GADGET DAN PERILAKU SANTRI DALAM KEHIDUPAN BERINTERAKSI.

(1)

GADGET

DAN PERILAKU SANTRI DALAM KEHIDUPAN

BERINTERAKSI

(Studi Kasus Di Pondok Pesantren Al-Muhajirin Dusun Panjer Desa Tunggal Pager Kecamatan Pungging Kabupaten Mojokerto)

SKRIPSI

Diajukan Kepada Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Ilmu Sosial

(S. Sos) dalam Bidang Sosiologi

Oleh:

SITI NUR AININ

NIM. B35211077

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL SURABAYA

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

J U R U S A N I L M U S O S I A L

PROGRAM STUDI SOSIOLOGI


(2)

(3)

(4)

(5)

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii

PENGESAHAN TIM PENGUJI ... iii

MOTTO ... iv

PERSEMBAHAN ... v

PERNYATAAN PERTANGGUNG JAWABAN PENULISAN SKRIPSI ... vi

ABSTRAK ... vii

KATA PENGANTAR ... viii

DAFTAR ISI ... x

DAFTAR TABEL ... xii

DAFTAR GAMBAR ... xiii

BAB I : PENDAHULUAN... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Rumusan Masalah ... 5

C. Tujuan Penelitian ... 6

D. Manfaat Penelitian ... 6

E. Definisi Konseptual ... 8

F. Telaah Pustaka ... 13

G. Metode Penelitian ... 19

1. Pendekatan dan Jenis Penelitian ... 19

2. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 21

3. Pemilihan Subyek Penelitian ... 22

4. Tahap-Tahap Penelitian ... 23

5. Teknik Pengumpulan Data ... 26

6. Teknik Analisis Data ... 29

7. Teknik Pemeriksaan Keabsahan Data ... 31

H. Sistematika Pembahasan ... 33

BAB II : KONFLIK DALAM PERSPEKTIF DAHRENDORF ... 36


(6)

BAB III :GADGET DAN PERILAKU SANTRI DALAM KEHIDUPAN BERINTERAKSI DI PONDOK PESANTREN AL-MUHAJIRIN . A. Pondok Pesantren Al-Muhajirin Desa Tunggal Pager

Kecamatan Pungging Kabupaten Mojokerto ... 48

1. Keadaan Geografis Pesantren Sebelum Masuknya Gadget ... 48

2. Batas Wilayah Pondok Pesantren Al-Muahajirin ... 49

3. Keadaan Demografi Pondok Pesantren Al-Muhajirin ... 50

B. Perilaku Santri Dalam Penggunaan Gadget ... 57

1. Perilaku Santri Dalam Penggunaan Gadget di Lingkungan Pondok Pesantren Al-Muhajirin Desa Tunggal Pager ... 57

a. Tahap Terjadinya Penggunaan Gadget di Pesantren .... 57

b. Faktor Penyebab Perilaku Santri Dalam Penggunaan Gadget di Lingkungan Pesantren Al-Muhajirin ... 67

C. Tujuan Santri Dalam Penggunaan Gadget di Lingkungan Pondok Pesantren Al-MuhajirinDesa Tunggal Pager ... 72

D. Dampak Penggunaan Gadget Bagi Perilaku Santri Dalam Kehidupan Berinteraksi Di Pondok Pesantren Al-Muhajirin Desa Tunggal Pager ... 77

E. Gadget dan Perilaku Santri Dalam Kehidupan Berinteraksi Dilihat Dari Kacamata Teori Konflik Dahrendorf ... 90

BAB IV : PENUTUP ... 95

A. Kesimpulan ... 95

B. Saran ... 97

DAFTAR PUSTAKA ... 99

LAMPIRAN-LAMPIRAN

1. Pedoman Wawancara 2. Jadwal Penelitian

3. Surat Keterangan (Bukti melakukan penelitian) 4. Dokumentasi Penelitian dan Dokumen yang relevan 5. Biodata Peneliti


(7)

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Pondok pesantren yang eksistensinya berada dalam jalur sistem pendidikan kemasyarakatan, disebut sebagai pendidikan non formal. Program pendidikan pesantren pada umumnya bebas dari ketentuan formal karena program tersebut disusun sendiri. Program pendidikan pesantren berisi pendidikan formal, nonformal dan informal yang berjalan setiap hari dalam sistem asrama. Maka dari itu selain tempat belajar, pesantren juga merupakan proses hidup itu sendiri. Pondok pesantren adalah lembaga pendidikan yang mengajarkan ilmu Agama Islam yang diajarkan secara sistimatis, langsung dari dalam bahasa Arab serta berdasarkan pembacaan kitab-kitab klasik karangan ulama-ulama besar.1 Kegiatan lembaga pesantren bertujuan untuk mengajarkan kepada santrinya cara hidup, dan berperilaku yang baik sesuai dengan ajaran Islam.

Terdapat beberapa elemen dalam pesantren yaitu kyai yang merupakan pengasuh (pemimpin) yang mentransformasi ilmu-ilmu agama kepada para santri, sedangkan para santri merupakan murid yang dengan tekun dan patuh dalam menerima dan mentransformasi ilmu-ilmu agama tersebut, sehingga terdapat kesinambungan antara kyai dengan santri. Santri-santri yang tinggal dalam lingkungan pesantren akan memperlajari kitab-kitab Islam.2

1

Dawan Rahardjo, Pesantren dan Pembaharuan, (Jakarta: LP3ES, 1974), hlm 02

2


(8)

2

Oleh karena itu, santri merupakan elemen penting dalam suatu lembaga pesantren. Di suatu lembaga pesantren terdapat dua kelompok santri, antara lain yaitu:

1. Santri mukim yaitu murid-murid yang berasal dari daerah yang jauh dan menetap dalam kelompok pesantren

2. Santri kalong yaitu murid-murid yang berasal dari desa-desa di sekitar pesantren, yang biasanya tidak menetap dalam pesantren.

Dari dua kriteria santri di atas, peneliti lebih menekankan pembahasan ini kepada santri mukim karena di pondok pesantren Al-Muhajirin, santri-santrinya berasal dari daerah yang jauh sehingga menetap dalam pesantren.

Seorang santri pergi dan menetap di suatu pesantren karena mempunyai berbagai alasan yaitu:3

1. Santri ingin mempelajari kitab-kitab yang membahas Islam secara lebih mendalam dibawah bimbingan kyai.

2. Santri memperoleh pengalaman kehidupan pesantren, baik dalam bidang pengajaran, keorganisasian dan hubungan dengan pesantren-pesantren yang lainnya.

3. Santri ingin memusatkan studinya di pesantren tanpa di sibukkan oleh kewajiban sehari-hari di rumah keluarganya.

Memasuki era globalisasi dan modernisasi, perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi mengalami perkembangan pesat. Teknologi informasi adalah teknologi yang digunakan untuk mengelolah data

3

Dhofier Zamakhsyari. Tradisi Pesantren Studi Tentang Pandangan Hidup Kyai. (Jakarta: LP3ES, 1982), hlm. 51-52


(9)

3

(memproses, mendapatkan, menyusun, menyimpan, memanipulasi data) untuk menghasilkan informasi yang berkualitas. Perkembangan teknologi di masyarakat dalam era informasi sekarang ini, memang sudah tidak dapat dihindari lagi. Dalam suatu era dimana „„penguasa‟‟ informasi adalah teknologi sebagai kunci untuk bisa mengambil manfaat. Penguasaan informasi antara lain memiliki kemampuan mengakses, mengelolah, memanfaatkan, dan menyebarluaskan informasi yang digunakan untuk beragam kepentingan secara cepat dan tepat.

Di era teknologi informasi sekarang penguasaan teknologi ibarat ilmu untuk memperluas pengetahuan, memperluas jangkauan dakwah, dan lain sebagainya. Menurut KH. Abdullah Syafi‟ie kekuatan teknologi dapat mengawetkan pesan-pesan agama yang beliau sampaikan lewat Radio Syafi‟iyah dengan cara saat beliau ceramah Agama yang di rekam oleh petugas stasiun radionya dalam berbagai kaset dengan tujuan agar nantinya dapat di dengar oleh seluruh umat beragama Islam.4

Kemajuan teknologi informasi telah masuk dalam lembaga pesantren, sehingga santri dengan mudah untuk memperoleh informasi-informasi dari luar pesantren seperti di lingkungan pondok pesantren Al-Muhajirin, santri pondok pesantren Al-Muhajirin telah banyak membawa gadget dalam pesantren sehingga terjadi pengaruh positif dan negatif pada perilaku santri dalam menjalankan aktivitas sehari-hari. Misal, santri menjadi kurang

4

Hasbi Indra, Pesantren dan Transformasi Sosial, (Jakarta, PENAMADANI, 2013), hlm 143


(10)

4

berinteraksi secara langsung sesama santri, lebih fokus ke gadget dari pada mendengarkan temannya berbicara dan lain sebagainya.

Dalam pondok pesantren akan terlahir suatu Interaksi sosial, yang merupakan hubungan timbal balik antar manusia dalam kehidupan sosial yang di dorong oleh motif-motif internal, yaitu kepentingan dan tujuan. Pola-pola interaksi sosial yang terdapat di pondok pesantren Al-Muhajirin yaitu pola-pola hubungan sosial yang melahirkan pertentangan antar santri maupun santri dengan pengurus. Yang melatarbelakangi adanya pertentangan adalah adanya perbedaan kepentingan dan tujuan. Akan tetapi, pencapaian tujuan masing-masing pihak tersebut akan berhadapan dengan kepentingan pihak lain, sehingga pertemuan antar kepentingan akan menimbulkan benturan kepentingan. Pola-pola hubungan timbal balik seperti ini akan menimbulkan pertikaian, perselisihan, yang dalam istilah sosiologi disebut konflik.5 Seperti, santri di pondok pesantren Al-Muhajirin memiliki suatu pertentangan antar santri dan pengurus. Terjadinya pertentangan tersebut di sebabkan oleh perbedaan peraturan pembawaan gadget dalam lingkungan pondok pesantren Al-Muhajirin seperti santri di perbolehkannya membawa Handphone yang tidak bermemory card, sedangkan pengurus di perbolehkan membawa

Handphone yang bermemory card, maka peraturan membawa gadget yang berbeda akan melahirkan pola-pola hubungan timbal balik yang dapat melahirkan pertentangan seperti kecemburuan sosial pada santri dengan pengurus sehingga dapat menimbulkan konflik. Meskipun adanya suatu

5


(11)

5

pertentangan antar santri dan pengurus, terdapat pula pola-pola hubungan kerja sama antar santri yang saling membutuhkan satu sama lain. Misal, sebelum pondok pesantren Al-Muhajirin di perbolehkan membawa gadget, antar santri dan pungurus saling kerja sama untuk mempergunakan teknologi di dalam pondok pesantren. Sehingga, kiai memberikan izin santri-santrinya untuk membawa gadget di dalam pondok pesantren Al-Muhajirin.

Dari berbagai fenomena dari latar belakang tersebut, maka peneliti tertarik membahas permasalahan yaitu yang berjudul „„Gadget dan Perilaku Santri Dalam Kehidupan Berinteraksi di Pondok Pesantren Al-Muhajirin Dusun Panjer Desa Tunggal Pager Kecamatan Pungging Kabupaten Mojokerto‟‟.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, maka yang menjadi fokus penelitian atau titik perhatian dalam penelitian ini adalah :

1. Bagaimana perilaku santri dalam penggunaan gadget di lingkungan pondok pesantren Al-Muhajirin Dusun Panjer Desa Tunggal Pager Kecamatan Pungging Kabupaten Mojokerto?

2. Apa tujuan santri dalam penggunaan gadget di lingkungan pondok pesantren Al-Muhajirin Dusun Panjer Desa Tunggal Pager Kecamatan Pungging Kabupaten Mojokerto?

3. Bagaimana dampak penggunaan gadget bagi santri dalam kehidupan berinteraksi di pondok pesantren Al-Muhajirin Dusun Panjer Desa Tunggal Pager Kecamatan Pungging Kabupaten Mojokerto?


(12)

6

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan tujuan penelitian ini yang terkait dengan „„Gadget dan Perilaku Santri Dalam Kehidupan Berinteraksi Di Pondok Pesantren Al-Muhajirin Desa Tunggal Pager Kecamatan Pungging Kabupaten Mojokerto‟‟, maka peneliti mempunyai beberapa tujuan yang berhubungan dengan diadakannya penelitian ini diantaranya yaitu :

1. Untuk mengetahui bagaimana perilaku santri dalam penggunaan gadget di lingkungan pondok pesantren Al-Muhajirin Dusun Panjer Desa Tunggal Pager Kecamatan Pungging Kabupaten Mojokerto.

2. Untuk mengetahui apa tujuan santri dalam penggunaan gadget di lingkungan pondok pesantren Al-Muhajirin Dusun Panjer Desa Tunggal Pager Kecamatan Pungging Kabupaten Mojokerto.

3. Untuk mengetahui bagaimana dampak penggunaan gadget bagi santri dalam kehidupan berinteraksi di pondok pesantren Al-Muhajirin Dusun Panjer Desa Tunggal Pager Kecamatan Pungging Kabupaten Mojokerto

D. Manfaat Penelitian

Penelitian yang berjudul “Gadget dan Perilaku Santri Dalam Kehidupan Berinteraksi Di Pondok Pesantren Al-Muhajirin Desa Tunggal Pager Kecamatan Pungging Kabupaten Mojokerto”. Peneliti juga memiliki manfaat dari penelitian yang telah dilakukan. Sebagaimana peneliti berharap bahwa hasil dari penelitian tersebut dapat menjadikan masukan dan dapat memberikan manfaat.


(13)

7

1. Secara Teoritis

a. Sebagaimana penelitian ini diharapkan mempunyai gambaran dengan realitas sosial yang telah terjadi di masyarakat yang mana terdapat kesesuaian diantara teori yang di pergunakan dengan realita yang terjadi. b. Manfaat penelitian ini bisa menjadi bahan kajian dan tambahan

pengetahuan di bidang akademis dan menjadi sumber ilmu atau referensi di dalam kajian mengkaji tentang gadget dan perilaku santri dalam kehidupan berinteraksi di pondok pesantren Al-Muhajirin, dan penerapan-penerapannya dalam kehidupan sehari-hari.

2. Secara Praktis a. Bagi peneliti

Peneliti dapat menambah pengetahuan serta pemahaman yang berhubungan dengan gadget dan perilaku santri dalam kesehari-hariannya. Dan dapat meningkatkan kompetensi di dalam bidang penelitian.

b. Bagi santri Al-Muhajirin

Menjadikan santri Al-Muhajirin akan lebih hati-hati dalam mengaplikasikan teknologi khususnya gadget dan perilaku santri dalam kehidupan berinteraksi di pondok pesantren Al-Muhajirin agar terhindar dari dampak negatif dari adanya gadget dan mengambil dampak positif dari adanya gadget serta santri agar bisa lebih mengutamakan belajar agamanya dari pada mempergunakan gadgetnya maupun interaksi


(14)

8

sesama santri, pengurus dan pengasuh pesantren lebih di utamakan agar tidak terjadi kesalahfaham.

E. Definisi Konsep

Definisi konseptual merupakan penjelasan dari setiap kata dalam judul penelitian yang membutuhkan sebuah penjelasan yang lebih lanjut. Tujuan definisi konseptual yaitu untuk menghindari kesalahfahaman dalam mengartikan maksud dari judul penelitian tersebut dan agar mengetahui makna dari judul tersebut. Maka dari itu peneliti akan memberikan definisi yang ada di dalam setiap kata yang digunakan dalam judul yaitu „„Gadget dan Perilaku Santri Dalam Kehidupan Berinteraksi di Pondok Pesantren Al-Muhajirin Desa Tunggal Pager Kecamatan Pungging Kabupaten Mojokerto‟‟.

Adapun definisi konseptualnya adalah sebagai berikut:

1. Gadget

Menurut Kuncoro Gadget yaitu sebuah fitur berteknologi tinggi.

Gadget juga adalah sebuah piranti atau instrument yang memiliki tujuan dan fungsi praktis spesifik yang berguna dan umumnya di berikan terhadap sesuatu yang baru.6 Contohnya, komputer merupakan alat elektronik yang memiliki pembaruan berbentuk gadget, yaitu handphone atau tablet.

Gadget adalah sebuah obyek (alat atau barang elektronik) teknologi kecil yang memilki fungsi khusus, tetapi sering diasosiasikan sebagai sebuah inovasi atau barang baru. Gadget kadang juga disebut dengan gizmos. Di dalam gadget terdapat banyak aplikasi dan jejaring sosial untuk

6


(15)

9

berkomuikasi dengan sesama manusia dimuka bumi ini, contoh saja yang sangat popular saat ini adalah facebook, twitter, yahoo, dll.

Gadget yang berhubungan dengan judul „„Gadget dan Perilaku Santri Dalam Kehidupan Berinteraksi di Pondok Pesantren Al-Muhajirin Desa Tunggal Pager Kecamatan Pungging Kabupaten Mojokerto‟‟ merupakan pondok pesantren Al-Muhajirin yang telah memperbolehkan santrinya dalam membawa gadget di lingkungan pesantren sehingga santri telah banyak mempergunakan gadget seperti untuk keperluan-keperluan komunikasi, mencari informasi, bermain permainan, dan mendengarkan musik.

Santri dalam mempergunakan gadget di lingkungan pondok pesantren dapat membawa pengaruh pada kesehari-hariannya santri dalam belajar dan dapat membawa dampak pada diri santri sendiri serta dengan adanya gadget juga dapat menjadikan konflik antar santri.

2. Perilaku Santri

Perilaku adalah keseluruhan tabiat dan sifat seseorang yang tercemin dalam ucapan dan tidak tanduknya.7 Perilaku manusia pada dasarnya terdiri dari komponen pengetahuan (kognitif), sikap (afektif), dan keterampilan (psikomotor) atau tindakan. Menurut Kurt Lewin, perilaku didorong atas motif tertentu sehingga mengakibatkan suatu perubahan dalam diri manusia itu sendiri.

7

Siagian P. Sondang, Organisasi Kepemimpinan Dan Perilaku Administrasi,(Jakarta: Gunung Agung,1986), hlm. 12


(16)

10

Santri menurut Abdul Qadir Djaelani adalah siswa yang di didik dalam lingkungan pondok pesantren, sedangkan pondok pesantren adalah lembaga pendidikan dan penyiaran agama Islam, tempat pelaksanaan kewajiban belajar dan mengajar dan pusat perkembangan jama‟ah (mayarakat) yang diselenggarakan dalam suatu tempat seperti masjid sebagai pusat pendidikan dan pembinaannya.8 Sedangkan menurut W.J.S Poerwadarminta santri adalah orang yang mendalami pengajiannya dalam agama Islam (dengan pergi ke tempat yang sangat jauh seperti pesantren).9

Perilaku santri di pondok pesantren Al-Muhajirin yaitu mentaati peraturan yang telah tersedia di dalam pondok pesantren seperti mengikuti kegiatan dalam pondok misalnya diniyah, membaca kitab, membaca Al-Qur‟an. Pondok pesantren Al-Muhajirin pada dasarnya selalu menanamkan kepada santri untuk mempunyai rasa percaya diri sendiri, bersifat mandiri, sederhana, dan mempunyai rasa solidaritas yang tinggi sehingga dapat membentuk perilaku santri dan dapat mempengaruhi pola kehidupan santri dalam melakukan aktifitas kesehariannya.

Perngaruh gadget terhadap perilaku santri Al-Muhajirin dalam kehidupan di pesantren yaitu perilaku santri dalam melakukan aktifitas kesehariannya yang tidak lepas dari gadget sehingga terjadi dampak negatif dan positif dalam perilaku santri. Perilaku santri dalam mempergunakan

gadget dalam pesantren terdapat beberapa faktor penyebab yang mempengaruhinya seperti dari peraturan-peraturan pondok pesantren itu

8

Abdul Qadir Djaelani, Peran Ulama dan Santri, (Surabaya: PT Bina Ilmu, 1994),hlm. 07

9

W.J.S Poerwadarminta, Kamus Umum Bahasa Indonesia, (Jakarta:Balai Pustaka, 1993), hlm. 870


(17)

11

sendiri misal di perbolehkannya membawa Handphone sehingga santri dengan leluasanya membawa gadget di pesantren, dan dari lingkungan sekitar dan lain-lain.

3. Interaksi

Interaksi merupakan hubungan timbal balik antar manusia dalam kehidupan sosial yang didorong oleh motif-motif internal, yaitu kepentingan dan tujuan. Dengan beragamnya kepentingan dan tujuan masing-masing individu, maka akan lahir pola-pola interaksi sosial, yaitu:

pertama, pola-pola hubungan sosial yang yang melahirkan pertentangan

antar individu maupun antar kelompok. Yang melatarbelakangi adanya pertentangan adalah adanya perbedaan kepentingan dan tujuan yang oleh masing pihak ingin dicapai. Akan tetapi, pencapaian tujuan masing-masing pihak tersebut akan berhadapan dengan kepentingan pihak lain, sehingga pertemuan antar kepentiangan akan menimbulkan benturan kepentingan. Pola-pola hubungan timbal balik seperti ini akan menimbulkan pertikaian, perselisihan, yang dalam istilah sosiologi disebut

konflik. Proses sosial yang demikian akan menghasilkan interaksi sosial yang bersifat disosiatif.

Kedua, pola-pola hubungan sosial yang melahirkan kerja sama antar individu maupun antar kelompok. Hal ini dilatarbelakangi oleh sifat manusia sebagai makhluk sosial antara satu dengan lainnya terdapat pola-pola hubungan yang bersifat komplementer (saling membutuhkan). Bentuk


(18)

12

proses sosial yang demikian ini disebut interaksi sosial asosiatif.10 Produk dari interaksi sosial adalah nilai-nilai sosial, norma, sosial, dan lembaga sosial.

Proses interaksi santri Al-Muhajirin sesudah adanya gadget di lingkungan pesantren bersifat disosiatif yaitu interaksi yang didorong oleh adanya perbedaan kepentingan dan tujuan santri sehingga menghasilkan pertentangan atau konflik sesama santri seperti perbedaan membawa gadget

di lingkungan pesantren. Sedangkan proses interaksi santri Al-Muhajirin sebelum adanya gadget di lingkungan pesantren bersifat asosiatif yaitu interaksi yang didorong oleh kerjasama atau saling membutuhkan satu sama lain seperti berinteraksi secara langsung dengan santri-santri lain, lebih mementingkan mendengarkan temannya berbicara dan saling bekerjasama sesama santri agar di perbolehkannya membawa gadget di lingkungan pesantren.

Dari definisi konseptual yang telah dijelaskan oleh peneliti tentang ‘‘Gadget dan perilaku santri dalam kehidupan berinteraksi di Pondok

Pesantren Al-Muhajirin’’ yaitu perilaku santri dalam melakukan aktifitas kesehariannya yang tidak lepas dari gadget sehingga terjadi dampak negatif dan positif pada perilaku santri. Dengan adanya gadget dapat juga membawa ke konflik yang di sebabkan oleh kurangnya interaksi sesama santri ataupun pengurus dan pengasuh pesantren sehingga dapat

10


(19)

13

menimbulkan suatu pertentangan atau kesalahfahaman yang dikarenakan oleh perbedaan peraturan membawa gadget.

F. Telaah Pustaka

Berdasarkan pada gambaran umum tema penelitian yang berhubungan dengan judul yang diangkat oleh peneliti yaitu ‘‘Gadget dan Perilaku Santri Dalam Kehidupan Berinteraksi (Studi Kasus Pondok Pesantren Al-Muhajirin Dusun Panjer Desa Tunggal Pager Kecamatan Pungging Kabupaten

Mojokerto)’’sebagaimana gambaran umum di dalam tema penelitian tersebut adalah yang berhubungan dengan gadget dan perilaku santri dalam kehidupan berinteraksi. Perilaku santri yang dikaji oleh peneliti yaitu tentang perilaku santri yang telah terpengaruh oleh adanya gadget sehingga berdampak pada interaksi dan aktifitas kesehariaannya santri dalam lingkungan pesantren Al-Muhajirin Dusun Panjer. Pengaruh dari adanya gadget dalam pesantren telah dirasakan oleh santri-santri Al-Muhajirin.

Seperti halnya Menurut Mahmud Yunus, tokoh pendidikan Indonesia berpendapat bahwa anak didik hendaknya memiliki tugas-tugas sebagai berikut: Hendaklah mengurangi kesibukan yang berhubungan dengan urusan dunia, artinya urusan yang tidak ada hubungan dengan ilmu yang di pelajari. Kesibukan itu akan mengganggu ketekunan belajarnya.

Dari penjelasan dari Mahmud Yunus sudah sangat jelas bahwa santri di dalam pondok pesantren harusnya dapat mengurangi kesibukan yang berhubungan dengan urusan dunia seperti bermain gadget dalam pesantren, karena pesantren merupakan sentral para santri dalam melakukan aktifitas


(20)

14

seorang santri dan tempat belajarnya para santri untuk memiliki bekal keilmuaan. Sehingga dengan adanya kesibukan santri dengan urusan dunia akan berakibat mengganggu ketekunan belajar.

Menurut Hasan Fahmi tugas pelajar muslim yaitu: hendaklah pelajar muslim meninggalkan kelakuan yang buruk karena kelakuan yang buruk akan menimbulkan kesulitan dalam belajar, hendaklah para pelajar muslim bersifat merendahkan diri terhadap gurunya menghormatinya, mematuhinya, hendaklah para pelajar muslim memiliki semangat yang tinggi dan giat belajar karena hal itu merupakan salah satu kunci keberhasilan belajar, para pelajar muslim hendaklah bersifat tabah dalam menuntut ilmu.11

Sedangkan menurut Abdullah Syafi‟i para pelajar muslim hendaklah memiliki akhidah islam yang kuat, memiliki niat yang ikhlas, memiliki etos keilmuan, memiliki keterampilan, memiliki keberanian, dan berakhlak.

Peneliti membahas tentang gadget dan perilaku santri yang berada di pondok pesantren Al-Muhajirin yaitu pengaruh gadget terdapat perilaku santri dalam kehidupan berinteraksi di lingkungan pondok pesantren. Untuk lebih memahami akan terjadinya kondisi pesantren yang sudah mengalami perubahan peraturan seperti peraturan yang di perbolehkan membawa

Handphone, peneliti juga perlu melihat akan tujuan santri membawa gadget di lingkungan pesantren, peneliti juga melihat faktor-faktor penyebab pengaruh perilaku santri dalam penggunaan gadget, serta dampak-dampak dari adanya

gadget di lingkungan pondok pesantren.

11

Asma Hasan Fahmi. Sejarah dan Filsafat Pendidikan Islam (Jakarta: Bulan Bintang, 1979),hlm.167-169


(21)

15

Peneliti juga mengkaji akan pola interaksi yang terjadi sebelum membawa dan sesudah membawa gadget di lingkungan pesantren. Di jelaskan beberapa penelitian terdahulu yang relevan dengan penelitian ini, sehingga menjadi bahan pertimbangan, selain itu juga dapat dijadikan referensi, tentunya penelitian terdahulu berguna untuk untuk menjelaskan beberapa hal yang membedakan antara penelitian ini dengan penelitian yang sebelumnya diantara adalah:

1. ‘‘Handphone Sebagai Gaya Hidup (Studi Kasus di Kalangan Mahasiswa Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Airlangga Surabaya)’’ dengan lokasi penelitian di Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Airlangga Surabaya.12 Pada tahun 2011 yang berasal dari jurusan Sosiologi (SOS) Fakultas Dakwah dengan menggunakan metode penelitian kualitatif. Berdasarkan dari hasil skripsi yang telah dibuat oleh Nur Masbahah tersebut yang mana mengkaji tentang bagaimana gaya hidup Mahasiswa Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Airlangga Surabaya di bangun melalui kepemilikan Hand Phone dan Faktor apakah yang mempengaruhi keputusan Mahasiswa Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Airlangga Surabaya dalam memilih Hand Phone. Pola gaya hidup mahasiswa Fakultas Ekonomi dan Bisnis yang cenderung mengikuti gaya hidup yang berkembang seperti memilih handphone sebagai alat komunikasi dan penunjang jati dirinya di era modernisasi ini di kalangan mahasiswa Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Airlangga Surabaya. Faktor yang

12Nur Mashabah, „„

Handphone Sebagai Gaya Hidup (Studi Kasus di Kalangan Mahasiswa Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Airlangga Surabaya)‟‟, (Skripsi,,. IAIN Sunan Ampel


(22)

16

mempengaruhi keputusan mahasiswa Fakultas Ekonomi dan Bisnis dalam memilih handphone antara lain adalah sebagai kebutuhan hidup, mempermudah tali silaturrahmi, sebagai sarana komunikasi, mempermudah berkomunikasi dimanapun dan kapanpun, handphone dapat meningkatkan image user, sebagai penunjang kehidupan sehari-hari. Jadi gaya hidup mahasiswa Fakultas Ekonomi dan Bisnis yaitu dibangun melalui kepemilikan handphone yang mengikuti mode dan trend yang ada.

2. Skripsi yang lain ditulis oleh Ernawati dengan judul‘‘Transformasi

Masyarakat Santri (Studi Tentang Perubahan Perilaku Sosial Keagamaan Masyarakat Akibat Perkembangan Industrialisasi Di Desa Leran

Kecamatan Manyar Kabupaten Gresik)’’ dengan lokasi di Desa Leran Kecamatan Manyar Kabupaten Gresik.13Pada tahun 2008 Jurusan Sosiologi Fakultas Dakwah dengan menggunakan metode kualitatif. Skripsi ini mengkaji tentangbagaimana bentuk perubahan perilaku sosial keagamaan masyarakat santri yang di akibatkan oleh perkembangan industrialisasi dan latar belakang yang mempengaruhi perilaku sosial keagamaan di desa Leran Kecamatan Mayar Kabupaten Gresik. Perubahan perilaku sosial keagamaan masyarakat santri yang diakibatkan perkembangan industrialisasi seperti berkurangnya jumlah orang yang membayar zakat mal, menurunnya tingkat beramal misal berqurban di hari raya idul Adha, menurunnya jumlah jama‟ah pada sholat fardhu baik di masjid-masjid maupun di musholah, berkurangnya kegiatan jama‟ah misal tahlilan, maulid

13Ernawati, „„

Transformasi Masyarakat Santri (Studi Tentang Perubahan Perilaku Sosial Keagamaan Masyarakat Akibat Perkembangan Industrialisasi Di Desa Leran Kecamatan Manyar


(23)

17

diba‟ tadarus Al-Qur‟an. Latar belakang yang mempengaruhi terjadinya perubahan perilaku sosial keagamaan desa Leran adalah pengaruh lingkungan, adanya para pendatang (penduduk urban), adanya kesibukan, kurangnya siraman rohani, kurangnya pengawasan orang tua terhadap anak, dan pendidikan berorientasi pada dunia kerja.

3. Skripsi yang lain ditulis oleh Zainuddin dengan judul „„Perubahan Perilaku Santri di Tengah Masyarakat Perkotaan (Studi Perilaku Santri di Pesantren Darul Lughah Kecamatan Kota Kraksaan Kabupaten Probolinggo)‟‟ dengan lokasi di Pesantren Darul Lughah Kecamatan Kota Kraksaan Kabupaten Probolinggo.14 Pada tahun 2007 Jurusan Sosiologi Fakultas Dakwah dengan menggunakan metode kualitatif. Skripsi ini mengkaji tentang bagaimana bentuk perubahan perilaku santri dan apa saja faktor penyebab perubahan perilaku santri di Pesantren Darul Lughah Wal Karomah Kecamatan Kota Kraksaan Kabupaten Probolinggo. Bentuk perubahan perilaku santri ke arus globalisasi terjadi secara proses pelan tapi cepat. Sebab perubahan perilaku santri awalnya dimulai dari gaya hidup berpakaian, bergaul, serta berinteraksi dengan individu atau kelompok dan lingkungan dalam pesantren itu sendiri. Perubahan itu didukung dengan adanya komputer, TV, media cetak, Internet, dan budaya atau adat masyarakat khusunya Kota Kraksaan. Dan faktor yang mempengaruhi terjadi perubahan terhadap perilaku santri diantaranya yaitu letak geografis Pondok Pesantren yang berada ditengah kota Krasksaan sehingga arus

14Zainuddin, „„

Perubahan Perilaku Santri di Tengah Masyarakat Perkotaan (Studi Perilaku Santri di Pesantren Darul Lughah Kecamatan Kota Kraksaan Kabupaten Probolinggo)‟‟, (Skripsi,, IAIN Sunan Ampel Surabaya, 2007).


(24)

18

informasi dan teknologi terjangkau dengan mudah dan membawa dampak pada perubahan perilaku santri, adanya beberapa peraturan yang ditetapkan oleh pesantren baik secara tertulis maupun yang tidak, interaksi sosial santri dengan lingkungan yang ada di dalam pesantren.

Berdasarkan hasil penelitian terdahulu dengan hasil penelitian sekarang memiliki perbedaan. Peneliti menggunakan metode penelitian kualitatif. Kajian yang peneliti ambil lebih berhubungan dengan dampak gadget di lingkungan pesantren, tujuan santri dan perilaku santri dalam penggunaan

gadget dalam pesantren, serta faktor penyebab yang mempengaruhi perilaku santri seperti pengaruh gadget yang telah terjadi di lingkungan pesantren dan telah memberikan dampak pada perilaku santri itu sendiri misal dampak

gadget dalam kehidupan santri, dari cara berinteraksi, berpola pikir, menurunnya penjiwaan dalam diri santri, dan lain sebagainya.

Peneliti juga akan mengkaji akan pola interaksi sebelum adanya peraturan membawa gadget serta susudah adanya peraturan di perbolehkan membawa gadget yang terjadi antara kiai, pengurus, dan santri.

Dapat dilihat letak perbedaan antara peneliti sekarang dengan peneliti terdahulu. Peneliti menggunakan penelitian terdahulu dengan tujuan agar dapat membandingkan antara kajian peneliti yang sekarang dengan peneliti yang terdahulu. Peneliti yang sekarang menggunakan teori konflik dari Dahrendorf yang mana membahas tentang kekuasaan dan wewenang yang sangat berperan penting dalam mengambil keputusan, memberikan perintah,


(25)

19

serta larangan. Faktor dari adanya konflik yaitu wewenang yang tidak merata sehingga menimbulkan konflik.

G. MetodePenelitian

Metode penelitian merupakan suatu cara atau proses yang digunakan di dalam melakukan penelitian. Sebagaimana metode penelitian dibutuhkan oleh peneliti untuk tahapan di dalam melakukan penelitian. Menurut Dedy Mulyana metode adalah proses, prinsip, dan prosedur yang kita gunakan untuk mendekati problem dan mencari jawaban. Dengan kata lain, metodologi adalah suatu pendekatan umum untuk mengkaji topik penelitian.15

1. Pendekatan dan Jenis Penelitian a. Pendekatan

Sesuai dengan judul penelitian yang diajukan yaitu gedget dan perilaku santri dalam kehidupan berinteraksi di pondok pesantren Al-Muhajirin, maka penelitian ini menggunakan pendekatan penelitian kualitatif. penelitian kualitatif adalah prosedur penelitian yang menghasikan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang di amati.16

Dengan demikian, penelitian kualitatif adalah sebagai penelitian yang tidak dihasilkan angka-angka tetapi menghasilkan data-data deskriptif berupa acuan dan perilaku obyek yang diteliti.

15

Deddy Mulyana, Metodologi Penelitian Kualitatif Paradigma baru Ilmu Komunikasi dan Sosial lainnya (Bandung: PT remaja Rosdakarya,2008) ,145.

16

Lexy J, Moleong. Metodologi Penelitian Kualitatif. ( Bandung: PT. Remaja Rosda Karya, 2002), hlm.03


(26)

20

b. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan oleh peneliti yaitu penelitian deskriptif. Penelitian deskriptif merupakan penelitian yang dimaksudkan untuk menggumpulkan data informasi mengenai status suatu gejala yang ada, yaitu keadaan gejala menurut apa adanya pada saat penelitian dilakukan.17

Sedangkan penelitian deskriptif menurut Mardalis adalah penelitian yang bertujuan untuk mendeskripsikan apa-apa yang saat ini berlaku. Di dalamnya terdapat upaya mendeskripsikan, mencatat, analisis, dan menginterprestasikan kondisi-kondisi yang sekarang ini terjadi atau ada.18 Jadi, dalam penelitian ini peneliti berusaha meneliti seberapa besar pengaruh gadget terhadap kehidupan perilaku santri.

Latar belakang peneliti memilih metode penelitian kualitatif deskriptif yaitu karena peneliti melihat bahwa metode penelitian kualitatif deskriptif sangat sesuai dengan permasalahan yang diangkat oleh peneliti dan sesuai dengan tema yang diambil oleh peneliti. Metode penelitian kualitatif deskriptif dalam prosedur penulisannya berbentuk kata-kata, gambar, dan datanya meliputi transkip wawancara, catatan data lapangan, foto-foto, dokumentasi pribadi serta deskripsi mengenai data situasi. Peneliti beranggapan bahwa jenis penelitian deskriptif ini dapat digunakan untuk menjawab permasalahan yang diangkat oleh

17

Arikanto,Suharsimi . Prosedur Penelitian; Suatu Pendekatan Praktek. (Jakarta: Rineka Cipta,1993), hlm. 309

18

Mardalis. Metode Penelitian Suatu Pendekatan Proposal. (Jakarta: Bumi Aksara, 2003), hlm. 26


(27)

21

peneliti. Sebagaimana dalam hasilnya nanti berbentuk deskripsi atau narasi tertulis.

2. Lokasi dan Waktu Penelitian a. Lokasi Penelitian

Adapun lokasi penelitian ini adalah di pondok pesantren Al-Muhajirin Dusun Panjer Desa Tunggal Pager Kecamatan Pungging Kabupaten Mojokerto. Pemilihan lokasi di karenakan pesantren sudah mengalami suatu perubahan seperti peran kiai yang dulunya masih mempertahankan tradisi pesantren tapi kini kiai telah merubah peraturan yang ada di pesantren misal santri sudah diperbolehkan membawa

gadget, pengaruh gadget bagi santri, dan tujuan santri membawa gadget

serta faktor yang mempengaruhinya. Peneliti juga sudah sedikit banyak mengenal obyek penelitian sehingga dapat memudahkan peneliti untuk menggali informasi-informasi yang dikaji.

b. Waktu penelitian

Dalam melakukan penelitian yang berjudul „„Gadget dan Perilaku Santri Dalam Kehidupan Berinteraksi Di Pondok Pesantren Al-Muhajirin Dusun Panjer Desa Tunggal Pager Kecamatan Pungging Kabupaten Mojokerto. Peneliti telah menentukan waktu yang digunakan di dalam melakukan proses penelitian. Waktu di dalam proses penelitian tersebut adalah ketika pertama kali peneliti melakukan observasi atau pengamatan di lokasi penelitian, pra studi lapangan, studi lapangan atau


(28)

22

proses penelitian, dan pembuatan laporan penelitian. Sebagaimana waktu penelitian tersebut dapat dilihat pada tabel 1.1 dibawah ini :

Tabel 1.1 Waktu Penelitian

No. Tahap penelitian Waktu penelitian

1. Pra studi lapangan 01 Desember – 03 Desember 2014 2. Studi lapangan 05 Januari – 26 April 2015 3. Pembuatan laporan 01 Maret – 31 Mei 2015 3. Pemilihan Subyek Penelitian

Dalam penelitian ini subyek yang diambil oleh peneliti dan dijadikan sebagai key informan adalah pengasuh, pengurus, dan santri Al-Muhajirin. Alasan peneliti untuk mengambil subyek informan tersebut karena peneliti beranggapan bahwa para informan tersebut dapat memberikan informasi yang berhubungan dengan data yang dibutuhkan oleh peneliti. Dengan menggunakan key informan kelengkapan dan kevalidan data dapat tercapai. Sumber data merupakan sumber dari mana data itu di peroleh, berdasarkan jenisnya sumber data menurut Suharmini Arikunto dapat dibedakan menjadi dua yaitu, data primer dan data sekunder.19

a. Data Primer : data yang diperoleh dari hasil wawancara atau informasi dari informan, yaitu orang yang berpengaruh dalam proses perolehan data atau bisa disebut key member yang memegang kunci utama sumber data penelitian ini, karena informan merupakan seseorang yang benar-benar tahu dan terlibat dalam penggunaan gadget dan perilaku santri dalam kehidupan berinteraksi di pondok pesantren.

19

Suhamini Arikunto. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek (Jakarta:PT Rineka Cipta, 1996), hlm.144


(29)

23

Beberapa informan yang dapat mewakili dalam penelitian ini dapat dilihat dalam tabel sebagai berikut:

Tabel 1.2 Daftar Informan

No. Nama Jabatan

1. KH. Abdul Ghofur Shidiq Pengasuh Pondok Pesantren 2. H.Imam Muhajir Ketua Yayasan Pondok Pesantren 3. Hj. Siti Mahmudah Bu nyai pondok pesantren

4. Rida Pengurus santri putri

5. Arif Pengurus santri putra

6. Zida Santri

7. Umma Santri

8. Radit Santri

9. Milla Santri

10. Dodi Santri

b. Data sekunder: data berasal dari sumber kedua atau dari instansi seperti dokumen hasil belajar santri baik dalam bentuk laporan maupun data sekunder lainnya atau dari teks book.20 Serta informasi yang dikeluarkan oleh pihak ketua yayasan yang berupa data-data tertulis seperti profil pondok pensantren, dokumen-dokumen pondok pesantren, jumlah santri dan fasilitas-fasilitas pondok pesantren.

4. Tahap-Tahap Penelitian

Untuk melakukan sebuah penelitian kualitatif, perlu mengetahui tahap-tahap yang akan dilalui dalam proses penelitian. Untuk itu peneliti harus menyusun tahap-tahap penelitian yang lebih sistematis agar dapat diperoleh hasil penelitian yang sistematis pula.

20


(30)

24

Tahap-tahap penelitiannya sebagai berikut:21 a. Tahap Pra Lapangan

Tahap pra lapangan merupakan tahap penjajakan penelitian lapangan. Adapun langkah-langkah yang dilakukan oleh peneliti yatu : 1) Menyusun rancangan penelitian

Dalam menyusun rancangan penelitian, peneliti berangkat dari permasalahan yang akan diangkat dalam penelitian.

2) Memilih lapangan penelitian

Dalam memilih lapangan penelitian, peneliti berpijak dari rumusan masalah yang telah diangkat sehingga peneliti bisa memilih lokasi penelitian yang sesuai.

3) Mengurus surat perijinan

Dalam melakukan penelitian, peneliti harus mempunyai surat perijinan meneliti sehingga dapat memudahkan peneliti dalam proses penelitian.

4) Penilaian lokasi penelitian

Di dalam penilaian lokasi penelitian, peneliti harus melihat lokasi penelitian yang berhubungan dengan situasi, kondisi, latar beserta konteksnya yang sesuai dengan permasalahan yang telah diangkat oleh peneliti.

21

Lexy J, Moleong. Metodologi Penelitian Kualitatif. ( Bandung: PT. Remaja Rosda Karya, 2002), hlm. 85


(31)

25

5) Memilih dan memanfaatkan informan

Sehubungan dengan informan yang akan digunakan didalam pengumpulan data dalam penelitian, maka informan yang dipilih oleh peneliti harus benar-benar mengetahui dan memahami akan kondisi yang berada di lokasi penelitian. Di dalam pemilihan informan tidak hanya satu sumber saja yang diambil melainkan harus ada sumber lain guna mencapai kevaliditasan data.

6) Menyiapkan perlengkapan penelitian seperti alat tulis, kamera, recorder, dan sebagainya.

b. Tahap Pekerjaan Lapangan

Tahap ini mempersoalkan tentang segala macam pekerjaan lapangan antara lain yaitu:

1) Tahap pengumpulan data, dalam tahap ini peneliti memegang peranan sangat penting karena pada penelitian ini peran aktif dan juga kemampuan peneliti dalam mengumpulkan data sangat diperlukan. Tahap ini lakukan dengan:

a) Observasi terlibat

b)Interview atau wawancara mendalam c) Dokumentasi

2) Tahap analisis data merupakan proses mengatur urutan data, mengorganisasikannya ke dalam suatu pola, kategori dan satuan uraian dasar. Pada tahap ini data yang diperoleh dari berbagai sumber yaitu: wawancara, pengamatan, catatan lapangan, dokumen


(32)

26

dan data lain yang mendukung dikumpulkan, diklasifikasi dan dianalisa dengan domain.

3) Tahap Penulisan Laporan merupakan hasil akhir dari suatu penelitian, sehingga dalam tahap ini peneliti mempunyai pengaruh terhadap hasil penulisan laporan. Penulisan laporan yang sesuai dengan prosedur penulisan yang baik akan menghasilkan kualitas yang baik pula terhadap hasil penelitian.

5. Teknik Pengumpulan Data

Tahap pengumpulan data itu sendiri merupakan salah satu bagian didalam proses pengumpulan dan penggalian data. Dalam hal ini tehnik pengumpulan data bisa dilakukan dengan observasi, wawancara mendalam, dan studi dokumentasi.

a. Metode Observasi

Observasi adalah teknik pengumpulan data yang dilakukan melalui suatu pengamatan, dengan di sertai pencatatan-pencatatan terhadap keadaan atau perilaku obyek sasaran.22 Dalam arti luas observasi sebenarnya tidak hanya terbatas kepada pengamatan yang dilakukan baik secara langsung maupun tidak langsung.23 Observasi dapat dilakukan secara partisipatif.

22

Abdurrahman Fathoni, Metedologi Penelitian dan Teknik Penyusunan Skripsi. (Jakarta: Rineka Cipta, 2006), hlm. 104

23

Arikanto Suharsimi. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. (Jakarta: Rineka Cipta, 2002), hlm. 109


(33)

27

Data yang ingin di proses dengan metode ini adalah :

1) Penggunaan gadget dan perilaku santri dalam kehidupan berinteraksi di Pondok Pesantren Al-Muhajirin Dusun Panjer Desa Tunggal Pager Kecamatan Pungging Kabupaten Mojokerto.

2) Letak pondok pesantren Al-Muhajirin Dusun Panjer Desa Tunggal Pager Kecamatan Pungging Kabupaten Mojokerto.

3) Kondisi obyek penelitian (Pondok Pesantren Al-Muhajirin Dusun Panjer Desa Tunggal Pager Kecamatan Pungging Kabupaten Mojokerto).

b. Metode Interview (wawancara)

Interview adalah teknik pengumpulan data melalui proses tanya jawab lisan yang berlangsung satu arah, artinya pertanyaan dari pokok yang diwawancara dan jawaban diberikan oleh yang diwawancara.24

Untuk mendapatkan data secara langsung peneliti menggunakan metode interview karena berdasarkan pertimbangan bahwa:

1) Peneliti dapat keterangan secara langsung dengan informan

2) Peneliti dapat terperinci menerima penjelasan yang menyangkut kepentingan penelitian.

3) Peneliti akan lebih dekat dan akrab dengan subyek penelitian

4) Peneliti akan dapat memperoleh data yang valid dan terhindar dari kesalahan observasi.

24

Abdurrahman Fathoni, Metedologi Penelitian dan Teknik Penyusunan Skripsi. (Jakarta: Rineka Cipta, 2006), hlm. 105


(34)

28

Adapun jenis wawancara yang akan peneliti gunakan adalah wawancara terstruktur, yaitu pedoman wawancara yang memuat garis besar yang akan di tanyakan.

Metode ini digunakan untuk wawancara secara langsung pada saat melakukan interview agar dapat memperoleh data tentang Gadget dan Perilaku Santri Dalam Kehidupan Berinteraksi Di pondok Pesantren. Dan peneliti akan interview kepada:

1) Pengasuh pondok pesantren Al-Muhajirin 2) Pengurus pondok pesantren Al-Muhajirin 3) Para santri pondok pesantren Al-Muhajirin c. Metode Dokumentasi

Dokumentasi merupakan objek perolehan informasi dengan memperhatikan tiga macam sumber yaitu tulisan (paper), tempat (place), dan kertas atau orang (people).

Metode dokumentasi adalah cara pengumpulan data melalui peninggalan tertulis seperti arsip-arsip dan termasuk juga buku-buku tentang pendapat, teori-teori, dan lain-lain yang berkaitan dengan masalah penelitian.25 Dengan adanya tehnik dokumentasi dapat menjadikan hasil penelitian dari pengamatan dan wawancara lebih dapat dipercaya. Karena di dalam tehnik dokumentasi telah menyertakan bukti-bukti baik secara tertulis ataupun bentuk gambar sehingga dapat memberikan kepercayaan yang akurat karena benar-benar melakukan

25

Margono S. Metodologi Penelitian Pendidikan. ( Jakarta: PT. Rineka Cipta, 2003), hlm. 181


(35)

29

penelitian dan hasil data yang diperoleh benar-benar valid. Dari tehnik dokumentasi peneliti melakukan pengambilan foto yang berada di pondok pesantren Al-Muhajirin Desa Tunggal Pager Kecamatan Pungging Kabupaten Mojokerto yang meliputi dokumentasi yang berhubungan dengan proses penelitian. Seperti dokumentasi ketika wawancara, struktur pondok pesantren, dan kondisi obyektif pondok pesantren Al-Muhajirin (keadaan pondok, santri, sarana, dan prasarana pondok dan lain-lain) serta dokumentasi yang resmi ataupun yang tidak resmi.

6. Teknik Analisis Data

Analisis data adalah proses mengorganisasi dan mengurutkan antara kepala kategori, dan satuan uraian dasar sehingga dapat ditemukan dan dapat diluruskan hipotesis kerja seperti yang disarankan oleh data.26

Analisis data pada penelitian ini menggunakan penelitian deskriptif kualitatif yang hanya mengumpulkan, menulis, dan menyimpulkan tanggapan dari sumber yang diperoleh peneliti dengan cara melalukan wawancara langsung.

Menurut Burn Burgin bahwa analisis data dalam penelitian langsung bersama dengan proses pengumpulan data dilanjutkan dengan tahap reduksi data, penyajian data, dan penarikan kesimpulan.27

a. Pengumpulan Data

26

Lexy J, Moleong. Metodologi Penelitian Kualitatif. ( Bandung: PT. Remaja Rosda Karya, 2002), hlm. 103

27

Burhan, Bungin. Metodologi Penelitian Kualitatif. (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2001), hlm. 99


(36)

30

Analisis data dapat dilakukan jika data sudah terkumpul melalui pengumpulan data diuraikan pada sebelumnya. Pengumpulan data dimaksudkan dalam tahap analisis data karena tanpa terkumpulnya data analisis, analisis tidak dapat dilakukan.

b. Reduksi Data

Pada tahap ini kegiatan yang dilakukan adalah menyelasikan, memproses, memfokuskan, dan mengabstrakan secara kasar dari data yang diperoleh dilapangan.

c. Penyajian Data

Pada tahapan ini merupakan kegiatan menarik data yang di reduksi dalam informasi yang memudahkan penarikan kesimpulan yang dilakukan, penyajian data dapat berupa matriks, skema, tabel, jaringan kerjasama yang berkaitan dengan data yang diperoleh. Dengan penyajian data ini dapat diketahui secara tepat apa yang akan terjadi dan apa yang akan dilakukan.

d. Penarikan Kesimpulan

Data-data yang telah terkumpulkan direduksi dan disajiakan dengan cara yang mudah dipahami, kemudian ditarik satu kesimpulan berdasarkan pengamatan yang menyeluruh dari data-data tesebut.


(37)

31

Proses Analisis Data

Berdasarkan gambar di atas dijelaskan bahwa pengumpulan data menggunakan daftar pertanyaan yang diajukan kepada pengasuh pondok pesantren Al-Muhajirin, pengurus pondok pesantren Al-Muhajirin, dan santri pondok pesantren Al-Muhajirin. Data-data yang telah terkumpulkan direduksi dan disajikan dengan cara yang mudah dipahami, kemudian ditarik satu kesimpulan berdasarkan pengamatan yang menyeluruh dari data-data tersebut.

7. Teknik Pemeriksaan Keabsahan Data

Pengecekan keabsahan data dilakukan agar memperoleh data yang valid dan dipercaya oleh semua pihak. Menurut Sugyono ada enam teknik yang dapat digunakan untuk menguji kredibilitas data yaitu dengan perpanjangan pengamatan, peningkatan ketekunan dalam penelitian, triangulasi, diskusi dengan teman sejawat, analisis kasus negatif member check.28 Dan untuk pengecekan keabsahan data yang peneliti gunakan dalam penelitian ini adalah teknik:

28

Sugyono. Memahami Penelitian Kualitatif. ( Bandung: Alfabeta, 1995), hlm. 121 Reduksi data

Pengumpulan data Penyajian data


(38)

32

a. Keikutsertaan

Peneliti dalam penelitian kualitatif adalah instrumen utama sehingga keikutsertaan peneliti sangat menentukan dalam pengumpulan data. Keikutsertaan tersebut hanya dilakukan dalam waktu singkat. Sehingga peneliti akan dapat memperoleh data yang lebih banyak dan dapat digunakan untuk mendeteksi data yang diperoleh, sehingga menyediakan lingkup yang luas.

b. Triangulasi

Yaitu teknik pemeriksaan keabsahan data yang memanfaatkan sesuatu yang lain diluar data itu untuk keperluan pengecekan sebagai pembanding terhadap data itu.29 Data yang diperoleh dari satu sumber akan dibandingkan dengan data yang diperoleh dari sumber yang lain dengan berbagai teknik dan waktu yang berbeda. Sebagai contoh data yang diperoleh dari bawahannya atau data yang diperoleh dengan wawancara lalu dicek dengan obsevasi dan dokumentasi dalam waktu yang berbeda.

Adapun pengecekan keabsahan data dalam penelitian data dalam penelitian ini, penulis menggunakan teknik triangulasi sumber, yaitu membandingkan dan mengecek balik derajat kepercayaan suatu informasi yang diperoleh melalui waktu dan alat yang berbeda dalam penelitian kualitatif.30 Untuk itu peneliti mencapainya dengan jalan:

29

Lexy J, Moleong. Metodologi Penelitian Kualitatif. ( Bandung: PT. Remaja Rosda Karya, 2002), hlm. 330

30

Lexy J, Moleong. Metodologi Penelitian Kualitatif. ( Bandung: PT. Remaja Rosda Karya, 2002), hlm. 330


(39)

33

1) Membandingkan data hasil pengamatan dengan data hasil wawancara

2) Membandingkan hasil wawancara dengan isi suatu dokumen yang berkaitan.

c. Menggunakan bahan referensi

Yaitu adanya pendukung untuk membuktikan data yang telah ditemukan oleh peneliti. Sebagai contoh, data hasil ineterview perlu didukung dengan adanya rekaman inteview. Data tentang penggunaan gedget dan perilaku santri gambaran suatu keadaan perlu didukung oleh foto-foto. Alat bantu perekam data dalam penelitian kualitatif, seperti kamera, alat rekam, suara sangat diperlukan untuk mendukung kredibilitas data yang telah ditemukan peneliti. Selain itu dalam laporan penelitian, data-data yang ditemukan perlu dilengkapi dengan foto-foto atau dokumen autentik, sehingga menjadi lebih dapat dipercaya.

H. SistematikaPembahasan

Dalam pembahasan atau penelitian diperlukan sistematika pembahasan yang bertujuan untuk memudahkan penelitian, langkah-langkah pembahasan sebagai berikut:

BAB I PENDAHULUAN

Pada Bab I ini merupakan gambaran yang berhubungan dengan penelitian yang mana menjelaskan tentang obyek yang diteliti. Memuat gambaran tentang latar belakang yang menjelaskan tentang alasan atau sebab dan akibat peneliti menggangkat permasalahan tersebut, menentukan rumusan


(40)

34

masalah yang mana memuat permasalahan yang akan dijawab didalam penelitian. Telaah pustaka sebagaimana berhubungan dengan gambaran secara umum tema penelitian yang diangkat oleh peneliti dan penelitian terdahulu yang dijadikan sebagai pedoman akan perbedaan kajian penelitian yang diangkat oleh peneliti. Tujuan penelitian, manfaat penelitian, definisi konseptual, metode penelitian yang digunakan oleh peneliti sebagai tahapan didalam melakukan penelitian, yang mana meliputi pendekatan dan jenis penelitian, lokasi dan waktu didalam penelitian, tahap penelitian, tahap pengumpulan data, tahap analisis data serta pemeriksaan keabsahan data.

BAB II KONFLIK DALAM PERSPEKTIF DAHRENDORF

Pada Bab II kali ini peneliti mengkaji tentang teori yang digunakan di dalam penelitian tersebut. Sebagaimana teori yang sesuai dengan tema yang diangkat oleh peneliti. Teori yang sudah ada direlavansikan dengan permasalahan yang sudah diangkat oleh peneliti.

BAB III ANALISIS DATA

Di dalam Bab III ini peneliti mengkaji tentang penyajian dan Analisis Data. Sebagaimana didalam analisis data tersebut peneliti menjelaskan tentang data yang telah diperoleh di lapangan sebagaimana dapat menjawab permasalahan yang diangkat oleh peneliti. Hasil data yang sudah ditemukan oleh peneliti dibentuk dengan analisis deskriptif, dengan mendeskripsikan hasil penelitian. Kemudian setelah dianalisis dikorelasikan dengan teori yang relavan atau sesuai. Penyajian data tersebut meliputi data yang diperoleh


(41)

35

dilapangan baik berhubungan dengan profil lokasi penelitian, gambaran peristiwa yang mana mendukung konteks penelitian.

BAB IV PENUTUP

Pada Bab IV ini berisi penutup, yang mana berisi kesimpulan dari hasil penelitian. Kesimpulan pada Bab ini menjadi sangat penting karena berisi intisari dari hasil akhir penelitian di dalam penelitian. Saran bisa ditujukan kepada subyek penelitian atau pihak terkait dan berisikan informasi dari peneliti tentang penelitian yang sudah dilakukan.


(42)

36

BAB II

KONFLIK DALAM PERSPEKTIF DAHRENDORF

A. Teori Konflik

Kehidupan sosial dan konflik merupakan gejala yang tidak dapat dipisahkan antara satu dan lainnya, konflik merupakan gejala yang selalu melekat dalam setiap kehidupan sosial. Hal-hal yang mendorong timbulnya konflik yaitu dari adanya persamaan dan perbedaan kepentingan sosial. Di dalam setiap kehidupan sosial tidak ada satu pun manusia yang memiliki kesamaan yang persis, baik dari unsur etnis, kepentingan, kemauan, kehendak, tujuan, dan sebagainya.31 Sebagaimana di pesantren yang dipandang sebagai lembaga pendidikan yang mengajarkan Agama kepada santrinya tetapi dalam kehidupan pesantren tentunya tidak akan lepas dari konflik. Salah satu penyebab adanya konflik yaitu disebabkan oleh interaksi sosial yang mempunyai perbedaan kepentingan dan tujuan sehingga melahirkan pertentangan, seperti halnya di pondok pesantren Al-Muhajirin. Konflik atau pertentangan mendorong individu mencari teman yang menunjukkan solidaritas pada diri dan permasalahan, sehingga terjadi pengelompokkan anggota yang bertentangan antara satu dengan yang lain, baik secara terang-terangan maupun sembunyi-sembunyi.

Dahrendorf melihat proses konflik dari segi intensitas dan sarana yang digunakan dalam konflik. Intensitas merupakan sebagai tingkat keterlibatan

31


(43)

37

konflik yang di dalamnya terdapat waktu, tenaga, dana, dan pikiran. Istilah konflik secara etimologis berasal dari bahasa Latin ‘‘con’’ yang berarti bersama dan „„fligere’’ yang berarti benturan atau tabrakan.32 Dengan demikian, konflik dalam kehidupan sosial berarti benturan kepentingan, keinginan, pendapat, dan lain-lain yang melibatkan dua pihak atau lebih. Selain itu, konflik dapat pula diartikan dengan perbedaan, pertentangan, dan perselisihan. Konflik dalam terminologi Al-Qur‟an sepadan kata „‘Ikhtilaf’’ yang berarti berselisih atau berlainan, menemukan sebab perbedaan, berbeda, mencari sebab perselisihan, dan sebagainya.33 Jadi konflik adalah perselisihan atau persengketaan antara dua atau lebih kekuatan baik secara individu atau kelompok yang kedua belah pihak memiliki keinginan untuk saling menjatuhkan atau menyingkirkan atau mengalahkan atau menyisihkan.

Untuk mengkaji tentang ‘‘Gadget dan Perilaku Santri Dalam

Kehidupan Berinteraksi’’ peneliti melihat bahwa perilaku santri dalam penggunaan gadget di lingkungan pesantren di latar belakangi oleh salah satu faktor yaitu pola interaksi yang melahirkan hubungan kerja sama antar santri yang saling membutuhkan satu sama lain, yang mana kerja sama memberikan suatu pembaharuan peraturan di pesantren sehingga santri di perbolehkan membawa gadget di lingkungan pesantren. Pola interaksi juga bisa melahirkan hubungan pertentangan sehingga menjadikan suatu konflik. Pertentangan atau pertikaian yaitu suatu proses sosial di mana individu atau kelompok berusaha untuk memenuhi tujuannya dengan jalan menentang pihak lawan yang disertai

32

Elly M. Setiadi Usman Kolip. Pengantar Sosiologi, (Jakarta: Kencana, 2011), hlm. 347

33

Veithzal Rivai, dkk. Kepemimpinan dan Perilaku Organisasi. (Jakarta: Rajawali Pers, 2010), hlm. 274


(44)

38

ancaman atau kekerasan. Sebeb-sebab dari adanya pertentangan antara lain adalah:34

1. Perbedaan antara individu-individu 2. Perbedaan kepentingan

3. Perubahan sosial

Peneliti menggunakan teori konflik sebuah konsep teoretik dari Dahrendorf. Konsep sentral teori konflik adalah wewenang dan posisi. Menurut Dahrendorf, dalam setiap kehidupan masyarakat selalu ada asosiasi seperti: negara, industri, partai, agama, klub-klub, dan sebagainya. Dalam setiap asosiasi akan selalu ada dua kelas, yaitu: kelas yang mempunyai kewenangan (dominasi) dan yang tak memiliki kewenangan (subjeksi). Yang dimaksud kewenangan adalah hak yang sah (legitimate) untuk memberikan perintah kepada orang lain. Perbedaan kewenangan dan kekuasaan (power) menurut weber adalah bahwa sumber-sumber pengaruh pada kewenangan bukan dari orang menduduki jabatan atau posisi itu melainkan dari jabatannya sendiri. Sedangakan, sumber kekuasaan adalah berasal dari orang yang menduduki jabatan tersebut.35

Distribusi wewenang secara tidak merata menjadi faktor terjadinya konflik sosial secara sistematis. Perbedaan wewenang adalah suatu tanda dari adanya berbagai posisi dalam masyarakat. Perbedaan posisi dan wewenang di dalam masyarakat itulah yang menjadi perhatian analisis teori konflik,

34

Soerjono Soekanto. Sosiologi Suatu Pengantar. (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2002), hlm. 99

35

Elly M. Setiadi Usman Kolip. Pengantar Sosiologi, (Jakarta: Kencana, 2011), hlm. 368-369


(45)

39

terutama untuk mengidentifikasi berbagai peranan kekuasaan dalam masyarakat.36 Sebagaimana dapat dilihat di pondok pesantren Al-Muahajirin yang mana pengasuhnya memberikan wewenang kepada santrinya secara tidak merata maka terjadi kecemburuan atau pertentangan, hal tersebut dapat menjadikan faktor terjadinya konflik.

Kekuasaan selalu berarti subordinasi (relasi bawahan dan atasan) dan superordinasi (relasi atasan dan bawahan). Mereka yang menduduki posisi kekuasan tersebut diharapkan akan mengendalikan subordinat melalui intruksi, larangan, dan perintah. karena otoritas bersifat legitim maka sanksi dapat diberikan kepada mereka yang tidak mematuhinya. Dalam pondok pesantren Al-Muhajirin seorang kiai yang berperan dalam mengendalikan santrinya melalui peraturan-peraturan yang telah dibuatnya, apabila santri tidak mematuhi peraturan yang telah dibuat maka akan diberikan sanksi.

Dalam masyarakat selalu terdapat dua golongan yang saling bertentangan, yaitu antara penguasa dan yang dikuasai. Setiap golongan diikat oleh kepentingan nyata yang bertentangan secara substansial dan secara langsung. Pertentangan itu terjadi dalam situasi di mana golongan yang berkuasa mempertahankan status quo pola-pola kewenangan yang ada (yang tetap mendominasi), sedangkan golongan yang dikuasai berusaha untuk mengadakan perubahan-perubahan. Pertentangan kepentingan ini selalu ada setiap waktu dan dalam setiap struktur.

36


(46)

40

Benturan kepentingan tersebut dipicu oleh gejala satu pihak merebut kekuasaan dan kewenangan di dalam masyarakat, di pihak lain terdapat kelompok yang berusaha mempertahankan dan mengembangkan kekuasaan dan kewenangan yang sudah ada ditangan mereka. Dalam pondok pesantren Al-Muhajirin juga telah terjadi konflik antar individu yaitu yang terjadi adanya perbedaan atau pertentangan atau ketidakcocokan antara individu satu dengan individu lain. Karena masing-masing individu bersikukuh mempertahankan tujuannya atau kepentingannya masing-masing.37

Konflik yang terjadi pada santri Al-Muhajirin yaitu dikarenakan santri tidak memiliki kecocokan kepada pengurus pesantren yang dikarenakan kecemburuan dalam mempergunakan gadget di pesantren dan pengurus mempunyai posisi yang lebih tinggi dari pada santri.

Kepentingan merupakan elemen dasar dalam kehidupan sosial. Apabila kepentingan itu saling bertabrakan (baik yang manifes maupun laten), maka sudah tentu akan menjadi konflik.38 Sebagaimana yang ada dalam pesantren Al-Muhajirin, yang mana pengasuh pesantren memberikan larangan kepada santri agar tidak memakai Handphone yang bermemory card, adapun kepentingan pengasuh pesantren yaitu agar santri bisa berkonsetrasi dalam belajar dan agar santri tidak terlalu jauh dalam menerima dampak negatif

gadget. Sedangkan kepentingan yang dimiliki santri yaitu untuk hiburan dan untuk mengetahui informasi seperti browsing, Facebook dan lain-lain. Dengan perbedaan kepentingan tersebut akan mengakibatkan menjadi konflik.

37

Elly M. Setiadi Usman Kolip. Pengantar Sosiologi, (Jakarta: Kencana, 2011), hlm. 353

38


(47)

41

Dahrendorf melihat yang terlibat konflik adalah kelompok semu (quasi group) dan kelompok kepentingan (interest group). Kelompok semu adalah kelompok pemegang kekuasaan atau jabatan dengan kepentingan yang sama yang terbentuk karena munculnya kelompok kepentingan. Kelompok kedua yakni kelompok kepentingan yang terbentuk dari kelompok semu yang lebih luas. Kelompok ini mempunyai struktur, organisasi, program, tujuan, serta anggota yang jelas. Kelompok kepentingan inilah yang menjadi sumber nyata timbulnya konflik sosial dalam masyarakat.39

Pada konflik santri Al-Muhajirin dengan pengurus serta pengasuh pesantren, terjadi harapan peran yang telah disadari. Santri telah menyadari kepentingan yaitu mendapatkan kesamarataan dalam hal mempergunakan

gadget dalam pondok pesantren sehingga santri tidak memiliki sifat kecemburuan dan tidak merasa ketidakadilan dalam pemakaian gadget.

Teori konflik menurut Dahrendorf adalah mata rantai antara konflik dan perubahan sosial. Konflik memimpin kearah perubahan dan pembangunan. Karena dalam situasi konflik golongan yang terlibat konflik melakukan tindakan perubahan dalam struktur sosial. Kalau konfliknya hebat, maka yang terjadi adalah perubahan secara radikal. Bila konfliknya disertai kekerasan, maka perubahan struktur akan efektif. Dahrendorf melihat masyarakat selalu dalam kondisi konflik dengan mengabaikan norma-norma dan nilai yang berlaku umum yang menjamin terciptanya keseimbangan dalam masyarakat.40

39

George Ritzer, Douglas J. Goodman. Teori Sosiologi Klasik Sampai Perkembangan Mutakhir Teori Sosial PostModern. (Bantul: Kreasi Kencana, 2013), hlm. 285

40


(48)

42

Dari teori konflik sosial tersebut dapat diambil beberapa garis besar tentang pokok-pokok dasar dari teori, yaitu:41

1. Setiap kehidupan sosial selalu berada dalam proses perubahan, sehingga perubahan merupakan gejala yang bersifat permanen yang mengisi setiap perubahan kehidupan sosial. Gejala perubahan kebanyakan sering diikuti oleh konflik baik secara personal maupun secara interpersonal. Sebagaimana dapat dilihat di pondok pesantren Al-Muhajirin bahwasanya terjadi perubahan seperti halnya dulu di pesantren Al-Muhajirin belum di perbolehkan membawa gadget, setelah di perbolehkan terdapat suatu konflik antar santri dan pengurus yang disebabkan oleh tidak meratanya wewenang yang diberikan oleh pengasuh.

2. Setiap kehidupan sosial selalu terdapat konflik di dalam dirinya sendiri, oleh sebab itu konflik merupakan gejala yang permanen yang mengisi setiap kehidupan sosial. Gejala konflik akan berjalan seiring dengan kehidupan sosial itu sendiri, sehingga lenyapnya konflik juga akan bersamaan dengan lenyapnya kehidupan sosial. Konflik juga terdapat dalam pondok pesantren Al-Muhajirin, konflik terjadi dikarenakan ada penyebab yang memicu munculnya suatu konflik, menyelesaikan konflik yaitu mencari akar permasalahan dari konflik tersebut bisa dilakukan dengan cara musyawarah, kenapa konflik ini muncul.

3. Setiap elemen dalam kehidupan sosial memberikan andil bagi perubahan dan konflik sosial, sehingga antara konflik dan perubahan merupakan dua

41

Elly M. Setiadi Usman Kolip. Pengantar Sosiologi. (Jakarta: Kencana, 2011), hlm. 369-370


(49)

43

variabel yang saling berpengaruh. Elemen-elemen tersebut akan selalu dihadapkan pada persamaan dan perbedaan, sehingga persamaan akan mengantarkan pada akomodasi sedangkan perbedaan akan mengantarkan timbulnya situasi konflik. Sebagaimana yang ada dalam pesantren Al-Muhajirin, jika peraturan yang dibuat oleh pengasuh pesantren di persamakan dengan semua santri dan pengurus maka tidak akan terjadi suatu pertentangan dalam pesantren dan santri tidak akan memiliki rasa ketidakadilan, sehingga santri dan pengurus memiliki keseimbangan dalam peraturan dan tidak akan terjadi suatu percekcokan atau kesalahfahaman dalam diri santri. Sedangkan, jika peraturan yang dibuat oleh pengasuh pesantren dibedakan maka akan terjadi suatu konflik seperti pertentangan yang akan dilakukan santri sehingga santri tidak mentaati apa yang diperintahkan pengasuh.

4. Setiap kehidupan sosial, masyarakat akan terintegrasi diatas penguasaan atau dominasi sejumlah kekuatan-kekuatan lain. Dominasi kekuatan secara sepihak akan menimbulkan konsiliasi, akan tetapi mengandung simpanan benih-benih konflik yang bersifat laten, yang sewaktu-waktu akan meledak menjadi konflik manifes (terbuka). Sebagaimana yang ada dalam pondok pesantren Al-Muhajirin, yang mana pengasuh pesantren memberikan peraturan yang berbeda kepada pengurus pesantren seperti diperbolehkan membawa Handphone yang bermemory card, pesantren seperti tidak adanya suatu konflik tetapi santri merasakan kecemburuan dan santri


(50)

44

menentang ada perbedaan pearturan tersebut tetapi secara laten yang tidak diketahui oleh pengasuh.

Faktor utama penyebab terjadinya konflik sosial adalah disfungsi sosial. Maksudnya nilai-nilai dan norma-norma sosial yang ada di dalam struktur sosial tidak lagi ditaati, pranata sosial, dan sistem pengendaliannya tidak berjalan sebagaimana mestinya. Adapun penganut teori konflik menjabarkan bahwa penyebab utama konflik adalah adanya perbedaan atau ketimpangan hubungan dalam masyarakat yang memunculkan diferensiasi kepentingan.42 Dalam pesantren Al-Muhajirin peraturan-peraturan yang dibuat oleh pengasuh telah banyak yang tidak lagi ditaati oleh santri. Santri tidak mentaati peraturan dikarenakan adanya suatu perbedaan yang ada diperaturan tersebut.

Dahrendorf melihat masyarakat berdimensi ganda, memiliki sisi konflik dan sekaligus sisi kerja sama. Sehingga, segala sesuatunya dapat dianalisis dengan fungsinonalisme struktural dan dapat pula dengan konflik.43 Yang mana dalam pondok pesantren Al-Muhajirin sebelum terjadinya suatu konflik dan sebelum di perbolehkan santri membawa gadget dalam pesantren, antar santri dan pengurus memiliki saling kerja sama dalam hal mempergunakan

gadget di pesantren. Sehingga, kiai mengizinkan santri-santri dalam mempergunakan gadget di pesantren Al-Muahajirin.

Menurut Dahrendorf hubungan-hubungan kekuasan yang menyangkut bawahan dan atasan menyediakan unsur-unsur bagi kelahiran kelas. Terdapat dikotomi antara yang berkuasa dan yang dikuasai. Dengan kata lain, beberapa

42

Elly M. Setiadi Usman Kolip. Pengantar Sosiologi, (Jakarta: Kencana, 2011), hlm. 363

43


(51)

45

orang turut serta dalam struktur kekuasaan yang ada dalam kelompok, sedang yang lain tidak, beberapa orang memiliki kekuasaan sedang yang lain tidak.44

Membiarkan konflik berkembang akan mengakibatkan sifat konflik yang konstruktif (bersifat membangun) dan berubah menjadi destruktif (bersifat merusak), akan tetapi menekan konflik akan menimbulkan bahaya laten yang pada akhirnya ledakan konflik yang tertekan. Untuk dapat menyelesaikan konflik yang baik adalah mencari akar permasalahan dari konflik tersebut sehingga dapat dicari titik penyelesaiannya. Gelaja konflik sosial akan selesai jika akar penyebab konflik dapat ditiadakan tanpa menyisakan kondisi yang memendam antagonisme.45 Serta aspirasi dari pihak-pihak yang bertikai harus di dengarkan dan diberikan kesempatan yang sama untuk menyatakan pendapatnya. Dengan begitu konflik akan terselesaikan jika mengetahui akar permasalahan yang ada.

Penelitian yang telah dilakukan oleh peneliti tentang gadget dan perilaku santri dalam kehidupan berinteraksi di pondok pesantren Al-Muhajirin merupakan salah satu tujuan untuk mengetahui bagaimana perubahan gadget pada perilaku santri dan terdapat konflik apa saja setelah adanya gadget di lingkungan pesantren. Peneliti menggunakan teori konflik karena peneliti melihat bahwa dalam proses masuknya gadget di lingkungan pondok pesantren Al-Muhajirin terjadi adanya penyalahgunaan gadget

sehingga pembaharuan peraturan dan menjadikan suatu pertentangan, kecemburuan serta ketidakmeraatan kewenangan dalam memberikan aturan.

44

Margaret M. Poloma, Sosiologi Kontemporer, (Jakarta: Rajawali, 1987), hlm. 135

45


(52)

46

Peneliti menggunakan teori konflik dengan melihat fenomena dan realitas sosial yang terjadi di pondok pesantren Al-Muhajirin dan peneliti mencari bagian tentang fenomena yang memiliki keterkaitan dengan munculnya suatu konflik itu sendiri.

Dalam hal ini dapat dilihat bahwa konflik muncul dari adanya distribusi wewenang yang secara tidak merata yang akan menimbulkan suatu konflik, yang mana antara individu-individu atau pengasuh, pengurus, santri memiliki posisi yang berbeda di dalam lingkungan pesantren. Pengasuh memiliki posisi lebih tinggi dalam pesantren karena seorang pengasuh dapat memberikan suatu ajaran, perintah, larangan ataupun aturan yang ada di lingkungan pesantren. Posisi pengurus sebagai seorang yang mempunyai tanggung jawab menjalankan suatu perintah yang diberikan oleh pengasuh untuk menjaga keadaan yang ada di pesantren. Sedangkan posisi santri sebagai seorang murid yang mendalami ajaran Agama Islam di pesantren yang di ajarkan oleh seorang kiai, maka santri harus mengikuti apa yang di perintahkan, maupun menjalankan suatu peraturan yang ada di pesantren yang telah di tetepkan oleh pengasuh. Perbedaan posisi dan wewenang itulah yang menjadikan suatu konflik dalam pesantren. Yang mana santri menginginkan membawa gadget di lingkungan pesantren tetapi terhalang oleh peraturan-peraturan yang telah di tetapkan oleh pengasuh. Peraturan-peraturan yang membedakan antara santri dan pengurus pesantren seperti peraturan yang tidak memperbolehkan santri membawa Handphone yang bermemory card sedangkan pengurus pesantren masih tetap di perbolehkan. Perbedaan dalam memberikan peraturan yang ada


(53)

47

dalam pesantren menjadikan pertentangan, kesalahfahaman dan kecemburuan sosial bagi santri kepada pengurus pesantren. Hal itulah yang menjadikan suatu konflik yang ada dalam pesantren, yang mana santri bersikukuh untuk menentang peraturan yang telah dibuat oleh pengasuh seperti mempergunakan


(54)

95

BAB IV

PENUTUP

A. Kesimpulan

Dari hasil penelitian dan kemudian dianalisis maka penyusun dapat memberikan kesimpulan sekaligus sebagai jawaban dari rumusan masalah sebagai berikut:

1. Perilaku santri sebelum adanya gadget dalam lingkungan pesantren masih sangat sederhana, pola pemikiran santri masih belum berkembang, dan keadaan pondok pesantren Al-Muhajirin masih bersifat tradisional dalam berpola hidup, berpola pikir, dan berperilaku serta masih belum ada pembaharuan peraturan dalam lingkungan pesantren. Namun, setelah santri diperbolehkan mempergunakan

gadget dalam lingkungan pesantren. Perilaku santri dalam beraktifitas kesehariannya yaitu seperti perilaku santri yang tidak lepas dengan

gadget saat berkumpul maupun berpergian, perilaku santri yang lebih disibukkan dengan gadgetnya dari pada berinteraksi dengan temannya, perilaku santri dalam penyalahgunaan gadget di pesantren misal, mengvidio temannya waktu tidur dan waktu berganti pakaian sehingga hal itu dapat menghilangkan kepercayaan kiai kepada santri dalam mempergunakan gadget. Perilaku santri sekarang ini lebih senang bermain gadget dari pada membaca ulang kitab yang di pelajarinya, perilaku santri dalam mempergunakan gadget untuk mengapresiasikan Ilmu Agama yang di dapat di pesantren kepada masyarakat dengan


(55)

96

cara membuat tulisan di Facebook. Dalam hal itu perilaku santri di pengaruhi oleh beberapa faktor penyebab yaitu letak pesantren yang dekat dengan pasar, counter, warnet serta sentri-santri dalam menempuh pendidikan ada yang berada di luar pesantren. Sehingga terpengaruh oleh keadaan lingkungan luar dan pergaulan dari teman. 2. Tujuan santri dalam penggunaan gadget di lingkungan pesantren yaitu

salah satunya untuk memenuhi kebutuhan santri dalam hal berkomunikasi dan dapat mengakses informasi dengan mudah. Gadget

juga bisa sebagai sarana untuk hiburan tersendiri pada saat tidak ada kegiatan pesantren seperti bermain permainan, mendengarkan musik. Dan sebagai sarana pembelajaran yang baru bagi santri seperti menghafal Al-Qur‟an dengan mempergunakan gadget. Serta gadget

dapat digunakan sebagai sarana untuk berbagi ilmu tentang agama kepada masyarakat luar seperti melalui tulisan-tulisan atau status yang ada di Blog atau Facebook.

3. Dampak penggunaan gadget bagi santri Al-Muhajirin dalam kehidupan berinteraksi yaitu :

a. Menjadikan santri malas dan kurangnya konsentrasi dalam belajar sehingga nilai yang di dapat santri menjadi menurun

b. Kurangnya kepedulian santri terhadap keadaan sekitar seperti kebersihan pesantren karena santri lebih disibukkan dengan gadgetnya.


(1)

92

santri masih diperbolehkan membawa Handphone yang ada memory cardnya,

setelah adanya suatu masalah dalam pemakaian gadget, santri sudah tidak

diperbolehkan membawa gadget dalam pesantren. Awal mulanya santri dan

pengurus mematuhi peraturan yang telah diberikan kiai tetapi lama kelamaan

pengurus diperbolehkan untuk membawa gadget. Dengan adanya perbedaan

peraturan tersebut dapat terjadi suatu pertentangan dari santri seperti

sembunyi-sembunyi membawa gadget meskipun tidak diperbolehkan yang

ada memory cardnya.

Dapat dilihat bahwa santri yang sebelumnya membawa gadget dalam

pesantren diperbolehkan oleh kiai tetapi syarat-syarat yang telah diberikan

oleh pak kiai tidak dihiraukan oleh salah satu santri sehingga menyebabkan

kiai untuk mengubah peraturan yang telah dibuatnya. Peraturan yang dibuat

kiai diberlakukan kepada semua santri tetapi kecuali untuk pengurus

pesantren. Sehingga santri memiliki kecemburuan kepada pengurus pesantren

yang diperbolehkan membawa Handphone yang bermemory card. Dengan

adanya perbedaan tersebut timbulnya suatu pertentangan yang dilakukan santri

yang dikarenakan merasa tidak adil.

Sebagaimana yang dikemukakan di dalam pemikiran Dahrendorf

tentang teori konflik, bahwa salah satu penyebab adanya konflik yaitu

disebabkan oleh interaksi sosial yang mempunyai perbedaan kepentingan dan

tujuan sehingga melahirkan pertentangan. Distribusi yang tidak merata

menjadi faktor terjadinya konflik sosial secara sistematis. Sebagaimana yang


(2)

93

memberikan wewenang kepada santrinya secara tidak merata, maka akan

berakibat menjadi kecemburuan atau pertentangan.

Penyebab terjadinya konflik bisa disebabkan oleh disfungsi sosial.

Maksudnya nilai-nilai dan norma-norma sosial yang ada dalam struktur sosial

tidak lagi ditaati, dan sistem pengendaliannya tidak berjalan sebagaimana

mestinya. Dalam pesantren Al-Muhajirin peraturan-peraturan yang dibuat oleh

pengasuh banyak yang tidak lagi ditaati oleh santri. Santri tidak mentaati

peraturan dikeranakan adanya suatu perbedaan yang ada diperaturan tersebut.

Pondok pesantren Al-Muhajirin yang mempunyai wewenang dalam

membuat peraturan-peraturan yang berlaku di pondok pesantren adalah

seorang kiai. Santri harus mematuhi apa yang di perintahkan seorang kiai

dalam mentaati peraturan-peraturan yang telah dibuat termasuk peraturan

dalam membawa gadget di dalam pondok pesantren Al-Muhajirin. Misal,

wewenang kiai dalam memerintah santrinya untuk mentaati peraturan pondok

yang di perbolehkan membawa gadget yang tidak boleh ada memory cardnya

seperti Handphone yang tidak berkamera, jika terdapat santri yang tidak

mentaati perintah dari kiai maka terdapat sanksi-sanksi yang harus diterima

oleh santri seperti membayar denda, diambil memory cardnya.

Peraturan-peraturan yang telah dibuat oleh kiai tentang membawa gadget yang tidak

boleh ada memory cardnya tidak berlaku bagi pengurus yang sudah lulus

Dahrendorf Teori Konflik

Wewenang

Posisi

Kiai

Santri

Peraturan Sanksi


(3)

94

sekolah menengah dan keatas. Terdapat distribusi wewenang kiai secara tidak

merata menjadi faktor terjadinya konflik sosial seperti kecemburuan santri

kepada pengurus tentang perbedaan peraturan membawa gadget di pondok,

sehingga menjadikan dampak pertentangan santri misal santri membawa

Handphone yang berkamera dengan cara sembunyi-sembunyi karena


(4)

ABSTRAK

Siti Nur Ainin, 2015, Gadget dan Perilaku Santri Dalam Kehidupan Berinteraksi

(Studi Kasus Di Pondok Pesantren Al-Muhajirin Dusun Panjer Desa Tunggal Pager Kecamatan Pungging Kabupaten Mojokerto), Skripsi Program Studi Sosiologi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik UIN Sunan Ampel Surabaya.

Kata Kunci: Gadget, Perilaku Santri, dan Interaksi

Permasalahan yang dikaji dalam penelitian ini adalahbagaimana perilaku

santri dalam penggunaan gadget di lingkungan pondok pesantren. Apa tujuan

santri dalam penggunaan gadget di lingkungan pondok pesantren serta Bagaimana

dampak penggunaan gadget bagi santri dalam kehidupan berinteraksi di pondok

pesantren Al-Muhajirin Desa Tunggal Pager Kecamatan Pungging Kabupaten Mojokerto.

Metode yang digunakan di dalam penelitian ini adalah metode penelitian kualitatif deskriptif dengan teknik pengumpulan data observasi, wawancara dan dokumentasi. Teori yang digunakan dalam melihat fenomena yang terjadi pada

penggunaan gadget dan perilaku santri dalam kehidupan berinteraksi di pondok

pesantren Al-Muhajirin Desa Tunggal Pager Kecamatan Pungging Kabupaten Mojokerto adalah teori Konflik dalam perspektifDahrendorf.

Dari hasil penelitian ini ditemukan bahwa:(1). Perilaku santri dalam

penggunaan gadget di lingkungan pesantren yaitu santri dalam beraktifitas

kesehariaannya yang tidak lepas dari gadget saat berkumpul dengan teman

maupun saat pergi keluar pesantren, santri ketika berinteraksi dengan teman tidak memandang temannya saat berbicara karena lebih disibukkan dengan bermain gadget, santri menjadi menyimpang di karenakan dalam penyalahgunaan gadgetseperti digunakan untuk menjahilin temannya. Aktifitas santri lebih

kebermain gadgetnya dari pada mengulang kembali pembelajaran kitab.(2)

Tujuan santri dalam mempergunakan gadget yaitu salah satunya untuk

memudahkan santri dalam hal berkomunikasi dengan keluarga, kerabat, teman dan lain-lain, dapat mengakses informasi dengan mudah, dan sebagai sarana untuk hiburan serta memudahkan santri untuk berbagi Ilmu Agama kepada masyarakat

luar pesantren.(3) Dampak penggunaan gadget bagi santri yaitu menjadikan santri

malas belajar, menjadikan kurang memiliki tanggung jawab dan kepedulian dengan keadaan lingkungan sekitar, memiliki gaya hidup yang boros, menjadikan santri kurang memperhatikan temannya saat berbicara, menjadikan santri kurang berinteraksi dengan santri-santri yang lain dan pengurus sehingga menimbulkan masalah kesalahfahaman yang di karenakan kurangnya komunikasi.Teori konflik perspektif Dahrendorf yaitu distribusi wewenang yang secara tidak merata,yang mana pengasuh memberikan perbedaan peraturan dalam pesantren seperti santri di

perbolehkan membawa Handphone yang tidak bermermory card sedangkan

pengurus di perbolehkan membawa Handphonebermemory card, dengan adanya


(5)

99

DAFTAR PUSTAKA

Bungin, Burhan. Metodologi Penelitian Kualitatif. Jakarta: PT. Raja

Grafindo Persada, 2001.

Djaelani, Abdul Qadir. Peran Ulama dan Santri. Surabaya: PT Bina Ilmu,

1994.

Fathoni, Abdurrahman. Metodologi Penelitian dan Teknik Penyusunan

Skripsi. Jakarta: Rineka Cipta, 2006

Fahmi, Asma Hasan. Sejarah dan Filsafat Pendidikan Islam. Jakarta:

Bulan Bintang, 1979.

Goodman. Ritzer, George. Douglas J. Teori Sosiologi: Dari Teori

Sosiologi Klasik Sampai Perkembangan Mutakhir Teori Sosial Postmodern. Bantul: Kreasi Kencana, 2013.

Indra, Hasbi. Pesantren dan Transformasi Sosial. Jakarta:

PENAMADANI, 2013.

Kuncoro, Eri dkk. Life on Blackberry. Yogyakarta: Multikom, 2009.

Margono. Metodologi Penelitian Pendidikan. Jakarta: PT. Rineka Cipta,

2003.

Mardalis. Metode Penelitian Suatu Pendekatan Proposal. Jakarta: Bumi

Aksara, 2003.

Moleong, J. Lexy. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT. Remaja

Rosda Karya, 2002.

Mulyana, Deddy. Metodologi Penelitian Kualitatif Paradigma baru Ilmu

Komunikasi dan Sosial lainnya. Bandung: PT remaja Rosdakarya,2008.

Munir. Kurikulum Berbasis Teknologi Informasi dan Komunikasi.

Bandung: Alfabeta, 2008.

Poloma, Margaret M. Sosiologi Kontemporer. Jakarta: Rajawali, 1987.

Poerwadarminta, W.J.S. Kamus Umum Bahasa Indonesia. Jakarta:Balai

Pustaka, 1993.

Purwanto S.U. Sosiologi Untuk Pemula. Yogyakarta: Media Wacana,


(6)

100

Rahardjo, Dawan. Pesantren dan Pembaharuan. Jakarta: LP3ES, 1974.

Ranjabar, Jacobus. Sistem Sosial Budaya Indonesia. Bogor: Ghalia

Indonesia, 2006.

Setiadi Usman Kolip, Elly M. Pengantar Sosiologi. Jakarta: Kencana,

2011.

Sondang, Siagian P. Organisasi Kepemimpinan Dan Perilaku

Administrasi. Jakarta: Gunung Agung, 1986.

Suharsimi, Arikanto. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek.

Jakarta: Rineka Cipta, 2002.

Siahan dan Hotman, Pengantar Kearah Sejaran dan Teori Sosiologi. IKIP:

Erlangga,Tt,

Sugyono. Memahami Penelitian Kualitatif. Bandung: Alfabeta, 1995.

Sztompka, Piotr. 2011. Sosiologi Perubahan Sosial, Cetakan ke-06.

Jakarta: Prenada, 2011.

Wirawan. Teori-teori Sosial Dalam Tiga Paradigma. Jakarta: Kencana,

2012.

Yasmadi. Modernisasi Pesantren. Jakarta: PT Quantum Teaching, 2005.

Yuswianto. Metodologi Penelitian. Fakultas Tarbiyah UIN Malang, 2002.

Zamakhsyari. Dhofier. Tradisi Pesantren Studi Tentang Pandangan Hidup

Kyai. Jakarta: LP3ES, 1982