Gambaran Karakteristik Anak yang Menderita Invaginasi di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan Tahun 2011- 2014

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Invaginasi
2.1.1 Definisi
Invaginasi merupakan suatu keadaan yang mengenai bagian saluran cerna
dimasuki oleh segmen bagian bawahnya sehingga menimbulkan obstruksi
intestinum.

2.1.2. Epidemiologi
Invaginasi merupakan penyebab obstruksi intestinum dijumpai pada umur
antara 3 bulan sampai 6 tahun, kelainan ini jarang pada anak < 3 bulan dan
frekuensi menurun setelah 36 bulan. Insiden bervariasi dari 1-4 per 1.000
kelahiran hidup dengan perbandingan laki-laki berbanding perempuan adalah 4:1

2.1.3. Etiologi
Penyebab pasti invaginasi belum diketahui, diperkirakan terjadinya
invaginasi akibat infeksi adenovirus, perubahan cuaca atau perubahan pola makan.
Sedangkan pada orang dewasa 5-10% penderita dapat dikenali hal-hal pendorong
untuk terjadinya invaginasi, seperti apendiks yang terbalik, divertikulum
Meckelli, polip usus, atau kistik fibrosis.

Pada sumber lain menjelaskan bahwa etiologi invaginasi terbagi dua :
1. Idiophatic
Menurut kepustakaan 90 – 95 % invaginasi pada anak dibawah
umur satu tahun tidak dijumpai penyebab yang spesifik sehingga
digolongkan sebagai “infatile idiophatic intussusceptions”. Pada waktu
operasi hanya ditemukan penebalan dari dinding ileum terminal berupa
hyperplasia jaringan follikel submukosa yang diduga sebagai akibat
infeksi virus. Penebalan ini merupakan titik awal (lead point) terjadinya
invaginasi.

Universitas Sumatera Utara

2. Kausal
Pada penderita invaginasi yang lebih besar (lebih dua tahun)
adanya kelainan usus sebagai penyebab invaginasi seperti : inverted
Meckel’s diverticulum, polip usus, leiomioma, leiosarkoma, hemangioma,
blue rubber blep nevi, lymphoma, duplikasi usus.
Gross mendapatkan titik awal invaginasi berupa : divertikulum
Meckel, polip,duplikasi usus dan lymphoma pada 42 kasus dari 702 kasus
invaginasi anak.

Ein’s dan Raffensperger, pada pengamatannya mendapatkan
“Specific leading points” berupa eosinophilik, granuloma dari ileum,
papillary lymphoid hyperplasia dari ileum hemangioma dan perdarahan
submukosa karena hemophilia atau Henoch’s purpura. Lymphosarcoma
sering dijumpai sebagai penyebab invaginasi pada anak yang berusia
diatas enam tahun.
Invaginasi dapat juga terjadi setelah laparotomi, yang biasanya
timbul setelah dua minggu pasca bedah, hal ini terjadi akibat gangguan
peristaltik usus, disebabkan manipulasi usus yang kasar dan lama, diseksi
retroperitoneal yang luas dan hipoksia lokal.

2.1.4. Klasifikasi
Berdasarkan lokasi dibagi dalam 5 tipe, yaitu:
1. Ileo-ileal
2. Ileo-colica
3. Ileo-ileocolica
4. Colo-colica
5. Appendical-colica
2.1.5. Manifestasi Klinis
Pada kasus-kasus yang khas, nyeri kolik hebat yang timbul mendadak,

hilang timbul, sering muncul dan disertai dengan rasa sakit yang menggelisahkan
serta menangis keras pada anak yang sebelumnya sehat. Pada awalnya, bayi

Universitas Sumatera Utara

mungkin dapat berhenti menangis tetapi jika invaginasi tidak cepat ditangani bayi
menjadi semakin lemah dan lesu. Akhirnya terjadi keadaan seperti syok dengan
kenaikan suhu tubuh sampai 41 C, nadi menjadi lemah-kecil, pernafasan menjadi
dangkal, dan nyeri dengan suara rintihan. Muntah terjadi pada kebanyakan kasus
dan biasanya pada bayi lebih sering pada fase awal. Pada fase lanjut, muntah
disertai dengan empedu. Tinja dengan gambaran normal dapat dikeluarkan pada
beberapa jam pertama setelah timbul gejala kemudian pengeluaran tinja sedikit
bahkan tidak ada, dan flatus jarang atau tidak ada. Darah umumnya keluar pada 12
jam pertama, tetapi kadang-kadang tidak keluar sampai 1-2 hari. Didapati bahwa
60% bayi mengeluarkan tinja bercampur darah berwarna merah serta mukus.

2.1.6. Patologi
Invaginasi yang paling sering terjadi adalah ileo-colica, diikuti ileoileocolica, colo-colica, dan appendical-colica. Bagian atas usus yang disebut
intususeptum mengalami invaginasi ke bawah, intususipiens sambil menarik
mesentriumnya bersama-sama memasuki lumen yang pembungkusnya. Pada

mulanya terdapat suatu konstriksi mesentrium sehingga menghalangi aliran balik
vena, selanjutnya terjadi pembengkakan akibat edema dan perdarahan mukosa
yang menghasilkan tinja mengandung darah, kadang–kadang mengandung mukus
(lendir). Pada beberapa kasus invaginasi dapat mengenai hingga kolon tranversum
desendens dan sigmoid bahkan ke anus pada kasus yang tidak ditangani. Setelah
invaginasi ditatalaksana, maka bagian usus akan terlihat edema dan menebal,
sering disertai lekukan pada permukaan serosa yang menggambarkan asal dari
kerusakan tersebut. Kebanyakan invaginasi tidak menimbulkan strangulasi usus
dalam 24 jam pertama, tetapi selanjutnya mengakibatkan gangren usus dan syok.

Universitas Sumatera Utara

Gambar 1. Gambar skematis anatomi dari invaginasi
2.1.7. Diagnosis
Untuk

menegakkan

diagnosis


invaginasi

dilakukan

anamnese,

pemeriksaan fisik, rontgen, dan reposisi enema barium :
1. Anamnesa
Dengan keluarga mengetahui gejala-gejala yang timbul dari riwayat
pasien sebelum timbulnya gejala, misalnya sebelum sakit, anak memiliki riwayat
dipijat, diberi makanan padat pada umur anak dibawah 4 bulan.

2. Pemeriksaan fisik
Pada inspeksi sulit sekali membedakan prolapsus rektum dari invaginasi.
Pada invaginasi didapati invaginatum bebas dari dinding anus, sedangkan
prolapsus berhubungan secara sirkuler dengan dinding anus.
Pada palpasi teraba sausage shape, suatu massa yang posisinya mengikuti
garis usus colon ascendens sampai ke sigmoid dan rektum. Massa tumor sukar
diraba bila berada di belakang hepar atau pada dinding yang tegang.
Pada perkusi pada tempat invaginasi terkesan suatu rongga kosong.

Pada auskultasi bising usus terdengar meninggi selama serangan kolik
menjadi normal kembali saat tidak terjadi serangan.

Universitas Sumatera Utara

Bila invaginasi panjang hingga ke daerah rektum pada pemeriksaan colok
dubur akan teraba ujung invaginasi seperti porsio uterus disebut pseudoporsio.
Pada sarung tangan terdapat lendir dan darah.

3. Pemeriksaan Rontgen
Foto polos abdomen dapat memperlihatkan padatan di daerah invaginasi.
Rontgen dilakukan dalam 2 arah, posisi supine dan lateral dekubitus kiri. Posisi
lateral dekubitus kiri, dimana posisi pasien yang dibaringkan dengan bagian kiri di
atas meja dan sinar dari arah mendatar. Dengan posisi ini, selain untuk
mengetahui invaginasi juga dapat mendeteksi adanya perforasi. Gambaran X-ray
pada invaginasi ileo-colica memperlihatkan daerah bebas udara yang fossa iliaca
kanan karena terisi massa. Pada invaginasi tingkat lanjut kelihatan air fluid levels.

A


B

Gambar 2. Foto polos abdomen; A, tampak bayangan massa (tanda panah)
merupakan bagian usus yang masuk ke lumen usus proksimal. B, invaginasi
lanjut, sudah tampak tanda-tanda obstruksi.

Universitas Sumatera Utara

4. Reposisi Barium Enema
Reposisi hidrostatik dengan cara memasukkan barium melalui anus
menggunakan kateter dengan tekanan hidrostatik tidak boleh melewati satu meter
air dan tidak boleh dilakukan pengurutan atau penekanan manual di perut sewaktu
dilakukan reposisi hidrostatik, reposisi barium enema ini dapat dilakukan
bersamaan pemeriksaan rontgen dilakukan, namun dengan syarat keadaan umum
mengizinkan, tidak ada gejala dan tanda rangsangan peritoneum, anak tidak
toksik, dan tidak terdapat obstruksi tinggi. Pengelolaan berhasil jika barium
terlihat memasuki ileum.

A


B

Gambar. 3. A, Colon in loop pada invaginasi, bagian usus masuk hingga leksura
lienalis, B.Invaginasi di daerah colon ascenden.

Universitas Sumatera Utara

2.1.8. Penatalaksaan
Pengobatan dilakukan secara operatip maupun non operatip. Pengobatan
non operatip invaginasi dengan barium enema pada anak tanpa komplikasi sampai
saat ini masih dipertentangkan.

Pengobatan Non Operatip, Dengan Ba- Enema (Teknik Reduksi Hidrostatik)
Tahap-tahapan sebagai berikut:
1. Paling efektif bila dilakukan pada penderita invaginasi yang belum lebih
dari 12-24 jam dari gejala awal.
2. Resposisi dengan Ba-enema dilakukan oleh dokter radiologi bersamasama dokter bedah.
3. Digunakan keteter balon, umumnya ukuran 16 Fr, dibasahi/dilembabkan
dengan air.
4. Kemudian dimasukkan ke dalam rektum tanpa lubrikasi, balon

dikembungkan dibawah tuntunan fluoroskopik.
5. Kateter ditarik sedikit dan dipertahankan agar Barium tidak keluar. Hal
tersebut bertujuan untuk membuat kedap air yang sangat penting untuk
keberhasilan tehnik reduksi hidrostatik tersebut.
6. Barium ditempatkan kira-kira 1 meter di atas meja penderita.
7. Selama pemeriksaan tersebut tidak boleh diberikan tekanan pada
abdomen dan juga tidak boleh dilakukan palpasi abdomen, karena dapat
meningkatkan tekanan dalam usus dan bahaya perforasi. Kemudian
Barium dimasukkan, tekanan hidrostatik dipertahankan. Jika setelah
dilakukan tekanan hidrostatik dilakukan selama 10 menit dan ternyata
tidak ada kemajuan, dilakukan pemeriksaan ulang. Biasanya dapat diulang
sampai 2 atau 3 kali.
8. Jika ada kemajuan, maka tekanan hidrostatik di pertahankan meskipun
kemajuan sedikit.
9. Dikatakan tereduksi sempurna bila terdapat refluks Barium yang
signifikan/cukup ke dalam ileum.

Universitas Sumatera Utara

10. Kemudian dibuat foto post evakuasi Barium. Keberhasilan reposisi

dengan tekanan hidrostatik ditandai dengan:
1. Pengisian Barium yang penuh pada caecum sampai ileum
terminal
2. Hilangnya massa di perut yang sebelumnya teraba
3. Nyeri perut menghilang
4. Keluarnya Barium disertai feces dan flatus pada proses evakuasi
dari Barium
5. Membaiknya keadaan klinis dari penderita Reposisi tersebut di
atas dikatakan gagal bila:
1. Dalam 2-3 kali usaha reposisi tak berhasil
2. Hanya sebagian saja usus yang tereposisi. Sedangkan
kontra indikasi pengobatan invaginasi dengan Barium
enema adalah:
a. Adanya rangsangan peritoneum yang ditandai
dengan defance musculair, nyeri, nadi cepat, panas
dan lekositosis akibat nekrosis usus, perforasi atau
toksik.
b. Pada foto polos abdomen ada gambaran ileus
obstruksi.
c. Distensi abdomen.

d. Rontgen terdapat udara bebas atau cairan bebas
dalam rongga abdomen.
e. Umur penderita lebih dari 14 tahun.
f. Timbulnya gejala invaginasi telah lebih dari 24
jam.
g. Keadaan umum penderita sangat jelek
Angka keberhasilan pengobatan dengan tekanan hidrostatik ini berkisar
antara 50 - 95%. Keuntungan pengobatan dengan tekanan hidrostatik tersebut
adalah morbiditasnya kecil, komplikasi akibat pembiusan dan pembedahan dapat
dihindarkan, serta proses penyembuhan lebih cepat dan ringan, perawatan menjadi

Universitas Sumatera Utara

lebih cepat, biaya lebih murah. Sedangkan kerugiannya adalah angka terulang
kembali lebih tinggi, adanya penyebab invaginasi yang kecil tidak terlihat, pada
jenis ileo-ileocolica dan ileo-colica dapat tereponir sedangkan bagian ileo-ileal tak
tereponir oleh karena adanya ileo-caecal valve, kehilangan waktu yang baik untuk
operasi pada kegagalan reposisi atau pada reposisi yang tak sempurna.

Pengobatan Secara Operatif
Dilakukan pengobatan secara operatif bila:
1. Reposisi dengan Ba-enema gagal
2. Terjadi invaginasi yang berulang
3. Terdapat penyebab invaginasi yang spesifik
4. Terdapat nekrosis usus, perforasi atau peritonitis
5. Umur penderita lebih dari 1 tahun

Pengobatan secara operatif mempunyai 2 tujuan, yaitu
1. Sebagai terapi definitif
2. Untuk mengurangi residif
Pada pengobatan secara operatif reposisi dilakukan dengan milking ke
proksimal secara gentle dan membutuhkan kesabaran. Bila reposisi gagal atau
usus nekrosis, dilakukan reseksi dan dilakukan penyambungan usus secara end to
end. Bila keadaan umum jelek, dilakukan reseksi usus, kemudian diikuti dengan
double enterostomi secara Mikulicz.

2.1.9. Komplikasi
Komplikasi yang sering terjadi adalah dehidrasi, obstruksi, nekrosis,
perforasi, peritonitis, wound dehiscens, diare, fecal fistula dan recurrent
idiopathic intussusception.

Universitas Sumatera Utara

2.1.10. Prognosis
Angka terjadinya kembali pada pasien mencapai 5% bila dilakukan
reduksi hidrostatik dan 2% bila dilakukan pembedahan.

Universitas Sumatera Utara