Respons Pertumbuhan Dan Produksi Tanaman Sorgum (Sorghum bicolor (L.) Moench) Terhadap Pemberian Mulsa dan Berbagai Metode Olah Tanah

38
 

TINJAUAN PUSTAKA
Botani Tanaman
Dalam sistem taksonomi tumbuhan, menurut Stennis (2010) sorgum
diklasifikasikan sebagai berikut: Kingdom: Plantae, Divisio: Spermatophyta,
Subdivisio: Angiospermae, Class: Monocotyledonae, Ordo: Poales, Family:
Poaceae, Genus: Sorgum, Species: Sorghum bicolor (L.) Moench.
Seperti akar tanaman jagung tanaman sorgum memiliki jenis akar serabut.
Pada ruas batang terendah diatas permukaan tanah biasanya tumbuh akar. Akar
tersebut dinamakan akar adventif (Duljapar, 2000).
Batang beruas-ruas dan berbuku-buku, tidak bercabang dan pada bagian
tengah batang terdapat seludang pembuluh yang diselubungi oleh lapisan keras
(sel-sel parenchym) (http://pustaka.litbang.deptan.go.id, 2011).
Pada daun sorgum terdapat lapisan lilin yang ada pada lapisan
epidermisnya. Adanya lapisan lilin tersebut menyebabkan tanaman sorgum
mampu bertahan pada daerah dengan kelembaban sangat rendah. Lapisan lilin
tersebut menyebabkan tanaman sorgum mampu hidup dalam cekaman kekeringan
(Kusuma et al., 2008).
Bunga sorgum tersusun dalam bentuk malai dengan banyak bunga pada

setiap malai sekitar 1500-4000 bunga. Bunga sorgum akan mekar teratur dari 7
cabang malai paling atas ke bawah. Malai sorgum memiliki tangkai yang tegak
atau melengkung, berukuran panjang atau pendek dan berbentuk kompak sampai
terbuka (Dicko et al., 2006).

 
 
Universitas Sumatera Utara

39
 

Biji tertutup oleh sekam yang berwarna kekuning-kuningan atau
kecoklatcoklatan. Warna biji bervariasi yaitu coklat muda, putih atau putih suram
tergantung varietas (http://pustaka.litbang.deptan.go.id, 2011).
Syarat Tumbuh
Iklim
Suhu optimum untuk pertumbuhan sorgum berkisar antara 23° C - 30° C
dengan kelembaban relatif 20 - 40 %. Pada daerah-daerah dengan ketinggian
800 m dan permukaan laut dimana suhunya kurang dari 20° C, pertumbuhan

tanaman akan terhambat. Selama pertumbuhan tanaman, curah hujan yang
diperlukan

adalah

berkisar

antara

375

-

425

mm

(http://pustaka.litbang.deptan.go.id, 2011).
Sorgum banyak ditanam di daerah beriklim panas dan daerah beriklim
sedang. Sorgum dibudidayakan pada ketinggian 0-700 m di atas permukaan laut

(dpl). Memerlukan suhu lingkungan 23°-34° C tetapi suhu optimum berkisar
antara 23° C dengan kelembaban relatif 20-40%. Sorgum tidak terlalu peka
terhadap keasaman (pH) tanah, tetapi pH tanah yang baik untuk pertumbuhannya
adalah 5.5-7.5 (Rismunandar, 1989).
Sorgum dapat bertahan pada kondisi panas lebih baik dibandingkan
tanaman lainnya seperti jagung, namun suhu yang terlalu tinggi dapat
menurunkan produksi biji. Laimeheriwa (1990) menyebutkan sorgum berproduksi
baik pada lingkungan yang curah hujannya terbatas atau tidak teratur. tanaman ini
mampu beradaptasi dengan baik pada tanah yang sedikit masam hingga sedikit
basa.

 
 
Universitas Sumatera Utara

40
 

Tanah
Sorgum dapat bertoleransi pada kisaran kondisi tanah yang luas. Tanaman

ini dapat tumbuh baik pada tanah-tanah berat yang sering kali tergenang. Sorgum
juga dapat tumbuh pada tanah-tanah berpasir. Sorgum dapat tumbuh pada pH
tanah berkisar 5,0-5,5 dan lebih bertoleransi terhadap salin (garam) tanah dari
pada jagung. Tanaman sorgum dapat berproduksi pada tanah yang terlalu kritis
bagi tanaman lainnya (Laimeheriwa, 1990).
Salah satu yang mendukung pada pengolahan lahan sorgum adalah tanah
liat berlempung yang kaya akan humus. Sorgum tidak akan tumbuh dengan baik
pada tanah yang tergenang atau pada tanah rawa. Walaupun sorgum lebih mampu
bertahan pada kondisi air yang tergenang dibandingkan dengan tanaman jagung
namun drainase yang baik lebih cocok untuk pertumbuhannya (Thakur, 1980).
Pengolahan Tanah
Ketersedian air tanah dan kompetisi dengan gulma dipengaruhi oleh
tindakan pengolahan tanah secara intensif. Tindakan olah tanah akan
menghasilkan kondisi kegemburan tanah yang baik untuk pertumbuhan akar
(Rachman et al., 2004), sehingga membentuk struktur dan aerasi tanah lebih baik
dibanding tanpa olah tanah. Namun, pengolahan tanah yang dilakukan secara
intensif dapat menurunkan kualitas tanah karena porositas tanah yang tinggi dan
kemantapan agregrat yang menurun sehingga evaporasi tinggi. Tanpa olah tanah
populasi gulmanya lebih rendah dan menghasilkan kualitas tanah yang lebih baik
secara fisik maupun biologi (meningkatkan kadar bahan organik tanah,

kemantapan agregrat dan infiltrasi) serta hasil tanaman jagung yang relatif sama
dibandingkan dengan perlakuan olah tanah intensif (Silawibawa et al., 2003).
 
 
Universitas Sumatera Utara

41
 

Di Indonesia saat ini dikenal istilah pengolahan tanah konvensional dan
pengolahan tanah konservasi. Dalam pengolahan tanah konvensional (biasa) tanah
diolah dengan cara membalik tanah secara sempurna, dihaluskan dan diratakan.
Bahkan, dilakukan dengan terlebih dahulu pengumpulan sisa-sisa tanaman dan
gulma lalu dibakar. Olah tanah konservasi dapat dicapai dengan pengolahan tanah
minimum dan tanpa pengolahan tanah. Pengolahan tanah minimum dilakukan
sesuai dengan yang diperlukan tanaman biasanya hanya pada barisan tanaman
yang akan ditanami atau dengan hanya melonggarkan lapisan tanah bagian atas
(Santoso, 2004).
Pengolahan tanah pada budidaya sorgum tidak berpengaruh nyata terhadap
pertumbuhan dan produksi tanaman sorgum. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian

Munthe (2012) yang menyatakan bahwa perlakuan pengolahan tanah berpengaruh
tidak nyata pada komponen pertumbuhan dan produksi sorgum namun perlakuan
tanpa olah tanah cenderung menunjukkan hasil terbaik yaitu dengan rataan bobot
kering tajuk 154,20 g, bobot kering akar 33,95 g, rasio tajuk akar 4,44, produksi
per sampel 101,94 g, produksi per hektar 7,28 ton, dan indeks panen 0,15.
Mulsa
Mulsa adalah material penutup tanaman budidaya yang dimaksudkan
untuk menjaga kelembaban tanah serta menekan pertumbuhan gulma dan
penyakit sehingga membuat tanaman tersebut tumbuh dengan baik. Dengan
adanya bahan mulsa di atas permukaan tanah, benih gulma akan sangat terhalang.
Akibatnya tanaman yang ditanam akan bebas tumbuh tanpa kompetisi dengan
gulma dalam penyerapan hara mineral tanah. Tidak adanya kompetisi dengan
gulma tersebut merupakan salah satu penyebab keuntungan yaitu meningkatnya
 
 
Universitas Sumatera Utara

42
 


produksi tanaman budidaya. Selain itu dengan adanya bahan mulsa di atas
permukaan tanah, energi air hujan akan ditanggung oleh bahan mulsa tersebut
sehingga agregat tanah tetap stabil dan terhindar dari proses penghancuran. Semua
jenis mulsa dapat digunakan untuk tujuan mengendalikan erosi. Fungsi langsung
mulsa terhadap sifat kimia tanah terjadi melalui pelapukan bahan-bahan mulsa.
Fungsi ini hanya terjadi pada jenis mulsa yang mudah lapuk seperti jerami padi,
alangalang, rumput-rumputan, dan sisa-sisa tanaman lainnya. Hal ini merupakan
salah satu keuntungan penggunaan mulsa sisa-sisa tanaman dibanding mulsa
plastik yang sukar lapuk. Teknologi pemulsaan dapat mencegah evaporasi. Dalam
hal ini air yang menguap dari permukaan tanah akan ditahan oleh bahan mulsa
dan jatuh kembali ke tanah. Akibatnya lahan yang ditanam tidak kekurangan air
karena penguapan air ke udara hanya terjadi melalui proses transpirasi. Melalui
proses transpirasi inilah tanaman dapat menarik air dari dalam tanah yang
didalamnya telah terlarut berbagai hara yang dibutuhkan tanaman (Fauzan, 2002).
Mulyatri (2003) berpendapat bahwa mulsa dapat meningkatkan kapasitas
infiltrasi tanah sehingga kehilangan air dapat dikurangi dan memelihara
temperatur dan kelembapan tanah. Ini ditunjukkan dengan hasil pengamatan pada
lahan yang diberi mulsa memiliki temperatur tanah yang cenderung menurun dan
kelembaban tanah yang cenderung meningkat seiiring meningkatnya dosis
pemulsaan. Kelembaban tanah dan temperatur tanah yang optimal, akan

berpengaruh pada ketersedian air di bawah permukaan tanah. Kondisi seperti ini
sangat menguntungkan bagi tanaman, yang berpengaruh pada fase pengisian
polong sehingga dapat meningkatkan hasil biji.

 
 
Universitas Sumatera Utara

43
 

Widyasari et al (2011) menjelaskan bahwa perlakuan sistem olah tanah
maksimal yang dikombinasikan dengan pemulsaan 12 ton ha-1 jerami padi tidak
berbeda

nyata

dengan

perlakuan


sistem

olah

tanah

maksimal

yang

dikombinasikan dengan pemulsaan 8 ton ha-1 jerami padi pada komponen hasil
dikarenakan perlakuan pemulsaan jerami 8 ton ha-1 sudah cukup dapat menekan
keberadaan gulma tanpa mengganggu pertumbuhan tanaman kedelai. Ini
dibuktikan dengan perlakuan pemulsaan jerami 8 ton ha-1 memiliki bobot kering
gulma yang tidak berbeda nyata dengan perlakuan pemulsaan 12 ton ha-1.
Tithonia diversifolia merupakan tumbuhan yang mampu tumbuh di
sembarang tempat dan tanah. Tithonia dapat tumbuh baik dari ketinggian 20 meter
diatas permukaan laut sampai 900 meter diatas permukaan laut. Di Afrika
Tithonia sering tumbuh pada lahan bebas atau pada lahan yang tidak

dimanfaatkan. Tithonia sangat banyak digunakan sebagai tanaman hias, makanan
ternak, makanan unggas, kayu bakar, kompos, pengendalian erosi tanah, dan
sebagai pupuk hijau terutama bagi sumber N dan K (Hakim, 2001).
Menurut Jama et al (2000) tumbuhan tithonia ialah tumbuhan semak yang
dapat berfungsi sebagai pembatas lahan atau tumbuh liar ditepi jalan dan tithonia
ini dapat juga digunakan sebagai pakan ternak. Tumbuhan yang tumbuh liar dan
berlimpah ini memiliki kadar biomassa yang cukup tinggi, yakni 3,3-5,5% N, 0,20,5% P dan 2,3-5,5% K.

 
 
Universitas Sumatera Utara

44
 

Pemberian mulsa alang – alang mampu meningkatkan produksi pada
tanaman pangan. Hal ini sesuai dengan Syam et al (1995) yang menyatakan
bahwa hasil biji kering kacang hijau tertinggi dicapai dengan pemberian takaran
mulsa yang optimum 5,60 ton per ha yaitu 232,76 gram apabila mulsa
diaplikasikan saat tanam.


 
 
Universitas Sumatera Utara