AFTA 2015 Kehancuran Ekonomi Indonesia
AFTA 2015 Kehancuran Ekonomi Indonesia
Penduduk Indonesia adalah ke-4 terbesar didunia, oleh karena itu Negara Indonesia akan
selalu menjadi sasaran empuk target pasar dari berbagai produk Negara-negara dunia. Pada saat
ini, karena daya beli masyarakat kita lemah, maka aneka jenis produk yang datang, adalah
berbagai produk kualitas rendah (kw) yang berasal dari China dengan harga sangat murah. Bahkan
jaring pemasarannya sudah sampai pada pedagang kaki lima diseluruh Indonesia. Akibatnya,
semua produksi sejenis yang ada didalam negeri menjadi hancur terbukti banyaknya berbagai
pabrik berbahan plastik dan tekstil serta alat-alat pertukangan, mainan anak-anak gulung tikar. Ini
semua adalah dampak dari berlakunya ASEAN-China Free Trade Area (ACFTA) sejak 2010. Semua
para pengusaha korban gulung tikar mengatakan kita tidak bisa bersaing dengan harga produk kw
China yang masuk ke Indonesia dengan harga yang sangat murah. Belum terjadinya AFTA (Asean
Free Trade Area) 2015, para produsen di Indonesia sudah tidak mampu bersaing di pasar dalam
negerinya sendiri menghadapi barang-barang impor dari China. Negara-negara China, Jepang,
India, Thailand, Singapore, Malaysia, Vietnam telah melakukan serangan produksinya ke Indonesia
jauh sebelum AFTA 2015.
Kalau kita perhatikan di berbagai pusat perbelanjaan perkotaan, kita bisa saksikan beraneka
jenis jajanan cepat saji yang sudah berasal dari luar negeri (LN) dan anehnya pengunjungnya
sangat banyak dari para konsumen warga Indonesia. Inilah pembuktian strategi marketing yang
dilakukan pihak asing melalui iklan dan film lalu para konsumen kita menjadi korban iklan mereka.
Bisakah pengusaha kita melakukan strategi seperti ini diberbagai Negara target pasar ? Mampukah
film Indonesia bisa ditonton oleh banyak penduduk dunia dimana kita bisa berstrategi
menempelkan berbagai komoditas produksi Nasional didalamnya sehingga menjadi trend
konsumen dunia ?
Kebutuhan pangan seperti garam, gula, beras, terigu, bawang putih, serta buah-buahan,
Indonesia masih tergantung kepada impor dari LN. Mungkinkah kita bisa bersaing ketat dengan
Negara-negara Asean yang sudah mandiri dalam kebutuhan pangannya ? Untuk kebutuhan
sandang, bahan baku produksi sandang kita masih sepenuhnya impor. Di Indonesia, belum ada
industri besar produksi kimia dasar aneka unsur, sehingga produksi di Indonesia masih besar
kandungan impornya. Akibatnya, tidak ada andalan produksi dari Indonesia yang permanen bisa
memiliki daya saing kuat didunia. SDA yang kaya dimiliki Indonesia bisa ditingkatkan nilai
tambahnya jika ada industri pendukung bahan baku kimia dasar yang mandiri. Realisasi AFTA 2015
yang tinggal hanya setahun lagi kedepan, membuat posisi industri Indonesia belum siap
menghadapinya, yang sebenarnya sudah bisa dipersiapkan sejak akhir kepemimpinan Soeharto.
Kita dapat menyaksikan era kepemimpinan Gusdur, Megawati sampai Susilo Bambang
Yudhoyono (SBY) adalah merupakan era kepemimpinan Nasional yang gagal dan hanya
membuang waktu serta pencitraan saja bahkan untuk membangun infrastruktur yang lengap
diberbagai daerah mereka gagal. Lucunya di era kepemimpinan Megawati, kita di dalam negeri
(DN) kekurangan gas alam karena gas alam kita sudah dijual kontrak ke China (Gas Tangguh) oleh
Megawati Soekarno Putri. Akibatnya banyak pabrik pupuk Nasional hampir bangkrut dan terpaksa
menaikkan harga pupuk mereka karena gas alam sangat mahal malah diimpor. Inilah sebuah
ketololan dan kedunguan yang pernah dilakukan pemimpin kita dimasa lalu dan tidak ada
perencanaan yang matang. Ini merupakan dilematis yang sulit disolusi bagi semua pihak.
Apa yang akan terjadi ketika AFTA 2015 direalisasikan ? Karena Indonesia target pasar dunia
nomor empat dunia, maka Negara-negara Asean akan dijadikan pintu masuk berbagai hasil aneka
jenis produksi dunia yang harganya sangat bersaing. Terutama Singapore akan menjadi ajang agen
distributor dunia untuk menjual barang produksi Negara-negara dunia ke Indonesia. Karena para
pejabat di Indonesia sangat mudah di sumpal dengan uang, maka pengawasan yang sangat lemah
terhadap kualitas produksi barang-barang impor akan dijadikan ajang pembuangan produksi gagal
yang dampaknya membuat industri DN berkepanjangan semakin tidak berdaya. Apalagi jika
manajemen pemerintahan 2014-2019 masih seperti gaya manajemen kepemimpinan SBY, kondisi
kita akan lebih parah. Negara-negara industri maju dunia sudah sangat tinggi efisiensinya karena
berbagai produksi sudah dikerjakan dengan sistem robotisasi. Produksi Indonesia tidak akan bisa
bersaing jika masih saja menggunakan sistem produksi padat karya. Dari sisi akurat, presisi,
technologi dan kualitas serta pricing apalagi design, industri sistem robotisasi tidak akan bisa
dilawan, kecuali dengan sistem yang sama.
SDM kita yang bisa memasuki bidang kreatifitas serta bidang produktifitas disemua Negara
Asean, tetap saja tidak akan bisa menjadi andalan maksimal pendapatan devisa Nasional karena
para SDM kita ini tidak bisa dijadikan sebagai mata rantai pemasaran produksi Nasional yang
sepenuhnya komponen produksinya bersumber dari Indonesia. Mereka para SDM kita ini hanya bisa
sebagai tenaga ahli atau tenaga professional dibidangnya kalaupun SDM ini bisa menjalankan
bidang produksi, tentu akan menggunakan bahan baku dari Negara dimana dia menetap berprofesi
dan tidak ubahnya seperti TKI selama ini yang hanya mengandalkan pendapatan jasa. Mampukah
SDM Indonesia bersaing dengan SDM China, India dan Pakistan ? Atau mampukah SDM Indonesia
bersaing dinegara anggota Asean yang jumlah penduduknya sangat sedikit ? Jadi yang
berkepentingan dalam AFTA 2015 ini adalah para Negara Asean sendiri yang ingin memanfaatkan
pasar besar Indonesia disamping Negara-negara industri maju lainnya yang memanfaatkan nama
Negara Asean untuk tujuan pasar Indonesia. Dengan berlaku penuhnya AFTA 2015 dan WTO 2020,
akibat buruknya adalah UUD 1945 dan banyak UU yang sudah susah payah dibuat untuk
perlindungan serta memajukan industri dalam negeri dan penciptaan lapangan pekerjaan menjadi
sirna tak berlaku lagi sebagian besar. Sadarkah kita semua bahwa AFTA dan WTO merupakan
grand strategi tinggi para kapitalis dunia untuk menghilangkan kedaulatan sebuah
Negara ? (Ashwin Pulungan)
Sumber:
http://ekonomi.kompasiana.com/bisnis/2014/04/05/afta-2015-kehancuran-ekonomiindonesia-646709.html
Penduduk Indonesia adalah ke-4 terbesar didunia, oleh karena itu Negara Indonesia akan
selalu menjadi sasaran empuk target pasar dari berbagai produk Negara-negara dunia. Pada saat
ini, karena daya beli masyarakat kita lemah, maka aneka jenis produk yang datang, adalah
berbagai produk kualitas rendah (kw) yang berasal dari China dengan harga sangat murah. Bahkan
jaring pemasarannya sudah sampai pada pedagang kaki lima diseluruh Indonesia. Akibatnya,
semua produksi sejenis yang ada didalam negeri menjadi hancur terbukti banyaknya berbagai
pabrik berbahan plastik dan tekstil serta alat-alat pertukangan, mainan anak-anak gulung tikar. Ini
semua adalah dampak dari berlakunya ASEAN-China Free Trade Area (ACFTA) sejak 2010. Semua
para pengusaha korban gulung tikar mengatakan kita tidak bisa bersaing dengan harga produk kw
China yang masuk ke Indonesia dengan harga yang sangat murah. Belum terjadinya AFTA (Asean
Free Trade Area) 2015, para produsen di Indonesia sudah tidak mampu bersaing di pasar dalam
negerinya sendiri menghadapi barang-barang impor dari China. Negara-negara China, Jepang,
India, Thailand, Singapore, Malaysia, Vietnam telah melakukan serangan produksinya ke Indonesia
jauh sebelum AFTA 2015.
Kalau kita perhatikan di berbagai pusat perbelanjaan perkotaan, kita bisa saksikan beraneka
jenis jajanan cepat saji yang sudah berasal dari luar negeri (LN) dan anehnya pengunjungnya
sangat banyak dari para konsumen warga Indonesia. Inilah pembuktian strategi marketing yang
dilakukan pihak asing melalui iklan dan film lalu para konsumen kita menjadi korban iklan mereka.
Bisakah pengusaha kita melakukan strategi seperti ini diberbagai Negara target pasar ? Mampukah
film Indonesia bisa ditonton oleh banyak penduduk dunia dimana kita bisa berstrategi
menempelkan berbagai komoditas produksi Nasional didalamnya sehingga menjadi trend
konsumen dunia ?
Kebutuhan pangan seperti garam, gula, beras, terigu, bawang putih, serta buah-buahan,
Indonesia masih tergantung kepada impor dari LN. Mungkinkah kita bisa bersaing ketat dengan
Negara-negara Asean yang sudah mandiri dalam kebutuhan pangannya ? Untuk kebutuhan
sandang, bahan baku produksi sandang kita masih sepenuhnya impor. Di Indonesia, belum ada
industri besar produksi kimia dasar aneka unsur, sehingga produksi di Indonesia masih besar
kandungan impornya. Akibatnya, tidak ada andalan produksi dari Indonesia yang permanen bisa
memiliki daya saing kuat didunia. SDA yang kaya dimiliki Indonesia bisa ditingkatkan nilai
tambahnya jika ada industri pendukung bahan baku kimia dasar yang mandiri. Realisasi AFTA 2015
yang tinggal hanya setahun lagi kedepan, membuat posisi industri Indonesia belum siap
menghadapinya, yang sebenarnya sudah bisa dipersiapkan sejak akhir kepemimpinan Soeharto.
Kita dapat menyaksikan era kepemimpinan Gusdur, Megawati sampai Susilo Bambang
Yudhoyono (SBY) adalah merupakan era kepemimpinan Nasional yang gagal dan hanya
membuang waktu serta pencitraan saja bahkan untuk membangun infrastruktur yang lengap
diberbagai daerah mereka gagal. Lucunya di era kepemimpinan Megawati, kita di dalam negeri
(DN) kekurangan gas alam karena gas alam kita sudah dijual kontrak ke China (Gas Tangguh) oleh
Megawati Soekarno Putri. Akibatnya banyak pabrik pupuk Nasional hampir bangkrut dan terpaksa
menaikkan harga pupuk mereka karena gas alam sangat mahal malah diimpor. Inilah sebuah
ketololan dan kedunguan yang pernah dilakukan pemimpin kita dimasa lalu dan tidak ada
perencanaan yang matang. Ini merupakan dilematis yang sulit disolusi bagi semua pihak.
Apa yang akan terjadi ketika AFTA 2015 direalisasikan ? Karena Indonesia target pasar dunia
nomor empat dunia, maka Negara-negara Asean akan dijadikan pintu masuk berbagai hasil aneka
jenis produksi dunia yang harganya sangat bersaing. Terutama Singapore akan menjadi ajang agen
distributor dunia untuk menjual barang produksi Negara-negara dunia ke Indonesia. Karena para
pejabat di Indonesia sangat mudah di sumpal dengan uang, maka pengawasan yang sangat lemah
terhadap kualitas produksi barang-barang impor akan dijadikan ajang pembuangan produksi gagal
yang dampaknya membuat industri DN berkepanjangan semakin tidak berdaya. Apalagi jika
manajemen pemerintahan 2014-2019 masih seperti gaya manajemen kepemimpinan SBY, kondisi
kita akan lebih parah. Negara-negara industri maju dunia sudah sangat tinggi efisiensinya karena
berbagai produksi sudah dikerjakan dengan sistem robotisasi. Produksi Indonesia tidak akan bisa
bersaing jika masih saja menggunakan sistem produksi padat karya. Dari sisi akurat, presisi,
technologi dan kualitas serta pricing apalagi design, industri sistem robotisasi tidak akan bisa
dilawan, kecuali dengan sistem yang sama.
SDM kita yang bisa memasuki bidang kreatifitas serta bidang produktifitas disemua Negara
Asean, tetap saja tidak akan bisa menjadi andalan maksimal pendapatan devisa Nasional karena
para SDM kita ini tidak bisa dijadikan sebagai mata rantai pemasaran produksi Nasional yang
sepenuhnya komponen produksinya bersumber dari Indonesia. Mereka para SDM kita ini hanya bisa
sebagai tenaga ahli atau tenaga professional dibidangnya kalaupun SDM ini bisa menjalankan
bidang produksi, tentu akan menggunakan bahan baku dari Negara dimana dia menetap berprofesi
dan tidak ubahnya seperti TKI selama ini yang hanya mengandalkan pendapatan jasa. Mampukah
SDM Indonesia bersaing dengan SDM China, India dan Pakistan ? Atau mampukah SDM Indonesia
bersaing dinegara anggota Asean yang jumlah penduduknya sangat sedikit ? Jadi yang
berkepentingan dalam AFTA 2015 ini adalah para Negara Asean sendiri yang ingin memanfaatkan
pasar besar Indonesia disamping Negara-negara industri maju lainnya yang memanfaatkan nama
Negara Asean untuk tujuan pasar Indonesia. Dengan berlaku penuhnya AFTA 2015 dan WTO 2020,
akibat buruknya adalah UUD 1945 dan banyak UU yang sudah susah payah dibuat untuk
perlindungan serta memajukan industri dalam negeri dan penciptaan lapangan pekerjaan menjadi
sirna tak berlaku lagi sebagian besar. Sadarkah kita semua bahwa AFTA dan WTO merupakan
grand strategi tinggi para kapitalis dunia untuk menghilangkan kedaulatan sebuah
Negara ? (Ashwin Pulungan)
Sumber:
http://ekonomi.kompasiana.com/bisnis/2014/04/05/afta-2015-kehancuran-ekonomiindonesia-646709.html