3.Data dan Sumber data
a. Data
Jenis Penelitian yang dilakukan adalah penelitian normatif. Jenis penelitian
normatif dilakukan dengan menelaah undang-undang atau regulasi yang
bersangkut paut dengan permasalahan hukum. Hasil dari telaah tersebut dapat

26

Mukti Fazar ND, Yulianto Achmad, Dualisme Penelitian Hukum Normatif dan Empiris,
Yogyakarta, Pustaka Belajar:2010, hal.154
27
Ibid, hal. 34.
28
Ibid, hal.153.

Universitas Sumatera Utara

dipergunakan untuk memecahkan permasalahan hukum yang diteliti. 29 Jenis
penelitian normatif meliputi kajian terhadap penelitian dilakukan menggunakan
peraturan perundang-undangan, asas-asas hukum, dan teori-teori hukum. 30Melalui
pendekatan

secara

normatif

maka

penelitian

ini

dilaksanakan

dengan

menginvetarisasi, memaparkan, menginterprestasikan dan mensistematisasi serta
mengevaluasi hukum positif yang berlaku dalam masyarakat yang keseluruhan
kegiatannya diarahkan untuk upaya menemukan penyelesaian yuridis terhadap
masalah hukum yang terjadi dalam masyarakat. 31
b.Sumber data
Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder, data
tersier, dan data primer. Adapun bahan hukum yang digunakan dalam data
sekunder adalah sebagai berikut :
1. Bahan hukum sekunder
bahan hukum yang memberi penjelasan terhadap bahan hukum primer,
meliputi :
a. Buku-buku yang berhubungan dengan tema penelitian
b. Artikel, jurnal, majalah, dan makalah yang membahas tentang Tindak
pidana incest.
2. Bahan hukum tersier
Bahan hukum yang memberikan petunjuk maupun penjelasan terhadap bahan
hukum primer maupun sekunder yang meliputi :

29

Zainuddin Ali, 2009, Metode Penelitian Hukum,(Jakarta:Sinar Grafika, 2009) hal.105.
Bahder johan Nasution, 2008, Metode Penelitian Hukum , (Bandung: Mandar Maju,
2008) Hal. 26.
31
Sulistyowati Irianto dan Shidarta, 2011, Metode Penelitian Hukum Konstelesasi dan
Refeleksi, (Jakarta: Yayasan Pustaka Obor Indonesia, 2011) hal. 142.
30

Universitas Sumatera Utara

a. Kamus Hukum
b. Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI)
c. Kamus Bahasa Inggris
3.Bahan hukum primer
Bahan hukum yang terdiri atas peraturan perUndang-undangan, yurisprudensi
atau putusan pengadilan dan perjanjian internasional(traktat). Dalam penulisan ini,
adapun jenis bahan hukum primer yang dipergunakan adalah Undang-undang
Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Kitab Undang-undang Hukum
Pidana (KUHP), Undang-undang No.34 2015 tentang Perlindungan Anak. Serta
peraturan perUndang-undangan lain yang terkait dengan masalah yang dibahas
dalam penulisan ini.
3. Tehnik pengumpulan data
Tehnik pengumpulan data yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah
penelitian kepustakaan (library research) yaitu menghimpun data dengan
melakukan penelaahan bahan kepustakaan atau data sekunder yang meliputi bahan
hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan hukum tertier yang digunakan
untuk itu.
4. Analisis data
Analisis data adalah sesuatu yang harus dikerjakan untuk memperoleh
pengertian tentang situasi yang sesungguhnya, disamping itu juga harus
dikerjakan untuk situasi yang nyata. 32Metode analisis yang digunakan dalam
penelitian ini metode kualitiatif, dimana setelah semua data terkumpul, maka
dilakukan pengolahan, penganalisisan dan pengkonstruksian data secara
32

Bonnie H. Erikson dan T.A. Nosanchuk,1996, Memahami Data Statistik Untuk Ilmu
Sosial,(Jakarta: LP3ES, 2011) hal. 1.

Universitas Sumatera Utara

menyeluruh, sistematis dengan menjelaskan hubungan antara berbagai jenis data.
Selanjutnya semua data diseleksi dan diolah, kemudian dianalisis secara
deskriftif. 33
Data yang telah di analisis secara kualitatif dan selanjutnya dilakukan
penarikan kesimpulan dengan menggunakan metode deduktif dan induktif.
Metode deduktif adalah metode penarikan kesimpulan dengan cara berpikir yang
dimulai dari hal yang umum untuk selanjutnya menarik ke hal-hal yang khusus
sebagai kesimpulan, sedangkan metode induktif adalah metode penarikan
kesimpulan dengan cara berfikir yang dimulai dari hal yang khusus untuk
selanjutnya menarik ke hal-hal yang umum sebagai suatu kesimpulan.
H. Sistematika Penulisan
Untuk menghasilkan karya ilmiah yang baik, maka pembahasannya harus
diuraikan secara sistematis. Untuk memudahkan penulisan skripsi ini, oleh karena
itu diperlukan suatu sistematika penulisan yang teratur yang terbagi dalam bab per
bab, dimana masing-masing bab ini saling berkaitan antara satu dengan yang lain.
Adapun sistematika penulisan skripsi ini adalah :
BAB I

PENDAHULUAN
Berisikan pendahuluan yang merupakan pengantar, didalamnya
diuraikan mengenai latar belakang skripsi, perumusan masalah,
yang seterusnya dilanjutkan dengan tujuan dan manfaat penulisan,
keaslian penulisan, tinjauan kepustakaan, metode penulisan skripsi,
dan diakhiri dengan sistematika penulisan.

33

M. Syamsudin, 2007, Operasional Penelitian Hukum, (Jakarta: PT. Raja Grafindo
Persada, 2007) hal. 133.

Universitas Sumatera Utara

BAB II

PENGATURAN INCEST DALAM BERBAGAI PERATURAN
HUKUM

BAB III

FAKTOR-FAKTOR

PENYEBAB

DAN

AKIBAT

DARI

TERJADINYA HUBUNGAN SEKSUAL SEDARAH (INCEST)
BAB IV

PENEGAKAN HUKUM TERHADAP PELAKU HUBUNGAN
SEKSUAL

SEDARAH

PENANGGULANGAN

(INCEST)
DARI

DAN

UPAYA

TERJADINYA

PADA
DARI

TERJADINYA KASUS INCEST
BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN
Bab ini merupakan bab terakhir dalam penulisan karya ilmiah ini
yang berisikan kesimpulan dan saran. sehingga dapat bermanfaat
bagi penulis secara pribadi dan kepada pembaca dan juga untuk
perkembangan hukum terkhusus hukum pidana dan dalam skripsi
ini akan turut pula dimasukkan daftar bacaan dan lampiranlampiran

Universitas Sumatera Utara