Hubungan Konsumsi Fast Food dan Soft Drink terhadap Siswa Obesitas dan Tidak Obesitas di SMAN 4 Medan

6

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1.

Obesitas

2.1.1. Defenisi Obesitas
Obesitas atau yang biasa dikenal sebagai kegemukan, merupakan suatu
masalah yang cukup merisaukan di kalangan remaja. Obesitas atau kegemukan terjadi
pada saat badan menjadi gemuk (obese) yang disebabkan penumpukan jaringan
adipose secara berlebihan. Jadi obesitas adalah keadaan dimana seseorang memiliki
berat badan idealnya yang disebabkan terjadinya penumpukan lemak di tubuhnya
(Proverawati, 2010). Obesitas biasa disebut dalam bahasa awam sebagai kegemukan
atau berat badan yang berlebih sebagai akibat penimbunan lemak tubuh yang
berlebihan. Permasalahan ini terjadi hampir di seluruh dunia dengan prevalensi yang
semakin meningkat, baik di negara-negara maju ataupun negara berkembang,
termasuk Indonesia (Depkes Poltekes, 2010). Kegemukan tidak terjadi secara instan,
tetapi perlahan-lahan berdasarkan jumlah cadangan lemak yang terus bertambah
karena cadangan lemak tersebut tidak digunakan untuk beraktivitas. Pada awalnya,

sering tidak disadari bahwa gaya hidup seseorang terutama pola makanlah yang
paling memicu terjadinya kegemukan. Ketika konsumsi kalori tersebut tidak
seimbang dengan yang dibutuhkan oleh tubuh maka tidak akan menjadi masalah.
Namun sebaliknya, jika seseorang mengonsumsi makanan atau minuman dengan
jumlah kalori yang lebih besar dari yang dibutuhkan, kalori tersebut akan disimpan
dalam tubuh sebagai cadangan energi. Apabila menumpuk dalam jumlah yang
berlebih tubuh akan menyebabkan terjadinya kegemukan (Mumpuni & Wulandari,
2010).

2.1.2. Tipe Obesitas
Tipe

kegemukan

ada

bermacam-macam.

Secara


umum

dibedakan

berdasarkan bentuk tubuh dan berdasarkan sel lemak. Berikut ini uraian lebih
detailnya (Mumpuni & Wulandari, 2010).

Universitas Sumatera Utara

7

Tipe kegemukan berdasarkan bentuk tubuh :
1. Kegemukan tipe buah apel
Pada pria yang mengalami kegemukan tipe buah apel, biasanya menyimpan
lemak dibawah kulit dinding perut dan di rongga perut sehingga gemuk di perut dan
mempunyai bentuk tubuh seperti buah apel (apple type) . Kegemukan tipe buah apel
ini sering pula disebut kegemukan sentral atau terpusat karena lemak banyak
terkumpul di rongga perut dan karena banyak terdapat pada laki-laki disebut juga
sebagai kegemukan tipe android.
2. Tipe buah pir

Kelebihan lemak pada perempuan disimpan di bawah kulit bagian daerah
pinggul dan paha sehingga tubuh berbentuk seperti buah pir (pear type). Kegemukan
tipe buah pir ini juga disebut sebagai kegemukan perifer karena lemak berkumpul di
pinggir tubuh, yaitu di pinggul dan paha. Oleh karena tipe ini banyak terdapat pada
perempuan juga sebagai kegemukan tipe perempuan atau kegemukan tipe gynoid.
(Mumpuni & Wulandari, 2010).

2.1.3. Penyebab Obesitas
Secara ilmiah, obesitas terjadi akibat mengkonsumsi kalori lebih banyak dari
yang diperlukan tubuh. Meskipun penyebab utamanya belum diketahui, namun
obesitas pada remaja terlihat cenderung kompleks, multifaktorial, dan berperan
sebagai pencetus terjadinya penyakit kronis dan degeneratif. Faktor resiko yang
berperan terjadinya obesitas antara lain adalah sebagai berikut:

1. Faktor genetik
Obesitas cenderung untuk diturunkan, sehingga diduga memiliki penyebab
genetik. Tetapi anggota keluarga tidak hanya berbagi gen, tetapi juga makanan dan
kebiasaan gaya hidup, yang bias mendorong terjadinya obesitas. Seringkali sulit
untuk memisahkan faktor gaya hidup dengan faktor genetik. Penelitian menunjukkan


Universitas Sumatera Utara

8

bahwa rata-rata faktor genetik memberikan kontribusi sebesar 33% terhadap berat
badan seseorang.
2. Faktor lingkungan
Gen merupakan faktor penting dalam timbulnya obesitas, namun lingkungan
seseorang juga memegang peranan yang cukup penting. Yang termasuk lingkungan
dalam hal ini adalah prilaku atau pola gaya hidup, misalnya apa yang dimakan dan
berapa kali seseorang makan, serta bagaimana aktifitasnya setiap hari. Seseorang
tidak dapat mengubah pola genetiknya namun dapat mengubah pola makan dan
aktifitasnya.
3. Faktor psikososial
Apa yang ada dalam pikiran seseorang dapat mempengaruhi kebiasaan
makannya. Banyak orang yang memberikan reaksi terhadap emosinya dengan
makan.Salah satu bentuk gangguan emosi adalah persepsi diri yang negative.
Gangguan emosi ini merupakanmasalah serius pada wanita muda penderita obesitas,
dan dapat menimbulkan kesadaran berlebih tentangkegemukannya serta rasa tidak
nyaman dalam pergaulan bersosial.

4.

Faktor kesehatan
Obat-obatan juga dapat mengakibatkan terjadinya obesitas, yaitu obat-obatan

tertentu seperti steroid dan beberapa anti depresant, dapat menyebabkan penambahan
berat badan.
5. Faktor perkembangan
Penambahan ukuran atau jumlah sel-sel lemak menyebabkan bertambahnya
jumlah lemak yang disimpan dalam tubuh. Penderita obesitas, terutama yang menjadi
gemuk pada masa kanak-kanak, dapat memiliki sel lemak sampai lima kali lebih
banyak dibandingkan dengan orang dengan berat badan normal. Jumlah sel-sel lemak
tidak dapat dikurangi, oleh karena itu penurunan berat badan hanya dapat dilakukan
dengan cara mengurangi jumlah lemak dalam setiap sel.
6. Aktivitas fisik

Universitas Sumatera Utara

9


Seseorang dengan aktivitas fisik yang kurang dapat meningkatkan prevalensi
terjadinya obesitas. Orang-orang yang kurang aktif memerlukan kalori dalam jumlah
sedikit dibandingkan orang dengan aktivitas tinggi. Seseorang yang hidupnya kurang
aktif (sedentary life) atau tidak melakukan aktivitas fisik yang seimbang dan
mengkonsumsi makanan yang tinggi lemak, akan cenderung mengalami obesitas
(Proverawati, 2010).

2.1.4. Obesitas dikalangan Remaja
Di kalangan remaja, obesitas merupakan permasalahan yang merisaukan,
karena dapat menurunkan rasa percaya diri seseorang dan menyebabkan gangguan
psikologis yang serius. Belum lagi kemungkinan diskriminasi dari lingkungan sekitar.
Dapat dibayangkan jika obesitas terjadi pada remaja, maka remaja ersebut akan
tumbuh menjadi remaja yang kurang percaya diri (Depkes Poltekes, 2010). Di
kalangan perempuan, kegemukan adalah kondisi yang layak dihindari dan sekaligus
ditakuti. Kegemukan sering membuat perempuan “menyiksa diri” dengan tidak
makan sebagaimana mestinya, tanpa memperhatikan ketentuan, dan aturan kesehatan.
Akhirnya, bukan berat badan ideal yang didapatkan, tetapi justru berakibat sakit dan
kondisi tubuh yang tidak prima. Sebenarnya di kalangan laki-laki juga muncul
kekhawatiran dan kecemasan yang sama seperti perempuan. Namun karena laki-laki
yang “tidak heboh” seperti perempuan maka keluhan-keluhan mereka tentang

kegemukan sepertinya tertutupi. Berbeda dengan perempuan yang lebih sering
mengeluh

dan

panik

atas

kegemukan

yang

dialaminya

(Mumpuni

&

Wulandari,2010). Remaja sering kurang nyaman dengan pertumbuhan yang pesat

tersebut, sedangkan di sisi lain mereka ingin berpenampilan seperti pada umumnya
teman sebayanya atau idolanya. Sebagian dari mereka mungkin sedang menyiapkan
diri mereka untuk melakukan aktivitas seperti sebagai model, entertainer,
dancer,gymnast dan kegiatan olah raga lainnya, yang mengharuskan mereka
mengatur berat badan mereka. Sehingga remaja sangat rentan terhadap gangguan
makan, seperti halnya remaja perempuan yang melakukan diet yang sebenarnya tidak
perlu dilakukan, atau pada remaja laki-laki yang memakai makanan suplemen agar
ototnya tumbuh seperti orang dewasa (Proverawati,2010).

Universitas Sumatera Utara

10

2.2.

Remaja
Remaja berasal dari kata adolesence yang berarti tumbuh atau tumbuh

menjadi dewasa. Istilah adolensence mempunyai arti yang mencakup kematangan
mental, emosional sosial dan fisik. Masa remaja didefinisikan sebagai periode

antara umur 11-21 tahun dan merupakan masa perkembangan remaja menjadi
dewasa dari segi biologis, emosi, sosial dan kognitif. Perkembangan psikososial
dapat berdampak positif terhadap peningkatan perilaku sehat seperti konsumsi
makanan sehat, aktivitas fisik dan gaya hidup sehat secara umum. Perkembangan
psikososial juga sering menjadi penyebab utama perubahan perilaku makan
seperti makan berlebih, suplemen non gizi, penggunaan zat gizi diluar kebiasaan
serta mengadopsi diet sesuai kesukaan pada makanan (Hurlock, 2009).
Menurut Brown et al (2005), remaja mempunyai tiga tahap perkembangan,
yaitu :
a. Remaja awal (early adolescent), usia 11-14 tahun;
b. Remaja madya/tengah (middle adolescent), usia 15-17 tahun;
c. Remaja akhir (late adolescent), usia 18-21 tahun.
Setiap orang memiliki gaya hidup dan pola makan masing-masing yang
dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain keluarga dan lingkungan. Sewaktu
kecil peran orang tua sangat dominan dalam menentukan kandungan gizi dan pola
makan anak. Usia remaja anak mulai menentukan sendiri makanan yang
disukanya dan sering tanpa memperhitungkan aspek gizi (Wahlqvist, 2012).

2.3.


Pola Makan Remaja
Pola makan atau pola konsumsi pangan merupakan susunan jenis dan

jumlah pangan yang dikonsumsi seseorang atau kelompok orang pada waktu
tertentu (Baliwati et al., 2004). Berdasarkan hasil penelitian Frank yang dikutip
oleh Moehyi (2004), mengatakan bahwa ada hubungan antara kebiasaan makan
remaja dengan ukuran tubuhnya. Makan siang dan makan malam remaja

Universitas Sumatera Utara

11

menyediakan 60% dari intake kalori, sementara makanan jajanan menyediakan
kalori 25%. Remaja dengan gizi berlebih ternyata akan sedikit makan pada waktu
pagi dan lebih banyak makan pada waktu siang dibandingkan dengan remaja
kurus pada umur yang sama. Anak sekolah 13terutama pada masa remaja
tergolong pada masa pertumbuhan dan perkembangan baik fisik maupun mental
serta peka terhadap rangsangan dari luar. Konsumsi makanan merupakan salah
satu faktor penting yang turut menentukan potensi pertumbuhan dan
perkembangan remaja (Nurlela, 2015).


2.3.1. Pola Makan Seimbang
Untuk hidup dan meningkatkan kualitas hidup, setiap orang memerlukan
zat gizi yaitu karbohidrat, protein, lemak, vitamin, mineral dan air dalam jumlah
yang cukup. Ragam pangan yang dikonsumsi harus dapat memenuhi tiga fungsi
makanan atau yang dikenal tri guna makanan yaitu zat tenaga (karbohidrat) zat
pembangun (protein) dan zat pengatur (vitamin dan mineral). Untuk dapat
mencukup pangan yang dikonsumsi sehari-hari harus beraneka ragam karena
konsumsi pangan yang beraneka ragam dapat melengkapi kekurangan zat gizi
pada pangan lain sehingga diperoleh masukan zat gizi yang seimbang. Pola makan
seimbang adalah pangan yang dikonsumsi harus memenuhi kualitas maupun
kuantitas dan terdiri dari sumber karbohidrat, sumber protein hewani dan nabati,
penambah citarasa/pelarut vitamin serta sumber vitamin dan mineral (Depkes,
2004).
Adapun zat gizi seimbang yaitu (Depkes, 2004):
a.

Karbohidrat

Merupakan salah satu sumber energi bagi tubuh dalam melakukan
aktivitas fisik. Bahan makanan yang mengandung karbohidrat adalah nasi, mie,
sagu, gandum, ubi dan singkong. Untuk melakukan aktivitas fisik secara teratur,

Universitas Sumatera Utara

12

secara umum manusia membutuhkan pengkonsumsian karbohidrat sebesar 275
gram/hari (Depkes,2004)
b.

Protein

Protein merupakan zat gizi yang sangat penting, karena paling erat
hubungannya dengan proses-proses kehidupan. Fungsi protein untuk tubuh adalah
sebagai zat pembangunan, pertumbuhan, pemeliharaan jaringan, menggantikan sel
mati, pertahanan tubuh dan salah satu sumber utama energi. Bahan makanan yang
mengandung protein adalah daging, ayam, telur, ikan, udang, kerang dan susu.
Untuk melakukan aktivitas fisik secara teratur, secara umum manusia
membutuhkan pengkonsumsi protein sebesar 150 gram/hari (Depkes,2004).
c.

Lemak

Lemak merupakan sekelompok ikatan organik yang terdiri atas unsur
karbon, hidrogen dan oksigen. Fungsi lemak dalam tubuh adalah sebagai
cadangan energi dalam bentuk jaringan lemak yang tertimbun di tempat-tempat
tertentu. Untuk melakukan aktivitas fisik secara teratur, secara umum manusia
membutuhkan pengkonsumsian lemak sebesar 25 gram/hari (Depkes,2004).
d.

Vitamin

Vitamin merupakan zat gizi yang diperlukan oleh tubuh dalam jumlah
kecil dan harus didatangkan dari luar, karena tidak dapat disintesis dalam tubuh.
Terdapat dua jenis vitamin, yaitu vitamin yang larut dalam lemak (A, D, E, K) dan
vitamin yang larut dalam air (C, B1, B2, asam nikotinat, piridoksin, biotin, B5,
folasin, sianokobalamin). Bahan makanan yang mengandung vitamin adalah
sayur-sayuran dan buah-buahan. Untuk melakukan aktivitas fisik secara teratur
sebesar 250 gram/hari (Depkes,2004).
e.

Mineral

Mineral merupakan zat gizi yang dibutuhkan tubuh untuk memperlancar
zat gizi, mengatur keseimbangan dan mengatur suhu tubuh. Untuk memenuhi

Universitas Sumatera Utara

13

fungsi diatas, manusia membutuhkan sekurang-kurangnya 2 liter atau 8 gelas
setiap harinya (Depkes,2004).

2.3.2. Pedoman Umum Gizi Seimbang (PUGS)
Piramida makanan digunakan sebagai pedoman untuk memilih makanan
secara kuantitatif dengan tujuan untuk memenuhi gizi seimbang, sebagai modal
untuk pertumbuhan optimal dan mengurangi resiko terjadinya penyakit kronis.
Adapun 10 pesan dasar gizi seimbang dalam PUGS (Depkes, 2014):
a.

Syukuri dan nikmati anekaragam makanan;

b.

Banyak makan sayuran dan cukup buah-buahan;

c.

Biasakan mengonsumsi lauk pauk yang mengandung
protein tinggi;

d.

Biasakan mengonsumsi anekaragammakanan pokok;

e.

Batasi konsumsi pangan manis, asin dan berlemak;

f.

Biasakan sarapan;

g.

Biasakan minum air putih yang cukup dan aman;

h.

Biasakan membaca label pada kemasan pangan;

i.

Cuci tangan pakai sabun dengan air bersih mengalir;

j.

Lakukan aktivitas fisik yang cukup dan pertahankan berat
badan normal.

Universitas Sumatera Utara

14

2.4.

Fast Food
Suatu makanan cepat saji ditandai dengan biaya rendah, ukuran porsi yang

besar dan makanan padat energi yang mengandung tinggi kalori dan tinggi lemak
(Sharkey JR dkk., 2011). Secara umum produk fast food dapat dibedakan menjadi
dua, yaitu produk fast food yang berasal dari barat dan lokal. Fast food yang
berasal dari barat sering juga disebut fast food modern. Makanan yang disajikan
pada umumnya berupa hamburger, pizza, dan sejenisnya. Sedangkan fast food
lokal sering juga disebut dengan istilah fast food tradisional seperti warung tegal,
restoran padang, warung sunda (Hayati, 2010). Kehadiran makanan cepat saji
dalam industri makanan di Indonesia juga bisa mempengaruhi pola makan kaum
remaja di kota. Khususnya bagi remaja tingkat menengah ke atas, restoran
makanan cepat saji merupakan tempat yang tepat untuk bersantai. Dengan
manajemen yang handal dan juga dilakukannya terobosan misalnya pelayanan
yang praktis, desain interior restoran dibuat rapi, menarik dan bersih tanpa
meninggalkan unsur kenyamanan, serta rasanya yang lezat membuat mereka yang
sibuk dalam pekerjaanya memilih alternatif untuk mengkonsumsi jenis fast food,
karena lebih cepat dan juga mengandung gengsi bagi sebagian golongan
masyarakat. Ketidakseimbangan zat gizi dalam tubuh dapat terjadi jika fast food
dijadikan sebagai pola makan setiap hari (Nurlela, 2015).

2.5.

Soft Drink

2.5.1. Definisi Soft Drink
Soft drink adalah minuman yang tidak mengandung alkohol, merupakan
minuman olahan dalam bentuk bubuk atau cair yang mengandung bahan makanan
dan atau bahan tambahan lainnya baik alami maupun sintetik yang dikemas dalam
kemasan siap untuk dikonsumsi. Minuman ringan terdiri dari dua jenis, yaitu:
minuman ringan dengan karbonasi (carbonated soft drink) dan minuman ringan
tanpa karbonasi. Soft drink berkarbonasi adalah minuman yang dibuat dengan

Universitas Sumatera Utara

15

mengabsorpsikan karbondioksida ke dalam air minum. Minuman ringan tanpa
karbonasi adalah minuman selain minuman ringan dengan karbonasi. Kopi, teh,
milkshake, susu, coklat panas, dan tap water tidak termasuk dalam kategori soft
drink (Nurlela,2015)

2.5.2. Kandungan Soft Drink
Berikut bahan-bahan yang terkandung dalam soft drink :
1.

Air

Air merupakan kandungan terbesar di dalam soft drink, yaitu 90%. Air
yang digunakan harus mempunyai kualitas tinggi, yaitu: jernih, tidak berbau, tidak
berwarna, bebas dari organisme yang hidup dalam air, alkalinitasnya