Perubahan Kepemimpinan Tradisional Masyarakat Nias di Desa Tumori Kecamatan Gunungsitoli Barat Tahun 1965-1995

BAB II
GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN
2.1 Letak Geografis
Nias adalah salah satu pulau yang besar diantara 132 buah pulau lainnya yang
berada di kawasan kepulauan Nias. Panjang 120 km ( Tureloya-Teluk dalam ) lebar
40 km ( Sirombu-LuahaWoa ) dan luas 5.625 km2 = 562.500 Ha atau 7,82 % dari
luas propinsi Sumatera Utara.15 Nias terletak di pantai Barat kepualauan Nusantara,
berada pada 0.12’ hingga 1.32’ LU dan 97.3’ hingga 98 BT memanjang ke arah Barat
Laut-Tenggara dengan ketinggian diatas permukaan laut antara 0-800 m. Nias
berbatasan dengan :
Sebelah Utara : Pulau-pulau Banyak ( Propinsi DI Aceh )
Sebelah Selatan : Pulau-pulau Mentawai ( Propinsi Sumatera Barat )
Sebelah Timur : Pulau Musala ( Kabupaten Tapanuli Tengah )
Sebelah Barat : Lautan Hindia.16
Dengan letak geografis ini, menunjukkan bahwa Nias terletak di feri-feri
Sumatera. Keadaan ini menjadikan Nias terisolasi, tertutup, dalam berbagai hal dan
bertahan lama dalam keadaan tradisi, termasuk sifat, pola dan struktur kepemimpinan

15
16


Eduard Fries, Amuata Nono Niha, Jakarta: PT BPK Gunung Mulia , 1988, hlm 3.
Buku Statistik tahunan kabupaten Nias dalam angka 1993, Gunungsitoli : 1994, hlm 28.

Universitas Sumatera Utara

yang berlaku didalamnya. Hal ini menjadikan Nias lambat berkembang dan tidak
mudah mengikuti derap langkah kemajuan sebagaimana daerah-daerah lain di
Sumatera dan Jawa atau Indonesia bagian barat.
Di Nias kesulitan komunikasi antara kota dan desa, desa dengan desa lainnya
tidak lancar, hubungan antara Banua (kampung) yang satu dengan Banua lain.
Apalagi karena latar belakang adat budaya yang masing-masing berdiri sendiri. Salah
satu desa yang akan di bahas penulis disini adalah Desa Tumori. Untuk mencapai
desa ini memerlukan waktu 30 menit dari Gunungsitoli.
Desa Tumori terletak di wilayah kecamatan Gunungsitoli Barat kota
Gunungsitoli Provinsi Sumatera Utara yang berbatasan dengan :
1. Sebelah utara berbatasan dengan Desa Tumori Balohili Kecamatan
Gunungsitoli Barat Kota Gunungsitoli.
2. Sebelah timur berbatasan dengan Desa Dahana Tabaloho Kecamatan
Gunungsitoli Barat Kota Gunungsitoli.
3. Sebelah selatan berbatasan dengan Desa Orahili Kecamatan Gunungsitoli

Barat Kota Gunungsitoli.
4. Sebelah barat berbatasan dengan Desa Hilinakhe dan Desa Orahili Kecamatan
Gunungsitoli Barat Kota Gunungsitoli.

Universitas Sumatera Utara

Luas wilayah Desa Tumori adalah 400 Ha dimana 70 % daratan yang
bertopografi berbukit-bukit dan 30 % daratan yang dimanfaatkan sebagai lahan
pertanian dan perkebunan. Selain menanam padi, daerah ini juga menghasilkan
tanaman yang tidak tergantung pada air, seperti karet, kayu manis dan lain
sebagainya. Keadaan geografis seperti ini membuat masyarakat yang berada di desa
Tumori hanya mengandalkan pertanian penanaman padi menunggu hujan turun, yaitu
pada bulan September-Desember. Cara-cara seperti itu mereka warisi dari para
leluhur mereka yang sudah terpola selama beberapa generasi.
Iklim desa Tumori, sebagaimana desa-desa lain di wilayah Indonesia
mempunyai iklim kemarau dan penghujan. Curah hujan rata-rata per tahunnya
berkisar antara 1846 mm/liter dengan suhu udara maksimum 25֠֠C sampai dengan
suhu udara minimum 18֠C. Hal tersebut mempunyai pengaruh langsung terhadap
pola pertanian dan perkebunan yang ada di desa Tumori Kecamatan Gunungsitoli
Barat.

2.2 Kondisi Desa
2.1.1 Sejarah Desa
Desa Tumori adalah nama suatu wilayah di Kecamatan Gunungsitoli Barat.
Pada zaman Hindia Belanda, desa ini termasuk di wilayah sebuah Ori ( negeri ) yang
diberi nama Ori Laraga Ononamolo Tumori. Dipimpin oleh seorang kepala negeri
(Tuhenori) yang berkedudukan di Tumori. Akibat perkembangan manusia semakin

Universitas Sumatera Utara

bertambah banyak kepala Negeri ( Tuhenori ) bersama tokoh-tokoh dan pengetuapengetua yang ada di wilayah Ori Laraga Ononamolo Tumori membagi wilayah
menjadi beberapa kampung. Hal ini berdasarkan letak geografis dan keturunannya.
Salah satu pembagian wilayah tersebut diberi nama kampung ( Banua ) Tumori.
Nama kampung Tumori diambil dari nama sebatang pohon besar dan kokoh yang
tumbuh diatas perbukitan. Desa Tumori mayoritas dihuni oleh masyarakat bermarga
Zebua. Pada tahun 1932 di dirikan Sekolah Dasar ( SD ) Negeri No. 070984 Tumori.
Kemudian pada tahun 1981 di dirikan Kantor Kepala Desa Tumori oleh Pemerintah
dan Pada tahun 2009 di dirikan Kantor Kecamatan Gunungsitoli Barat di Desa
Tumori.
2.1.2 Penduduk
Penduduk di Desa Tumori tahun 1965 berjumlah sekitar 2.400 jiwa.

Diantaranya 1000 laki-laki dan 1400 perempuan, dengan luas wilayah sekitar 18,20
km².17 Mayoritas masyarakat di Desa Tumori ini tingkat pendidikannya adalah
tamatan SD ( sekolah dasar ). Hanya sebagian kecil masyarakat yang tingkat
pendidikannya sampai ke jenjang SMP ( sekolah menengah pertama ). Hal ini karena
mayoritas masyarakat di Desa Tumori pada masa itu tidak terlalu mementingkan
pendidikan.

17

S. Mendrofa Fondrako Ono Niha, Jakarta: PT. BPK Gunung Mulia, 1998, hlm 38.

Universitas Sumatera Utara

Sebaliknya, anak-anak mereka disuruh untuk bekerja di sawah dan di ladang.
Mereka menganggap bahwa pekerjaan di sawah dan di ladang lebih penting dan lebih
utama dibandingkan bersekolah. Semboyan banyak anak banyak rejeki sangat
berpengaruh di Desa Tumori. Artinya semakin banyak anak yang mereka punya,
maka semakin meringankan pekerjaan orang tuanya. Menyekolahkan anak-anak
bukan menjadi prioritas utama bagi para orang tua di Desa Tumori pada masa itu.
Kondisi ini sangat berbeda dengan sekarang, dimana pendidikan merupakan faktor

yang sangat penting dalam kehidupan masyarakat.
2.1.3 Religi
Sejak tahun 1865 berita injil telah tiba di Nias yang di bawa oleh E.L.
Deninger, Missionaris Mission Gesselchaft ( RMG ). Seiiring dengan perkembangan
waktu dan usaha para missionaris dalam menyebarkan agama, maka pada tahun 1930
masyarakat Nias di Desa Tumori menerima agama kristen protestan. Mayoritas
masyarakat di Desa Tumori beragama Kristen protestan. Masyarakat telah menerima
pengaruh yang datang dari luar yang salah satunya dengan masuknya agama di Pulau
Nias. Meskipun itu membutuhkan proses dan waktu yang cukup lama, ke dalam
masyarakat Nias yang masih menutup diri dengan pengaruh dari luar yang masuk ke
dalam bagian masyarakat. Hal ini juga sejalan dengan kepercayaan masyarakat Nias
yaitu animisme dan dinamisme.

Universitas Sumatera Utara

Hal ini sangat berkembang setelah adanya “Fangesa Dodo Sebua” ( perobatan
massal yang di bawa oleh para missionaris jerman) di Nias. Peristiwa Fangesa Dodo
sebua ini merupakan keajaiban besar di Nias. Masyarakat memberi kesadaran akan
perbuatan mereka yang jahat.18 Mereka semua menyesali dosanya sehingga mereka
menangis. Membuang kepercayaan kepada nenek moyang (patung), jimat, ilmu sihir

atau pertahanan batin (Elemu). Tidak mencuri, tidak menipu, dan lain-lain. Pada
waktu itu orang takut berbuat jahat karena takut kepada Roh Kudus, bukan lagi
kepada Fondrako (keputusan nenek moyang).
2.1.4 Mata Pencaharian
Mata pencaharian penduduk di Desa Tumori Kecamatan Gunungsitoli Barat
pada umumnya bertani dan berkebun. Mereka menanam padi di musim penghujan.
Sebagian mengolah tanah pertanian miliknya sendiri dan sebagian penduduk
mengusahakan tanah milik orang lain dengan sistem bagi hasil. Setiap bulan
September-Desember petani turun ke sawah dan mengolah sawahnya.
Jika cuaca baik dengan curah hujan cukup, maka para petani lebih mudah
dalam mengolah sawahnya. Pengerjaan sawah dari mulai mengolah tanah sampai
dengan menanam memakan waktu 2-3 bulan, sedangkan waktu untuk mendapatkan
hasil panen 5-6 bulan.

18

Tuhoni Telaumbanua Salib dan Adu, Jakarta: PT. BPK Gunung Mulia, 2015, hlm 47.

Universitas Sumatera Utara


Masyarakat Tumori, jika selesai panen padi di sawah melanjutkan
pekerjaannya dengan menanam tanaman muda atau palawija, seperti cabai, kacang
tanah, kacang panjang, kacang mereah, kacang kedelai, jagung dan lain sebagainya.
Masa penanaman palawija dilakukan oleh masyarakat di Desa Tumori biasanya pada
awal musim kemarau, sehingga petani harus bekerja keras mencari air guna menanam
tanaman ini. Cara penyiramannya juga sangat sederhana seperti menggunakan alat
ember dan gayung. Tanaman palawija yang mereka tanam dan telah menghasilkan,
mereka kembali lagi menanam palawija yang disesuaikan dengan masa tanaman padi
berikutnya. Hasil yang diperoleh masyarakat di Desa Tumori sebahagian dikonsumsi
sendiri dan sebahagian lagi dijual untuk keperluan lainnya yang antara lain
menyekolahkan anak-anaknya dan bersosialisasi dengan keluarga dan kerabat.
Selain bertani, masyarakat di Desa Tumori juga mempunyai keahlian lain,
seperti membuat kerajianan tangan seperti guci, atap rumah dari daun kelapa yang
dikeringkan, asbak rokok, kerajinan tangan dari manik-manik berupa dompet, tempat
sirih dan tikar dari rotan. Masyarakat di Desa Tumori juga mengusahakan peternakan,
seperti ayam, bebek dan babi. Disamping hasil-hasil tanaman dan peternakan yang
ada di Desa Tumori, daerah ini juga kaya dan memiliki potensi budaya, alam dan adat
istiadat yang melengkapi kehidupan masyarakatnya yang berkehidupan di daerah
Tumori ini.


Universitas Sumatera Utara

2.1.5 Adat Istiadat
Ketika dihapuskannya Tuhenori oleh pemerintah RI dan nama Salawa
digantikan menjadi Satua Mbanua, Desa Tumori kini dipimpin oleh seorang kepala
desa. Walaupun telah mengalami perubahan, masyarakat di Desa Tumori masih
memegang dan menjaga baik hubungan kekeluargaan dan rasa gotong-royong baik
kepada sesama masyarakatnya, maupun masyarakat dari desa lain. Dengan hubungan
kekeluargaan inilah Desa Tumori sampai saat ini dikenal dengan nama desa yang
beradat.
Peran pemimpin dalam mengarahkan dan mempengaruhi pengikutnya menuju
pada tujuan kolektif atau membentuk kelakuan masyarakat berdasarkan nilai-nilai
tertentu. Status pemimpin pada masyarakatnya mempunyai fungsi atau peran,
mengawasi agar tujuan bersama dapat tercapai khususnya dalam masyarakat.
Kemampuan pemimpin dalam membawa pengikiutnya akan membuahkan hasil
keikutsertaan masyarakat dengan kesadaran penuh untuk ikut serta membangun
daerahnya, bukan hanya partisipasi semu karena ada paksaan.19
Jika terjadi suatu masalah atau konflik di desa ini, maka kepala desa akan
turun tangan dalam membantu menyelesaikan masalah ini dengan memanggil
keluarga yang berkonflik. Hal itu misalnya perkelahian. Kepala desa juga akan

mengundang tokoh adat, tokoh masyarakat dan tokoh agama untuk ikut
19

Kartini kartono, pemimpin dan kepemimpinan, Jakarta : Yayasan Obor Indonesia, 2000,

hlm. 37

Universitas Sumatera Utara

bermusyawarah. Hal ini untuk mengambil keputusan dalam menyelesaikan masalah
tersebut. Dari sinilah tampak rasa kekeluargaan, solidaritas dan kepedulian antar
sesama anggota masyarakat di Desa Tumori ini. Saling menghargai dan menghormati
antara yang satu dengan yang lain, antara yang dipimpin dengan yang memimpin
adalah kunci bagaimana kekerabatan, kekeluargaan, solidaritas masih terjalin hingga
sampai saat ini.
Masyarakat terdiri dari sejumlah unit kekerabatan, yakni : Ngambato,
Sifatalifuso/Fa’iwasa, Sifahato dan Sisambua Mbanua. Ngambato adalah keluarga
inti

(nuclear


family)

yang

terdiri

dari

suami,

istri

dan

anak-anak.

Sifatalifuso/Fa’iwasa terdiri dari bagian keluarga nuclear atau garis bawah keturunan
dari kakek yang sama. Sifahato adalah bagian Sifatalifuso ( kerabat luas ). Sedangkan
Sisambua Banua adalah penghuni kampung yang hidup dalam suatu wilayah tertentu,

entah dari satu atau beberapa marga. Setiap orang merasa dirinya terikat dengan kuat
dalam memperluas kekerabatan tersebut.20 kekeluargaan dan afinitas (pertalian
keturunan) terasa kuat. Warga masyarakat akan turut bila ada perkawinan atau
kemalangan sebagai tanda hubungan dan kesatuan sosial teritorial mereka.

20

S. Mendrofa Fondrako Ono Niha, Jakarta: PT. BPK Gunung Mulia, 1981, hlm 67.

Universitas Sumatera Utara