Pengaruh Kompetensi dan Kerja Tim terhadap Kinerja Perawat Pelaksana di Rumah Sakit Umum Daerah Cut Meutia Lhokseumawe

(1)

PENGARUH KOMPETENSI DAN KERJA TIM TERHADAP KINERJA PERAWAT PELAKSANA DI RUANG RAWAT

INAP RUMAH SAKIT UMUM DAERAH CUT MEUTIA LHOKSEUMAWE

TESIS

Oleh :

MUHAMMAD SAYUNI 097032016 / IKM

PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN


(2)

THE INFLUENCE OF COMPETENCY AND TEAMWORK ON THE NURSES ON DUTY’S PERFORMANCE IN THE INPATIENT

WARDS AT CUT MEUTIA GENERAL HOSPITAL LHOKSEUMAWE

THESIS

BY

MUHAMMAD SAYUNI 097032016/IKM

MAGISTER OF PUBLIC HEALTH STUDY PROGRAM FACULTY OF PUBLIC HEALTH

UNIVERSITY OF SUMATERA UTARA MEDAN


(3)

PENGARUH KOMPETENSI DAN KERJA TIM TERHADAP KINERJA PERAWAT PELAKSANA DI RUANG RAWAT

INAP RUMAH SAKIT UMUM DAERAH CUT MEUTIA LHOKSEUMAWE

TESIS

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat

untuk Memperoleh Gelar Magister Kesehatan (M.Kes) dalam Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat

Minat Studi Administrasi dan Kebijakan Kesehatan pada Fakultas Kesehatan Masyarakat

Universitas Sumatera Utara

Oleh

MUHAMMAD SAYUNI 097032016 / IKM

PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN


(4)

Judul Tesis : PENGARUH KOMPETENSI DAN KERJA TIM TERHADAP KINERJA PERAWAT PELAKSANA DI RUANG RAWAT INAP RUMAH SAKIT UMUM DAERAH CUT MEUTIA LHOKSEUMAWE Nama Mahasiswa : Muhammad Sayuni

Nomor Induk Mahasiswa : 097032016

Program Studi : S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat

Minat Studi : Administrasi dan Kebijakan Kesehatan

Menyetujui Komisi Pembimbing

(Dr. Dra. Sitti Raha Agoes Salim, M.Sc) (Siti Zahara Nasution, S.Kp, M.NS) Ketua Anggota

Ketua Program Studi Dekan

(Prof. Dr. Dra. Ida Yustina, M.Si) (Dr. Drs. Surya Utama, M.S)


(5)

Telah diuji pada

Tanggal : 12 Januari 2012

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Dr. Dra. Sitti Raha Agoes Salim, M.Sc. Anggota : 1. Siti Zahara Nasution, S.Kp, M.NS.

2. Dr. Drs. Muslich Lufti, M.B.A, I.D.S


(6)

PERNYATAAN

PENGARUH KOMPETENSI DAN KERJA TIM TERHADAP KINERJA PERAWAT PELAKSANA DI RUANG RAWAT

INAP RUMAH SAKIT UMUM DAERAH CUT MEUTIA LHOKSEUMAWE

TESIS

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tesis ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan disuatu perguruan tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebut dalam daftar pustaka.

Medan, 12 Januari 2012

MUHAMMAD SAYUNI


(7)

ABSTRAK

Tingkat penampilan rumah sakit berdasarkan standar Kemenkes RI menyebutkan nilai Bed Occupancy Rate (BOR) yang ideal adalah 75-85%. Data di rumah sakit umum daerah Cut Meutia Lhokseumawe berdasarkan BOR (Bed Occupancy Rate) rumah sakit mengalami penurunan dari 74,75% tahun 2009 menjadi 67,00% tahun 2010.

Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis pengaruh kompetensi dan kerja tim terhadap kinerja perawat pelaksana di rumah sakit umum daerah Cut Meutia Lhokseumawe. Jenis penelitian survei explanatory, dilaksanakan pada bulan September 2011 sampai dengan bulan Januari 2012. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh perawat pelaksana yang melakukan asuhan keperawatan berjumlah 139 orang dan yang dijadikan sampel berjumlah 82 orang. Data diperoleh dengan wawancara menggunakan kuesioner, dianalisis dengan uji regresi linier berganda.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa kompetensi dan kerja tim berpengaruh terhadap kinerja perawat pelaksana. Variabel yang paling berpengaruh terhadap kinerja perawat pelaksana adalah variabel kompetensi.

Disarankan kepada manajemen Rumah Sakit Umum Daerah Cut Meutia Lhokseumawe untuk meningkatkan kompetensi perawat dengan menyelenggarakan pelatihan keperawatan serta meningkatkan kerja tim antar perawat pelaksana dengan menugaskan kepala ruangan melakukan bimbingan teknis secara rutin.


(8)

ABSTRACT

The level of a hospital performance, based on the standard made by Ministry of Health Indonesia states that the ideal Bed Occupancy Rate (BOR), is 75-85%. The data found in Cut Meutia General Hospital, Lhokseumawe showed that is`s BOR decreased from 74.75% in 2009 to 67.00% in 2010.

The aim of the research was to analyze the influence of competence and teamwork on the nurses on duty’s performance in Cut Meutia Regional Hospital, Lhokseumawe. The type of the research was an explanatory survey, was conducted from September 2011 until January 2012. The population were 139 nurses on duty, and 82 of them were used as the samples. The data were obtained through questionnaire-based interviews then were analyzed through multiple linear regression tests.

The result showed that the competence and teamwork had influence on the performance of the nurses on duty. The variable which had the most dominant influence on the performance of the nurses on duty is competence.

The management of Cut Meutia General Hospital, Lhokseumawe is suggested to improve the competency of the nurses with conducting nursing training and to improve inter-nurse team work by assigning the ward leader to provide technical guidance routinely.


(9)

KATA PENGANTAR

Segala Puji Syukur penulis dipanjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan rahmat serta pertolonganNya yang berlimpah sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penyusunan tesis ini dengan judul "Pengaruh

Kompetensi dan Kerja Tim terhadap Kinerja Perawat Pelaksana di Rumah Sakit Umum Daerah Cut Meutia Lhokseumawe".

Penulisan tesis ini merupakan salah satu persyaratan akademik untuk menyelesaikan pendidikan pada Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Minat Studi Administrasi dan Kebijakan Kesehatan, Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

Penulis, dalam menyusun tesis ini mendapat bantuan, dorongan dan bimbingan dari berbagai pihak. Untuk itu pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada :

1. Rektor Universitas Sumatera Utara, yaitu Prof. Dr. dr. Syahril Pasaribu, DTM&H, M.Sc (CTM), Sp.A(K).

2. Dr. Drs. Surya Utama, M.S, Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

3. Prof. Dr. Dra. Ida Yustina, M.Si, Ketua Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat, Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara, dan Dr. Ir. Evawany Aritonang, M.Si selaku Sekretaris Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat, Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.


(10)

4. Dr. Dra. Sitti Raha Agoes Salim, M.Sc selaku ketua komisi pembimbing dan Siti Zahara Nasution, S.Kp, M.NS, selaku anggota komisi pembimbing yang dengan penuh perhatian dan kesabaran membimbing, mengarahkan dan meluangkan waktu untuk membimbing penulis mulai dari proposal hingga penulisan tesis selesai.

5. Dr. Drs. Muslich Lufti, M.B.A, I.D.S,dan dr. Heldy BZ, M.P.H selaku penguji tesis yang dengan penuh perhatian dan kesabaran membimbing, mengarahkan dan meluangkan waktu untuk membimbing penulis mulai dari proposal hingga penulisan tesis selesai.

6. Direktur Rumah Sakit Umum Daerah Cut Meutia Lhokseumawe beserta jajarannya yang telah berkenan memberikan izin untuk melakukan penelitian dan sehingga tesis ini selesai.

7. Dosen dan staf di lingkungan Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Minat Studi Administrasi dan Kebijakan Kesehatan, Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

8. Ibunda dan Abang atas segala jasanya sehingga penulis selalu mendapat pendidikan terbaik.

9. Rekan - rekan dan semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu yang telah banyak memberikan bantuan moril dan materil selama mengikuti pendidikan, penelitian dan penulisan tesis.

Penulis menyadari atas segala keterbatasan, untuk itu saran dan kritik yang membangun sangat penulis harapkan demi kesempurnaan tesis ini dengan harapan,


(11)

semoga tesis ini bermanfaat bagi pengambil kebijakan di bidang kesehatan, dan pengembangan ilmu pengetahuan bagi penelitian selanjutnya.

Medan, 12 Januari 2012 Penulis

Muhammad Sayuni 097032016/IKM


(12)

RIWAYAT HIDUP

Muhammad Sayuni, lahir di Aceh Utara pada tanggal 17 Agustus 1983, anak kelima dari M. Ali (Alm) dan Ibunda Ummiah yang saat ini bertempat tinggal di Kabupaten Aceh Utara Provinsi Aceh.

Pendidikan formal penulis dimulai tahun 1989 di Sekolah Dasar di SD Negeri 5 Baktiya Barat tamat tahun 1995, Sekolah Menengah Pertama di SMP Negeri 1 Baktiya tamat tahun 1998, Sekolah Menengah Umum di SMU Negeri 1 Baktiya tamat tahun 2001, Akademi Keperawatan Pemda Aceh Utara tamat tahun 2004, melanjutkan ke Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Mutiara Indonesia Medan Program Studi Ilmu Keperawatan tamat tahun 2008 dan sekarang lagi menyelesaikan S-2 di Program Studi S-2 Ilmu Kesehatan Masyarakat di Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara dengan Minat Studi Administrasi dan Kebijakan Kesehatan pada tahun 2009.


(13)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK ... i

ABSTRACT ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

RIWAYAT HIDUP . ... vi

DAFTAR ISI ... vii

DAFTAR TABEL ... ix

DAFTAR GAMBAR ... xi

DAFTAR LAMPIRAN ... xii

BAB 1. PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Permasalahan ... 7

1.3. Tujuan Penelitian ... 8

1.4. Hipotesis ... 8

1.5. Manfaat Penelitian ... 8

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA ... 9

2.1. Teori Kinerja ... 9

2.1.1. Pengertian Kinerja ... 9

2.1.2. Syarat-Syarat Berkualitas Kinerja ... 10

2.1.3. Penilaian Kinerja ... 11

2.1.4. Manfaat Penilain Kinerja ... 14

2.1.5. Kinerja Perawat ... 15

2.2. Teori Kompetensi ... 21

2.2.1. Pengertian Kompetensi ... 21

2.2.2. Kompetensi Perawat ... 22

2.2.3. Pengetahuan ... 24

2.2.4. Ketrampilan ... 26

2.2.5. Konsep Kompetensi ... 27

2.3. Teori Kerja Tim ... ... 29

2.3.1. Pengertian Kerja Tim ... 29

2.3.2. Pembentukan Kerja Tim ... 30

2.3.3. Menciptakan Tim Kreatif ... 31

2.3.4. Komponem Kerja Tim ... 35

2.4. Landasan Teori ... 43

2.5. Kerangka Konsep Penelitian ... 44

BAB 3. METODE PENELITIAN ... 45

3.1. Jenis Penelitian ... 45


(14)

3.3. Populasi dan Sampel ... 45

3.4. Metode Pengumpulan Data ... 46

3.4.1. Data Primer ... 47

3.4.2. Data Skunder ... 47

3.4.3. Validitas dan Reliabilitas ... 47

3.5. Variabel dan Definisi Operasional ... 52

3.6. Metode Pengukuran ... 53

3.7. Metode Analisis Data ... 54

3.7.1. Analisis Univariat ... 54

3.7.2. Analisis Bivariat ... 55

3.7.3. Analisis Multivariat ... 55

BAB 4. HASIL PENELITIAN ... 57

4.1. Diskripsi Lokasi penelitian ... 57

4.1.1. Letak Geografi RSUD Cut Meutia Lhokseumawe ... 57

4.1.2. Visi dan Misi RSUD Cut Meutia Lhokseumawe ... 57

4.1.3. Tujuan RSUD Cut Meutia Lhokseumawe ... 58

4.2. Identitas Responden ... 58

4.3. Analisis Univariat ... 60

4.3.1. Kompetensi ... 60

4.3.2. Kerja Tim ... 68

4.3.3. Kinerja Perawat Pelaksana ... 79

4.4. Analisis Bivariat ... 82

4.4.1. Hubungan Kompetensi dengan Kinerja Perawat Pelaksana di RSUD Cut Meutia Lhokseumawe ... 83

4.4.2. Hubungan Krja Tim dengan Kinerja Perawat Pelaksana .. di RSUD Cut Meutia Lhokseumawe Analisa Univariat .. 83

4.5. Analisis Multivariat ... 84

BAB 5. PEMBAHASAN ... 88

5.1. Kinerja Perawat Pelaksana di RSUD Cut Meutia Lhokseumawe .. 88

5.2. Pengaruh Kompetensi terhadap Perawat Pelaksana di RSUD Cut . Meutia Lhokseumawe ... 90

5.3. Pengaruh Kerja Tim terhadap Perawat Pelaksana di RSUD Cut .... Meutia Lhokseumawe ... 96

BAB 6. KESIMPULAN DAN SARAN ... 103

6.1. Kesimpulan ... 103

6.2. Saran ... 103

DAFTAR PUSTAKA ... ….. 105


(15)

DAFTAR TABEL

No. Judul Halaman

1.1. Hasil observasi di ruang rawat inap RSUD Cut Meutia Lhokseumawe... 6

3.1. Uji Validitas Variabel Kompetensi ... 48

3.2. Uji Validitas Variabel Kerja Tim ... 49

3.3. Uji Validitas Variabel Kenerja Perawat Pelaksana ... 50

3.4. Uji Reliabilitas ... 51

3.5. Definisi Operasional Variabel Independen . ... 52

3.6. Definisi Operasional Variabel Dependen... 53

3.7. Aspek Pengukuran Variabel Penelitian ... 54

4.1. Distribusi Identitas Responden ... 59

4.2. Distribusi Frekuensi Berdasarkan Kompetensi Perawat ... 60

4.3. Distribusi Frekuensi Berdasarkan Kategori Kompetensi Perawat ... 62

4.4. Distribusi Frekuensi Berdasarkan Pengetahuan Perawat ... 62

4.5. Distribusi Frekuensi Berdasarkan Kategori Pengetahuan Perawat ... 64

4.6. Distribusi Frekuensi Berdasarkan Ketrampilan Perawat ... 65

4.7. Distribusi Frekuensi Berdasarkan kategori Ketrampilan Perawat ... 67

4.8. Distribusi Frekuensi Berdasarkan kategori Keseluruhan Kompetensi ... Perawat ... 67

4.9. Distribusi Frekuensi Berdasarkan Kerja Tim Perawat ... 68

4.10. Distribusi Frekuensi Berdasarkan Kategori Kerja Tim Perawat ... 70


(16)

4.12. Distribusi Frekuensi Berdasarkan Kategori Kerjasama Perawat ... 72

4.13. Distribusi Frekuensi Berdasarkan Kepercayaan Perawat ... 73

4.13. Distribusi Frekuensi Berdasarkan Kategori Kepercayaan ... 75

4.15. Distribusi Frekuensi Berdasarkan Kekompakan Perawat ... 76

4.16. Distribusi Frekuensi Berdasarkan Kategori Kekompakan Perawat ... 78

4.17. Distribusi Frekuensi Berdasarkan Kategori Keseluruhan Kerja Tim ... Perawat ... 78

4.18. Distribusi Frekuensi Berdasarkan Kinerja Perawat Pelaksana ... 79

4.19. Distribusi Frekuensi Berdasarkan Kategori Kinerja Perawat Pelaksana ... 82

4.20. Hubungan Kompetensi dengan Kinerja Perawat Pelaksana ... 83

4.21. Hubungan Kerja Tim dengan Kinerja Perawat Pelaksana ... 84

4.22. Pengaruh Kompetensi dan kerja Tim terhadap Kinerja Perawat ... Pelaksana ... 85


(17)

DAFTAR GAMBAR

No. Judul Halaman

2.1. Periode Penilaian Kinerja ... 13

2.2. Siklus Proses Keperawatan ... 16

2.3. Karakteristik Dasar Kompetensi ... 23

2.4. Kerangka Konsep Penelitian ... 44


(18)

DAFTAR LAMPIRAN

No. Judul Halaman

1. Kuesioner Penelitian ... 110

2. Hasil Uji Univariat ... 117

3. Hasil Uji Bivariat ... 143

4. Hasil Uji Multivariat ... 145

5. Surat Keterangan Izin Penelitian ... 147


(19)

ABSTRAK

Tingkat penampilan rumah sakit berdasarkan standar Kemenkes RI menyebutkan nilai Bed Occupancy Rate (BOR) yang ideal adalah 75-85%. Data di rumah sakit umum daerah Cut Meutia Lhokseumawe berdasarkan BOR (Bed Occupancy Rate) rumah sakit mengalami penurunan dari 74,75% tahun 2009 menjadi 67,00% tahun 2010.

Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis pengaruh kompetensi dan kerja tim terhadap kinerja perawat pelaksana di rumah sakit umum daerah Cut Meutia Lhokseumawe. Jenis penelitian survei explanatory, dilaksanakan pada bulan September 2011 sampai dengan bulan Januari 2012. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh perawat pelaksana yang melakukan asuhan keperawatan berjumlah 139 orang dan yang dijadikan sampel berjumlah 82 orang. Data diperoleh dengan wawancara menggunakan kuesioner, dianalisis dengan uji regresi linier berganda.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa kompetensi dan kerja tim berpengaruh terhadap kinerja perawat pelaksana. Variabel yang paling berpengaruh terhadap kinerja perawat pelaksana adalah variabel kompetensi.

Disarankan kepada manajemen Rumah Sakit Umum Daerah Cut Meutia Lhokseumawe untuk meningkatkan kompetensi perawat dengan menyelenggarakan pelatihan keperawatan serta meningkatkan kerja tim antar perawat pelaksana dengan menugaskan kepala ruangan melakukan bimbingan teknis secara rutin.


(20)

ABSTRACT

The level of a hospital performance, based on the standard made by Ministry of Health Indonesia states that the ideal Bed Occupancy Rate (BOR), is 75-85%. The data found in Cut Meutia General Hospital, Lhokseumawe showed that is`s BOR decreased from 74.75% in 2009 to 67.00% in 2010.

The aim of the research was to analyze the influence of competence and teamwork on the nurses on duty’s performance in Cut Meutia Regional Hospital, Lhokseumawe. The type of the research was an explanatory survey, was conducted from September 2011 until January 2012. The population were 139 nurses on duty, and 82 of them were used as the samples. The data were obtained through questionnaire-based interviews then were analyzed through multiple linear regression tests.

The result showed that the competence and teamwork had influence on the performance of the nurses on duty. The variable which had the most dominant influence on the performance of the nurses on duty is competence.

The management of Cut Meutia General Hospital, Lhokseumawe is suggested to improve the competency of the nurses with conducting nursing training and to improve inter-nurse team work by assigning the ward leader to provide technical guidance routinely.


(21)

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Rumah sakit merupakan institusi pelayanan kesehatan bagi masyarakat dengan karakteristik tersendiri dan dipengaruhi oleh perkembangan ilmu pengetahuan kesehatan, kemajuan teknologi, dan kehidupan sosial ekonomi masyarakat yang harus tetap mampu meningkatkan pelayanan yang lebih bermutu dan terjangkau oleh masyarakat agar terwujud derajat kesehatan yang setinggi-tingginya (Depkes RI, 2009).

Berdasarkan Undang - undang RI Nomor 44 tahun 2009, tugas pokok rumah sakit adalah: memberikan pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna dengan fungsi antara lain: (1) penyelengaraan pelayanan pengobatan dan pemulihan kesehatan, (2) pemeliharaan dan peningkatan kesehatan perorangan, (3) penyelengaraan pendidikan dan pelatihan sumber daya manusia, (4) penyelenggaraan penelitian dan pengembangan serta penapisan teknologi bidang kesehatan.

Pelayanan di rumah sakit merupakan pelayanan multi disiplin, dan salah satu bagian pelayanan kesehatan yang memiliki kontribusi penentu mutu dan membentuk image tentang rumah sakit adalah perawat. Pelayanan keperawatan di rumah sakit merupakan bagian yang tak dapat dipisahkan dari pelayanan kesehatan secara keseluruhan, bahkan sebagai salah satu faktor penentu mutu bagi pelayanan dan citra rumah sakit di mata masyarakat (Depkes RI, 2001).


(22)

Kompleksnya sumber daya rumah sakit sebagai akibat meluasnya peran dan cakupan kegiatan suatu rumah sakit, memerlukan perhatian besar, perbaikan dan perubahan besar dalam manajemen. Jika dibandingkan dengan sumber daya lain, sumber daya manusia merupakan aset yang bernilai tinggi karena mempunyai potensi untuk terus tumbuh (Ilyas, 2002). Diantara sumber daya manusia yang terlibat secara langsung dalam pemberian pelayanan kepada pasien rumah sakit, sekitar 40% adalah tenaga perawat dan bidan (DepKes R.I, 2002). Pelayanan keperawatan merupakan bagian integral dari sistem pelayanan kesehatan, sehingga kepentingan pelayanan keperawatan mempunyai arti penting bagi pasien khususnya dalam proses penyembuhan maupun rehabilitasi di rumah sakit (Depkes RI, 2008). Kepuasan layanan bagi pasien di rumah sakit merupakan kinerja dari tenaga keperawatan.

Menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 81/Menkes/SK/I/2004, Pelayanan kesehatan di rumah sakit bersifat individu, spesifik dan unik sesuai karakteristik pasien, di samping itu harus mengacu pada Standard Operasional Procedure (SOP) serta penggunaan teknologi. Agar pelayanan keperawatan dapat mengikuti cepatnya perkembangan ilmu dan teknologi yang terjadi pada sistem pelayanan kesehatan, strategi yang dilakukan adalah tetap menjaga kualitas sumber daya manusia (Depkes RI, 2004).

Kompetensi sangat perlu dipahami petugas perawat dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya. Menurut Linda (1999), kompetensi adalah kombinasi spesifik antara pengetahuan, dan keterampilan yang dibutuhkan untuk mengerjakan suatu kegiatan khusus.


(23)

Sementara itu menurut Stephen, dan Timothy (2008) kerja tim merupakan kelompok usaha-usaha yang menghasilkan kinerja lebih tinggi dari pada jumlah masukan individual. Kerja tim mempunyai kemampuan untuk cepat berkumpul, menyebar, memfokus ulang dan membubarkan diri. Selain itu kerja tim merupakan cara yang efektif untuk memberikan asuhan keperawatan, pendokumentasian dan meningkatkan kerja tim perawat dengan memudahkan partisipasi perawat (Wahjono, 2003).

Perawat di rumah sakit sebagai perawat pelaksana yaitu pemberi asuhan keperawatan sehingga apabila kita akan melihat kinerja perawat maka yang dilihat adalah hasil yang dicapai oleh perawat dalam memberikan asuhan keperawatan. Hasil kerja perawat di rumah sakit dapat dinilai melalui pengamatan langsung yaitu proses pemberian asuhan keperawatan atau laporan dan catatan pasien (dokumentasi) asuhan keperawatan yang telah di berikan (hasil asuhan keperawatan) PPNI, 2002. Dengan demikian pencapaian standar praktik keperawatan yang tinggi atau kinerja perawat yang tinggi dalam pelayanan keperawatan akan memengaruhi tingkat kualitas dalam keperawatan. Asuhan keperawatan yang optimal merupakan salah satu indikator dari kinerja perawat, dimana untuk mewujudkan sangat diperlukan dukungan tenaga keperawatan yang berdasarkan kaidah-kaidah profesinya yang berlaku (Gillies, 1994).

Menurut As’ad (2000), kinerja adalah suatu hasil yang telah dicapai seseorang menurut ukuran yang berlaku untuk pekerjaan yang bersangkutan. Sesuatu yang berpengaruh dengan yang dihasilkan seseorang dari perilaku kerjanya. Orang dengan tingkat kinerja yang tinggi disebut produktif, sebaliknya orang yang tingkat


(24)

kinerjanya rendah, tidak mencapai standar dikatakan tidak produktif atau berkinerja rendah.

Kinerja perawat dalam melaksanakan asuhan keperawatan adalah suatu proses atau rangkaian kegiatan pada praktek keperawatan yang langsung diberikan pada pasien meliputi : pengkajian, diagnosa, rencana tindakan, pelaksanaan tindakan keperawatan dan evaluasi tindakan keperawatan, kemudian hasil pelaksanaan asuhan keperawatan ini didokumentasikan dalam dokumentasi asuhan keperawatan. Dokumentasi asuhan keperawatan merupakan suatu rangkaian sistem pencatatan dan pelaporan informasi tentang status kesehatan pasien dan semuan kegiatan asuhan keperawatan yang dilakukan perawat pada pasien dalam pelayanan asuhan keperawatan (Ilyas, 2001).

Penelitian yang dilakukan oleh Direktorat Keperawatan Departemen Kesehatan Republik Indonesia bekerjasama dengan World Health Organization (WHO, 2005) di Provinsi Kalimantan Timur, Sumatera Utara, Sulawesi Utara, Jawa Barat dan Daerah Khusus Ibukota (DKI) Jakarta menemukan bahwa 70% perawat dan bidan selama 3 tahun terakhir tidak pernah mengikuti pelatihan, 39,8% masih melakukan tugas-tugas kebersihan, 47,4% perawat dan bidan tidak memiliki uraian tugas dan belum dikembangkan monitoring dan evaluasi kinerja perawat dan bidan khususnya mengenai keterampilan, sikap, kedisiplinan dan motivasi kerjanya (www.Syair/wordpress.com).

Berdasarkan hasil penelitian Soestisno (2008) di Rumah Sakit Imanuel Bogor menunjukan bahwa kompetensi merupakan faktor determinan terhadap kinerja perawat pelaksana. Saljan (2009) dalam hasil penelitiannya di ruang rawat inap


(25)

Rumah Sakit Islam Jakarta Pondok Kopi Jakarta Timur menyatakan bahwa tidak ada hubungan antara kompetensi dengan wewenang dalam menjalankan tugas.

Penelitian selanjutnya dilakukan oleh Nelfiyanti (2009) dalam sebuah jurnal dengan judul karakteristik sumber daya manusia yang dibutuhkan dunia industri/organisasi. Hasil dari penelitian ini menunjukkan karakteristik dasar yang dibutuhkan oleh perusahaan mencakup karakteristik umum (demografi) dan karakteristik khusus yang mencakup Knowledge, Skill, Ability dan Others (Wardah, 2007).

Berdasarkan uraian di atas kompetensi adalah kemampuan dan kemauan untuk melakukan sebuah tugas dengan kinerja yang efektif. Makna tersebut sesuai dengan yang dikatakan Michael (1998), bahwa kompetensi adalah knowledge, skill dan kualitas individu untuk mencapai kesuksesan pekerjaannya.

Tingkat penampilan rumah sakit berdasarkan standar dari Depkes RI menyebutkan nilai Bed Occupancy Rate (BOR) yang ideal adalah 75-85% (http:/www. yanmedik- depkes.or.id/ kegPel/default .htmhome). Rumah Sakit Umum Daerah Cut Meutia Lhokseumawe berdasarkan data yang diperoleh dari Rekam Medik bahwa pada tahun 2009 pencapaian BOR 84,75%, tahun 2010 berkurang menjadi 67,00%, namun masih dalam kategori ideal sesuai dengan standar Depkes RI.

Rumah Sakit Umum Daerah Cut Meutia Lhokseumawe merupakan salah satu rumah sakit Pemerintah yang ada di Kabupaten Aceh Utara, memberikan pelayanan kepada masyarakat, baik peserta Askes sosial, Jamkesmas, JKA (Jaminan Kesehatan Aceh) maupun pasien umum, dengan jumlah tenaga perawat 139 orang, rumah sakit


(26)

ini juga telah pernah melakukan pelatihan asuhan keperawatan kepada perawat pelaksana pada bulan Oktober 2009. (Profil RSUD Cut Meutia Lhokseumawe, 2010).

Hasil wawancara yang dilakukan peneliti dengan kepala bidang keperawatan RSUD Cut Meutia Lhokseumawe pada bulan Mei 2011, diperoleh informasi bahwa pendidikan berkelanjutan terutama tentang kompetensi bagi perawat belum dilaksanakan secara rutin. Belum adanya pendidikan berkelanjutan disebabkan oleh dana yang terbatas sehingga perawat dalam memberikan asuhan keperawatan belum menggunakan informasi terbaru. Selain itu RSUD Cut Meutia Lhokseumawe belum memiliki standar asuhan keperawatan sehingga dalam memberikan asuhan keperawatan belum maksimal sesuai standar yang telah ditetapkan.

Hasil observasi yang dilakukan peneliti pada bulan Mei 2011, disalah satu ruang rawat inap RSUD Cut Meutia Lhokseumawe, perawat dalam melakukan tindakan perawatan belum mengunakan Standard Operasional Procedur (SOP) seperti ditujukkan pada tebel 1.1.

Tabel 1.1 Hasil observasi Disalah Satu Ruang Rawat Inap RSUD Cut Meutia Lhokseumawe.

Kegiatan Audit Dokumen Dilaksanakan (%)

Pengkajian Catatan Rawatan Pasien 65 %

Diagnosa Catatan Rawatan Pasien 70 %

Perencanaan. Catatan Rawatan Pasien 53,33 %

Pelaksanaan. Catatan Rawatan Pasien 55 %

Evaluasi Catatan Rawatan Pasien 60 %

Pencatatan asuhan keperawatan. Catatan Rawatan Pasien 50 %

Sumber : Hasil observasi disalah satu ruang rawat inap RSUD Cut Meutia Lhokseumawe, Mei 2011

Hasil wawancara terhadap beberapa perawat pelaksana tentang kegiatan kerja tim diperoleh data sebagai berikut : kerja tim keperawatan belum dilakukan secara


(27)

optimal, hasil kerja tidak disampaikan kepada perawat pelaksana yang mengganti shift selanjutnya, kerja tim yang dilakukan hanya sebatas melihat atau mengamati tanpa ada pengarahan, bimbingan, evaluasi tentang asuhan keperawatan termasuk di dalam tindakan keperawatan.

Dilihat dari sisi kompetensi, para perawat pelaksana merupakan interaksi manusia dengan lingkungan kerja yang akan mengefektifkan penggunaan kompetensi pengetahuan dan kompetensi ketrampilan untuk pencapaian target kerja tim, terhadap perawat pelaksana agar dapat memberikan asuhan keperawatan secara optimal. Dengan pemberian asuhan keperawatan yang optimal diharapkan dapat menciptakan harapan konsumen akan kepuasan dalam memperoleh pelayanan keperawatan selama di rumah sakit sehingga secara tidak langsung mendukung tujuan rumah sakit.

Berdasarkan data di atas perlu dilakukan penelitian untuk mengetahui pengaruh kompetensi dan kerja tim terhadap kinerja perawat pelaksana di ruang rawat inap Rumah Sakit Umum Daerah Cut Meutia Lhokseumawe 2011.

1.2. Permasalahan

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan diatas yang menjadi masalah pada penelitian ini adalah bagaimana pengaruh kompetensi perawat (pengetahuan, ketrampilan) dan kerja tim (kerjasama, kepercayaan, kekompakan), terhadap kinerja perawat pelaksana rawat inap di Rumah Sakit Umum Daerah Cut Meutia Lhokseumawe.


(28)

1.3. Tujuan Penelitian

Untuk menganalisis pengaruh kompetensi (pengetahuan, ketrampilan) dan kerja tim (kerjasama, kepercayaan, kekompakan), terhadap kinerja perawat pelaksana di ruang rawat inap Rumah Sakit Umum Daerah Cut Meutia Lhokseumawe 2011.

1.4. Hipotesis

Ada pengaruh kompetensi (pengetahuan, ketrampilan), dan kerja tim (kerjasama, kepercayaan, kekompakan), terhadap kinerja perawat pelaksana di ruang rawat inap Rumah Sakit Umum Daerah Cut Meutia Lhokseumawe 2011.

1.5. Manfaat Penelitian

1. Penelitian ini sebagai masukan bagi Rumah Sakit Umum Daerah Cut Meutia Lhokseumawe dalam upaya meningkatkan kinerja perawat pelaksana di masa yang akan datang.

2. Penelitian ini sebagai bahan studi kepustakaan dan memperkaya penelitian ilmiah di program studi ilmu kesehatan masyarakat.

3. Penelitian ini sebagai bahan pengetahuan untuk memperluas wawasan penelitian dalam bidang ilmu manajemen keperawatan, khususnya kinerja perawat pelaksana pada Rumah Sakit Umum Daerah Cut Meutia Lhokseumawe.


(29)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Teori Kinerja

2.1.1. Pengertian Kinerja

Kinerja adalah merupakan ukuran hasil yang mana hal ini menggambarkan sejauh mana aktivitas seseorang dalam melaksanakan tugas dan berusaha dalam mencapai tujuan yang ditetapkan (Robbins, 2006).

Menurut Irawan (2000) menyatakan bahwa kinerja adalah terjemahan dari kata performance. Pengertian kinerja atau performance sebagai output seorang pekerja, sebuah output proses manajemen, atau suatu organisasi secara keseluruhan, dimana output tersebut harus dapat ditunjukkan buktinya secara konkret dan dapat diukur (dibandingkan dengan standar yang telah ditentukan).

Pendapat lain Mangkunegara (2000), kinerja atau prestasi kerja adalah hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh seseorang pegawai dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan kepadanya. Baik tidaknya karyawan dalam menjalankan tugas yang diberikan perusahaan dapat diketahui dengan melakukan penilaian terhadap kinerja karyawannya. Penilaian kinerja merupakan alat yang sangat berpengaruh untuk mengevaluasi kinerja karyawan bahkan dapat memotivasi dan mengembangkan karyawan.

Sementara menurut Hasibuan (2001) prestasi kerja adalah suatu hasil kerja yang dicapai karyawan dalam melaksanakan tugas-tugas yang dibebankan kepadanya yang didasarkan atas kecakapan pengalaman, dan kesungguhan serta waktu.


(30)

2.1.2. Syarat - Syarat Berkualitas Kinerja

Kinerja yang berkualitas harus memenuhi beberapa persyaratan, yaitu : 1. Potensi (Input)

Agar penilaian kinerja tidak bias dan dapat mencapai sasaran sesuai yang dikehendaki oleh perusahaan, maka perlu ditetapkan, disepakati, dan diketahui faktor-faktor yang akan dinilai/dievaluasi sebelumnya sehingga setiap karyawan yang ada dalam perusahaan telah mengetahui dengan pasti faktor-faktor apa yang akan dinilai. Ruang lingkup pengukuran adalah who, what, why, when, where, how.

2. Pelaksanaan (Process)

Dalam fase pelaksanaan, proses konsultasi dengan sebanyak mungkin dilakukan untuk menjamin seluruh aspek dari sistem penilaian kinerja dapat dihubungkan secara menyeluruh dari pokok-pokok yang berhubungan dengan praktik sehingga dapat berjalan dengan baik. Diantaranya dapat melalui :

a. Penjelasan Singkat (Briefing), hal yang harus diberikan kepada seluruh karyawan yang terlibat, yang dapat digunakan sebagai sarana pelatihan bagi karyawan. Pelaksanaan dilakukan secara face to face, didukung dengan buku panduan/pedoman, suasana yang kondusif dan teredia dalam sebuah mekanisme dimana tiap karyawan harus mengetahui siapa yang harus didekati untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan mereka.

b. Pelatihan, dapat memberikan dampak yang baik dan besar bagi keefektifan wawancara-wawancara penilaian. Pembentukan tim kerja sering diberi


(31)

pelatihan dan penilaian akan kinerja mereka terfokus pada penilaian kebijakan perusahaan, sistem/dokumentasi, dan keterampilan penilaian. 3. Hasil (Output)

Manfaat, dampak, risiko, serta tindak lanjut dari rekomendasi penilaian merupakan hasil dari kinerja yang berkualitas. Selain itu hasil (output) yang bekualitas juga dapat meningkatkan kualitas kerja, motivasi, etos kerja dan kepuasan kerja karyawan, yang akhirnya akan merefleksi pada peningkatan kinerja perusahaan.

2.1.3. Penilaian Kinerja

Penilaian kinerja adalah proses penilaian hasil karya personil dalam suatu organisasi melalui instrumen penilaian kinerja. Pada hakekatnya penilaian kinerja merupakan suatu evaluasi terhadap penampilan kerja personil dengan membandingkan dan standar baku penampilan.

Menurut Bernardin dan Russel (1993) terdapat 6 kriteria untuk menilai kinerja karyawan, yaitu:

1. Quality yaitu tingkatan dimana proses atau penyesuaian pada cara yang ideal di dalam melakukan aktifitas atau memenuhi aktifitas yang sesuai harapan.

2. Quantity yaitu jumlah yang dihasilkan diwujudkan melalui nilai mata uang, jumlah unit, atau jumlah dari siklus aktifitas yang telah diselesaikan.

3. Timeliness yaitu tingkatan di mana aktifitas telah diselesaikan dengan waktu yang lebih cepat dari yang ditentukan dan memaksimalkan waktu yang ada untuk aktifitas lain.


(32)

4. Cost effectiveness yaitu tingkatan dimana penggunaan sumber daya perusahaan berupa manusia, keuangan, dan teknologi dimaksimalkan untuk mendapatkan hasil yang tertinggi atau pengurangan kerugian dari tiap unit.

5. Need for supervision yaitu tingkatan dimana seorang karyawan dapat melakukan pekerjaannya tanpa perlu meminta pertolongan atau bimbingan dari atasannya.

6. Interpersonal impact yaitu tingkatan di mana seorang karyawan merasa percaya diri, punya keinginan yang baik, dan bekerja sama di antara rekan kerja.

Pendapat lain dikemukakan oleh Dessler (2000) yang menyatakan bahwa dalam melakukan penilaian terhadap kinerja para karyawan, maka harus diperhatikan 5 (lima) faktor penilaian kinerja yaitu :

1. Kualitas pekerjaan meliputi : akurasi, ketelitian, penampilan dan penerimaan keluaran.

2. Kuantitas pekerjaan meliputi : volume keluaran dan kontribusi.

3. Supervisi yang diperlukan, meliputi: membutuhkan saran, arahan, atau perbaikan.

4. Kehadiran meliputi : regularitas, dapat dipercayai/diandalkan dan ketepatan waktu.

5. Konservasi meliputi : pencegahan, pemborosan, kerusakan, pemeliharaan peralatan.

Ada beberapa hal yang perlu ditetapkan sejak awal sebelum seorang karyawan akan dinilai, yaitu: (Rivai, 2005).


(33)

1. Ukuran-ukuran keberhasilan dalam pekerjaan dapat ditentukan dengan tepat dan lengkap, dan diuraikan dalam bentuk perilaku yang dapat diamati dan diukur secara cermat dan tepat. Ukuran-ukuran keberhasilan yang sering digunakan dalam pekerjaan adalah ciri kepribadian dalam bentuk dan sifat (prakarsa, kemampuan dalam bekerja sama, dan hasil/prestasi kerja).

2. Standar pekerjaan seharusnya dapat diterima oleh karyawan sebagai standar pekerjaan yang masuk akal (dapat dicapai dengan upaya tertentu). Standar ditetapkan bersama antar atasan dengan karyawan yang akan dinilai dan dilakukan secara berkala pada setiap permulaan periode penilaian kerja. Dapat dilihat pada gambar 2.1 sebagai berikut :

= +

= +

= +

Gambar: 2.1. Periode Penilaian Kinerja. Sumber: Rivai (2005).

Berdasarkan beberapa teori di atas maka untuk mengukur variabel kinerja Tim Koordinasi, Monitoring, dan Evaluasi (Kormonev) digunakan 3 indikator. Ketiga indikator tersebut adalah efektivitas pekerjaan, efisiensi pekerjaan, dan kehandalan. Oleh karena itu, agar mempunyai kinerja yang baik, seseorang harus mempunyai

Human Performance

Motivation Attitude Situation

Motivation

Skill Knowledge

Ability


(34)

keinginan yang tinggi untuk mengerjakan serta mengetahui pekerjaannya.

Soeprihanto (2000), menyatakan prestasi kerja (performance appraisal) adalah suatu sistem yang digunakan untuk menilai dan mengetahui apakah seseorang karyawan telah melaksanakan pekerjaannya masing-masing secara keseluruhan. Swanburg (2000), penilaian kinerja (performance appraisal) adalah proses pengawasan, dimana kinerja staf dinilai yaitu membandingkan kinerja staf dengan standar yang ada pada organisasi.

2.1.4. Manfaat Penilaian Kenerja

Nursalam (2002), manfaat penilaian kinerja dapat dijabarkan menjadi :

1. Meningkatkan prestasi kerja staf baik secara individu atau kelompok dengan memberikan kesepatan pada mereka untuk memenuhi kebutuhan aktualisasi diri dalam kerangka pencapaian tujuan pelayanan rumah sakit.

2. Peningkatan yang terjadi pada prestasi staf secara perorangan pada gilirannya akan memengaruhi atau mendorong sumber daya manusia secara keseluruhan. 3. Merangsang minat dalam pengembangan pribadi dengan tujuan meningkatkan

hasil karya dan prestasi dengan cara memberikan umpan balik kepada mereka tentang prestasinya.

4. Membantu rumah sakit untuk menyusun program pengembangan dan pelatihan staf yang tepat guna, sehingga rumah sakit mempunyai tenaga yang cakap dan terampil untuk mengembangakan pelayanan keperawatan dimasa depan.

5. Menyediakan alat dan sarana untuk membandingkan prestasi kerja dengan meningkatkan gajinya untuk sistem imbalan yang baik.


(35)

6. Memberikan kesempatan kepada pegawai atau staf untuk mengeluarkan perasaannya tentang pekerjaanya, sehingga dapat mempererat hubungan antara atasan dan bawahan.

Metode penilaian kinerja dapat dilakukan dengan cara berorientasi masalalu atau berorientasi masa yang akan datang. Penilaian kinerja berorientasi masa lalu merupakan penilaian berdasarkan hasil yang dicapai, penilaian kerja berorentasikan masa yang akan datang adalah penilaian kinerja karyawan saat ini dan penetapan-penetapan sasaran kerja dimasa yang akan datang yaitu: penilaian diri (self assesment), penilaian pendekatan management by objective dan pusat-pusat penilaian (Soeprihanto, 2000).

Pegawai yang melakukan penilaian terhadap diri sendiri berusaha seobjektif mungkin untuk menjelaskan antara lain: Apa tugas pokonya, pengetahuan dan keterampilan yang dituntut oleh tugas, kaitannya dengan tugasnya dengan tugas-tugas orang lain, dalam hal apa pegawai yang bersangkutan merasa berhasil, kesulitan yang dihadapi dan langkah-langkah perbaikan apa yang perlu ditempuh (Siagian, 2000).

2.1.5. Kinerja Perawat

Kinerja perawat adalah memberikan asuhan keperawatan melalui pemberian asuhan keperawatan sesuai dengan standar praktik profesi yang telah dikeluarkan oleh PPNI pada tahun 2002, yang mengacu dalam tahap proses keperawatan, yang meliputi: (1) Pengkajian, (2) Diagnosis keperawatan, (3) Perencanaan, (4) Implementasi, (5) Evaluasi.

Proses keperawatan merupakan suatu siklus yang terus berlanjut, proses keperawatan diawali dengan kegiatan pengkajian saat pasien masuk rumah sakit.


(36)

Pengkajian bertujuan untuk menggali informasi yang penting (data) yang akan digunakan untuk menyusun diagnosis keperawatan setelah melalui analisis data. Setelah tersusun diagnosis, maka disusun suatu rencana tindakan keperawatan sesuia kebutuhan pasien dan prioritas masalah yang ada. Implementasi adalah langkah nyata dari perencanaan tindakan yang dilanjutkan dengan evaluasi. Evaluasi dilakukan untuk mengetahui apakah tindakan yang dilakukan efektif atau tidak dalam mengatasi masalah pasien. Secara alur proses keperawatan dapat dilihat pada gambar 2.2.

Gambar 2.2. Siklus Proses Keperawatan Sumber : PPNI, 2002

1. Pengkajian

Pengkajian merupakan proses sistematis dari pengumpulan, verifikasi dan komunikasi tentang pasien (Potter dan Perry, 2005) tujuan pengkajian adalah menetapkan dasar data tentang kebutuhan, masalah kesehatan, pengalaman yang berkaitan, praktik kesehatan, tujuan, nilai dan gaya hidup yang dilakukan pasien.

Perawat mengumpulkan data tentang status kesehatan pasien secara sistematis, menyeluruh, akurat, singkat, dan berkesinambungan. Keriteria pengkajian keperawatan meliputi : Pertama, pengumpulan data dilakukan dengan cara anemnase,

Pengkajian

Diagnosis

Perencanaan

Pelaksanaan


(37)

observasi, pemeriksaan fisik serta pemeriksaan penunjang. Kedua, sumber data adalah pasien, keluarga atau orang yang terkait, tim kesehatan, rekam medik, dan catatan lain masa lalu, status kesehatan pasien saat ini, status bio-psiko-sosial-spiritual, respon terhadap terapi. Harapan terhadap tingkat kesehatan yang optimal, risisko-risiko tinggi terhadap masalah.

Kegiatan yang utama yang dilakukan dalam tahap pengkajian ini antara lain pengumpulan data, pengelompokan data, menganalisis data guna merumuskan diagnosis keperawatan. Pengumpulan data merupakan aktivitas perawat untuk mengumpulkan informasi yang sistemik tentang pasien. Pengumpulan data dilakukan bertujuan untuk mengidentifikasi dan mendapatkan data yang penting dan akurat tentang pasien.

2. Perumusan Diagnosis Keperawatan

Diagnosis keperawatan adalah suatu yang menjelaskan respon manusia (status kesehatan atau risiko perubahan pola) dari individu atau kelompok dimana perawat secara akuntabilitas dapat mengidentifikasi dan memberikan gambaran tentang masalah atau status kesehatan pasien baik aktual, risiko maupun wellnes (Nanda, 2007). Respon tersebut dapat berubah secara dinamis tergantung respon individu atau kelompok terhadap stimulus yang diterima.

Nanda (2007), menjelaskan komponen-komponen dalam diagnosis keperawatan meliputi : masalah (problem), penyebab (etiology), dan data (sign and symptom). Untuk memudahkan disingkat dengan PES.

1. Masalah (Problem). Diagnosis keperawatan merupakan yang menggambarkan perubahan status kesehatan pasien.


(38)

2. Penyebab (Etiology). etiologi mencerminkan penyebab timbulnya masalah kesehatan pasien yang memberikan arahan terhadap intervensi keperawatan. Penyebab tersebut dapat berhubungan dengan patofisiologis, psikososial, tingkah laku, perubahan situasional pada gaya hidup, usia perkembangan, faktor budaya dan lingkungan. Fase berhubungan dengan (related to) berfungsi untuk menghubungkan masalah keperawatan dengan etiology.

3. Data (Sign and Symptom). Data diperoleh selama tahap pengkajian yang memberikan bukti bahwa ada masalah kesehatan pada pasien tersebut, data ini merupakan informasi yang diperlukan untuk merumuskan diagnosis keperawatan.

Diagnosis keperawatan terdiri dari beberapa tipe antara lain diagnosis keperawatan aktual, risiko, oleh karena itu perawat menganalisis data pengkajian untuk merumuskan diagnosis keperawatan.

3. Perencanaan

Doenges (2000), perencanaan adalah kategori dari perilaku keperawatan dimana tujuan yang berpusat pada pasien dan hasil yang diperkirakan ditetapkan dan intervensi keperawatan dipilih untuk mencapai tujuan tersebut. Perawat membuat rencana tindakan keperawatan untuk mengatasi masalah dan meningkatkan kesehatan pasien. Adapun keriteria prosesnya meliputi :

1. Perencanaan terdiri dari penetapan prioritas masalah, tujuan, dan rencana tindakan keperawatan, perencanaan bersifat individual sesuai dengan kondisi atau kebutuhan pasien.


(39)

3. Mendokumentasikan rencana keperawatan.

Komponen yang perlu diperhatikan dalam mengevaluasi rencana tindakan keperawatan adalah menentukan prioritas, menentukan keriteria hasil, menentukan rencana tindakan dan dokumentasi (Potter dan Perry, 2005).

4. Implementasi

Doenges (2000), implentasi adalah kategori dari perilaku keperawatan dimana tujuan tindakan keperawatan yang diperlukan untuk mencapai tujuan dan hasil yang diperkirakan dari asuhan keperawatan dilakukan dan diselesaikan. Dalam tahap implementasi, ada 5 (lima) tahap yang dilakukan perawat yaitu: mengkaji ulang pasien, menelaah dan memodifikasi rencana asuhan keperawatan yang sudah ada, mengidentifikasi area bantuan, mengimplementasikan intervensi keperawatan, dan mengkomunikasikan intervensi.

Perawat mengimplementasikan tindakan yang telah di identifikasi dalam rencana asuhan keperawatan. Adapun keriteria prosesnya, meliputi: bekerjasama dengan pasien dalam pelaksanaan tindakan keperawatan, kolaborasi dengan tim kesehatan yang lain, melakukan tindakan untuk mengatasi masalah pasien, membir ikan pendidikan pada pasien dan keluarga mengenai konsep, keterampilan asuhan keperawatan diri serta membantu pasien memodifikasi lingkungan yang digunakan (Potter dan Perry, 2005).

5. Evaluasi

Tahap evaluasi adalah tahap terakhir dari proses keperawatan berupa perbandingan yang sistematis dan terencana dari hasil-hasil yang diamati dengan tujuan dan keriteria hasil yang dibuat pada tahap perencanaan. Evaluasi dilakukan


(40)

secara berkesinambungan dengan melibatkan pasien dan tenaga kesehatan lainnya. Apabila hasil menunjukkan ketercapaian tujuan dan keriteria hasil, maka pasien keluar dari siklus proses keperawatan, namun apabila sebaliknya, maka pasien masuk kembali kedalam siklus proses keperawatan mulai dari pengkajian ulang (Potter da Perry, 2005).

Evaluasi terbagi atas 2 (dua) jenis yaitu: evaluasi formatif dan evaluasi somatif. Evaluasi formatif fokusnya adalah pada aktifitas dari proses keperawatan dan hasil dari tindakan keperawatan dan dilakukan segera setelah perawat melaksanakan perencanaan keperawatan untuk membantu keefektifan terhadap tindakan keperawatan yang telah dilaksanakan dan lebih efektif menggunakan format SOAFIER (Subyektive, Objektive, Analysis, Planning, Implementation, Evaluation, Revision) (Doenges, 2000).

Perawat mengevaluasi kemajuan pasien terhadap tindakan keperawatan dalam pencapaian tujuan dan merevisi data dasar dan perencanaan. Menurut Potter dan Perry ( 2005), keriteria prosesnya adalah sebagai berikut :

1. Menyusun perencanaan evaluasi hasil dan intervensi secara komprehensif, tepat waktu dan terus menerus.

2. Mengunakan data dasar dan respon pasien dalam mengukur perkembangan kearah pencapaian tujuan.

3. Memvalidasi dan menganalisis data baru dengan teman sejawat. 4. Mendokumentasi hasil evaluasi dan memodifikasi perencanaan.


(41)

Berdasarkan uraian tentang keriteria perawat yaitu memberikan asuhan keperawatan maka dapat disimpulkan bahwa perawat akan memberikan asuhan keperawatan kepada pasien sesuai standar yang telah di tentukan.

2.2. Teori Kompetensi

2.2.1 Pengertian Kompetensi

Kompetensi adalah suatu kemampuan untuk melaksanakan atau melakukan suatu pekerjaan atau tugas yang dilandasi atas keterampilan dan pengetahuan serta didukung oleh sikap kerja yang dituntut oleh pekerja tersebut (Wibowo, 2008).

Dalam Wardah (2007), Kompetensi adalah karakteristik dasar dari seseorang yang memungkinkan mereka menghasilkan kinerja superior dalam pekerjaannya. Makna kompetensi mengandung bagian kepribadian yang mendalam dan melekat pada seseorang dengan perilaku yang dapat diprediksi pada berbagai keadaan dan tugas pekerjaan. Prediksi siapa yang berkinerja baik dan kurang baik dapat diukur dari kriteria atau standar yang digunakan. Analisis kompetensi disusun sebagian besar untuk pengembangan karier, tetapi penentuan tingkat kompetensi dibutuhkan untuk mengetahui efektivitas tingkat kinerja yang diharapkan (Boulter, 1996).

Menurut Boulter (1996) level kompetensi adalah sebagai berikut: Skill, Knowledge, Self concept, Self Image, Trait dan Motive. Skill atau keterampilan adalah kemampuan untuk melaksanakan suatu tugas dengan baik. Knowledge adalah informasi yang dimiliki seseorang untuk bidang khusus. Social role adalah sikap dan nilai-nilai yang dimiliki seseorang dan ditonjolkan dalam masyarakat (ekspresi nilai


(42)

diri). Self image adalah pandangan orang terhadap diri sendiri, merekflesikan identitas.

Kompetensi skill dan knowledge cenderung lebih nyata (visible) dan relatif berada di permukaan (ujung) sebagai karakteristik yang dimiliki manusia. Kompetensi pengetahuan dan keahlian relatif mudah untuk dikembangkan, misalnya dengan program pelatihan untuk meningkatkan tingkat kemampuan sumber daya manusia. Sedangkan motif kompetensi dan trait berada pada kepribadian sesorang, sehingga cukup sulit dinilai dan dikembangkan. Salah satu cara yang paling efektif adalah memilih karakteristik tersebut dalam proses seleksi.

2.2.2. Kompetensi Perawat

Kompetensi perawat terdiri dari kompetensi pengetahuan dan kompetensi ketrampilan dalam melakukan tindakan keperawatan sesuai dengan standar praktik keperawatan yang menjadi fokus utama dalam tindakan keperawatan (Swansburg 1999 dalam Nurachmah 2000). Agar seseorang memiliki kompetensi yang sesuai dengan pekerjaannya, dia harus memanfaatkan secara optimal kedua komponen utama kompetensi tersebut. Sehingga ia memiliki kompetensi yang sesuai dengan apa yang disyaratkan oleh pekerjaannya. Apabila dilihat kompetensi pengetahuan dan kompetensi ketrampilan secara terpisah, dengan hanya memiliki salah satu kompetensi tersebut belumlah cukup bagi seseorang untuk mampu melakukan pekerjaan dengan prestasi yang luar biasa secara konsisten. Seseorang yang memiliki kompetensi pengetahuan yang baik mampu mengerjakan suatu perkerjaan secara teknis, namun hal tersebut belum menjamin orang tersebut dapat berprestasi secara


(43)

berkesinambungan, karena untuk melaksanakan perkerjaan dengan baik orang juga mampu berinteraksi dengan lingkungan di sekitar pekerjaan tersebut (Hutapea, 2008).

Menurut Armstrong (1998), kompetensi adalah kemampuan dan kemauan untuk melakukan sebuah tugas dengan kinerja yang efektif. bahwa kompetensi adalah knowledge, skill dan kualitas individu untuk mencapai kesuksesan pekerjaannya.

Pendapat lain dikemukakan oleh Boyatsiz (2002) Secara umum kompetensi lebih menekankan pada pengetahuan dan ketrampilan yang harus dimiliki serta diperagakan oleh seseorang dalam melaksanakan suatu pekerjaan agar dapat berprestasi dalam pekerjaannya.

Menurut Juddisseno (2008) untuk menjadi juara seseorang harus dibekali dan dikuatkan oleh foktor-faktor yang tersembunyi dalam diri manusia, yaitu : motive, trait, dan self confidence yang kuat. Karakteristik dasar kompetensi ini satu dengan yang lain berhubungan membentuk tiga unsur, yaitu : intent, action dan autcome. Dapat dilihat pada gambar 2.3. dibawah ini :

Intens Action Outcome

Gambar 2.3. Karakteristik Dasar Kompetensi Sumber : Juddisseno (2008)

Ciri dan Karakter Peribadi

Tindakan Keterampilan

Unjuk Kerja Dan Hasil Akhir

Motif, konsep Diri, Ciri

Diri,

Ketram pilan


(44)

Dalam beraktivitas memerlukan kompetensi, menurut Hutapea dan Thoha (2008), kompetensi ada 2 jenis, yaitu : (1) kompetensi pengetahuan, lebih menekankan kepada pencapaian efektifitas kerja, (2) kompetensi ketrampilan (konsep diri, ciri diri dan motif individu), yang lebih menekankan kepada perilaku produktif yang harus dimiliki dan diperagakan oleh petugas, agar dapat berpretasi.

2.2.3. Pengetahuan

Pengetahuan adalah segala apa yang diketahui berkenaan dengan suatu hal/objek (Azwar, 2005). Pengetahuan adalah hasil dari tahu dan ini terjadi setelah orang mengadakan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan terjadi melalui panca indera manusia yaitu penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba. Sebagian besar merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang (Notoatmodjo, 2002).

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Roger (1999) dalam Notoadmodjo (2003) diketahui bahwa pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang (over behaviour). Berdasarkan penelitian tersebut dapat diketahui bahwa perilaku yang didasari oleh pengatahuan. Sebelum orang mengadopsi perilaku baru didalam diri orang tersebut akan terjadi proses berurutan, yaitu :

1. Awareness (kesadaran), dimanan orang tersebut menyadari dalam arti mengetahui terlebih dahulu terhadap stimulus (obyek).

2. Interest (merasa tertarik) terhadap stimulus atau obyek tersebut, disini sikap subyek sudah mulai timbul.


(45)

3. Evaluation (menimbang-nimbang) terhadap baik atau tidaknya stimulus tersebut bagi dirinya. Hal ini berati sikap responden sudah lebih baik lagi.

4. Trial, subyek mulai mencoba melakukan sesuatu sesuai dengan apa yang dikehendaki oleh stimulus.

5. Adaption, subyek telah berperilaku baru sesuai dengan pengatahuan dan sikap terhadap stimulus.

Menurut Bloom yang di jabarkan oleh Notoatmodjo (2002), pengetahuan mencakup enam tingkatan :

1. Tahu (Know)

Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya. Termasuk kedalam pengetahuan tingkat ini adalah mengingat kembali terhadap suatu yang spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari atau rangsangan yang telah diterima.

2. Memahami (Comprehension)

Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan menjelaskan secara benar tentang objek yang diketahui dan dapat menginterprestasikan materi tersebut secara benar.

3. Aplikasi (Amplication)

Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi dan kondisi sebenarnya.

4. Analisis (Analysis)

Analisis adalah kemampuan untuk menjabarkan materi yang ada kaitannya satu sama lain.


(46)

5. Sintesis (Syntesis)

Menunjukkan kepada suatu kemampuan untuk meletakkan atau menghubungkan bagian-bagian didalam suatu bentuk keseluruhan yang baru. 6. Evaluation (Evaluation)

Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi atau penilaian terhadap suatu materi atau objek.

2.2.4. Ketrampilan

Keterampilan adalah kemampuan seseorang menerapkan pengetahuan kedalam bentuk tindakan. Keterampilan seorang karyawan diperoleh melalui pendidikan dan latihan (Gery, 1998).

Menurut Riduwan (2008), secara psikologis keterampilan /kemampuan pegawai terdiri dari kemampuan potensi dan kemampuan reality. Artinya, pegawai yang memiliki kemampuan di atas rata-rata dengan pendidikan atau pengetahuan memandai untuk menjalankan pekerjaan sehari-hari, maka akan lebih mudah untuk mencapaikan kinerja (prestasi) yang diharapkan. Oleh karena itu pegawai perlu ditempatkan pada pekerjaan yang sesuai dengan keahliannya, jadi dimensi variabel kemampuan pegawai adalah pengetahuan dan keterampilan. Serta menurut Sulistiyani dan Rosidah (2003), ketrampilan adalah kemampuan dan penguasaan teknis operasional terhadap bidang tertentu, yang bersifat kekaryaan. Keterampilan berkaitan dengan kemampuan seseorang untuk melakukan atau menyelesaikan pekerjaan-pekerjaan yang bersifat teknik.

Sedangkan menurut Robbins dan Coulter (2000), bahwa keterampilan dapat dikategorikan menjadi empat, yaitu :


(47)

1. Keahlian dasar (basic literacy) yakni keahlian seseorang yang pasti dan wajib dimiliki oleh kebanyakan orang, seperti membaca, menulis dan mendengar.

2. Keahlian teknik (Technical skill) yakni keahlian seseorang dalam pengembangan teknik yang dimiliki, seperti menghitung secara cepat, mengoperasikan komputer.

3. Keahlian interpersonal (Interpersonal skill) yakni kemampuan seseorang secara efektif untuk berinteraksi dengan orang lain maupun dengan rekan sekerja, seperti menjadi pendengar yang baik, menyampaikan pendapat secara jelas dan bekerja dalam satu tim.

4. Menyelesaikan masalah (Problem solving) Menyelesaikan masalah adalah proses aktifitas untuk menjalankan logika, beragumentasi dan menyelesaikan masalah serta kemampuan untuk mengetahui penyebab, mengembangkan alternatif dan menganalisis serta memilih menyelesaikan yang baik.

Ada beberapa menfaat yang diperoleh dengan adanya pendidikan dan pelatihan yakni : a) membantu individu untuk dapat membuat keputusan dan pemecahan masalah secara lebih baik; b) internalisasi dan operasionalisasi motivasi kerja, prestasi, tanggung jawab, dan kemajuan; c) mempertinggi rasa percaya dari; d) membantu untuk mengurangi rasa takut dalam menghadapi tugas-tugas baru (Justine Sirait, 2006).

2.2.5. Konsep Kompetensi

Menurut Tovey (2007) dalam Beti N (2006) konsep kompetensi meliputi tiga persoalan yaitu :


(48)

1. Sebuah kerangka acuan dasar dimana kompetensi diskontruksikan dengan melibatkan pengukuran standar yang diakui oleh kalangan rumah sakit yang relevan. Hal ini mengindikasikan terjadinya kesepadanan antara kemampuan individu dengan standar kompetensi yang ditetapakan oleh kalangan rumah sakit sebagai user.

2. Sebuah kompetensi tidak hanya sekedar dapat ditujukan kepada pihak lainnya, namun lebih dari itu juga harus dapat dibuktikan dalam menjalankan fungsi-fungsi kerja yang diberikan. Tidaklah cukup bagi pekerja untuk menguasai pengetahuan tentu nyang diperoleh lewat pelatihan tanpa dibuktikan secara aktif. Mereka harus menyadari bahwa pengetahuan tersebut adalah sebagai nilai tambah untuk memperkuat organisasi lewat peran-peran nyata dalam bekerja. 3. Kompetensi adalah sebuah nilai yang merujuk pada satisfactory performance of

individual. Dengan demikian, kompetensi bukanlah lembaga yang memberikan sertifikat sebagaimana suatu sekolah memberikan ijazah kepada lulusannya tanpa tahu kelanjutannya, apakah dapat digunakan atau tidak dalam menunjang pekerjaan. Secara umum dapat disimpulkan bahwa kompetensi memiliki kaitan erat dengan kemampuan melaksanakan tugas-tugas yang merefleksikan adanya persyaratan-persyaratan tertentu.

Dengan demikian kompetensi itu mempunyai standar kinerja yang harus dicapai, dapat membantu mengembangkan keahlian pengetahuan dan kemampuan pekerja sehingga pekerja dapat meningkatkan kinerjanya setelah memperoleh pelatihan yang berbasis kompetensi.


(49)

2.3. Teori Kerja Tim

2.3.1. Pengertian Kerja Tim

Kerja tim adalah kelompok yang usaha - usaha individualnya menghasilkan kinerja lebih tinggi dari pada jumlah masukan individual (Stephen, 2008). Sementara menurut Allen (2004), kerja tim atau tim kerja adalah orang yang sportif, sensitif dan senang bergaul, serta mampu mengenali aliran emosi yang terpendam dalam tim dengan sangat jelas. Tim kerja menghasilkan sinergi positif melalui usaha yang terkoordinasi. Usaha-usaha individual mereka menghasilkan satu tingkat kinerja yang lebih tinggi daripada jumlah masukan individual. Penggunaan tim secara ekstensif menghasilkan potensi bagi sebuah organisasi untuk membuahkan banyak hasil yang lebih besar tanpa peningkatan masukan. Kinerja tim akan lebih unggul dari pada kinerja individu jika tugas yang harus dilakukan menuntut ketrampilan ganda.

Kerja tim adalah keefektipan di dalam realitas kesaling tergantungan atau sinergi. Sebab semakin murni keterlibatan tersebut, semakin tulus dan terus menerus partisipasinya dalam menganalisis dan memecahkan masalah, semakin besar pelepasan kreatifitas setiap orang dan komitmen mereka pada apa yang mereka ciptakan. Jadi sinergi adalah kerja tim, pembinaan tim, pengembangan kesatuan dan kreatifitas dengan manusia lain (Stephen, 2004).

Menurut William (2000), kerja tim adalah kemampuan untuk bekerja sama menuju suatu visi yang sama, kemampuan mengarahkan pencapaian individu kearah sasaran organisasi. Itulah rangsangan yang memungkinkan orang bisa mencapai hasil yang luar biasa.


(50)

Sedangkan menurut Kasali (1998), teamwork (kerjasama) dalam kelompok adalah suatu pengembangan dari manajemen strategi yang dilaksanakan oleh suatu organisasi atau insitusi. Kelompok merupakan unit yang fundamental dari unit organisasi dalam pengertian manajemen disebut sebagai dua orang atau lebih yang saling berinteraksi dan mempengaruhi satu sama lain. Sifat saling mempengaruhi ini bisa formal dan informal, yang bersifat formal sebahagian besar meliputi kelompok komando yang terdiri dari manajer dan bawahannya. Sedangkan yang bersifat informal timbul secara spontan dalam lingkungan organisasi formal, tanpa dorongan manajemen.

2.3.2. Pembentukan Kerja Tim

Ada beberapa hal yang harus diperhatikan dalam pembentukan kerja tim yaitu:

1. Seleksi

Ketika mempekerjakan anggota tim, disamping memiliki keterampilan teknis yang diperlukan untuk mengisi pekerjaan itu, harus pula dipastikan bahwa calon tersebut harus dapat memenuhi peran sebagai anggota tim dan juga memenuhi persyaratan teknis.

2. Pelatihan

Sebagian individu dibesarkan pada lingkungan yang mementingkan prestasi individual dapat dilatih untuk menjadi pemain tim. Spesialis pelatihan menjalankan latihan-latihan yang memungkinkan karyawan mengalami kepuasan yang dapat diberikan oleh tim kerja, seperti menawarkan lokakarya


(51)

untuk membantu karyawan memperbaiki ketrampilan pemecahan masalah, komunikasi, perundingan, manajemen konflik dan pelatihan (coaching) mereka. 3. Ganjaran

Ganjaran distruktur untuk mengembalikan suatu kenaikan persentase dalam gaji terbawah kepada anggota tim berdasarkan pencapaian tujuan kinerja tim tersebut. Promosi kenaikan upah dan aneka ragam lain dari pengakuan hendaknya diberikan kepada individu-individu sebagai bentuk ganjaran ekstrinstik. Sementara ganjaran intrinsik berupa kesempatan untuk pengembangan pribadi dan membantu tumbuhnya rekan satu tim berupa pengalaman yang sangat memuaskan dan merupakan hadiah bagi para karyawan.

2.3.3. Menciptakan Tim Kreatif

Komponen utama yang membentuk tim yang efektif dapat digolongkan menjadi empat kategori umum, antara lain terdiri dari: (Timpe, D.A. 2002).

1. Konteks.

Sumber dan pengaruh kontekstual lain yang menjadikan tim tersebut efektif terdiri dari :

a. Sumber daya yang memadai; dimana mencakup informasi yang tepat waktu, peralatan yang tepat, kepegawaian yang memadai, dorongan, dan bantuan administratif.

b. Kepemimpinan dan struktur; seorang pemimpin harus menentukan jadwal, ketrampilan yang perlu dikembangkan, cara kelompok tersebut dalam menyelesaikan konflik, serta membuat dan mengubah keputusan.


(52)

c. Evaluasi kinerja, terdiri dari upah per jam yang tetap, insentif individual. Namun selain mengevaluasi dan memberi penghargaan untuk para karyawan atas kontribusi individual mereka, manajemen harus mempertimbangkan penilaian berbasis tim, pembagian laba, pembagian pendapatan, insentif tim, dan modifikasi sistem lain yang akan menguatkan usaha dan komitmen tim.

2. Komposisi Tim.

Kategori ini meliputi variabel-variabel yang berhubungan dengan bagaimana kepegawaian tim harus disusun, yang terdiri dari :

a. Kemampuan para anggota, terdiri atas tim yang membutuhkan banyak pemikiran (misalnya, menyelesaikan sebuah masalah yang rumit), tim yang berkemampuan tinggi (terdiri atas orang-orang yang pintar) bekerja secara baik, dan pemimpin tim harus orang yang pandai sehingga dapat membantu para anggota dalam mengerjakan sebuah tugas.

b. Personalitas atau kepribadian, model kepribadian Big Five terbukti relevan dengan efektivitas tim, diantaranya terdiri dari kecocokan, sikap berhati-hati, keterbukaan terhadap pengalaman dan stabilitas emosional cenderung mendapat penilaian manajerial yang lebih tinggi untuk kinerja tim.

c. Pengalokasian peran, para manajer harus dapat memahami kekuatan-kekuatan individual yang dihadirkan oleh setiap anggota dalam sebuah tim. Ada sembilan peran tim yang potensial, yaitu :

1. Penghubung, tugasnya mengkoordinasi dan mengintegrasikan. 2. Pencipta, tugasnya mengajukan ide-ide yang kreatif.


(53)

3. Promotor, tugasnya memperjuangkan ide-ide setelah diajukan.

4. Penilai, tugasnya menawarkan berbagai pilihan analisis yang berwawasan.

5. Organisator, tugasnya memberikan struktur-struktur.

6. Produser, tugasnya memberikan penghargaan dan tindakan lanjutan. 7. Pengontrol, tugasnya memeriksa detail-detail dan menjalankan

peraturan.

8. Pemeliharaan, tugasnya memerangi berbagai perlawanan eksternal. 9. Penasihat, tugasnya mendorong pencarian informasi yang lebih banyak. d. Keragaman anggota, sebuah tim memiliki keragaman dalam hal

kepribadian, gender, usia, pendidikan, spesialisi fungsional, dan pengalaman. Terdapat kemungkinan yang lebih besar bahwa tim akan memiliki karateristik-karateristik yang dibutuhkan untuk menyelesaikan tugas-tugasnya secara efektif.

e. Ukuran tim, tim-tim besar memiliki kesulitan untuk dapat saling berkoordinasi, terutama ketika terdapat tekanan waktu. Dengan demikian, para manajer atau pimpinan harus berusaha mempertahankan jumlah anggota yang kurang dari 10 orang dalam merancang tim yang efektif. f. Fleksibiltas anggota, tiap anggota harus fleksibel dimana harus mampu

menyelesaikan tugas anggota lain, karena hal ini merupakan nilai tambah untuk sebuah tim kerja dan dapat meningkatkan kemampuan adaptasi untuk tidak terlalu bergantung pada satu anggota saja.


(54)

g. Preferensi anggota, ketika memilih anggota tim kerja, preferensi individual harus dipertimbangkan seperti halnya kemampuan, kepribadian dan keterampilan.

3. Rancangan Pekerjaan.

Tim yang efektif harus bekerja sama dan menerima tanggung jawab secara kolektif untuk menyelesaikan tugas-tugas yang signifikan, terdiri dari:

a. Kebebasan dan hak otonomi, wewenang untuk melaksanakan setiap tindakan yang disarankan oleh pimpinan, mengelola sendiri untuk bertukar informasi, mengembangkan gagasan baru dan memecahkan masalah serta mengkoordinasikan proyek yang rumit.

b. Keanekaragaman keterampilan, ada tiga jenis keterampilan yang harus dimiliki oleh sebuah tim untuk melakukan rancangan suatu pekerjaan, yaitu keahlian tekhnis, keterampilan untuk menyelesaikan masalah dan membuat keputusan dan keterampilan antarpersonal lainnya, seperti keterampilan mendengarkan, memberi umpan balik, resolusi konflik.

c. Identitas tugas, kemampuan menyelesaikan seluruh tugas atau produk yang dapat diidentifikasikan.

d. Kepentingan atau arti tugas, rancangan suatu pekerjaan atau proyek memiliki pengaruh yang substansial pada orang lain.

4. Proses

Mencerminkan hal-hal yang terjadi dalam tim yang mempengaruhi efektivitas suatu tim kerja, terdiri dari:


(55)

a. Tujuan tim, terdiri dari tujuan umum dan tujuan khusus. Tujuan umum adalah sebuah visi yang berarti memberikan pengarahan, momentum dan komiten untuk para anggotanya. Sedangkan tujuan khusus adalah perubahan dari tujuan umum menjadi tujuan kinerja yang realistis, yang dapat diukur dan khusus.

b. Tingkat konflik, konflik-konflik tugas menstimulasi diskusi, mendorong penilaian kritis untuk berbagai masalah dan pilihan, dan dapat menghasilkan keputusan tim yang lebih baik.

c. Efektifitas tim, tim yang efektif memiliki rasa percaya diri dalam diri tiap individual sebuah tim.

d. Kemalasan sosial (social loafing), merupakan sinergi negatif yang bersembunyi didalam sebuah tim kerja. Tim yang efektif harus mengurangi kecenderungan ini dengan cara membuat diri mereka bertanggung jawab dalam tingkat individual dan tingkat tim.

2.3.4. Komponem Kerja Tim

Menurut Robert (2005), komponen kerja tim terdiri dari tiga komponen yaitu :

1. Kerjasama

Kerjasama dalam tim kerja menjadi sebuah kebutuhan dalam mewujudkan keberhasilan kinerja dan prestasi kerja. Kerja sama dalam tim kerja akan menjadi suatu daya dorong yang memiliki energi sinergitas bagi individu-individu yang tergabung dalam kerja tim. Tanpa kerja sama yang baik tidak akan memunculkan ide-ide cemerlang. Keberhasilan suatu tim maupun individu sangat berpengaruh erat dengan kerja sama tim yang dibangun dengan kesadaran pencapaian prestasi dan


(56)

kinerja. Dalam kerja sama akan muncul berbagai penyelesaian yang secara individu tidak terselesaikan. Keunggulan yang dapat diandalkan dalam kerja sama pada kerja tim adalah munculnya berbagai penyelesaian secara sinergi dari berbagai individu yang tergabung dalam kerja tim. Individu dikatakan bekerja sama jika upaya-upaya dari setiap individu secara sistematis terintegrasi untuk mencapai sebuah tujuan bersama. Semakin besar integrasinya semakin besar tingkat kerjasamanya.

Menurut Kreitner (2005), kerja sama memiliki 3 (tiga) keunggulan yaitu: 1). Kerja sama lebih unggul dibandingkan dengan kompetisi dalam meningkatkan prestasi dan produktivitas. 2). Kerja sama lebih unggul dibandingkan upaya-upaya individualistis dalam meningkatkan prestasi dan produktivitas. 3). Kerja sama tanpa kompetisi antar kelompok dapat meningkatkan prestasi dan produktivitas lebih tinggi dari pada kerja sama dengan kompetisi antar kelompok.

Kerjasama tim dapat diklasifikasikan berdasarkan sasarannya yang kemungkinan besar akan dijumpai dalam suatu organisasi adalah: (Sopiah 2008).

1. Tim pemecahan masalah

Tim ini tersusun atas 5 sampai 12 karyawan. Secara periodik tiap departemen dalam organisasi bertemu selama beberapa jam setiap pekan untuk membahas perbaikan kualitas, efisiensi, dan lingkungan kerja. Dalam tim pemecahan masalah ini setiap anggota membagikan gagasan atau menawarkan saran mengenai bagaimana proses dan metode kerja dapat diperbaiki. Tetapi jarang diantara tim kerja ini diberi wewenang untuk melaksanakan secara sepihak setiap tindakan yang mereka sarankan.


(57)

2. Tim kerja pengelolaan diri

Tim Kerja pengelolaan diri (swakelola) umumnya tersusun atas 10 sampai 15 orang yang memikul tanggung jawab dari mantan penyelia mereka. Lazimnya hal ini mencakup pengawasan kolektif atas kecepatan kerja, penetuan penugasan kerja organisasi dari rehat (istirahat), dan pilihan kolektif prosedur pemeriksaan. Tim kerja yang sepenuhnya mengelola sendiri, bahkan memilih anggota-anggotanya sendiri, menyuruh anggotanya untuk saling menilai.

3. Tim kerja fungsional silang

Tim ini tersusun dari karyawan-karyawan dengan tingkat hirarkis yang sama, tetapi berasal dari bidang kerja yang berbeda, yang berkumpul bersama-sama untuk menyelesaikan suatu tugas. Tim Fungsional Silang (cross-functional team) merupakan suatu cara yang efektif untuk memungkinkan orang-orang dari aneka bidang dalam suatu organisasi untuk bertukar informasi, mengembangkan gagasan baru dan memecahkan masalah serta mengkoordinasikan proyek yang rumit.

2. Kepercayaan

Kepercayaan sangat kuat di dalam sebuah perusahaan, orang-orang tidak akan berbuat terbaik jika mereka tidak percaya bahwa mereka akan diperlakukan secara adil, bahwa tak ada kronisme dan setiap orang memiliki sasaran yang nyata. Satu-satunya cara yang diketahui untuk menciptakan kepercayaan semacam itu adalah dengan menyusun nilai-nilai dan kemudian melakukan apa yang telah dibicarakan. Anda harus mengerjakan apa yang anda katakan akan anda buat, secara konsisten, sepanjang waktu.


(58)

Menurut Kreitner (2005), ada beberapa cara untuk membangun dan menjaga kepercayaan, yaitu: 1). Komunikasi, menjaga agar anggota tim dan para karyawan mendapatkan informasi dengan menjelaskan kebijakan-kebijakan dan keputusan-keputusan serta memberikan umpan balik yang akurat. Berterus teranglah tentang masalah dan keterbatasan seseorang, katakan sebenarnya. 2). Dukungan, selalu bersedia dan mau didekati. Berikan bantuan, saran, nasehat dan dukungan untuk ide-ide anggota tim. 3). Rasa hormat, delegasi, dalam bentuk kewenangan pembuatan keputusan yang sebenarnya, merupakan ekspresi terpenting dari penghormatan manajerial. Secara aktif mendengarkan ide-ide orang lain adalah ekspresi terpenting kedua (Pemberian kewenangan tak mungkin tanpa kepercayaan). 4). Keadilan, cepat dalam memberikan pujian dan pengakuan kepada individu yang berhak mendapatkan. Pastikan semua penilaian dan evaluasi kinerja objektif dan tidak memihak (tidak berat sebelah). 5). Dapat diprediksi, seperti yang telah disebutkan sebelumnya, konsisten dan dapat diramalkan dalam masalah sehari-hari. Penuhi janji-janji anda baik yang ter-ucap maupun yang tersirat. 6). Kompetensi, singkatkan kredibilitas anda dengan memperlihatkan pemahaman bisnis yang lain, kemampuan teknis, dan profesionalisme.

Kepercayaan sangat kuat didalam sebuah perusahaan. Orang-orang tidak akan berbuat yang terbaik jika mereka percaya bahwa mereka akan diperlukan secara adil, tak ada kronisme dan setiap orang memiliki sasaran yang nyata. Satu-satunya cara untuk menciptakan kepercayaan semacam itu adalah dengan menyusun nilai yang patut sebagai bentuk tanggung jawab.


(59)

Menurut Williams (2000), bahwa kepercayaan adalah keyakinan timbal balik pada niat dan perilaku orang lain. Ketika melihat orang lain bertindak dengan cara-cara yang menyatakan bahwa mereka mempercayai kita, kita menjadi lebih cenderung ingin bertimbal-balik dengan lebih mempercayai mereka. Sebaliknya, kita menjadi tidak mempercayai mereka yang tindakantindakannya tampak melanggar kepercayaan kita atau tidak mempercayai kita. Kecenderungan untuk percaya, sebuah sifat kepribadian yang melibatkan keinginan umum seseorang untuk mempercayai orang lain. Kecenderungan akan mempengaruhi seberapa banyak kepercayaan yang dimiliki seseorang untuk orang yang dipercayai sebelum data pada orang tersebut tersedia. Orang-orang dengan pengalaman berkembang yang berbeda sangat berbeda dalam kecenderungan mereka untuk memberikan kepercayaan.

3. Kekompakan

Kekompakan (cohesiveness) adalah sebuah proses dimana rasa kebersamaan muncul untuk mengatasi perbedaan-perbedaan dan motif-motif individual. Anggota-anggota dari kelompok yang kompak saling mendukung satu sama lain. Mereka enggan untuk meninggalkan kelompok. Para anggota kelompok terpadu melekat bersama untuk satu atau dua alasan berikut :

a. Karena mereka menikmati kebersamaan satu dengan yang lain, atau

b. Karena mereka membutuhkan satu sama lain untuk menyelesaikan sasaran bersama.

Alasan kedua kekompakan kelompok di identifikasikan para psikologi menjadi dua, yaitu 1). Kekompakan sosio emosional (Socio Emotional Cohesiveness) adalah sebuah rasa kebersamaan yang berkembang ketika individu-individu


(60)

mendapatkan kepuasan emosional dari partisipasi kelompok. 2). Kekompakan Instrumental (Instrumental Cohesiveness) adalah sebuah rasa kebersamaan yang berkembang ketika para anggota kelompok sama-sama bergantung satu dengan yang lain karena mereka percaya bahwa mereka tak dapat mencapai sasaran kelompok dengan bertindak secara terpisah.

a. Pengaruh antara kekompakan kelompok dengan kinerja dan prestasi kerja. b. Terdapat sebuah dampak kekompakan sehingga kinerja yang kecil, namun secara statistik signifikan.

c. Dampak kekompakan kepada kinerja lebih kuat bagi kelompok-kelompok yang lebih kecil dan kelompok pada dunia nyata (dibandingkan dengan kelompok-kelompok yang tersusun didalam penelitian).

d. Dampak kekompakan kinerja menjadi lebih kuat ketika orang bergerak dari kelompok bukan militer ke kelompok militer sampai ke tim olah raga.

e. Komitmen terhadap tugas yang dihadapi (berarti individu melihat standar kinerja sebagai suatu hal yang berlaku) memiliki dampak paling kuat atas pengaruh kekompakan dan kinerja.

f. Pengaruh kinerja dengan kekompakan lebih kuat dari pada pengaruh kekompakan dengan kinerja, jadi keberhasilan cenderung mengikat anggota kelompok atau tim bersama, lebih dari kelompok-kelompok yang terjalin erat yang lebih menjadi berhasil.

g. Kebalikan dengan pandangan umum, kekompakan bukan sebuah minyak pelicin, yang memperkecil gesekan karena kerikil manusia didalam sistem.


(61)

Pada dunia usaha, penggunaan kerja tim seringkali merupakan solusi terbaik untuk mencapai suatu kesuksesan. Kerja tim yang solid akan memudahkan manajemen dalam mendelegasikan tugas-tugas organisasi. Namun demikian untuk membentuk sebuah tim yang solid dibutuhkan komitmen yang tinggi dari manajemen. Hal terpenting adalah bahwa teamwork harus dilihat sebagai suatu sumber daya yang harus dikembangkan dan dibina sama seperti sumber daya lain yang ada dalam perusahaan. Proses pembentukan, pemeliharaan dan pembinaan teamwork harus dilakukan atas dasar kesadaran penuh dari tim tersebut sehingga segala sesuatu berjalan secara normal sebagai suatu aktivitas sebuah teamwork, meskipun pada kondisi tertentu manajemen dapat melakukan intervensi. Secara umum perkembangan suatu tim dapat dibagi 4 (empat) tahap, yaitu :

1. Forming, adalah tahapan dimana para anggota setuju untuk bergabung dalam suatu tim. Karena kelompok baru dibentuk maka setiap orang membawa nilai, pendapat dan cara kerja sendiri-sendiri. Konflik sangat jarang terjadi, setiap orang masih sungkan, malu-malu, bahkan seringkali ada anggota yang merasa gugup. Kelompok cenderung belum dapat memilih pemimpin (kecuali tim yang sudah dipilih ketua kelompoknya terlebih dahulu).

2. Storming, adalah tahapan dimana kekacauan mulai timbul di dalam tim. Pemimpin yang telah dipilih seringkali dipertanyakan kemampuannya dan anggota kelompok tidak ragu-ragu untuk mengganti pemimpin yang dinilai tidak mampu. Faksi-faksi mulai terbentuk, terjadi pertentangan karena masalah pribadi, semua ngotot dengan pendapat masing-masing. Komunikasi


(62)

yang terjadi sangat sedikit karena masing-masing orang tidak mau lagi menjadi pendengar dan sebagian lagi tidak mampu berbicara secara terbuka. 3. Norming, adalah tahapan dimana individu-individu dan sub-group yang ada

dalam tim mulai merasakan keuntungan bekerja bersama dan berjuang untuk menghindari tim tersebut dari kehancuran (bubar). Karena semangat kerjasama sudah mulai timbul, setiap anggota mulai merasa bebas untuk mengungkapkan perasaan dan pendapatnya kepada seluruh anggota tim. Mekanisme kerja dan aturan-aturan main ditetapkan dan ditaati seluruh anggota.

4. Performing, tahapan ini merupakan titik kulminasi dimana tim sudah berhasil membangun sistem yang memungkinkannya untuk dapat bekerja secara produktif dan efisien. Pada tahap ini keberhasilan tim akan terlihat dari prestasi yang ditujukan. Ada dua keterampilan utama seharusnya dimiliki oleh anggota sebuah tim work, yaitu 1). Keterampilan managerial (managerial skills), termasuk kemampuan dalam membuat rencana kerja, menentukan tujuan, memantau kinerja, memonitor perkembangan dan memastikan pekerjaan telah dilakukan secara benar, dan lain-lain. 2). Keterampilan interpersonal (interpersonal skills), termasuk kemampuan berkomunikasi, saling menghargai pendapat orang lain dan kemampuan menjalin pengaruh interpersonal dengan orang lain.


(63)

2.4. Landasan Teori

Kinerja perawat pelaksana dalam penelitian ini mengacu kepada tindakan keperawatan dalam melaksanakan asuhan keperawatan. Variabel kerja tim dalam penelitian ini didasarkan atas kompetensi kerja pegawai dapat mendorong pegawai/karyawan suatu organisasi/perusahaan untuk bertindak dan berperilaku inovatif dan mencari prestasi kerja yang memaksimal sesuai dengan kemampuan dan ketrampilan yang dimiliki (Robbins, 2006). Marshal dalam Notoatmodjo (2005), menyatakan faktor yang memengaruhi kompetensi adalah pengetahuan dan ketrampilan. Kinerja perawat pelaksana di ruangan dapat ditinjau dari uraian tugas yang harus dilaksanakan. Dalam memberikan asuhan keperawatan ada 5 (lima) komponen dalam proses keperawatan yaitu: pengkajian, diagnosa keperawatan, perencanaan, implementasi, evaluasi di ruang rawat inap dan seleksi melalui indra penerima stimulus mengacu pada teori Robbins (2006).

Kompetensi dan kerja tim tersebut mempunyai pengaruh dengan peningkatan kinerja perawat pelaksana. selanjutnya kinerja perawat juga merupakan salah satu faktor yang memengaruhi mutu pelayanan keperawatan. Adapun kompetensi dan kerja tim yang dilakukan yaitu: memberikan kemampuan dan keterampilan kepada seluruh perawat pelaksana sehingga dapat melaksanakan perannya sebagai seorang perawat pemula.


(64)

2.5. Kerangka Konsep Penelitian

Variabel penelitian ini terdiri dari kompetensi dan kerja tim sebagai variabel independen sedangkan variabel dependen yaitu kinerja perawat pelaksana. Adapun kerangka konsep penelitian ini dikembangkan dari teori pengetahuan dan kinerja dari Robbins (2006) yang digambarkan dalam skema di bawah ini.

Variabel Bebas (X) Variabel Terikat (Y)

Gambar 2.4. Kerangka Konsep Penelitian

Kompetensi Perawat : 1. Pengetahuan.

2. Ketrampilan. Kinerja Perawat Pelaksana :

1. Pengkajian

2. Diagnosa Keperawatan 3. Perencanaan

4. Pelaksanaan 5. Evaluasi Kerja Tim :

1. Kerjasama. 2. Kepercayaan. 3. Kekompakan.


(1)

Saya mencatat hasil evaluasi secara terus menerus

evalua si4

53 64.6 64.6 64.6

11 13.4 13.4 78.0

18 22.0 22.0 100.0

82 100.0 100.0

Sangat Tidak S etuju Tidak S etuju

Sangat Setuju Total

Valid

Frequency Percent Valid P erc ent

Cumulative Percent

Kategori Total keseluruhan Variabel Kinerja Perawat Pelaksana

kinerj a

4 4.9 4.9 4.9

65 79.3 79.3 84.1

13 15.9 15.9 100.0

82 100.0 100.0

baik sedang kurang bai k Total Valid

Frequency Percent Valid P erc ent

Cumul ative Percent


(2)

Lampiran : 4 Uji Bivariat

Kompetensi terhadap Kinerja Perawat Pelaksana

Crosstab

2 1 0 3

66.7% 33.3% .0% 100.0%

50.0% 1.5% .0% 3.7%

2.4% 1.2% .0% 3.7%

2 57 9 68

2.9% 83.8% 13.2% 100.0%

50.0% 87.7% 69.2% 82.9%

2.4% 69.5% 11.0% 82.9%

0 7 4 11

.0% 63.6% 36.4% 100.0%

.0% 10.8% 30.8% 13.4%

.0% 8.5% 4.9% 13.4%

4 65 13 82

4.9% 79.3% 15.9% 100.0%

100.0% 100.0% 100.0% 100.0%

4.9% 79.3% 15.9% 100.0%

Count

% within kompetens i % within kinerja % of Total Count

% within kompetens i % within kinerja % of Total Count

% within kompetens i % within kinerja % of Total Count

% within kompetens i % within kinerja % of Total baik

sedang

kurang baik kompetens i

Total

baik sedang kurang baik kinerja

Total

Ch i-Sq uar e Te sts

29.543a 4 .000

13.390 4 .010

10.039 1 .002

82 Pearson Chi-S quare

Lik elihood Rati o Linear-by-Linear As soc iation N of V alid Cases

Value df

As ymp. Si g. (2-sided)

6 c ells (66.7%) have ex pec ted c ount les s than 5. The mi nimum expected count is .15.


(3)

Kerjatim Terhadap Kinerja Perawat Pelaksana

Crosstab

1 0 0 1

100.0% .0% .0% 100.0%

25.0% .0% .0% 1.2%

1.2% .0% .0% 1.2%

1 64 13 78

1.3% 82.1% 16.7% 100.0%

25.0% 98.5% 100.0% 95.1%

1.2% 78.0% 15.9% 95.1%

2 1 0 3

66.7% 33.3% .0% 100.0%

50.0% 1.5% .0% 3.7%

2.4% 1.2% .0% 3.7%

4 65 13 82

4.9% 79.3% 15.9% 100.0%

100.0% 100.0% 100.0% 100.0%

4.9% 79.3% 15.9% 100.0%

Count

% within kerjatim % within kinerja % of Total Count

% within kerjatim % within kinerja % of Total Count

% within kerjatim % within kinerja % of Total Count

% within kerjatim % within kinerja % of Total baik

sedang

kurang baik kerjatim

Total

baik sedang kurang baik kinerja

Total

Ch i-Sq uar e Te sts

46.430a 4 .000

17.813 4 .001

1.904 1 .168

82 Pearson Chi-S quare

Lik elihood Rati o Linear-by-Linear As soc iation N of V alid Cases

Value df

As ymp. Si g. (2-sided)

7 c ells (77.8%) have ex pec ted c ount les s than 5. The mi nimum expected count is .05.


(4)

Lampiran : 5 Uji Multivariat

Va riables Ente red/Remove d b

ke rjatim , ko mpe ten sia

. En ter

Mo del 1

Va riab les En tere d

Va riab les

Re moved Me thod

All requ ested va riab les ente red. a.

De pen den t Var iable : kin erja b.

Model Summaryb

.380a .145 .123 .416 2.272

Model 1

R R Square

Adjusted R Square

Std. Error of the Estimate

Durbin-Watson Predictors: (Constant), kerjatim, kompetensi

a.

Dependent Vari able: kinerja b.

ANOV Ab

2.316 2 1.158 6.679 .002a

13.696 79 .173

16.012 81

Regres sion Residual Total Model

1

Sum of

Squares df Mean S quare F Sig.

Predic tors: (Constant), kerjatim, kompet ensi a.

Dependent Variable: kinerja b.

Coefficientsa

1.893 .495 3.821 .000

.383 .115 .348 3.345 .001 .999 1.001

-.290 .210 -.144 -1.383 .171 .999 1.001

(Constant) kompetens i kerjatim Model

1

B Std. Error Unstandardized

Coeffic ients

Beta Standardiz ed

Coeffic ients

t Sig. Tolerance VIF Collinearity Statistics

Dependent Variable: kinerja a.


(5)

Collineari ty Diagnosticsa

2.968 1.000 .00 .00 .00

.027 10.558 .03 .86 .12

.005 23.907 .97 .14 .88

Dimension 1

2 3 Model 1

Eigenvalue

Condit ion

Index (Const ant) kompetens i kerjatim Variance P roportions

Dependent Variable: kinerja a.

Residuals Statisticsa

1.41 2.46 2.11 .169 82

-1.079 .921 .000 .411 82

-4.159 2.087 .000 1.000 82

-2.592 2.211 .000 .988 82

Predicted Value Residual

Std. Predicted Value Std. Residual

Minimum Maximum Mean Std. Deviation N

Dependent Variable: kinerja a.

Charts

F

re

q

u

e

n

c

y

60

50

40

30

20

10

Histogram Dependent Variable: kinerja

Mean =-7.31E-16฀ Std. Dev. =0.988฀N =82


(6)

Regression Standardized Predicted Value

2 0

-2 -4

R

e

g

re

s

s

io

n

S

ta

n

d

a

rd

iz

e

d

R

e

s

id

u

a

l

3

2

1

0

-1

-2

-3

Scatterplot Dependent Variable: kinerja