Kecemasan menghadapi masa pensiun pada karyawan pabrik laki-laki yang telah mengikuti Masa Persiapan Pensiun (MPP) di PT ISM Bogasari Jakarta - USD Repository

  

KECEMASAN MENGHADAPI MASA PENSIUN

PADA KARYAWAN PABRIK LAKI-LAKI YANG TELAH MENGIKUTI

MASA PERSIAPAN PENSIUN (MPP) DI PT ISM BOGASARI JAKARTA

Skripsi

  

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat

Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi

Program Studi Psikologi

  

Oleh :

Veronika Alitta Yulianti

NIM : 059114081

PROGRAM STUDI PSIKOLOGI JURUSAN PSIKOLOGI

FAKULTAS PSIKOLOGI

HOPE, PRAY, FIGHT

  ( Veronika Alitta Y.)

HALAMAN PERSEMBAHAN

  

Karya ini saya persembahkan untuk

semua orang yang tertarik dengan dunia pensiun

dan dewasa akhir

  

KECEMASAN MENGHADAPI MASA PENSIUN

PADA KARYAWAN PABRIK LAKI-LAKI YANG TELAH MENGIKUTI MASA

PERSIAPAN PENSIUN (MPP) DI PT ISM BOGASARI JAKARTA

  

Veronika Alitta Yulianti

ABSTRAK

  Tujuan dari penelitian ini adalah untuk memperoleh gambaran tentang kecemasan menghadapi masa pensiun pada karyawan pabrik laki-laki yang telah mengikuti masa persiapan pensiun (MPP) di PT ISM Bogasari Jakarta. Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian deskriptif kuantitatif. Subyek penelitian adalah 92 karyawan pabrik laki-laki PT ISM Bogasari Jakarta dari berbagai divisi. Sampel diperoleh dengan teknik purposive sampling. Pengumpulan data dilakukan dengan cara menyebarkan skala kecemasan secara langsung kepada responden. Alat ukur yang digunakan dalam penelitian ini adalah skala kecemasan menghadapi pensiun yang disusun oleh peneliti sendiri. Daya diskriminasi dalam penelitian ini menggunakan batasan r >0,30. Pada skala kecemasan terdapat 16 item yang gugur dan 48 item yang sahih. Koefisien

  ix

  reliabilitas skala kecemasan menghadapi pensiun sebesar 0,940. Teknik analisis yang digunakan adalah teknik statistik deskriptif presentase. Hasil penelitian menunjukkan bahwa karyawan pabrik laki-laki yang telah mengikuti masa persiapan pensiun di PT ISM Bogasari mengalami kecemasan pada kategori sedang yaitu 30 orang (55,56%) dan 24 orang (44,44%) berada pada kategori rendah. Tidak ada subyek yang mengalami kecemasan pada kategori tinggi.

  Kata Kunci : Kecemasan, Karyawan Pabrik Laki-Laki yang telah mengikuti masa persiapan pensiun (MPP)

  ANXIETY FACING THE RETIREMENT OF FABRIC EMPLOYEES MALE WHO HAS FOLLOW THE PRE PREPARATION PROGRAM

  IN PT ISM BOGASARI JAKARTA

  

Veronika Alitta Yulianti

ABSTRACT

  This study aimed to describe the anxiety facing the retirement of private employees male in PT ISM Bogasari Jakarta. This research is a quantitative descriptive research. The research subjects were 92 fabric employees male who has follow the pre preparation program in PT ISM Bogasari Jakarta from various divisions. Research samples were obtained by the means of purposive sampling. In data gathering, the researcher distributed a set of anxiety scale directly to the respondents. This research measuring instrument was a set of self made anxiety scale of retirement. The discrimination control in this research used a value limit of r > 0,30. Sixteen

  ix

  items from the original anxiety scale were eliminated, and the remaining 48 items were claimed as valid. This research employed the percentagecriptive statistical technique in its data analysis. The research result show that the fabric employees male who has follow the pre preparation program in PT ISM Bogasari Jakarta experienced anxiety at the medium levels, 30 subjects (55,56%) and 24 others (44,44%) at the low anxiety scale. There are no subjects who experience anxiety in the high level.

  Keywords: Anxiety, Male Fabric Employees who has follow the preparation program

KATA PENGANTAR

  Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah Bapa atas segala berkat

dan bimbingan-Nya sehingga penulis mampu menyelesaikan skripsi ini. Skripsi

ini adalah bagian dari proses pembelajaran penulis selama kuliah dan proses

skripsi ini melibatkan banyak pihak yang berperan serta. Dalam kesempatan ini,

perkenankanlah penulis mengucapkan terima kasih yang tulus kepada :

  

1. Tuhan Yesus Kristus atas segala berkat dan karunia-Nya yang tiada habisnya

diberikan selama hidup penulis. Puji dan syukur kepada Mu, Tuhan.

  

2. Dekan Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta, Ibu Dr.

  Christina Siwi Handayani, M.Si

  3. Kaprodi Ibu Sylvia Carolina M. Y. M, S.Psi., M.Si

  4. Dosen pembimbing akademik sekaligus dosen pembimbing skripsi penulis, Ibu M.L. Anantasari, S.Psi., M.Si. yang dengan sabar membimbing, mengingatkan dan memberi masukan baik untuk penulisan skripsi maupun dalam pembelajaran hidup. Terima kasih banyak atas semuanya yang telah ibu berikan kepada saya. Banyak pelajaran yang saya peroleh dari ibu.

  

5. Dosen-dosen penguji Ibu A. Tanti Arini, S.Psi., M.Si dan Ibu Agnes Indar

Etikawati, S.Psi., M.Si

  

6. Seluruh dosen dan karyawan Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma

  

7. Bpk. Rudi Sianipar, Bpk. Anwar, Bpk.Louis Djangun, Ibu Shanty dan segenap

staff di PT ISM Bogasari Jakarta yang telah memberikan ijin dan kesempatan kepada penulis untuk pengambilan data skripsi. Terimakasih atas kerjasama dan bimbingan yang telah diberikan kepada penulis saat melakukan pengambilan data disana.

8. Bapak dan Ibu atas semuanya yang telah diberikan kepada penulis selama ini.

  Semoga hasil karya ini bisa mewakili segenap terimakasih dari anak “kecil” Bapak dan Ibu ini. Makasih banget ya Bu, Pak. Buat Mas Ageng, Mbak Sisca dan Arka, makasih ya Mas, Mbak buat pengertiannya dan sudah menjadi orangtua kedua ku selama di jogja. Arka, makasih buat keceriaan mu.

  

9. Keluarga Y. Sudarno yang telah memberikan keramahan dan menerima

penulis dalam keluarga besar Beji. Terimakasih atas semua yang telah diberikan kepada penulis. Saya mempunyai “rumah” kedua di jogja. Biarlah Tuhan yang membalas segala kebaikan dari keluarga ini.

  

10. Teman-teman seperjuangan selama kuliah, Silvi “silpong”, Andien “ndien”,

Mena “menong”, Ita, Matil, Sari, Dewi dan Oposh atas kebersamaannya dari awal hingga akhir kuliah. Semangat terus teman-teman. Semoga kita sukses di masa depan!!

  

11. Sahabat-sahabat Jogja : Mbak Anna “Mamae”, Mbak Mita, Mbak Vita, Mbak Merry, Gothe “Bogel”, Mbak Sita “Lemot”. Makasih ya, mbak-mbak. Kalian teman-teman yang lain. Andika “Bleki”,makasih uda mw direpotin macem- macem. Sukses buat kita semua!!

  

12. Sahabat-sahabat Jakarta : Icha, Bazoka, Rohanita, Julius, Merry, Elroy, Filia,

Peny “Pence”, Enzelina, Hendi, Heru, Bagus dan semua teman-teman Mudika SMAN 13 Jakarta. Terimakasih buat dukungan, perhatian dan kebersamaan kalian selama ini terutama saat pengerjaan skripsiku. Tunggu aku disana, teman-teman.

  

13. Semua teman-teman dan saudara di Jakarta dan Jogja yang tidak bisa

disebutkan satu persatu. Terimakasih semuanya. Mari meraih mimpi!

  DAFTAR ISI Halaman Halaman Judul……………………………………………………………. i

  

Halaman Persetujuan Pembimbing………………………………………. ii

Halaman Pengesahan…………………………………………………….. iii

Halaman Moto…………………………………………………………… iv

Halaman Persembahan…………………………………………………... v

Pernyataan Keaslian Karya……………………………………………… vi

Abstrak…………………………………………………………………... vii

Abstact…………………………………………………………………… viii

Kata Pengantar…………………………………………………………… ix

Daftar Isi…………………………………………………………………. xi

Daftar Tabel……………………………………………………………… xv

  

BAB I. PENDAHULUAN ......................................................................... . 1

A. Latar Belakang Masalah………………………………………. 1 B. Rumusan Masalah…………………………………………….. 5 C. Tujuan Penelitian………………………………………............ 5 D. Manfaat Penelitian……………………………………………... 6

  

BAB II. LANDASAN TEORI ……………………………………………. 7

A. Kecemasan…………………………………………………....... 7

  1. Pengertian Kecemasan……………………………………....7

  2. Gejala Kecemasan…………………………………………..8

  3. Faktor-faktor Penyebab Kecemasan……………………….. 9

  4. Fungsi kecemasan………………………………………….. 10

B. Pensiun………………………………………………………….11

  1. Pengertian Pensiun………………………………………….11

  2. Faktor-faktor yang Berpengaruh pada Proses Pensiun…….. 12

  C. Kecemasan Karyawan Swasta Laki-laki dalam - menghadapi Masa Pensiun…………………………………….. 15

  1. Pengertian Karyawan Swasta……………………………….15

  2. Pengertian Kecemasan dalam Menghadapi Masa Pensiun………………………………………………. 15

  3. Gejala Kecemasan dalam Menghadapi Masa Pensiun……...16

  4. Faktor-faktor Kecemasan dalam Menghadapi Masa Pensiun………………………………………………. 17

  5. Dinamika Kecemasan Karyawan Swasta Laki-Laki dalam Menghadapi Masa Pensiun………………………………….19

  C. Definisi Operasional Variabel Penelitian……………………….. 24

  D. Subyek Penelitian………………………………………………..26

  E. Metode dan Alat Pengumpulan Data…………………………….27

  F. Pertanggungjawaban Mutu………………………………….........30

  1. Validitas………………………………………………………30

  2. Seleksi Item…………………………………………………...31

  3. Reliabilitas…………………………………………………….34

  G. Metode Analisis Data…………………………………………….35

  

BAB IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ………………… 37

A. Persiapan Penelitian……………………...……………………...37

  1. Orientasi kancah……………………………………………...37

  2. Persiapan Penelitian…………………………………………..37

  3. Uji Coba Instrumen Penelitian………………………………..38

  B. Pelaksanaan Penelitian…………………………………………..39

  C. Hasil Penelitian………………………………………………….39

  1. Uji Normalitas………………………………………………...39

  

2. Deskripsi Rata-Rata Kecemasan dalam Menghadapi

Masa Pensiun Pada Karyawan Swasta……..………………... 40 D. Pembahasan……………………………………………………...42

BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN ……………………………………46 A. Kesimpulan………………………………………………………46 B. Saran……………………………………………………………..47 DAFTAR PUSTAKA……………………………………………………….48 LAMPIRAN

  

DAFTAR TABEL

Tabel 1.1 Sebaran Butir Skala Kecemasan Menghadapi Pensiun…………..28Tabel 1.2 Hasil Korelasi Item Total Skala Kecemasan……………………..32Tabel 1.3 Distribusi Skala Kecemasan setelah Uji Coba…………………...33Tabel 1.4 Kategori Nilai Jenjang Tiga……………………………………...36Tabel 1.5 Hasil Data Penelitian……………………………………………..40Tabel 1.6 Kategorisasi Kecemasan Karyawan Pabrik Laki-Laki di PT ISM Bogasari Jakarta dalam Menghadapi Masa Pensiun…41

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Salah satu tugas perkembangan yang harus dihadapi oleh setiap orang yang

  

akan memasuki usia tua adalah mempersiapkan diri menghadapi pensiun. Masa

ini diawali oleh peristiwa dimana seseorang harus berhenti dari aktifitas bekerja

secara formal yang disebabkan oleh bertambahnya usia. Kondisi ini menyebabkan

adanya pergantian posisi yang diduduki oleh karyawan yang memasuki batas usia

pensiun dengan karyawan yang lebih muda untuk mempertahankan atau

meningkatkan produktivitas dari organisasi dimana mereka bekerja. Peristiwa

inilah yang disebut pensiun (Sulistyorini dalam Saragih, 2006).

  Schwart (dalam Hurlock,1996) berpendapat bahwa pensiun merupakan akhir

pola hidup atau masa transisi ke pola hidup yang baru. Perubahan yang terjadi

dalam masa pensiun menyangkut perubahan peran, perubahan keinginan dan nilai,

serta perubahan secara keseluruhan terhadap pola hidup setiap individu. Erickson

(dalam Hurlock,1996) menyebutkan bahwa krisis identitas yang menimpa orang

setelah pensiun disebabkan adanya keharusan untuk melakukan perubahan peran

yang drastis dari seorang pekerja yang sibuk menjadi seorang pengangguran yang memperkuat harga diri. Oleh karenanya, sering terjadi orang yang pensiun

bukannya bisa menikmati masa tua dengan hidup santai, sebaliknya, ada yang

malahan mengalami masalah serius kejiwaan maupun fisik. Menurut Fletcher dan

Hansson (1991) kecemasan menghadapi masa pensiun merupakan kekhawatiran

pada sesuatu yang tidak pasti dan tidak dapat diprediksi sebagai akibat datangnya

masa pensiun.

  Menurut Hartati (dalam Triantoro, 2007) reaksi sikap terhadap masa pensiun

ada tiga bentuk yaitu; pertama menerima, kedua terpaksa menerima dan ketiga

menolak. Sikap menerima kemungkinan disebabkan karena individu telah

mempersiapkan diri menghadapi pensiun dan merasa wajar merasakannya. Sikap

terpaksa menerima karena merasa dirinya masih produktif dan terpaksa

mempersiapkan diri untuk pensiun meskipun tidak diinginkannya. Sikap menolak,

kemungkinan disebabkan karena merasa dirinya tidak mengakui dirinya harus

pensiun. Sikap penolakan seseorang terhadap masa pensiun, biasanya tidak jauh

berbeda terhadap rasa ketidakinginan seseorang untuk kehilangan kekuasaan,

wewenang dan kekuatan (powerless) pada satu jabatan pekerjaan tertentu. Sikap

ini akan menunjuk pada reaksi psikologis yang bermacam-macam, seperti

munculnya gejala stres seperti sering marah, susah tidur, malas, sering pusing,

ataupun muncul kecemasan-kecemasan dalam hal pemenuhan hidup. Secara

teoritis, sikap penolakan terhadap masa pensiun tersebut dimanifestasikan dalam

  

dengan adanya gangguan psikologis dan ketidaksehatan mental dalam bentuk

kecemasan, stress, bahkan mungkin depresi. Kondisi ini juga diikuti oleh adanya

perubahan dan kemunduran fisik dalam bentuk berbagai macam gangguan

penyakit, seperti hipertensi, diabetes melitus, jantung dan lain-lain.

  Penelitian yang dilakukan Helmi (dalam Triantoro, 2007) mengenai

pentingnya mengelola stress pra purna bakti dan penelitian yang dilakukan Djaja

(dalam Triantoro, 2007) mengenai kecemasan pada anggota POLRI dalam

menghadapi purna tugas di Kepolisian wilayah Yogyakarta memberikan masukan

untuk memfasilitasi kesiapan seseorang pegawai atau pekerja dalam menghadapi

kecemasan menjelang masa pensiun.

  Hamidah (2006) menjelaskan mengenai pentingnya pelatihan

pengembangan model persiapan pensiun untuk meningkatkan kesejahteraan

psikologis dan menurunkan stress menghadapi pensiun karena hal tersebut efektif

untuk menurunkan stres dan meningkatkan kesejahteraan psikologis karyawan.

  Sumber kecemasan seseorang yang memasuki masa pensiun berbeda-beda.

Hal tersebut dapat disebabkan pengalaman individu sebelumnya tersebut bekerja

dan mendapatkan penghasilan tetap setiap bulannya, akan tetapi hal itu berubah

ketika dia pensiun dari pekerjaannya. Individu tersebut akan kehilangan jabatan

dan fasilitas yang diperoleh dari perusahaan selama mereka bekerja. Perasaan

kehilangan relasi kerja ataupun kerabat juga mempengaruhi kecemasan para

  

anak-anaknya mengenai biaya pendidikan, dan kegiatan-kegiatan yang akan

mereka lakukan ketika masa pensiun nantinya.

  Dalam pandangan masyarakat Indonesia, yang menganut sistem patriaki, ada

pandangan tertentu dalam masyarakat terhadap peran laki-laki dewasa di dalam

keluarga. Berbagai macam peran yang harus dilakukan oleh laki-laki dewasa

dalam pandangan tersebut antara lain berperan sebagai kepala keluarga sekaligus

suami bagi istri dan bapak bagi anak-anaknya. Pria dewasa dalam hal ini

berkewajiban membiayai semua anggota keluarganya termasuk juga dirinya

sendiri. Hal tersebut menjadi dasar pertimbangan di masa yang akan datang ketika

akan menghadapi masa pensiun dari pekerjaannya.

  Peneliti memilih karyawan swasta karena saat ini banyak sekali perusahan

non pemerintah sebagai pilihan tempat bekerja. Perusahaan-perusahaan

menetapkan kebijakan yang sama sesuai dengan peraturan pemerintah mengenai

pensiun, yaitu usia 55 tahun. Perusahaan non pemerintah atau swasta dalam

pemberian dana pensiun langsung diberikan seluruhnya kepada karyawan yang

pensiun ketika individu tersebut pensiun dan tidak diberikan berkala atau

berkelanjutan.

  Penelitian ini dilakukan di PT ISM Bogasari Jakarta karena peneliti ingin

mengetahui bagaimana kecemasan para karyawannya dalam menghadapi masa

pensiun. Selain itu, penelitian semacam ini juga belum pernah dilakukan di

  

lebih banyak dibandingkan di kantor. Sistem kerja di pabrik adalah sistem shift

yaitu, shift pagi, sore dan malam. Karyawan di pabrik memiliki tugas yang lebih

berat dibandingkan dengan karyawan di kantor. Mereka bekerja langsung di

lapangan seperti menjalankan sistem operasional mesin-mesin penggiling gandum

menjadi tepung terigu. Masa kerja para karyawan adalah minimal 10 tahun

bahkan lebih hingga masa pensiun tiba.

  Perusahaan memberikan pelatihan kepada para karyawannya yang akan

pensiun, yaitu Pre Retirement Program atau MPP (Masa Persiapan Pensiun).

  

MPP biasanya dilakukan 5 tahun sebelum karyawan pensiun. Program ini

dilakukan sebagai bentuk perhatian perusahaan terhadap karyawannya yang akan

pensiun. Para karyawan yang akan pensiun menerima berbagai macam pelatihan

yang telah disiapkan oleh perusahaan. Tujuan dilakukannya program ini adalah

agar para karyawan yang akan menghadapi masa pensiun siap menghadapinya

dan mempunyai persiapan yang baik untuk dilakukan setelah pensiun.

  B. Rumusan Masalah Bagaimana kecemasan karyawan pabrik laki-laki dalam menghadapi masa pensiun?

  C. Tujuan Penelitian

D. Manfaat Penelitian

  Penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan yang berharga baik secara praktis maupun teoritis.

  1. Manfaat Teoritis Penelitian ini dapat memberikan sumbangan ilmiah dalam bidang psikologi khususnya psikologi klinis dan perkembangan.

  2. Manfaat Praktis antara lain :

  a. Para Karyawan Pabrik Laki-Laki yang akan Menghadapi Masa Pensiun Hasil penelitian ini diharapkan menjadi evaluasi diri dan dapat sebagai bahan pertimbangan bagi para karyawan dalam mempersiapkan diri menghadapi pensiun.

  b. Perusahaan Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan pertimbangan dan evaluasi bagi perusahaan terutama terkait dengan kebijaksanaan perusahaan untuk karyawannya dalam mempersiapkan masa pensiun.

  

c. Keluarga Para Pegawai yang akan Menghadapi Masa Pensiun

Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai referensi dan mampu memberikan gambaran tentang kecemasan menghadapi masa pensiun yang dialami oleh anggota keluarganya sehingga mereka dapat

BAB II LANDASAN TEORI A. KECEMASAN

1. Pengertian Kecemasan

  Kecemasan adalah suatu keadaan emosional yang mempunyai ciri keterangsangan fisiologis, perasaan tegang yang tidak menyenangkan dan perasaan khawatir bahwa sesuatu yang buruk akan terjadi (Nevid, 2003). Santrock (2002), mendefinisikan gangguan kecemasan adalah gangguan psikologis yang dicirikan dengan ketegangan motorik meliputi gelisah, gemetar, ketidakmampuan untuk rileks, hiperaktivitas seperti pusing, jantung berdebar-debar, atau berkeringat dan pikiran serta harapan yang mencemaskan. Sedangkan Chaplin (2001) mengemukakan bahwa kecemasan merupakan campuran rasa ketakutan dan keprihatinan akan masa depan tanpa sebab khusus di satu sisi dan melalui respon terkondisi yang bisa berujung pada reaksi penghindaran.

  Berdasarkan beberapa definisi di atas, dapat disimpulkan bahwa kecemasan adalah suatu keadaan yang tidak menyenangkan yang dicirikan dalam bentuk emosi, fisik, kognitif dan perilaku terhadap masa depan tanpa

2. Gejala Kecemasan

  Daradjat (1996) menjelaskan bahwa gejala kecemasan sering ditandai

dengan munculnya gejala fisik maupun mental. Gejala fisik yang seringkali

tampak yaitu ujung-ujung jari terasa dingin, pencernaan menjadi tidak teratur,

tidur tidak nyenyak, detak jantung bertambah cepat, keringat bercucuran,

nafsu makan berkurang dan sesak nafas. Gejala yang bersifat mental atau

psikologis yaitu tidak mampu memusatkan perhatian, tidak berdaya, rendah

diri, hilangnya rasa percaya diri, perasaan ditimpa bahaya atau kecelakaan dan

merasa tidak tentram. Hurlock (1996) menyatakan bahwa tanda-tanda adanya

kecemasan yang sering muncul adalah perasaan khawatir, gelisah, kurang

percaya diri, merasa tidak mampu, tidak sanggup menyelesaikan masalah,

rendah diri dan perasaan-perasaan lain yang tidak menyenangkan.

  Nevid, dkk. (2006) menjelaskan gejala-gejala kecemasan dalam tiga gejala, yaitu : a. Gejala fisik, yaitu : gugup, tangan bergetar, telapak tangan berkeringat, sulit berbicara, banyak berkeringat, pusing, sering buar air kecil, dan seterusnya.

  b. Gejala perilaku, seperti : perilaku menghindar, perilaku bergantung dan perilaku tidak tenang atau gelisah.

  c. Gejala kognitif, yaitu : cemas terhadap sesuatu, cemas dengan hal-hal

  Hoeksema, Susan dan Nolen (2007) menyebutkan empat gejala kecemasan, yaitu : a. Gejala fisik yaitu jantung berdetak kencang, gugup, sakit perut, sulit menarik nafas, sering buang air kecil.

  b. Gejala emosi yaitu sangat mudah tersinggung, sangat mudah marah, mudah gelisah dan emosi tidak stabil.

  c. Gejala kognitif yaitu cemas, takut kehilangan kontrol, cemas terhadap sesuatu, masalah yang menjadi pikiran.

  d. Gejala perilaku yaitu menghindar, tidak perhatian, bersikap kasar, acuh tak acuh.

3. Faktor-faktor Kecemasan

  Faktor – faktor seseorang mengalami kecemasan menurut Susabda (dalam Wangmuba, 2009) bahwa kecemasan timbul karena adanya:

a. Threat (Ancaman) baik ancaman terhadap tubuh, jiwa atau psikisnya

seperti kehilangan kemerdekaan, kehilangan arti kehidupan maupun ancaman

terhadap eksistensinya yaitu seperti kehilangan hak. Jika karyawan tidak siap

dalam menghadapi masa pensiun, maka hal tersebut dapat menjadi ancaman

bagi dirinya. Berbagai ancaman tersebut harus dihadapinya meskipun dirinya

belum siap menghadapi masa pensiun tersebut.

  

kualitas hidupnya bila seorang karyawan yang akan menghadapi pensiun tetap

bergaya hidup konsumtif seperti saat masih aktif bekerja. Hal ini tentunya

bertentangan dengan kenyataan yang akan dijalaninya, dimana dia harus mulai

memikirkan jauh ke depan pengeluaran hidupnya sedangkan pemasukan sudah

tidak tetap lagi diterimanya.

  

c. Fear (Ketakutan) kecemasan sering timbul karena ketakutan akan sesuatu,

ketakutan akan kegagalan menimbulkan kecemasan. Misalnya, ketakutan

menghadapi masa pensiun karena masih ada tanggung jawab kepada keluarga,

masih ada anak yang bersekolah.

  

d. Unfulled Need (Kebutuhan yang tidak terpenuhi) kebutuhan manusia

begitu kompleks dan bila ia gagal untuk memenuhinya maka timbulah

kecemasan.

4. Fungsi Kecemasan

  Dalam batas tertentu, kecemasan memang diperlukan dalam

aktivitas dan keberlangsungan hidup seseorang. Jika hal tersebut digunakan

secara tepat dalam memecahkan masalah yang dihadapi, kecemasan berfungsi

menyadarkan individu akan bahaya yang datang baik dari luar atau dari dalam

dirinya. Kecemasan seseorang dapat bersifat konstruktif karena dapat

merangsang individu untuk memfokuskan perhatian dan meningkatkan dapat memotivasi individu untuk berbuat sesuatu (Corey, 1999). White&Watt (1981) mengatakan bahwa kecemasan bersifat adaptif bila keadaan yang tidak menyenangkan tersebut justru memotivasi individu untuk mempelajari cara- cara baru dalam menghadapi tantangan dan kesulitan yang ada.

B. PENSIUN

1. Pengertian Pensiun

  Schwartz (dalam Hurlock, 1996) menyebutkan bahwa pensiun merupakan akhir pola hidup atau masa transisi ke pola hidup baru sehingga orang yang mengalami pensiun mau tidak mau harus menyesuaikan diri dengan mengubah pola yang sudah terbentuk sebelumnya. Perubahan yang terjadi dalam masa pensiun menyangkut perubahan peran, perubahan keinginan dan nilai, serta perubahan secara keseluruhan terhadap pola hidup setiap individu.

  Kimmel (dalam Hoyer, 2003) mengatakan bahwa pensiun merupakan suatu perubahan yang penting dalam perkembangan hidup individu yang ditandai dengan terjadinya perubahan sosial. Perubahan ini harus dihadapi oleh para pensiunan berupa penyesuaian diri terhadap keadaan tidak bekerja, berakhirnya karir di bidang pekerjaan, berkurangnya penghasilan, bertambah banyaknya waktu luang yang terkadang terasa sangat mengganggu. Lebih lanjut Kimmel (dalam Hoyer, 2003) mengatakan bahwa masa pensiun juga

  Usia pensiun berkisar antara 55-65 tahun. Pada karyawan non edukatif,

usia pensiun adalah 55 tahun dan umur 65 tahun untuk karyawan edukatif

yang memangku jabatan ahli peneliti, guru besar, lektor kepala serta jabatan-

jabatan yang telah ditentukan oleh Presiden dalam Perpu no.32 tahun 1979.

  Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa masa pensiun adalah masa

dimana seseorang sudah tidak lagi bekerja lagi secara formal di suatu instansi

atau lembaga karena telah mencapai batas usia maksimal yang telah

ditentukan. Dari proses tersebut maka terjadi suatu perubahan dalam hidup

seseorang yang harus dihadapi dan lembaga dimana seseorang tersebut bekerja

akan memberikan jaminan di hari tua yang berupa uang pensiun sebagai balas

jasa atas darma baktinya selama ia bekerja.

2. Faktor-faktor yang Berpengaruh Dalam Menghadapi Masa Pensiun

  Kimmel (dalam Hoyer, 2003) menjelaskan tiga faktor yang berpengaruh saat memasuki masa pensiun yaitu: a. Faktor Biologis Faktor biologis berkaitan dengan kesehatan fisik individu dalam menghadapi masa pensiun. Karyawan yang pensiun karena masalah kesehatan biasanya menjadi orang yang tidak berdaya, sehingga dia tidak dapat menemukan pekerjaan sampingan dan tidak dapat menikmati waktu negatif terhadap pensiun dan merasa bahwa diri mereka sudah tidak berguna lagi.

  b. Faktor sosial budaya Arti pensiun bagi seseorang juga dipengaruhi oleh faktor-faktor sosial dan kebudayaan. Jika status sosial sebelum pensiun diperoleh dari hasil kerja keras dan prestasi , maka cenderung memiliki kemampuan adaptasi yang lebih baik. Sehingga perencanaan sebelum memasuki masa pensiun menjadi sangat penting. Perencanaan ini meliputi banyak aspek, seperti mengembangkan sumber-sumber penghasilan baru yang tetap misalnya hobi dan ketrampilan yang dimiliki, mempersiapkan peran, aktivitas yang diinginkan. Hal ini dapat diperoleh dalam keluarga dan masyarakat sehingga meningkatkan kesadaran seseorang tentang pensiun.

  Pensiun merupakan perubahan sosial yang besar bagi individu, tetapi tidak harus menyebabkan stres yang besar apabila individu siap menghadapi dan mempersiapkannya dengan baik.

  c. Faktor psikologis Berdasarkan kerangka Erikson (dalam Hoyer, 2003), pensiun ditandai dengan peralihan antara kemajuan, kemunduran dan krisis integrasi melawan keputusasaan. Jadi, sumbangsih seseorang dalam pekerjaan dan di dalam keluarga merupakan hal yang sangat penting pada

  

dan frustasi akan meningkatkan kesulitan pada tingkat selanjutnya. Akan

tetapi keinginan untuk maju tidak berakhir pada saat pensiun. Pada masa

pensiun terjadi suatu perubahan dari kegiatan yang sudah tetap sehari-

harinya menjadi memiliki waktu luang untuk berkegiatan. Salah satu hal

yang penting untuk memperlancar perubahan ini adalah tingkat

perencanaan dan persiapan yang mendahuluinya.

  Rybash, Roodin dan Santrock (1991) menjelaskan faktor-faktor

yang mempengaruhi menghadapi pensiun, yaitu : keadaan demografis,

status sosial ekonomi, kesehatan, kepuasan kerja dan sikap terhadap

pekerjaan. Keadaan demografis atau lingkungan tempat tinggal subyek

mempengaruhi kecemasan subyek dalam menghadapi masa pensiunnya.

Masyarakat sekitar tempat tinggal yang tidak semuanya pensiunan

membuat subyek merasa dirinya tidak berguna lagi untuk lingkungan

sosialnya. Selain itu, usia subyek yang terus bertambah dan memasuki

masa tua membuat kesehatan subyek menurun sehingga hal tersebut

mempengaruhi kesiapan subyek dalam menghadapi masa pensiunnya.

Pendapatan yang tidak tetap setiap bulannya juga ikut mempengaruhi

kecemasan subyek dalam menghadpai masa pensiunnya.

  

C. Kecemasan Karyawan Pabrik Laki-laki dalam Menghadapi Masa

Pensiun

  1. Pengertian Karyawan Pabrik Karyawan adalah orang yang bekerja pada suatu lembaga (kantor atau perusahaan) dengan mendapatkan gaji (upah untuk pegawai, buruh, pekerjaan)

  (Kamus Besar Bahasa Indonesia). Karyawan pabrik adalah pekerja yang sehari-harinya /rutin bekerja di pabrik untuk melaksanakan kegiatan pekerjaan yang akan dicapai oleh suatu organisasi. Penggunaan istilah karyawan lebih kepada pekerja di suatu perusahaan non pemerintahan. Pada umumnya masyarakat menyebutnya sebagai karyawan swasta.

  2. Pengertian Kecemasan dalam Menghadapi Masa Pensiun Bradbury (dalam Lemme, 1995) mengatakan pada situasi yang ekstrem, kecemasan menghadapi masa pensiun dapat menyebabkan sikap lekas marah, depresi, penyakit psikosomatik dan bahkan kematian yang lebih awal. Gejala yang mengerikan ini disebut sebagai sindrom pensiun yang diduga dialami oleh individu yang harus berhenti bekerja. Dilihat dari kenyataan tersebut, banyak dari individu yang menganggap pensiun sebagai suatu keadaan atau peristiwa yang menekan dan menegangkan dalam kehidupannya (stressful life event ). Muncul atau tidaknya perasaan cemas sangat tergantung pada

  

penilaian kognitif individu tersebut negatif terhadap stressor maka hal itu pun

akan menghasilkan perasaan kecemasan, ketakutan, dan sebagainya.

  Kecemasan menghadapi masa pensiun adalah gejala atau reaksi psikologis

yang tidak menyenangkan dan bersifat subyektif, yang terjadi pada individu

yang sedangn menghadapi datangnya masa pensiun. Reaksi psikologis dapat

berupa perasaan khawatir, gelisah, was-was, tegang dan sulit berkonsentrasi

sedangkan reaksi fisiologis yaitu berupa perasaan deg-degan, jantung

berdebar, sulit tidur dan berkeringat.

  Dari definisi diatas dapat disimpulkan bahwa kecemasan menghadapi

masa pensiun adalah keadaan atau perasaan tidak menyenangkan karena

adanya kekhawatiran, bingung, ketidakpastian akan masa depannya yang

timbul ketika individu akan pensiun merasa belum siap menerima kenyataan

tersebut dengan segala akibatnya baik secara sosial, psikologis maupun

fisiologis.

3. Gejala Kecemasan dalam Menghadapi Masa Pensiun

  Masa pensiun merupakan masa dimana para pekerja tidak bekerja dengan

rutinitas sebelumnya sehingga para karyawan yang akan menghadapi pensiun

menunjukkan gejala-gejala kecemasan dalam menghadapi masa pensiun.

  Berdasarkan pendapat para ahli, gejala kecemasan dalam menghadapi a. Gejala fisik, yaitu : gugup, tangan bergetar, telapak tangan berkeringat, sulit berbicara, banyak berkeringat, pusing, sering buar air kecil, dan seterusnya.

  b. Gejala perilaku, seperti : perilaku menghindar, perilaku bergantung dan perilaku tidak tenang atau gelisah.

  c. Gejala kognitif, yaitu : cemas terhadap sesuatu, cemas dengan hal-hal kecil, takut kehilangan kontrol, takut tidak mampu untuk mengatasi suatu masalah, dan seterusnya.

  d. Gejala emosi, yaitu : sangat mudah tersinggung, sangat mudah marah, mudah gelisah, emosi tidak stabil, dan seterusnya.

  Setiap karyawan mengalami gejala-gejala kecemasan menghadapi pensiun

berbeda-beda. Gejala yang dialami juga tidak sama antar karyawan yang akan

menghadapi masa pensiun.

4. Faktor-faktor Kecemasan dalam Menghadapi Masa Pensiun

  Susabda (dalam Wangmuba, 2009) menjelaskan faktor yang

menyebabkan kecemasan dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu, ancaman,

pertentangan, ketakutan dan kebutuhan yang tidak terpenuhi. Faktor-faktor

tersebut berkaitan dengan faktor-faktor dalam menghadapi masa pensiun

seperti yang dijelaskan oleh Kimmel (dalam Hoyer, 2003), yaitu faktor

  Berdasarkan pendapat para ahli, dapat disimpulkan bahwa faktor kecemasan dalam menghadapi masa pensiun adalah a. Ancaman Ancaman terhadap menurunnya kondisi biologis dan kesehatan sesuai dengan usia yang semakin tua dan penyakit yang diderita sehingga individu menjadi orang yang tidak berdaya dan tidak dapat menikmati waktu luangnya setelah pensiun. Hal tersebut juga mempengaruhi psikologis individu. Ketidakberdayaan fisik mempengaruhi anggapan individu yang kurang menyenangkan tentang masa pensiunnya sehingga inidividu menjadi tidak siap mental. Kondisi demografis atau lingkungan tempat tinggal yang heterogen, kebanyakan masih bekerja, membuat individu merasa tidak berguna setelah pensiun, merasa terancam dengan keberadaan dirinya yang tidak bisa produktif bekerja lagi. Perasaan terancam akan kehilangan status sosial yang telah dicapai selama bekerja.

  Selain itu, penghasilan yang tidak tetap setelah pensiun membuat individu merasa terancam tidak dapat membiayai anggota keluarganya lagi.

  b. Pertentangan Keinginan untuk tetap dapat memenuhi kebutuhan keluarga, namun tidak sesuai dengan pemasukan yang tidak tetap lagi setelah pensiun. Hal ini tentunya bertentangan dengan kenyataan yang akan dapat dirasakan lagi setelah pensiun. Padahal hal tersebut menjadi salah satu kebanggan pada dirinya.

  c. Ketakutan Kesehatan yang semakin menurun, pemasukan yang tidak tetap sehingga tidak dapat membiayai anggota keluarganya, perasaan tidak berguna karena anggapan masyarakat terhadap pensiunan yang menganggap tidak dapat berkarya lagi dan status jabatan yang dicapai selama bekerja harus ditinggalkan setelah pensiun merupakan hal-hal yang ditakuti oleh individu dalam menghadapi pensiunnya.

  d. Kebutuhan yang tidak terpenuhi Pemasukan yang tidak tetap setelah pensiun sehingga tidak dapat memenuhi kebutuhan anggota keluarganya menimbulkan kecemasan bagi individu dalam menghadapi masa pensiunnya.

  

D. Dinamika Kecemasan Karyawan Pabrik Laki-laki di PT Bogasari dalam

Menghadapi Masa Pensiun PT Bogasari Jakarta sebagai perusahaan tepung terigu terbesar di Indonesia memiliki ribuan karyawan yang tersebar di kantor maupun di pabrik. Perusahaan ini memberikan pelatihan kepada para karyawannya yang akan menghadapi masa pensiun, selain sebagai bentuk perhatian dari

  

sebagai Masa Persiapan Pensiun. Program ini biasanya diberikan 5 tahun

sebelum karyawan pensiun. Bentuk dari pelatihan ini adalah dengan

memberikan training pelatihan membuat kue, roti dan semacamnya yang

masih berkaitan dengan hasil produksi perusahaan yaitu tepung terigu.

  Masa pensiun yang dihadapi setiap pegawai atau pekerja dapat berbagai

macam. Masa pensiun pegawai biasanya dilewati setiap pegawai setelah masa

kerjanya selesai. Jika sebelum masa kerjanya selesai, pegawai juga dapat

menghadapi masa pensiun yaitu saat ia menerima pensiun dini atau karena

PHK (Pemutusan Hubungan Kerja).

  Masa pensiun seseorang juga dapat ditandai dengan penurunan tingkat

kesehatan fisik seseorang. Pada masa pensiun, biasanya kesehatan fisik

seseorang sudah mulai menurun yang bisa disebabkan salah satunya oleh

faktor usia. Selain itu, kondisi tersebut juga bisa disebabkan dari kebiasaan

selama subyek bekerja. Karyawan yang memiliki masalah kesehatan di masa

pensiunnya maka ia dapat menjadi orang yang tidak berdaya dan tidak dapat

menikmati waktu luangnya ketika pensiun sehingga sebagai akibatnya, masa

pensiun dianggap sebagai masa yang menakutkan karena merasa dirinya tidak

berguna lagi.