T1__BAB II Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Perancangan Poster Iklan Layanan Masyarakat: Cegah Culture Shock di Kota Salatiga, Perkuat Komunikasi antar Budaya Mahasiswa UKSW Pendatang T1 BAB II

BAB II
LANDASAN TEORI
2.1.

Culture Shock

Istilah culture shock sendiri pertama kali diperkenalkan oleh Antropologis
bernama Oberg (Samovar, Porter & McDaniel, 2010). Menurut Oberg (dalam
Samovar, Porter & McDaniel, 2010) culture shock didefinisikan sebagai
kegelisahan yang muncul karena kehilangan semua lambang dan simbol yang
familiar dalam hubungan sosial, termasuk di dalamnya cara-cara yang
mengarahkan kita dalam situasi keseharian, misalnya bagaimana untuk memberi
perintah, bagaimana membeli sesuatu, kapan dan di mana kita tidak perlu
merespon.
Pedersen (1995) mendefinisikan culture shock sebagai proses penyesuaian
awal pada lingkungan yang tidak familiar. Sedangkan menurut Gudykunst dan
Kim (2003), culture shock adalah reaksi-reaksi yang muncul terhadap situasi
dimana individu mengalami keterkejutan dan tekanan karena berada dalam
lingkungan yang berbeda, yang menyebabkan terguncangnya konsep diri,
identitas kultural dan menimbulkan kecemasan yang tidak beralasan. Berbeda
dengan Ward (2001), ia berpendapat bahwa culture shock merupakan suatu proses

aktif dalam menghadapi perubahan saat berada di lingkungan yang tidak familiar.
Proses aktif tersebut melibatkan affective, behavior , dan cognitive individu yaitu
bagaimana individu tersebut merasa, berperilaku dan berpikir ketika menghadapi
pengaruh dari budaya kedua.

10

Ward (2001) menyatakan terdapat 3 dimensi dalam culture shock
yang disebut dengan ABC’s of culture shock yaitu:
a. Affective: dimensi ini mencakup perasaan dan emosi yang mana mungkin

menjadi positif atau negatif. Individu digambarkan mengalami kebingungan
dan merasa kewalahan karena datang ke lingkungan yang tidak familiar.
Individu merasa bingung, cemas, disorientasi, curiga, bahkan sedih karena
datang ke lingkungan yang tidak familiar.
b. Behavior : dimensi ini berhubungan dengan konsep pembelajaran budaya dan

pengembangan keterampilan sosial. Individu mengalami kekeliruan aturan,
kebiasaan dan asumsi-asumsi yang mengatur interaksi interpersonal mencakup
komunikasi verbal dan nonverbal yang bervariasi di seluruh budaya.

Pendatang asing yang kurang memiliki pengetahuan dan keterampilan sosial
yang relevan di budaya lokal akan mengalami kesulitan dalam memulai dan
mempertahankan hubungan harmonis di lingkungan tersebut. Perilaku mereka
yang tidak tepat secara budaya dapat menimbulkan kesalahpahaman dan dapat
menyebabkan pelanggaran. Hal itu juga mungkin dapat membuat kehidupan
personal dan profesional mereka kurang efektif. Dengan kata lain, individu
yang tidak terampil secara budaya akan kurang mungkin mencapai tujuan
mereka.
c. Cognitive: dimensi ini merupakan hasil keadaan dari affectively dan
behaviorly yang menghasilkan perubahan persepsi individu dalam identifikasi

etnis dan nilai-nilai akibat kontak budaya. Ketika terjadi kontak budaya,
hilangnya hal-hal yang dianggap benar oleh individu tidak dapat dihindarkan.

11

Misalnya, ketika seseorang dari budaya yang mendominasikan pria
menemukan

diri


mereka

berada

dalam

masyarakat

yang mengakui

kesetaraan gender, maka dalam diri individu akan terjadi konflik antara dua
posisi dalam kognisi baik pada pendatang asing maupun orang lokal yang
mana akan mempengaruhi bagaimana mereka melihat diri mereka dan orang
lain, dan apakah mereka akan mengubah pandangan mereka untuk menerima
kesetaraan gender tersebut dan apakah salah satu pihak akan dipengaruhi
untuk

mengubah pandangan mereka sebagai akibat kontak budaya.


Pandangan tersebut dapat berupa penafsiran secara fisik, hubungan
interpersonal, institusional, peristiwa eksistensial dan spiritual sebagai
manifestasi kebudayaan yang mana bervariasi di seluruh budaya.
2.2.

Identitas Etnik
Identitas etnik adalah pemahaman individu akan siapa dirinya, adanya

ikatan antara individu dan kelompok yang bersifat emosional, kepercayaan saat
berada dalam kelompok, dan komitmen yang kuat terhadap kelompok serta
bersama-sama melakukan adat-istiadat atau kebiasaan yang sama (Ali, Indrawati
& Masykur, 2010). Isajiw (1999) menjelaskan bahwa identitas etnik meliputi dua
aspek yaitu: Aspek internal identitas etnik merujuk pada citra (images), ide
(ideas), sikap (attitudes), dan perasaan (feeling) yang kemudian dibagi dalam
empat dimensi yaitu affective (afektif), Fiducial (kepercayaan), cognitive
(kognitif), moral. Aspek eksternal ditunjukkan oleh perilaku yang dapat diamati
(observable behaviours) yang meliputi: logat (dialek) bahasa; praktek tradisi

12


etnik; keikutsertaan dalam jaringan kerja etnik tersebut seperti keluarga dan
persahabatan; dan terlibat dalam institusi.
Konsekuensi

dari

identitas

etnik

adalah

sikap

etnosentrisme.

Etnosentrisme adalah semacam paham yang menganggap kebudayaan sendiri
lebih baik daripada kebudayaan orang lain atau kelompok lain (Ali, Indrawati &
Masykur, 2010). Jadi dapat disimpulkan bahwa identitas etnik sebagai perasaan
yang didasarkan pada kesamaan sejarah, budaya, nilai, dan ras mengarah pada

bagaimana meletakkan individu-individu dalam kelompok sendiri, kemudian
memandang kelompok sendiri berbeda dengan kelompok lain.
Perbedaan identitas etnik ini menyebabkan timbulnya jarak antara
kelompok etnik satu dengan yang lain, karena masing-masing kelompok
memandang kelompok etnik sendiri berbeda dengan kelompok etnik lain.
Perbedaan tersebut dapat berkembang menjadi sikap etnosentrisme yaitu sikap
yang menganggap kebudayaan sendiri lebih baik/ lebih superior daripada
kebudayaan orang lain atau kelompok lain (Ali, Indrawati & Masykur, 2010). Hal
tersebut dapat menghambat proses penyesuaian diri pada individu dalam lingkup
daerah lainnya yang memiliki perbedaan budaya.
2.3.

Komunikasi Antar Budaya
Komunikasi antarbudaya adalah komunikasi yang terjadi di antara orang-

orang yang memiliki kebudayaan yang berbeda bisa beda ras, etnik, atau sosiol
ekonomi, atau gabungan dari semua perbedaan ini. Budaya dan komunikasi tidak
dapat dipisahkan oleh karena budaya tidak hanya menentukan siapa berbicara
dengan siapa, tentang apa, dan bagaimana komunikasi berlangsung, tetapi budaya


13

juga turut menentukan bagaimana orang menyandi pesan, makna yang ia miliki
untuk pesan, dan kondisi-kondisinya untuk mengirim, memperhatikan dan
menafsirkan pesan.
Semua tindakan komunikasi berasal dari konsep kebudayaan. Berlo (dalam
Alo Liliweri, 2011) berasumsi bahwa kebudayaan mengajarkan kepada
anggotanya untuk melaksanakan tindakan itu. Berarti kontribusi latar belakang
kebudayaan sangat penting terhadap perilaku komunikasi seseorang termasuk
memahami makna-makna yang dipersepsi terhadap tindakan komunikasi yang
bersumber dari kebudayaan yang berbeda (Liliweri, 2011).
Andrea L. Rich dan Dennis M. Ogawa (dalam Liliweri, 2009) menyatakan
bahwa komunikasi antar budaya adalah komunikasi antar orang-orang yang
berbeda kebudayaannya, misalnya antara suku bangsa, etnik, ras dan kelas sosial.
Samovar dan Porter (dalam Liliweri, 2009) menyatakan bahwa komunikasi
antarbudaya terjadi di antara produsen pesan dan penerima pesan yang latar
belakang kebudayaannya berbeda.
Guo-Ming Chen dan William J. Sartosa (dalam Liliweri, 2009)
mengatakan bahwa komunikasi antarbudaya adalah proses negosiasi atau
pertukaran sistem simbolik yang membimbing perilaku manusia dan membatasi

mereka dalam menjalankan fungsinya sebagai kelompok. Sedangkan Charley H.
Dood (dalam Liliweri, 2009) mengungkapkan komunikasi antarbudaya meliputi
komunikasi yang melibatkan peserta komunikasi yang mewakili pribadi, antar
pribadi atau kelompok dengan tekanan pada perbedaan latar belakang kebudayaan
yang mempengaruhi prilaku komunikasi para peserta.

14

Schramm (dalam Liliweri, 2011) mengemukakan, komunikasi antarbudaya
yang benar-benar efektif harus memperhatikan empat syarat, yaitu:
1) Menghormati anggota budaya lain sebagai manusia
2) Menghormati budaya lain sebagaimana apa adanya dan bukan
sebagaimana yang dikehendaki.
3) Menghormati hak anggota budaya yang lain untuk bertindak berbeda
dari cara bertindak.
4) Komunikator lintas budaya yang kompeten harus belajar menyenangi
hidup bersama orang dari budaya yang lain.
Menurut Barna & Ruben (dalam DeVito, 1996), hambatan-hambatan
komunikasi antarbudaya dibagi menjadi 5 yaitu :
1) Mengabaikan perbedaan antara anda dan kelompok yang secara

kultural berbeda.
2) Mengabaikan perbedaan antara kelompok kultural yang berbeda.
3) Mengabaikan perbedaan dalam makna.
4) Melanggar adat kebiasaan kultural.
5) Menilai perbedaan secara negatif.
2.4.

Iklan Layanan Masyarakat
Iklan layanan masyarakat adalah iklan yang mengkomunikasikan pesan-

pesan tentang masalah sosial yang terjadi disekitar masyarakat, dimana tujuan
akhirnya bukan untuk mendapatkan keuntungan ekonomi melainkan keuntungan
sosial. Keuntungan sosial yang dimaksud adalah munculnya penambahan
pengetahuan, kesadaran sikap dan perubahan perilaku masyarakat terhadap

15

masalah yang diiklanlan. Menurut Kasali (1992) iklan layanan masyarakat adalah
suatu upaya untuk menggerakkan solidaritas masyarakat terhadap masalah yang
mereka hadapi yakni kondisi yang bisa mengancam keserasian dan kehidupan

umum

yang bersifat

non komersial.

Dengan

bertambahnya informasi,

pengetahuan, kesadaran sikap dan perubahan perilaku masyarakat maka kualitas
kehidupan masyarakat juga akan ikut berpengaruh. Menurut Widyatama
(2007:104) umumnya, materi pesan yang disampaikan dalam iklan jenis ini
berupa informasi-informasi publik untuk menggugah masyarakat melakukan
kebaikan yang bersifat normatif.
Menurut Kasali (1992) ada beberapa kriteria yang harus diperhatikan
dalam pembuatan iklan layanan masyarakat, kriteria tersebut adalah:
1.

Non komersial,


2.

Tidak bersifat keagamaan,

3.

Non-politik,

4.

Berwawasan nasional,

5.

Diperuntukkan bagi seluruh lapisan masyarakat,

6.

Diajukan oleh organisasi yang telah diakui atau diterima,

7.

Dapat diiklankan,

8.

Mempunyai dampak dan kepentingan tinggi, sehingga patut memperoleh
dukungan media lokal maupun nasional.

16

2.5.

Poster
Menurut Sastrosoediro (1998), kata "poster" adalah berasal dari kata "to

post” yang memiliki arti menempelkan. Sebagai kata benda berarti post (surat).
Poster dapat diartikan tukang menempelkan surat pengumuman atau tempelan itu
sendiri. Poster adalah media gambar yang memiliki sifat persuasif tinggi karena
menampilkan suatu persoalan (tema) yang menimbulkan perasaan kuat terhadap
khalayak,

yaitu

menyampaikan

pertanyaan

terhadap

persoalan,

bukan

memberikan solusi atau jawaban, sehingga poster mendorong adanya tanggapan
(respon) khalayak (Jefkins, 1997). Hal inilah yang membedakan poster dengan
ilustrasi biasa.
Berdasarkan tugasnya poster memiliki banyak fungsi, antara lain:
memberikan informasi, menggalakkan, menggiatkan, memobilisasi, menjelaskan,
bertanya, membangkitkan, memberikan berdasarkan kehendak dan meyakinkan
(Sastrosoediro, 1998). Poster dari waktu ke waktu selalu digunakan untuk
berbagai media penyampai pesan kepada khalayak luas. Pesan yang disampaikan
dapat bermuatan sosial, politik, budaya maupun pesan komersil suatu produk,
sehingga meskipun teknologi telah mengalami banyak kemajuan yang sangat
pesat media ini masih juga digunakan. Berdasarkan tujuan periklanan, maka
poster dibagi menjadi 2 macam (Sastrosoediro, 1998):
1) Poster Komersial yaitu poster dengan tujuan mengkampanyekan suatu
merek produk dagang untuk meningkatkan volume penjualan dan
pemasaran.

17

2) Poster Bukan Komersial atau Sosial yaitu poster untuk melayani
kepentingan umum bersifat sosial kemasyarakatan. Dasarnya adalah
sebagai sarana penyampaian informasi yang bersifat sosial.
2.6.

Pengertian Desain
Harto (2006) menyatakan “desain” menunjuk pada kegiatan merancang

sesuatu. Kata “Desain” yang sebenarnya merupakan kata baru yang merupakan
peng-Indonesia-an dari kata design (bahasa Inggris) tetap dipertahankan. Kata
desain ini menggeser kata rancang bangun karena kata tersebut tidak dapat
mewadahi kegiatan, keilmuan, keluasan dan pamor profesi atau kompetensi
(Sachari, 2000).
Menurut Nelson (dalam Sachari, 2000) desain adalah satu di antara hasil
karya tangan yang terbilang berat, dan dapat menciptakan kenikmatan pada
manusia. Agar suatu desain dapat diterima, maka harus terdapat situasi tertentu.
Harus ada suatu kebutuhan terhadapnya atau setidaknya manfaat dirinya. Dengan
kata lain bahwa desain harus memiliki fungsi pada suatu waktu tertentu, sehingga
desain dapat menjadi problem solving pada suatu waktu tersebut. Istilah
mendesain mempunyai makna: „melakukan kegiatan/ aktivitas/proses untuk
menghasilkan suatu desain (Palgunadi, 2007).
Pengertian

desain

selalu

mengalami

perubahan

sejalan

dengan

perkembangan peradaban manusia. Hal ini membuktikan bahwa desain
sebenarnya mempunyai arti yang penting dalam kebudayaan manusia secara
keseluhan, baik ditinjau dari usaha memecahkan masalah fisik dan rohani
manusia, maupun sebagai bagian kebudayaan yang memberi nilai-nilai tertentu

18

sepanjang perjalanan sejarah umat manusia. Desain yang baik tidak hanya
berhenti di atas ketas, tetapi merupakan aktivitas praktis yang meliputi juga unsurunsur ekonomi, sosial, teknologi dan budaya dalam berbagai dinamikanya. Desain
yang baik adalah desain yang memenuhi kebutuhan masyarakat. Di samping itu
penerimaan masyarakat tersebut kepada suatu desain haruslah kritis, karena tanpa
unsur tersebut tidak akan terjadi pertumbuhan desain yang sehat.
Dengan pengertian itu pula memberikan gambaran bahwa desain bukan
semata-mata milik salah satu disiplin ilmu, namun milik semua disiplin ilmu,
karena pada dasarnya desain merupakan bidang lintas antara seni, sains dan
teknologi, seperi gambar dibawah ini:

SAINS

TEORI
SENI
RUPA

ENGENEERING
DESAIN

SENI RUPA

KETRAMPILAN

TEKNOLOGI

Gambar 2.1 Desain: bidang lintasan dari Seni, Sains, dan Teknologi
Sumber: Sachari (2000)

19

2.7.Elemen-Elemen Desain Komunikasi Visual
Cenadi (1999) menyebutkan bahwa elemen-elemen desain komunikasi
visual di antaranya adalah tipografi, ilustrasi, dan simbolis. Elemen-elemen ini
dapat berkembangan seiring dengan perkembangan teknologi dan penggunaan
media sebagai berikut :
a. Tata Letak Perwajahan (Layout)
Layout adalah merupakan pengaturan yang dilakukan pada buku, majalah,
atau bentuk publikasi lainnya, sehingga teks dan ilustrasi sesuai dengan
bentuk yang diharapkan.
b. Tipografi
Tipografi merupakan: “Seni memilih huruf, dari ratusan jumlah rancangan
atau desain jenis huruf yang tersedia, menggabungkannya dengan jenis
huruf yang berbeda, menggabungkan sejumlah kata yang sesuai dengan
ruang yang tersedia, dan menandai naskah untuk proses type setting,
menggunakan ketebalan dan ukuran huruf yang berbeda. Tipografi yang
baik mengarah pada keterbacaan dan kemenarikan, dan desain huruf tertentu
dapat menciptakan gaya (style) dan karakter atau menjadi karakteristik
subjek yang diiklankan. Beberapa tipe huruf mengesankan nuansa-nuansa
tertentu, seperti kesan berat, ringan, kuat, lembut, jelita, dan sifat-sifat atau
nuansa yang lain.
c. Ilustrasi
Ilustrasi dalam karya desain komunikasi visual dibagi menjadi dua, yaitu
ilustrasi yang dihasilkan dengan tangan atau gambar dan ilustrasi yang

20

dihasilkan oleh kamera atau fotografi. Ilustrasi dapat mengungkapkan
sesuatu secara lebih cepat dan lebih efektif daripada teks.
d. Simbol
Simbol sangat efektif digunakan

sebagai

sarana informasi untuk

menjembatani perbedaan bahasa yang digunakan karena sifatnya yang
universal dibanding kata-kata atau bahasa.
e. Warna
Warna merupakan elemen penting yang dapat mempengaruhi sebuah desain.
Pemilihan warna dan pengolahan atau penggabungan satu dengan lainnya
akan dapat memberikan suatu kesan atau image yang khas dan memiliki
karakter yang unik, karena setiap warna memiliki sifat yang berbeda-beda.

21

Dokumen yang terkait

FREKUENSI KEMUNCULAN TOKOH KARAKTER ANTAGONIS DAN PROTAGONIS PADA SINETRON (Analisis Isi Pada Sinetron Munajah Cinta di RCTI dan Sinetron Cinta Fitri di SCTV)

27 310 2

DEKONSTRUKSI HOST DALAM TALK SHOW DI TELEVISI (Analisis Semiotik Talk Show Empat Mata di Trans 7)

21 290 1

MANAJEMEN PEMROGRAMAN PADA STASIUN RADIO SWASTA (Studi Deskriptif Program Acara Garus di Radio VIS FM Banyuwangi)

29 282 2

MOTIF MAHASISWA BANYUMASAN MENYAKSIKAN TAYANGAN POJOK KAMPUNG DI JAWA POS TELEVISI (JTV)Studi Pada Anggota Paguyuban Mahasiswa Banyumasan di Malang

20 244 2

PERANAN ELIT INFORMAL DALAM PENGEMBANGAN HOME INDUSTRI TAPE (Studi di Desa Sumber Kalong Kecamatan Wonosari Kabupaten Bondowoso)

38 240 2

DOMESTIFIKASI PEREMPUAN DALAM IKLAN Studi Semiotika pada Iklan "Mama Suka", "Mama Lemon", dan "BuKrim"

133 700 21

PEMAKNAAN MAHASISWA TENTANG DAKWAH USTADZ FELIX SIAUW MELALUI TWITTER ( Studi Resepsi Pada Mahasiswa Jurusan Tarbiyah Universitas Muhammadiyah Malang Angkatan 2011)

59 326 21

KONSTRUKSI MEDIA TENTANG KETERLIBATAN POLITISI PARTAI DEMOKRAT ANAS URBANINGRUM PADA KASUS KORUPSI PROYEK PEMBANGUNAN KOMPLEK OLAHRAGA DI BUKIT HAMBALANG (Analisis Wacana Koran Harian Pagi Surya edisi 9-12, 16, 18 dan 23 Februari 2013 )

64 565 20

PENGARUH PENGGUNAAN BLACKBERRY MESSENGER TERHADAP PERUBAHAN PERILAKU MAHASISWA DALAM INTERAKSI SOSIAL (Studi Pada Mahasiswa Jurusan Ilmu Komunikasi Angkatan 2008 Universitas Muhammadiyah Malang)

127 505 26

PENERAPAN MEDIA LITERASI DI KALANGAN JURNALIS KAMPUS (Studi pada Jurnalis Unit Aktivitas Pers Kampus Mahasiswa (UKPM) Kavling 10, Koran Bestari, dan Unit Kegitan Pers Mahasiswa (UKPM) Civitas)

105 442 24