T1__BAB IV Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Komodifikasi Tubuh Perempuan dalam Media Sosial: Studi Kasus Aksi Vulgar di Media Sosial Bigo Live T1 BAB IV

BAB IV
PENYAJIAN DATA DAN PEMBAHASAN

4.1.

Gambaran Umum
Bigo Live merupakan aplikasi live streaming yang diluncurkan oleh

perusahaan asal Singapura. Sejak kemunculannya pada Mei 2016, aplikasi ini menuai
banyak kontroversi. Salah satunya adalah penyalahgunaan aplikasi yang merujuk
pada penyebaran konten pornografi1. Tentu hal itu melanggar undang-undang
terutama di Indonesia, hingga akhirnya ramai pemberitaan di media. Akibat
maraknya pemberitaan mengenai penyalahgunaan aplikasi live streaming Bigo Live,
pemerintah Indonesia berencana untuk memblokir aplikasi tersebut2. Tindakan itu
dilakukan guna mencegah terjadinya hal-hal yang tidak diinginkan akibat tersebarnya
konten pornografi. Mengingat kasus pemerkosaan yang terjadi pada awal tahun 2016
yang menimpa perempuan dibawah umur, diduga merupakan akibat dari pengaruh
pornografi3. Maka dari itu, penulis tertarik untuk mengungkap latarbelakang
terjadinya permasalahan tersebut, terutama berkaitan dengan komodifikasi tubuh
perempuan pada aplikasi live streaming Bigo Live.
Mengawali penelitian ini, penulis melakukan observasi dengan mengamati

pengguna (perempuan) aplikasi Bigo Live yang menempati enam urutan tertinggi
pada top rank. Proses pengamatan dimulai sejak awal Januari hingga pertengahan
April 2017. Pada aplikasi Bigo Live, posisi Top Rank dibagi kedalam tiga kategori
yaitu, Last 7 Days, Last 24 Hours dan This Hour. Setelah proses pengamatan, penulis
1

http://www.harianjogja.com/baca/2016/08/24/duh-bigo-live-kerap-dipakai-tayangkan-adegan-mesum-747244
http://tekno.liputan6.com/read/2677943/bigo-live-diblokir-apa-kata-kemkominfo
3
http://www.antaranews.com/berita/559253/khofifah-pemerkosa-yuyun-terpengaruh-video-porno
2

21

menemukan bahwadari ketiga kategori posisi top rank tersebut tidak didominasi oleh
pengguna yang melakukan aksi vulgar. Melainkan ditempati oleh pengguna yang
memiliki jumlah akumulasi beans followers dan share siaran tertinggi yang
menempati posisi top rank. Selain itu, peneliti menemukan kesulitan dalam
memperoleh akses langsung kepada pengguna aplikasi Bigo Live khususnya
pengguna (perempuan) yang melakukan aksi vulgar di aplikasi tersebut. Hingga

akhirnya didapat akses melalui subjek (bukan pengguna) yang memang memiliki
relasi dengan pengguna aplikasi Bigo Live di kota Semarang.

Gambar 4. Kategori Top Rank yang dibagi berdasarkan waktu.
Sumber :Screen capture,Top Rank di aplikasi Bigo Live. Diunduh pada 1 Juli 2017 pukul 11.40

Usai mendapatkan informasi untuk menghubungi salah satu pengguna aplikasi
Bigo Live, peneliti melakukan wawancara dengan pengguna berinisial NC yang

berasal dari kota Semarang. Dari hasil wawancara pada tanggal 23 Maret dan 15 Mei
2017, didapat bahwa pada awal kemunculan aplikasi ini, memang belum banyak
diketahui dan penggunanya masih sangat jarang terutama di kalangan mahasiswa.
Tidak hanya asing di telinga, aplikasi ini tak jarang dianggap mengganggu aktivitas
22

berkomunikasi terutama ketika sedang berkumpul bersamadi dunia nyata. Ketika
menggunakan aplikasi tersebut, NC dapat menghabiskan waktu hingga 3 – 6 jam
disetiap livesetiap harinya. Selain itu, rata-ratakuota internet yang dihabiskan dapat
mencapai 2 Giga Byte setiap harinya. Jika dilihat, konsumsi kuota internet untuk live
di aplikasi Bigo Live tidak sedikit jika dibandingkan dengan konsumsi kuota internet

untuk aplikasi chat lainnya sepeti Line, Whatsapp dan Blackberry Messanger 4.
Pendapat lain yang diutarakan NC adalah,
“Kalo aku sih, lebih mengutamakan temen sama relasi daripada beans… di
situ bisa tuker pikiran, aku aja tu di Bigo ada, ada grup family. Nah, memang
sih kalo grup family itu pasti banyak drama dan banyak masalah. Cuman,
karena aku psikologi, jadi aku bisa menilai orang..gini.. gini.. gitu. Ini aku aja
kerja disini kan aku… bukan kerja sih, aku partneran sama temen, kenal nya
juga karena Bigo. Aku kenal sama orang dan maksudnya bener-bener aku
percaya orang ini real dan bisa aku trust, aku berani buat bareng… Aku
seneng nya itu sih.”
Dari penuturannya tersebut, dapat dilihat jika alasan ketertarikan menggunakan
aplikasi ini yaitu untuk mencari teman walaupun pada awalnya hanya untuk isengiseng saja. Relasi pun menjadi semakin luas karena setiap menggunakan aplikasi ini,
biasanya pengguna memperoleh teman baru. Penambahan teman di aplikasi Bigo Live
dilakukan dengan carafollowing yang kemudian orang yang di-follow akan
melakukan followback. Namun tak jarang ketika orang yang di-follow tidak
melakukan followback karena alasan tertentu. Setelah itu masing-masing dari mereka
akan mendapatkan notifikasi ketika salah satunya nya melakukan Live. Terlepas dari
following dan followback, pengguna yang sudah merasa yakin dan ada kecocokan

dalam pertemanan biasanya bertukar kontak yang dilakukan di luarLive. Pengguna

akan bertukar kontak seperti nomor handphone, nomor WA, ID Line maupun ID
Instagram. Selain itu, beberapa pengguna biasanya membentuk grup yang disebut

4

https://inet.detik.com/consumer/d-2406094/bbm-di-android-bikin-boros-data-apa-benar

23

dengan istilah family5. Masing-masing grup ini memiliki nama khas yang
ditambahkan di user name akun masing-masing pengguna seperti layaknya marga
dalam

suku.

Tidak

hanya

berinteraksi


di

aplikasi

saja,

para

pengguna

bahkanmelakukan gathering untuk berkumpul bersama. Dengan begitu, para
pengguna dapat bertukar pikiran secara langsung yang salah satunya mengenai dunia
bisnis. Hal ini dialami oleh NC yang pada akhirnya iadapat bekerjasama untuk
menjalankan suatu usaha. Itu merupakan salah satu keuntungan yang diperoleh ketika
menggunakan aplikasi live streaming Bigo Live.
Untuk memperoleh teman baru tentunya tidak mudah, NC harus bisa bersikap
dewasa dalam menghadapi viewers. Tidak jarang ketika ia sedang live, beberapa
viewersmelontarkan komentar atau bahasan yang vulgar. NC menanggapi hal tersebut


dengan santai dan cenderung membuat itu sebagai bahan candaan. Namun, jika
viewers memaksa ingin melanjutkan dengan bahasan yang vulgar, NC mempersilakan

untuk keluar dari room6 nya. Selain obrolan yang vulgar, viewers pun pernah
melakukan aksi porno. Hal ini diungkapkan oleh NC bahwa,
“Pernah..jadi jangan kan di room orang, di room ku sendiri aja iyaa. Jadi
waktu itu ada yang minta VC kan… minta VC, „VC dong‟… sebenernya aku
ngerti sih maksudnya ini orang apa..„Yaudah, bentar…. aja… ini aku pengen
nunjukin. Bagus deh…‟. Pas aku emang lagi jahil aja, ya aku ladenin aja VC
nya, terus bener… dia nunjukin itu… alat kelamin laki-laki kan… digoyanggoyangin. Aku sih nanggepinnya cuman mukanya da tar…Terus habis itu,
„udah ya mas jangan lama-lama… nanti aku ke-ban‟. Aku mantiin aja. Tapi
kalo aku gak mute juga, soalnya menurut aku… eee… selama… apa yaa? Kalo
menurut aku, selama dia gak attack aku secara verbal yang bener-bener…
misalnya kasarannya, „eh, emutin dong!‟ atau apa-apa gitu-gitu. Kalo aku sih
malah buat becandaan, buat naikin viewers ku… pernah aku digituin, aku
ngambil gunting, „Mana mas? Sini aku gunting?‟. Aku bcandain aja sih.”

5

Family : Istilah ini digunakan untuk menyebut ikatan suatu grup dalam lingkungan sosial Bigo Live yang

ditandai dengan penambahan kata pada username.
6
Room : Ruang atau Channel ketika host/ broadcaster sedang melakukan live. Didalamnya, viewersdapat
berinteraksi dengan host melalui chat.

24

Pada salah satu kasus yang diungkapkannya itu,dapat dilihat jika NC memang
menanggapinya dengan santai dan cenderung menjadikannya sebagai bahan candaan.
Walaupun begitu, NC tidak mentolerir jika viewers sudah keterlaluan bahkan hingga
membawa isu SARA dalam obrolan.
Jika melihat kembali pada kasus penyalahgunaan aplikasi yang merujuk pada
komodifikasi tubuh perempuan. NC pernah melihat broadcaster lain yang melakukan
aksi vulgar ketika live.
“Itu kalo yang temen aku sendiri, dia itu cuman… gak nunjukin uting, tapi
dia cuman udah kaya separo udah mau keliatan gitu lah…”
Broadcaster yang melakukan aksi vulgar ini, kebetulan adalah teman dari NC sendiri.

Saat live, broadcaster menunjukan dada bahkan hampir menunjukan putingnya untuk
menarik viewers. NC mengakui jika broadcaster yang seperti itu bertujuan untuk

memperoleh banyak beans dan viewers. Sebelumnya peneliti memiliki anggapan
bahwa posisi top rank dapat mudah diperoleh dengan melakukan aksi vulgar. Namun
hal tersebut tidak dapat terjadi, karena untuk mendapatkan posisi tersebut tidak dapat
diraih hanya dengan melakukan aksi vulgar.
“…itu kan rangking nya kan dalam satu bulan. Jadi kalo misalnya mereka
mau kaya gitu (beradegan vulgar) berarti mereka harus setiap hari kaya gitu.
Soalnya gak gampang mau masuk rangking satu sampe sepuluh. Soalnya kan
aku dukung… aku support temen ku sendiri... yang ikut GL (Golden List)7
sama SL (Silver List)8 itu… Mereka aja udah empot-empotan, apalagi mereka
baru rangking duapuluhan.…karena kan satu sisi aja pasti udah sering diban. Nah..kan tadi diawal juga aku udah cerita, di-ban itu kalo udah berkalikali… kemungkinan besar kan permanent. Kalo dia udah, eee… tutup akun,
ke-ban permanent, pasti dia harus bikin lagi… dari nol lagi.”
Menurut NC untuk menjadi top rank itu tidak mudah. Pengguna harus dapat
memperoleh beans, viewers dan share yang tidak sedikit secara berturut-turut.
7
Golden List :Golden List adalah perolehan posisi rangking teratas dengan mengakumulasikan jumlah beans,
share dan followers.
8
Silver List : adalah perolehan posisi rangking teratas dengan mengakumulasikan jumlah beans dan followers.

25


Kemudian semua itu akan diakumulasikan selama satu bulan hingga akhirnya
pengguna dapat memperoleh posisi top rank. Maka, pengguna ingin memperoleh
posisi top rank dengan cara melakukan aksi vulgar tidak akan berhasil. Alih-alih,
akun pengguna akan terus diblokir bahkan hingga diblokir secara permanent. Jika hal
tersebut terjadi, bukan saja akun pengguna yang terblokir, melainkan pengguna sudah
tidak dapat mengunduh aplikasi Bigo Live lagi. Memang pada kenyataannya dengan
melakukan aksi vulgar, pengguna dapat memperoleh banyak beans dan viewers.
Namun, pengguna tidak akan bisa memperoleh posisi sebagi top rank. Seperti yang
diungkapkan oleh NC ketika ia melihat salah satu live yang memperlihatkan aksi
sedang berhubungan intim. Banyak viewers yang menonton dan beans yang
bertaburan, komentar vulgar pun muncul silih berganti.
“…kalo secara pribadi pasti aku gak setuju lah. Istilahnya, dia juga nurunin
harganya… perempuan gitu lho… kan istilahnya kaya gitu Cuma segelintir
or ang, tapi dicap cewek yang main bigo pasti kaya gitu. Aku ngerasain juga…
orang sekarang dicapnya aja cewek yang main Bigo, pasti kalo gak BO9, LC10
atau apa-apa… kaya gitu.”
Dari penuturannya itu, NC berpendapat bahwa aksi vulgar yang dilakukan oleh
pengguna telah menurunkan harga diri seorang perempuan. Hal itu pun berdampak
pada pengguna lainnya terutama perempuan yang menggunakan aplikasi Bigo

Live.Muncul anggapan bahwa perempuan yang memakai aplikasi ini adalah

perempuan yang disamakan dengan cewek BO atau LC.
Setelah mendapatkan informasi mengenai hal-hal seputar aplikasi Bigo Live,
NC merekomendasikan temannya yang juga merupakan pengguna. NC bersedia
untuk mempertemukan peneliti dengan temannya tersebut untuk dilakukan
wawancara. Narasumber tersebut berinisial QN dan NR, keduanya bertempat tinggal
di kota Semarang. Seperti hal nya NC, alasan menggunakan aplikasi Bigo Live adalah
9

BO : Booking Out merupakan sebuah transaksi seks dengan cara menjemput gadis yang sudah dipesan.
LC :Ladies Companion adalah gadis yang menemani tamu di tempat karaoke.

10

26

untuk iseng-iseng saja dan mengisi waktu luang. Cukup banyak teman baru yang
mereka dapatkan di dunia maya, khususnya sesama pengguna. Mereka juga
menyampaikan bahwa aktivitas yang dilakukan ketika live tidak jauh dari hal yang

dilakukan sehari-hari yang umum hingga beberapa hal-hal pribadi.
“Kalo aku tuh, biasanya dengerin orang curhat, malah ngoceh-ngoceh sendiri.
Misal satu hari aku dapet masalah apa, aku luangin ke mereka. Biar mereka
tau, siapa tau mereka kaya bisa ngasih solusi yang baik. Nyanyi juga, sama
dia, dia, sama temen-temen aku.”
NR mengatakan bahwa ketika live, ia biasanya membagikan curahan hati kepada
pengguna lain dengan tujuan agar mereka mendapatkan tanggapan atau solusi dari
komentar yang dilontarkan viewers. Berbicara mengenai family, QN dan NR
mengaku jika mereka tidak tergabung dalam family tertentu. Walaupun begitu mereka
tetap mengikuti aktivitas bersama dengan sesama pengguna aplikasi Bigo Live.
Seperti yang diungkapkan oleh NC bahwa tidak jarang mereka melakukan aktivitas di
luar ruangan seperti hang out, makan bersama dan mengadakan gathering dengan
sesama pengguna lainnya di luar kota.
Ketika dimintai pendapat mengenai konten vulgar di aplikasi Bigo Live,
mereka menyatakan hal yang serupa dengan NC. QN menyampaikan kekesalannya
saat ada beberapa viewers yang bersikap seolah-olah telah mengenal dekat dengan
dirinya. Tidak jarang, viewers tersebut melontarkan ajakan untuk melakukan sesi
video call. Hal ini tentu saja membuat QN tidak nyaman dan menanggapinya secara

negatif, kemudian ia mengakhiri sesi tersebut.
“Buka-buka –buka gitu. Yang kaya gitu nanti viewersnya dia bakal masuk di
room mu dan melakukan hal yang sama. Kaya gitu biasanya. Kita langsung
kicked off”.
Aplikasi Bigo Live merupakan aplikasi media sosial yang bertujuan untuk
kegiatan positif. Namun kenyataannya beberapa pengguna melakukannya untuk

27

kegiatan dengan tujuan negatif. Kekesalan juga diungkapkan oleh NR tentang
pengalamannya ketika menggunakan aplikasi Bigo Live.
“…kadang aku jengkelin gitu kadang .Kaya di suruh buka dong-buka dong.
Buka mata lu! Kaya gitu dong. VC buka dong.Aku diemin.Biarin aja kaya gitu.
Ga usah di baca kan bisa.”
Betul saja, ketika pengguna (perempuan) melakukan live, tak jarang para viewers
melontarkan komentar dengan perkataan yang tak pantas.

Gambar 5. Komentar vulgar yang dilontarkan oleh para viewersketika live.
Sumber :Screen capture,komentar vulgar ketika livedi aplikasi Bigo Live

NR menyikapi nya dengan memberikan teguran langsung kepada viewers. Tak hanya
itu, terkadang viewers yang membuatnya tidak nyaman akan di-kick-out (diusir) dari
room nya walaupun sesi live masih berlangsung bahkan mereka melakukan report.

28

Data yang diperoleh dari NC, QN dan NR telah dirasa jenuh dan peneliti
memutuskan untuk tidak mencari data lanjutan dari QN dan NR. Mengingat bahwa
NC pernah merekomendasikan pengguna yang cukup terkenal dengan harapan
pengguna tersebut dapat menghubungkan peneliti dengan narasumber kunci.
Kemudian peneliti melakukan pengamatan terhadap pengguna berinisial BD yang
direkomendasikan oleh NC. Seperti yang telah dilakukan dalam pengamatan
sebelumnya, peneliti melakukan interaksi terhadap BD ketika live. Hanya saja
interaksi saat ini dilakukan lebih intens disertai dengan keikutsertaan peneliti ketika
BD meminta Video Call. Selama hampir dua minggu pengamatan dilakukan dan
hasilnya adalah, peneliti memperoleh akses menuju narasumber kunci dari salah satu
viewers berinisial IM. Karena sudah lumayan sering mengunjungi room BD, IM pun

sudah mulai akrab dengan peneliti. Maka peneliti mengirimkan pesan melalui Direct
Message untuk meminta kontak lain yang dapat dihubungi diluar aplikasi Bigo Live.

Maksud dari bertukar kontak adalah menjalin komunikasi yang lebih dalam, melihat
Bigo Live bukan aplikasi yang khusus digunakan untuk berbincang antar pribadi.

Pada awalnya, peneliti membangun komunikasi seperti layaknya orang yang
baru saja berkenalan, tanpa ada maksud ingin memperoleh data untuk penelitian.
Seiring berjalannya waktu, peneliti berbagi informasi baik dari hal yang sifatnya
umum hingga hal yang lebih pribadi. Disitulah peneliti mengungkapkan jika selama
ini sedang melakukan proses penelitian. Mendapat respon yang baik, akhirnya IM
bersedia untuk membantu menghubungkan peneliti kepada narasumber kunci.
Keseharian IM yang memang terbiasa dengan kehidupan malam dan gemerlapnya
kota metropolitan, membuat dirinya memiliki relasi cukup luas. Akses terhadap
narasumber kunci dalam penelitian ini diakui memang sulit, karena merupakan kajian
yang cukup sensitif. Peneliti didampingi IM menemui narasumber kunci pada tanggal
23 dan 28 Juni 2017 di café daerah Jakarta Selatan. Awalnya memang narasumber
kunci menolak untuk ditemui, karena kecurigaannya apabila ternyata hal ini

29

merupakan penyelidikan yang dilakukan oleh kepolisian. Kemudian peneliti berusaha
untuk meyakinkan narasumber serta menjelaskan maksud dari pertemuan ini.
Berhasil melakukan proses wawancara, penulis memperoleh data dari dua
orang perempuan yang berinisial AH dan KS. Keduanya bekerja di tempat hiburan
malam di Jakarta. AH menuturkan bahwa alasan menggunakan aplikasi Bigo Live.
“…asik banget sih pake Bigo. Yaaa… iseng sih, yaa… sekalian cari temen,
gebetan hahaha… biar ngikutin tren gitu. Menurut gue… aplikasi Bigo ini…
tu... lumayan bisa bikin gua eksis sih, yaaa… minimal kalo lagi Live banyak
viewers nya lah. Lumayan bisa da pet duit tambahan… Gua pake Bigo tuh…
yaa… cuma gua pake buat promosi. Selebihnya… ya pake aplikasi lain. Temen
gua malah ada … yang ampe BO (Booking Out).”
Ia mengakui bahwa aplikasi ini membantunya untuk menambah penghasilannya
sebagai penari serta AH menggunakan aplikasi Bigo Live sebagai sarana promosi. Hal
yang dimaksud disini adalah mempromosikan pekerjaan lain diluar profesinya
sebagai penari yaitu, penyedia jasa Sex Video Call. Pada saat melakukan live¸AH
sangat memperhatikan penampilannya. Hal ini diungkapkan AH bahwa,
“Ya jelas lah… gua keluar modal dong. Setiap live, gua kudu make up dulu,
pake baju… ga asal-asalan. Masa yang lain… apalagi cowo-cowo dapet
gretongan liat gue?? Nih ya…. gua kasih tau, kebanyakan… kalo liat gue live
tu… cowok… otaknya rata-rata pada ngeres. Yaaa… Sekalian aja… gua
pancing.Pake tank top sama duduk… selimutan aja mintanya udah pada anehaneh.”
Dari penuturannya tersebut, dapat dilihat bahwa semua hal itu sangat mempengaruhi
penampilan AH saat menjadi host di Bigo Live. Segala hal seperti makeup yang
digunakan, tatanan rambut, pemilihan pakaian, sampai pencahayaan merupakan hal
yang penting untuk menarik viewers.
Ketika ada viewers yang tertarik untuk melakukan video call bersama host,
dia meminta sejumlah saweran berupa gift sebelum host menyetujui untuk video call.

30

“…kan pikiran cowok kalo dah ngeres gimana? Bener gak?? Hahaha… pada
minta VC (Video Call) lah… minta line lah… IG (Instagram) lah… Awalnya…
gua oke-oke aja.Awal kali… namanya jg udah dikenal… di dunia Bigo. Tapi
gue kepikiran, lama-lama gua dijadiin bahan buat ko**ol mereka doang. Gua
sih ga masalah… lagi VC mereka lebih liar… beda daripada kalo gak VC.
Tapi kan gua ngerasa digimanain gitu…enak aja… dapet gratisan… Gua
minta dong… eee… jadi gini deh.Yang follow gua kan banyak, yang pikirannya
ngaco apalagi. Nah… setiap live, pasti aja ada… yang minta VC. Nah… disitu
gua bilang… pas live, „yang mau privat sama aku minta kacangnya dong‟ atau
„aduh mau ngemil kacang nih..uncchh‟ rata-rata udah pada ngerti.. gitu....
Nanti... kalo ada yang nanya… ya gua sebut aja, „king nya tiga ya‟ atau „yang
mau parkir boleh‟ gitu.Nah… kalo udah dikasih… gua baru deh kasih VC.”
Ia mengatakan bahwa banyak viewers yang memiliki pikiran kotor dan mudah
terpancing birahinya. Kemudian viewers yang sedang birahi tersebut diberikan
penawaran apakah ingin melakukan video call di luar Bigo Live. Yaitu, melakukan
sex video call menggunakan aplikasi media sosial lainnya. Jika viewers tersebut

setuju, maka AH meminta gift dengan jumlah besar sebagai harga untuk memberikan
ID media sosial lain yang digunakan untuk sesi tersebut.
“…Nah abis gua goda-goda, gua tawarin dah dia, mau VCS (Video Call Sex)
gak? sama gua atau nggak… Kalo mau yaa… gitu… hahaha.”
AH menjelaskan jika gift sudah diterima maka ID akan diberikan ID melalui Direct
Message, lalu sesi sex video call dengan viewers tersebut dimulai.

Kesan negatif diterimanya selama menggunakan aplikasi Bigo Live.Tidak
sedikit viewers yang berbicara kasar dan vulgar kepada dirinya. Bahkan ia pun
beberapa kali di-ban (diblokir) karena sering mendapatkan report dari viewers.
Seperti yang diungkapkannya berikut,

31

“…di-banned ya..kalo takut sih pasti. Makanya… sebelum mamerin… eee…
gua suruh mereka janji dlu ga bakal report gua. Lagian… gua pamerinnya
uting11 apa meki12 juga bentar-bentaran, gak lamaaa … gitu.”
Selama menggunakan Bigo Live, AH mengakui jika pengguna lain pun banyak yang
melakukan buka-bukaan karena ia sesekali masuk ke room orang lain untuk melihat.
Namun menurutnya, dia pun tidak mau peduli dengan apa yang dilakukan oleh
pengguna lain karena ia pun melakukan hal yang sama. Asalkan selama ia tidak
mengganggu orang lain dan hal itu juga tidak merugikan dirinya.
Selain AH, peneliti juga mewawancarai narasumber lain dengan inisial KS.
Perempuan yang berprofesi sebagai penyanyi café ini menyatakan bahwa ia bisa
menghabiskan waktu kira-kira 5-6 jam untuk live. Senada dengan AH, alasan KS
menggunakan aplikasi Bigo Live adalah untuk mempromosikan diri guna menunjang
kebutuhan ekonominya yang dirasa kurang sebagai penyanyi café.
“…dari satu hari perform itu kadang yang perform ga cuma aku. Ada
penyanyi lain, band atau perkusi gitu deh. Jadi aku butuh uang tambahan... Ya
bisa dibilang pekerjaan kotor. Kita bisa nukerin beans atau barang-barang
(gift) yang kita dapat dari Bigo kan ya. Yang dikasih sama viewers gitu .”
Dari penuturannya itu, KS menggunakan Bigo untuk memperoleh penghasilan lain
diluar pekerjaan utamanya. Cara untuk memperoleh penghasilan ini kurang lebih
sama seperti AH. Sebelum melakukan live ia memperhatikan penampilannya, karena
itu merupakan daya tarik untuk para viewers agar masuk ke room. Ketika live, tidak
sedikit viewers yang ingin melakukan video call bersama. KS tentunya meminta
sejumlah gift sebelum ia menyetujui untuk video call. Ketika live, ia mengakui jika
sesekali mempertontonkan bagian tubuh yang mengundang birahi user .
“…kadang mereka iseng nanya : ‟udah punya pacar belum?‟ atau gak „kapankapan keluar bareng yuk atau liburan bareng yuk‟. Dari situ aku liat-liat dulu
11
12

Uting : Merupakan istilah kekinian untuk menyebutkan putting payudara.
Meki : Merupakan istilah kekinian untuk menyebutkan memek atau vagina.

32

orangnya. Karakternya sekilas gimana, trus mukanya gimana, banyak yang
aku perhatiin. Terus kalo ngerasa dia orangnya oke, aku tawarin lebih „boleh
pergi bareng tapi bayarin semua ya‟ atau „berani bayar berapa?‟ nah abi s itu
udah mulai pada kepancing.”

Ia menganggap bahwa mengundang birahi para viewers terutama laki-laki adalah hal
yang lucu. Pesan pun akan membanjiri kotak pesan nya yang sebagian besar ingin
mengajaknya berkenalan bahkan ingin bertemu untuk sekedar melakukan hubungan
seks. Pada bagian inilah, KS menawarkan diri sebagai pekerja seks komersial (PSK).
“Aku tawarin „mau kenal lebih deket sama gue ga?‟ atau aku tembak aja „Mau
kapan? Mau kemana?‟ Biasanya abis itu aku minta saweran lagi sama mereka,
itung-itung beli foto pribadi… Gak sampe disitu aja. Nanti kan mereka dengan
sendirinya minta kontak pribadi. Aku bilang, „kasih gift lagi‟. Abis mereka
kasih, aku kasih nomer WA (WhatsApp). Nanti hubungan lebih lanjutnya pake
nomer WA yang aku kasih.”
Seperti hal nya AH, kontak media sosial lain tidak diberikan cuma-cuma tetapi harus
dibayar dengan jumlah gift sebagai harga. Setelah itu, foto-foto pribadi beserta nomor
yang dapat dihubungi akan diberikan. Selanjutnya transaksi seks akan dilakukan di
luar aplikasi Bigo Live tentunya.
Pada akhir wawancara, peneliti menanyakan pendapatnya mengenai kehadiran
aplikasi Bigo Live pasca terjadinya kasus pemerkosaan pada awal tahun 2016.
Keduanya memang mengetahui jika pada waktu tersebut terjadi kasus pemerkosaan
bahkan pada waktu sebelum itu pun mereka mengakui jika telah banyak terjadi
pemerkosaan.
“Kalo menurut gue, kemungkinan dipengaruhin pornografi sih tetap ada ya.
Tapi kalo menurut gue yang berperan besar itu keadaan sekitar sama niat dari
si pelakunya …”
Menurut AH, pemerkosaan terjadi bukan hanya dipicu oleh pornografi saja melainkan
memang ada kesempatan dan orang tersebut sudah tidak dapat menahan nafsunya.
Lain halnya KS yang menyetujui jika pornografi memang memiliki pengaruh,
33

“Pornografi jelas pengaruh banget. Tapi kalo menurut aku, semua itu balik ke
orangnya masing-masing. Aku yakin banyak orang yang seneng liat hal-hal
semacam video porno. Tapi ga semua sampe punya keinginan buat perkosa
kan?”
Namun ia juga menjelaskan jika memang pornografi menyebabkan terjadinya
pemerkosaan, namun hal itu kembali lagi kepada orang tersebut apakah memiliki akal
sehat atau nafsunya jauh lebih besar. Mengenai kehadiran aplikasi Bigo Live yang
membawa dampak negatif baik kepada diri sendiri maupun orang lain.
“…pornografi ataupun pornoaksi seperti yang gue lakuin sedikit banyak pasti
bisa kasih pengaruh ke orang-orang untuk bertindak lebih jauh. Gue yakin
pasti viewers Bigo Live pasti banyak yang seneng dengan user yang berani
seperti gue. Tapi gue ga yakin kalo mereka juga menginginkan hubungan yang
lebih jauh, kalo boleh dibilang mereka Cuma mau ngejer sensasi nya aja,
lewat aplikasi ini.”
AH berpendapat jika aksi vulgar yang ada di Bigo Live hanya untuk mencari sensasi
saja dan ia kembali menegaskan bahwa pemicu pemerkosaan bukan hanya dari
pornografi. Begitu juga KS yang mengungkapkan jika selama ini ia tidak pernah
merasakan dampak negatif nya.
“…soalnya pengalaman aku sejauh ini, ga pernah ngerasain dampak nya dari
pake Bigo. Semua yang berhubungan lebih lanjut sama aku itu ga pernah
pemaksaan. Kita sama-sama buat begituan, jadi semuanya pake duit.”
Ia mengakui jika adapun kebanyakan pengguna menggunakan aplikasi ini untuk
melakukan hubungan yang lebih jauh lagi atau memang jika hubungan (seks) itu pun
diinginkan, kaitannya adalah dengan materi.

4.2.

Analisis Data
Penelitian ini berupaya untuk menjawab rumusan masalah mengenai

bagaimana pengguna perempuan menggunakan tubuhnya sebagai komoditas dalam
34

aplikasi media sosial Bigo Live. Berdasarkan data yang telah diperoleh melalui
wawancara, berikut adalah analisinya. Namun, sebelum menjawab rumusan masalah,
peneliti ingin mengetahui terlebih dahulu apakah aplikasi Bigo Live benar-benar
termasuk kedalam media sosial. Menurut Ellison (2007), media sosial merupakan
layanan berbasis jaringan yang memungkinkan individu membuat profil publik dalam
sebuah system yang dibatasi, menampilkan daftar pengguna lainnya dan dengan siapa
mereka berkomunikasi. Bigo Live merupakan aplikasi media sosial yang dapat
digunakan melalui smartphone maupun personal computer. Aplikasi ini diciptakan
untuk menghubungkan penggunanya agar dapat saling berbagai kegiatan dan hobi.
Kemudian, peneliti melakukan analisis berdasarkan unsur-unsur media sosial, yaitu :
a. Layanan berbasis jaringan
Aplikasi Bigo Live merupakan aplikasi berbasis video live streaming
yang memerlukan koneksi internet untuk tetap online. Sehingga jaringan
atau koneksi internet sangat diperlukan agar penggunanya dapat
menggunakan layanan yang terdapat di dalam aplikasi ini.

Gambar 6. Bigo Live merupakan aplikasi media sosial berbasis video live streaming
Sumber :https://www.bigo.tv

b. Profil publik
Untuk dapat menggunakan aplikasi Bigo Live, pengguna harus
memiliki profil publik yang terdiri dari username dan kata sandi. Profil

35

public tersebut merupakan identitas yang dapat dilihat oleh pengguna
aplikasi Bigo Live lainnya.

Gambar 7. Profil Publik yang berisikan data diri pengguna Bigo Live
Sumber :Screen capture,Profiledi aplikasi Bigo Live

c. Sistem yang dibatasi
Tidak semua pengguna media sosial dapat menggunakan aplikasi Bigo
Live. Hanya pengguna yang memiliki akun dan sudah terdaftar dalam

sistem aplikasi Bigo Live yang dapat menikmati layanan dan fitur yang
diberikan oleh aplikasi tersebut.

36

Gambar 8. Pengguna harus memiliki akun yang terdaftar untuk bisa
menggunakan aplikasi Bigo Live
Sumber :Screen capture,Log Indi aplikasi Bigo Live

d. Menampilkan daftar pengguna lainnya
Ketika sudah memiliki akun dan masuk ke dalam aplikasi Bigo Live,
pengguna dapat melihat pengguna lain yang sudah tergabung ke dalam
aplikasi tersebut.

Gambar 9. Pengguna dapat melihat pengguna lainnya
Sumber :Screen capture,Exploredi aplikasi Bigo Live

37

e. Dengan siapa mereka berkomunikasi
Aplikasi Bigo Live menampilkan pengguna yang sedang live yang
didalam nya terdapat interaksi antara host dengan viewers. Masing-masing
dari mereka berinteraksi berdasarkan identitas masing-masing yang
dimiliki khususnya di aplikasi Bigo Live.

Gambar 10. Interaksi dengan sesama pengguna ketika live dan
pengguna dapat melihat daftar pengguna yang sedang berinterkasi
Sumber :Screen capture,Explore di aplikasi Bigo Live

Setelah peneliti melakukan analisis kedalam unsur-unsur media sosial,
dapat dinyatakan bahwa aplikasi Bigo Live termasuk kedalam media sosial,
karena memenuhi unsur-unsur yang membuat aplikasi tersebut dapat
dikatakan sebagai media sosial.

Jika sebelumnya peneliti telah melakukan analisis berdasarkan unsur-unsur
media sosial, maka untuk menjawab rumusan masalah, peneliti melakukan analisis
berdasarkan teori komodifikasi. Karl Marx (Burton, 2008: 198) mengemukakan

38

bahwa, komodifikasi dimaknai sebagai upaya mendahulukan peraihan keuntungan
dibandingkan tujuan-tujuan lain. Dengan kata lain, keuntungan merupakan hal yang
lebih penting untuk diperoleh.Suatu bentuk transformasi dari hal-hal yang tidak
memiliki unsur-unsur komersil, menjadi hal yang dapat dipasarkan13. Menjadikan
sesuatu yang tidak bernilai menjadi hal yang dapat diperdagangkan, kemudian
diperoleh keuntungan. AH mengungkapkan bahwa,
“Ooohh..yaa.. kalo gua apa yaa.. ya jelas lah kalo gua pake Bigo Live. Gue
bisa popular.. terkenal…alasan gua mau… kaya ngelakuin hal-hal gini,
yaaaa… murni duit sih… sedih ya gua.. hahaha… ya jadi ya cuma duit, ga ada
alesan lain… jujur aja. Terus… ya… itulah.”
Senada dengan KS yang mengungkapkan bahwa,
“Ya bisa dibilang pekerjaan kotor. Kita bisa nukerin beans atau barangbarang yang kita dapat dari Bigo kan ya. Yang dikasih sama viewers gitu.”
Mengacu pada keterangan yang diberikan oleh AH dan KS, tujuan mereka
menggunakan aplikasi Bigo Live adalah demi mendapatkan keuntungan dalam bentuk
gift/beans. Selain itu, di luar penggunaan aplikasi tersebut, kedua narasumber

menggunakan media lain untuk mendapatkan sejumlah uang baik melalui ID media
sosial maupun transaksi seksual. Perilaku yang dilakukan AH dan KS merujuk pada
kegiatan komodifikasi. Mengapa demikian, karena aplikasi Bigo Live memiliki fungsi
untuk berkomunikasi dan berbagi hobi. Namun berbeda dengan AH dan KS yang
tidak menggunakan aplikasi tersebut hanya untuk berkomunikasi. Tetapi, untuk
memperoleh keuntungan baik dari aplikasi Bigo Live maupun diluar aplikasi. Video
Call dan ID media sosial merupakan komunikasi yang kemudian diberi nilai agar bisa

diperdagangkan di aplikasi Bigo Live. Pemberian gift/beans adalah keuntungan yang
diperoleh oleh AH dan KS.

13

Reza R. Azizah. Tesis REPRESENTASI KOMODIFIKASI TUBUH DAN KECANTIKAN DALAM TIGA NOVEL
TEEN-LIT INDONESIA: The Glam Girls Series. 2013

39

Vincent Mosco (2009) juga mengemukakan jika komodifikasi merupakan
proses mengubah barang dan jasa,termasuk komunikasi, yang nilai kegunaannya
menjadi komoditas serta dinilai karena apa yang akan mereka berikan di pasar. Dalam
aplikasi Bigo Live, AH dan KS menjadikan komunikasi sebagai produk yang
diperjual-belikan. Video Call yang secara fungsi untuk berkomunikasi tatap wajah,
diberikan nilai seksual agar dapat dijual kepada viewers yang ingin merasakan
kenikmatan seksual secara virtual. Begitu juga ID media sosial untuk akses
berkomunikasi, diberi nilai yang seakan akses itu sulit didapatkan sehingga dapat
dijual kepada viewers yang ingin berbincang secara pribadi dengan host.
“…Nah disitu gua bilang, pas live, „yang mau privat sama aku minta
kacangnya dong‟ atau „aduh mau ngemil kacang nih..uncchh‟ rata-rata udah
pada ngerti. Nanti kalo ada yang nanya, ya gua sebut aja, „king nya tiga ya‟
atau „yang mau parkir boleh‟ gitu… Beneran lah, buka-bukaan, kan tadi udah
gua jelasin. Jadi gini, pas VC di Bigo, gue kan tawarin tuh macam plus-plus
nya. Nah, kalo mau, ya tinggal kasih gift, minimal parkir lah.”
Berikut adalah hal yang diutarakan AH untuk bisa menikmati Video Call dengan
sensasi seksual. Perlu adanya pemberian gift/beans dengan nilai tertentu sebagai alat
tukar. Hal yang senada juga diungkapkan oleh KS,
“…Kalo lagi mood ya diladenin semua. Nanti aku minta gift untuk video call
sama aku… Gak sampe disitu aja. Nanti kan mereka dengan sendirinya minta
kontak pribadi. Aku bilang, „kasih gift lagi‟.Abis mereka kasih, aku kasih
nomer WA (WhatsApp).Nanti hubungan lebih lanjutnya pake nomer WA yang
aku kasih.”
Ia juga mensyaratkan sejumlah unit pertukaran yang harus diberikan yaitu gift/beans
dengan nilai tertentu. Tidak hanya memperjual-belikan ID media sosial, KS juga
menggunakannya untuk mempromosikan dirinya agar viewers dapat BO (Booking
Out) dengan dirinya. Dari kedua pernyataan tersebut, dapat dilihat jika tujuan

digunakannya aplikasi Bigo Live oleh AH dan KS adalah untuk memperoleh
keuntungan baik dari aplikasi itu sendiri maupun diluar aplikasi Bigo Live.

40

Komunikasi menjadi produk yang dapat diperjualbelikan dengan menambahkan
unsur seks virtual serta memberikan akses pada transaksi seksual.
Selain itu, terdapat bentuk-bentuk komodifikasi yang dikemukakan oleh
(Mosco dalam Halim, 2012), yaitu komodifikasi isi, komodifikasi khalayak dan
komodifikasi pekerja. Dalam hal ini, peneliti mencoba untuk menganalisis data
wawancara yang telah diperoleh kedalam bentuk-bentuk komodifikasi. Berikut adalah
analisis nya :
a. Komodifikasi Isi
Komodifikasi isi adalah komodifikasi yang erat kaitannya dengan
konten yang ada pada media komunikasi. Proses tersebut terjadi ketika pelaku
menyampaikan pesan melalui teknologi yang kemudian pesan tersebut
disajikan sebagai pesan yang memiliki nilai jual dipasaran. Cara ini digunakan
oleh AH yang menjadikan konten seks secara virtual sebagai pesan yang
memiliki nilai jual.
“… Lo tau sendiri lah… lo kan cowok, kan pikiran cowok kalo dah
ngeres gimana? Bener gak?? Hahaha… pada minta VC (Video Call)
lah… minta line lah… IG (Instagram) lah… Awalnya… gua oke-oke
aja.Awal kali… namanya jg udah dikenal… di dunia Bigo. Tapi gue
kepikiran, lama-lama gua dijadiin bahan buat ko**ol mereka doang.
Gua sih ga masalah… lagi VC mereka lebih liar… beda daripada kalo
gak VC. Tapi kan gua ngerasa digimanain gitu…enak aja… dapet
gratisan.”
Dari penuturannya itu, ia mengakui jika para viewers yang kebanyakan adalah
laki-laki memiliki kecenderungan untuk tergoda secara seksual. Sehingga AH
memanfaatkan hal tersebut untuk memperoleh keuntungan. Ia menambahkan
konten seks pada Video Call, sehingga lebih diminati dan diincar oleh viewers
laki-laki. Kemudian, teknologi yang digunakan adalah Video Call, dan pasar
yang ia tuju adalah viewers di aplikasi Bigo Live.

41

“…gua pamerin uting apa meki juga bentar-bentaran, gak lamaaa…
gitu. Nah abis gua goda-goda, gua tawarin dah dia, mau VCS (Video
Call Sex) gak?sama gua atau nggak… Kalo mau yaa… gitu… hahaha.”
Dari pernyataan tersebut dapat diketahui jika ia menggunakan aplikasi Bigo
Live untuk menyentuh pasar dimana ia dapat melakukan promosi. AH

mengundang atau membujuk para viewers dengan kalimat seperti, „yang mau
privat sama aku minta ka cangnya dong‟ atau „aduh mau ngemil kacang ijo

nih…uunncchh‟. Kalimat ini digunakan AH untuk memberikan tanda bahwa
untuk mendapatkan akses video call, para viewers harus memberikan
sejumlah gift/ beans. Maka dari situlah ia akan mendapatkan keuntungan,
yaitu dari perolehan gift/beans. Hal senada pun diungkapkan oleh KS,
“Pas gue lagi live, kan banyak tuh ya viewers-viewers yang komenkomennya vulgar. Padahal aku seringnya cuma nyanyi-nyanyi. Tapi
banyak juga yang minta private chat atau video call…. Nanti aku minta
gift untuk video call sama aku. Selama video call kadang mereka iseng
nanya:‟udah punya pacar belum?‟ atau gak „kapan-kapan keluar
bareng yuk atau liburan bareng yuk‟. Dari isitu aku liat-liat dulu
orangnya.Karakter nya sekilas gimana, trus mukanya gimana, banyak
yang aku perhatiin. Terus kalo ngerasa dia orangnya oke, aku tawarin
lebih „boleh pergi bareng tapi bayarin semua ya‟ atau „berani bayar
berapa?‟ nah abis itu udah mulai pada kepancing.”
Dari pernyataan nya tersebut, hampir serupa dengan AH yang juga menyadari
bahwa banyak viewers yang tergoda secara seksual. Dari situ KS
memanfaatkannya dengan menjual konten private video call. Selain itu ia juga
menjual akses media sosial untuk dapat berkomunikasi secara pribadi.
“Aku tawarin „mau kenal lebih deket sama gue ga?‟ atau aku tembak
aja „Mau kapan?Mau kemana?‟… Nanti kan mereka dengan sendirinya
minta kontak pribadi. Aku bilang, „kasih gift lagi‟.Abis mereka kasih,
aku kasih nomer WA (WhatsApp).Nanti hubungan lebih lanjutnya pake
nomer WA yang aku kasih.”

42

Dari pernyataan tersebut dapat dilihat jika ia menggunakan nomor WA
sebagai hal yang dapat diperdagangkan. Nomor WA adalah ID media sosial
yang digunakan sebagai akses komunikasi antar pribadi. Namun KS
menjadikannya sebagai sesuatu yang langka, sehingga komunikasi antar
pribadi menjadi konten yang dapat ia jual dipasaran. Media sosial WA adalah
tekhnologi yang ia gunakan dan aplikasi Bigo Live merupakan media untuk
menyentuh pasaran. Semua itu semata-mata mereka lakukan karena perolehan
keuntungan dan materi. Seperti pernyataan AH bahwa,
“…Karena serius ya..gua.. ee.. alasan gua mau… kaya ngelakuin halhal gini, yaaaa… murni duit sih… sedih ya gua.. hahaha… ya jadi ya
cuma duit, ga ada alesan lain… juju raja. Terus… ya… itulah.”
Dari pengungkapan nya itu, terlihat jika alasannya menggunakan Bigo Live
untuk memperoleh keuntungan dan tidak ada alasan lain selain itu. Dari
seluruh pernyataan tersebut dapat diketahui jika AH dan KS menggunakan
aplikasi Bigo Live untuk media promosi dan tempat dimana mereka dapat
memperjualbelikan konten berupa video call sex dan akses komunikasi antar
pribadi di media sosial WA. Kemudian mereka akan mendapatkan
keuntungan dalam bentuk gift/beans.
b. Komodifikasi Khalayak
Komodifikasi khalayak adalah proses di mana media menjual
khalayak kepada para pengiklan melalui program-program yang diciptakan.
Media dalam hal ini adalah aplikasi Bigo Live, sedangkan untuk khalayaknya
adalah pengguna itu sendiri. Program-program yang diciptakan berupa siaran
live yang dilakukan oleh host dan dinikmati oleh viewers. Pada bagian ini

memang tidak terlalu memiliki keterkaitan dengan komodifikasi pada tubuh
perempuan. Namun peneliti perlu untuk menganalisis pada bagian ini karena
masih dalam konteks komodifikasi. Mengacu pada pernyataan NC, QR dan

43

NR bahwa rata-rata mereka bisa menghabiskan waktu selama 3 -6 jam setiap
harinya. Jika saja dalam satu jam live, pengguna dapat menghabiskan kuota
internet hingga 700 – 800 Mega Byte14. Maka setiap harinya satu orang
pengguna dapat menghabiskan kuota internet hingga 4,2 – 4,8 Giga Byte.
Jumlah yang tidak sedikit, apalagi jika dilipatgandakan dengan ribuan
pengguna aplikasi Bigo Live lainnya. Hal ini tentu menguntungkan bagi
penyedia layanan internet dengan melihat jumlah konsumsi kuota internet
seperti itu. Peningkatan jumlah pengguna dan konsumsi kuota internet
memungkinkan pihak Bigo Live bekerjasama dengan pihak penyedia layanan
internet. Sehingga terjadi komodifikasi khalayak karena jumlah pengguna
yang besar dapat dijual kepada penyedia layanan internet. Kemudian akan
dilakukan promosi kuota internet yang akan meningkatkan jumlah penjualan.
Namun kembali lagi, hal tersebut belum dapat dipastikan mengingat
penelitian ini terfokus pada komodifikasi oleh pengguna perempuan.

c. Komodifikasi pekerja
Komodifikasi pekerja memiliki dua hal yang menjadi perhatian,
Pertama, komodifikasi tenaga kerja dilakukan dengan memanfaatkan sistem
komunikasi dan teknologi yang digunakan untuk meningkatkan penguasaan
tenaga kerja yang kemudian mengkomodifikasi seluruh proses penggunaan
tenaga kerja. Kedua, dalam ekonomi politik dijelaskan bahwa komodifikasi
tenaga kerja terjadi ketika pekerja melakukan proses mengkomodifikasi yang
kemudian disaat yang bersamaan mereka pun dikomodifikasi. Jika melihat
analisis sebelumnya yaitu pada komodifikasi isi dan komodisikasi khalayak,
dapat dilihat jika komodifikasi pekerja terjadi disana. Pada komodifikasi
tenaga kerja yang pertama, pemanfaatan sistem komunikasi dan teknologi

14

https://technologue.id/berapa-kuota-data-dihabiskan-nonton-bigo-live-dan-nono-live/

44

dilakukan oleh aplikasi Bigo Live yang kemudian digunakan untuk
meningkatkan jumlah pengguna yang kemudian mengkomodifikasi seluruh
pengguna itu sendiri. Mengapa dalam hal ini pengguna dapat dikatakan
sebagai tenaga kerja, karena pengguna memperoleh keuntungan dari fasilitas
teknologi komunikasi yang diberikan oleh aplikasi Bigo Live, Begitu juga
keuntungan diperoleh aplikasi Bigo Live dari transaksi diamond15 dan
gift/beans. Pengguna yang dikatakan sebagai tenaga kerja adalah official
host16 yang secara resmi direkrut oleh pihak Bigo Live yang kemudian akan

mendapatkan gaji. Terlepas dari itu, pengguna lain pun dikatakan sebagai
tenaga kerja, karena pihak Bigo Live masih diuntungkan dari pembelian
diamond dan transaksi gift/beans. Lalu yang kedua, komodifikasi tenaga kerja

terjadi ketika peengguna melakukan proses komodifikasi yang kemudian
disaat yang bersamaan pengguna dikomodifikasi oleh pihak Bigo Live.

Gambar 11.Proses pembelian diamond yang kemudian dapat ditukar dengan gift untuk diberikan
kepada host.
Sumber : Screen capture, Pembelian diamonddi aplikasi Bigo Live

15
16

Diamond : Alat tukar yang dugunakan untuk membeli gift yang akan diberikan ketika live.
Official Host :Host/broadcaster yang secara resmi direkrut oleh pihak Bigo Live untuk melakukan siaran.

45

Seperti halnya AH dan KS yang melakukan komodifikasi dengan
menggunakan

aplikasi

Bigo

Live.

Secara

langsung

mereka

juga

dikomodifikasi untuk terus melakukan siaran, dengan begitu pembelian
diamond akan meningkat karena viewers yang ingin memberikan gift harus

membeli diamond terlebih dahulu yang kemudian dapat ditukar dengan gift
untuk diberikan kepada host. Maka dapat dilihat jika AH dan KS adalah
pengguna yang melakukan komodifikasi, sekaligus menjadi pengguna yang
dikomodifikasi oleh pihak Bigo Live.

46