Analisis Kesiapan Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Cut Meutia Menjadi Badan Layanan Umum Daerah (BLUD) Di Kabupaten Aceh Utara Tahun 2015
13
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Badan Layanan Umum (BLU)
2.1.1. Pengertian BLU
Badan Layanan Umum (BLU) adalah instansi di lingkungan pemerintah
yang dibentuk untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat berupa penyediaan
barang dan/ atau jasa yang dijual tanpa mengutamakan mencari keuntungan dan
dalam melakukan kegiatannya didasarkan pada prinsip efesiensi dan produktivitas.
Pola pengelolaan keuangan Badan Layanan Umum (PPK-BLU) merupakan pola
pengelolaan keuangan yang memberikan fleksibilitas berupa keleluasaan untuk
menerapkan praktek-praktek bisnis yang sehat untuk meningkatkan pelayanan kepada
masyarakat dalam rangka memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan
kehidupan bangsa (PP No. 74 Tahun 2012).
2.1.2. Tujuan BLU
Tujuan dibentuknya BLU adalah untuk meningkatkan pelayanan kepada
masyarakat dalam rangka memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan
kehidupan bangsa dengan memberikan fleksibilitas dalam pengelolaan keuangan
berdasarkan prinsip ekonomi dan produktivitas, dan penerapan praktek bisnis yang
sehat hal ini sesuai dengan PP No. 74 Tahun 2012 pasal 2.
13
14
2.1.3. Azas BLU
Azas BLU menurut pasal 3 PP No.74 Tahun 2012 adalah :
1.
BLU beroperasi sebagai unit kerja Kementrian Negara/ Lembaga/
Pemerintah Daerah untuk tujuan pemberian layanan umum yang pengelolaannya
berdasarkan kewenangan yang didelegasikan oleh instansi induk yang
bersangkutan.
2.
BLU merupakan bagian perangkat pencapaian tujuan Kementrian
Negara/ Lembaga/ Pemerintah Daerah dan karenanya status hukum BLU tidak
terpisah dari Kementrian Negara/ Lembaga/ Pemerintah Daerah sebagai instansi
induk.
3.
Menteri/ Pimpinan Lembaga/ Gubernur/ Bupati/ Walikota bertanggung
jawab atas pelaksanaan kebijakan penyelenggaraan pelayanan umum yang
didelegasikannya kepada BLU dari segi manfaat layanan yang dihasilkan.
4.
Pejabat yang ditunjuk mengelola BLU bertanggung jawab atas
pelaksanaan kegiatan pemberian layanan umum yang didelegasikan kepadanya
oleh Menteri/ Pimpinan Lembaga/ Gubernur/ Bupati/ Walikota.
5.
BLU menyelenggarakan kegiatannya tanpa mengutamakan pencarian
keuntungan.
6.
Rencana kerja dan anggaran serta laporan keuangan dan kinerja BLU
15
disusun dan disajikan sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari rencana kerja
dan anggaran serta laporan keuangan dan kinerja Kementrian Negara/ Lembaga/
SKPD/ Pemerintah Daerah.
7.
BLU mengelola penyelenggaraan layanan umum sejalan dengan praktek
bisnis yang sehat.
Sekalipun BLU dikelola secara otonom dengan prinsip efesiensi dan
produktivitas ala korporasi, namum terdapat beberapa karakteristik lainnya yang
membedakan pengelolaan BLU dengan BUMN/ BUMD, yaitu :
1.
BLU dibentuk untuk meningkatkan pelayanan kepada masyarakat dalam rangka
memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa
2.
Kekayaan BLU merupakan bagian dari kekayaan Negara/ Daerah yang tidak
dipisahkan
serta
dikelola
dan
dimanfaatkan
sepenuhnya
untuk
menyelenggarakan kegiatan BLU yang bersangkutan.
3.
Pembinaan BLU instansi pemerintah pusat dilakukan oleh Menteri Keuangan
dan pembinaan teknis dilakukan oleh Menteri yang bertanggung jawab atas
bidang pemerintahan yang bersangkutan.
4.
Pembinaan keuangan BLU instansi Pemerintah Daerah dilakukan oleh pejabat
pengelola keuangan daerah dan pembinaan teknis dilakukan oleh kepala satuan
kerja perangkat daerah yang bertanggung jawab atas bidang pemerintah yang
bersangkutan.
16
5.
Setiap BLU wajib menyusun rencana kerja dan anggaran tahunan.
6.
Rencana kerja dan anggaran (RKA) serta laporan keuangan dan laporan kinerja
BLU disusun dan disajikan sebagai bagian yang tidak terpisahkan dan RKA serta
laporan keuangan dan laporan kinerja Kementrian Negara/ Lembaga/ Pemerintah
Daerah.
7.
Pendapatan yang diperoleh BLU sehubungan dengan jasa layanan yang
diberikan merupakan pendapatan Negara/ Daerah.
8.
Pendapatan tersebut dapat digunakan langsung untuk membiayai belanja yang
bersangkutan.
9.
BLU dapat menerima hibah atau sumbangan dari masyarakat atau badan lain.
10. Ketentuan lebih lanjut mengenai pengelolaan keuangan BLU diatur dalam
Peraturan Pemerintah.
17
2.1.4. Dasar Hukum BLU
Undang-undang No. 1/
2004 (pasal 68 & 69)
Undang-undang No :
17/2003, 1/ 2004, 15/
2004, 25/ 2004, 32/ 2004
% 33/ 2004
Omnibus
Regulation
Peraturan Pemerintah No :
58/ 2005 tentang
pengelolaan keuangan
daerah (pasal 150)
Peraturan Pemerintah No :
23/ 2005 tentang
pengelolaan keuangan
Badan Layanan Umum
Implementasi
Daerah
Peraturan Menteri Dalam
Negeri No : 61/ 2007 tentang
pedoman teknis pengelolaan
keuangan Badan Layanan
Umum Daerah
Keputusan Kepala
Daerah
Peraturan & Keputusan
Kepala Daerah
Gambar 2.1 Peraturan yang Terkait dengan Pengelolaan Keuangan
Badan Layanan Umum
Sumber : Suherman, 2011
18
2.1.5. Jenis dan Persyaratan BLU
Apabila dikelompokkan menurut jenisnya BLU terbagi menjadi 3 kelompok
yaitu :
1.
BLU yang kegiatannya menyediakan barang atau jasa meliputi rumah
sakit, lembaga pendidikan, pelayanan lisensi, penyiaran, dan lain-lain.
2.
BLU yang kegiatannya mengelola wilayah atau kawasan meliputi
otoritas pengembangan wilayah dan kawasan ekonomi terpadu (kapet); dan
3.
BLU yang mengelola dana khusus meliputi pengelola dana bergulir,
dana UKM, penerusan pinjaman dan tabungan pegawai.
Suatu satuan kerja instansi pemerintah dapat diizinkan mengelola keuangan
dengan PPK-BLU apabila memenuhi persyaratan sebagai berikut :
1.
Persyaratan Substantif terpenuhi apabila instansi pemerintah yang bersangkutan
menyelenggarakan layanan umum yang berhubungan dengan :
a.
Penyediaan barang dan/ atau jasa layanan umum, seperti
pelayanan dibidang kesehatan, penyelenggaraan pendidikan, serta pelayanan
jasa penelitian dan pengembangan (litbang).
b.
Pengelolaan
wilayah/
kawasan
tertentu
untuk
tujuan
meningkatkan pekonomian masyarakat atau layanan umum, seperti otorita
dan kawasan pengembangan ekonomi terpadu (kapet).
19
c.
Pengelolaan dana khusus dalam rangka meningkatkan ekonomi
dan/ atau pelayanan kepada masyarakat, seperti pengelola dana bergulir
untuk usaha kecil dan menengah.
2.
Persyaratan Teknis terpenuhi apabila :
a. Kinerja pelayanan dibidang tugas pokok dan fungsinya layak dikelola dan
ditingkatkan pencapaiannya melalui BLU sebagaimana direkomendasikan
oleh Menteri/ Pimpinan
Lembaga/
Kepala
SKPD
sesuai
dengan
kewenangannya
b. Kinerja keuangan satuan kerja instansi yang bersangkutan adalah sehat
sebagaimana ditunjukkan dalam dokumen usulan penetapan BLU.
3.
Persyaratan
Administratif
terpenuhi
apabila
instansi
Pemerintah
yang
bersangkutan dapat menyajikan seluruh dokumen berikut :
a. Pernyataan kesanggupan untuk meningkatkan kinerja pelayanan, keuangan,
dan manfaat bagi masyarakat. Pernyataan tersebut disusun sesuai dengan
format yang tercantum dalam lampiran Peraturan Menteri Keuangan Nomor
: 119/ PMK.05/ 2007 dan bermaterai serta ditanda tangani oleh pimpinan
satker instansi pemerintah yang mengajukan usulan untuk menerapkan PPKBLU dan disetujui oleh Menteri/ Pimpinan Lembaga terkait.
b. Pola tata kelola yang baik, merupakan peraturan internal satuan Kerja Instansi
20
Pemerintah yang menetapkan :
1) Organisasi dan tata laksana, yang memuat antara lain struktur
organisasi, prosedur kerja, pengelompokan fungsi yang logis,
ketersediaan dan pengembangan sumber daya manusia.
2) Akuntabilitas, yaitu mempertanggungjawabkan pengelolaan sumber
daya serta pelaksanaan kebijakan yang dipercayakan kepada satuan
Kerja Instansi Pemerintah bersangkutan dalam mencapai tujuan yang
telah ditetapkan secara periodik, meliputi akuntabilitas program,
kegiatan, dan keuangan.
3) Transparansi, yaitu adanya kejelasan tugas dan kewenangan, dan
ketersediaan informasi kepada publik.
c. Rencana strategi bisnis, mencakup :
1) Visi, yaitu suatu gambaran yang menantang tentang keadaan masa
depan yang berisikan cita dan citra yang ingin diwujudkan.
2) Misi, yaitu sesuatu yang harus diemban atau dilaksanakan sesuai visi
yang ditetapkan agar tujuan organisasi dapat terlaksana dan berhasil
dengan baik.
3) Program strategis, yaitu program yang berisi proses kegiatan yang
berorientasi pada hasil yang ingin dicapai selama kurun waktu 1 (satu)
21
sampai dengan 5 (lima) tahun dengan memperhitungkan potensi,
peluang, dan kendala yang ada atau mungkin timbul.
4) Kesesuaian visi, misi, program, kegiatan, dan pengukuran pencapaian
kinerja.
5) Indikator kinerja lima tahunan berupa indikator pelayanan, keuangan,
administrasi, dan SDM.
6) Pengukuran pencapaian kinerja, yaitu pengukuran yang dilakukan
dengan menggambarkan apakah hasil kegiatan tahun berjalan dapat
tercapai dengan disertai analisis atas faktor-faktor internal dan
eksternal yang mempengaruhi tercapainya kinerja tahun berjalan.
d. Laporan keuangan pokok ,terdiri atas :
1) Kelengkapan laporan :
a)
Laporan realisasi anggaran/ laporan operasional keuangan, yaitu
laporan yang menyajikan ikhtisar sumber, alokasi, dan pemakaian
sumber daya ekonomi yang dikelola, serta menggambarkan
perbandingan antara anggaran dan realisasinya dalam suatu periode
pelaporan yang terdiri atas unsur pendapatan dan belanja.
b)
Neraca/ prognosa neraca, yaitu dokumen yang menggambarkan
posisi keuangan mengenai aset, kewajiban, dan ekuitas pada
22
tanggal tertentu.
c)
Laporan arus kas, yaitu dokumen yang menyajikan informasi kas
sehubungan dengan aktivitas operasional, investasi, dan transaksi
nonanggaran yang menggambarkan saldo awal, penerimaan,
pengeluaran, dan saldo akhir kas selama periode tertentu.
d)
Catatan atas laporan keuangan, yaitu dokumen yang berisi
penjelasan naratif atau rincian dari angka yang tertera dalam
laporan realisasi anggaran, neraca/prognosa neraca, dan laporan
arus kas, disertai laporan mengenai kinerja keuangan.
2) Kesesuaian dengan standar akuntansi.
3) Hubungan antar laporan keuangan.
4) Kesesuaian antara keuangan dan indikator kinerja yang ada di rencana
strategis.
5) Analisis laporan keuangan.
e. Standar pelayanan minimum (SPM) merupakan ukuran pelayanan yang harus
dipenuhi oleh satuan kerja instansi pemerintah untuk menerapkan PPKBLU. SPM ditetapkan oleh Menteri/ Pimpinan Lembaga/ dalam rangka
penyelenggaraan kegiatan pelayanan kepada masyarakat yang harus
mempertimbangkan kualitas layanan, pemerataan, dan kesetaraan layanan
23
biaya serta kemudahan memperoleh layanan. SPM sekurang-kurangnya
mengandung unsur :
1) Jenis kegiatan atau pelayanan yang diberikan oleh satker, jenis
kegiatannya merupakan pelayanan yang diberikan oleh satker baik
pelayanan ke dalam (satker itu sendiri) maupun pelayanan yang
diberikan kepada masyarakat. Jenis kegiatan ini merupakan tugas dan
fungsi dari satker yang bersangkutan.
2) Rencana pencapaian SPM, Satuan kerja menyusun rencana pencapaian
SPM yang memuat target tahunan pencapaian SPM dengan mengacu
pada batas waktu pencapaian SPM sesuai dengan peraturan yang ada.
3) Indikator pelayanan, SPM menetapkan jenis pelayanan dasar, indikator
SPM dan batas waktu pencapaian SPM.
4) Adanya tanda tangan pimpinan satuan kerja yang bersangkutan dan
Menteri/ Pimpinan Lembaga.
f. Laporan audit terakhir atau pernyataan bersedia untuk diaudit secara
independen, merupakan laporan auditor tahun terakhir sebelum satuan kerja
Instansi Pemerintah yang bersangkutan diusulkan untuk menerapkan PPKBLU. Dalam hal satuan kerja Instansi Pemerintah tersebut belum pernah
diaudit, satuan kerja Instansi Pemerintah dimaksud harus membuat
pernyataan bersedia untuk diaudit secara independen yang disusun dengan
24
mengacu pada formulir yang telah ditetapkan
Gambar 2.2. Proses Penetapan PPK-BLUD SKPD
Sumber : Depdagri, 2006
Berdasarkan alur di atas menunjukkan bahwa status BLU dapat
diberikan sebagai BLU ”penuh” atau BLU ”bertahap”. Kriteria yang digunakan untuk
menetapkan status ini adalah penilaian terhadap persyaratan administrasi sesuai
dengan bobot masing-masing persyaratan sebagai berikut :
25
Tabel 2.1. Kriteria Penilaian untuk Penetapan Status BLU
No
1
2
3
Nilai
Kriteria
80 – 100
Memuaskan
60 – 79
Belum terpenuhi secara memuaskan
Kurang dari
Tidak memuaskan
60
Sumber : Depdagri (2006)
Status
BLU Penuh
BLU bertahap
Ditolak
Unit kerja yang ditetapkan sebagai BLU penuh akan mendapatkan
fleksibilitas sebagai berikut :
a. Pengelolaan pendapatan dan biaya
b. Pengelolaan kas
c. Pengelolaan hutang dan piutang
d. Pengelolaan investasi
e. Pengelolaan barang dan jasa
f. Penyusunan akuntansi, pelaporan dan pertanggungjawaban
g. Pengelolaan surplus dan defisit
h. Kerjasama dengan pihak lain
i. Mempekerjakan tenaga non PNS
j. Pengelolaan dana secara langsung
k. Perumusan standar, kebijakan, sistem, dan prosedur pengelolaan keuangan.
26
2.1.6. Penetapan dan Pencabutan Status BLU
Sebelum penetapan menjadi BLU suatu satuan kerja instansi pemerintah
mengusulkan melalui Menteri/ Pimpinan Lembaga/ Kepala SKPD yang memenuhi
persyaratan substantif, teknis dan administratif untuk menerapkan PPK-BLUD
kepada
Menteri
Keuangan/
Gubernur/
Bupati/
Walikota,
sesuai
dengan
kewenangannya. Penetapan status BLUD dapat berupa status BLU secara penuh atau
status BLU secara bertahap. Status BLU secara penuh diberikan apabila seluruh
persyaratan dipenuhi dengan memuaskan, sedangkan status BLU bertahap diberikan
apabila persyaratan substantif dan teknis telah terpenuhi, namun persyaratan
administratif belum terpenuhi secara memuaskan. Status BLU bertahap dapat
diberikan paling lama 3 (tiga) tahun. Pejabat yang berwenang untuk menetapkan
BLU dapat memberi keputusan penetapan atau surat penolakan terhadap usulan
penetapan BLU paling lambat 3 (tiga) bulan sejak diterima dari Pejabat yang
mengusulkan.
Penerapan PPK-BLU berakhir apabila dicabut oleh Pejabat yang
menetapkan status BLU berdasarkan usul dari pejabat yang mengusulkan atau
berubah status suatu instansi pemerintah menjadi badan hukum dengan kekayaan
Negara yang dipisahkan. Pencabutan BLU dilakukan apabila BLU yang bersangkutan
sudah tidak memenuhi persyaratan substantif, teknis, dan administratif. Pejabat yang
menetapkan status BLU membuat penetapan pencabutan penerapan PPK-BLU paling
lambat 3 (tiga) bulan sejak tanggal usul pencabutan, jika terlampaui maka usul
27
pencabutan dianggap ditolak. Instansi Pemerintah yang pernah di cabut status PPKBLU dapat diusulkan kembali untuk menerapkan PPK-BLU. Dalam rangka menilai
usulan penetapan dan pencabutan maka pejabat yang berwenang untuk menetapkan
BLU menunjuk suatu tim penilai.
2.1.7. Pejabat Pengelola BLU
Pejabat Pengelola BLU dan pegawai BLU dapat terdiri dari pegawai negeri
sipil dan/ atau tenaga profesional nonpegawai negeri sipil sesuia dengan kebutuhan
BLU. Dengan pola pengelolaan keuangan BLU, fleksibilitas diberikan dalam rangka
pelaksanaan anggaran, termasuk pengelolaan pendapatan dan belanja, pengelolaan
kas, dan pengadaan barang/ jasa. Kepada BLU juga diberikan kesempatan untuk
mempekerjakan tenaga profesional non PNS serta kesempatan imbalan jasa kepada
pegawai sesuai dengan kontribusninya. Tetapi
sebagai pengimbang, BLU
dikendalikan secara ketat dalam perencanaan dan penganggarannya, serta dalam
pertanggungjawabannya. Pejabat pengelola BLU terdiri dari :
1.
Pemimpin
Pemimpin sebagaimana dimaksud berfungsi sebagai penanggung jawab umum
operasional dan keuangan BLU yang berkewajiban :
a. Menyiapkan rencana strategis bisnis BLU
b. Menyiapkan RBA tahunan
c. Mengusulkan calon pejabat keuangan dan pejabat teknis sesuai dengan
28
ketentuan yang berlaku
d. Menyampaikan pertanggungjawaban kinerja operasional dan keuangan
BLU
2.
Pejabat Keuangan
Pejabat
keuangan
BLU
sebagaimana
dimaksud
berfungsi
sebagai
penanggungjawab keuangan yang berkewajiban :
a. Mengkoordinasikan penyusunan RBA
b. Menyiapkan dokumen pelaksanaan anggaran BLU
c. Melakukan pengelolaan pendapatan dan belanja
d. Menyelenggarakan pengelolaan kas
e. Melakukan pengelolaan utang-piutang
f. Menyusun kebijakan pengelolaan barang, aset tetap, dan investasi BLU
g. Menyelenggarakan sistem informasi manajemen keuangan
h. Menyelenggarakan akuntansi dan penyusunan laporan keuangan.
3.
Pejabat Teknis
Pejabat teknis BLU sebagaimana dimaksud berfungsi sebagai penanggung jawab
teknis dibidang masing-masing yang berkewajiban :
29
a. Menyusun perencanaan kegiatan teknis dibidangnya
b. Melaksanakan kegiatan teknis sesuai menurut RBA
c. Mempertanggungjawabkan kinerja operasional dibidangnya.
2.1.8. Perbandingan Satuan Kerja Non BLU dengan Satuan Kerja BLU
Untuk melihat perbandingan satuan kerja non BLU dengan satuan kerja BLU
dapat dilihat pada tabel dibawah ini :
Tabel 2.2 Perbandingan Satker Non BLU dengan Satker BLU
No
1
2
Uraian
Pengelola
Tarif Layanan
Satker Non BLU
PNS
Atas dasar adil dan patut
RPJM
6
Dokumen
Perencanaan Jangka
Menengah
Dokumen
Penganggaran
Pengeluaran
Anggaran
Keuangan
7
Pendapatan
8
Surplus Kas
9
Piutang/ Utang
10
11
Laporan Keuangan
Laporan Keuangan
12
Investasi Jangka
Panjang
3
4
5
Rencana Kerja Anggaran
(RKA)
Setelah DIPA disahkan
Tidak memiliki rekening
bank
Setor langsung ke kas
Negara
Disetor ke kas Negara
Tidak diperbolehkan
melakukan piutang/
utang
SAP
Diaudit oleh BPK selaku
entitas
Tidak diperbolehkan
Satker BLU
PNS dan Non PNS
Atas dasar biaya per
unit layanan
RSB
Rencana Bisnis
Anggaran (RBA)
Dapat dikeluarkan jika
DIPA belum disahkan
Memiliki rekening bank
Digunakan langsung
Dapat digunakan
langsung
Diperbolehkan
melakukan piutang/
utang
SAK
Diaudit oleh auditur
Independen
Diperbolehkan
30
13
2.2.
Pengadaan Barang/
Jasa
Keppres
Dapat menyusun
pedoman sendiri
Rumah Sakit
2.2.1. Pengertian Rumah Sakit
Rumah Sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan
pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna (meliputi : pelayanan promotif,
preventif, kuratif, dan rehabilitatif) yang menyediakan pelayanan rawat inap, rawat
jalan, dan gawat darurat. Rumah sakit diselenggarakan berdasarkan pancasila dan
didasarkan kepada nilai kemanusiaan, etika dan profesionalitas, manfaat, keadilan,
persamaan hak dan anti diskriminasi, pemerataan, perlindungan dan keselamatan
pasien, serta mempunyai fungsi sosial.
2.2.2. Tujuan Rumah Sakit
Pengaturan penyelenggaraan Rumah Sakit bertujuan :
a.
Mempermudah akses masyarakat untuk mendapatkan pelayanan kesehatan.
b.
Memberikan perlindungan terhadap keselamatan pasien, masyarakat, lingkungan
rumah sakit dan sumber daya manusia di rumah sakit
c.
Meningkatkan mutu dan mempertahankan standar pelayanan rumah sakit
d.
Memberikan kepastian hukum kepada pasien, masyarakat, sumber daya manusia
31
rumah sakit, dan rumah sakit.
2.2.3. Tugas dan Fungsi Rumah Sakit
Rumah sakit mempunyai tugas memberikan pelayanan kesehatan perorangan
secara paripurna. Untuk menjalankan tugas sebagaimana dimaksud , rumah sakit
mempunyai fungsi :
a.
Penyelenggaraan pelayanan pengobatan dan pemulihan kesehatan sesuai dengan
standar pelayanan rumah sakit.
b.
Pemeliharaan dan peningkatan kesehatan perorangan melalui pelayanan
kesehatan yang paripurna tingkat kedua dan ketiga sesuai kebutuhan medis.
c.
Penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan sumber daya manusia dalam rangka
peningkatan kemampuan dalam pemberian pelayanan kesehatan.
d.
Penyelenggaraan penelitian dan pengembangan serta penapisan teknologi bidang
kesehatan
dalam
rangka
peningkatan
pelayanan
kesehatan
dengan
memperhatikan etika ilmu pengetahuan bidang kesehatan.
2.2.4. Jenis dan Klasifikasi Rumah Sakit
2.2.4.1.
Jenis Rumah Sakit
Rumah sakit dapat dibagi berdasarkan jenis pelayanan dan pengelolaannya.
Berdasarakan jenis pelayanan yang diberikan, rumah sakit dikategorikan :
1.
Rumah sakit umum, yaitu rumah sakit yang memberikan pelayanan kesehatan
32
pada semua bidang dan jenis penyakit.
2.
Rumah sakit khusus, yaitu rumah sakit yang memberikan pelayanan utama
pada satu bidang atau satu jenis penyakit tertentu berdasarkan disiplin ilmu,
golongan umur, organ, jenis penyakit, atau kekhususan lainnya.
Berdasarkan pengelolaannya rumah sakit dapat dibagi menjadi :
1.
Rumah sakit publik, yaitu rumah sakit yang dikelola oleh Pemerintah,
Pemerintah Daerah, dan Badan Hukum yang bersifat nirlaba. Rumah sakit publik
yang dikelola Pemerintah dan Pemerintah Daerah diselenggarakan berdasarkan
pengelolaan Badan Layanan Umum (BLU) atau Badan Layanan Umum Daerah
(BLUD) sesuai dengan pasal 20 UU No : 44 Tahun 2009 tentang rumah sakit.
Rumah sakit publik yang dikelola Pemerintah dan Pemerintah Daerah tidak dapat
dialihkan menjadi rumah sakit privat.
2.
Rumah sakit privat, yaitu rumah sakit yang dikelola oleh Badan Hukum
dengan tujuan profit yang berbentuk perseroan terbatas atau persero (UU No. 44
Tahun 2009).
2.2.4.2.
Klasifikasi Rumah Sakit
Dalam rangka penyelenggaraan pelayanan kesehatan secara berjenjang dan
fungsi rujukan, rumah sakit umum dan rumah sakit khusus diklasifikasikan
bedasarkan fasilitas dan kemampuan pelayanan rumah sakit.
1. Rumah Sakit Umum
33
A. Rumah sakit umum kelas A, adalah rumah sakit umum yang
mempunyai fasilitas dan kemampuan pelayanan medik sekurangkurangnya 4 (empat) spesialis dasar, 5 (lima) spesialis penunjang
medik, 12 (dua belas) spesialis lainnya dan 13 (tiga belas) subspesialis
serta dapat menjadi RS pendidikan apabila telah memenuhi
persyaratan dan standar.
B. Rumah sakit umum kelas B, adalah rumah sakit umum yang
mempunyai fasilitas dan kemampuan pelayanan medik sekurangkurangnya 4 (empat) spesialis dasar, 4 (empat) spesialis penunjang
medik, 8 (delapan) spesialis lainnya dan 2 (dua) subspesialis dasar
serta dapat menjadi RS pendidikan apabila telah memenuhi
persyaratan dan standar.
C. Rumah sakit umum kelas C, adalah rumah sakit umum yang
mempunyai fasilitas dan kemampuan sekurang-kurangnya pelayanan
medik 4 (empat) spesialis dasar dan 4 (empat) pelayanan penunjang
medik.
D. Rumah sakit umum kelas D, adalah rumah sakit umum yang
mempunyai fasilitas dan kemampuan sekurang-kurangnya pelayanan
umum dan 2 (dua) pelayanan medik spesialis dasar (UU No. 44 Tahun
2009).
34
Pelayanan medik spesialis dasar adalah pelayanan medik spesialis penyakit
dalam, obstetri dan ginekologi, bedah dan kesehatan anak. Pelayanan spesialis
penunjang adalah pelayanan medik radiologi, patologi klinik, patologi anatomi,
anaestesi dan reanimasi, rehabilitasi medik. Pelayanan medik spesialis lain adalah
pelayanan medik spesialis telinga hidung dan tenggorokan, mata, kulit dan kelamin,
kedokteran jiwa, syaraf, gigi dan mulut, jantung, paru, bedah syaraf, ortopedi.
Pelayanan medik sub spesialis adalah satu atau lebih pelayanan yang berkembang
dari setiap cabang medik spesialis. Pelayanan medik sub spesialis dasar adalah
pelayanan sub spesialis yang berkembang dari setiap cabang medik spesialis 4 dasar.
Dan pelayanan medik sub spesialis lain adalah pelayanan
subspesialis yang
berkembang dari setiap cabang medik spesialis lainnya.(Kemenkes RI, 2010).
2. Rumah Sakit Khusus
2.3.
A.
Rumah sakit khusus kelas A
B.
Rumah sakit khusus kelas B
C.
Rumah sakit khusus kelas C
Sistem Pembiayaan Kesehatan
Berdasarkan Peraturan Presiden Republik Indonesia No. 72 Tahun 2012
tentang Sistem Kesehatan Nasional (SKN) menyatakan bahwa SKN mendefinisikan
subsistem pembiayaan kesehatan sebagai proses pengelolaan berbagai upaya
penggalian, pengalokasian dan pembelanjaan dana kesehatan untuk mendukung
35
penyelenggaraan pembangunan kesehatan guna mencapai derajat kesehatan
masyarakat
setinggi-tingginya.
Tujuan
penyelenggaraan
sistem
pembiayaan
kesehatan ini adalah agar tersedianya dana kesehatan dalam jumlah yang mencukupi,
teralokasi secara adil dan merata serta termanfaatkan secara berhasil guna dan
berdaya guna. Penyelenggaraan sistem pembiayaan kesehatan akan dapat terlaksana
sesuai dengan tujuan apabila adanya komitmen, kerjasama dan komunikasi yang
sinergis baik antara pihak pemerintah (eksekutif) dan Dewan Perwakilan Rakyat
(DPR) sebagai pembuat kebijakan (legislatif).
Sistem pembiayaan kesehatan merupakan suatu proses yang terus menerus
dan terkendali dalam upaya menjamin ketersediaan dana kesehatan yang mencukupi
dan berkesinambungan baik yang bersumber dari pemerintah pusat, pemerintah
daerah, swasta, masyarakat, dan sumber lainnya. Perencanaan dan pengaturan
pembiayaan kesehatan dilakukan melalui penggalian dan pengumpulan berbagai
sumber dana yang dapat menjamin kesinambungan pembiayaan pembangunan
kesehatan, mengalokasikannya secara rasional, serta menggunakannya secara efisien
dan efektif.
Berkaitan dengan hal pengaturan penggalian dan pengumpulan serta
pemanfaatan dana yang bersumber dari iuran wajib, pemerintah pusat dan pemerintah
daerah harus melakukan sinkronisasi dan sinergisme antara sumber dana dari iuran
wajib, dana Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) atau Anggaran
Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD), dana dari masyarakat, dan sumber lainnya
termasuk dari pihak swasta. Hal ini dilakukan agar tidak adanya tumpang tindih
36
kegiatan dan mempercepat
proses penyerapan anggaran serta
pencapaian
pembangunan kesehatan yang adil dan merata.
2.3.1. Unsur-unsur Sistem Pembiayaan Kesehatan
Ada beberapa unsur yang terdapat dalam sistem pembiayaan kesehatan
antara lain :
a.
Dana
Prinsip dari ketersediaan dana adalah selain dana tersebut tersedia, dana itu harus
mencukupi dan dapat dipertangungjawabkan. Dana dalam sistem pembiayaan
kesehatan dapat diperoleh dari sumber pendapatan daerah baik dari sektor
kesehatan ataupun dari sektor lain yang terkait, baik dari swasta maupun
masyarakat untuk mendukung pelaksanaan pembangunan kesehatan.
b.
Sumber Daya
Sumber daya yang tersedia dalam sistem pembiayaan kesehatan meliputi sumber
daya manusia pengelola, sarana, standar, regulasi, dan kelembagaan yang
digunakan secara berhasil guna dan berdaya guna dalam upaya mendukung
terselenggaranya pembangunan kesehatan.
c.
Pengelolaan Dana Kesehatan
Prosedur atau mekanisme pengelolaan dana kesehatan merupakan seperangkat
aturan yang disepakati secara konsisten dan dijalankan oleh para pelaku
subsistem pembiayaan kesehatan terutama oleh pemerintah pusat dan pemerintah
37
daerah. Pengelolaan tersebut dilakukan secara lintas sektor baik swasta maupun
masyarakat
yang
mencakup
mekanisme
penggalian,
pengalokasian,
pembelanjaan dana kesehatan, dan mekanisme pertanggungjawabannya.
2.3.2. Prinsip-prinsip Sistem Pembiayaan Kesehatan
Ada 3 (tiga) prinsip dalam sistem pembiayaan kesehatan yaitu :
a.
Kecukupan
Pembiayaan kesehatan pada dasarnya merupakan tanggung jawab bersama antara
pemerintah pusat, pemerintah daerah, masyarakat, dan swasta. Alokasi dana yang
berasal dari pemerintah dalam hal pengelolaan kesehatan dilakukan melalui
penyusunan anggaran pendapatan dan belanja baik pusat dan daerah. Pemerintah
saat ini terus melakukan upaya peningkatan dan kecukupan terhadap alokasi dana
kesehatan agar sesuai dengan kebutuhan besaran persentase dalam ketentuan
peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Pembiayaan kesehatan untuk masyarakat miskin dan tidak mampu merupakan
tanggung jawab pemerintah pusat dan pemerintah daerah. Dana kesehatan dapat
diperoleh dari berbagai sumber, baik dari pemerintah pusat, pemerintah daerah,
masyarakat, maupun swasta yang harus digali dan dikumpulkan. Dana tersebut
terus ditingkatkan untuk menjamin kecukupan agar jumlahnya dapat sesuai
dengan kebutuhan, dikelola secara adil, transparan, akuntabel, berhasil guna dan
berdaya
guna,
tersalurkan
secara
tepat
dengan
memperhatikan
berkelanjutannya serta menjamin adanya kesetaraan dan keadilan.
aspek
38
b.
Efektif dan Efisien
Organisasi menjamin efektifitas dan efisiensi penggunaan dana kesehatan. Demi
mendukung upaya tersebut maka pembelanjaannya harus terdapat kesesuaian
antara perencanaan pembiayaan kesehatan, penguatan kapasitas manajemen
perencanaan anggaran dan kompetensi pemberi pelayanan kesehatan. Sistem
pembayaran pada fasilitas pelayanan kesehatan saat ini perlu juga dikembangkan
agar menuju kepada bentuk pembayaran yang prospektif.
c.
Adil dan Transparan
Dana kesehatan yang terhimpun baik dari pemerintah pusat, pemerintah daerah,
maupun masyarakat dimanfaatkan secara adil dalam rangka menjamin
terpeliharanya dan terlindunginya masyarakat dalam memenuhi kebutuhan dasar
kesehatan. Dana kesehatan tersebut digunakan secara bertanggung jawab
berdasarkan prinsip tata pemerintahan yang baik (good governance), transparan,
dan mengacu pada peraturan perundang-undangan yang berlaku.
2.4.
Teori Badan Layanan Umum (BLU)
Asumsi bahwa RS berbentuk Perseroan Terbatas (PT) atau badan hukum
yang mencari laba tidak membuat akses bagi penduduk yang kurang mampu tidak
terabaikan tidak didukung bukti-bukti yang kuat. Berbagai studi di beberapa negara
menunjukkan hal itu. (Thabrany, H, 2005).
Eggleston dan Yip (2004) mendapatkan bahwa kompetisi mendapatkan
pasien dalam sistem pembayaran FFS meningkatkan biaya ( cost escalation).
Peningkatan biaya ini menurunkan akses bagi pasien yang harus bayar pelayanan dari
39
kantong sendiri (self-pay). Penelitian Li dan Robert (2001) menunjukkan bahwa
rumah sakit not for profit di Amerika memberikan pelayanan rawat jalan lebih
banyak dari rumah sakit for profit, sebaliknya RS for profit lebih fokus pada pasien
rawat inap yang lebih menguntungkan. Efek efisiensi dengan cara pembayaran
DRG/case mix mempunyai efek yang sama baik bagi RS for profit maupun not for
profit. Jadi, yang menjadi faktor penting efisiensi adalah sistem pembayaran. Tidak
benar bahwa RS for profit akan lebih efisien.
Thorpe, Florence, and Seiber (2000) melakukan penelitian terhadap 431 RS
yang mengalami perbubahan dari RS Publik ke RS not for profit, for profit, dan
sebaliknya selama tahun 1991-1997 mendapatkan bahwa perubahan status dari notfor profit menjadi for profit menurunkan pelayanan bagi yang tidak mampu
(uncompensated care) sebesar 13%. Rumah sakit publik yang berubah menjadi RS
for profit mengalami penurunan terbesar dalam dana uncompensated dari 5,2%
menjadi hanya 2,5% dari total expenses (Reinhardt, 2001). menyatakan bahwa not for
profit and for profit hospital sama-sama efisien dalam memproduksi pelayanan
kesehatan, namun RS for profit menetapkan tarif (charge) yang lebih tinggi dari RS
not for profit untuk menutupi akuisisi modalnya. Sejalan dengan penelitian di
Amerika, di Indonesia, RS not for profit seperti memang mempunyai biaya pegawai
yang lebih tinggi dibandingkan dengan RS for profit. Tetapi hal itu terjadi karena RS
not for profit umumnya jauh lebih tua dan lebih besar sehingga beban overhead dan
tingkat upah menjadi lebih tinggi dibandingkan dengan RS for profit yang relatif baru
dan umunya bersekala lebih kecil.
40
Menurut Nicholas Barr, Pembangunan ekonomi yang dilakukan oleh negara
kesejahteraan haruslah berkorelasi dengan kemanfaatan dan kemakmuran rakyat.
Prinsip ini menjadi tugas utama yang harus diwujudkan dalam negara kesejahteraan.
Menurutnya ada dua hal yang terkait langsung dengan upaya pembangunan ekonomi.
Pertama, perwujudan negara kesejahteraan bukanlah sesuatu yang terpisah dari
pembangunan ekonomi. Pembangunan ekonomi harus membuat masyarakat semakin
sejahtera dan bukan sebaliknya. Kedua, tujuan perwujudan negara kesejahteraan
bukan hanya karena alasan kesamaman (equality), tetapi juga demi efisiensi dalam
proses ekonomi. Artinya, alasan kesamaan atau pemerataan tidak bertentangan
dengan tujuan efisiensi dalam ekonomi. Dua hal ini menjadi bagian dari tujuan negara
kesejahteraan.
2.5. Landasan Teori
Gambar 2.3. Perspektif Balanced Scorecard bagi RS dengan Misi Sosial
Sumber : PMPK Tentang Modul Pelatihan Jarak Jauh RSB/ Bussiness Plan (2012)
41
Undang-undang No : 44 Tahun 2009 tentang rumah sakit telah mewajibkan
suatu rumah sakit untuk dapat bertransformasi menjadi sistem pengelolaan rumah
sakit yang menganut pola BLUD agar dapat meningkatkan mutu pelayanan kesehatan
kepada masyarakat. Diharapkan tahun 2011 ( 2 tahun setelah diterbitkannya UU No:
44 Tahun 2009) seluruh rumah sakit sudah menganut pola BLUD, namun karena
alasan kemanusiaan maka rumah sakit harus terus melakukan pelayanannya. Masih
kurangnya
pemahaman
tentang BLUD
menyebabkan
rendahnya
dukungan
implementasi BLUD, disisi lain peluang untuk mengimplementasikan BLUD bukan
hanya monopoli rumah sakit melainkan juga dimanfaatkan oleh SKPD lain demi
meningkatkan
layanan
publik.
Sebaiknya
Pemerintah
Pusat
mengevaluasi
pelaksanaan BLUD dari sisi ketaatan Pemerintah Daerah dan perangkatperangkatnya.
Menyiapkan segala dokumen yang dibutuhkan untuk syarat penetapan sebuah
rumah sakit menjadi BLUD merupakan salah satu unsur dari kesiapan rumah sakit
tersebut untuk dapat merubah pola pelayanan rumah sakit sesuai dengan Permendagri
No. 61 Tahun 2007. Serta pemahaman dan komitmen yang dalam akan pentingnya
BLUD menambah kesiapan dalam menerapkan pola BLUD.
42
2.6. Kerangka Pikir
Input
Proses
Out Put
SDM
-
-
Jumla
h
Tenag
a
Kualif
ikasi
Pemahaman
Regulasi (UU, PP,
& Permen)
Ketersediaan
Proses Penyusunan
Dokumen BLUD
Pola Tata
Kelola
Rencana Strategi
Bisnis
SPM
Proses Advokasi
- Sasaran Advokasi
- Kegiatan Advokasi
Proses penyiapan SDM
Kesiapan
BLUD
Siap
Belum Siap
Gambar 2.4. Kerangka Pikir Penelitian
Berdasarkan kerangka pikir pada gambar 2.6-1 di atas, maka dapat dijelaskan
bahwa Proses sebuah rumah sakit untuk menjadi sebagai BLU terdiri dari beberapa
alur dan tahapan yaitu dari input, proses, dan output. Input terdiri dari sumber daya
manusia, regulasi, peralatan/ sarana, dan keuangan/ sumber dana. Pada tahapan
proses menjelaskan aktivitas proses penyusunan dokumen BLU, proses advokasi, dan
proses penyiapan SDM dan tahap output adalah hasil dari proses yaitu kesipan dari
sebuah rumah sakit untuk menjadi BLU apakah sudah siap atau belum siap.
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Badan Layanan Umum (BLU)
2.1.1. Pengertian BLU
Badan Layanan Umum (BLU) adalah instansi di lingkungan pemerintah
yang dibentuk untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat berupa penyediaan
barang dan/ atau jasa yang dijual tanpa mengutamakan mencari keuntungan dan
dalam melakukan kegiatannya didasarkan pada prinsip efesiensi dan produktivitas.
Pola pengelolaan keuangan Badan Layanan Umum (PPK-BLU) merupakan pola
pengelolaan keuangan yang memberikan fleksibilitas berupa keleluasaan untuk
menerapkan praktek-praktek bisnis yang sehat untuk meningkatkan pelayanan kepada
masyarakat dalam rangka memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan
kehidupan bangsa (PP No. 74 Tahun 2012).
2.1.2. Tujuan BLU
Tujuan dibentuknya BLU adalah untuk meningkatkan pelayanan kepada
masyarakat dalam rangka memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan
kehidupan bangsa dengan memberikan fleksibilitas dalam pengelolaan keuangan
berdasarkan prinsip ekonomi dan produktivitas, dan penerapan praktek bisnis yang
sehat hal ini sesuai dengan PP No. 74 Tahun 2012 pasal 2.
13
14
2.1.3. Azas BLU
Azas BLU menurut pasal 3 PP No.74 Tahun 2012 adalah :
1.
BLU beroperasi sebagai unit kerja Kementrian Negara/ Lembaga/
Pemerintah Daerah untuk tujuan pemberian layanan umum yang pengelolaannya
berdasarkan kewenangan yang didelegasikan oleh instansi induk yang
bersangkutan.
2.
BLU merupakan bagian perangkat pencapaian tujuan Kementrian
Negara/ Lembaga/ Pemerintah Daerah dan karenanya status hukum BLU tidak
terpisah dari Kementrian Negara/ Lembaga/ Pemerintah Daerah sebagai instansi
induk.
3.
Menteri/ Pimpinan Lembaga/ Gubernur/ Bupati/ Walikota bertanggung
jawab atas pelaksanaan kebijakan penyelenggaraan pelayanan umum yang
didelegasikannya kepada BLU dari segi manfaat layanan yang dihasilkan.
4.
Pejabat yang ditunjuk mengelola BLU bertanggung jawab atas
pelaksanaan kegiatan pemberian layanan umum yang didelegasikan kepadanya
oleh Menteri/ Pimpinan Lembaga/ Gubernur/ Bupati/ Walikota.
5.
BLU menyelenggarakan kegiatannya tanpa mengutamakan pencarian
keuntungan.
6.
Rencana kerja dan anggaran serta laporan keuangan dan kinerja BLU
15
disusun dan disajikan sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari rencana kerja
dan anggaran serta laporan keuangan dan kinerja Kementrian Negara/ Lembaga/
SKPD/ Pemerintah Daerah.
7.
BLU mengelola penyelenggaraan layanan umum sejalan dengan praktek
bisnis yang sehat.
Sekalipun BLU dikelola secara otonom dengan prinsip efesiensi dan
produktivitas ala korporasi, namum terdapat beberapa karakteristik lainnya yang
membedakan pengelolaan BLU dengan BUMN/ BUMD, yaitu :
1.
BLU dibentuk untuk meningkatkan pelayanan kepada masyarakat dalam rangka
memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa
2.
Kekayaan BLU merupakan bagian dari kekayaan Negara/ Daerah yang tidak
dipisahkan
serta
dikelola
dan
dimanfaatkan
sepenuhnya
untuk
menyelenggarakan kegiatan BLU yang bersangkutan.
3.
Pembinaan BLU instansi pemerintah pusat dilakukan oleh Menteri Keuangan
dan pembinaan teknis dilakukan oleh Menteri yang bertanggung jawab atas
bidang pemerintahan yang bersangkutan.
4.
Pembinaan keuangan BLU instansi Pemerintah Daerah dilakukan oleh pejabat
pengelola keuangan daerah dan pembinaan teknis dilakukan oleh kepala satuan
kerja perangkat daerah yang bertanggung jawab atas bidang pemerintah yang
bersangkutan.
16
5.
Setiap BLU wajib menyusun rencana kerja dan anggaran tahunan.
6.
Rencana kerja dan anggaran (RKA) serta laporan keuangan dan laporan kinerja
BLU disusun dan disajikan sebagai bagian yang tidak terpisahkan dan RKA serta
laporan keuangan dan laporan kinerja Kementrian Negara/ Lembaga/ Pemerintah
Daerah.
7.
Pendapatan yang diperoleh BLU sehubungan dengan jasa layanan yang
diberikan merupakan pendapatan Negara/ Daerah.
8.
Pendapatan tersebut dapat digunakan langsung untuk membiayai belanja yang
bersangkutan.
9.
BLU dapat menerima hibah atau sumbangan dari masyarakat atau badan lain.
10. Ketentuan lebih lanjut mengenai pengelolaan keuangan BLU diatur dalam
Peraturan Pemerintah.
17
2.1.4. Dasar Hukum BLU
Undang-undang No. 1/
2004 (pasal 68 & 69)
Undang-undang No :
17/2003, 1/ 2004, 15/
2004, 25/ 2004, 32/ 2004
% 33/ 2004
Omnibus
Regulation
Peraturan Pemerintah No :
58/ 2005 tentang
pengelolaan keuangan
daerah (pasal 150)
Peraturan Pemerintah No :
23/ 2005 tentang
pengelolaan keuangan
Badan Layanan Umum
Implementasi
Daerah
Peraturan Menteri Dalam
Negeri No : 61/ 2007 tentang
pedoman teknis pengelolaan
keuangan Badan Layanan
Umum Daerah
Keputusan Kepala
Daerah
Peraturan & Keputusan
Kepala Daerah
Gambar 2.1 Peraturan yang Terkait dengan Pengelolaan Keuangan
Badan Layanan Umum
Sumber : Suherman, 2011
18
2.1.5. Jenis dan Persyaratan BLU
Apabila dikelompokkan menurut jenisnya BLU terbagi menjadi 3 kelompok
yaitu :
1.
BLU yang kegiatannya menyediakan barang atau jasa meliputi rumah
sakit, lembaga pendidikan, pelayanan lisensi, penyiaran, dan lain-lain.
2.
BLU yang kegiatannya mengelola wilayah atau kawasan meliputi
otoritas pengembangan wilayah dan kawasan ekonomi terpadu (kapet); dan
3.
BLU yang mengelola dana khusus meliputi pengelola dana bergulir,
dana UKM, penerusan pinjaman dan tabungan pegawai.
Suatu satuan kerja instansi pemerintah dapat diizinkan mengelola keuangan
dengan PPK-BLU apabila memenuhi persyaratan sebagai berikut :
1.
Persyaratan Substantif terpenuhi apabila instansi pemerintah yang bersangkutan
menyelenggarakan layanan umum yang berhubungan dengan :
a.
Penyediaan barang dan/ atau jasa layanan umum, seperti
pelayanan dibidang kesehatan, penyelenggaraan pendidikan, serta pelayanan
jasa penelitian dan pengembangan (litbang).
b.
Pengelolaan
wilayah/
kawasan
tertentu
untuk
tujuan
meningkatkan pekonomian masyarakat atau layanan umum, seperti otorita
dan kawasan pengembangan ekonomi terpadu (kapet).
19
c.
Pengelolaan dana khusus dalam rangka meningkatkan ekonomi
dan/ atau pelayanan kepada masyarakat, seperti pengelola dana bergulir
untuk usaha kecil dan menengah.
2.
Persyaratan Teknis terpenuhi apabila :
a. Kinerja pelayanan dibidang tugas pokok dan fungsinya layak dikelola dan
ditingkatkan pencapaiannya melalui BLU sebagaimana direkomendasikan
oleh Menteri/ Pimpinan
Lembaga/
Kepala
SKPD
sesuai
dengan
kewenangannya
b. Kinerja keuangan satuan kerja instansi yang bersangkutan adalah sehat
sebagaimana ditunjukkan dalam dokumen usulan penetapan BLU.
3.
Persyaratan
Administratif
terpenuhi
apabila
instansi
Pemerintah
yang
bersangkutan dapat menyajikan seluruh dokumen berikut :
a. Pernyataan kesanggupan untuk meningkatkan kinerja pelayanan, keuangan,
dan manfaat bagi masyarakat. Pernyataan tersebut disusun sesuai dengan
format yang tercantum dalam lampiran Peraturan Menteri Keuangan Nomor
: 119/ PMK.05/ 2007 dan bermaterai serta ditanda tangani oleh pimpinan
satker instansi pemerintah yang mengajukan usulan untuk menerapkan PPKBLU dan disetujui oleh Menteri/ Pimpinan Lembaga terkait.
b. Pola tata kelola yang baik, merupakan peraturan internal satuan Kerja Instansi
20
Pemerintah yang menetapkan :
1) Organisasi dan tata laksana, yang memuat antara lain struktur
organisasi, prosedur kerja, pengelompokan fungsi yang logis,
ketersediaan dan pengembangan sumber daya manusia.
2) Akuntabilitas, yaitu mempertanggungjawabkan pengelolaan sumber
daya serta pelaksanaan kebijakan yang dipercayakan kepada satuan
Kerja Instansi Pemerintah bersangkutan dalam mencapai tujuan yang
telah ditetapkan secara periodik, meliputi akuntabilitas program,
kegiatan, dan keuangan.
3) Transparansi, yaitu adanya kejelasan tugas dan kewenangan, dan
ketersediaan informasi kepada publik.
c. Rencana strategi bisnis, mencakup :
1) Visi, yaitu suatu gambaran yang menantang tentang keadaan masa
depan yang berisikan cita dan citra yang ingin diwujudkan.
2) Misi, yaitu sesuatu yang harus diemban atau dilaksanakan sesuai visi
yang ditetapkan agar tujuan organisasi dapat terlaksana dan berhasil
dengan baik.
3) Program strategis, yaitu program yang berisi proses kegiatan yang
berorientasi pada hasil yang ingin dicapai selama kurun waktu 1 (satu)
21
sampai dengan 5 (lima) tahun dengan memperhitungkan potensi,
peluang, dan kendala yang ada atau mungkin timbul.
4) Kesesuaian visi, misi, program, kegiatan, dan pengukuran pencapaian
kinerja.
5) Indikator kinerja lima tahunan berupa indikator pelayanan, keuangan,
administrasi, dan SDM.
6) Pengukuran pencapaian kinerja, yaitu pengukuran yang dilakukan
dengan menggambarkan apakah hasil kegiatan tahun berjalan dapat
tercapai dengan disertai analisis atas faktor-faktor internal dan
eksternal yang mempengaruhi tercapainya kinerja tahun berjalan.
d. Laporan keuangan pokok ,terdiri atas :
1) Kelengkapan laporan :
a)
Laporan realisasi anggaran/ laporan operasional keuangan, yaitu
laporan yang menyajikan ikhtisar sumber, alokasi, dan pemakaian
sumber daya ekonomi yang dikelola, serta menggambarkan
perbandingan antara anggaran dan realisasinya dalam suatu periode
pelaporan yang terdiri atas unsur pendapatan dan belanja.
b)
Neraca/ prognosa neraca, yaitu dokumen yang menggambarkan
posisi keuangan mengenai aset, kewajiban, dan ekuitas pada
22
tanggal tertentu.
c)
Laporan arus kas, yaitu dokumen yang menyajikan informasi kas
sehubungan dengan aktivitas operasional, investasi, dan transaksi
nonanggaran yang menggambarkan saldo awal, penerimaan,
pengeluaran, dan saldo akhir kas selama periode tertentu.
d)
Catatan atas laporan keuangan, yaitu dokumen yang berisi
penjelasan naratif atau rincian dari angka yang tertera dalam
laporan realisasi anggaran, neraca/prognosa neraca, dan laporan
arus kas, disertai laporan mengenai kinerja keuangan.
2) Kesesuaian dengan standar akuntansi.
3) Hubungan antar laporan keuangan.
4) Kesesuaian antara keuangan dan indikator kinerja yang ada di rencana
strategis.
5) Analisis laporan keuangan.
e. Standar pelayanan minimum (SPM) merupakan ukuran pelayanan yang harus
dipenuhi oleh satuan kerja instansi pemerintah untuk menerapkan PPKBLU. SPM ditetapkan oleh Menteri/ Pimpinan Lembaga/ dalam rangka
penyelenggaraan kegiatan pelayanan kepada masyarakat yang harus
mempertimbangkan kualitas layanan, pemerataan, dan kesetaraan layanan
23
biaya serta kemudahan memperoleh layanan. SPM sekurang-kurangnya
mengandung unsur :
1) Jenis kegiatan atau pelayanan yang diberikan oleh satker, jenis
kegiatannya merupakan pelayanan yang diberikan oleh satker baik
pelayanan ke dalam (satker itu sendiri) maupun pelayanan yang
diberikan kepada masyarakat. Jenis kegiatan ini merupakan tugas dan
fungsi dari satker yang bersangkutan.
2) Rencana pencapaian SPM, Satuan kerja menyusun rencana pencapaian
SPM yang memuat target tahunan pencapaian SPM dengan mengacu
pada batas waktu pencapaian SPM sesuai dengan peraturan yang ada.
3) Indikator pelayanan, SPM menetapkan jenis pelayanan dasar, indikator
SPM dan batas waktu pencapaian SPM.
4) Adanya tanda tangan pimpinan satuan kerja yang bersangkutan dan
Menteri/ Pimpinan Lembaga.
f. Laporan audit terakhir atau pernyataan bersedia untuk diaudit secara
independen, merupakan laporan auditor tahun terakhir sebelum satuan kerja
Instansi Pemerintah yang bersangkutan diusulkan untuk menerapkan PPKBLU. Dalam hal satuan kerja Instansi Pemerintah tersebut belum pernah
diaudit, satuan kerja Instansi Pemerintah dimaksud harus membuat
pernyataan bersedia untuk diaudit secara independen yang disusun dengan
24
mengacu pada formulir yang telah ditetapkan
Gambar 2.2. Proses Penetapan PPK-BLUD SKPD
Sumber : Depdagri, 2006
Berdasarkan alur di atas menunjukkan bahwa status BLU dapat
diberikan sebagai BLU ”penuh” atau BLU ”bertahap”. Kriteria yang digunakan untuk
menetapkan status ini adalah penilaian terhadap persyaratan administrasi sesuai
dengan bobot masing-masing persyaratan sebagai berikut :
25
Tabel 2.1. Kriteria Penilaian untuk Penetapan Status BLU
No
1
2
3
Nilai
Kriteria
80 – 100
Memuaskan
60 – 79
Belum terpenuhi secara memuaskan
Kurang dari
Tidak memuaskan
60
Sumber : Depdagri (2006)
Status
BLU Penuh
BLU bertahap
Ditolak
Unit kerja yang ditetapkan sebagai BLU penuh akan mendapatkan
fleksibilitas sebagai berikut :
a. Pengelolaan pendapatan dan biaya
b. Pengelolaan kas
c. Pengelolaan hutang dan piutang
d. Pengelolaan investasi
e. Pengelolaan barang dan jasa
f. Penyusunan akuntansi, pelaporan dan pertanggungjawaban
g. Pengelolaan surplus dan defisit
h. Kerjasama dengan pihak lain
i. Mempekerjakan tenaga non PNS
j. Pengelolaan dana secara langsung
k. Perumusan standar, kebijakan, sistem, dan prosedur pengelolaan keuangan.
26
2.1.6. Penetapan dan Pencabutan Status BLU
Sebelum penetapan menjadi BLU suatu satuan kerja instansi pemerintah
mengusulkan melalui Menteri/ Pimpinan Lembaga/ Kepala SKPD yang memenuhi
persyaratan substantif, teknis dan administratif untuk menerapkan PPK-BLUD
kepada
Menteri
Keuangan/
Gubernur/
Bupati/
Walikota,
sesuai
dengan
kewenangannya. Penetapan status BLUD dapat berupa status BLU secara penuh atau
status BLU secara bertahap. Status BLU secara penuh diberikan apabila seluruh
persyaratan dipenuhi dengan memuaskan, sedangkan status BLU bertahap diberikan
apabila persyaratan substantif dan teknis telah terpenuhi, namun persyaratan
administratif belum terpenuhi secara memuaskan. Status BLU bertahap dapat
diberikan paling lama 3 (tiga) tahun. Pejabat yang berwenang untuk menetapkan
BLU dapat memberi keputusan penetapan atau surat penolakan terhadap usulan
penetapan BLU paling lambat 3 (tiga) bulan sejak diterima dari Pejabat yang
mengusulkan.
Penerapan PPK-BLU berakhir apabila dicabut oleh Pejabat yang
menetapkan status BLU berdasarkan usul dari pejabat yang mengusulkan atau
berubah status suatu instansi pemerintah menjadi badan hukum dengan kekayaan
Negara yang dipisahkan. Pencabutan BLU dilakukan apabila BLU yang bersangkutan
sudah tidak memenuhi persyaratan substantif, teknis, dan administratif. Pejabat yang
menetapkan status BLU membuat penetapan pencabutan penerapan PPK-BLU paling
lambat 3 (tiga) bulan sejak tanggal usul pencabutan, jika terlampaui maka usul
27
pencabutan dianggap ditolak. Instansi Pemerintah yang pernah di cabut status PPKBLU dapat diusulkan kembali untuk menerapkan PPK-BLU. Dalam rangka menilai
usulan penetapan dan pencabutan maka pejabat yang berwenang untuk menetapkan
BLU menunjuk suatu tim penilai.
2.1.7. Pejabat Pengelola BLU
Pejabat Pengelola BLU dan pegawai BLU dapat terdiri dari pegawai negeri
sipil dan/ atau tenaga profesional nonpegawai negeri sipil sesuia dengan kebutuhan
BLU. Dengan pola pengelolaan keuangan BLU, fleksibilitas diberikan dalam rangka
pelaksanaan anggaran, termasuk pengelolaan pendapatan dan belanja, pengelolaan
kas, dan pengadaan barang/ jasa. Kepada BLU juga diberikan kesempatan untuk
mempekerjakan tenaga profesional non PNS serta kesempatan imbalan jasa kepada
pegawai sesuai dengan kontribusninya. Tetapi
sebagai pengimbang, BLU
dikendalikan secara ketat dalam perencanaan dan penganggarannya, serta dalam
pertanggungjawabannya. Pejabat pengelola BLU terdiri dari :
1.
Pemimpin
Pemimpin sebagaimana dimaksud berfungsi sebagai penanggung jawab umum
operasional dan keuangan BLU yang berkewajiban :
a. Menyiapkan rencana strategis bisnis BLU
b. Menyiapkan RBA tahunan
c. Mengusulkan calon pejabat keuangan dan pejabat teknis sesuai dengan
28
ketentuan yang berlaku
d. Menyampaikan pertanggungjawaban kinerja operasional dan keuangan
BLU
2.
Pejabat Keuangan
Pejabat
keuangan
BLU
sebagaimana
dimaksud
berfungsi
sebagai
penanggungjawab keuangan yang berkewajiban :
a. Mengkoordinasikan penyusunan RBA
b. Menyiapkan dokumen pelaksanaan anggaran BLU
c. Melakukan pengelolaan pendapatan dan belanja
d. Menyelenggarakan pengelolaan kas
e. Melakukan pengelolaan utang-piutang
f. Menyusun kebijakan pengelolaan barang, aset tetap, dan investasi BLU
g. Menyelenggarakan sistem informasi manajemen keuangan
h. Menyelenggarakan akuntansi dan penyusunan laporan keuangan.
3.
Pejabat Teknis
Pejabat teknis BLU sebagaimana dimaksud berfungsi sebagai penanggung jawab
teknis dibidang masing-masing yang berkewajiban :
29
a. Menyusun perencanaan kegiatan teknis dibidangnya
b. Melaksanakan kegiatan teknis sesuai menurut RBA
c. Mempertanggungjawabkan kinerja operasional dibidangnya.
2.1.8. Perbandingan Satuan Kerja Non BLU dengan Satuan Kerja BLU
Untuk melihat perbandingan satuan kerja non BLU dengan satuan kerja BLU
dapat dilihat pada tabel dibawah ini :
Tabel 2.2 Perbandingan Satker Non BLU dengan Satker BLU
No
1
2
Uraian
Pengelola
Tarif Layanan
Satker Non BLU
PNS
Atas dasar adil dan patut
RPJM
6
Dokumen
Perencanaan Jangka
Menengah
Dokumen
Penganggaran
Pengeluaran
Anggaran
Keuangan
7
Pendapatan
8
Surplus Kas
9
Piutang/ Utang
10
11
Laporan Keuangan
Laporan Keuangan
12
Investasi Jangka
Panjang
3
4
5
Rencana Kerja Anggaran
(RKA)
Setelah DIPA disahkan
Tidak memiliki rekening
bank
Setor langsung ke kas
Negara
Disetor ke kas Negara
Tidak diperbolehkan
melakukan piutang/
utang
SAP
Diaudit oleh BPK selaku
entitas
Tidak diperbolehkan
Satker BLU
PNS dan Non PNS
Atas dasar biaya per
unit layanan
RSB
Rencana Bisnis
Anggaran (RBA)
Dapat dikeluarkan jika
DIPA belum disahkan
Memiliki rekening bank
Digunakan langsung
Dapat digunakan
langsung
Diperbolehkan
melakukan piutang/
utang
SAK
Diaudit oleh auditur
Independen
Diperbolehkan
30
13
2.2.
Pengadaan Barang/
Jasa
Keppres
Dapat menyusun
pedoman sendiri
Rumah Sakit
2.2.1. Pengertian Rumah Sakit
Rumah Sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan
pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna (meliputi : pelayanan promotif,
preventif, kuratif, dan rehabilitatif) yang menyediakan pelayanan rawat inap, rawat
jalan, dan gawat darurat. Rumah sakit diselenggarakan berdasarkan pancasila dan
didasarkan kepada nilai kemanusiaan, etika dan profesionalitas, manfaat, keadilan,
persamaan hak dan anti diskriminasi, pemerataan, perlindungan dan keselamatan
pasien, serta mempunyai fungsi sosial.
2.2.2. Tujuan Rumah Sakit
Pengaturan penyelenggaraan Rumah Sakit bertujuan :
a.
Mempermudah akses masyarakat untuk mendapatkan pelayanan kesehatan.
b.
Memberikan perlindungan terhadap keselamatan pasien, masyarakat, lingkungan
rumah sakit dan sumber daya manusia di rumah sakit
c.
Meningkatkan mutu dan mempertahankan standar pelayanan rumah sakit
d.
Memberikan kepastian hukum kepada pasien, masyarakat, sumber daya manusia
31
rumah sakit, dan rumah sakit.
2.2.3. Tugas dan Fungsi Rumah Sakit
Rumah sakit mempunyai tugas memberikan pelayanan kesehatan perorangan
secara paripurna. Untuk menjalankan tugas sebagaimana dimaksud , rumah sakit
mempunyai fungsi :
a.
Penyelenggaraan pelayanan pengobatan dan pemulihan kesehatan sesuai dengan
standar pelayanan rumah sakit.
b.
Pemeliharaan dan peningkatan kesehatan perorangan melalui pelayanan
kesehatan yang paripurna tingkat kedua dan ketiga sesuai kebutuhan medis.
c.
Penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan sumber daya manusia dalam rangka
peningkatan kemampuan dalam pemberian pelayanan kesehatan.
d.
Penyelenggaraan penelitian dan pengembangan serta penapisan teknologi bidang
kesehatan
dalam
rangka
peningkatan
pelayanan
kesehatan
dengan
memperhatikan etika ilmu pengetahuan bidang kesehatan.
2.2.4. Jenis dan Klasifikasi Rumah Sakit
2.2.4.1.
Jenis Rumah Sakit
Rumah sakit dapat dibagi berdasarkan jenis pelayanan dan pengelolaannya.
Berdasarakan jenis pelayanan yang diberikan, rumah sakit dikategorikan :
1.
Rumah sakit umum, yaitu rumah sakit yang memberikan pelayanan kesehatan
32
pada semua bidang dan jenis penyakit.
2.
Rumah sakit khusus, yaitu rumah sakit yang memberikan pelayanan utama
pada satu bidang atau satu jenis penyakit tertentu berdasarkan disiplin ilmu,
golongan umur, organ, jenis penyakit, atau kekhususan lainnya.
Berdasarkan pengelolaannya rumah sakit dapat dibagi menjadi :
1.
Rumah sakit publik, yaitu rumah sakit yang dikelola oleh Pemerintah,
Pemerintah Daerah, dan Badan Hukum yang bersifat nirlaba. Rumah sakit publik
yang dikelola Pemerintah dan Pemerintah Daerah diselenggarakan berdasarkan
pengelolaan Badan Layanan Umum (BLU) atau Badan Layanan Umum Daerah
(BLUD) sesuai dengan pasal 20 UU No : 44 Tahun 2009 tentang rumah sakit.
Rumah sakit publik yang dikelola Pemerintah dan Pemerintah Daerah tidak dapat
dialihkan menjadi rumah sakit privat.
2.
Rumah sakit privat, yaitu rumah sakit yang dikelola oleh Badan Hukum
dengan tujuan profit yang berbentuk perseroan terbatas atau persero (UU No. 44
Tahun 2009).
2.2.4.2.
Klasifikasi Rumah Sakit
Dalam rangka penyelenggaraan pelayanan kesehatan secara berjenjang dan
fungsi rujukan, rumah sakit umum dan rumah sakit khusus diklasifikasikan
bedasarkan fasilitas dan kemampuan pelayanan rumah sakit.
1. Rumah Sakit Umum
33
A. Rumah sakit umum kelas A, adalah rumah sakit umum yang
mempunyai fasilitas dan kemampuan pelayanan medik sekurangkurangnya 4 (empat) spesialis dasar, 5 (lima) spesialis penunjang
medik, 12 (dua belas) spesialis lainnya dan 13 (tiga belas) subspesialis
serta dapat menjadi RS pendidikan apabila telah memenuhi
persyaratan dan standar.
B. Rumah sakit umum kelas B, adalah rumah sakit umum yang
mempunyai fasilitas dan kemampuan pelayanan medik sekurangkurangnya 4 (empat) spesialis dasar, 4 (empat) spesialis penunjang
medik, 8 (delapan) spesialis lainnya dan 2 (dua) subspesialis dasar
serta dapat menjadi RS pendidikan apabila telah memenuhi
persyaratan dan standar.
C. Rumah sakit umum kelas C, adalah rumah sakit umum yang
mempunyai fasilitas dan kemampuan sekurang-kurangnya pelayanan
medik 4 (empat) spesialis dasar dan 4 (empat) pelayanan penunjang
medik.
D. Rumah sakit umum kelas D, adalah rumah sakit umum yang
mempunyai fasilitas dan kemampuan sekurang-kurangnya pelayanan
umum dan 2 (dua) pelayanan medik spesialis dasar (UU No. 44 Tahun
2009).
34
Pelayanan medik spesialis dasar adalah pelayanan medik spesialis penyakit
dalam, obstetri dan ginekologi, bedah dan kesehatan anak. Pelayanan spesialis
penunjang adalah pelayanan medik radiologi, patologi klinik, patologi anatomi,
anaestesi dan reanimasi, rehabilitasi medik. Pelayanan medik spesialis lain adalah
pelayanan medik spesialis telinga hidung dan tenggorokan, mata, kulit dan kelamin,
kedokteran jiwa, syaraf, gigi dan mulut, jantung, paru, bedah syaraf, ortopedi.
Pelayanan medik sub spesialis adalah satu atau lebih pelayanan yang berkembang
dari setiap cabang medik spesialis. Pelayanan medik sub spesialis dasar adalah
pelayanan sub spesialis yang berkembang dari setiap cabang medik spesialis 4 dasar.
Dan pelayanan medik sub spesialis lain adalah pelayanan
subspesialis yang
berkembang dari setiap cabang medik spesialis lainnya.(Kemenkes RI, 2010).
2. Rumah Sakit Khusus
2.3.
A.
Rumah sakit khusus kelas A
B.
Rumah sakit khusus kelas B
C.
Rumah sakit khusus kelas C
Sistem Pembiayaan Kesehatan
Berdasarkan Peraturan Presiden Republik Indonesia No. 72 Tahun 2012
tentang Sistem Kesehatan Nasional (SKN) menyatakan bahwa SKN mendefinisikan
subsistem pembiayaan kesehatan sebagai proses pengelolaan berbagai upaya
penggalian, pengalokasian dan pembelanjaan dana kesehatan untuk mendukung
35
penyelenggaraan pembangunan kesehatan guna mencapai derajat kesehatan
masyarakat
setinggi-tingginya.
Tujuan
penyelenggaraan
sistem
pembiayaan
kesehatan ini adalah agar tersedianya dana kesehatan dalam jumlah yang mencukupi,
teralokasi secara adil dan merata serta termanfaatkan secara berhasil guna dan
berdaya guna. Penyelenggaraan sistem pembiayaan kesehatan akan dapat terlaksana
sesuai dengan tujuan apabila adanya komitmen, kerjasama dan komunikasi yang
sinergis baik antara pihak pemerintah (eksekutif) dan Dewan Perwakilan Rakyat
(DPR) sebagai pembuat kebijakan (legislatif).
Sistem pembiayaan kesehatan merupakan suatu proses yang terus menerus
dan terkendali dalam upaya menjamin ketersediaan dana kesehatan yang mencukupi
dan berkesinambungan baik yang bersumber dari pemerintah pusat, pemerintah
daerah, swasta, masyarakat, dan sumber lainnya. Perencanaan dan pengaturan
pembiayaan kesehatan dilakukan melalui penggalian dan pengumpulan berbagai
sumber dana yang dapat menjamin kesinambungan pembiayaan pembangunan
kesehatan, mengalokasikannya secara rasional, serta menggunakannya secara efisien
dan efektif.
Berkaitan dengan hal pengaturan penggalian dan pengumpulan serta
pemanfaatan dana yang bersumber dari iuran wajib, pemerintah pusat dan pemerintah
daerah harus melakukan sinkronisasi dan sinergisme antara sumber dana dari iuran
wajib, dana Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) atau Anggaran
Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD), dana dari masyarakat, dan sumber lainnya
termasuk dari pihak swasta. Hal ini dilakukan agar tidak adanya tumpang tindih
36
kegiatan dan mempercepat
proses penyerapan anggaran serta
pencapaian
pembangunan kesehatan yang adil dan merata.
2.3.1. Unsur-unsur Sistem Pembiayaan Kesehatan
Ada beberapa unsur yang terdapat dalam sistem pembiayaan kesehatan
antara lain :
a.
Dana
Prinsip dari ketersediaan dana adalah selain dana tersebut tersedia, dana itu harus
mencukupi dan dapat dipertangungjawabkan. Dana dalam sistem pembiayaan
kesehatan dapat diperoleh dari sumber pendapatan daerah baik dari sektor
kesehatan ataupun dari sektor lain yang terkait, baik dari swasta maupun
masyarakat untuk mendukung pelaksanaan pembangunan kesehatan.
b.
Sumber Daya
Sumber daya yang tersedia dalam sistem pembiayaan kesehatan meliputi sumber
daya manusia pengelola, sarana, standar, regulasi, dan kelembagaan yang
digunakan secara berhasil guna dan berdaya guna dalam upaya mendukung
terselenggaranya pembangunan kesehatan.
c.
Pengelolaan Dana Kesehatan
Prosedur atau mekanisme pengelolaan dana kesehatan merupakan seperangkat
aturan yang disepakati secara konsisten dan dijalankan oleh para pelaku
subsistem pembiayaan kesehatan terutama oleh pemerintah pusat dan pemerintah
37
daerah. Pengelolaan tersebut dilakukan secara lintas sektor baik swasta maupun
masyarakat
yang
mencakup
mekanisme
penggalian,
pengalokasian,
pembelanjaan dana kesehatan, dan mekanisme pertanggungjawabannya.
2.3.2. Prinsip-prinsip Sistem Pembiayaan Kesehatan
Ada 3 (tiga) prinsip dalam sistem pembiayaan kesehatan yaitu :
a.
Kecukupan
Pembiayaan kesehatan pada dasarnya merupakan tanggung jawab bersama antara
pemerintah pusat, pemerintah daerah, masyarakat, dan swasta. Alokasi dana yang
berasal dari pemerintah dalam hal pengelolaan kesehatan dilakukan melalui
penyusunan anggaran pendapatan dan belanja baik pusat dan daerah. Pemerintah
saat ini terus melakukan upaya peningkatan dan kecukupan terhadap alokasi dana
kesehatan agar sesuai dengan kebutuhan besaran persentase dalam ketentuan
peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Pembiayaan kesehatan untuk masyarakat miskin dan tidak mampu merupakan
tanggung jawab pemerintah pusat dan pemerintah daerah. Dana kesehatan dapat
diperoleh dari berbagai sumber, baik dari pemerintah pusat, pemerintah daerah,
masyarakat, maupun swasta yang harus digali dan dikumpulkan. Dana tersebut
terus ditingkatkan untuk menjamin kecukupan agar jumlahnya dapat sesuai
dengan kebutuhan, dikelola secara adil, transparan, akuntabel, berhasil guna dan
berdaya
guna,
tersalurkan
secara
tepat
dengan
memperhatikan
berkelanjutannya serta menjamin adanya kesetaraan dan keadilan.
aspek
38
b.
Efektif dan Efisien
Organisasi menjamin efektifitas dan efisiensi penggunaan dana kesehatan. Demi
mendukung upaya tersebut maka pembelanjaannya harus terdapat kesesuaian
antara perencanaan pembiayaan kesehatan, penguatan kapasitas manajemen
perencanaan anggaran dan kompetensi pemberi pelayanan kesehatan. Sistem
pembayaran pada fasilitas pelayanan kesehatan saat ini perlu juga dikembangkan
agar menuju kepada bentuk pembayaran yang prospektif.
c.
Adil dan Transparan
Dana kesehatan yang terhimpun baik dari pemerintah pusat, pemerintah daerah,
maupun masyarakat dimanfaatkan secara adil dalam rangka menjamin
terpeliharanya dan terlindunginya masyarakat dalam memenuhi kebutuhan dasar
kesehatan. Dana kesehatan tersebut digunakan secara bertanggung jawab
berdasarkan prinsip tata pemerintahan yang baik (good governance), transparan,
dan mengacu pada peraturan perundang-undangan yang berlaku.
2.4.
Teori Badan Layanan Umum (BLU)
Asumsi bahwa RS berbentuk Perseroan Terbatas (PT) atau badan hukum
yang mencari laba tidak membuat akses bagi penduduk yang kurang mampu tidak
terabaikan tidak didukung bukti-bukti yang kuat. Berbagai studi di beberapa negara
menunjukkan hal itu. (Thabrany, H, 2005).
Eggleston dan Yip (2004) mendapatkan bahwa kompetisi mendapatkan
pasien dalam sistem pembayaran FFS meningkatkan biaya ( cost escalation).
Peningkatan biaya ini menurunkan akses bagi pasien yang harus bayar pelayanan dari
39
kantong sendiri (self-pay). Penelitian Li dan Robert (2001) menunjukkan bahwa
rumah sakit not for profit di Amerika memberikan pelayanan rawat jalan lebih
banyak dari rumah sakit for profit, sebaliknya RS for profit lebih fokus pada pasien
rawat inap yang lebih menguntungkan. Efek efisiensi dengan cara pembayaran
DRG/case mix mempunyai efek yang sama baik bagi RS for profit maupun not for
profit. Jadi, yang menjadi faktor penting efisiensi adalah sistem pembayaran. Tidak
benar bahwa RS for profit akan lebih efisien.
Thorpe, Florence, and Seiber (2000) melakukan penelitian terhadap 431 RS
yang mengalami perbubahan dari RS Publik ke RS not for profit, for profit, dan
sebaliknya selama tahun 1991-1997 mendapatkan bahwa perubahan status dari notfor profit menjadi for profit menurunkan pelayanan bagi yang tidak mampu
(uncompensated care) sebesar 13%. Rumah sakit publik yang berubah menjadi RS
for profit mengalami penurunan terbesar dalam dana uncompensated dari 5,2%
menjadi hanya 2,5% dari total expenses (Reinhardt, 2001). menyatakan bahwa not for
profit and for profit hospital sama-sama efisien dalam memproduksi pelayanan
kesehatan, namun RS for profit menetapkan tarif (charge) yang lebih tinggi dari RS
not for profit untuk menutupi akuisisi modalnya. Sejalan dengan penelitian di
Amerika, di Indonesia, RS not for profit seperti memang mempunyai biaya pegawai
yang lebih tinggi dibandingkan dengan RS for profit. Tetapi hal itu terjadi karena RS
not for profit umumnya jauh lebih tua dan lebih besar sehingga beban overhead dan
tingkat upah menjadi lebih tinggi dibandingkan dengan RS for profit yang relatif baru
dan umunya bersekala lebih kecil.
40
Menurut Nicholas Barr, Pembangunan ekonomi yang dilakukan oleh negara
kesejahteraan haruslah berkorelasi dengan kemanfaatan dan kemakmuran rakyat.
Prinsip ini menjadi tugas utama yang harus diwujudkan dalam negara kesejahteraan.
Menurutnya ada dua hal yang terkait langsung dengan upaya pembangunan ekonomi.
Pertama, perwujudan negara kesejahteraan bukanlah sesuatu yang terpisah dari
pembangunan ekonomi. Pembangunan ekonomi harus membuat masyarakat semakin
sejahtera dan bukan sebaliknya. Kedua, tujuan perwujudan negara kesejahteraan
bukan hanya karena alasan kesamaman (equality), tetapi juga demi efisiensi dalam
proses ekonomi. Artinya, alasan kesamaan atau pemerataan tidak bertentangan
dengan tujuan efisiensi dalam ekonomi. Dua hal ini menjadi bagian dari tujuan negara
kesejahteraan.
2.5. Landasan Teori
Gambar 2.3. Perspektif Balanced Scorecard bagi RS dengan Misi Sosial
Sumber : PMPK Tentang Modul Pelatihan Jarak Jauh RSB/ Bussiness Plan (2012)
41
Undang-undang No : 44 Tahun 2009 tentang rumah sakit telah mewajibkan
suatu rumah sakit untuk dapat bertransformasi menjadi sistem pengelolaan rumah
sakit yang menganut pola BLUD agar dapat meningkatkan mutu pelayanan kesehatan
kepada masyarakat. Diharapkan tahun 2011 ( 2 tahun setelah diterbitkannya UU No:
44 Tahun 2009) seluruh rumah sakit sudah menganut pola BLUD, namun karena
alasan kemanusiaan maka rumah sakit harus terus melakukan pelayanannya. Masih
kurangnya
pemahaman
tentang BLUD
menyebabkan
rendahnya
dukungan
implementasi BLUD, disisi lain peluang untuk mengimplementasikan BLUD bukan
hanya monopoli rumah sakit melainkan juga dimanfaatkan oleh SKPD lain demi
meningkatkan
layanan
publik.
Sebaiknya
Pemerintah
Pusat
mengevaluasi
pelaksanaan BLUD dari sisi ketaatan Pemerintah Daerah dan perangkatperangkatnya.
Menyiapkan segala dokumen yang dibutuhkan untuk syarat penetapan sebuah
rumah sakit menjadi BLUD merupakan salah satu unsur dari kesiapan rumah sakit
tersebut untuk dapat merubah pola pelayanan rumah sakit sesuai dengan Permendagri
No. 61 Tahun 2007. Serta pemahaman dan komitmen yang dalam akan pentingnya
BLUD menambah kesiapan dalam menerapkan pola BLUD.
42
2.6. Kerangka Pikir
Input
Proses
Out Put
SDM
-
-
Jumla
h
Tenag
a
Kualif
ikasi
Pemahaman
Regulasi (UU, PP,
& Permen)
Ketersediaan
Proses Penyusunan
Dokumen BLUD
Pola Tata
Kelola
Rencana Strategi
Bisnis
SPM
Proses Advokasi
- Sasaran Advokasi
- Kegiatan Advokasi
Proses penyiapan SDM
Kesiapan
BLUD
Siap
Belum Siap
Gambar 2.4. Kerangka Pikir Penelitian
Berdasarkan kerangka pikir pada gambar 2.6-1 di atas, maka dapat dijelaskan
bahwa Proses sebuah rumah sakit untuk menjadi sebagai BLU terdiri dari beberapa
alur dan tahapan yaitu dari input, proses, dan output. Input terdiri dari sumber daya
manusia, regulasi, peralatan/ sarana, dan keuangan/ sumber dana. Pada tahapan
proses menjelaskan aktivitas proses penyusunan dokumen BLU, proses advokasi, dan
proses penyiapan SDM dan tahap output adalah hasil dari proses yaitu kesipan dari
sebuah rumah sakit untuk menjadi BLU apakah sudah siap atau belum siap.