PENGARUH KESADARAN WAJIB PAJAK, PENGETAHUAN PAJAK, DAN KUALITAS PELAYANAN FISKUS TERHADAP KEPATUHAN WAJIB PAJAK KENDARAAN BERMOTOR (Studi Kasus pada Kantor SAMSAT UPTD Batusangkar Provinsi Sumatera Barat)

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Landasan Teori
2.1.1. Definisi Pajak
Pajak merupakan iuran yang dipungut oleh pemerintah kepada rakyat yang
sifatnya dipaksakan, tanpa memandang kaya atau miskin. Terdapat beberapa
definisi pajak yang dikemukakan oleh para ahli, yaitu :
Menurut Rochmat Soemitro dalam Siti Resmi (2011:1):
“Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan UndangUndang (yang dapat dipaksakan) dengan tiada mendapat imbalan jasa
timbal (kontraprestasi) yang langsung dapat ditunjukan dan yang
digunakan untuk membayar pengeluaran umum.”
Definisi tersebut kemudian disempurnakan, menjadi:
“Pajak adalah peralihan kekayaan dari pihak rakyat kepada kas negara
untuk membiayai pengeluaran rutin dan “surplus”-nya digunakan untuk
public saving yang merupakan sumber utama untuk membiayai public
investment.
Menurut Djajadiningrat dalam Diana Sari (2013:34) menjelaskan bahwa:
"Pajak adalah suatu kewajiban untuk menyerahkan sebagian kekayaan
Negara karena suatu keadaan, kejadian, dan perbuatan yang memberikan
kedudukan tertentu. Pungutan tersebut bukan sebagai hukuman, tetapi
menurut peraturan-peraturan yang ditetapkan pemerintah serta dapat

dipaksakan. Untuk itu, tidak ada jasa balik dari negara secara langsung,
misalnya untuk memelihara kesejahteraan umum."
Dari definisi pajak diatas dapat diambil kesimpulan bahwa pajak
merupakan suatu iuran wajib masyarakat kepada negara yang diatur menurut

10

11

undang-undang yang bersifat memaksa tanpa adanya imbalan timbal balik secara
langsung, pajak yang dibayarkan digunakan untuk pengeluaran pemerintah.
2.1.2. Ciri-ciri Pajak
Berikut ini terdapat beberapa pendapat dari ahli perpajakan tentang ciriciri pajak yang melekat pada definisi pajak.
Menurut Diana Sari (2013: 37) dari berbagai definisi pajak, baik definisi
secara ekonomis (pajak sebagai pengalihan sumber dari sektor swasta ke sektor
pemerintah) atau definisi secara yuridis (pajak adalah iuran yang dapat
dipaksakan) dapat ditarik kesimpulan tentang ciri-ciri yang terdapat pada definisi
pajak antara lain sebagai berikut:
1. Adanya iuran masyarakat kepada Negara, yang berarti bahwa pajak hanya
boleh dipungut oleh Negara (pemerintah pusat dan daerah).

2. Pajak dipungut berdasarkan undang-undang. Asas ini sesuai dengan
perubahan ketiga UUD 1945 pasal 23A yang menyatakan “pajak dan
pungutan lain yang bersifat memaksa untuk keperluan negara diatur dalam
undang-undang”.
3. Pemungutan pajak dapat dipaksakan. Pajak dapat dipaksakan apabila
wajib pajak tidak memenuhi kewajiban perpajakan dan dapat dikenakan
sanksi sesuai peraturan perundang-undangan.
4. Tidak mendapatkan jasa timbal balik (kontraprestasi perseorangan) yang
dapat ditunjukkan secara langsung. Misalnya, orang yang taat membayar
pajak kendaraan bermotor akan melalui jalan yang sama kualitasnya
dengan orang yang tidak membayar pajak kendaraan bermotor.

12

5. Pemungutan pajak diperuntukkan bagi keperluan pembiayaan umum
pemerintah dalam rangka menjalankan fungsi pemerintahan, baik rutin
maupun pembangunan. Apabila ada kelebihan hasil pajak untuk
membiayai pengeluaran pemerintah (baik pengeluaran rutin maupun
pembangunan), maka sisanya digunakan untuk public investment.
6. Pajak dipungut karena adanya suatu keadaan, kejadian dan perbuatan yang

memberikan kedudukan tertentu pada seseorang.
Sedangkan ciri-ciri pajak menurut Erly Suandy (2011:10) adalah sebagai
berikut:
1. Pajak peralihan kekayaan dari orang atau badan ke pemerintah.
2. Pajak dipungut berdasarkan atau dengan kekuatan undang-undang serta
aturan pelaksanaannya, sehingga dapat dipaksakan.
3. Dalam pembayaran pajak tidak dapat ditunjukkan adanya kontraprestasi
langsung secara individual yang diberikan oleh pemerintah.
4. Pajak dipungut oleh negara baik oleh pemerintah pusat maupun
pemerintah daerah.
5. Pajak diperuntukkan bagi pengeluaran-pengeluaran pemerintah, yang bila
dari

pemasukannya

masih

terdapat

surplus,


dipergunakan

untuk

membiayai public investment.
6. Pajak dapat digunakan sebagai alat untuk mencapai tujuan tertentu dari
pemerintah.
7. Pajak dapat dipungut secara langsung atau tidak langsung.

13

Dilihat dari ciri-ciri pajak diatas maka dapat disimpulkan bahwa pajak
memiliki ciri-ciri yang tidak terlepas dari :
1. Rakyat sebagai pembayar pajak (Wajib Pajak).
2. Negara sebagai pemungut.
3. Undang-Undang sebagai ketetapan pajak.
4. Digunakan untuk membiayai rumah tangga negara.
2.1.3. Fungsi Pajak
Ada dua fungsi pajak menurut Mardiasmo (2011: 1), yaitu fungsi

budgetair (penerimaan/sumber keuangan negara) dan fungsi regulerend
(mengatur).
1. Fungsi budgetair (penerimaan/sumber keuangan negara)
Yaitu pajak sebagai sumber danabagi pemerintah untuk membiayai
pengeluaran-pengeluarannya, misalnya dimasukkannya pajak ke dalam
APBN sebagai sumber dana Penerimaan Dalam Negeri.
2. Fungsi regulerend (mengatur)
Yaitu pajaksebagai alat untuk mengatur atau melaksanakan kebijakan
pemerintahdalambidang sosial dan ekonomi, misalnya:
1) Pajak yang tinggi dikenakan terhadap minuman keras untuk
mengurangi konsumsi minuman keras.
2) Pajak yang tinggi dikenakan terhadap barang-barang mewah untuk
mengurangi gaya hidup konsumtif.
3) Tarif pajak untuk ekspor sebesar 0%, untuk mendorong ekspor produk
Indonesia di pasaran dunia.

14

Diana Sari (2013:40) mengatakan selain fungsi penerimaan dan fungsi
mengatur pajak juga memiliki fungsi lainnya :

1. Fungsi Stabilitas
Dengan adanya pajak, pemerintah memiliki dana untuk menjalankan
kebijakan yang berhubungan dengan stabilitas harga sehingga inflasi dapat
dikendalikan. Hal ini bisa dilakukan dengan jalan mengatur peredaran
uang di masyarakat, pemungutan pajak, penggunaan pajak yang efektif
dan efisien.
2. Fungsi Redistribusi Pendapatan
Pajak sudah dipungut oleh negara akan digunakan untuk membiayai semua
kepentingan umum, termasuk juga untuk membiayai pembangunan
sehingga dapat membuka kesempatan kerja, yang pada akhirnya akan
dapat meningkatkan pendapatan masyarakat.
3. Fungsi Demokrasi
Pajak sudah dipungut oleh negara merupakan wujud sistem gotong royong.
Fungsi ini dikaitkan dengan pelayanan pemerintah kepada masyarakat
pembayar pajak.
Dari fungsi pajak diatas maka dapat disimpulkan bahwa pajak memiliki
fungsi yang tidak terlepas dari tujuan pajak yang merupakan tujuan negara.
Tujuan pajak yang selaras dengan tujuan negara akan menjadi sebuah landasan
yang dapat memperkuat tujuan pemerintah dalam pemungutan pajak.


15

2.1.4. Hukum Pajak
Pajak mengatur hubungan antara pemerintah selaku pemungut pajak
rakyat selaku membayar pajak (Wajib Pajak). Ada dua macam hukum pajak,
yaitu:
1. Hukum pajak materiil.
Menurut norma-norma yang menerangkan antara lain keadaan, perbuatan,
peristiwa hukum yang dikenakan pajak (objek pajak), siapa yang
dikenakan pajak (subjek pajak), berapa besar pajak yang dikenakan (tarif)
segala sesuatu tentang timbul dan hapusnya utang pajak hubungan hukum
antara pemerintah dan Wajib Pajak. Contoh : Undang-Undang Pajak
Penghasilan.
2. Hukum pajak formil.
Memuat bentuk atau tata cara untuk mewujudkan hukum materiil menjadi
kenyataan (cara melaksanakan hukum pajak materiil). Hukum ini memuat
antara lain:
1) Tata cara penyelenggaraan (prosedur) penetapan suatu utang pajak.
2) Hak-hak fiskus untuk mengadakan pengawasan terhadap Wajib Pajak
mengenai keadaan, perbuatan dan peristiwa yang menimbulkan utang

pajak.
3) Kewajiban pajak misalnya menyelenggarakan pembukuan/pencatatan,
dan hak-hak Wajib Pajak misalnya mengajukan keberatan dan
banding. Contoh : Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan.

16

Berdasarkan hukum pajak diatas, maka dapat dikatakan bahwa hukum
pajak mempunyai kedudukan bagian dari hukum-hukum lain.
Mardiasmo (2011: 4) mengemukakan bahwa hukum pajak mempunyai
kedudukan di antara hukum-hukum sebagai berikut:
1. Hukum Perdata, mengatur hubungan antara satu individu dengan
individu lainnya.
2. Hukum Publik, mengatur hubungan antara pemerintah dengan
rakyatnya. Hukum ini dapat dirinci sebagai berikut:
1) Hukum Tata Negara.
2) Hukum Tata Usaha (Hukum Administratif).
3) Hukum Pajak.
4) Hukum Pidana.
2.1.5. Sistem Pemungutan Pajak

Ada tiga sistem pemungutan pajak yang dapat digunakan menurut
Mardiasmo (2011: 7) yaitu:
1. Official Assessment System
Adalah suatu sistem pemungutan yang memberi wewenang kepada
pemerintah (fiskus) untuk menentukan besarnya pajak yang terutang oleh
Wajib Pajak. Ciri-cirinya:
1) Wewenang untuk menentukan besarnya pajak terutang ada pada
fiskus.
2) Wajib Pajak bersifat pasif.

17

3) Utang Pajak timbul setelah dikeluarkan surat ketetapan pajak oleh
fiskus.
2. Self Assessment System
Adalah suatu sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang kepada
Wajib Pajak untuk menentukan sendiri besarnya pajak yang terutang. Ciricirinya:
1) Wewenang untuk menentukan besarnya pajak terutang pada Wajib
Pajak itu sendiri.
2) Wajib Pajak aktif, mulai dari menghitung, menyetor dan melaporkan

sendiri pajak yang terutang.
3) Fiskus tidak ikut campur dan hanya mengawasi.
3. With Holding Assessment System
Adalah suatu sistem pemungutan pajak yang memberikan wewenang
kepada pihak ketiga (bukan fiskus dan bukan wajib pajak yang
bersangkutan) untuk menentukan besarnya pajak yang terutang oleh wajib
pajak. Ciri-cirinya: Wewenang menentukan besarnya pajak yang terutang
oleh wajib pajak.
2.1.6. Asas Pemungutan Pajak
Adapun asas pemungutan pajak yang diungkapkan Waluyo (2011:16)
sebagai berikut:
1. Asas Tempat Tinggal
Negara-negara mempunyai hak untuk memungut atas seluruh penghasilan
wajib pajak berdasarkan tempat tinggal wajib pajak. Wajib pajak yang

18

bertempat tinggal di Indonesia dikenai pajak atas penghasilan yang
diterima atau diperoleh, yang berasal dari Indonesia atau berasal dari luar
negeri.

2. Asas Kebangsaan
Pengenaan pajak dihubungkan dengan suatu negara. Asas ini diberlakukan
kepada setiap orang asing yang bertempat tinggal di Indonesia untuk
membayar pajak.
3. Asas Sumber
Negara mempunyai hak untuk memungut pajak atas penghasilan yang
bersumber pada suatu negara yang memungut pajak. Dengan demikian,
wajib pajak menerima atau memperoleh penghasilan dari Indonesia
dikenakan pajak di Indonesia tanpa memperhatikan tempat tinggal wajib
pajak.
2.1.7. Cara Pemungutan Pajak
Menurut Waluyo (2011:160) mengemukakan tentang cara pemungutan
pajakdilakukan berdasarkan tiga stelsel adalah sebagai berikut:
1. Stelsel nyata (rill stelsel)
Pengenaan pajak didasarkan pada objek (penghasilan) yang nyata,
sehingga pemungutannya baru dapat dilakukan pada akhir tahun pajak,
yakni setelah penghasilan yang sesungguhnya telah dapat diketahui,
kelebihan stelsel ini adalah pajak yang dikenakan lebih realistis.
Kelemahannya adalah pajak baru dapat dikenakan pada akhir periode
(setelah penghasilan riil diketahui).

19

2. Stelsel anggapan (fictive stelsel)
Pengenaan pajak didasarkan pada suatu anggapan yang diatur oleh
undang-undang, sebagai contoh: penghasilan suatu tahun dianggap sama
dengan tahun sebelumnya sehingga awal tahun pajak telah dapat
ditetapkan besarnya pajak yang terutang untuk tahun pajak berjalan.
Kelebihan stelsel ini adalah pajak yang dibayar selama tahun berjalan,
tanpa harus menunggu akhir tahun. Kelemahannya adalah pajak yang
dibayar tidak berdasarkan pada keadaan yang sesungguhnya.
3. Stelsel campuran
Stelsel ini merupakan kombinasi antara stelsel nyata dan stelsel anggapan.
Pada awal tahun, besarnya pajak dihitung berdasarkan suatu anggapan,
kemudian pada akhir tahun besarnya pajak disesuaikan dengan keadaan
yang sebenarnya. Apabila besarnya pajak menurut kenyataan lebih besar
daripada pajak menurut anggapan, maka wajib pajak harus menambah
kekurangannya. Demikian pula sebaliknya, apabila lebih kecil, maka
kelebihannya dapat diminta kembali.
2.1.8. Pengelompokan Pajak
Menurut Mardiasmo (2011:5)pajak dapat dikelompokan menjadi tiga
macam, yaitu menurut golongannya, sifatnya dan lembaga pemungutnya :
1. Menurut Golongannya
Pajak dikelompokkan menjadi dua, yaitu :

20

1) Pajak Langsung
Yaitu pajak harus dipikul atau ditanggung sendiri oleh wajib pajak dan
tidak dapat dilimpahkan atau dibebankan kepada orang lain. Contoh:
Pajak Penghasilan (PPh).
2) Pajak Tidak Langsung
Yaitu pajak yang pada akhirnya dapat dibebankan atau dilimpahkan
kepada orang lainatau pihak ketiga. Contoh: Pajak Pertambahan Nilai
(PPN).
2. Menurut Sifatnya
Pajak dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu :
1) Pajak Subjektif
Yaitu pajak yang berpangkal atau berdasarkan pada subjeknya, dalam
arti memperhatikan keadaan diri Wajib Pajak. Contoh: Pajak
Penghasilan.
2) Pajak Objektif
Yaitu pajak yang berpangkal pada objeknya, tanpa memperhatikan diri
Wajib Pajak. Contoh: Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan
atas Barang Mewah.
3. Menurut Lembaga Pemungutnya
Pajak dikelompokkan menjadi dua, yaitu :
1) Pajak Pusat
Yaitu pajak yang dipungut oleh pemerintah pusat dan digunakan
untuk membiayai rumah tangga negara. Contoh: Pajak Penghasilan,

21

Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah,
Pajak Bumi dan Bangunan, dan Bea Materai.
2) Pajak Daerah
Yaitu pajak yang dipungut oleh Pemerintah Daerah dan digunakan
untuk membiayai rumah tangga daerah masing-masing. Pajak daerah
terdiri atas :
(1) Pajak Propinsi, contoh: Pajak Kendaraan Bermotor, Pajak Bahan
Bakar Kendaraan Bermotor.
(2) Pajak Kabupaten/Kota, contoh: Pajak Hotel, Pajak Restoran, Pajak
Hiburan, Pajak Reklame, dan Pajak Penerangan Jalan.
2.2. Pajak Daerah
2.2.1. Pengertian Pajak Daerah
Berdasarkan Undang-Undang Republik IndonesiaNomor 28 Tahun 2009
tentang perubahan atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 34 Tahun
2000 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, Pajak Daerah adalah:
“Iuran Wajib Pajak yang dilakukan oleh orang pribadi atau badan kepala
daerah tanpa imbalan langsung yang seimbang yang dapat dipaksakan
berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku, yang digunakan
untuk membiayai penyelenggaraan pemerintah daerah dan pembangunan
daerah”.
2.2.2. Peraturan Daerah tentang Pajak Daerah
Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 mengatur dengan jelas bahwa
untuk dapat dipungut pada suatu daerah, setiap jenis pajak daerah harus ditetapkan
surat dan tidak boleh bertentangan dengan kepentingan umum atau ketentuan
perundang-undangan yang lebih tinggi.

22

2.2.3. Isi Peraturan Daerah tentang Pajak Daerah
Peraturan daerah tersebut sekurang-kurangnya mengatur mengenai:
1. Nama, objek, dan subjek pajak
2. Dasar pengenaan, tarif, dan cara perhitungan pajak
3. Wilayah pemungutan
4. Masa pajak
5. Penetapan Pajak
6. Tata cara pembayaran dan penagihan pajak
7. Kadaluwarsa penagihan pajak
8. Sanksi administrasi
9. Tanggal dimulai berlakunya pajak.
2.2.4. Sistem Pemungutan dan Pemungutan Pajak Daerah
Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 menetapkan sistem pajak untuk setiap
Pajak Daerah adalah:
1. Sistem Pemungutan Pajak Daerah
Pemungutan pajak daerah saat ini menggunakan 3 (tiga) sistem
pemungutan pajak. Sebagaimana tertera dibawah ini:
1) Dibayar sendiri oleh wajib pajak
2) Ditetapkan oleh kepala daerah
3) Dipungut oleh pemungut pajak.
2. Pemungut Pajak Daerah
1) Percetakan formulir perpajakan
2) Pengiriman surat-surat kepada Wajib Pajak

23

3) Penghimpunan data objek dan subjek pajak.
Untuk wajib pajak, sesuai dengan ketetapan kepala daerah maupun yang
dibayar sendiri oleh wajib pajak:
1. Diterbitkan Surat Tagihan Pajak Daerah (STPD)
2. Surat Keputusan Pembetulan
3. Surat Keputusan Keberatan
4. Putusan Banding sebagai dasar pemungutan dan penyetoran pajak.
2.2.5. Jenis-jenis Pajak Daerah
Jenis-jenis Pajak Daerah menurut Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009
terbagi menjadi dua yaitu pajak Provinsi dan Pajak Kabupaten/Kota. Pembagian
ini dilakukan sesuai dengan kewenangan pengenaan dan pemungutan masingmasing pajak daerah pada Wilayah administrasi Provinsi atau Kabupaten/Kota
yang bersangkutan. Berdasarkan Undang-undang tersebut ditetapkan jenisjenis pajak daerah, yaitu terdiri dari:
1. Jenis Pajak Provinsi terdiri atas:
1) Pajak Kendaraan Bermotor
Pajak Kendaraan Bermotor adalah pajak atas kepemilikan dan/atau
penguasaan kendaraan bermotor. Kendaraan Bermotor adalah semua
jenis kendaraan beroda beserta gandengannya yang digunakan di
semua jenis jalan darat, dan digerakkan oleh peralatan teknik berupa
motor atau peralatan lainnya yang berfungsi untuk mengubah suatu
sumber daya energi tertentu menjadi tenaga gerak kendaraan bermotor
yang bersangkutan, termasuk alat-alat berat dan alat-alat besar yang

24

dalam operasinya menggunakan roda dan motor tidak melekat secara
permanen serta kendaraan bermotor yang dioperasikan di air.
2) Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor
Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor (BBNKB) adalah pajak atas
penyerahan hak milik kendaraan bermotor sebagai akibat perjanjian
dua pihak atau perbuatan sepihak atau keadaan yang terjadi karena jual
beli, tukar tambah, hibah, warisan atau pemasukan ke dalam badan
usaha.
3) Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor
Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor adalah pajak atas penggunaan
bahan bakar kendaraan bermotor. Bahan bakar kendaraan bermotor
adalah semua jenis bahan bakar cair atau gas yang digunakan untuk
kendaraan bermotor.
4) Pajak Air Permukaan
Pajak Air Permukaan adalah pajak atas pengambilan dan/atau
pemanfaatan air permukaan. Air permukaan adalah semua air yang
terdapat pada permukaan tanah, tidak termasuk air laut, baik yang
berada di laut maupun di darat.
5) Pajak Rokok
Pajak Rokok adalah pungutan atas cukai rokok yang dipungut oleh
pemerintah.

25

2. Jenis Pajak Kabupaten/Kota terdiri atas:
1) Pajak Hotel
Pajak Hotel adalah pajak atas pelayanan yang disediakan oleh hotel.
Hotel

adalah

fasilitas

penyedia

jasa

penginapan/peristirahatan

termasuk jasa terkait lainnya dengan dipungut bayaran, yang
mencakup juga motel, losmen, gabuk pariwisata, wisma pariwisata,
pesanggrahan, rumah penginapan dan sejenisnya, serta rumah kos
dengan jumlah kamar lebih dari 10 (sepuluh).
2) Pajak Restoran
Pajak Restoran adalah pajak atas pelayanan yang disediakan oleh
restoran. Restoran adalah fasilitas penyedia makanan dan/atau
minuman dengan dipungut bayaran, yang mencakup rumah makan,
kafetaria, kantin, warung, bar dan sejenisnya termasuk jasa
boga/katering.
3) Pajak Hiburan
Pajak Hiburan adalah pajak atas penyelenggaraan hiburan. Hiburan
adalah semua jenis tontonan, pertunjukan, permainan, dan/atau
keramaian yang dinikmati dengan dipungut bayaran.
4) Pajak Reklame
Pajak Reklame adalah pajak atas penyelenggara reklame. Reklame
adalah benda, alat, perbuatan, atau media yang bentuk dan corak
ragamnya dirancang untuk tujuan komersial memperkenalkan,
menganjurkan, mempromosikan , atau untuk menarik perhatian umum

26

terhadap barang, jasa, orang, atau badan dapat dilihat, dibaca,
didengar, dirasakan, dan/atau dinikmati oleh umum.
5) Pajak Penerangan Jalan
Pajak Penerangan Jalan adalah pajak atas pengunaan tenaga listrik,
baik yang dihasilkan sendiri maupun diperoleh dari sumber lain.
6) Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan
Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan adalah pajak atas kegiatan
pengambilan mineral bukan logam dan batuan, baik dari sumber alam
di dalam dan/atau permukaan bumi untuk dimanfaatkan.
7) Pajak Parkir
Pajak Parkir adalah pajak atas penyelenggara tempat parkir di luar
badan jalan, baik yang disediakan berkaitan dengan pokok usaha
maupun yang disediakan sebagai suatu usaha, termasuk penyediaan
tempat penitipan kendaraan bermotor.
8) Pajak Air Tanah
Pajak Air Tanah adalah pajak atas pengambilan dan/atau pemanfaatan
air tanah. Air Tanah adalah air yang terdapat dalam lapisan tanah atau
batuan di bawah permukaan tanah.
9) Pajak Sarang Burung Walet
Pajak Sarang Burung Walet adalah pajak atas kegiatan pengambilan
dan/atau pengusahaan sarang burung walet.
10) Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan

27

Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan adalah pajak atas
bumi

dan/atau

bangunan

yang

dimiliki,

dikuasai,

dan/atau

dimanfaatkanoleh orang pribadi atau badan, kecuali kawasan yang
digunakan untuk kegiatan usaha perkebunan, perhutanan, dan
pertambangan.
11) Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan
Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan adalah pajak atas
perolehan hak atas tanah dan/atau bangunan. Perolehan Hak atas
Tanah dan/atau Bangunan adalah perbuatan atau peristiwa hukum yang
mengakibatkan diperolehnya hak atas tanah dan/atau bangunan oleh
orang pribadi atau badan.
2.3. Pajak Kendaraan Bermotor
2.3.1. Dasar Hukum Pajak Kendaraan Bermotor
Definisi Pajak Kendaraan Bermotor (PKB) menurut Undang-Undang
No.28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah adalah, “Pajak
Kendaraan Bermotor (PKB) adalah pajak atas kepemilikan atau penguasaan
kendaraan bermotor”. Definisi Kendaraan Bermotor menurut Undang-Undang
No.28 Tahun 2009 adalah:
“Semua kendaraan beroda beserta gandengannya yang digunakan di semua
jenis jalan darat, dan digerakkan oleh peralatan teknik berupa motor atau
peralatan lainnya yang berfungsi untuk mengubah suatu sumber daya
energi tertentu menjadi tenaga gerak kendaraan bermotor yang
bersangkutan, termasuk alat-alat berat dan alat-alat berat yang bergerak
dalam operasinya menggunakan roda dan motor dan tidak melekat secara
permanen serta kendaraan bermotor yang dioperasikan di air”.

28

Pajak Kendaraan Bermotor (PKB) merupakan salah satu jenis pajak
daerah. Sebagai salah satu jenis pajak daerah, pajak ini menganut sistem bagi hasil
antara Pemerintah Kabupaten/Kota menerima bagi hasil PKB sebesar 30%,
sedangkan Pemerintah Provinsi menerima 70%. Hasil penerimaan PKB tersebut,
paling sedikit 10% (sepuluh persen) termasuk yang dibagi hasilkan kepada
Kabupaten/Kota, dialokasikan untuk pembangunan dan/atau pemeliharaan jalan
serta peningkatan modal dan sarana transportasi umum.
2.3.2. Subjek Pajak Kendaraan Bermotor
Subjek PKB adalah orang pribadi, badan, Pemerintah, Pemerintah Daerah,
TNI, dan Polri yang memiliki dan/atau menguasai kendaraan bermotor.
Kepemilikan adalah hubungan hukum antara orang pribadi atau badan dengan
kendaraan bermotor yang namanya tercantum di dalam bukti kepemilikan atau
dokumen sah termasuk Buku Pemilik Kendaraan Bermotor (BPKB). Sedangkan
penguasaan adalah penggunaan dan atau penguasaan fisik kendaraan bermotor
oleh pribadi atau badan dengan bukti penguasaan yang sah menurut ketentuan
perundangan yang berlaku. Yang bertanggung jawab terhadap pembayaran Pajak
Kendaraan Bermotor adalah:
1. Orang yang bersangkutan, yaitu sebagai pemilik sesuai dengan hak
kepemilikannya.
2. Orang atau badan yang memperoleh kuasa dari pemilik kendaraan
bermotor.

29

3. Ahli waris yaitu orang atau badan yang ditunjuk dengan surat wasiat atau
yang ditetapkan sebagai ahli waris berdasarkan kesepakatan dan atas
putusan pengadilan.
2.3.3. Objek Pajak Kendaraan Bermotor
Objek PKB adalah kepemilikan dan atau penguasaan kendaraan bermotor
tidak termasuk kepentingan dan atau penguasaan kendaraan alat-alat berat dan
alat-alat besar seperti buildozer, excavator, loader, dan lain-lain, yang tidak
digunakan sebagai alat angkut orang dan/atau barang di jalan umum.
2.3.4. Wajib Pajak Kendaraan Bermotor
Wajib Pajak baik perorangan atau badan yang menerima penyerahan
kendaraan bermotor yang jumlah pajaknya sebagian atau seluruhnya belum
dilunasi oleh pemilik lama, maka pihak yang menerima penyerahan tersebut juga
bertanggung jawab terhadap pelunasan.
2.3.5. Masa Pajak Kendaraan Bermotor
Masa Pajak adalah 12 (dua belas) bulan berturut-turut yang merupakan
tahun pajak terhitung sejak tagggal pendaftaran. Pajak Kendaraan Bermotor yang
karena suatu hal dan hal lain masa pajaknya tidak sampai 12 (dua belas) bulan,
maka dapat dilakukan restitusi.
2.3.6. Cara Perhitungan Pajak Kendaraan Bermotor
Berdasarkan pokok Pajak Kendaraan Bermotor yang terutang dihitung
dengan cara mengalikan tarif pajak dengan dasar pengenaan pajak. Secara umum
perhitungan PKB adalah sesuai dengan rumus berikut:
Pajak Terutang = Tarif Pajak X DasarPengenaan Pajak

30

= Tarif Pajak X (NJKB x Bobot)
Berdasarkan

contoh

perhitungan

dasar

pengenaan

pajak

yang

dikemukakan di atas dapat dihitung besarnya pajak terutang yaitu:
Untuk mobil mercedes Benz C180 automatic tahun pembuatan 2000
besarnya PKB yang terutang adalah 1,75% x Rp.290.000.000 = Rp.2.075.000.
2.4. Pengertian Wajib Pajak
Wajib pajak merupakan orang pribadi atau badan, meliputi pembayaran
pajak, pemotongan pajak, yang mempunyai hak dan kewajiban perpajakan sesuai
dengan ketentuan dan peraturan perundang-undangan perpajakan (Rosdiana dan
Irianto, 2011). Wajib pajak adalah orang pribadi atau badan yang menurut
ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan ditentukan untuk melakukan
kewajiban perpajakan, termasuk pemungutan pajak atau pemotong pajak tertentu.
Wajib pajak bisa berupa wajib pajak orang pribadi atau wajib pajak badan. Wajib
pajak pribadi adalah setiap orang pribadi yang memiliki penghasilan diatas
pendapatan tidak kena pajak Rahman (2010: 85)
2.5. Kesadaran Wajib Pajak
2.5.1. Definisi Kesadaran Wajib Pajak
Kesadaran menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (Pusat Bahasa
Depdiknas, 2002), kesadaran adalah keinsafan, keadaan mengerti akan hal
dirasakan atau dialami oleh seseorang.
Menurut Abdul Asri Harahap (2004: 43) definisi kesadaran wajib pajak
adalah:
“Kesadaran wajib pajak adalah sikap mengerti wajib pajak badan atau
perorangan untuk memahami arti, fungsi dan tujuan pembayaran pajak.

31

kesadaran wajib pajak merupakan faktor terpenting dalam sistem
perpajakan modern”.
Kesadaran wajib pajak merupakan perilaku wajib pajak berupa pandangan
atau persepsi yang melibatkan keyakinan, pengetahuan dan penalaran serta
kecenderungan untuk bertindak sesuai dengan stimulus yang diberikan oleh
sistem dan ketentuan perpajakan yang berlaku (Pandapotan Ritonga, 2011).
Kesadaran identik dengan kemauan yaitu suatu dorongan dari alam sadar
berdasarkan pertimbangan pikiran dan perasaan serta seluruh pribadi yang
menimbulkan kegiatan yang terarah tercapainya tujuan tertentu yang berhubungan
dengan pribadinya. Kesadaran merupakan unsur dalam manusia untuk memahami
realitas dan bagaimana cara bertindak atau menyikapi terhadap realitas. Kesadaran
yang dimiliki oleh manusia kesadaran dalam diri, akan diri sesama, masa silam,
dan kemungkinan masa depannya (Widayati dan Nurlis, 2010).
Kesadaran identik dengan kemauan yaitu suatu dorongan dari alam sadar
berdasarkan pertimbangan pikiran dan perasaan serta seluruh pribadi yang
menimbulkan kegiatan yang terarah tercapainya tujuan tertentu yang berhubungan
dengan pribadinya. Kesadaran merupakan unsur dalam manusia untuk memahami
realitas dan bagaimana cara bertindak atau menyikapi terhadap realitas. Kesadaran
yang dimiliki oleh manusia kesadaran dalam diri, akan diri sesama, masa silam,
dan kemungkinan masa depannya (Widayati dan Nurlis, 2010).
Berdasarkan uraian diatas, maka dengan adanya kesadaran terhadap halhal diatas wajib pajak mau membayar pajak sesuai ketentuan pajak tanpa
menunda ataupun memperlambat karena wajib pajak sadar bahwa pajak
memiliki landasan hukum yang kuat yaitu Undang-Undang. Selain itu Wajib

32

Pajak tidak akan merasa dirugikan karena hasil pemungutan pajak itu sendiri
dapat digunakan oleh negara untuk melaksanakan pembangunan nasional yang
bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat.
2.5.2. Bentuk Kesadaran Membayar Pajak
Menurut Irianto (2005), menguraikan beberapa bentuk kesadaran
membayar pajak yang mendorong wajib pajak untuk membayar pajak.
Terdapat tiga bentuk kesadaran utama terkait pembayaran pajak.
Pertama, kesadaran bahwa pajak merupakan bentuk partisipasi dalam
menunjang pembangunan negara. Dengan menyadari hal ini, wajib pajak mau
membayar pajak karena merasa tidak dirugikan dari pemungutan pajak yang
dilakukan. Pajak disadari digunakan untuk pembangunan negara guna
meningkatkan kesejahteraan warga negara.
Kedua, kesadaran bahwa penundaan pembayaran pajak dan pengurangan
beban pajak sangat merugikan negara. Wajib pajak mau membayar pajak
karena memahami bahwa penundaan pembayaran pajak dan pengurangan
beban pajak berdampak pada kurangnya sumber daya finansial yang dapat
mengakibatkan terhambatnya pembangunan negara.
Ketiga, kesadaran bahwa pajak ditetapkan dengan undang-undang dan
dapat dipaksakan. Wajib pajak akan membayar karena pembayaran pajak
disadari memiliki landasan hukum yang kuat dan merupakan kewajiban mutlak
setiap warga negara.
Kesadaran membayar pajak tidak hanya memunculkan sikap patuh, taat
dan disiplin semata tetapi diikuti sikap kritis juga. Semakin maju masyarakat dan

33

pemerintahannya, maka semakin tinggi kesadaran membayar pajaknya namun
tidak hanya berhenti sampai disitu justru mereka semakin kritis dalam menyikapi
masalah perpajakan, terutama terhadap materi kebijakan di bidang perpajakannya,
misalnya penerapan tarifnya, mekanisme pengenaan pajaknya, regulasinya,
benturan praktik di lapangan dan perluasan subjek dan objeknya. Masyarakat di
negara maju memang telah merasakan manfaat pajak yang mereka bayar. Bidang
kesehatan, pendidikan, sosial maupun sarana dan prasarana transportasi yang
cukup maju maupun biaya operasional aparat negara berasal dari pajak mereka.
Pelayanan medis gratis, sekolah murah, jaminan sosial maupun alat-alat
transportasi modern menjadi bukti pemerintah mengelola dana pajak dengan baik.
Dengan digalakannya kesadaran akan pajak ini diharapkan Indonesia akan menuju
kesejahteraan yang selama ini diharapkan (Susanto, 2012).
Selain itu, Widayati (2010) menambahkan bahwa kesadaran membayar
pajak tidak sesuai dengan jumlah pajak yang terutang dan mengakibatkan
kerugian bagi negara.
2.5.3. Indikator Kesadaran Wajib Pajak
Adapun beberapa indikator yang mempengaruhi kesadaran wajib
pajakmenurut Irianto (2005: 36) yaitu :
1. Kesadaran bahwa pajak merupakan bentuk partisipasi dalam menunjang
pembangunan negara.
2. Kesadaran bahwa penundaan pembayaraan pajak dan pengurangan beban
pajak sangat merugikan negara.

34

3. Kesadaran bahwa wajib pajak ditetapkan dengan undang-undang dan
dapat dipaksakan.
2.6. Pengetahuan Pajak
2.6.1 Definisi Pengetahuan Pajak
Dalam kamus umum Bahasa Indonesia, pengetahuan berarti informasi
yang telah dikombinasikan dengan pemahaman dan potensi untuk menindak yang
lantas melekat dibenak seseorang. Atau dalam arti lain pengetahuan merupakan
berbagai gejala yang ditemukan dan diperoleh manusia melalui pengamatan akal.
Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan Undang-undang (yang
dapat dipaksakan) dengan tiada mendapat jasa timbal (kontrapretasi) yang
langsung dapat ditunjukkan dan yang digunakan untuk membayar pengeluaran
umum. Jadi, pengetahuan perpajakan adalah informasi mengenai perpajakan yang
diperoleh melalui pengamatan akal seseorang.
Pengertian pengetahuan pajak menurut Veronica Caroline ( 2009:7)
adalah:
“pengetahuan pajak adalah informasi yang dapat digunakan wajib pajak
sebagai dasar bertindak, mengambil keputusan, dan untuk menempuh arah
atau strategi tertentu sehubungan dengan pelaksanaan hak dan
kewajibannya dibidang perpajakannya.”
Menurut Martin dan Oxman dalam Kusrini (2006:23) definisi dari
pengetahuan adalah:
“pengetahuan merupakan kemampuan untuk membentuk model mental
yang menggambarkan objek dengan tepat dan mempresentasikannya
dalam aksi yang dilakukan terhadap suatu objek.”

35

Palil (2005) menemukan bahwa pengetahuan wajib pajak tentang pajak
yang baik akan dapat memperkecil adanya tax evation. Pengetahuan tentang
peraturan pajak akan mempengaruhi sikap wajib pajak terhadap kawajiban pajak.
Pengetahuan perpajakan masyarakat melalui pendidikan formal maupun
non formal akan berdampak positif terhadap kesadaran wajib pajak untuk
membayar pajak. Sebagian besar wajib pajak memperoleh pengetahuan pajak dari
petugas pajak, selain itu juga ada yang diperoleh dari radio, televisi, majalah
pajak, surat kabar, internet, buku perpajakan, konsultan pajak, seminar pajak, dan
adapula yang diperoleh dari penelitian pajak. Namun frekuensi pelaksanaan
kegiatan tersebut tidak sering dilakukan. Bahkan, pengetahuan tentang pajak
belum secara komprehensif menyentuh dunia pendidikan (Supriyati dan Hidayati,
2008).
Bedasarkan uraian diatas, dapat disimpulkan bahwa konsep dari
pengetahuan pajak merupakan suatu sikap pola pikir atau pemahaman maupun
penilaian seseorang terhadap pajak yang akan mempengaruhi sikapnya dalam
pemenuhan kewajiban perpajakannya, serta kemampuan seorang wajib pajak
dalam mengetahui peraturan perpajakan baik itu soal tarif pajak berdasarkan
undang-undang yang akan mereka bayar maupun manfaat pajak yang akan
berguna bagi kehidupan mereka. Seorang wajib pajak memiliki pengetahuan pajak
diperoleh dari media cetak dan media elektronik.
2.6.2. Indikator Pengetahuan Pajak
Pengetahuan dan pemahaman akan peraturan perpajakan adalah proses
dimana wajib pajak mengetahui tentang perpajakan dan mengaplikasikan

36

pengetahuan itu untuk membayar pajak. Widyawati dan Nurlis (2010),
menyebutkan bahwa pengetahuan perpajakan dapat dilihat dari:
1.

Pengetahuan dan pemahaman tentang sanksi jika melakukan pelanggaran
perpajakan.

2.

Pengetahuan dan pemahaman mengenai PTKP, PKP dan tarif pajak.

3.

Pengetahuan dan pemahaman peraturan pajak melalui sosialisasi dan
training.
Indikator wajib pajak mengetahui dan memahami peraturan perpajakan

menurut Wirawan dan Richard Burton (2008: 8) adalah sebagai berikut :
1. Kepemilikan NPWP. Setiap wajib pajak yang memiliki penghasilan wajib
mendaftarkan diri untuk memperoleh NPWP (Nomor Pokok Wajib Pajak)
yang fungsinya sebagai identitas khusus untuk sarana administrasi
perpajakan.
2. Pengetahuan dan pemahaman mengenai hak dan kewajiban sebagai wajib
pajak. Apabila wajib pajak telah mengetahui hak dan kewajiban sebagai
wajib pajak maka mereka akan membayar dan melaporkan pajak mereka.
Wajib pajak mempunyai hak dan kewajiban yang jelas dalam undangundang.
3. Pengetahuan dan pemahaman mengenai sanksi perpajakan. Semakin tahu
dan paham wajib pajak terhadap peraturan perpajakan, maka semakin tahu
dan paham pula wajib pajak terhadap sanksi yang akan diterima apabila
melalaikan kewajiban perpajakan mereka. Hal ini tentu saja akan

37

mendorong setiap wajib pajak untuk taat dan menjalankan kewajibannya
dengan baik.
4. Pengetahuan dan pemahaman mengenai PTKP (Penghasilan Tidak Kena
Pajak), PKP (Penghasilan Kena Pajak), dan tarif pajak. Mengetahui dan
memahi PTKP, PKP, dan tarif pajak yang berlaku akan mendorong wajib
pajak untuk menghitung pajaknya sendiri dengan benar.
5. Pengetahuan dan pemahaman peraturan perpajakan melalui sosialisasi
yang dilakukan oleh (KPP) Kantor Pelayanan Pajak. Upaya sosialisasi
ketentuan perpajakan merupakan faktor lain keberhasilan mewujudkan
masyarakat untuk sadar dan peduli pajak.
6. Pengetahuan dan pemahaman peraturan perpajakan melalui pelatihan
perpajakan.
2.7. Kualitas Pelayanan Fiskus
2.7.1 Definisi Kualitas Pelayanan Fiskus
Pelayanan adalah cara melayani (membantu mengurus atau menyiapkan
segala kebutuhan yang diperlukan seseorang). Moenir (2005:47) menjelaskan
bahwa pelayanan adalah proses pemenuhan kebutuhan melalui aktivitas orang lain
secara langsung.
Menurut Boediono (2003:60) pelayanan adalah:
“Suatu proses kepada orang lain dengan cara-cara tertentu yang
memerlukan kepekaan dan hubungan interpersonal agar terciptanya
kepuasan dan keberhasilan”.
Menurut Kotler dan Keller (2002: 36) pelayanan adalah:

38

“Semua tindakan atau kinerja yang dapat ditawarkan satu pihak kepada
pihak lain yang pada intinya tidak berwujud dan tidak menghasilkan
kepemilikan apapun”.
Sementara itu, fiskus merupakan petugas pajak. Jadi, pelayanan fiskus
dapat diartikan sebagai cara petugas pajak dalam membantu, mengurus, atau
menyiapkan segala keperluan yang dibutuhkan seseorang yang dalam hal ini
adalah wajib pajak (Jatmiko, 2006).
Kualitas pelayanan fiskus merupakan upaya pemenuhan kebutuhan dan
keinginan wajib pajak serta ketepatan penyampaiannya dalam mengimbangi
harapan wajib pajak. Kualitas pelayanan fiskus dapat diketahui dengan cara
membandingkan persepsi para wajib pajak atas pelayanan yang nyata mereka
terima atau peroleh dengan pelayanan yang sesungguhnya mereka harapkan atau
inginkan terhadap atribut-atribut pelayanan pada setiap Kantor Pelayanan Pajak
(KPP).
Menurut Siregar dkk (2012: 8), aparat petugas pajak harus bisa menegakan
aturan perpajakan, harus bisa bekerja secara jujur, tidak mempersulit wajib pajak,
dapat bersikap adil dan petugas pajak harus memiliki kemampuan dan
pengetahuan dalam menjelaskan prosedur tata cara pembayaran mengenai
perpajakan. Hal ini dimaksudkan agar para wajib pajak merasa nyaman dan
senang atas pelayanan yang diberikan.
Dalam hal untuk mengetahui bagaimana pelayanan terbaik yang
seharusnya dilakukan oleh fiskus kepada wajib pajak, diperlukan juga pemahaman

39

mengenai hak dan kewajiban sebagai fiskus. Kewajiban fiskus yang diatur dalam
UU Perpajakan adalah:
1. Kewajiban untuk membina wajib pajak
2. Kewajiban menerbitkan Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar
3. Kewajiban merahasiakan data wajib pajak
4. Kewajiban melaksanakan Putusan
Sementara itu, terdapat pula hak-hak fiskus yang diatur dalam UU
Perpajakan, antara lain:
1. Hak menerbitkan NPWP atau NPPKP secara jabatan
2. Hak menerbitkan surat ketetapan pajak
3. Hak menerbitkan Surat Paksa dan Surat Perintah Melaksanakan
Penyitaan
4. Hak melakukan pemeriksaan dan penyegelan
5. Hak menghapuskan atau mengurangi sanksi administrasi
6. Hak melakukan penyidikan
7. Hak melakukan pencegahan
8. Hak melakukan penyanderaan.
2.7.2 Indikator Kualitas Pelayanan Fiskus
Terdapat lima dimensi yang digunakan sebagai indikator atau ukuran
kualitas pelayanan. Menurut Zeithalm, Bitner Gremler dalam Albari (2009: 2)
lima dimensi kualitas layanan tersebut adalah:
1. Keandalan (reliability), berupa kemampuan untuk melaksanakan layanan
yang dijanjikan secara tepat dan terpercaya.

40

2. Kepastian/jaminan (assurance), yaitu pengetahuan dan kesopanan
karyawan

serta

kemampuan

organisasi

dan

karyawannya

untuk

menimbulkan kepercayaan dan keyakinan.
3. Responsif (responsiveness), adalah kemauan untuk membantu pelanggan
dan memberikan layanan dengan cepat.
4. Empati (empathy), berupa kepedulian atau perhatian pribadi yang
diberikan organisasi kepada pelanggannya.
5. Berujud/bukti fisik (tangible), berupa penampilan fisik, peralatan, personil
dan media komunikasi.
2.8. Kepatuhan Wajib Pajak
2.8.1 Definisi Kepatuhan Wajib Pajak
Kepatuhan wajib pajak dapat didefinisikan sebagai suatu sikap/ perilaku
seorang wajib pajak yang melaksanakan semua kewajiban perpajakannya dan
menikmati semua hak perpajakannya sesuai dengan ketentuan peraturan
perundangan yang berlaku (Siregar dkk, 2012: 2).
Menurut Gunadi (2013:94) pengertian kepatuhan wajib pajak adalah:
“Dalam hal ini diartikan bahwa wajib pajak mempunyai kesediaan
untukmemenuhi kewajiban perpajakannya sesuai dengan aturan yang
berlaku tanpa perlu diadakan pemeriksaan, investigasi seksama, peringatan
ataupun ancaman dan penerapan sanksi baik hukum maupun
administrasi”.
Menurut Siti Kurnia Rahayu (2010: 138) ada dua macam kepatuhan, yaitu
kepatuhan formal dan kepatuhan material :

41

1. Kepatuhan formal adalah suatu keadaan di mana wajib pajak memenuhi
kewajiban secara formal sesuai dengan ketentuan dalam undang-undang
perpajakan.
2. Kepatuhan material adalah suatu keadaan di mana wajib pajak secara
substantive atau hakikatnya memenuhi semua ketentuan material
perpajakan yakni sesuai isi dan jiwa undang-undang perpajakan.
Kepatuhan material dapat juga meliputi kepatuhan formal.
Maka, pada prinsipnya kepatuhan wajib pajak manurut Siti Kurnia Rahayu
(2010:139) adalah tindakan wajib pajak

dalam pemenuhan kewajiban

perpajakannya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan dan
peraturan pelaksanaan perpajakan yang berlaku dalam suatu Negara. Predikat
wajib pajak patuh menurut Siti Kurnia Rahayu (2010:139) dalam arti disiplin dan
taat, tidak sama dengan wajib pajak yang berpredikat pembayar pajak dalam
jumlah besar, tidak ada hubungan antara kepatuhan dengan jumlah nominal
setoran pajak yang dibayarkan pada kas Negara. Karena, pembayar pajak terbesar
sekalipun belum tentu memenuhi kriteria sebagai wajib pajak patuh, meskipun
memberikan konstribusi besar pada negara, jika masih memiliki tunggakan
maupun keterlambatan penyetoran pajak makatidak dapat diberi predikat wajib
pajak patuh.
2.8.2 Indikator Kepatuhan Wajib Pajak
Menurut Chaizi Nasuchan dalam Siti Kurnia Rahayu (2010: 139), kepatuhan
pajak dapat diidentifikasi dari:
1. Kepatuhan wajib pajak dalam mendaftarkan diri.

42

2. Kepatuhan wajib pajak untuk menyetor kembali surat pemberitahuan pajak
(SPT).
3. Kepatuhan dalam perhitungan dan pembayaran pajak terutang.
4. Kepatuhan dalam pembayaran tunggakan.
Berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan No. 544/KMK.04/2000 kriteria
kepatuhan wajib pajak adalah:
1. Tepat waktu dalam menyampaikan SPT untuk semua jenis pajakdalam
tahun terakhir.
2. Tidak mempunyai tunggakan pajak untuk semua jenis pajak, kecuali
memperoleh izin untuk mengangsur atau menunda pembayaran pajak.
3. Tidak pernah dijatuhi hukuman karena melakukan tindak pidana di bidang
perpajakan dalam jangka waktu 10 tahun terakhir.
4. Dalam 2 tahun terahir menyelenggarakan pembukuan dan dalam hal wajib
pajak pernah dilakukan pemeriksaan, koreksi pada pemeriksaan yang
terakhir untuk masing-masing jenis pajak yang terutang paling banyak 5%.
5. Wajib pajak yang laporan keuangannya untuk 2 tahun terakhir diaudit oleh
akuntan publik dengan pendapat wajar tanpa pengecualian, atau pendapat
dengan pengecualian sepanjang tidak mempengaruhi laba rugi fiskal.

43

2.9 Penelitian Terdahulu
Tabel 2.1
Penelitian Terdahulu
No

Penelitian

Judul

Hasil

Sama
dengan
Penelitian
sekarang

Beda
dengan
Penelitian
sekarang

1

Ketut
Evi
Susilawati
dan
Ketut
Budiartha
(2013) ISSN
2302-8556

Kesadaran
Wajib
Pajak,
Pengetahuaan
Pajak
berpengaruh
positif terhadap
Kepatuhan
Wajib
Pajak
dalam
membayar Pajak
Kendaraan
Bermotor

Sama dengan
penelitian
sekarang
karena
menggunakan
Kesadaran
wajib pajak,
pengetahuan
pajak
dan
kepatuhan
wajib pajak.

Berbeda
dengan
penelitian
sekarang
karena tidak
menggunakan
sanksi
perpajakan
dan
akuntabilitas
pelayanan
publik.

2

Siti
Musyarifiah
dan
Adi
Purnomo
(2008) ISSN
1829-9857

Pengaruh
Kesadaran
Wajib Pajak,
Pengetahuaan
Pajak, Sanksi
Perpajakan
Dan
Akuntabilitas
Pelayanan
Publik Pada
Kepatuhan
Wajib Pajak
Kendaraan
Bermotor
Pengaruh
Kesadaran dan
Persepsi
Tentang
Sanksi,
dan
Hasrat
Membayar
Pajak
Terhadap
Kepatuhan
Wajib Pajak.

Sama dengan
penelitian
sekarang
karena
menggunakan
Kesadaran
wajib pajak
dan kepatuhan
wajib pajak.

Berbeda
dengan
penelitian
sekarang
karena tidak
menggunakan
persepsi
tentang sanksi
dan
hasrat
membayar
pajak.

3

Linda
Santoso dan
Kusnawati
(2013) ISSN
1979-682x

Kesadaran wajib
pajak
berpengaruh
positif terhadap
kepatuhan wajib
pajak
yang
artinya semakin
banyak
wajib
pajak memiliki
kesadaran pajak
yang tinggi akan
mengerti fungsi
dan
manfaat
pajak, sehingga
wajib
pajak
akan
sukarela
membayar
pajaknya.
Pengetahuan
pajak
secara
empiris
memiliki
pengaruh
terhadap
kepatuhan wajib
pajak.

Sama dengan
penelitian
sekarang
karena
menggunakan
pengetahuan
pajak
dan
kepatuhan
wajib pajak.

Berbeda
dengan
penelitian
sekarang
karena tidak
menggunakan
persepsi wajib
pajak
dan
kemauan
membayar
pajak.

Analisis
Pengaruh
Pengetahuan
Pajak,
Persepsi
Wajib Pajak
dan Kemauan
Membayar
Pajak
Terhadap
Kepatuhan
Wajib Pajak di
KPP Pratama,

44

4

Putu Indra
Pradnya
Paramartha
dan Ni Ketut
Rasmini
(2016)
ISSN 23028556

5

5 Tryana
A.M
Tiraada
(2013)
ISSN 23031174

Jakarta Kebon
Jeruk
Dua,
Tahun 2011.
Pengaruh
Kualitas
Pelayanan,
Pengetahuan
dan
Sanksi
Perpajakan
Pada
Kepatuhan
Wajib Pajak
Badan.

Pengaruh
Kesadaran
Perpajakan,
Sanksi Pajak,
Sikap Fiskus
Terhadap
Kepatuahan
WPOP
di
Kabupaten
Minahasa
Selatan.

Kualitas
Pelayanan
berpengaruh
positif
dan
signifikan pada
kepatuhan wajib
pajak
badan,
kualitas
pelayanan yang
semakin
baik
mengakibatkan
tingkat
kepatuhan wajib
pajak
badan
semakin tinggi.
Dan
pengetahuan
perpajakan
berpengaruh
positif
dan
signifikan
terhadap
kepatuhan wajib
pajak
badan,
semakin banyak
pengetahuan
yang diketahui
oleh wajib pajak
maka semakin
tinggi kesadaran
yang
dimiliki
wajib
pajak
sehingga dapat
meningkatkan
kepatuhan wajib
pajak
dalam
memenuhi
kewajiban
perpajakannya.
Kesadaran
perpajakan
berpengaruh
signifikan
terhadap
kepatuhan
wajib
pajak
orang pribadi.
Masyarakat
tidak
terlalu
memandang
penting
kepatuhan

Sama dengan
penelitian
sekarang
karena
menggunakan
kualitas
pelayanan,
pengetahuan
dan kepatuhan
wajib pajak.

Berbeda
dengan
penelitian
sekarang
karena tidak
menggunakan
sanksi
perpajakan.

Sama dengan
penelitian
sekarang
karena
menggunakan
kesadaran dan
kepatuhan
wajib pajak.

Berbeda
dengan
penelitian
sekarang
karena tidak
menggunakan
sanksi pajak,
sikap fiskus.

45

wajib
pajak
dikarenakan
kesadaran
perpajakan
hanya
akan
menjadi bahan
pertimbangan
bagi
mereka
untuk
menyetorkan
nominal pajak
yang
dibebankan
kepada wajib
pajak tersebut.

2.10. Kerangka Penelitian
2.10.1. Hubungan Kesadaran Wajib Pajak dengan Kepatuhan Wajib Pajak
Kesadaran wajib pajak merupakan sebuah itikad baik seseorang untuk
memenuhi kewajiban membayar pajak berdasarkan hati nuraninya yang tulus
ikhlas. Semakin tinggi kesadaran wajib pajak, maka pemahaman dan pelaksanaan
kewajiban perpajakan semakin baik sehingga dapat meningkatkan kepatuhan
(Susilawati, 2013). Dalam penelitian yang dilakukan oleh Ketut Evi Susilawati
dan Ketut Budiartha (2013), menyimpulkan bahwa Kesadaran wajib pajak
berpengaruh positif terhadap kepatuhan wajib pajak dalam membayar pajak
kendaraan bermotor. Selain itu, hasil penelitian yang dilakukan oleh Siti
Musyarifiah dan Adi Purnomo (2008) membuktikan bahwa Kesadaran wajib
pajak berpengaruh positif terhadap kepatuhan wajib pajak yang artinya semakin
banyak wajib pajak memiliki kesadaran pajak yang tinggi akan mengerti fungsi
dan manfaat pajak, sehingga wajib pajak akan sukarela membayar pajaknya.

46

2.10.2. Hubungan Pengetahuan Perpajakan dengan Kepatuhan Wajib Pajak
Wajib pajak dikatakan patuh apabila memenuhi semua kewajiban
perpajakannya dan melaksanakan hak perpajakannya (Nurmantu, 2005:148).
Penelitian dari Ketut Evi Susilawati dan Ketut Budiartha (2013) dan Linda
Santoso dan Kusnawati (2013) menyimpulkan bahwa Pengetahuaan Pajak
berpengaruh positif terhadap kepatuhan wajib pajak. Hal yang sama juga didapat
dari penelitian Siregar et al,.(2012) bahwa pengetahuan perpajakan berpengaruh
terhadap kepatuhan wajib pajak. Oleh karena itu, memiliki pengetahuan yang
cukup tentang perpajakan sangatlah penting. Selain itu menurut Taman & Hyun,
2003 dalam Marziana et.al, 2009 dalam Siregar et.al, (2012), menyatakan bahwa
pendidikan pajak adalah salah satu alat yang efektif untuk mendorong wajib pajak
untuk lebih patuh.
1.10.3 Hubungan Pelayanan Pajak dengan Kepatuhan Wajib Pajak
Pelayanan yang berkualitas harus dapat memberikan 4K yaitu keamanan,
kenyamanan, kelancaran, dan kepastian hukum. Kualitas pelayanan dapat diukur
dengan kemampuan memberikan pelayanan yang memuaskan, dapat memberikan
pelayanan dengan tanggapan, kemampuan, kesopanan, dan sikap dapat dipercaya
yang dimiliki oleh aparat pajak. Disamping itu, juga memudahkan dalam
melakukan hubungan komunikasi yang baik, memahami kebutuhan wajib pajak,
tersedianya fasilitas fisik termasuk sarana komunikasi yang memadai, dan
pegawai yang cakap dalam tugasnya (Supadmi, 2009).Hasil penelitian yang
dilakukan oleh Putu Indra Pradnya Paramartha dan Ni Ketut Rasmini (2016)
menyatakan Kualitas Pelayanan berpengaruh positif dan signifikan pada

47

kepatuhan wajib pajakdan juga penelitian Utama (2013), membuktikan bahwa
kualitas pelayanan berpengaruh positif dan signifikan pada kepatuhan wajib pajak.
2.10.4 Hubungan Kesadaran, Pengetahuan dan Kualitas Pelayanan Pajak
dengan Kepatuhan Wajib Pajak
Dalam Penelitian yang dilakukan oleh Putri (2013), menyimpulkan bahwa
Kesadaran wajib pajak berpengaruh positif terhadap kepatuhan wajib pajak dalam
membayar pajak kendaraan bermotor.Penelitian dari Angky (2011) dan Ghoni
(2011) menunjukkan bahwa pengetahuan perpajakan berpengaruh terhadap
kepatuhan wajib pajak. Oleh karena itu, memiliki pengetahuan yang cukup
tentang perpajakan sangatlah penting. Selain kesadaran dan pengetahuan kualitas
pelayanan pajak juga berpengaruh terhadap kepatuhan wajib pajak dapat dilihat
dari hasil penelitian yang dilakukan oleh Putri (2013), menunjukkan bahwa
kualitas pelayanan berpengaruh positif dan signifikan terhadap kepatuhan wajib
pajak dalam membayar pajak kendaraan bermotor dan juga penelitian Utama
(2013), membuktikan bahwa kualitas pelayanan berpengaruh positif dan
signifikan pada kepatuhan wajib pajak .
Dari uraian kerangka pemikiran diatas dapat disajikan skema model
pemikiran mengenai tiga faktor yang mempengaruhi kepatuhan membayar pajak
yang akan penulis teliti dalam gambar 2.1 berikut ini :

48

Gambar 2.1
Kerangka Pemikiran

Kesadaran Wajib
Pajak (X1)

Pengetahuaan Wajib
Pajak (X2)

Kepatuhan Wajib
Pajak (Y)

Kualitas Pelayanan
Fiskus (X3)

Keterangan:
: Parsial
: Simultan
Dari skema model kerangka pemikiran diatas dijelaskan bahwa tiga faktor
tersebut merupakan variabel-variabel yang dapat mempengaruhi kepatuhan
membayar pajak. Pertama, kesadaran wajib pajak dalam membayar pajak,
kesadaran merupakan hal yang paling utama yang ada dalam diri wajib pajak
sendiri untuk membayar pajak. Kedua, pengetahuan wajib pajak tentang peraturan
perpajakan. Wajib pajak akan dengan sendirinya melakukan kewajiban pajaknya
apabila pengetahuan tentang peraturan perpajakan sudah baik. Ketiga, pelayanan
fiskus, pelayanan fiskus yang baik akan memberikan kenyamanan bagi wajib
pajak. Keramahan petugas pajak dan kemudahan dalam sistem informasi

49

perpajakan juga termasuk dalam pelayanan fiskus yang akan mendukung
penerimaan pajak.
2.11. Hipotesis Penelitian
Berdasarkan uraian diatas, maka dapat dirumuskan tiga hipotesis sebagai
berikut :
Kesadaran wajib pajak tidak berpengaruh terhadap kepatuhan
membayar pajak di kendaraan bermotor.
Kesadaran wajib pajak berpengaruh terhadap kepatuhan
membayar pajak di kendaraan bermotor.
Pengetahua

Dokumen yang terkait

PENGARUH KESADARAN WAJIB PAJAK, PENGETAHUAN PAJAK, DAN KUALITAS PELAYANAN FISKUS TERHADAP KEPATUHAN WAJIB PAJAK KENDARAAN BERMOTOR (Studi Kasus pada Kantor SAMSAT UPTD Batusangkar Provinsi Sumatera Barat)

0 0 9

PENGARUH KESADARAN WAJIB PAJAK, PENGETAHUAN PAJAK, DAN KUALITAS PELAYANAN FISKUS TERHADAP KEPATUHAN WAJIB PAJAK KENDARAAN BERMOTOR (Studi Kasus pada Kantor SAMSAT UPTD Batusangkar Provinsi Sumatera Barat)

0 0 1

PENGARUH KESADARAN WAJIB PAJAK, PENGETAHUAN PAJAK, DAN KUALITAS PELAYANAN FISKUS TERHADAP KEPATUHAN WAJIB PAJAK KENDARAAN BERMOTOR (Studi Kasus pada Kantor SAMSAT UPTD Batusangkar Provinsi Sumatera Barat)

0 0 1

PENGARUH KESADARAN WAJIB PAJAK, PENGETAHUAN PAJAK, DAN KUALITAS PELAYANAN FISKUS TERHADAP KEPATUHAN WAJIB PAJAK KENDARAAN BERMOTOR (Studi Kasus pada Kantor SAMSAT UPTD Batusangkar Provinsi Sumatera Barat)

0 0 2

PENGARUH KESADARAN WAJIB PAJAK, PENGETAHUAN PAJAK, DAN KUALITAS PELAYANAN FISKUS TERHADAP KEPATUHAN WAJIB PAJAK KENDARAAN BERMOTOR (Studi Kasus pada Kantor SAMSAT UPTD Batusangkar Provinsi Sumatera Barat)

0 7 7

PENGARUH KESADARAN WAJIB PAJAK, PENGETAHUAN PAJAK, DAN KUALITAS PELAYANAN FISKUS TERHADAP KEPATUHAN WAJIB PAJAK KENDARAAN BERMOTOR (Studi Kasus pada Kantor SAMSAT UPTD Batusangkar Provinsi Sumatera Barat)

0 1 4

PENGARUH KESADARAN WAJIB PAJAK, PENGETAHUAN PAJAK, DAN KUALITAS PELAYANAN FISKUS TERHADAP KEPATUHAN WAJIB PAJAK KENDARAAN BERMOTOR (Studi Kasus pada Kantor SAMSAT UPTD Batusangkar Provinsi Sumatera Barat)

0 2 5

PENGARUH KESADARAN WAJIB PAJAK, PENGETAHUAN PAJAK, DAN KUALITAS PELAYANAN FISKUS TERHADAP KEPATUHAN WAJIB PAJAK KENDARAAN BERMOTOR (Studi Kasus pada Kantor SAMSAT UPTD Batusangkar Provinsi Sumatera Barat)

0 0 5

PENGARUH KESADARAN WAJIB PAJAK, PENGETAHUAN PAJAK, DAN KUALITAS PELAYANAN FISKUS TERHADAP KEPATUHAN WAJIB PAJAK KENDARAAN BERMOTOR (Studi Kasus pada Kantor SAMSAT UPTD Batusangkar Provinsi Sumatera Barat)

0 0 2

PENGARUH KESADARAN WAJIB PAJAK, PENGETAHUAN PAJAK, DAN KUALITAS PELAYANAN FISKUS TERHADAP KEPATUHAN WAJIB PAJAK KENDARAAN BERMOTOR (Studi Kasus pada Kantor SAMSAT UPTD Batusangkar Provinsi Sumatera Barat)

0 0 2