Solusi Isu Etika dalam Sistem Informasi

Solusi Isu Etika dalam Sistem Informasi Kesehatan
Habib Mufid Ridho
Information System and Technology
STEI ITB
Bandung, Indonesia

Abstract—Pemanfaatan Teknologi Informasi (TI) semakin
luas, tak terkecuali di bidang kesehatan. Salah satu bentuk
pemanfaatan TI di bidang kesehatan adalah Sistem Informasi
Kesehatan (SIK). SIK didefinisikan sebagai sistem yang
berfungsi untuk menangkap, menyimpan, dan memberikan
akses informasi kesehatan. Sebagaimana TI, SIK selain
memberikan manfaat juga memiliki risiko dan permasalahan
yang berkaitan dengan etika. Penggunaan teori etika sebagai
kerangka berpikir diharapkan dapat memberikan solusi
terhadap isu etika yang dihadapi oleh SIK.
Keywords—TI, SIK, etika

I. LATAR BELAKANG
Saat ini, kehidupan manusia tidak dapat lepas dari
pemanfaatan Teknologi Informasi (TI). Di tahun 2011,

setidaknya terdapat 1,3 milyar personal computer (PC) [1].
Diperkirakan pada tahun 2014, pengguna telepon genggam
akan mencapai 4,55 milyar. Angka ini setara dengan 63,5%
penduduk dunia [2].

http://www.emarketer.com/Article/Smartphone-UsersWorldwide-Will-Total-175-Billion-2014/1010536 )

Dengan semakin berkembangnya TI, pemanfaatannya pun
semakin luas. TI tidak hanya dimanfaatkan oleh bidang-bidang
industri, manufaktur, ataupun hiburan saja, tetapi juga mulai
dimanfaatkan oleh bidang kesehatan. Salah satu pemanfaatan
TI di bidang kesehatan adalah sebagai pendukung pada Sistem
Informasi Kesehatan (SIK). Tenaga medis kini dapat saling
bertukar informasi dalam menangani suatu kasus kesehatan.
Rumah Sakit-Rumah Sakit juga dapat memanfaatkannya untuk
mengelola administrasi maupun bisnisnya.
Pemanfaatan TI ini bukan hanya membawa kemudahan
bagi dunia kesehatan tetapi juga kendala yang harus ditangani.
Salah satu kendala yang dimaksud adalah berkaitan dengan isu
etika. TI sendiri adalah suatu hal yang masih memilki

permasalahan etika antara lain hak cipta, privasi, keamanan,
dan lain-lain. Hal ini tentu berdampak pada produk turunannya
sehingga perlu dikaji permasalahan etika apa saja yang dapat
timbul dari pemanfaatan TI di bidang kesehatan dan bagaimana
menanggulanginya.
Pembahasan pada makalan ini akan mengikuti alur sebagai
berikut. Pada bagian 2 akan dijabarkan teori-teori etika yang
dapat digunakan sebagai kerangka berpikir untuk mengkaji isu
etika. Pada bagian 3 akan dibahas mengenai konsep dan isu
etika yang berkembang dalam SIK. Selanjutnya, pada bagian 4
akan dijelaskan solusi yang dapat ditempuh untuk
menanggulangi isu etika yang ada. Dan akhirnya kesimpulan
akan ditarik pada bagian 5.
II. TEORI ETIKA
Berdasarkan referensi [3], pengertian etika dapat dibagi
dua berdasarkan perlakuannya: tunggal atau jamak. Jika
diperlakukan sebagai tunggal, etika adalah cabang
pengetahuan yang berurusan dengan prisip-prinsip moral.
Adapun jika diperlakukan sebagai jamak, etika adalah prinsipprinsip moral yang mengatur perilaku seseorang atau cara
melakukan suatu aktivitas. Dapat kita lihat bahwa etika

memiliki kaitan erat dengan moralitas.

Gambar 1 Grafik Perkiraan Penggunaan Telepon
Genggam (Sumber:

Dikarenakan kaitannya dengan moralitas, pembahasan
mengenai etika tidak lepas dari nilai yang dianut oleh
seseorang. Oleh karena itu, kita perlu menggunakan suatu
kerangka berpikir yang dapat menjadi pedoman dalam
membahas isu yang berkaitan dengan etika. Kita dapat

menggunakan teori-teori etika sebagai kerangka berpikir.
Teori etika, seperti halnya teori sains, memberikan kita sebuah
kerangka berpikir untuk menganalisis isu moral melalui skema
yang koheren dan konsisten secara internal serta sistematis
dan komprehensensif [4].
Berdasarkan [4], terdapat empat teori etika berdasarkan
basisnya yaitu sebagai berikut.
A. Teori Etika Berbasis Konsekuensi
Beberapa pihak beranggapan bahwa tujuan utama dari

sistem moral adalah menghasilkan konsekuensi atau hasil yang
diinginkan. Bagi penganut teori ini, konsekuensi dari sebuah
aksi atau kebijakan adalah tolak ukur pokok untuk menentukan
keputusan moral yang harus diambil. Tentu saja, kita dapat
mempertanyakan keinginan siapa yang harus dipenuhi. Kaum
Utilitarian beranggapan bahwa hasil atau konsekuensi bagi
pihak mayoritas dalam suatu masyarakat adalah hal paling
penting dalam melakukan pertimbangan moral.

Kaum Utilitarian menekankan pada “utilitas sosial” atau
kegunaan sosial.dari suatu aksi atau kebijakan dengan berfokus
pada konsekuensi dari aksi atau kebijakan tersebut. Jeremy
Bentham (1748-1832), salah satu filsuf pertama yang
merumuskan teori etika utilitarian dengan cara yang sistematis,
mempertahankan teori ini melalui dua klaim sebagai berikut.
1.

Utilitas sosial lebih utama dibandingkan kriteria
alternatif lainnya dalam melakukan evaluasi
sistem moral.


2.

Utilitas sosial dapat diukur
kebahagiaan yang dihasilkan.

dari

jumlah

Berdasarkan klaim (1), nilai atau aksi moral harus diukur
dalam hal kegunaan sosialnya daripada diukur melalui kriteria
abstrak seperti keadilan sosial atau hak individu. Semakin
banyak kegunaan sosial yang dihasilkan dari suatu aksi atau
kebijakan, maka aksi atau kebijakan tersebut dapat
dipertahankan secara moral. Cara mengukur kegunaan sosial
adalah dengan klaim (2) dengan asumsi semua orang
menginginkan kebahagiaan dan kebahagiaan adalah kebutuhan
intrinsik yang diinginkan sendirinya.
B. Teori Etika Berbasis Tugas

Immanual Kant (1724-1804) berargumen bahwa moralitas
pada akhirnya harus didasarkan pada konsep tugas atau
kewajiban yang dimiliki oleh manusia pada satu dan lainnya,
dan tidak pada konsekuensi dari tindakan manusia. Oleh
karenanya, Kant menolak utilitarianisme secara khusus dan
semua teori etika berbasik konsekuensi secara umum. Dia
menunjukkan bahwa pada beberapa kasus, pelaksanaan tugas
dapat menghasilkan kondisi tidak menyenangkan atau
menyebabkan konsekuensi yang tidak diinginkan. Kant
mendasarkan argumennya pada sifat dasar manusia sebagai
makhluk rasional dan gagasan bahwa manusia berakhir pada
dirinya sendiri.

Menurut Kant, hal yang membedakan manusia dengan
makhluk lainnya dan mengikat kita secara moral adalah
kapasitas rasional kita. Tidak seperti hewan, yang hanya
didorong oleh kesenangan sensorik, manusia memiliki

kemampuan untuk berpikir dan memutuskan. Jadi Kant
beranggapan bahwa jika sifat dasar kita hanya mencari

kesenangan, maka kita tidak berbeda dengan makhluk lainnya
secara moral. Tetapi karena kita memiliki kapasitas rasional,
kita mampu memikirkan situasi dan membuat pilihan moral
yang mana tidak dapat dilakukan oleh makhluk lainnya. Kant
berpendapat bahwa sifat dasar rasional kita menunjukkan kita
memiliki tugas atau kewajiban tertentu kepada satu sama lain
sebagai makhluk rasional dalam komunitas moral.
Kita telah melihat bahwa berfokus pada kriteria
kebahagiaan yang dianut oleh kaum mayoritas, kaum utilitarian
memperbolehkan bahwa kepentingan sebagian manusia dapat
dikorbankan untuk hasil yang lebih besar. Kant berpendapat
bahwa sejatinya sistem moral tidak akan pernah
memperbolehkan hal tersebut. Menurutnya, tiap individu,
terlepas dari kemakmuran, kecerdasan, atau keadaan lainnya,
memiliki nilai moral yang sama. Dari sini, Kant menyimpulkan
bahwa tiap individu berakhir pada dirinya sendiri, dan oleh
karenanya, seharusnya tidak pernah menjadi akhir dari orang
lain. Sehingga, kita memiliki tugas untuk memperlakuan
manusia sebagai akhir.
C. Teori Etika Berbasis Kontrak


Dari sudut pandang beberapa penganut teori kontrak sosial,
sebuah sistem moral ada karena kebajikan persetujuan
kontraktual antar individu. Salah satu versi formal dari teori
etika berbasis kontrak dapat ditemukan dalam tulisan Thomas
Hobbes (1588-1679). Dalam karya klasiknya Leviathan,
Hobbes mendeskripsikan sebuah keadaan “premoral” yang ia
sebut “keadaan alami”. Tiap individu bebas untuk bertindak
untuk memenuhi keinginannya. Pada kondisi ini tiap orang
harus membela diri masing-masing, dan sebagai hasilnya, tiap
orang juga harus menghindari ancaman dari orang lain, yang
juga mengejar pemenuhan keinginan atau kepentingannya.
Hobbes mendeskripsikan keadaan ini sebagai kehidupan
yang “soliter, miskin, menjijikan, kasar, dan pendek”. Karena
kita adalah makhluk rasional, dan karena kita melihat bahwa
hal terbaik adalah bergerombol, akhirnya kita membangun
sebuah kode formal legal. Saat melakukan ini, Hobbes percaya
bahwa kita bersedia untuk mengorbankan beberapa kebebasan
“absolut” kepada seorang penguasa. Sebagai gantinya, kita
menerima banyak keuntungan, termasuk sistem aturan dan

hukum yang dirancang dan dilaksanakan untuk melindungi
individu agar tidak disakiti oleh anggota sistem lainnya.
D. Teori Etika Berbasis Karakter

Teori etika lain yang perlu dipertimbangkan adalah etika
kebajikan (kadang disebut juga “etika karakter”). Teori etika
ini mengabaikan peran khusus yang diperdebatkan oleh teori
konsekuensi, tugas, dan kontrak sosial, khususnya terhadap
penentuan standar yang sesuai untuk mengevaluasi tindakan
moral. Sebaliknya, teori ini berfokus pada kriteria yang
berkaitan dengan pengembangan karakter dari setiap individu
dan cara mereka mendapatkan karakter baik dari kebiasaan
yang mereka kembangkan. Prinsip fundamental dari etika
kebajikan diperkenalkan dalam tulisan Plato dan Aristoteles
sekitar 2500 tahun yang lalu.

III. SISTEM INFORMASI KESEHATAN
A. Konsep Sistem Informasi Kesehatan
Salah satu pemanfaatan TI dalam bidang kesehatan adalah
Sistem Informasi Kesehatan (SIK). SIK merujuk pada sistem

yang
menangkap,
menyimpan,
mengelola,
atau
mentransmisikan informasi yang berkaitan dengan kesehatan
individu atau aktivitas organisasi yang berada di sektor
kesehatan [5]. SIK dibuat untuk menghasilkan informasi yang
akurat dan tepat waktu tentang apa yang terjadi di bidang
kesehatan. Idealnya, informasi ini kemudian digunakan sebagai
petunjuk operasi sehari-hari dari sistem kesehatan, melacak
kinerja tiap waktu, belajar dari hasil yang telah lalu,
meningkatkan
secara
berkelanjutan,
meningkatkan
transparansi, dan memperkuat akuntabilitas [6]. SIK
diperkenalkan untuk memanfaatkan TI khususnya Internet
dalam memberikan perawatan kesehatan yang lebih baik [7].


SIK kadang disamakan dengan pemantauan dan evaluasi
tapi sudut pandang ini terlalu reduksionis. Sebagai tambahan
penting bagi pemantauan dan evaluasi, sistem informasi ini
juga perlu melayani hal yang lebih luas, memberikan
kapabilitas peringatan dini, mendukung pasien dan manajemen
fasilitas kesehatan, memungkinkan perencanaan, mendukung
dan merangsang penelitian, memungkinkan situasi keseahatan
dan analisis kecenderungan, mendukung laporan global, dan
memfasilitasi tantangan dalam berkomunikasi terhadap
pengguna yang berbeda-beda. Informasi bisa jadi kurang
berguna jika tidak disajikan dalam format yang memenuhi
kebutuhan dari beberapa pengguna – pembuat kebijakan,
perencana, manajer, penyedia layanan perawatan kesehatan,
komunitas, individu. Oleh karena itu, sosialisasi dan
komunikasi adalah atribut penting dalam SIK [8].
Sebuah SIK yang baik mempertemukan semua mitra
relevan untuk memastikan bahwa pengguna informasi
kesehatan memiliki akses ke data yang handal, otoratif, dapat
digunakan, dapat dimengerti, dan kompartif [8]. Berdasarkan
draft SIK World Health Organization (WHO), perencanan
kesehatan dan pembuat kebijakan memerlukan jenis informasi
yang berbeda-beda yaitu sebagai berikut.
1.

Penentu kesehatan (sosio-ekonomi, perilaku
lingkungan, faktor genetik) dan lingkungan
kontekstual dimana sistem kesehatan beroperasi.

2.

Masukan untuk sistem kesehatan dan prosesproses terkait yang terdiri atas kebijakan dan
organisasi, infrastruktur kesehatan, fasilitas dan
peralatan, biaya, sumber daya manusia dan
finansial.

3.

Kinerja atau keluaran sistem kesehatan seperti
ketersediaan,
aksesibilitas,
kualitas
dan
penggunaan informasi dan layanan kesehatan,
tanggapan sistem terhadap kebutuhan pengguna,
dan perlindungan terhadap risiko finansial.

4.

Hasil
kesehatan
(kematian,
morbiditas,
perjangkitan penyakir, status kesehatan, cacat,
kesejahteraan).

5.

Ketidakadilan kesehatan berhubungan dengan
penentu, cakupan layanan, hasil kesehatan, dan
termasuk pemuas kunci seperti jenis kelamin,
status sosio-ekonomi, kelompok etnis, lokasi
geografis, dan lain-lain.

Salah satu aspek yang menarik dalam SIK adalah
bagaimana mengelola hubungan antara penyedia layanan
kesehatan dengan pasien. Membina hubungan yang baik
dengan konsumen (pasien) akan mempertahankan dan menarik
mereka menjadi konsumen loyal dan membuat kesepahaman,
kepercayaan, dan kepuasan yang lebih besar. Sebagai
tambahan, sebuah hubungan yang baik akan mendorong
keterlibatan pasien dalam pengambilan keputusan (Richard dan
Ronald, 2008). Sebuah hubungan yang baik akan membina
komunikasi yang efektif yang sering diasosiasikan dengan
peningkatan kesehatan fisik, pengelolaan penyakit kronis yang
lebih efektif, dan kualitas hidup yang lebih baik (Arora, 2003).
Pengelolaan hubungan harus berkembang dan tumbuh secara
berkelanjutan. Sebuah hubungan yang baik adalah hubungan
yang dinamis dimana organisasi menjadi peringatan akan
perubahan kebutuhan. Pada gilirannya, jika organisasi
kesehatan terkelola dengan baik, pasien akan bersedia untuk
kembali karena loyalitas dan kepercayaan yang telah dibangun.
Mereka akan tahu bahwa jika mereka menghadapi kesulitan,
organisasi akan menanggulanginya secara profesional [7].
B. Isu Etika Dalam SIK
Penerapan TI dalam bidang kesehatan selain memberikan
manfaat juga memiliki risiko dan permasalahan etika.
Permasalah etika yang muncul dapat berasal dari proses bisnis
dalam organisasis layanan kesehatan, konflik kepentingan
tenaga medis, ataupun dari teknologi yang digunakan dalam
rekam medis elektronik yang mulai marak digunakan.
Berdasarkan [9], di antara aspek etis TI yang telah
diidentifikasi adalah sebagai berikut.

1.

Isu transparansi (Apakah pengguna diberikan
sebuah model yang valid dan sederhana tentang
apa yang dilakukan sistem? Apakah mereka sadar
kapan aktivitas mereka berdampak pada sistem?).

2.

Isu standardisasi yang berkaitan dengan toleransi
terhadap variasi (Apakah standar yang
diperkenalkan melalui sebagai contoh EPR
mengganggu penerapan lokal? Apakah hal
tersebut berdampak pada kualitas kerja? Apakah
‘profil’ kondusif terhadap pemikiran dalam
pengukuran sederhana seperti ‘rata-rata’ dan
apakah hal ini mengurangi toleransi terhadap
perbedaan dan variasi?).

3.

Isu etika kerja (Apakah sistem dan aplikasi TI
menambah beban kerja tenaga medis dengan
mengorbankan perawatan? Apakah urutan dokterperawat dibangun dalam EPR dan apakah hal ini
mengabstraksi
hubungan
di
tingkat
administratif?).

4.

Isu privasi dan kerahasiaan (Mampukah sistem TI
digunakan untuk pengawasan karyawan? Apa

batasan yang perlu diletakkan dalam pembagian
informasi EPR).
5.

Isu yang berkaitan dengan kekayaan intelektual –
Apa isu kekayaan intelektual yang dapat muncul
dengan website informasi kesehatan dan
pemeliharaan basis data informasi kesehatan?

6.

Isu tentang kewajiban (Dapatkah kepercayaan
pasien/dokter pada informasi kesehatan online
diarahkan pada kewajiban penyedia? Apakah
praktisi telemedicine lebih mudah digugat dan
untuk apa?)

7.

Isu yang berkaitan dengan keadilan alokasi
sumber daya (Haruskah akses online kepada
informasi kesehatan diberikan untuk semua atau
hanya disediakan untuk pihak yang dapat
membayar?)

8.

Isu keaksaraan (Apakah informasi kesehatan
ditampilkan dengan cara yang dapat membantu
masyarakat untuk mengetahui masalah mereka
dan membuat pilihan?)
IV. ALTERNATIF SOLUSI

Pada bagian ini akan dijabarkan solusi yang dapat diambil
untuk menanggulangi isu etika dalam SIK yang teridentifikasi
sebelumnya. Pertama akan dianalisis tiap stakeholder yang
berkaitan dengan SIK beserta peran dan kaitannya terhadap isu
etika yang teridentifikasi. Selanjutnya akan dirumuskan solusi
untuk tiap isu tersebut.
A. Analisis Stakeholder
Dalam melakukan pemberian layanan kesehatan, suatu
organisasi kesehatan, seperti Rumah Sakit, Klinik, Palang
Merah, terdiri atas berbagai pihak yang memiliki peran
masing-masing. Mulai dari pihak yang berkaitan langsung
dengan kesehatan seperti dokter, perawat, ataupun pasien,
hingga pihak yang berperan sebagai pendukung operasi seperti
manajer finansial, petugas kebersihan, dan lain-lain. Adapun
secara umum, stakeholder yang berkaitan dengan SIK adalah
tenaga medis, ahli farmasi, pasien, keuangan, CEO, CIO,
tenaga TI, dan pembuat kebijakan.
1) Tenaga Medis
Tenaga medis antara lain dokter dan perawat. Tenaga
medis berinteraksi secara langsung dengan pasien. Mereka
bertanggung jawab memberikan penanganan pada pasien.
Mereka juga harus memberikan penanganan sesuai
prosedur yang berlaku. Tenaga medis memiliki
kepentingan terhadap informasi mengenai rekam medis
pasien, obat-obatan yang tersedia, dan fasilitas dan
infrastruktur yang dimiliki oleh organisasi.
2) Ahli Farmasi
Ahli farmasi mirip dengan tenaga medis tetapi mereka
tidak berurusan secara langsung dengan pasien. Ahli
farmasi memiliki tanggung jawab untuk meracik obat
sesuai dengan resep dari dokter. Selain itu, ahli farmasi
juga perlu mengetahui riwayat kesehatan dari pasien agar

dapat menentukan dosis yang tepat dan tidak berpengaruh
buruk pada pasien.
3) Pasien
Pasien adalah konsumen dalam bisnis layanan
perawatan kesehatan. Mereka memiliki kepentingan untuk
memenuhi kebutuhannya untuk menjaga kesehatan atau
memulihkan kondisi kesehatannya. Informasi yang
berguna bagi pasien antara lain kondisi kesehatan dirinya,
hasil diagnosa, resep obat atau langkah pengobatan yang
perlu diambil, hingga keuangan yang perlu dikeluarkan
untuk membayar jasa perawatan kesehatan.
4) Bagian Keuangan
Bagian keuangan berkepentingan dalam pengelolaan
keuangan dalam organisasi kesehatan. Dalam pelayanan
kesehatan transaksi yang ada tidak hanya berupa transaksi
tunai atau perbankan, tetapi juga transaksi di mana
digunakan asuransi atau tunjangan kesehatan. Pendataan
yang berkaitan dengan dana ini harus dilakukan untuk
mencegah kebangkrutan dari organisasi.
5) CEO
Chief Executive Officer (CEO) adalah pimpinan
eksekutif dalam suatu organisasi kesehatan. CEO
bertanggung jawab terhadap segala hal yang ada dalam
organisasi mulai dari tingkat strategis hingga tingkat
operasional. Adapun informasi yang diperlukan oleh CEO
hanya informasi di tingkat strategis yang sejatinya
dihasilkan dari sintesis informasi di tingkat-tingkat
bawahnya.
6) CIO
Chief Information Officer (CIO) adalah pimpinan yang
bertanggung jawab terhadap informasi-informasi yang ada
dalam organisasi kesehatan. Kepentingan dari CIO adalah
memastikan setiap stakeholder mendapatkan informasi
yang sesuai dengan perannya dan dalam format yang
sesuai dengan bidangnya.
7) Tenaga TI
Tenaga TI adalah pihak yang bertanggung jawab
terhadap TI yang digunakan dalam SIK. TI berkaitan
dengan infrastruktur, arsitektur, hingga desain dari TI SIK
yadng ada.
8) Pembuat Kebijakan
Pembuat kebijakan adalah pihak eksternal organisasi
yang memiliki kepentingan untuk memastikan operasi dari
organisasi-organisasi kesehatan beroperasi sesuai prosedur
dan hukum yang berlaku. Pembuat kebijakan juga wajib
melindungi masyarakat dalam mendapatkan haknya untuk
memperoleh pelayanan terbaik dan transparansi dari
pemberi layanan.
B. Solusi Isu Etika Pada SIK
1. Isu Transparansi

Isu ini berkaitan dengan pengguna SIK yang
mencakup seluruh stakeholder. Seperti yang

medis, baik untuk kepentingan penelitian atau
untuk memberikan penanganan yang lebih baik.

telah dijabarkan sebelumnya, tiap stakeholder
memiliki peran dan tugasnya masing-masing.
Jika kita gunakan teori etika berbasis tugas,
maka transparansi mekanisme yang ada dalam
SIK harus disesuaikan dengan tugas dan peran
masing-masing stakeholder . Tiap stakeholder
harus diberi sosialisasi mengenai mekanisme
kerja SIK yang berkaitan dengan peran mereka.
2.

Isu Standardisasi
Standardisasi di sini berkaitan dengan format
penyajian dan penangkapan informasi. Tentu
akan sulit untuk membuat sebuah format yang
dapat memuaskan beberapa organisasi kesehatan
sekaligus, apalagi jika cakupannya satu negara.
Pada kasus ini, kita dapat menggunakan teori
etika berbasis karakter.
Tiap stakeholder terkait harus memiliki kemauan
untuk beradaptasi. Hal ini tidak berarti bahwa
SIK tidak perlu menyajikan data dengan format
yang sesuai dengan kebutuhan tiap stakeholder.
SIK tetap harus memerhatikan kebutuhan
stakeholder, adapun upaya adaptasi dari tiap
stakeholder bertujuan untuk menutupi kenyataan
bahwa SIK tidak dapat memenuhi kebutuhan
stakeholder 100%.

3.

Dengan menggunakan teori etika berbasis
kontrak, kita dapat merumuskan solusi berupa
otorisasi informasi oleh pemilik informasi.
Dalam hal ini, pemilik informasi kesehatan
adalah pasien sendiri. Pasien dapat menentukan
apakah informasi kesehatan yang telah diambil
dapat dibagikan atau tidak. Jika dapat dibagikan,
siapa saja yang berhak mendapatkannya. Pasien
tentu bersedia membagi informasinya jika untuk
kebaikannya sendiri. Hal ini sesuai dengan teori
etika berbasis konsekuensi.
5.

Isu berkaitan dengan para tenaga TI, baik mereka
yang berperan sebagai pengembang ataupun
yang bergerak di bagian perawatan. Saat ini,
sudah banyak software yang dapat digunakan
kembali. Penerapan SIK pada sistem mereka
harus memerhatikan aspek hak cipta dan
kekayaan intelektual. Jika memang perlu
menggunakan sumber dari luar sistem, tenaga IT
harus mengkomunikasikannya dengan CIO.
6.

Isu Privasi
Isu ini paling berkaitan dengan informasi
kesehatan
dari
pasien.
Pada
metode
konvensional, informasi terjaga lebih baik karena
informasi tersimpan secara fisik di organisasi
kesehatan. Dengan cara ini akses terhadap
informasi lebih mudah dikendalikan karena
kontrol dilakukan secara fisik. Sebagai contoh,
ruangan yang berisi dokumen-dokumen riwayat
kesehatan pasien dijaga oleh satpam dan hanya
orang-orang tertentu yang boleh masuk.
Dengan menggunakan SIK, informasi tersimpan
di basis data, yang mana-seperti halnya
informasi-informasi lain yang tersimpan di basis
data-kontrol terhadap informasi tersebut
dilakukan secara virtual. Penyimpanan informasi
dengan metode ini tentu menawarkan
kemudahan dalam pengaksesan. Informasi dapat
dengan mudah dibagi-bagi di kalangan tenaga

Isu Tentang Kewajiban
Dengan SIK, tenaga medis dapat melakukan
penanganan medis berdasarkan informasiinformasi yang ada. Sebagai contoh, seorang
dokter dapat memberikan penanganan yang lebih
baik pada pasien penderita kanker dengan
melihat laporan-laporan penanganan dari dokterdokter lain yang pernah menangani kasus serupa.
Dari gambaran tersebut, kita dapat melihat
bahwa kebenaran dari informasi yang disediakan
menjadi hal yang krusial. Oleh karena itu,
penyedia informasi (pada contoh sebelumnya
adalah dokter yang membuat laporan
penanganan) wajib memberikan informasi yang
sebenar-benarnya dan dapat dituntut jika
memberikan informasi yang salah.

Isu Etika Kerja
Dalam dunia kesehatan, hubungan antar tenaga
medis memiliki pola dan etikanya masingmasing. Selain itu, tiap organisasi kesehatan juga
memiliki proses bisnis masing-masing. SIK
harus
mampu
memberikan
kemudahankemudahan yang sesuai dengan proses bisnis
yang ada serta etika yang berlaku di kalangan
tenaga medis.

4.

Isu Terkait Kekayaan Intelektual

7.

Isu Terkait Keadilan Alokasi
Layanan kesehatan pada dasarnya sama dengan
bisnis lain secara umum. Penyedia memberikan
layanan pada konsumen dan dibayar berdasarkan
layanan ataupun hasil dari layanannya tersebut.
Namun, layanan kesehatan juga tidak dapat lepas
dari kaitan yang erat dengan kemanusiaan. Oleh
karenanya, alokasi terhadap layanan ini dirasa
perlu didistribusikan secara adil kepada
masyarakata.
Di sisi lain, organisasi kesehatan juga
memerlukan sumber daya untuk melangsungkan
kegiatan bisnisnya. Upaya pemberian layanan
kesehatan, termasuk SIK, memerlukan sumber

daya baik manusia maupun finansial. Akibatnya,
harus ada pihak yang mampu menyediakan
sumber daya ini. Di sinilah pembuat kebijakan
seharusnya mengambil peran.
SIK dapat mempermudah kinerja tenaga medis,
memberikan layanan yang lebih baik bagi pasien,
dan memberikan kontribusi terhadap penilitian.
Dengan manfaat-manfaat tersebut, pembuat
kebijakan sebagai wakil masyarakat sebaiknya
dapat membantu pada kedua pihak (masyarakat
dan organisasi kesehatan). Pembuat kebijakan
harus bisa menjadikan SIK ini sebagai layanan
kesehatan yang tersedia bagi semua orang
dengan cara membantu organisasi-organisasi
kesehatan dalam hal sumber daya yang
dibutuhkan untuk menerapkan SIK.
8.

Isu Keaksaraan
Isu ini berkaitan dengan masyarakat khususnya
pasien. SIK tidak boleh berhenti hanya pada
pemberian informasi. SIK juga harus mampu
menyajikan informasi yang dapat dipahami oleh
pasien.

penanggulangan terhadap isu-isu tersebut dapat dilakukan
dengan
mempertimbangkan
kepentingan-kepentingan
stakeholder dan menggunakan kerangkat berpikir berupa teori
etika.
REFERENCES
[1]

[2]

[3]
[4]
[5]
[6]
[7]

[8]

V. KESIMPULAN
SIK sebagai bentuk penerapan TI dalam bidang kesehatan
memiliki isu-isu etika yang perlu ditanggulangi. Adapun

[9]

Durwin, Michael. 2011. Global V US Statistics: Mobile, Social Network,
PC,
Ownership.
http://www.mdurwin.com/2011/03/global-v-usstatistics-mobile-social-network-pc-ownership/ (diakses tanggal 16
Desember 2014)
Anonymous. 2014. Smartphone Users Worldwide Will Total 1.75 Billion
in
2014.
http://www.emarketer.com/Article/Smartphone-UsersWorldwide-Will-Total-175-Billion-2014/1010536 (diakses tanggal 16
Desember 2014)
http://www.oxforddictionaries.com/definition/english/ethics
(diakses
tanggal 16 Desember 2014)
Tavani, Herman T. 2013. Ethics and Technology: Controversies,
Questions, and Strategies for Ethical Computing . Hoboken: WILEY.
http://phinnetwork.org/Resources/HIS.aspx
(diakses
tanggal
16
Desember 2014)
http://www.cpc.unc.edu/measure/our-work/health-information-systems
(diakses tanggal 16 Desember 2014)
Almunawar, Mohd Nabil. and Anshari, Muhammad. 2012. Health
Information Systems (HIS): Concept and Technology. Brunei
Darussalam.
Anonymous. 2008. Draft Health Information System. World Health
Organization.
Reidl, Christine., Wagner,Ina., and Rauhala Marjo. 2005. Examining
Ethical Issues of IT in Health Care. Wien: Vienna University of
Technology.