Analisis Faktor Tingkat Kecemasan Mahasiswa dalam Menyelesaikan Skripsi di Fmipa Usu

(1)

BAB 2

LANDASAN TEORI

2.1 Pengertian Kecemasan

Kecemasan atau dalam Bahasa Inggrisnya “anxiety” berasal dari bahasa latin “angustus” yang berarti kaku, dan “ango,anci” yang berarti mencekik. Menurut Freud (dalam Alwisol, 2005:28) mengatakan bahwa kecemasan adalah fungsi ego untuk memperingatkan individu tentang kemungkinan datangnya suatu bahaya sehingga dapat disiapkan reaksi adaptif yang sesuai. Kecemasan berfungsi sebagai mekanisme yang melindungi ego karena kecemasan memberi sinyal bahwa ada bahaya dan kalau tidak dilakukan tindakan yang tepat maka bahaya itu akan meningkat sampai ego dikalahkan.

Kecemasan adalah suatu keadaan aprehensi atau keadaan khawatir yang mengeluhkan bahwa sesuatu yang buruk akan terjadi. Kecemasan adalah respon yang cepat terjadi ancaman tetapi akan menjadi abnormal apabila tingkatannya tidak sesuai dengan proporsi ancaman, atau bila datang tanpa ada penyebab (Nevid, 2005).

Menurut Nevid (2005) kecemasan terdiri dari tiga aspek yaitu :

a. Simptom fisik adalah gangguan yang terjadi pada fisik, seperti badan gemetar, keluar banyak keringat, jantung berdetak kencang, sulit bernafas, pusing, tangan dingin, mual, panas dingin, lebih sensitive, kegelisahan, kegugupan, pingsan, merasa lemas, sering buang air kecil, dan diare. b. Simptom perilaku adalah kecemasan yang mengakibatkan perilaku

seseorang menjadi berbeda dan mengarah kepada hal yang kurang biasa, seperti perilaku menghindar, perilaku ketergantungan atau melekat, perilaku terguncang, dan meninggalkan situasi yang menimbulkan kecemasan.

c. Simptom kognitif yaitu khawatir tentang sesuatu, keyakinan bahwa sesuatu yang mengerikan akan segera terjadi tanpa ada penjelasan yang jelas, merasa terancam oleh orang atau peristiwa, kebingungan, dan khawatir akan ditinggal sendiri.


(2)

2.2 Populasi dan Sampel 2.2.1 Populasi

Menurut Juliansyah (2011:147) Populasi adalah seluruh elemen/anggota dari suatu wilayah yang menjadi sasaran penelitian atau merupakan keseluruhan objek penelitian dipelajari kemudian ditarik kesimpulannya. Populasi yang digunakan dalam penelitian ini mahasiswa FMIPA yang sedang menyelesaikan skripsi tahun ajaran 2014/2015.

2.2.2 Sampel

Sampel adalah sejumlah anggota yang dipilih dari populasi (Juliansyah, 2011 : 147). Pada penelitian ini, peneliti mengambil sampel di wilayah Fakultas Matematika dan IPA Universitas Sumatera Utara.

Teknik pengambilan sampel dilakukan dengan metode penyebaran kuesioner pada mahasiswa FMIPA USU dengan beberapa pertanyaan yang diberi skor jawaban dengan menggunakan skala likert yaitu mulai dari 1-5 dengan keterangan :

5 = Selalu atau sangat tinggi 4 = Sering atau tinggi

3 = Kadang-kadang atau cukup 2 = Jarang atau rendah

1 = Tidak pernah atau rendah sekali

Metode yang digunakan dalam menentukan jumlah sampel menggunakan rumus Slovin yaitu :

N

n = (2.1)

1+Ne2 Keterangan : n = Jumlah Sampel N = Jumlah Populasi


(3)

Pemilihan sampel dilakukan dengan probability sampling yaitu metode proportionate stratified random sampling yaitu pengambilan sampel dari anggota populasi secara acak dan berstrata secara proporsional.

2.3 Variabel Penelitian

Variabel ialah sesuatu yang nilainya berubah-ubah menurut waktu atau berbeda menurut elemen/tempat (Suprapto : 2004). Umumnya nilai karakteristik merupakan variabel, diberi simbol huruf X. variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah: Metodologi Penelitian, Kesehatan, Penurunan Motivasi, Prosedur Pengajuan Proposal, Keluarga, Proses Bimbingan, Biaya Pembuatan Skripsi, Kuliah Sambil Bekerja.

2.4 Jenis Sumber Data

Data merupakan komponen utama dalam statistika. Data adalah bahan baku yang jika diolah melalui berbagai analisis dapat melahirkan informasi, dimana informasi tersebut dapat diambil suatu keputusan. Sumber data yang dipakai dalam penelitian ini adalah Data Primer, yaitu data yang diperoleh melalui studi dokumentasi, baik dari buku, jurnal majalah dan situs internet yang mendukung penelitian ini.

2.5 Skala Pengukuran

Maksud dari skala pengukuran ini untuk mengklasifikasikan variabel yang akan diukur supaya tidak terjadi kesalahan dalam menentukan analisis data dan langkah penelitian selanjutnya. Jenis-jenis skala pengukuran ada empat yaitu :

a. Skala Nominal

Skala nominal yaitu skala yang paling sederhana disusun menurut jenis (kategorinya) atau fungsi bilangan hanya sebagai symbol untuk membedakan sebuah karakteristik dengan karakteristik lainnya. Adapun ciri-ciri skala nominal antara lain : Hasil penghitungan dan tidak dijumpai bilangan pecahan, angka yang tertera hanya label saja, tidak mempunyai urutan (rangking), tidak mempunyai ukuran baru dan tidak mempunyai nol mutlak.


(4)

Contoh :

Agama yang dianut : Islam = 1, Kristen = 2, Hindu = 3, Budha = 4, dan lain-lainya.

b. Skala Ordinal (Rangking)

Skala ordinal ialah skala yang didasarkan pada rangking, diurutkan pada rangking, diurutkan dari jenjang yang lebih tinggi sampai jenjang terendah atau sebaliknya. Contoh :

- Mengukur tingkat prestasi kerja - Mengkur gaji pegawai

- Mengukur rangking kelas : I,II,III

- Kepangkatan militer : Jenderal>Mayor>Kapten>Letnan

c. Skala Interval

Skala interval adalah skala yang menunjukkan jarak antara satu data dengan data yang lain yang mempunyai bobot yang sama.

Contoh :

1. Skor ujian perguruan tinggi : A,B,C,D dan E 2. Skor IQ

3. Waktu : menit, jam, hari, minggu, bulan, tahun 4. Temperatur atau suhu

5. Mengurutkan : Kualitas pelayanan, keadaan persepsi pegawai dan sikap pimpinan

Sangat Puas = 5 Puas = 4

Cukup Puas = 3 Kurang Puas = 2 Tidak Puas = 1

d. Skala ratio

Skala ratio adalah skala pengukuran yang mempunyai nilai nol mutlak dan mempunyai jarak yang sama. Misalnya umur manusia dan ukuran timbangan


(5)

keduanya tidak memiliki angka nol negative, artinya seseorang tidak dapat berumur dibawah nol tahun dan seseorang harus memiliki timbangan diatas nol pula.

2.6 Skala untuk Instrumen (Model Skala Sikap)

Bentuk-bentuk skala sikap yang sering digunakan dalam penelitian ada 5 macam, yaitu :

1. Skala Likert

Skala Likert digunakan untuk mengukur sikap, pendapat dan persepsi seseorang atau sekelompok tentang kejadian atau gejala sosial. Dalam penelitian gejala sosial ini telah ditetapkan secara spesifik oleh peneliti, yang selanjutnya disebut sebagai variabel penelitian.

Dengan menggunakan skala likert, maka variabel yang akan diukur dijabarkan menjadi dimensi, dimensi dijabarkan menjadi sub variabel kemudian sub variabel dijabarkan lagi menjadi indikator-indikator yang dapat diukur. Akhirnya indikator-indikator yang terukur ini dapat dijadikan titik tolak untuk membuat item instrument yang berupa pernyataan atau pernyataan yang perlu dijawab oleh responden. Setiap jawaban dihubungkan dengan bentuk pernyataan atau dukungan sikap yang diungkapkan dengan kata-kata. Misalnya :

Sangat Setuju (SS) = 5 Setuju (S) = 4

Ragu-ragu/Tidak Tahu (TT) = 3 Tidak Setuju (TS) = 2

Sangat Tidak Setuju (STS) = 1

Sangat Puas = 5 Puas = 4

Cukup Puas = 3 Kurang Puas = 2 Tidak Puas = 1


(6)

2. Skala Guttman

Skala Guttman merupakan skala kumulatif. Skala Guttman mengukur suatu dimensi saja dari suatu variabel yang multidimensi. Skala Guttman adalah skala yang digunakan untuk jawaban yang bersifat jelas (tegas) dan konsisten. Misalnya : Yakin – Tidak Yakin, Ya – Tidak, Salah – Benar, Positif – Negatif, Pernah – Belum Pernah, Setuju – Tidak Setuju, dan lain sebagainya.

3. Skala Diferensial Semantik

Skala Diferensial Semantik atau skala perbedaan semantik berisikan serangkaian karakteristik bipolar (dua kutup). Responden diminta untuk menilai suatu objek atau konsep pada suatu skala yang mempunyai 2 ejektif yang bertentangan.

Seperti : Panas – Dingin, Populer – Tidak Populer, Bagus – Buruk, dan sebagainya.

4. Rating Scale

Rating Scale yaitu data mentah yang didapat berupa angka kemudian ditafsirkan dalam pengertian kualitatif.

Misalnya : ketat – longgar, lemah – kuat, positif – negative

5. Skala Thurstone

Skala Thurstone meminta responden untuk memilih jawaban yang ia setujui dari beberapa pertanyaan yang menyajikan pandangan – pandangan berbeda – beda. Pada umumnya asosiasi antara 1 sampai 9 tetapi nilainya tidak diketahui oleh responden.

2.7 Metode Pengumpulan Data

Pengumpulan data penelitian dimaksudkan sebagai pencatatan peristiwa atau karakteristik dari sebagian peristiwa atau seluruh elemen proposal penelitian. Pengumpulan data penelitian dapat dilakukan berdasarkan cara-cara tertentu. Adapun metode pengumpulan data yang digunakan secara umum adalah :


(7)

a. Metode dokumentasi

Metode dokumentasi adalah mencari data mengenai hal-hal atau variabel yang berupa catatan, transkip, buku, surat kabar, majalah, prasasti, notulen rapat, agenda dan sebagainya. Metode dokumentasi dalam penelitian ini digunakan untuk mengumpulkan data tentang kecemasan mahasiswa dalam menyelesaikan skripsi.

b. Metode Angket (kuisioner)

Kuisioner adalah pertanyaan tertulis yang digunakan untuk memperoleh informasi dari respoden dalam arti laporan tentang pribadinya atau hal-hal yang ia ketahui. Untuk mengetahui distribusi frekuensi masing-masing variabel yang pengumpulan datanya menggunakan angket (kuisioner), setiap indikator dari data yang dikumpulkan terlebih dahulu diklasifikasikan dan diberi skor atau nilai yaitu: Skor 5 jika jawaban responden selalu atau sangat tinggi

Skor 4 jika jawaban responden sering atau tinggi Skor 3 jika jawaban kadang-kadang atau cukup tinggi Skor 2 jika jawaban jarang atau rendah

Skor 1 jika jawaban tidak pernah atau rendah sekali

c. Wawancara

Wawancara merupakan teknik pengumpulan data dalam metode survey yang menggunakan pertanyaan secara lisan kepada subjek penelitian. Teknik wawancara dilakukan jika peneliti memerlukan komunikasi atau hubungan dengan responden.

2.8 Uji Dalam Pengolahan Data

2.8.1 Uji Validitas

Validitas menunjukkan sejauh mana ketepatan dan kecermatan suatu alat ukur dalam melakukan fungsi ukurnya. Suatu test atau instrument pengukur dapat dikatakan mempunyai validitas yang tinggi apabila alat ukur tersebut menjalankan fungsi ukurnya, atau memberikan hasil ukur yang sesuai dengan maksud


(8)

dilakukannya pengukuran tersebut. Metode yang digunakan untuk menguji validitas adalah dengan korelasi product moment yang rumusnya sebagai berikut :

rxy =

√ (2.2)

Keterangan :

rxy = Koefsien korelasi X = Skor Variabel Y = Skor Total n = Jumlah Sampel

Untuk menentukan valid tidaknya variabel adalah dengan cara mengkonsultasikan hasil perhitungan koefsien korelasi dengan tabel nilai koefsien (r) pada taraf kepercayaan 95%.

Apabila rxy ≥ rtabel valid

Apabila rxy < rtabel tidak valid (Ade Fatma, 2007)

2.8.2. Uji Reliabilitas

Reliabilitas menunjukkan sejauh mana hasil pengukuran dapat dipercaya. Pengukuran yang memiliki reliabilitas tinggi disebut sebagai pengukuran yang reliabilitas. Metode yang digunakan untuk menguji reliabilitas adalah metode Alpha Cronbach. Variabel dikatakan reliabel jika memberikan nilai Alpha Cronbach > 0,60 (Ade Fatma, 2007).

r =

(2.3)

Keterangan :

r = nilai (koefsien) Alpha Cronbach k = Banyaknya variabel penelitian

∑ = Jumlah varians variabel penelitian = Varians total


(9)

2.9 Analisis Faktor

2.9.1 Pengertian Analisis Faktor

Yang dimaksud dengan analisis faktor ialah suatu analisis yang mensyaratkan adanya keterkaitan antar variabel. Tujuan utama teknik ini ialah untuk membuat ringkasan informasi yang dikandung dalam sejumlah besar variabel kedalam suatu kelompok faktor yang lebih kecil.

Teknik ini bermanfaat untuk mengurangi jumlah data dalam rangka untuk mengidentifikasi sebagian kecil faktor yang dapat menerangkan varians yang sedang diteliti secara lebih jelas dalam suatu kelompok variabel yang jumlahnya besar. Kegunaan utama analisis faktor ialah untuk melakukan pengurangan data atau dengan kata lain melakukan peringkasan sejumlah variabel menjadi lebih kecil jumlahnya. Pengurangan dilakukan dengan melihat interdependensi beberapa variabel yang dapat dijadikan satu yang disebut dengan faktor sehingga diketemukan variabel-variabel atau faktor-faktor yang dominan atau penting untuk dianalisa lebih lanjut.

Untuk menggunakan teknik ini persyaratan yang sebaiknya dipenuhi ialah : a. Data yang digunakan ialah data kuantitatif berskala interval atau ratio b. Data harus mempunyai distribusi normal bivariate untuk masing-masing

pasangan variabel

c. Model ini mengkhususkan bahwa semua variabel ditentukan oleh faktor biasa (faktor yang diestimasikan oleh model) dan faktor-faktor unik (yang tidak tumpang tindih antara variabel-variabel yang sedang diobservasi)

d. Estimasi yang dihitung didasarkan pada asumsi bahwa semua faktor unik tidak saling berkorelasi satu dengan lainnya dan dengan faktor-faktor biasa.

e. Persyaratan dasar untuk melakukan penggabungan ialah besarnya korelasi antar variabel independen setidak-tidaknya 0,5 karena prinsip analisis faktor adanya korelasi antar variabel.


(10)

Analisis faktor dapat digunakan di dalam situasi sebagai berikut :

1. Mengenali atau mengidentifikasi dimensi yang mendasari (underlying dimensions) atau faktor, yang menjelaskan korelasi antara suatu set variabel.

2. Mengenali atau mengidentifikasi suatu set variabel baru yang tidak berkorelasi (independen) yang lebih sedikit jumlahnya untuk menggantikan suatu set variabel asli yang saling di dalam analisis multivariat selanjutnya, misalnya analisis regresi berganda dan analisis diskriminan.

3. Mengenali atau mengidentifikasi suatu set variabel yang penting dari suatu set variabel yang lebih banyak jumlahnya untuk dipergunakan di dalam analisis multivariat selanjutnya.

2.9.2 Model Analisis Faktor

Secara matematis, analisis faktor hamper sama dengan analisis regresi, yaitu dalam hal bentuk fungsi linier. Jumlah varians yang dikontribusi dari sebuah variabel dengan seluruh variabel lainnya lebih dikelompokkan sebagai komunalitas. Kovarians diantara variabel dijelaskan terbatas dalam sejumlah kecil komponen ditambah sebuah faktor unik untuk setiap variabel. Faktor-faktor tersebut tidak secara eksplisit diamati. Jika variabel distandarisasi, maka model analisis faktor dapat dilihat dari persamaan (1.1).

Faktor yang unik tidak berkorelasi dengan sesama faktor yang unik dan juga tidak berkorelasi dengan komponen faktor. Komponen faktor sendiri bisa dinyatakan sebagai kombinasi linier dari variabel-variabel yang terlihat/terobservasi hasil penelitian lapangan.

Fi = Wi1 X1 + Wi2 X2 + Wi3 X3 + … + Wik Xk (2.4) Dimana

Fi = Perkiraan faktor ke-i (didasarkan pada nilai variabel X dengan koefsiennya Wi)


(11)

Wi = Koefsien nilai faktor ke-i

k = Banyaknya variabel (ada 8 variabel) Xi = Variabel ke i ; i = 1,2,3 … k

2.9.3. Statistik yang berkaitan dengan Analisis Faktor Statistik yang berkaitan dengan analisis faktor adalah :

a. Uji Barlett

Pengujian ini digunakan untuk melihat apakah variabel yang digunakan berkorelasi dengan variabel lainnya. Jika variabel-variabel yang digunakan sama sekali tidak mempunyai korelasi dengan variabel lainnya, sudah tentu analisis faktor tidak dapat dilakukan.

Dalam hal ini pengujian dilakukan dengan menggunakan Statistik Chi Square, sebagaimana dapat dilihat dibawah ini :

X2 = - | | (2.5)

Keterangan :

N = Jumlah Populasi

| |= Determinan matriks korelasi k = jumlah variabel

b. Correlation matrix (Matriks Korelasi)

Matriks ialah suatu kumpulan angka-angka (sering disebut elemen-elemen) yang disusun menurut baris dan kolom sehingga berbentuk empat persegi panjang, dimana panjangnya dan lebarnya ditunjukkan oleh banyaknya kolom-kolom dan baris-baris.

Matriks korelasi adalah matriks yang menunjukkan korelasi sederhana (r) antara seluruh kemungkinan pasangan variabel yang dilibatkan dalam analisis.

Apabila suatu matriks A terdiri dari m baris dan n kolom, maka matriks A bisa ditulis sebagai berikut :


(12)

Matriks mxn

[

]

Dimana : (aij), i = 1,2,…,m dan j = 1,2,…,n

c. Communality (Komunalitas)

Komunalitas adalah jumlah varian yang dikontribusi dari sebuah variabel dengan seluruh variabel lainnya dalam analisis. Ini juga merupakan proporsi dari varians yang diterangkan oleh komponen faktor.

hi = + + … + (2.6) Dimana :

hi = communality variabel ke-i ; i = 1,2,3,…, m λim = nilai factor loading

d. Eigenvalue (Nilai Eigen)

Nilai eigen merupakan jumlah varians yang dijelaskan oleh setiap faktor-faktor yang mempunyai nilai eigen > 1, maka faktor tersebut akan dimasukkan ke dalam model. (J.Supranto, 2010).

Definisi :

Jika A adalah sebuah matriks nxn, maka sebuah vector tak nol x pada Rn disebut eigenvector dari A jika Ax adalah sebuah kelipatan scalar dari x; jelasnya,

Ax = λx

Untuk scalar sebarang λ, scalar λ disebut nilai eigen dari A, dan x disebut sebagai eigenvectordari A yang terkait dengan λ. (Anton Howard, 2000).


(13)

e. Faktor Loadings (Faktor Muatan)

Faktor muatan adalah korelasi sederhana antara variabel dengan faktor

f. Faktor Loading Plot (Plot Faktor Muatan)

Plot faktor muatan adalah suatu plot dari variabel asli dengan menggunakan factor loading sebagai koordinat.

g. Faktor Matrix (Faktor Matriks)

Matriks faktor mengandung factor loading dari seluruh variabel dalam seluruh faktor yang dikembangkan.

h. Kaiser – Meyer – Olkin (KMO) measure of sampling adequency

Kaiser – Meyer – Olkin (KMO) merupakan suatu indeks yang digunakan untuk menguji ketepatan analisis faktor. Nilai yang tinggi (antara 0,5 – 1,0) mengidentifikasi analisis faktor tepat. Apabila dibawah 0,5 menunjukkan bahwa analisis faktor tidak tepat untuk diaplikasikan.

KMO =

(2.7)

Keterangan :

rik = koefsien korelasi sederhana antara variabel ke-I dan ke-k aik = koefsien korelasi parsial antara variabel ke-i dan ke-k

Measure of sampling adequacy (MSA) yaitu suatu indeks perbandingan antara koefsien korelasi parsial untuk setiap variabel. MSA digunakan untuk mengukur kecukupan sampel.

i. Percentage of variance (Persentase Varians)

Persentase varians adalah persentase total varians yang disumbangkan oleh setiap faktor.


(14)

j. Residuals

Residuals adalah selisih antara korelasi yang terobservasi berdasarkan input correlation matrix dan korelasi hasil reproduksi yang diestimasi dari matriks faktor.

k. Scree Plot

Scree Plot adalah sebuah plot dari eigenvalue untuk menentukan banyaknya faktor.

2.10 Langkah –langkah Analisis Faktor

Langkah-langkah dalam analisis faktor adalah sebagai berikut :

1. Merumuskan masalah

Merumuskan masalah meliputi beberapa kegiatan. Pertama, tujuan analisis faktor harus diidentifikasi. Variabel yang akan digunakan dalam analisis faktor harus dispesifikasi berdasarkan penelitian sebelumnya, teori dan pertimbangan subjektif dari peneliti. Pengukuran variabel berdasarkan skala interval dan ratio. Besarnya sampel harus tepat, sebagai petunjuk umum besarnya sampel paling sedikit empat atau lima kali banyaknya variabel.

2. Membentuk matriks korelasi

Proses analisis didasarkan pada suatu matriks korelasi antar variabel. Agar analisis faktor menjadi tepat, variabel-variabel yang dikumpulkan harus berkorelasi, dilakukan perhitungan matriks korelasi ∑pxp. Matriks korelasi digunakan sebagai input analisis faktor.

Table 2.1 Korelasi antar variabel

X1 X2 X3 … Xp

X1 1

X2 1

X3 1

… … … … 1


(15)

3. Menentukan metode analisis faktor a. Menghitung nilai karakteristik (nilai eigen)

Perhitungan nilai karakteristik (nilai eigen), dimana perhitungan ini berdasarkan persamaan karakteristik :

Det (A –λl) = 0 (2.8)

Dengan :

A = matriks korelasi λ = nilai eigen l = matriks identitas

Nilai eigen adalah jumlah varian yang dijelaskan oleh setiap faktor (Anton Howard, 2000)

b. Menghitung vektor karakteristik (eigenvector)

Penentuan vektor karakteristik (eigenvector) yang bersesuaian dengan nilai karakteristik (nilai eigen), yaitu dengan persamaan :

Ax = λx (2.9)

Dengan :

X = eigenvector (Anton Howard, 2000)

4. Menentukan banyaknya faktor

Ada beberapa prosedur yang dapat dipergunakan dalam menentukan banyaknya faktor yaitu:

a. Penentuan berdasarkan Nilai Eigen

Pada pendekatan ini, hanya faktor dengan nilai eigen lebih besar dari satu yang dipertahankan. Nilai eigen merepresentasikan besarnya sumbangan dari faktor terhadap varians seluruh variabel aslinya. Hanya faktor dengan varians lebih besar dari satu yang dimasukkan dalam model. Faktor dengan varians lebih kecil dari satu tidak lebih dari variabel asli, sebab variabel yang dibakukan (distandarisasi) yang berarti rata-ratanya nol dan variansinya satu.


(16)

b. Penentuan berdasarkan Scree Plot

Scree Plot merupakan plot dari nilai eigen terhadap banyaknya faktor dalam ekstraksinya. Bentuk plot yang dihasilkan digunakan untuk menentukan banyaknya faktor. Biasanya plot akan berbeda antara slope tegak faktor, dengan nilai eigen yang besar dan makin kecil pada sisa faktor yang tidak perlu diekstraksi.

c. Penentuan berdasarkan Persentase Varians

Dalam pendekatan ini, banyaknya faktor yang diekstraksi ditentukan berdasarkan persentasi komulatif varians mencapai tingkat yang memuaskan peneliti. Tingkat persentase komulatif yang memuaskan peneliti tergantung kepada permasalahnnya. Sebagai petunjuk umum bahwa ekstraksi faktor dihentikan kalau kumulatif persentase varians sudah mencapai paling sedikit 60% atau 75% dari seluruh varians variabel asli.

Menghitung matriks faktor loading

Matriks loading factor (Λ) diperoleh dengan mengkalikan matriks eigenvector (V) dengan akar dari matriks eigenvalue (L) atau dalam persamaan matematis ditulis :

Λ = V x √L (2.10)

5. Melakukan rotasi terhadap faktor

Sebuah ouput penting dari analisis faktor adalah matriks faktor atau disebut juga sebagai matriks faktor pola. Matriks faktor mengandung koefsien yang digunakan untuk mengekspresikan variabel yang dibakukan (distandarisasi) dinyatakan dalam faktor. Koefsien-koefsien tersebut atau faktor loading merupakan korelasi antara faktor dengan variabelnya. Sebuah koefsien dengan nilai absolute yang besar mengindikasikan bahwa faktor dan variabel berkorelasi kuat. Koefsien tersebut bisa digunakan untuk menginterpretasi faktor.

Dalam merotasi faktor, diharapkan setiap faktor memiliki loading faktor atau koefsien yang tidak nol, atau signifikan hanya untuk beberapa variabel, atau


(17)

diharapkan setiap variabel memiliki faktor loadings signifikan hanya dengan sedikit faktor, atau kalau mungkin dengan sebuah faktor. Rotasi tidak berpengaruh terhadap komunalitas dan persentase total varians yang dijelaskan. Namun demikian, rotasi berpengaruh terhadap persentase varians dari setiap faktor. Beberapa metode rotasi yang bisa digunakan adalah orthogonal rotation, varimax rotation, dan oblique rotation.

Orthogonal rotation adalah kalau sumbu dipertahankan tegak lurus sesamanya (bersudut 90 derajat). Yang paling banyak digunakan adalah varimax rotation, yaitu rotasi orthogonal dengan meminimumkan banyaknya variabel yang memiliki loadings tinggi pada sebuah faktor, sehingga lebih mudah menginterpretasi faktor. Rotasi orthogonal menghasilkan faktor-faktor yang tidak berkorelasi. Oblique rotation adalah jika sumbu-sumbu tidak dipertahankan harus tegak lurus sesamanya (bersudut 90 derajat) dan faktor-faktor berkorelasi. Kadang-kadang mentoleransi korelasi antar faktor-faktor bisa menyederhanakan matriks pola faktor. Oblique rotation harus dipergunakan kalau faktor dalam populasi berkorelasi sangat kuat.

6. Membuat interpretasi hasil rotasi terhadap faktor

Interpretasi dipermudah dengan mengidentifikasi variabel yang loadingnya besar pada faktor yang sama. Faktor tersebut kemudian dapat diinterpretasikan menurut variabel-variabel yang memiliki loading tinggi dengan faktor tersebut. Cara lain yang bias digunakan adalah melalui pivot variabel dengan faktor loading sebagai koordinat. Variabel yang berada pada akhir sebuah sumbu adalah variabel yang memiliki loading tinggi hanya pada faktor yang bersangkutan, sehingga bias digunakan untuk mengiterpretasi faktor. Variabel yang berada di dekat titik origin memiliki loading yang rendah terhadap kedua faktor. Variabel yang tidak berada di dekat sumbu mengindikasi bahwa variabel tersebut berkorelasi dengan kedua faktor. Jika sebuah faktor tidak bias secara jelas didefinisikan dalam batas variabel awalnya, maka disebut faktor umum.


(18)

7. Menentukan ketepatan model (model fit)

Langkah terakhir dalam analisis faktor adalah menentukan ketepatan model (model fit). Asumsi dasar yang digunakan dalam analisis faktor adalah korelasi terobservasi dapat menjadi atribut dari faktor atau komponen. Untuk itu, korelasi terobservasi dapat direproduksi melalui estimasi korelasi antara variabel terhadap faktor. Selisih antara korelasi dari data observasi dengan korelasi reproduksi dapat digunakan dengan mengukur ketepatan model. Selisih tersebut sebagai residuals. Jika banyak residual yang besar (residual > 0.05), berarti model faktor yang dihasilkan tidak tepat sehingga model perlu dipertimbangkan kembali.


(1)

e. Faktor Loadings (Faktor Muatan)

Faktor muatan adalah korelasi sederhana antara variabel dengan faktor

f. Faktor Loading Plot (Plot Faktor Muatan)

Plot faktor muatan adalah suatu plot dari variabel asli dengan menggunakan factor loading sebagai koordinat.

g. Faktor Matrix (Faktor Matriks)

Matriks faktor mengandung factor loading dari seluruh variabel dalam seluruh faktor yang dikembangkan.

h. Kaiser Meyer Olkin (KMO) measure of sampling adequency

Kaiser – Meyer – Olkin (KMO) merupakan suatu indeks yang digunakan untuk menguji ketepatan analisis faktor. Nilai yang tinggi (antara 0,5 – 1,0) mengidentifikasi analisis faktor tepat. Apabila dibawah 0,5 menunjukkan bahwa analisis faktor tidak tepat untuk diaplikasikan.

KMO =

(2.7)

Keterangan :

rik = koefsien korelasi sederhana antara variabel ke-I dan ke-k aik = koefsien korelasi parsial antara variabel ke-i dan ke-k

Measure of sampling adequacy (MSA) yaitu suatu indeks perbandingan antara koefsien korelasi parsial untuk setiap variabel. MSA digunakan untuk mengukur kecukupan sampel.

i. Percentage of variance (Persentase Varians)

Persentase varians adalah persentase total varians yang disumbangkan oleh setiap faktor.


(2)

j. Residuals

Residuals adalah selisih antara korelasi yang terobservasi berdasarkan input correlation matrix dan korelasi hasil reproduksi yang diestimasi dari matriks faktor.

k. Scree Plot

Scree Plot adalah sebuah plot dari eigenvalue untuk menentukan banyaknya faktor.

2.10 Langkah –langkah Analisis Faktor

Langkah-langkah dalam analisis faktor adalah sebagai berikut :

1. Merumuskan masalah

Merumuskan masalah meliputi beberapa kegiatan. Pertama, tujuan analisis faktor harus diidentifikasi. Variabel yang akan digunakan dalam analisis faktor harus dispesifikasi berdasarkan penelitian sebelumnya, teori dan pertimbangan subjektif dari peneliti. Pengukuran variabel berdasarkan skala interval dan ratio. Besarnya sampel harus tepat, sebagai petunjuk umum besarnya sampel paling sedikit empat atau lima kali banyaknya variabel.

2. Membentuk matriks korelasi

Proses analisis didasarkan pada suatu matriks korelasi antar variabel. Agar analisis faktor menjadi tepat, variabel-variabel yang dikumpulkan harus berkorelasi, dilakukan perhitungan matriks korelasi ∑pxp. Matriks korelasi digunakan sebagai input analisis faktor.

Table 2.1 Korelasi antar variabel

X1 X2 X3 … Xp

X1 1

X2 1

X3 1

… … … … 1


(3)

3. Menentukan metode analisis faktor a. Menghitung nilai karakteristik (nilai eigen)

Perhitungan nilai karakteristik (nilai eigen), dimana perhitungan ini berdasarkan persamaan karakteristik :

Det (A –λl) = 0 (2.8)

Dengan :

A = matriks korelasi λ = nilai eigen l = matriks identitas

Nilai eigen adalah jumlah varian yang dijelaskan oleh setiap faktor (Anton Howard, 2000)

b. Menghitung vektor karakteristik (eigenvector)

Penentuan vektor karakteristik (eigenvector) yang bersesuaian dengan nilai karakteristik (nilai eigen), yaitu dengan persamaan :

Ax = λx (2.9)

Dengan :

X = eigenvector (Anton Howard, 2000)

4. Menentukan banyaknya faktor

Ada beberapa prosedur yang dapat dipergunakan dalam menentukan banyaknya faktor yaitu:

a. Penentuan berdasarkan Nilai Eigen

Pada pendekatan ini, hanya faktor dengan nilai eigen lebih besar dari satu yang dipertahankan. Nilai eigen merepresentasikan besarnya sumbangan dari faktor terhadap varians seluruh variabel aslinya. Hanya faktor dengan varians lebih besar dari satu yang dimasukkan dalam model. Faktor dengan varians lebih kecil dari satu tidak lebih dari variabel asli, sebab variabel yang dibakukan (distandarisasi) yang berarti rata-ratanya nol dan variansinya satu.


(4)

b. Penentuan berdasarkan Scree Plot

Scree Plot merupakan plot dari nilai eigen terhadap banyaknya faktor dalam ekstraksinya. Bentuk plot yang dihasilkan digunakan untuk menentukan banyaknya faktor. Biasanya plot akan berbeda antara slope tegak faktor, dengan nilai eigen yang besar dan makin kecil pada sisa faktor yang tidak perlu diekstraksi.

c. Penentuan berdasarkan Persentase Varians

Dalam pendekatan ini, banyaknya faktor yang diekstraksi ditentukan berdasarkan persentasi komulatif varians mencapai tingkat yang memuaskan peneliti. Tingkat persentase komulatif yang memuaskan peneliti tergantung kepada permasalahnnya. Sebagai petunjuk umum bahwa ekstraksi faktor dihentikan kalau kumulatif persentase varians sudah mencapai paling sedikit 60% atau 75% dari seluruh varians variabel asli.

Menghitung matriks faktor loading

Matriks loading factor (Λ) diperoleh dengan mengkalikan matriks eigenvector (V) dengan akar dari matriks eigenvalue (L) atau dalam persamaan matematis ditulis :

Λ = V x √L (2.10)

5. Melakukan rotasi terhadap faktor

Sebuah ouput penting dari analisis faktor adalah matriks faktor atau disebut juga sebagai matriks faktor pola. Matriks faktor mengandung koefsien yang digunakan untuk mengekspresikan variabel yang dibakukan (distandarisasi) dinyatakan dalam faktor. Koefsien-koefsien tersebut atau faktor loading merupakan korelasi antara faktor dengan variabelnya. Sebuah koefsien dengan nilai absolute yang besar mengindikasikan bahwa faktor dan variabel berkorelasi kuat. Koefsien tersebut bisa digunakan untuk menginterpretasi faktor.

Dalam merotasi faktor, diharapkan setiap faktor memiliki loading faktor atau koefsien yang tidak nol, atau signifikan hanya untuk beberapa variabel, atau


(5)

diharapkan setiap variabel memiliki faktor loadings signifikan hanya dengan sedikit faktor, atau kalau mungkin dengan sebuah faktor. Rotasi tidak berpengaruh terhadap komunalitas dan persentase total varians yang dijelaskan. Namun demikian, rotasi berpengaruh terhadap persentase varians dari setiap faktor. Beberapa metode rotasi yang bisa digunakan adalah orthogonal rotation, varimax rotation, dan oblique rotation.

Orthogonal rotation adalah kalau sumbu dipertahankan tegak lurus sesamanya (bersudut 90 derajat). Yang paling banyak digunakan adalah varimax rotation, yaitu rotasi orthogonal dengan meminimumkan banyaknya variabel yang memiliki loadings tinggi pada sebuah faktor, sehingga lebih mudah menginterpretasi faktor. Rotasi orthogonal menghasilkan faktor-faktor yang tidak berkorelasi. Oblique rotation adalah jika sumbu-sumbu tidak dipertahankan harus tegak lurus sesamanya (bersudut 90 derajat) dan faktor-faktor berkorelasi. Kadang-kadang mentoleransi korelasi antar faktor-faktor bisa menyederhanakan matriks pola faktor. Oblique rotation harus dipergunakan kalau faktor dalam populasi berkorelasi sangat kuat.

6. Membuat interpretasi hasil rotasi terhadap faktor

Interpretasi dipermudah dengan mengidentifikasi variabel yang loadingnya besar pada faktor yang sama. Faktor tersebut kemudian dapat diinterpretasikan menurut variabel-variabel yang memiliki loading tinggi dengan faktor tersebut. Cara lain yang bias digunakan adalah melalui pivot variabel dengan faktor loading sebagai koordinat. Variabel yang berada pada akhir sebuah sumbu adalah variabel yang memiliki loading tinggi hanya pada faktor yang bersangkutan, sehingga bias digunakan untuk mengiterpretasi faktor. Variabel yang berada di dekat titik origin memiliki loading yang rendah terhadap kedua faktor. Variabel yang tidak berada di dekat sumbu mengindikasi bahwa variabel tersebut berkorelasi dengan kedua faktor. Jika sebuah faktor tidak bias secara jelas didefinisikan dalam batas variabel awalnya, maka disebut faktor umum.


(6)

7. Menentukan ketepatan model (model fit)

Langkah terakhir dalam analisis faktor adalah menentukan ketepatan model (model fit). Asumsi dasar yang digunakan dalam analisis faktor adalah korelasi terobservasi dapat menjadi atribut dari faktor atau komponen. Untuk itu, korelasi terobservasi dapat direproduksi melalui estimasi korelasi antara variabel terhadap faktor. Selisih antara korelasi dari data observasi dengan korelasi reproduksi dapat digunakan dengan mengukur ketepatan model. Selisih tersebut sebagai residuals. Jika banyak residual yang besar (residual > 0.05), berarti model faktor yang dihasilkan tidak tepat sehingga model perlu dipertimbangkan kembali.