Tinjauan Kriminologi Dan Hukum Pidana Tentang Tindak Pidana Penganiayaan Yang Dilakukan Terhadap Anak Kandungnya (Studi Putusan Pengadilan Negeri Tulungagung Nomor : 179/Pid.Sus/2012/PN.Ta)

(1)

TINJAUAN KRIMINOLOGI DAN HUKUM PIDANA TENTANG TINDAK PIDANA PENGANIAYAAN YANG DILAKUKAN ORANGTUA

TERHADAP ANAK KANDUNGNYA (STUDI PUTUSAN PENGADILAN NEGERI TULUNGAGUNG Nomor : 179/Pid.Sus/2012/PN.Ta)

SKRIPSI

Diajukan untuk Melengkapi Tugas – tugas dan Memenuhi Syarat – syarat untuk Mencapai Gelar Sarjana Hukum

MAYA ETRISNA MENDROFA 090200219

HUKUM PIDANA

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN


(2)

TINJAUAN KRIMINOLOGI DAN HUKUM PIDANA TENTANG TINDAK PIDANA PENGANIAYAAN YANG DILAKUKAN TERHADAP

ANAK KANDUNGNYA (STUDI PUTUSAN PENGADILAN NEGERI TULUNGAGUNG Nomor : 179/Pid.Sus/2012/PN.Ta)

SKRIPSI

Diajukan untuk Melengkapi Tugas – tugas dan Memenuhi Syarat – syarat untuk Mencapai Gelar Sarjana Hukum

MAYA ETRISNA MENDROFA 090200219

HUKUM PIDANA Disetujui oleh :

Ketua Departemen Hukum Pidana

NIP : 195703261986011001 Dr. M. Hamdan SH., M. H.

Dosen Pembimbing I Dosen Pembimbing II

Liza Erwina, SH., M. Hum.

NIP: 196110241989032002 NIP: 1960005201998021001 Alwan, SH., M. Hum.

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN


(3)

ABSTRAK

Liza Erwina, SH., M. Hum1 Alwan, SH., M. Hum** Maya EtrisnaMendrofa***

Bangsa Indonesia dikenal sebagai bangsa sayang anak. Ternyata ini cuma mitos. Banyak kasus kekerasan fisik atau kasus – kasus penganiayaan terhadap anak dalam keluarganya sendiri yang tidak ditangani secara serius oleh penegak hukum.

Keadaan ini menyebabkan tingginya the dark number karena tidak dilaporkan. Padahal dampak dari pelaku tersebut cenderung merusak mental bahkan korban mengalami keterbelakangan mental. Hal ini tentu menjadi pokok pemikiran dan tanggungjawab pemerintah dan masyarakat sebagai pemerhati anak bangsa yang merupakan generasi penerus cita–cita bangsa. Mengapa penganiayaan di kalangan anak–anak semakin meningkat, bagaimana hukum positif kita mengeluarkan kebijakan–kebijakannya untuk menangani kasus kekerasan yang dialami anak, dan upaya–upaya lain apa yang dapat ditempuh untuk menanggulangi kekerasan yang dialami anak menjadi rumusan masalah skripsi ini.

Metode pendekatan yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah yuridis normatif yaitu suatu penelitian yang secara deduktif dimulai dengan analisa terhadap pasal–pasal dalam peraturan perundang–undangan yang mengatur permasalahan skripsi. Bersifat normative maksudnya adalah penelitian hukum yang bertujuan untuk memperoleh pengetahuan normative tentang hubungan antara satu peraturan dengan peraturan lain dan penerapannya dalam prakteknya (studi putusan).

Faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya tindak pidana penganiayaan atau kekerasan pada anak oleh orangtuanya sendiri digolongkan ke dalam dua bagian yaitu faktot Intern dan faktor Ekstern. Dalam menangani kasus – kasus penganiayaan yang dialami anak terdiri adanya kebijakan hukum pidana seperti penerapan sanksi pidana dan penerapan perlindungan hukum bagi anak. Selain itu dalam menanggulangi tindak pidana penganiayaan terhadap anak ada beberapa upaya yang dapat ditempuh yaitu upaya preventif, upaya represif dan upaya reformatif.

1

Dosen Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara **Dosen Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara ***Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara


(4)

KATA PENGANTAR

Segala puji dan hormat syukur penulis panjatkan kepada Allah Bapa dan AnakNya Tuhan Yesus Kristus sebagai Tuhan dan Juru selamat yang hidup yang telah mencurahkan berkat dan karuniaNya yang melimpah sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini sebagai salah satu syarat yang harus dipenuhi untuk menyelesaikan masa studi dan memperoleh gelar Sarjana Hukum Jurusan Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

Skripsi ini berjudul“ TINJAUAN KRIMINOLOGI DAN HUKUM PIDANA TENTANG TINDAK PIDANA PENGANIAYAAN YANG DILAKUKAN ORANGTUA TERHADAP ANAK KANDUNGNYA (STUDI PUTUSAN PENGADILAN NEGERI TULUNGAGUNG Nomor : 179/Pid.Sus/2012/PN.Ta). Tiada gading yang tak retak, andai pun retak jadikanlah sebagai ukiran, demikian halnya skripsi ini juga yang masih jauh dari sempurna dalam penyusunan, pemilihan maupun merangkai kata demi kata, serta kelalaian dalam proses pengeditan. Dengan segala kerendahan hati, penulis bersedia menerima kritik dan saran yang membangun agar dapat menjadi acuan bagi penulis dalam karya penulisan berikutnya.

Pada kesempatan ini, penulis juga ingin mengucapkan terimakasih yang sebesar– besarnya kepada :

1. Bapak Prof. Dr. Runtung Sitepu, SH., M. Hum., selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara beserta seluruh staf – stafnya.


(5)

2. Bapak Dr. M. Hamdan, SH., M.H., selaku Ketua Departemen Hukum Pidana yang telah memberikan kesempatan bagi penulis untuk membuat skripsi ini.

3. Ibu Liza Erwina, SH., M. Hum., selaku Sekretaris Departemen Hukum Pidana, yang telah memberikan kesempatan bagi penulis untuk membuat skripsi ini.

4. Ibu Liza Erwina, SH., M. Hum., selaku Pembimbing ke I, yang telah menyediakan dan meluangkan waktunya untuk memberikan segala bimbingan dan saran kepada penulis dalam penyelesaian skripsi ini.

5. Bapak Alwan, SH., M. Hum., selaku Pembimbing ke II, yang telah menyediakan dan meluangkan waktunya untuk memberikan segala bimbingan dan saran kepada penulis dalam penyelesaian skripsi ini.

6. Bapak Dr. Jusmadi Sikumbang, SH., M., S, selaku Dosen Wali Penulis, terimakasih atas saran dan petunjuknya kepada penulis selama penulis menjalani studi pada Fakultas Hukum Sumatera Utara.

7. Seluruh staf pengajar pada Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, yang telah memberikan serta mengajarkan segala ilmu pengetahuan kepada penulis selama penulis menyelesaikan studinya.

8. Terkhusus kepada kedua orangtua saya tercinta, Ayahanda Yuniaman Mendrofa dan Ibunda Rosmawati Telaumbanua, terimakasih sebesar – besarnya saya ucapkan telah mendidik, membesarkan, memberikan segala kasih sayang, perhatian, dukungan dan doa kepada saya sehingga saya dapat menyelesaikan studi dan skripsi ini. Semua hal yang telah kalian


(6)

berikan tidak akan mungkin dapat tergantikan. Saya berjanji membuat ayahanda dan ibunda bangga.

9. Abang dan kakak–adik saya, Pandi Mendrofa, Nova Mendrofa, Anis Mendrofa, Linda Mendrofa, terimakasih atas dukungan dan doa buat saya. 10.Teman – teman saya tercinta, Sally Zebua, Nita Zega, Oinike Mendrofa,

Vemi Zega, terimakasih karena telah setia mendukung saya dalam susah dan senang serta doa buat saya.

11.Kepada selurah teman – teman dan kakak – adik penulis yang turut mendoakan dalam penyelesain skripsi ini.

Penulis


(7)

DAFTAR ISI

ABSTRAK ... i

KATA PENGANTAR ... ii

DAFTAR ISI ... v

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1

B. Permasalahan ... 5

C. Tujuan dan Manfaat Penulisan ... 6

D. Keaslian Penulisan... 7

E. Metode Penelitian ... 7

F. Tinjauan Kepustakaan ... 9

1. Tentang Kriminologi ... 9

2. Tindak Pidana Penganiayaan Dalam KUHP dan Dalam Undang – Undang Nomor 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak ... 26

G. Sistematika Penulisan ... 54

BAB II FAKTOR-FAKTOR PENYEBAB TERJADINYA TINDAK PIDANA PENGANIAYAN TERHADAP ANAK OLEH ORANGTUA A. Mashab-mashab tentang Sebab-sebab Kejatahan ... 56

1. Mashab Sosiologi ... 56

2. Mashab Anthropologi ... 58

3. Mashab Lingkungan ... 61

4. Mashab Bio-sosiologi ... 63

5. Mashab Spritualis ... 63

B. Faktor-faktor Penyebab Terjadinya Penganiayaan yang dilakukan Orangtua terhadap anak ... 64

1. Penyebab Terjadinya Penganiayaan Anak Dalam Keluarga ... 64

2. Dampak Penganiayaan yang Dialami Anak Dalam Keluarga ... 76


(8)

BAB III KEBIJAKAN HUKUM PIDANA DALAM PENANGANAN TINDAK PIDANA PENGANIAYAAN TERHADAP

ANAK DALAM RUMAH TANGGA

A. Pengertian Kebijakan Hukum Pidana ... 79 B. Kebijakan Hukum Pidana Dalam Penanganan Kasus

Tinda Pidana Penganiayaan Terhadap Anak Dalam

Rumah Tangga... 79

1. Penerapan sanksi Pidana Penjara dan Pidana denda ... 81 2. Penerapan Pidana Tambahan ... 91 3. Penerapan Perlindungan Hukum Bagi anak Korban

Kekerasan ... 92

C. Hambatan Dalam Penanganan Kasus Tindak Pidana Penganiayaan Terhadap Anak Dalam Rumah Tangga… 98 BAB IV UPAYA-UPAYA PENANGGULANGAN KASUS

PENGANIAYAAN YANG DIALAMI ANAK DALAM KELUARGA

A. Analisis Putusan Nomor 179/Pid.Sus/2012/PN.Ta ... 100 B. Analisis Hukum Terhadap Putusan

Nomor 179/Pid.Sus/2012/PN.Ta... 103 C. Upaya - Upaya Penanggulan Tindak Pidana

Penganiayaan Terhadap Anak Dalam Rumah Tangga ... 106 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan ... 114 B. Saran ... 123 DAFTAR PUSTAKA ... 125


(9)

ABSTRAK

Liza Erwina, SH., M. Hum1 Alwan, SH., M. Hum** Maya EtrisnaMendrofa***

Bangsa Indonesia dikenal sebagai bangsa sayang anak. Ternyata ini cuma mitos. Banyak kasus kekerasan fisik atau kasus – kasus penganiayaan terhadap anak dalam keluarganya sendiri yang tidak ditangani secara serius oleh penegak hukum.

Keadaan ini menyebabkan tingginya the dark number karena tidak dilaporkan. Padahal dampak dari pelaku tersebut cenderung merusak mental bahkan korban mengalami keterbelakangan mental. Hal ini tentu menjadi pokok pemikiran dan tanggungjawab pemerintah dan masyarakat sebagai pemerhati anak bangsa yang merupakan generasi penerus cita–cita bangsa. Mengapa penganiayaan di kalangan anak–anak semakin meningkat, bagaimana hukum positif kita mengeluarkan kebijakan–kebijakannya untuk menangani kasus kekerasan yang dialami anak, dan upaya–upaya lain apa yang dapat ditempuh untuk menanggulangi kekerasan yang dialami anak menjadi rumusan masalah skripsi ini.

Metode pendekatan yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah yuridis normatif yaitu suatu penelitian yang secara deduktif dimulai dengan analisa terhadap pasal–pasal dalam peraturan perundang–undangan yang mengatur permasalahan skripsi. Bersifat normative maksudnya adalah penelitian hukum yang bertujuan untuk memperoleh pengetahuan normative tentang hubungan antara satu peraturan dengan peraturan lain dan penerapannya dalam prakteknya (studi putusan).

Faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya tindak pidana penganiayaan atau kekerasan pada anak oleh orangtuanya sendiri digolongkan ke dalam dua bagian yaitu faktot Intern dan faktor Ekstern. Dalam menangani kasus – kasus penganiayaan yang dialami anak terdiri adanya kebijakan hukum pidana seperti penerapan sanksi pidana dan penerapan perlindungan hukum bagi anak. Selain itu dalam menanggulangi tindak pidana penganiayaan terhadap anak ada beberapa upaya yang dapat ditempuh yaitu upaya preventif, upaya represif dan upaya reformatif.

1

Dosen Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara **Dosen Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara ***Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara


(10)

BAB I PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Dewasa ini masalah kejahatan terhadap jiwa manusia semakin meningkat dan seakan tidak dapat terbendungkan lagi. Kejahatan terus muncul silih berganti dan tidak terhapuskan dari muka bumi. Sebagaimana media massa, media televisi, menggambarkan bagaimana setiap waktu terjadinya berbagai tindak pidana kejahatan terhadap nyawa yang membuat masyarakat merasa hidupnya terguncang atau terganggu. Bahkan tidak jarang kejahatan itu terjadi disekitar kita, di depan mata kita, bahkan dalam keluarga kita sendiri. Pelaku kejahatan ini bisa dilakukan siapa saja, orang sehat, orang kaya, orang miskin, penderita gangguan jiwa, perorangan, perkelompok, dan lain sebagainya. Kejahatan yang dilakukan pun tidak tanggung – tanggung seperti pembunuhan, penganiayaan, atau pemerkosaan yang membuat masyarakat takut serta menimbulkan keresahan. Sanksi pidana yang dijatuhkanpun seakan tidak memberi efek jera bagi para pelakunya.

Hal – hal diatas mungkin sudah tidak heran lagi bagi kita, namun bagaimana jika korban dari kejahatan itu adalah anak dan pelakunya adalah orangtua kandung dari anak itu sendiri? Sungguh begitu memprihatinkan mengetahui bahwa orangtua tega melakukan kekerasan kepada anak kandungnya sendiri yang


(11)

merupakan darah dagingnya. Baru – baru ini di Belawan – Medan, seorang Ayah menganiaya putrinya hingga saat ini dirawat di RSU Pringadi. Pasangan suami – istri Mei dan M.Yani di Ternate – Maluku Utara, menganiaya anak kandungnya sendiri (Rava) hingga lima jari tangan kanan anaknya nyaris putus. Bahkan seorang oknum Brimob Poldasu pun dikabarkan menganiaya anaknya hingga meninggalkan luka – luka dan memar di tubuh si anak. Inilah yang akan menjadi latar belakang mengapa penulis ingin mengangkat satu judul tentang tindak pidana kekerasan dalam rumah tangga yaitu Tinjauan Kriminologi dan Hukum Pidana Tentang Tindak Pidana Penganiayaan Yang Dilakukan Orangtua terhadap Anak Kandungnya.

Anak adalah tunas, potensi dan generasi penerus cita – cita bangsa, memiliki peran strategis dalam menjamin eksistensi bangsa dan Negara dimasa mendatang. Agar kelak mereka mampu memikul tanggung jawab itu, maka mereka perlu mendapat kesempatan yang seluas – luasnya untuk tumbuh dan berkembang secara optimal, baik fisik, mental, sosial, maupun spiritual. Mereka perlu mendapatkan hak – haknya, perlu dilindungi dan disejahterakan. Seperti tertulis dalam Pasal 4 Undang – Undang Perlindungan Anak Nomor 23 Tahun 2002 :2

“ Setiap anak berhak untuk hidup, tumbuh, berkembang dan berpartisipasi secara wajar sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan, serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi.”

Pasal 13 ayat (1) UU Perlindungan Anak menyebutkan :3

2

Lihat Pasal 4 Undang – Undang Nomor 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak

3


(12)

Setiap anak selama dalam pengasuhan orangtua, wali atau pihak lain manapun yang bertanggungjawab atas pengasuhan, berhak mendapat perlindungan dari perlakuan :

a. Diskriminasi;

b. Eksploitasi, baik ekonomi maupun seksual; c. Penelantaran ;

d. Kekejaman, kekerasan dan penganiayaan; e. Ketidakadilan; dan

f. Perlakuan salah lainnya.

Karenanya, segala bentuk tindak kekerasan pada anak perlu dicegah dan diatasi.

Secara nyata, situasi anak Indonesia masih dan terus memburuk. Dunia anak yang seharusnya diwarnai oleh kegiatan bermain, belajar dan mengembangkan minat serta bakatnya untuk masa depan, realitasnya diwarnai data kelam dan menyedihkan. Anak Indonesia terus mengalami kekerasan.

Kekerasan yang dialami anak kerap dilakukan oleh keluarganya sendiri, mulai dari kekerasan yang bersifat fisik ( physical abuse ) seperti memukul, menendang, menampar, mencubit dan bentuk – bentuk penganiayaan lainnya yang dapat menyebabkan si anak meninggal dunia, hingga kekerasan yang bersifat seksual (sexual abuse) seperti incest, perkosaan, eksploitasi seksual.4

Anak korban kekerasan seperti dilaporkan data Komnas Perlindungan Anak sebesar 2.637 kasus pada tahun 2012 diantaranya kasus kekerasan seksual sebesar 1.075 kasus, kekerasan fisik sebesar 819 kasus, kekerasan psikis sebesar Dengan berbagai macam alasan penyebabnya, motifnya selalu menempatkan anak sebagai objek. Sebagai korban dari kekerasan orang dewasa menganggap lebih berkuasa terhadap anak – anak.

4


(13)

743 kasus, anak yang diterlantarkan dan dibuang ada 42 kasus dan anak bunuh diri ada 13 kasus.5

Setelah kasus kekerasan seksual, tindak kekerasan terbanyak yang sering dialam anak adalah penganiayaan fisik. Anak yang dijadikan objek pelampiasan amarah dan emosional oleh orangtuanya dengan alasan beban sosiologis dan ekonomi sehingga orangtua tidak segan – segan menyiksa, memukul, menganiaya anaknya hingga menyebabkan anaknya meninggal dunia. Dalam Bab IX Pasal 89 KUHP menentukan bahwa orang pingsan atau membuat orang tidak berdaya disamakan dengan menggunakan kekerasan.6 Berdasarkan ketentuan Pasal 89 KUHP dapat diketahui bahwa kekerasan fisik adalah suatu perbuatan dengan menggunakan tenaga atau kekuatan jasmani secara tidak sah, membuat orang tidak berdaya.7

Anak yang menjadi korban kekerasan menderita kerugian, tidak saja bersifat material, tetapi juga bersifat immaterial seperti goncangan emosional dan psikologis, yang dapat mempengaruhi kehidupan masa depan anak.

Gambaran diatas dapat terlihat bahwa yang terjadi adalah penindasan hak – hak dasar anak sebagai manusia selalu terhadi dilakukan oleh orang dewasa. Masalah kemiskinan dan rendahnya tingkat pendidikan sehingga anak menjadi korban atas masalah tersebut, membuat kita lupa bahwa anak adalah amanah dari

5

http://www.analisadaily.com

6

Lihat Pasal 89 Kitab Undang – Undang Hukum Pidana

7

Maidin Gultom, 2012, Perlindungan Hukum Terhadap Anak dan Perempuan, Rafika Aditama, Medan,hlm.1


(14)

Tuhan Yang Maha Esa yang nantinya akan menjadi pewaris dan pelanjut masa depan bangsa.

Indonesia memang mempunyai beberapa perangkat hukum untuk melindungi anak, antara lain : UU No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, UU No. 23 Tahun 2004 Tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga, UU No. 4 Tahun 1979 tentang Kesejahteraan Anak. Namun demikian, perlindungan terhadap anak tidak bisa hanya dipandang sebagai persoalan politik dan kewajiban Negara. Perlindungan terhadap kesejahteraan anak juga merupakan bagian dari tanggungjawab orangtua dan masyarakat.

Oleh karena itu penulis tidak terlepas dari masyarakat pada umumnya dan anggota keluarga pada khususnya, melihat dan berkesempatan untuk mengungkap tindak pidana penganiayaan dalam keluarga yang berjudul Tinjauan Kriminologi dan Hukum Pidana tentang Tindak Pidana Penganiayaan yang Dilakukan Orangtua terhadap Anak Kandungnya ( Studi Kasus Putusan Pengadilan Negeri Tulungagung Nomor : 179/Pid.Sus/2012/PN.Ta ).

B. PERMASALAHAN

Adapun yang menjadi permasalahan dalam penulisan skripsi ini adalah sebagai berikut :

1. Apakah faktor – faktor yang menyebabkan terjadinya tindak pidana penganiayaan yang dilakukan oleh orangtua terhadap anak ?


(15)

2. Bagaimana kebijakan hukum pidana menyikapi tindak pidana penganiayaan yang dilakukan orangtua terhadap anak kandungnya ?

3. Bagaimana upaya penanggulangan tindak pidana penganiayaan terhadap anak dalam rumah tangga ?

C. TUJUAN DAN MANFAAT PENULISAN

1. Adapun tujuan yang hendak dicapai dalam penulisan skripsi ini adalah : a) Untuk mengetahui faktor – faktor apa yang menyebabkan terjadinya

penganiayaan terhadap anak dalam keluarga.

b) Untuk mengetahui kebijakan hukum pidana atas tindak pidana penganiayaan yang dilakukan seorang orangtua terhadap anak.

c) Untuk mengetahui dan memahami upaya penanggulangan kekerasan pada anak.

2. Adapun manfaat yang diperoleh dalam penulisan skripsi ini adalah sebagai berikut:

a) Manfaat Secara Teoritis

Penulisan ini dapat menjadi bahan kajian terhadap perkembangan ilmu pengetahuan serta menambah wawasan khususnya mengenai Penganiayaan terhadap anak oleh orang tuanya.

b) Manfaat Secara Praktis

(1) Dapat menjadi sumbangsih dan bahan masukan bagi pemerintah


(16)

(2) Sebagai informasi tentang penegakan hukum terhadap penganiayaan oleh orangtua terhadap anak.

D. KEASLIAN PENULISAN

Berdasarkan hasil penelusuran di Perpustakaan Universitas Sumatera Utara, Perpustakaan Pasca Sarjana Universitas Sumatera Utara dan perpustakaan – perpustakaan lainnya, tidak ada judul skripsi atau judul tesis yang sama dengan judul skripsi peneliti, yaitu “Tinjauan Kriminologi dan Hukum Pidana tentang Tindak Pidana Penganiayaan yang Dilakukan Orangtua terhadap Anak Kandungnya ( Studi Kasus Putusan Pengadilan Negeri Tulungagung Nomor : 179/Pid.Sus/2012/PN.Ta).” Maka skripsi ini merupakan hasil karya peneliti sendiri.

E. METODE PENELITIAN 1. Jenis Penelitian

Metode penelitian yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah yuridis normatif yaitu suatu penelitian yang secara deduktif dimulai dengan analisa terhadap pasal – pasal dan peraturan perundang – undangan yang mengatur permasalahan dalam skripsi. Bersifat normatif maksudnya adalah penelitian hukum yang beertujuan untuk memperoleh pengetahuan normatif tentang hubungan antara satu peraturan dengan peraturan lain dan penerapan dalam pratiknya (studi putusan).


(17)

a) Sumber dan Teknik Pengumpulan Data

Sumber penelitian in diambil peneliti melalui data sekunder. Data sekunder merupakan data yang diperoleh diluar koresponden dalam arti bahwa data yang diperoleh adalah data tidak langsung, yang dapat dibagi antara lain :

(1) Bahan Hukum Primer

Bahan hukum ini adalah berbagai ketentuan dan peraturan perundang – undangan maupun undang – undang yang telah berlaku di Indonesia yang mengatur tentang Tindak Pidana Penganiayaan terhadap Anak dalam lingkup Keluarga, yaitu Kitab Undang – Undang Hukum Pidana, Undang – Undang Nomor 23 tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga. Dan undang – undang yang mengatur perlindungan hukum bagi anak yaitu Undang – Undang Nomor 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.

(2) Bahan Hukum Sekunder

Bahan hukum ini adalah bahan yang berkaitan dengan bahan hukum primer dan merupakan bahan pendukung dari bahan hukum primer. Peneliti mengambil bahan hukum sekunder dari studi kepustakaan, yaitu buku – buku yang berkaitan dengan bahan hukum primer.

(3) Bahan Hukum Tersier

Merupakan bahan hukum pelengkap dari bahan hukum primer dan bahan hukum tersier. Peneliti mendapatkannya melalui berbagai jurnal maupun arsip – arsip penelitian.


(18)

Tekhnik pengumpulan data yang dilakukan peneliti adalah tekhnik pengumpulan data lewat studi kepustakaan, dimana peneliti memperoleh data dengan mengumpulkan dan membahas bahan – bahan penelitian yaitu bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan hukum tersier penelitian ini.

F. TINJAUAN KEPUSTAKAAN 1. Pengertian Kriminologi

Kriminologi teoritis merupakan suatu ilmu pengetahuan yang berdasarkan pengalaman seperti ilmu pengetahuan lainnya yang sejenis, memperhatikan gejala – gejala dan mencoba menyelidiki sebab – sebab dari gejalan tersebut dengan cara – cara yang ada padanya.8

Nama kriminologi yang ditemukan oleh P. Topinard (1830 – 1911) seorang ahli anthropologi Prancis, secara harafiah berasal dari kata “crimen” yang berarti kejahatan atau penjahat dan “logos” yang berarti ilmu pengetahuan, maka diartikan kriminologi merupakan ilmu pengetahuan yang mempelajari tentang kejahatan.9

Beberapa para sarjana kriminologi mengemukakan defenisi atau batasan serta pengertian tentang kriminologi antara lain :

a) Sutherland berpendapat Kriminologi adalah keseluruhan ilmu mengenai kejahatan sebagai gejala masyarakat.

8 W. A. Bonger, 1982,

Pengantar Tentang Kriminologi, Ghalia Indonesia, Jakarta, halaman 21.

9


(19)

b) Bonger berpendapat Kriminologi adalah ilmu pengetahuan yang bertujuan menyelidiki kejahatan seluas – luasnya.

c) Van Bemelen berpendapat Kriminologi adalah ilmu yang mempelajari kejahatan, yaitu perbuatan yang merugikan dan kelakuan yang tidak sopan yang menyebabkan adanya teguran dan tantangan.

d) Frij mengatakan Kriminologi adalah ilmu pengetahuan yang memperlajari kejahatan, bentuk, sebab dan akibatnya.

e) Wood mengatakan Kriminologi ialah ilmu yang meliputi segala pengetahuan yang diperoleh baik oleh pengalaman, maupun teori – teori tentang kejahatan dan penjahat serta pengetahuan yang meliputi reaksi – reaksi masyarakat terhadap penjahat dan kejahatan itu.

Dari beberapa defenisi diatas dapat kita tarik kesimpulan bahwa kriminologi adalah suatu ilmu pengetahuan yang mempelajari serta menyelidiki maupun membahas masalah kejahatan, baik mengenai pengertiannya, bentuknya, sebab – sebabnya, akibat – akibatnya dan penyelidikannya terhadap sesuatu kejahatan maupun hal – hal lain yang ada hubungannya dengan kejahatan itu.

2. Kriminologi dalam Arti Sempit

Pengertian kriminologi dalam arti sempit ialah ilmu pengetahuan yang membahas masalah – masalah kejahatan mengenai betuk – bentuknya, sebabnya dan akibat – akibatnya, yakni dengan istilah :


(20)

a) Phaenomenologi (Bentuk – Bentuk Perbuatan Jahat)

Yang dimaksud dengan bentuk – bentuk perbuatan jahat ialah hakekat dari perbuatan jahat itu, misalnya : membunuh, merampok, mencuri, mencopet, menipu. Maka untuk ini perlu suatu batasan atau defenisi yang tepat yang dapat membedakan perbuatan – perbuatan kejahatan itu satu dengan yang lainnya.

Bentuk – bentuk dari kejahatan dapat kita kenal dari :

(1) Cara melakukan kejahatan itu, misalnya : dengan cara dilihat dari si korban, seperti menikam dengan alat tajam atau menembak. Dan dengan cara yang tidak dilihat si korban seperti menipu, memalsukan dengan cara memakai alat – alat khusus seperti racun, kunci palsu.

(2) Luasnya perlakuan jahat itu, misalnya : apa yang menjadi objek kejahatan, ditempat mana dan diwaktu mana kejahatan itu sering terjadi.

(3) Frequensi perlakuan kejahatan itu, misalnya : jumlah kejahatan yang bentuk – bentuknya sama dalam suatu jangka waktu tertentu.

b) Aetiologi ( Sebab – Sebab Kejahatan)

Sebab – sebab dari suatu kejahatan dapat dilihat dari faktor :

(1) Bakat si penjahat (2) Alam sekitarnya (3) Spritual


(21)

(4) Bakat + sekitar + spritual si penjahat, dapat pula merupakan suatu yang kebetulan saja.

c) Penologi (Akibat – Akibat Kejahatan)

Penologi ialah ilmu pengetahuan timbulnya dan pertumbuhan hukuman, arti dan faedah sebagai akibat – akibat kejahatan dapat tertuju pada :

(1) Korban si penjahat (2) Masyarakt umum

(3) Individu atau diri si penjahat.

Dengan akibat – akibat kejahatan ini amat berkembanglah ilmu pengetahuan tentang hukum dan apa arti serta manfaatnya hukuman itu.

3. Kriminologi dalam Arti Luas

Krimininologi dalam arti luas ialah semua pengertian kriminologi dalam arti sempit dan ditambah dengan kriminalistik. Kriminalistik ialah :10

Ilmu pengetahuan dalam menyelidiki kejahatan dengan menggunakan bantuan ilmu pengetahuan secara umum khususnya pada bidang fisika, ilmu kimia, ilmu biologi dan ilmu matematika. Juga ilmu pengetahuan untuk menentukan terjadi atau tidak terjadinya suatu peristiwa kejahatan dan menyidik pelakunya dengan bantuan ilmu – ilmu alam dan suatu pengetahuan yang berusaha menyelidiki atau mengusut kejahatan dalam arti yang seluas – luasnya berdasarkan bukti dan keterangan dengan mempergunakan hasil – hasil yang ditemukan oleh ilmu pengetahuan lainnya.


(22)

4. Pengertian Penjahat dan Kejahatan a) Pengertian Penjahat

Pengertian penjahat dapat kita tinjau dari berbagai macam aspek diantaranya :

(1) Pengertian Penjahat dari Aspek Yuridis

Penjahat adalah seseorang yang melanggar peraturan – peraturan atau undang – undang pidana dan menyatakan bersalah oleh pengadilan serta dijatuhi hukuman. Selama belum dijatuhi hukuman, maka seseorang belum dianggap penjahat. Asas ini disebut premsemtium of inocence sebagaimana termuat dalam pasal 8 Undang – Undang nomor 48 tahun 2009 tentang Pokok Kekuasaan Kehakiman.11

(2) Pengertian Penjahat dari Aspek Intelegensia

Vollmer sebagai seorang tokoh di bidang kriminologi mengatakan bahwa penjahat adalah orang yang dilahirkan tolol dan tidak mempunyai kesempatan untuk mengubah tingkah laku karena baginya tidak dapat mengendalikan dirinya dari perbuatan – perbuatan anti sosial yang merugikan individu – individu lainnya.

(3) Pengertian Penjahat dari Aspek Ekonomi

Parson memberikan batasan bahwa yang dimaksud dengan penjahat adalah orang yang mengancam kehidupan dan kebahagiaan orang lain dan membebankan kepentingan ekonominya pada masyarakat di sekelilingnya.

11 Lihat rumusan pasal 8 Undang – Undang Nomor 48 tahun 2009 tentang Pokok Kekuasaan Kehakiman


(23)

(4) Pengertian Penjahat dari Aspek Sosial

Mabel Elliot mengatakan bahwa penjahat adalah orang – orang yang gagal dalam menyesuaikan dirinya dengan norma – norma masyarakat sehingga tingkah lakunya tidak dapat dibenarkan oleh masyarakat.

(5) Pengertian Penjahat dari Aspek Religius

Dr. J. E. Sehetapy, SH mengatakan bahwa penjahat adalah orang – orang yang berkelakuan anti sosial dimana perbuatannya bertentangan dengan norma – norma kemasyarakatan dan agama serta merugikan dan mengganggu ketertiban umum.

(6) Pengertian Penjahat dari Aspek Filsafat

Sokrates mengatakan penjahat adalah orang – orang yang suka melakukan perbuatan bohong.

b) Pengertian Kejahatan

Dalam Kitab Undang – Undang Hukum Pidana tidak ada suatu ketentuan hukum pidana yang merumuskan pengertian dari kejahatan hanya memberikan perumusan perbuatan manakah yang dapat dianggap sebagai suatu kejahatan.

Namun para sarjana memberikan suatu batas tentang kejahatan seperti :

(1) R. Soesilo

Soesilo membagi pengertian kejahatan secara juridis dan pengertian kejahatan secara sosiologis. Dari segi juridis pengertian kejahatan adalah suatu perbuatan


(24)

tingkah laku yang bertentangan dengan undang – undang.12 Oleh sebab itu untuk mengetahui apakah suatu perbuatan itu adalah perbuatan yang bertentang dengan undang – undang, maka haruslah undang – undang yang mengatur perbuatan tersebut di buat terlebih dahulu. Sesuai azas “Nullum delictum nulla poena siane proviea” seperti tertera dalam pasal 1 KUHP “ Tiada suatu perbuatan boleh dijatuhi hukuman selain berdasarkan ketentuan perundang – undangan yang telah dibuat sebelumnya.” Ditambahkan Mulyatno dalam pidato Dies Natalis Universitas Gajah Mada tahun 1975, mengatakan : “Perbuatan yang oleh aturan hukum pidana dilarang dan diancam dengan pidana, barangsiapa yang melanggar tersebut, dinamakan perbuatan pidana.” 13

Dari segi sosiologis yang dimaksud dengan kejahatan artinya perbuatan atau tingkah laku yang selain merugikan si penderita, juga sangat merugikan masyarakat yaitu berupa hilangnya keseimbangan, ketentraman dan ketertiban.14

(2) Dr. J. E. Sahetapy, SH dan B. Marjono Reksodipuro, SH.

Dalam bukunya Parados Kriminologi :

Kejahatan adalah setiap perbuatan (termasuk kelalaian) yang dilarang oleh hukum publik untuk melindungi masyarakat dan diberi sanksi berupa pidana oleh negara. Perbuatan tersebut diberi hukuman pidana karena melanggar norma – norma

12

R. Soesilo, 1994, Kitab Undang – Undang Hukum Pidana (KUHP), Serta Komentar –

Komentarnya Lengkap Pasal Demi Pasal, Politeia,Bogor, halaman 82.

13 Chainur Arrasyid, 1988,

Pengantar Psikologi Kriminal, Yani Corporation, Medan, halaman 28.

14


(25)

sosial masyarakat yaitu harapan masyarakat mengenai tingkah laku yang patut dari seseorang warga negaranya.15

(3) Sutherland

Sutherland memberikan defenisi : “Criminal behaviour is behaviour in violation of the criminal Law.” Artinya sikap atau perbuatan kriminil adalah sikap atau perbuatan yang melanggar ketentuan – ketentuan hukum pidana.16

(4) Paul Moedikdo Moeliono

Kejahatan adalah perbuatan manusia yang merupakan perbuatan pelanggaran norma hukum yang ditafsirkan atau patut ditafsirkan oleh masyarakat sebagai perbuatan yang merugikan, menjengkelkan sehingga tidak boleh dibiarkan.17

5. Teori – Teori Kriminologi

George D. Vold menyebutkan bahwa teori adalah bagian dari suatu penjelasan yang muncul manakala seseorang dihadapkan pada suatu gejala yang tidak dimengerti.18

15

J. E. Sahetapy, B. Marjono Reksodipuro, 1982, Parados Dalam Kriminologi, Rajawali, Jakarta, halaman 53.

Sejarah peradaban manusia mencatat adanya dua bentuk

16 Soedjono Dirdjosisworo, 1985,

Bunga Rampai Kiriminologi Kumpulan Karangan dan Hasil

Penelitian, ARMICO, Bandung, halaman 161.

17

Soedjono Dirdjosisworo, B. Simanjundtak, 1969, Doktrin – Doktrin Kriminologi, ALUMNI, Bandung, halaman 3.

18


(26)

pendekatan yang menjadi landasan bagi lahirnya teori–teori dalam kriminologi yaitu pendekatan Spritualisme dan pendekatan Naturalisme.19

a) Spritualisme

Aliran Spriritualisme memfokuskan perhatian pada perbedaan antara kebaikan yang datangnya dari dewa atau Tuhan dan keburukan yang datangnya dari setan. Seseorang yang telah melakukan suatu kejahatan dipandang sebagai orang yang telah kena bujukan setan. Pendekatan Spritualisme ini menekankan pada kepercayaan bahwa yang benar–benar pasti menang, dengan menggunakan kepercayaan ini sehingga segala persoalan yang dihadapi dimasyarakat selalu disesuaikan dengan metode–metode yang mereka yakini sebagai sebuah kebenaran.

b) Naturalisme

Naturalisme merupakan model pendekatan lain yang sudah ada sejak berabad– abad yang lalu. Hippocrates menyatakan “The brain is organ of the maind“, otak adalah organ untuk berfikir. Dalam aliran ini menurut “Hippocrates” (460 S.M.) adalah bahwa perkembangan ilmu alam setelah abad pertengahan menyebabkan manusia mencari model yang lebih rasional dan mampu membuktikan secara Ilmiah. Dalam perkembangan lahirnya teori-teori tentang kejahatan maka aliran ini mengunakan tiga metode atau aliran yaitu :

19


(27)

(1) Aliran Klasik

Dasar pemikiran dari aliran ini adalah bahwa manusia itu hidup memiliki suatu kehendak bebas (Free Will), yang dalam bertingkah laku memiliki suatu perhitungan tertentu yang berdasarkan atas keinginanya (Bedonisme), dengan kata lain menurut aliran ini manusia dalam berperilaku berdasarkan atas penderitaan dan kesenangan yang menjadi dasarnya, maka menurut aliran Klasik ini ditentukan serta dijatuhkan suatu hukuman yaitu berdasarkan dari tindakannya, bukan berdasarkan perbuatannya. Berdasarkan pemikiran tersebut maka Cesea Bonesana Marchese de Beccaria menuntut adanya persamaan di hadapan hukum bagi semua orang serta keadilan dalam penerapan sanksi dan menurut Jeremy Bentham seorang sarjana dari inggris bahwa tujuan dari pemberian sanksi semata-mata berfungsi sebagai alat preventie bagi lahirnya kejahatan.

(2) Aliran Neo Klasik

Dasar dalam pemikiran ini bertolak belakang dengan aliran klasik biarpun tidak disertai dan tidak dilandaskan pada pemikiran ilmiah namun aspek-aspek kondisi pelakulah dan lingkungannya mulai diperhatikan, karena menurut aliran Neo Klasik aliran klasik malah tidak menimbulkan keadilan karena pemberlakuan dari aliran klasik tersebut terlihat kaku, dalam memberi hukuman atau sanksi terhadap pelaku aliran klasik tidak ada pembedaan umur. Maka ini dinilai sebagai suatu ketidakadilan, karena dari aspek mental dan kesalahan serta umur tidak diperhitungkan.


(28)

(3) Aliran Positifisme

Dalam aliran Positifis ini dibagi menjadi dua pandangan :

(a) Determinisme Biologis.

Dasar dalam pemikiran ini adalah bahwa perilaku manusia sepenuhnya tergantung pada pengaruh biologis dalam dirinya atau perilaku seorang anak itu tidak akan jauh dengan perilaku orangtuanya.

(b) Determinisme Cultural.

Dasar dalam pemikiran aliran ini adalah bahwa perilaku seorang manusia justru yang mendasarinya yaitu pengaruh sosial, budaya serta lingkungan dari mereka itu berasal dan hidup.

Teori – teori dalam kriminologi difokuskan pada beberapa teori yang dapat dibagi dalam tiga perspektif :

a) Teori Biologi Kriminal

Usaha untuk mencari sebab – sebab kejahatan dari ciri – ciri biologis, dengan mendasar pada pendapat Aristoteles yang menyatakan bahwa otak merupakan organ dari akal, maka para ahli frenologi antara lain yaitu :

(1) Gall (1758 – 1828) dan Surzuheim (1776 – 1832)

Gall dan Surzuheim mencari hubungan antara bentuk tengkorak kepala dengan tingkah laku, hasil penelitian tersebut menghasilkan dalil – dalil dasar yaitu :


(29)

Bentuk luar tengkorak kepala sesuai dengan apa yang ada didalamnya dan bentuk dari otak.

(a) Akal terdiri atas kemampuan dan kecakapan.

(b) Kemampuan dan kecakapan berhubungan dengan bentuk otak dan tengkorak kepala.

(2) Cessare Lombroso (1835 – 1909)

Lombroso mengadakan penelitian mengenai penjahat – penjahat yang terdapat di dalam rumah penjara dan terutama mengenai tengkoraknya. Kesimpulan dari penelitiannya adalah bahwa penjahat jika dipandang dari sudut anthropologi mempunyai tanda – tanda tertentu misalnya isi tengkoraknya kurang jika dibandingkan dengan yang lain dan memiliki kelainan – kelainan tertentu.

Ajaran – ajaran yang dikemukakan Lombrosso adalah :

(a) Penjahat adalah orang yang memiliki bakat jahat.

(b) Bakat jahat tersebut diperoleh karena kelahiran yaitu diwariskan dari nenek moyang (Born Criminal).

(c) Bakat jahat tersebut dapat dilihat dari ciri – ciri biologis tertentu, seperti memiliki muka yang tidak simetris, bibir tebal hidung pesek dan lain – lain.

(d) Bakat jahat tidak dapat diubah, artinya bakat jahat tersebut tidak dapat dipengaruhi.


(30)

(3) Ernst Kretchmer (1988 – 1964)

Ernst mengadakan penelitian terhadap 260 orang gila di Swabia, sebuah kota di Barat daya Jerman. Tujuannya untuk mencari hubungan antara tipe – tipe fisik yang beraneka ragam dengan karakter dan mental yang abnormal. Ia mendapatkan fakta, orang gila tersebut memiliki tipe – tipe tubuh tertentu dari kecenderungan fisik dengan membedakan tipe dasar manusia dalam empat tipe yaitu :

(a) Tipe Lepsotome, yang mempunyai bentuk jasmani tinggi, kurus dengan sifatnya pendiam dan dingin, bersifat tertutup dan selalu menjaga jarak, biasanya kejahatan pemalsuan.

(b) Tipe Piknis, yang mempunyai bentuk tubuh pendek kegemukan dengan sifat ramah dan riang, biasanya kejahatan penipuan dan pencurian.

(c) Tipe Athletis, mempunyai bentuk tubuh dengan tulang otot yang kuat, dada lebar, dagunya kuat dan rahang menonjol. Sifatnya eksplosif dan agresif, biasanya kejahatan kekerasan dan seks.

(d) Tipe Campuran dari tipe 1,2 dan 3.

b) Teori Psikologi Kriminal

Psikologi adalah ilmu yang mempelajari perilaku manusia ditingkat individu dalam melakukan kejahatan. Hal tersebut terjadi karena pada diri individu menimbulkan suatu perasaan tidak puas yang didasari keyakinan bahwa lingkungan dan masyarakat telah bertindak tidak adil kepada diri individu, sehingga ia melakukan tindak pidana atau pelanggaran hukum yang menurut


(31)

mereka yang melakukan tindak pidana tersebut bukan untuk melakukan tindak pidana tetapi pelampiasan dirinya yang diperlakukan tidak adil.

(1) Psikoses

Terdiri dari psikoses organis dan psikoses fungsional :

(a) Psikoses Organis bentuk - bentuknya terdiri dari : kelumpuhan umum dari otak yang ditandai dengan kemerosotan yang terus menerus dari seluruh kepribadian. Pada tingkat permulaan bisa melakukan tindak pencurian secara terang – terangan. Traumatic psikoses, yang diakibatkan oleh luka pada otak, penderita mudah gugup dan cenderung melakukan kejahatan kekerasan. Encephalis lethargic, biasanya diderita oleh anak – anak. Sering melakukan tindakan yang anti sosial. Senile dementia, diderita umumnya para pria yang sudah lanjut usia, biasanya melakukan tindakan pelanggaran seksual terhadap anak – anak. Pnerperal insanity,

penderitanya adalah wanita yang sedang hamil, kejahatan yang dilakukannya biasanya aborsi. Dan psikoses yang diakibatkan alkohol. (b) Psikoses Fungsional, bentuk – bentuknya terdiri dari : Paranoid,

penderitanya antara lain diliputi oleh khayalan. Maniac deprressive psikoses, penderitanya menunjukkan tanda – tanda perubahan dari kegembiraan yang berlebihan ke kesedihan.


(32)

(2) Neuroses

Terdiri dari : Anxiety neuroses dan phobia, keadaannya ditandai dengan

ketakutan yang tidak wajar dan berlebihan terhadap adanya bahaya dari sesuatu atau pada sesuatu yang tidak ada sama sekali. Hysteria, terdapat disosiasi antara dirinya dengan lingkungannya dalam berbagai bentuk. Pada umumnya sangat egosentris, emosional dan suka bohong. Obsesional dan compulsive neuroses,

penderitanya memiliki keinginan dan ide – ide yang tidak rasional dan tidak dapat ditahan.

(3) Cacat Mental

Cacat mental lebih ditekankan pada kekurangan intelegensia daripada karakter atau kepribadiannya, yaitu dilihat dari tinggi rendahnya IQ dan tingkat kedewasaannya.

c) Teori Sosiologi Kriminal

Dalam teori ini mempelajari, meneliti, membahas hubungan antara masyarakat dengan anggotanya, antara kelompok baik karena hubungan tempat maupun etnis dengan anggotanya, antara kelompok dengan kelompok, sepanjang hubungan tersebut dapat menimbulkan kejahatan.

Secara umum setiap masyarakat memiliki tipe kejahatan dan penjahat sesuai dengan budayanya, moralnya, kepercayaannya serta struktur – struktur yang ada.


(33)

Dalam mempelajari, meneliti tindak penyimpangan sosial (kejahatan) melalui dua pendekatan :

(1) Melihat penyimpangan sebagai kenyataan obyektif, dalam pendekatan ini didasarkan pada gambar tentang norma dan nilai – nilai yang berlaku di masyarakat dengan mendasarkan pada asumsi – asumsi tertentu.

(2) Penyimpangan sebagai problematik subyektif, pendekatan ini mempelajari dan meneliti pada batasan sosial dari pelaku kejahatan, untuk mengetahui bagaiman perspektif dari orang – orang yang memberikan batasan kepada seseorang yang melakukan penyimpangan sosial.

Manheim, membedakan teori – teori sosiologis criminal ke dalam teori yang berorientasi pada kelas menengah.

(1) Teori yang Tidak Berorientasi Pada Kelas Sosial

Teori ini melihat dari aspek seperti lingkungannya, kependudukan, kemiskinan, dan sebagainya termasuk teori ekologis, teori factor ekomomi dan teori differential association.

(a) Teori Ekologis

Teori ini mengadakan penelitian sebab – sebab kejahatan dari aspek baik lingkungan manusia maupun sosial seperti kepadatan penduduk, mobilitas penduduk, hubungan desa dan kota khususnya urbanisasi, daerah kejahatan dan perumahan kuno.


(34)

(b) Teori Konflik Budaya

T. Sellin dalam buku Culture Conflict and Crime bahwa semua konflik kebudayaan adalah konflik dalam nilai sosial, kepentingan dan norma – norma. Konflik norma – norma tingkah laku dapat timbul dalam berbagai cara seperti adanya perbedaan – perbedaan dalam cara hidup dan nilai sosial yang berlaku diantara kelompok – kelompok yang ada.

(c) Teori Faktor Ekonomi

Kehidupan ekonomi merupakan hal yang fundamental bagi seluruh struktur sosial dan kultur dan karenanya menentukan semua urusan dalam struktur tersebut. Pandangan kriminologi kuno menyatakan kejahatan sebagai akibat yang wajar dari kesengsaraan yang meluas, sehingga mereka percaya bahwa dengan meningkatnya taraf hidup masyarakat luas maka akan dapat mengurangi kejahatan, khususnya kejahatan dalam bidang ekonomi.

(d) Teori Differential Association

Sutherland menghipotesakan bahwa perilaku kriminal itu dipelajari melalui asosiasi yang dilakukan dengan mereka yang melanggar norma – norma masyarakat termasuk norma hukum. Proses mempelajari tadi meliputi tidak hanya teknik kejahatan sesungguhnya, namun juga motif, dorongan, sikap dan rasionalisasi yang nyaman yang memuaskan bagi dilakukannya perbuatan – perbuatan anti sosial.


(35)

(2) Teori yang Berorientasi Pada Kelas Sosial

Teori ini dipandang sebagai pendewasaan teori – teori sebelumnya yang mencari sebab – sebab kejahatan dari ciri – ciri yang terdapat atau yang melekat pada orang atau pelakunya. Teori kelas mencari di luar pelakunya khususnya pada struktur sosial yang ada. Tokoh pada teori ini Robert Merton dikenal dengan teori

anomic. Secara harafiah anomic berarti tanpa norma. Merton berusaha untuk menunjukkan bahwa beberapa struktur sosial dalam kenyataannya telah membuat orang – orang tertentu dalam masyarakat untuk bertindak menyimpang daripada mematuhi norma – norma sosial.

6. Tindak Pidana Penganiayaan dalam KUHP

Beberapa ahli hukum memberikan beberapa pengertian mengenai “Tindak Pidana”, diantaranya : Menurut D. Simons, tindak pidana adalah perbuatan salah dan melawan hukum yang diancam pidana dan dilakukan oleh seseorang yang mampu bertanggung jawab.20

Suatu perbuatan dikatakan tindak pidana apabila mengandung unsur – unsur berikut :

a) Harus ada suatu perbuatan;

b) Perbuatan tersebut harus sesuai dengan uraian undang – undang; c) Merupakan perbuatan melawan hukum;

20

C. S. T. Kansil, E. R. Palandeng, A. A. Musa, 2009, Tindak Pidana Dalam Perundang – Undangan Nasional, Jala Permata Aksara, Jakarta, halaman 2.


(36)

d) Harus dilakukan oleh seseorang yang dapat dimintai pertanggungjawaban pidana;

e) Perbuatan itu diancam dengan hukuman

KUHPidana, membuat kualifikasi atau penggolongan atas semua jenis tindak pidana kedalam “kejahatan” dan “pelanggaran”. Kejahatan diatur dalam Buku II KUHP yang memuat segala jenis – jenis kejahatan. Sedangkan pelanggaran dimuat dalam buku III KUHP yang mengatur segala jenis pelanggaran.

Selanjutnya Buku II KUHP memuat perincian tentang jenis – jenis kejahatan dan terdiri dari pasal 104 sampai dengan pasal 488 KUHP, yang terbagi dalam 30 bab.

a) Kejahatan terhadap kepentingan negara, terdiri atas : (1) Kejahatan terhadap kedudukan negara (Bab I, II, III dan IV)

(2) Kejahatan yang berhubungan dengan kekuasaan umum (Bab VIII dan XXVIII)

b) Kejahatan terhadap kepentingan masyarakat, meliputi :

(1) Kejahatan yang menimbulkan bahaya bagi keadaan (Bab V, VI, dan XXIX)

c) Kejahatan terhadap kepentingan perorangan terdiri atas : (1) Kejahatan terhadap jiwa (Bab XIX)


(37)

(2) Kejahatan terhadap badan (Bab XV, XX, XXI)

(3) Kejahatan terhadap kehormatan (Bab XXII, XXIII, XXIV, XXV, XXVI, XXVII dan XXX).

Perlu diketahui lebih dahulu bahwa kejahatan penganiayaan disebut dalam Bab XX KUHP merupakan kejahatan terhadap badan/ tubuh seseorang, diatur dalam KUHP mulai dari Pasal 351 sampai dengan Pasal 356 KUHP. Dalam rumusan UU tidak disebutkan secara jelas pengertian penganiayaan bagaimana cara dan alat apa yang digunakan dalam melakukan penganiayaan tersebut. Namun demikian hal ini dapat dipahami dengan melihat yurisprudensi/ kehidupan dalam praktek peradilan, telah memberikan pengertian penganiayaan sebagai berikut :

a) Dengan sengaja menyebabkan perasaan tidak enak/ penderitaan

b) Rasa sakit atau terdapat luka.

Jenis Tindak Pidana Penganiayaan Dalam KUHP sebagai berikut : 1. Tindak Pidana Penganiayaan Biasa

Penganiayaan biasa yang dapat juga disebut dengan penganiayaan pokok atau bentuk standar terhadap ketentuan Pasal 351 yaitu pada hakikatnya semua penganiayaan yang bukan penganiayaan berat dan bukan penganiayaan ringan.

2. Tindak Pidana Penganiayaan Ringan


(38)

yang tidak menjadikan sakit atau menjadikan terhalang untuk melakukan jabatan atau pekerjaan sehari-hari.

3. Tindak Pidana Penganiayaan Berencana

Menurut Mr. M. H Tirtaadmidjaja, mengutarakan arti direncanakan lebih dahulu yaitu bahwa ada suatu jangka waktu betapapun pendeknya untuk mempertimbangkan dan memikirkan dengan tenang”. Diatur dalam pasal 353 KUHP.

Untuk perencanaan ini, tidak perlu ada tenggang waktu lama antara waktu merencanakan dan waktu melakukan perbuatan penganiayaan berat atau pembunuhan. Sebaliknya meskipun ada tenggang waktu itu yang tidak begitu pendek, belum tentu dapat dikatakan ada rencana lebih dahulu secara tenang.Ini semua bergantung kepada keadaan konkrit dari setiap peristiwa.

4. Tindak Pidana Penganiayaan Berat

Tindak pidana ini diatur dalam Pasal 354 KUHP. Perbuatan berat atau dapat disebut juga menjadikan berat pada tubuh orang lain.

Haruslah dilakukan dengan sengaja oleh orang yang menganiayanya.

5. Tindak Pidana Penganiayaan Berat Berencana

Tindak Pidana ini diatur oleh Pasal 355 KUHP, kejahatan ini merupakan gabungan antara penganiayaan berat (Pasal 353 ayat 1) dan penganiayaan berencana (Pasal 353 ayat 2). Kedua bentuk penganiayaan ini harus terjadi secara


(39)

serentak/bersama. Oleh karena itu harus terpenuhi unsur penganiayaan berat maupun unsur penganiayaan berencana. Kematian dalam penganiayaan berat berat berencana bukanlah menjadi tujuan. Dalam hal akibat, kesenganjaannya ditujukan pada akibat luka beratnya saja dan tidak pada kematian korban. Sebab, jika kesenganjaan terhadap matinya korban, maka disebut pembunuhan berencana.

7. Tindak Pidana Penganiayaan terhadap Anak Menurut Undang – Undang Nomor 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak

Dalam Undang – Undang Perlindungan Anak tidak disebutkan secara jelas pengertian dari kekerasan terhadap anak atau penganiayaan terhadap anak. Dalam Pasal 13 disebutkan :

(1) Setiap anak selama dalam pengasuhan orang tua, wali atau pihak lain mana pun yang bertanggung jawab atas pengasuhan, berhak mendapat perlindungan dari perlakuan :

a. Diskriminasi

b. Eksploitasi, baik ekonomi maupun seksual c. Penelantaran

d. Kekejaman, kekerasan dan penganiayaan e. Ketidakadilan, dan

f. Perlakuan salah lainnya

Dari pasal diatas dapat penulis simpulkan bahwa bentuk kekerasan terhadap anak meliputi diskriminasi, eksploitasi, penelantaran, kekejaman, kekerasan, termasuk


(40)

penganiayaan, ketidakadilan dan perlakuan salah lainnya.

8. Pengertian Anak

Secara umum dikatakan anak adalah seorang yang dilahirkan dari perkawinan antar seorang perempuan dengan seorang laki – laki dengan tidak menyangkut bahwa seseorang yang dilahirkan oleh wanita meskipun tidak pernah melakukan pernikahan tetap dikatakan anak.

Anak juga merupakan cikal bakal lahirnya suatu generasi baru yang merupakan penerus cita – cita perjuangan bangsa dan sumber daya manusia bagi pembangunan Nasional. Anak merupakan aset bangsa, masa depan bangsa dan Negara dimasa yang akan datang berada ditangan anak sekarang.

Pengertian anak dalam pemaknaan umum mendapat perhatian tidak saja dalam bidang ilmu pengetahuan, tetapi dapat ditelaah dari sisi pandang sentralistis kehidupan. Seperti agama, hukum, ekonomi dan sosiologi yang menjadikan pengertian semakin rasional dan actual dalam lingkungan sosial.

a) Pengertian Anak dari Aspek Religius atau Agama

Dalam sudut pandang yang dibangun oleh agama khususnya dalam hal ini adalah agama islam, anak merupakan makhluk yang dhaif dan mulia, yang keberadaannya adalah kewenangan dari kehendak Allah SWT dengan melalui proses penciptaan. Oleh karena anak mempunyai kehidupan yang mulia dalam pandangan agama islam, maka anak harus diperlakukan secara manusiawi seperti


(41)

diberi mafkah baik lahir maupun batin, sehingga kelak anak tersebut tumbuh menjadi anak yang berakhlak mulia seperti dapat bertanggung jawab dalam mensosialisasikan dirinya untuk mencapai kebutuhan hidupnya dimasa mendatang.

Dalam pengertian Islam, anak adalah titipan Allah SWT kepada kedua orangtua, masyarakat, bangsa dan Negara yang kelak akan memakmurkan dunia sebagai rahmatan lila’lamin dan sebagai pewaris ajaran islam. Artinya bahwa setiap anak yang dilahirkan harus diakui, diyakini dan diamankan sebagai implementasi amalan yang diterima oleh akan dari orang tua, masyarakat bangsa dan Negara.

b) Pengertian Anak dari Aspek Ekonomi

Dalam pengertian ekonomi, anak dikelompokkan pada golongan non produktif. Apabila terdapat kemampuan yang persuasif pada kelompok anak, hal itu disebabkan karena anak mengalami transformasi financial sebagai akibat terjadinya interaksi dalam lingkungan keluarga yang didasarkan nilai kemanusiaan. Fakta – fakta yang timbul dimasyarakat, anak seering diproses untuk melakukan kegiatan ekonomi atau produktivitas yang dapat menghasilkan nilai – nilai ekonomi. Kelompok pengertian anak dalam bidang ekonomi mengarah pada konsepsi kesejahteraan anak sebagaimana yang ditetapkan oleh UU No. 4 Tahun 1979 tentang Kesejahteraan Anak yaitu anak berhak atas pemeliharaan dan perlindungan, baik semasa dalam kandungan, dalam lingkungan


(42)

masyarakat yang dapat menghambat atau membahayakan perkembangannya, sehingga anak tidak lagi menjadi korban dari ketidakmampuan ekonomi keluarga dan masyarakat.21

c) Pengertian Anak dari Aspek Sosiologis

Dalam aspek sosiologis anak diartikan sebagai makhluk ciptaan Allah SWT yang senantiasa berinteraksi dalam lingkungan masyarakat bangsa dan Negara. Dalam hal ini anak diposisikan sebagai kelompok sosial yang mempunyai status sosial yang lebih rendah dari masyarakat dilingkungan tempat berinteraksi. Makna anak dalam aspek sosial ini lebih mengarah pada perlindungan kodrati anak itu sendiri. Hal ini dikarenakan adanya keterbatasan – keterbatasan yang dimiliki oleh sang anak sebagai wujud untuk berekspresi sebagaimana orang dewasa, misalnya terbatasnya kemajuan anak karena anak tersebut berada pada proses pertumbuhan, proses belajar dan proses sosialisasi dari akibat usia yang belum dewasa.

d) Pengertian Anak dari Aspek Hukum

Dalam hukum kita terdapat pluralism mengenai pengertian anak.Hal ini diakibatkan tiap – tiap peraturan perundang – undangan yang mengatur secara tersendiri mengenai peraturan anak itu sendiri. Pengertian anak dalam kedudukan

21


(43)

hukum meliputi pengertian anak dari pandangan system hukum atau disebut kedudukan dalam arti khusus sebagai objek hukum. Kedudukan anak dalam artian dimaksud meliputi pengelompokkan kedalam subsistem sebagai berikut :

(1) Pengertian Anak Berdasarkan UUD 1945

Pengertian anak dalam pasal 34 UUD 1945 berbunyi : “Fakir miskin dan anak – anak terlantar dipelihara oleh Negara.”

Hal ini mengandung makna bahwa anak adalah subjek hukum dari hukum nasional yang harus dilindungi, dipelihara dan dibina untuk mencapai kesejahteraan anak. Dengan kata lain anak tersebut merupakan tanggungjawab pemerintah dan masyarakat. Irma Setyowati Soemitri, SH menjabarkan pengertian anak menurut UUD 1945 ini sebagai berikut :22

Ketentuan UUD 1945, ditegaskan pengaturannya dengan dikeluarkannya UU No. 4 Tahun 1979 tentang Kesejahteraan Anak, yang berarti makna anak ( pengertian tentang anak) yaitu seorang yang harus memperoleh hak – hak yang kemudian hak – hak tersebut dapat menjamin pertumbuhan dan perkembangan dengan wajar baik secara rahasia, jasmaniah, maupun sosial.Atau anak juga berhak atas pelayanan untuk mengembangkan kemampuan dan kehidupan sosial.Anak juga berhak atas pemeliharaan dan perlindungan baik semasa dalam kandungan maupun sesudah ia dilahirkan.

(2) Pengertian Anak menurut Hukum Perdata

Dalam Kitab Undang – Undang Hukum Perdata, diberikan batasan antara orang dewasa dan anak yaitu seseorang disebut telah dewasa apabila telah

22

Irma Setyowati Soemitro, 1990, Aspek Hukum Perlindungan Anak, Bumi Aksara, Jakarta, halaman 16


(44)

mencapai umur 21 tahun, yang berarti anak adalah seseorang yang belum mencapai umur 21 tahun dan belum kawin.

(3) Pengertian Anak menurut UU Perkawinan No. 1 Tahun 197423

Undang – Undang No. 1 Tahun 1974 tentang perkawinan tidak secara langsung mengatur tentang masalah ukuran kapan seseorang digolongkan anak, tetap secara tersirat tercantum dalam pasal 6 ayat (2) yang berbunyi :

“Untuk melangsungkan Perkawinan seorang yang belum mencapai umur 21 (dua puluh satu) tahun harus mendapat izin kedua orang tua.”

Pasal 7 ayat (1) UU No. 1 Tahun1974 memuat batas minimum usia untuk dapat kawin bagi pria adalah 19 tahun, sedangkan bagi wanita adalah 16 tahun.

Pasal 47 ayat (1) UU No. 1 Tahun 1974 menyatakan bahwa anak yang belum mencapai umur 18 tahun atau belum pernah melakukan pernikahan ada dibawah kekuasaan orang tuanya selama mereka tidak dicabut kekuasaan orangtuanya.

Dari pasal – pasal dalam Undang – Undang No. 1 Tahun 1974 yang telah disebutkan diatas, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa Undang – Undang tersebut menentukan batas belum dewasa adalah 16 tahun dan 19 tahun.


(45)

(4) Pengertian Anak Menurut Hukum Pidana

Pasal 45 KUHP menyebutkan bahwa :

Jika seorang yang belum dewasa dituntut karena perbuatan yang dikerjakannya ketika umurnya belum enam belas tahun, hakim boleh : memerintahkan supaya si tersalah itu dikembalikan kepada orang tuanya; walinya atau pemeliharaannya dengan tidak dikenakan suatu hukuman; atau memerintahkan supaya si tersalah diserahkan kepada Pemerintah dengan tidak dikenakan suatu hukuman yakni jika perbuatan itu masuk bagian kejahatan atau salah satu pelanggaran yang diterangkan dalam pasal 489, 490, 492, 496, 497, 503-505, 414, 417-419, 526, 531, 532 536 dan 540 dan perbuatan itu dilakukannya sebelum lalu dua tahun sesudah keputusan dahulu menyalahkan dia melakukan salah satu pelanggaran ini atau sesuatu kejahatan; atau menghukum anak yang tersalah itu.

Jika dilihat dari bunyi pasal tersebut diatas, maka dapat diketahui bahwa batasan umur seseorang dikatakan belum dewasa, yaitu 17 tahun seperti yang tercantum dalam Pasal 283 KUHP ayat (1).

Pasal 283 ayat (1) :

Dengan hukuman penjara selama – lamanya Sembilan bulan atau denda sebanyak – banyaknya Rp 9.000,- dihukum barang siapa menawarkan, menyerahkan buat selama – lamanya atau buat sementara waktu, menyampaikan ditangan atau mempertunjukkan kepada orang yang belum dewasa yang diketahuinya atau patut diketahuinya bahwa orang itu belum berumur 17 tahun sesuatu tulisan, gambar, atau sesuatu barang yang menyinggung perasaan kesopanan, atau sesuatu cara yang dipergunakan untuk mencegah kehamilan, jika isi surat itu diketahuinya atau jika gambar, barang dan cara itu diketahuinya.

Namun dalam Undang – Undang Nomor 3 tahun 1997 tentang Peradilan Anak disebutkan bahwa “Anak adalah orang yang dalam perkara anak nakal telah mencapai umur 8 (delapan) tahun tetapi belum mencapai umur 18 (delapan belas) tahun dan belum pernah kawin.” Dengan diundangkannya Undang – Undang ini maka Pasal 45 KUHP tidak berlaku lagi. Seperti termuat dalam Pasal 67 Undang – Undang Nomor 3 tahun 1997 tentang Peradilan Anak yang berbunyi,


(46)

“..Pada saat mulai berlakunya Undang – Undang ini, maka pasal 45, pasal 46 dan pasal 47 KUHP dinyatakan tidak berlaku lagi”.

(5) Pengertian Anak Menurut Undang – Undang No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak

Perlindungan anak dalam Undang – Undang ini memiliki makna yang lebih luas dibandingkan Undang – Undang yang ada pada sekarang ini. Pengertian anak dalam Undang – Undang ini diatur dalam ketentuan umum Pasal 1 point 1 : “Anak adalah seorang yang belum berusia 18 ( delapan belas) tahun termasuk yang masih dalam kandungan”.

Undang – Undang ini menegaskan bahwa pertanggungjawaban orangtua, keluarga, masyarakat, pemerintah dan negara, merupakan kegiatan yang dilaksanakan secara terus – menerus demi terlindungnya hak – hak anak.

(6) Pengertian Anak Menurut Undang – Undang No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan

Dalam Undang – Undang ini memperoleh pengertian bahwa yang dimaksud dengan anak adalah setiap orang yang berumur dibawah 18 (delapan belas) tahun (Pasal 1 angka 26)24

24

Lihat rumusan Pasal 1 angka 26 Undang – Undang Ketenagakerjaan.


(47)

anak, dimana dalam Pasal 68 disebutkan bahwa pengusaha dilarang mempekerjakan anak. Sedangkan menurut Pasal 69 adalah sebagai berikut :

(1) Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 68 dapat dikecualikan bagi anak yang berumur antara 13 ( tiga belas ) tahun sampai dengan 15 ( lima belas ) tahun anak untuk melakukan pekerjaan ringan sepanjang tidak mengganggu perkembangan dan kesehatan fisik, mental dan sosial.

(2) Pengusaha yang mempekerjakan anak pada pekerjaan ringan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) harus memenuhi persyaratan :

a. Izin tertulis dari orang tua atau wali

b. Perjanjian kerja antara pengusaha dengan orang tua atau wali c. Waktu kerja maksimum 3 (tiga) jam

d. Dilakukan pada siang hari dan tidak mengganggu waktu sekolah e. Keselamatan dan kesehatan kerja

f. Adanya hubungan kerja yang jelas

g. Menerima upah sesuai dengan ketentuan yang berlaku

(3) Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) huruf a, b, f dan g dikecualikan bagi anak yang bekerja pada usaha keluarganya.

Pasal 71 ayat (2) menyebutkan bahwa anak dapat melakukan pekerjaan untuk bakat dan minatnya. Lebih lanjut disebutkan dalam ayat (2) nya bahwa pengusaha yang mempekerjakan anak sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) wajib memenuhi syarat :25

a. Dibawah pengawasan langsung dari orang tua atau wali b. Waktu kerja paling lama (3) jam sehari

c. Kondisi dan lingkungan kerja tidak mengganggu perkembangan fisik,mental, sosial dan waktu sekolah.

Selanjutnya pasal 72 mengatur bahwa bahwa dalam hal anak dipekerjakan bersama – sama dengan pekerja/buruh dewasa, maka tempat kerja anak harus dipisahkan dari tempat kerja pekerja/buruh dewasa.

Pasal 74 menyebutkan tentang pelarangan terhadap siapapun yang mempekerjakan dan melibatkan anak pada pekerjaan – pekerjaan terburuk.

Adapun yang dimaksud dengan pekerjaan – pekerjaan terburuk itu antara lain :

25


(48)

(a) Segala pekerjaan dalam bentuk perbudakan atau sejenisnya.

(b) Segala pekerjaan yang memanfaatkan, menyediakan atau menawarkan anak untuk pelacuran, produksi pornografi, pertunjukan porno atau perjudian.

(c) Segala pekerjaan yang memanfaatkan, menyediakan atau melibatkan anak untuk produksi dan perdagangan minuman keras, narkotika, psikotropika dan zat adiktif lainnya dan atau ;

(d) Semua pekerjaan yang membahayakan kesehatan, keselamatan atau moral anak.

9. Hak dan Kewajiban Anak

a) Hak Anak

(1) Hak – Hak Anak Berdasarkan Declaration of the Child

Hak – hak anak lahir pada saat resolusi PBB 1386 (XIV), 20 November 1959 tertuang dalam Declaration of the Child (Deklarasi Hak – Hak Anak) yang berisi

(10) sepuluh hak anak sebagai berikut :26

Asas 1

Anak berhak menikmati semua hak – haknya sesuai ketentuan yang terkandung dalam Deklarasi ini. Setiap anak, tanpa pengecualian harus dijamin hak – haknya tanpa membedakan suku bangsa, warna kulit, jenis kelamin, bahasa, agama, pandangan politik atau pandangan lain, kebangsaan atau tingkatan sosial, kaya miskin, kelahiran atau status lain, baik yang ada pada dirinya maupun keluarganya.

26 Bisma Siregar, Abdul Hakim, Suwantji S, Arif Gosita, 1986,

Hukum dan Hak Anak, C.V Rajawali,


(49)

Asas 2

Anak berhak memperoleh perlindungan khusus dan harus memperoleh kesempatan yang dijamin oleh hukum dan sarana lain, agar menjadikannya mampu untuk mengembangkan diri secara fisik, kejiwaan, moral, spiritual dan kemasyarakatan dalam situasi yang sehat, normal sesuai kebebasan dan harkatnya. Penuangan tujuan itu kedalam hukum, kepentingan terbaik atas diri anak harus merupakan pertimbangan utama.

Asas 3

Anak sejak dilahirkan berhak akan nama dan kebangsaan.

Asas 4

Anak berhak dan harus dijamin secara kemasyarakatan untuk tumbuh kembang secara sehat. Untuk ini baik sebelum maupun setelah kelahirannya harus ada perawatan dan perlindungan khusus bagi anak dan ibunya. Anak berhak mendapat gizi yang cukup, perumahan, rekreasi dan pelayanan kesehatan.

Asas 5

Anak yang cacat fisik, mental dan lemah kedudukan sosialnya akibat suatu keadaan tertentu harus memperoleh pendidikan, perawatan dan perlakuan khusus.

Asas 6

Agar kepribadian anak tumbuh secara maksimal dan harmonis, ia memerlukan kasih sayang dan pengertian. Sedapat mungkin ia harus dibesarkan dibawah asuhan dan tanggungjawab orangtuanya sendiri, dan bagaimanapun harus diusahakan agar tetap berada dalam suasana yang penuh kasih sayang, sehat jasmani dan rohani. Anak dibawah usia lima tahun tidak dibenarkan terpisah dari ibunya. Masyarakat dan pemerintah yang berwenang berkewajiban memberikan perawatan khusus kepada anak yang tidak mampu. Diharapkan agar pemerintah atau pihak lain memberikan bantuan pembiayaan bagi anak – anak yang berasal dari keluarga besar.


(50)

Asas 7

Anak berhak mendapat pendidikan wajib secara cuma – cuma sekurang – kurangnya di tingkat sekolah dasar. Mereka harus mendapat perlindungan yang dapat meningkatkan pengetahuan umumnya, dan yang memungkinkannya, atas dasar kesempatan yang sama untuk mengembangkan kemampuannya, pendapat pribadinya, dan perasaan tanggungjawab moral dan sosialnya, sehingga mereka dapat menjadi anggota masyarakat yang berguna.

Kepentingan anak haruslah dijadikan dasar pedoman oleh mereka yang bertanggung jawab terhadap pendidikan dan bimbingan anak yang bersangkutan : pertama – tama tanggung jawab tersebut terletak pada orangtua mereka.

Anak harus mempunyai kesempatan yang leluasa untuk bermain dan berekreasi yang diarahkan untuk tujuan pendidikan, masyarakat dan perintah yang berwenang harus berusaha meningkatkan pelaksanaan hak ini.

Asas 8

Dalam keadaan apapun anak harus didahulukan dalam menerima perlindungan dan pertolongan.

Asas 9

Anak harus dilindungi dari segala bentuk kealpaan, kekerasan, penghisapan. Ia tidak boleh dijadikan subjek perdagangan. Anak tidak boleh bekerja sebelum usia tertentu, ia tidak boleh dilibatkan dalam pekerjaan yang dapat merugikan kesehatan atau pendidikannya, maupun yang dapat mempengaruhi perkembangan tubuh, jiwa atau akhlaknya.

Asas 10

Anak harus dilindungi dari perbuatan yang mengarah ke dalam bentuk diskriminasi sosial, agama maupun bentuk – bentuk diskriminasi lainnya.Mereka harus dibesarkan di dalam semangat penuh pengertian, toleransi dan persahabatan antar bangsa perdamaian serta persaudaraan semesta dengan penuh kesadaran bahwa tenaga dan bakatnya harus diabdikan kepada sesama manusia.


(51)

(2) Hak Anak berdasarkan UU Nomor 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.

Sejak ditetapkannya Undang – Undang Nomor 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, perlindungan anak Indonesia telah memiliki landasan hukum yang lebih kokoh. Hak anak relatif lebih lengkap dan cukup banyak dicantumkan dalm Undang – Undang Perlindungan Anak sebagaimana akan diuraikan pasal per pasal yakni :

Pasal 4

Setiap anak berhak untuk dapat hidup, tumbuh, berkembang dan berpatisipasi secara wajar sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan, serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi.

Pasal 5

Setiap anak berhak atas suatu nama sebagai identitas diri dan status kewarganegaraan.

Pasal 6

Setiap anak berhak untuk beribadah menurut agamanya, berpikir dan berekspresikan sesuai dengan tingkat kecerdasan dan usianya, dalam bimbingan orangtua.

Pasal 7

(1) Setiap anak berhak untuk mengetahui orangtuanya, dibesarkan dan diasuh oleh orangtuanya sendiri.


(52)

(2) Dalam hal karena suatu sebab orangtuanya tidak dapat menjamin tumbuh kembang anak, atau anak dalam keadaan terlantar, maka anak tersebut berhak diasuh atau diangkat sebagai anak asuh atau anak angkat oleh orang lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang – undangan yang berlaku.

Pasal 8

Setiap anak berhak memperoleh pelayanan kesehatan dan jaminan sosial sesuai dengan kebutuhan fisik, mental, spiritual dan sosial.

Pasal 9

(1) Setiap anak berhak memperoleh pendidikan dan pelajaran dalam rangka pengembangan pribadinya dan tingkat kecerdasannya sesuai dengan minat dan bakatnya.

(2) Selain hak anak sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), khusus bagi anak yang menyandang cacat juga berhak memperoleh pendidikan luar biasa, sedangkan bagi anak yang memiliki keunggulan juga berhak mendapatkan pendidikan khusus.

Pasal 10

Setiap anak berhak menyatakan dan didengar pendapatnya, menerima, mencari dan memberikan informasi sesuai dengan tingkat kecerdasan dan usianya demi pengembangan dirinya sesuai dengan nilai – nilai kesusilaan dan kepatutan.

Pasal 11

Setiap anak berhak untuk beristirahat dan memanfaatkan waktu luang, bergaul dengan anak yang sebaya, bermain, berekreasi sesuai dengan minat, bakat dan tingkat kecerdasannya demi perkembangan diri.


(53)

Pasal 12

Setiap anak yang menyandang cacat berhak memperoleh rehabilitasi, bantuan sosial dan pemeliharaan taraf kesejahteraan sosial.

Pasal 13

(1) Setiap anak selama dalam pengasuhan orangtua, wali, atau pihak lain manapun yang bertanggungjawab atas pengasuhan, berhak mendapat perlindungan dari perlakuan :

a. Diskriminasi;

b. Eksploitasi, baik ekonomi maupun seksual; c. Penelantaran;

d. Kekejaman, kekerasan dan penganiayaan; e. Ketidakadilan; dan

f. Perlakuan salah lainnya.

(2) Dalam hal orangtua, wali atau pengasuh anak melakukan segala bentuk perlakuan sebagaimana dimaksuda dalam ayat (1), maka pelaku dikenakan pemberatan hukuman.

Pasal 14

Setiap anak berhak untuk diasuh oleh orangtuanya sendiri, kecuali jika ada alasan dan/atau aturan hukum yang sah menunjukkan bahwa pemisahan itu adalah demi kepentingan terbaik bagi anak dan merupakan pertimbangan terakhir.

Pasal 15

Setiap anak berhak memperoleh perlindungan dari : a. Penyalahgunaan dalam kegiatan politik; b. Pelibatan dalam sengketa bersenjata; c. Pelibatan dalam kerusuhan sosial;

d. Pelibatan dalam peristiwa yang mengandung unsur kekerasan; dan e. Pelibatan dalam peperangan.

Pasal 16


(54)

penyiksaan atau penjatuhan hukuman yang tidak manusiawi. (2) Setiap anak berhak untuk memperoleh kekebasan sesuai hukum.

(3) Penangkapan, penahanan, atau tindak pidana penjara anak hanya dilakukan apabila sesuai dengan hukum yang berlaku dan hanya dapat dilakukan sebagai upaya terakhir.

Pasal 17

(1) Setiap anak yang dirampas kebebasannya berhak untuk :

a. Mendapat perlakuan secara manusiawi dan penempatannya dipisahkan dari orang dewasa;

b. Memperoleh bantuan hukum atau bantuan lainnya secara efektif dalam setiap tahapan upaya hukum yang berlaku; dan

c. Membela diri dan memperoleh keadilan di depan pengadilan anak yang obyektif dan tidak memihak dalam sidang tertutup untuk umum. (2) Setiap anak yang menjadi korban atau pelaku kekerasan seksual atau yang

berhadapan dengan hukum berhak dirahasiakan.

Pasal 18

Setiap anak yang menjadi korban atau pelaku tindak pidana berhak mendapatkan bantuan hukum dan bantuan lainnya.

(2) Kewajiban Anak

Pasal 19 Undang - Undang Nomor 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anakmenentukan :27

Setiap anak berkewajiban untuk :

a. Menghormati orangtua, wali dan guru;

b. Mencintai keluarga, masyarakat dan menyanyangi teman; c. Mencintai tanah air, bangsa dan Negara;

d. Menunaikan ibadah sesuai dengan ajaran agamanya; dan e. Melaksanakan etika dan akhlak yang mulia.

27


(55)

10.Prinsip – Prinsip Dasar Perlindungan Anak

Anak memang merupakan manusia paling lemah. Pada umumnya anak sangat bergantung kepada orang dewasa, sangat rentan terhadap tindak kekerasan yang dilakukan orang dewasa, dan secara psikologis masih labil. Karena itu, masyarakat dunia telah lama membuat komitmen untuk melindungi anak melalui

Convention on The Rights of The Child (Konvensi Hak-hak Anak/KHA) yang lahir pada 20 November 1989. KHA telah diratifikasi Indonesia melalui Keputusan Presiden Nomor 36 tahun 1990. Dengan demikian, negara kita telah terikat untuk memenuhi dan mengimplementasikan hak-hak anak yang tercantum dalam KHA.

Memberikan perlindungan terhadap anak merupakan kewajiban orangtua. Selain masih lemah anak-anak rentan terhadap pengaruh dari lingkungan yang dapat membentuk kepribadianya. Faktor lingkungan dapat menjadi faktor terpenting dalam pembentukan kepribadian anak.

Perlindungan anak adalah suatu usaha yang mengadakan situasi dan kondisi yang memungkinkan pelaksanaan hak dan kewajiban anak secara manusiawi positif. Ini berarti dilindunginya anak untuk memperoleh dan mempertahankan haknya untuk hidup, mempunyai kelangsungan hidup, bertumbuh kembang dan perlindungan dalam pelaksanaan hak dan kewajibannya sendiri atau bersama para pelindungnya. Perlindungan terhadap anak bukanlah hal yang baru, sebenarnya perlindungan tersebut telah menjadi bagian dari anak. Sejak lahir manusia telah memiliki hak hakiki yaitu hak asazi. Dengan hak asazi tersebut manusia dapat mendapatkan perlindungan serta menentukan hidupnya sendiri.


(56)

Hak anak adalah hak asasi manusia, sebagaimana secara tegas tercantum dalam Konstitusi Indoneisa dan lebih rinci di atur dalam UU HAM dan UU Perlindungan Anak. Oleh karena itu, negara wajib menjamin perlindungan terhadap seluruh hak anak. Perlindungan itu berlaku untuk setiap anak Indonesia tanpa diskriminasi. Nondiskriminasi merupakan salah satu prinsip dasar KHA. Seluruh prinsip dasar yang tercantum dalam KHA telah diadopsi ke dalam UU Perlindungan Anak. Di Indonesia selain telah mengatur tentang Hak azasi manusia, juga mengatur tentang perlindungan terhadap anak-anak. Hal tersebut di tuangkan dalam Undang-undang No 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak. Didalam undang-undang tersebut diatur mengenai perlindungan-perlindungan terhadap anak apabila mengalami kekerasan ataupun hal-hal yang membahayakan jiwa serta masa depanya. Berikut ini merupakan hak anak untuk dilindungi :

a) Anak berhak mendapatkan perlindungan dari keadaan darurat atau keadaan yang membahayakan bagi anak tersebut.

b) Apabila anak mendapatkan perlakuan sewenang-wenang dari hukum maka ia berhak untuk mendapatkan perlindungan.

c) Anak juga berhak mendapatkan perlindungan apabila ia di exploitasi. d) Perlindungan terhadap tindak kekerasan dan penelantaran.

e) Perlakuan diskriminatif terhadap anak juga termasuk dalam perlindungan anak.


(57)

Prinsip – prinsip dasar perlindungan hak – hak anak tersebut termuat dalam pasal 2 UU Nomor 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak yang meliputi 4 (empat) prinsip yakni :28

a) Prinsip Non Diskriminasi

Setiap manusia tanpa kecuali anak, mempunyai perbedaan satu dengan yang lain. Namun bukan berarti diperbolehkan melakukan pembedaan perlakuan berdasarkan suku, agama, golongan, pendapat, latar belakang orangtua maupun hal lainnya.

b) Prinsip Kepentingan Terbaik Bagi Anak

Semua tindakan yang menyangkut anak yang dilakukan oleh pemerintah, masyarakat, badan legislatif dan badan yudikatif harus benar – benar terbaik untuk anak.

c) Prinsip Hak Hidup, Kelangsungan Hidup dan Perkembangan Anak

Kelangsungan hidup dan perkembangan anak adalah sebuah konsep hidup anak yang sangat besar dan harus dipandang secara menyeluruh demi anak itu sendiri tanpa memandang kepentingan atau bakat yang dimiliki oleh anak itu sendiri.

d) Prinsip Menghargai Pandangan Anak

Prinsip keempat ini merupakan prinsip dasar sekaligus landasan terkokoh bagi interpretasi serta pelaksanaan keseluruhan ini konvensi. Artinya setiap pandangan anak perlu diperhatikan dalam setiap pengambilan keputusan yang akan mempengaruhi kehidupan dan perkembangan anak.

28


(58)

Terhadap prinsip ini Komite Hak Anak PBB merekomendasikan agar Indonesia mengembangkan kampanye nasional untuk meningkatkan kesadaran publik atas hak partisipasif anak, khususnya ditingkat lokal dan dimasyarakat tradisional serta mendorong penghormatan atas pandangan anak dilingkungan keluarga, sekolah dan dalam system perawatan, administratif serta peradilan.

11.Kekerasan Terhadap Anak Dalam Rumah Tangga

Keluarga adalah tempat pertama kali anak belajar mengenal aturan yang berlaku di lingkungan keluarga dan masyarakat. Sudah barang tentu dalam proses belajar ini, anak cenderung melakukan kesalahan. Bertolak dari kesalahan yang dilakukan, anak akan lebih mengetahui tindakan-tindakan yang bermanfaat dan tidak bermanfaat, patut atau tidak patut. Namun orang tua menyikapi proses belajar anak yang salah ini dengan kekerasan. Bagi orangtua, tindakan anak yang melanggar perlu dikontrol dan dihukum.

Banyak orangtua menganggap kekerasan pada anak adalah hal yang wajar. Mereka beranggapan kekerasan adalah bagian dari mendisiplinkan anak. Mereka lupa bahwa orangtua adalah orang yang paling bertanggungjawab dalam mengupayakan kesejahteraan, perlindungan, peningkatan kelangsungan hidup, dan mengoptimalkan tumbuh kembang anaknya.

Menurut Sutanto, kekerasan anak adalah perlakuan orang dewasa/anak yang lebih tua dengan menggunakan kekuasaan/otoritasnya terhadap anak yang tak berdaya yang seharusnya menjadi tanggung jawab/pengasuhnya, yang berakibat


(59)

penderitaan, kesengsaraan, cacat atau kematian. Kekerasan yang sering dialami anak dalam keluarga lebih bersifat sebagai bentuk penganiayaan fisik dengan terdapatnya tanda atau luka pada tubuh sang anak.

Dalam Kamus Bahasa Indonesia mengatakan bahwa penganiayaan adalah perlakuan sewenang-wenang seperti penyiksaan, penindasan, pemukulan, dalam lain sebagainya.

Penganiayaan anak sebagai setiap tindakan atau serangkaian tindakan wali atau kelalaian oleh orang tua atau pengasuh lainnya yang dihasilkan dapat membahayakan, atau berpotensi bahaya, atau memberikan ancaman yang berbahaya kepada anak dan sebagian besar terjadi kekerasan terhadap anak di rumah anak itu sendiri. Penganiayaan anak oleh ayah atau ibu nya adalah perlakuan salah orangtua pada anak, perlakuan salah pada anak adalah segala bentuk penganiayaan fisik maupun psikis dengan menggunakan kekuatan, kekuasaan, dan posisinya untuk menyakiti, mengancam dan mengakibatkan luka, kerugian, perasaan tidak nyaman serta penderitaan yang mengancam kesejahteraan dan tumbuh kembang anak, baik secara fisik, psikologi sosial, maupun mental.

Perbuatan penganiayaan merupakan salah satu bentuk kekerasan yang digolongkan kedalam kekerasan fisik. Pada pembahasan sebelumnya telah dikatakan bahwa penganiayaan di artikan :


(60)

b) Menimbulkan rasa sakit atau terdapat luka.

Dalam Pasal 5 Undang – Undang Nomor 23 tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga disebutkan :

Setiap orang dilarang melakukan kekerasan dalam rumah tangga terhadap orang dalam Iingkup rumah tangganya, dengan cara:

a. Kekerasan fisik; b. Kekerasan psikis; c. Kekerasan seksual; atau d. Penelantaran rumah tangga

Pasal 6

Kekerasan fisik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf a adalah perbuatan yang mengakibatkan rasa sakit, jatuh sakit, atau luka berat.

Kekerasan sendiri sering disebut abuse yang berarti penganiayaan, penyiksaan dan perlakuan salah. Barker mendefenisikan abuse (kekerasan) adalah perilaku tidak layak yang mengakibatkan kerugian atau bahaya secara fisik, psikologis atau finansial, baik yang dialami individu maupun kelompok. Sedangkan child abuse yang diterjemahkan sebagai kekerasan terhadap anak menurut R. J. Gelles, adalah perbuatan disengaja yang menimbulkan kerugian atau bahaya terhadap anak – anak secara fisik maupun emosional. Istilah child abuse meliputi berbagai macam bentuk tingkah laku dari tindakan ancaman fisik secara langsung oleh orangtua atau orang dewasa lainnya sampai kepada penelantaran kebutuhan – kebutuhan dasar anak. Jika kekerasan terhadap anak didalam rumah tangga dilakukan oleh orang tua, maka hal tersebut dapat disebut kekerasan dalam rumah tangga.


(61)

Tindak kekerasan rumah tangga yang termasuk di dalam tindakan kekerasan rumah tangga adalah setiap perilaku yang dapat menyebabkan keadaan perasaan (mental) atau tubuh (fisik) menjadi tidak nyaman. Perasaan tidak nyaman ini bisa berupa; kekhawatiran, ketakutan, kesedihan, ketersinggungan, kejengkelan atau kemarahan. Keadaan fisik tidak nyaman bisaberupa : lecet, luka, memar, patah tulang dan sebagainya.

Kekerasan terhadap anak (child abuse) diklasifikasikan menjadi empat bentuk yaitu :

a) Kekerasan Fisik (Phisykal Abuse), adalah penyiksaan, pemukulan dan penganiayaan terhadap anak, dengan atau tanpa menggunakan benda – benda tertentu, yang menimbulkan luka – luka fisik atau kematian pada anak. Bentuk – bentuk penganiayaannya dapat berupa : dicecoki, dijewer, dicubit, dijambak, dijitak, digigit, dicekik, direndam, disiram, diikat, didorong, dilempar, diseret, ditempeleng, dipukul, disabet, digebuk, ditendang, diinjak, dibanting, dibentur, disilet, ditusuk, dibacok, dibusur/dipanah, disundut, disetrika, diestrum, ditembak, dan lain – lain. b) Kekerasan Emosional atau Psikis (Emotional Abuse), adalah perbuatan

yang mengakibatkan ketakutan, hilangnya rasa percaya diri, hilanngnya kemampuan untuk bertindak, rasa tidak berdaya. Bentuk – bentuk kekerasan ini berupa : tidak memperdulikan anak, mendiskriminasikan, meneror, mengancam atau secara terang – terangan menolak anak tersebut. c) Kekerasan Seksual (Sexual Abuse), adalah perlakuan pra-kontak seksual


(62)

visual, maupun perlakuan kontak seksual secara langsung antara anak dengan orang dewasa seperti incest, perkosaan, eksploitasi seksual.

d) Kekerasan Anak secara Sosial (Social Abuse), mencakup penelantaran anak dan eksploitasi anak. Penelantaran anak adalah sikap dan perlakuan orangtua yang tidak memberikan perhatian yang layak terhadap proses tumbuh kembang anak.

Dengan tidak bermaksud mengesampingkan bentuk – bentuk kekerasan anak lainnya, berdasarkan ruang lingkup permasalahan dalam skripsi ini penulis perlu membatasi pembahasannya pada kekerasan fisik yang berupa penganiayaan terhadap anak dalam keluarga.


(63)

G. SISTEMATIKA PENULISAN

Skripsi ini terdiri dari 5 BAB, yaitu : BAB I

Bab ini terdiri dari latar belakang permasalahan, perumusan masalah, tujuan penelitan, manfaat penelitian, keaslian penelitian, tinjauan kepustakaan, metode penelitian, serta sistematika penelitian.

BAB II

Bab ini berisi tentang sebab – sebab terjadinya kejahatan ditinjau dari mazhab – mazhab kriminologi dan faktor – faktor terjadinya tindak pidana penganiayaan anak oleh orangtua sendiri dalam keluarga serta dampak dari kekerasan fisik yang dialami anak.

BAB III

Bab ini berisi tentang kebijakan hukum pidana dalam menangani kasus penganiayaan anak dalam keluarga oleh orangtuanya sendiri.

BAB IV

Bab ini berisi Kasus Putusan Pengadilan Negeri Tulungagung Nomor : 179/ Pid.Sus/2012/PN.Ta yang terdiri dari kronologis kasus dan putusan hakim, analisis penulis terhadap putusan Pengadilan Negeri Tulungagung Nomor : 179/Pid.Sus/2012/PN.Ta. Serta upaya penanggulangan tindak pidana penganiayaan anak dalam keluarga berdasarkan tinjauan kriminologi.

BAB V


(64)

dan saran yang diharapkan dapat menjadi bahan masukkan dalam hal perlindungan hukum terhadap anak korban penganiayaan atau kekerasan fisik lainnya dalam rumah tangga.


(1)

351, 352, 353, 354, 90 KUHP dengan mempertimbangkan unsur kodrati seorang anak. Serta melakukan pembaharuan terhadap pasal – pasal kekerasan pada undang – undang Nomor 23 tahun 2004 tentang PKDRT dan merumuskan kebijakan penghapusan kekerasan dalam rumah tangga khususnya anak sebagai korban kekerasan oleh orangtuanya sendiri.

3. Hendaknya dilakukan penyuluhan – penyuluhan kepada masyrakat yang masih kuat menganut praktik – praktik budaya yang merugikan anak dan meningkatkan pemahaman serta kesadaran masyarakat akan bentuk – bentuk kekerasan terhadap anak.

4. Hendaknya dalam menangani kasus – kasus kekerasan terhadap anak jajaran penegak hukum memiliki kesiapan dalam mengupayakan perlindungan dan pelayanan kepada anak sebagai korban pelakuan salah.


(2)

DAFTAR PUSTAKA

Buku

Arrasyid, Chainur. 1988. Pengantar Psikologi Kriminal. Medan : Yani Corporation

Bonger, W. 1981.Pengantar Tentang Psikologi Kriminal.Jakarta : Ghalia Indonesia.

Bonger, W. 1982.Pengantar Tentang Kriminologi. Jakarta : Ghalia Indonesia.

Chazami, Adami. 2000. Kejahatan Terhadap Tubuh dan Nyawa.Jakarta : Raja

Grafindo Persada.

Dirdjosisworo, Soedjono. 1985. Bunga Rampai Kriminologi Kumpulan Karangan

dan Hasil Penelitian. Bandung : ARMICO

Dirdjosisworo, Soedjono., Simanjuntak, B. 1986. Doktrin – Doktrin Kriminologi. Bandung : ALUMNI

Gosita, Arif. 1989. Masalah Perlindungan Anak. Jakarta : Akademi Pressindo.

Gultom, Maidin. 2012. Perlindungan Hukum Terhadap Anak dan Perempuan. Medan : Rafika Aditama


(3)

Kansil,C., Palandeng, Engelien., Musa. 2009. Tindak Pidana Dalam Undang –

Undang Nasional.Jakarta : Jala Permata Aksara.

Meliala, Syamsudin, A., Sumaryono, E. 1985. Kejahatan Anak Suatu Tinjauan dari Psikologi dan Hukum. Yogyakarta : Liberty.

Nawawi, Barda. 2011. Bunga Rampai Hukum Pidana. Semarang : Kencana Prenada Media Group.

Nugroho, Fentini. 2002. Studi Eksploratif Mengenai Tindakan Kekerasan Terhadap Anak dalam Keluarga. Dalam Jurnal Sosiologi “Masyarakat”. Jakarta : Gramedia Pustaka Utama.

Ridwan & Adiwarman. 1994. Azas – Azas Kriminologi. Medan : USU PRESS

Rusmil, Kusnandi. 2004. Penganiayaan dan Kekerasan Terhadap Anak. Bandung : Makalah “Penanganan Korban Kekerasan Pada Wanita dan Anak”

Sahetapy, J. E., Reksodipuro, Marjono. 1982. Parados Dalam Kriminologi. Jakarta : Rajawali

Santoso, Topo., Eva, Zulfa. 2001. Kriminologi. Jakarta : Raja Grasindo Persada

Setyowati, Irma. 1990. Aspek Hukum Perlindungan Anak. Jakarta : Bumi Aksara

Simanjuntak, B. 1981. Beberapa Aspek Patologi Sosial. Bandung : ALUMNI

Simanjuntak, Noach. 1984. Kriminologi. Bandung : Tarsito


(4)

Anak.Jakrta : C.V. Rajawali

Soesilo, R. 1994. Kitab Undang – Undang Hukum Pidana (KUHP), Serta Komentar – Komentarnya Lengkap Pasal Demi Pasal. Bogor : Politeia Soetarso.1996. Praktek Pekerjaan Sosial.Bandung : Sekolah Tinggi Kesejahteraan

Sosial.

Sofian, Ahmad. 2012. Perlindungan Anak di Indonesia Dilema dan Solusinya. Medan : PT. Soft Media

Sudarto. 1981. Kapita Selekta Hukum Pidana. Bandung : ALUMNI

Sudarto. 1981. Hukum dan Hukum Pidana. Bandung : Sinar Baru.

Skripsi

Taufiq Mustakim. 2009. Pembunuhan Yang Dilakukan Oleh Orang Tua Terhadap Anak Ditinjau dari Psikologi Kriminal. Laporan Tugas Akhir. USU Repository Medan.

Nasrawati. 2013. Upaya Penanggulangan Kejahatan Kekerasan Dalam Rumah Tangga Oleh Penegak Hukum Militer. Laporan Tugas Akhir. Universitas Hasanuddin Makassar.

Perundang – undangan

Declaration of the Rights of the Child (Deklarasi Hak – Hak Anak) Perserikatan


(5)

UNDANG – UNDANG DASAR 1945

Kitab Undang – Undang Hukum Pidana.

Kitab Undang – Undang Hukum Perdata.

Undang – Undang Nomor 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.

Undang – Undang Nomor 23 tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam

Rumah Tangga.

Undang – Undang Nomor 4 tahun 1979 tentang Kesejahteraan Anak.

Undang – Undang Nomor 1 tahun 1974tentang Perkawinan.

Undang – Undang Nomor 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.

Undang – Undang Nomor 48 tahun 2009 tentang Pokok Kekuasaan Kehakiman

Website


(6)

Gelles, Richard, J. 2004. Child Abuse. Dalam Encyclopedia Article from Encarta.


Dokumen yang terkait

Tinjauan Yuridi Tindak Pidana Kekerasan Terhadap Anak Yang Menyebabkan Kematian (Studi Kasus Putusan Pengadilan Negeri Simalungun No.791/Pid.B/2011/PN.SIM)

5 130 108

Analisis Hukum Pidana Dan Kriminologi Terhadap Tindak Pidana Pembunuhan Yang Dilakukan Orangtua Terhadap Anak Kandungnya

10 164 160

Analisis Kriminologi Dan Hukum Pidana Terhadap Tindak Pidana Penggelapan Mobil Rental (Analisis 4 Putusan Hakim Pengadilan Negeri)

13 165 94

Tinjauan Kriminologi Dan Hukum Pidana Tentang Tindak Pidana Penganiayaan Yang Dilakukan Terhadap Anak Kandungnya (Studi Putusan Pengadilan Negeri Tulungagung Nomor : 179/Pid.Sus/2012/PN.Ta)

5 134 138

Pertimbangan Hakim Terhadap Tindak Pidana Korupsi Yang Dilakukan Oleh Pejabat Negara (Studi Putusan Nomor : 01/Pid.Sus.K/2011/PN.Mdn)

2 43 164

Persepektif Hukum Pidana Islam Terhadap Putusan Pengadilan Tentang Tindak Pidana Kekerasan Atau Penganiayaan Yang Mengakibatkan Cacat Permanen

0 8 89

Analisis Hukum Mengenai Tindak Pidana Pencurian Dengan Pemberatan Yang Dilakukan Oleh Anak Sebagai Pelaku Kejahatan Dalam Perspektif Kriminologi (Studi Kasus Putusan No.21/Pid.Sus-Anak/2014/PN.MDN)

0 3 9

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang - Analisis Hukum Pidana Dan Kriminologi Terhadap Tindak Pidana Pembunuhan Yang Dilakukan Orangtua Terhadap Anak Kandungnya

1 2 31

Analisis Putusan Pengadilan Terkait Penerapan Pidana Bersyarat Terhadap Anak Sebagai Pelaku Tindak Pidana Pembunuhan (Studi Kasus Putusan Nomor 227/Pid.Sus/2013/Pn.Bi)

0 0 9

Tinjauan Kriminologi Terhadap Tindak Pidana Penganiayaan Yang Dilakukan Oleh Anak (Studi Kasus Di Pengadilan Negeri Medan)

0 11 90