Regulasi emosi dalam menghadapi masa pensiun pada karyawan pria pekerja tunggal dengan anak yang masih sekolah

(1)

REGULASI EMOSI DALAM MENGHADAPI MASA

PENSIUN PADA KARYAWAN PRIA PEKERJA TUNGGAL

DENGAN ANAK YANG MASIH SEKOLAH

Skripsi

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi

Program Studi Psikologi

Disusun oleh: Klaudia Herba Ilona

NIM: 129114039

PROGRAM STUDI PSIKOLOGI

JURUSAN PSIKOLOGI FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA

2017


(2)

(3)

(4)

iv

HALAMAN MOTTO

“What Goes Around Comes Back Around” Best Thing I never Had – Beyonce.

“Some Were Born To Be Lucky. Some Were Born To Be Fighters” Unknown.


(5)

v

HALAMAN PERSEMBAHAN

Karya ini saya persembahkan untuk Tuhan Yesus yang Mahabaik Untuk Orangtua dan Adik Laki-laki Semata Wayang Untuk Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma Untuk Sahabat yang Tiada Bandingnya Untuk Para Pria yang Menghadapi Masa Pensiun Semoga dapat membantu dan bermanfaat.


(6)

(7)

vii

REGULASI EMOSI DALAM MENGHADAPI MASA PENSIUN PADA KARYAWAN PRIA PEKERJA TUNGGAL DENGAN ANAK YANG

MASIH SEKOLAH Studi Pada Mahasiswa Psikologi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta

Klaudia Herba Ilona ABSTRAK

Pensiun merupakan hal yang wajar karena dialami oleh semua orang yang bekerja pada sebuah perusahaan atau institusi. Meskipun wajar, namun bagi sebagian orang pensiun dianggap sebagai beban karena hilangnya rutinitas yang telah dilakukan selama beberapa tahun serta berkurangnya pendapatan. Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan regulasi emosi dalam menghadapi masa pensiun pada karyawan pria pekerja tunggal dengan anak yang masih sekolah. Pengumpulan data kualitatif dilakukan dengan wawancara personal dengan tiga informan. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif Analisis Isi Kualitatif (AIK) deduktif deskriptif. Uji kredibilitas yang digunakan dalam penelitian ini adalah Member Checking. Hasil penelitian menunjukkan bahwa proses regulasi emosi modulasi respon tidak muncul pada ketiga informan karena ketiga informan tidak menyadari adanya pengaruh kecemasan terhadap fisiologisnya. Selain itu, karyawan yang belum mempersiapkan masa pensiun sejak jauh hari merasa lebih tertekan dan terbebani daripada karyawan yang telah mempersiapkan masa pensiun sejak jauh hari. Peran keluarga sangat penting karena karyawan pria yang menghadapi masa pensiun banyak berdiskusi dengan istri untuk mempersiapkan kehidupan setelah pensiun nanti. Selain itu, peran dari perusahaan juga dibutuhkan untuk memfasilitasi pelatihan dan pembinaan agar para karyawan lebih siap dalam menghadapi masa pensiun.


(8)

viii

EMOTION REGULATION IN THE RELATION OF FACING PENSION ON A MALE EMPLOYEE AS A SINGLE WORKER RAISING A CHILD

IN THE SCHOOL YEAR

A Study by a Psychology College Student Sanata Dharma University

Klaudia Herba Ilona ABSTRACT

Pension is a natural thing because it is experienced by everyone who is working at a company or an institution. Although it is reasonable, for several people pension is considered as a burden because of the disappear of daily routine which is done in numbers of years and the decreasing of the income. This study aimed to describe the regulation of the emotion which was faced by a male employee as a single worker raising a child in the school year. Qualitative data collection was done by conducting personal interview with three participants. This study used Content Analysis Qualitative (AIK) deductive descriptive method. Credibility test which was used in this study was Member Checking. The result of this study showed emotion regulation response modulation process did not appear in three interviewees because the interviewees were not aware of the existence of anxiety influence towards their fisiology. Besides, employee who did not prepare the pension time since a long time felt more pressures and burdens compared to employee who prepared the pension time since a long specified time. Family’s role was very important because male employee who faced pension time, discuss more with his spouse to prepare life afer pension. In addition, company’s role was also needed to facilitate training and development so that the employees would be much ready in facing pension time.


(9)

(10)

x

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala berkat, rahmat, kasih setia, serta curahan Roh Kudus yang telah diberikan kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul Regulasi Emosi dalam Menghadapi Pensiun pada Karyawan Pria Pekerja Tunggal dengan Anak yang Masih Sekolah. Penelitian ini diajukan kepada Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma untuk memenuhi sebagian dari syarat-syarat guna memperoleh gelar Sarjana Psikologi.

Dalam kesempatan ini pula, penulis ingin mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang turut memberikan bantuan, dukungan, dan semangat hingga selesainya skripsi ini:

1. Tuhan Yesus yang Maha Baik, atas segala berkat dan karunianya, yang memberikan segala tantangan agar membentukku menjadi pribadi yang lebih kuat dan tangguh namun tak pernah membiarkanku melewati segala sesuatunya sendirian.

2. Bapak Dr. T. Priyo Widianto, M.Si., selaku Dekan Fakultas Psikologi Program Studi Psikologi Universitas Sanata Dharma.

3. Bapak Paulus Eddy Suhartanto, M.Si., selaku Kepala Program Studi Psikologi Universitas Sanata Dharma.

4. Ibu Ratri Sunar Astuti, S.Psi., M.Si., selaku Ibu saya di Psikologi, Ibu Dosen Pembimbing Akademik dan Ibu Dosen Pembimbing Skripsi, terima kasih banyak atas kesabarannya dalam memberikan bimbingan,


(11)

xi

maafkan kalo saya di awal agak jarang bimbingan hehe, meskipun banyak kerikil tapi Ibu tetap yang terbaik! Makasih banyak Buuuu :’) 5. Ibu Ratri Sunar Astuti, S.Psi., M.Si., Bapak Dr. T. Priyo Widianto, M.Si.,

dan Bapak TM. Raditya Hernawa, M.Psi., selaku dosen penguji. Terimakasih banyak atas kritik dan saran yang membangun untuk skripsi ini sehingga lebih layak untuk dipublikasikan.

6. Ketiga informan saya beserta keluarga, terima kasih banyak. Tanpa Bapak-Bapak sekalian, skripsi ini nggak akan ada. Tuhan memberkati, Pak 

7. Pak Emanuel Satya dan Mas Ucil maLord atas bantuannya dalam memecahkan kebingunganku. Upahmu besar si surga!

8. Teruntuk role model marriage goals. Lelaki yang tiada duanya di dunia ini, Eusthasius Bambang Sutopo.! And for his mate, yang katanya masih muda kok anaknya udah gede, Yustina Sri Hernarita. Terimakasih atas pelajaran hidupnya. This is for you guys, thank you so much!

9. Lukianos Herbaian Ivory. Semakin dewasa kita semakin ngejaga satu sama lain ya, Vor. Inget kita cuma berdua, kudu saling rukun yeay \m/ 10. Maria Grasia Deivi paketan sama Wisnu Cahya Ardian yang tercinta dan

selalu jadi tempat sampah kalo aku susah sedih senang kalo udah pulang kampung curhatnya lewat telpon ya hahah, Dugong Chatarina Dwi Kumalaningsih yang senantiasa memberikan tumpangan kamar dan air buat mandi hahaha, the Drama Queen Angela Lintang Maharani temen mempet NIM sekelas mulu 3 tahun kuliah skripsinya misah hahha, si


(12)

xii

ganteng tapi jomblo terus I Gede Sudana Sunarapuja yang kalo pas suwung mesti nyulik terus tapi kalo pas isi gebetan gak pernah ngajak main lagi apalagi setelah sibuk berbisnis huh, ibu peri yang sekarang suka jahat mulutnya hahaha Agnes Fitisia Bella K terimakasih, White House Bugisan mempersatukan kita semua, tekyaaaaan Yosua Cahyo Putro bocah paling nyathukan dan tekyan sepanjang segala masa hih semoga bsk rejekimu melimpah yos jangan malu-maluin ah ya, miss kecantikan ever after Sonia Chandrikinnanti ditunggu kabar baik pernikahan yang sakinah mawadah waromahnya, yang tercantik dan eksotis Komang Mahadewi Sandiasih makasih ya omang dulu pernah sama-sama menguatkan disaat sama-sama ditinggalkan hahaha, dan si gondes pakem Nicolaus Chrisna Yudaaaaa koe tetep idolaku sakmodare luv. Masa kuliahku hampa tanpa kalian. Aku rapuh porak poranda tanpa kalian. Love you all. See you on top!

11. Temen-temen seperjuangan bimbingan Ibu Ratri, Gektri, Sekar, Teteh, Audrey, Dimas, Ema, Eni, Mbak Ella, Mbak Retha, semuanya aja tetep semangaaaaaaaaat! Makasih buat dinamikanya selama ini ❤

12. Teman perjuangan di bulan-bulan terakhir, Aurelia Judith kesayangan, Chatarina Dwi kegendutan, Agnes Bella kebaikan, Devita kekurusan, Vishnu ((sok)) kegantengan, Lucia Dipa “kepanasan”, Zelda Annisa kepanikan, Bayu Gunawan kepinteran, Rezky Ikik keseksian, makasih buat supportnya dikala kita duduk di tepi hall dan memandang masa depan di depan mata yang kian mendekat <3


(13)

xiii

13. Miciners sejati dan pejuang nyekrip bersama Aprek, Erlin, Zelda, Benny, Grego, Ema, Yudha, Gempol, Sonyol, Ayne, Lia, Bincik, Gungis, Chika kalian sumber rasa umami di hidupku!

14. Temen-temen Psikologi USD 2009-2016 makasih banyak atas pertemanannya selama ini, memorable.

15. Teruntuk kawan sepermainan sejak SMA, Jessica Alviona, si cina calon psikolog juga dari kota sebelah yang gak garap skripsi malah sibuk bakulan. Katarina Dian Apriliani, the hottest girl in the world uhhh~ dan Ibu Agatha Virgo Christe Dollorosa, buruan lulus kuliah, katanya mau program punya anak lagi, kasih kita ponakan yang lucu-lucu yah! Mas Rully and his girl Rara, Rara Felisitas dan Gutomo, serta temen-temen PL 2012, Gumyak Bareng, Southside, NII, Geng Nero, semuanya terimakasih banyak :*

16. Panitia Post Aksi 2012, Panitia Psycholimpic 2012, Panitia Psychofest 2013 sampe 2015, Panitia Pagelaran UKM Karawitan 2013, TAT National Cheerleading Championship 2014, Panitia Live In 2014, KKN USD Angkatan L 2015, Staff Sekre KKN Angkatan LI 2016, Kustomfest 2015-2016, Asisten Dosen Pratikum TAT 2015/2016, Panitia Aksi 2016, ArtJog 2016, dan semua event, outbond, wedding yang saya ikuti, terimakasih atas kesempatan untuk berdinamika dalam sebuah tim, atas pengalaman dan pembelajarannya, serta pengembangan diri saya. Terimakasih banyak!


(14)

xiv

17. Semua teman dan sahabat yang tidak bisa saya sebutkan satu per satu, yang mengingatkan saya untuk tetap semangat meskipun begitu rumit dinamika penulisan skripsi di fakultas ini, semoga kalian semua sukses dan selalu dalam lindungan Tuhan. Amin!!

Akhir kata, penulis berharap bahwa skripsi ini dapat bermanfaat dan memberikan kontribusi bagi perkembangan ilmu psikologi. Penulis menyadari skripsi ini masih memiliki banyak keterbatasan. Oleh karenanya, penulis menerima kritik maupun saran yang dapat membangun skripsi ini menjadi lebih baik.

Yogyakarta, 25 April 2017 Penulis Klaudia Herba Ilona


(15)

xv DAFTAR ISI

Skripsi ... i

HALAMAN PERSETUJUAN DOSEN PEMBIMBING ... ii

HALAMAN PENGESAHAN SKRIPSI ... iii

HALAMAN MOTTO ... iv

HALAMAN PERSEMBAHAN ... v

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... vi

ABSTRAK ... vii

ABSTRACT ... viii

LEMBAR PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS ... ix

KATA PENGANTAR ... x

DAFTAR ISI ... xv

BAB I ... 1

PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Rumusan Masalah ... 6

C. Tujuan Penelitian ... 6

D. Manfaat Penelitian ... 7

1. Manfaat Teoritis ... 7

2. Manfaat Praktis ... 7

BAB II ... 8

TINJAUAN PUSTAKA ... 8


(16)

xvi

1. Emosi ... 8

2. Regulasi Emosi ... 9

B. Masa Pensiun Karyawan Pria... 12

1. Masa Pensiun ... 12

2. Dampak Pensiun pada Karyawan Pria Pekerja tunggal dengan Anak yang masih sekolah ... 16

C. Kerangka Berpikir ... 19

BAB III ... 21

METODOLOGI PENELITIAN ... 21

A. Jenis dan Desain Penelitian ... 21

B. Fokus Penelitian ... 22

C. Informan Penelitian ... 23

D. Prosedur Pengumpulan Data ... 24

E. Prosedur Penelitian... 27

F. Metode Analisis Data ... 28

G. Kredibilitas Penelitian ... 28

BAB IV ... 30

HASIL DAN PEMBAHASAN ... 30

A. Persiapan dan Pelaksanaan Penelitian ... 30

B. Gambaran Informan ... 32

1. Data Informan ... 32

2. Latar Belakang Informan ... 32

C. Hasil Penelitian ... 41

1. Informan 1 (SG) ... 41


(17)

xvii

3. Informan III (BY) ... 55

D. Pembahasan ... 66

BAB V ... 74

KESIMPULAN DAN SARAN ... 74

A. Kesimpulan ... 74

B. Kontribusi Penelitian ... 75

C. Saran ... 76

1. Bagi Peneliti Selanjutnya ... 76

2. Bagi Karyawan Pria yang Menghadapi Masa Pensiun ... 77

3. Bagi Perusahaan dengan Karyawan yang Menghadapi Masa Pensiun .. 77

4. Bagi Keluarga Karyawan Pria yang Menghadapi Masa Pensiun ... 78

DAFTAR PUSTAKA ... 79


(18)

BAB I

PENDAHULUAN

A.Latar Belakang

Schwartz (Jahja, 2011) mengatakan bahwa masa pensiun mendorong perubahan peran, perubahan keinginan dan nilai, serta perubahan secara keseluruhan terhadap pola hidup individu. Pada masa pensiun, individu diandaikan telah mencapai puncak karirnya sehingga dapat menikmati masa hidup dengan lebih santai, rileks, tenang, dan bahagia karena tidak lagi terbebani dengan berbagai tugas dan tanggung jawab dari instansi atau organisasi tempatnya bekerja. Dengan berkurangnya tugas dan keterikatan terhadap organisasi ini, para pensiunan memiliki lebih banyak waktu dan kesempatan bersama-sama dengan keluarga atau pasangan, mengerjakan sesuatu yang disukai dan bukan pekerjaan yang harus dikerjakan (Aidit, 2000; Handayani, 2013). Hadirnya waktu luang ini bisa jadi membuka peluang bagi individu untuk memperhatikan kualitas kesehatan dan meninjau ulang makna hidupnya (Aidit, 2000).

Perubahan-perubahan hidup tersebut tidak jarang mendatangkan rasa takut pada individu yang menghadapi masa pensiun. Individu akan merasa berat untuk meninggalkan pekerjaannya dan tidak mengetahui kehidupan macam apa yang akan dihadapi selepas pensiun, sehingga menimbulkan kecemasan pada individu dalam menghadapi masa pensiun (Sutrisno, 2013; Rini, 2001). Kecemasan itu muncul karena ada tiga hal yang akan hilang saat pensiun, yaitu hilangnya kegiatan rutin bekerja, kehilangan teman kerja, dan kehilangan sebagian


(19)

pendapatan dan status yang disandang (Handayani, 2013). Hasil penelitian dengan subjek pegawai PT. Pos Indonesia menunjukkan bahwa pegawai yang menghadapi masa pensiun merasa cemas karena nantinya mereka takut tidak dapat memenuhi keingian keluarga dari sisi ekonomi. Penelitian yang dilakukan oleh Yuliarti dan Mulyana (2014) juga menunjukkan bahwa pegawai yang menghadapi masa pensiun merasacemas karena kurang mampu mengontrol emosinya saat sedang marah.

Selain perubahan pola hidup, para pensiunan juga mengalami perubahan dalam persoalan ekonomi (Suardiman, 2011). Uang jaminan pensiun yang mereka terima jumlahnya lebih sedikit dibandingkan dengan gaji biasa yang mereka terima ketika masih aktif bekerja. Hal ini akan berdampak pada kebutuhan fisik mereka. Mereka khawatir nantinya tidak dapat mencukupi segala kebutuhan fisik keluarganya apalagi jika mereka merupakan satu-satunya orang yang bekerja dalam keluarga. Ditambah lagi, beban ekonomi akan makin terasa apabila seorang pensiunan masih harus membiayai pendidikan anaknya (Bradbury, 1987; Prastiti, 2005).

Budaya patriarki masih sangat kental di negara ini dimana pria memiliki peran yang lebih mendominasi dibandingkan wanita (Nimrah & Sakaria, 2015). Masyarakat berpandangan bahwa pria merupakan kepala keluarga dan pemimpin keluarga yang semestinya mencari nafkah di luar rumah untuk memenuhi kebutuhan keluarga, sedangkan wanita dianggap sebagai sosok yang mengurus pekerjaan rumah tangga (Omara, 2006). Konteks budaya ini memungkinkan hadirnya tekanan bagi karyawan pria yang memiliki anak yang masih sekolah. Hal


(20)

tersebut akan terasa berat karena disaat pensiun mereka masih harus membiayai pendidikan anaknya apalagi ketika dirinya mempunyai anak lebih dari satu. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Nuraini (2013), diperoleh keterangan bahwa subjek merasa cemas mengenai pendapatannya yang berkurang saat pensiun sedangkan kebutuhan semakin meningkat dan anak masih memerlukan biaya sekolah. Oleh karenanya, pensiun bukan hanya persoalan beban kerja yang berkurang dan waktu luang yang lebih tersedia, namun bagi sebagian orang, masa ini justru menciptakan permasalahan baru.

Robert Archley (Santrock, 2002) mengatakan bahwa ada dua fase yang dilalui individu sebelum masa pensiun tiba, yaitu fase jauh dimana individu mulai memikirkan dan menyiapkan masa pensiunnya dan fase mendekat dimana individu mulai berpartisipasi pada program menjelang pensiun. Menurut Tarigan (2002) masa kritis terjadi pada fase mendekat yaitu saat 1 sampai 2 tahun sebelum pensiun, sehingga perubahan-perubahan yang menimbulkan kecemasan, kekhawatiran dan stres akan semakin dipikirkan. Selanjutnya, individu akan berusaha untuk meregulasi emosi yang muncul dalam menghadapi masa yang tidak bisa diperkirakan ini (Gross, 2014). Pengaturan emosi ini diharapkan dapat membantu individu agar mampu mereduksi tekanan dalam kehidupannya. Dengan mengatasi tekanan tersebut, maka kesiapan akan perubahan-perubahan baru saat masa pensiun tiba akan cenderung lebih mudah dihadapi.

Regulasi emosi merupakan strategi individu untuk mengatur dirinya dalam mengekspresikan dan mengungkapkan emosinya untuk menunjukkan kemampuan keseimbangan emosional yang dimiliki (Dennis dalam Aprisandityas & Elfrida,


(21)

2012; Widuri, 2012). Gross (2014) menunjukkan bahwa ada lima bentuk dalam proses regulasi emosi, yaitu pemilihan situasi (situation selection), modifikasi situasi (situation modification), penyebaran atensi (attentional deployment), perubahan kognitif (cognitive change) dan modulasi respon (response

modulation).

Maider (dalam Coon, 2005) menjelaskan bahwa salah satu faktor yang mempengaruhi regulasi emosi seseorang adalah usia. Penelitian menunjukkan bahwa semakin bertambahnya usia individu maka kemampuan regulasi emosi akan semakin meningkat, di mana semakin tinggi usia individu semakin baik kemampuan regulasi emosinya, sehingga dengan bertambahnya usia, ekspresi emosi akan semakin terkontrol. Individu dengan usia paruh baya mampu mempersiapkan diri dengan baik untuk mengatasi stres dibandingkan kelompok usia lain karena mereka merasa memiliki kontrol diri yang stabil, sehingga dengan kemampuan beradaptasi yang fleksibel dan kontrol emosi yang baik, mereka akan melewati masa paruh baya dengan sukses (Lachman, 2004; Skaff, 2006; Heckhausen, 2001; Klohnen, 1996; Lachman, 2004; Lachman & Firth, 2004, dalam Papalia & Feldman, 2014). Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa jika individu mampu menyesuaikan diri terhadap aspek keuangan dan pendidikan anak-anaknya di masa pensiunnya, maka ia akan cenderung bahagia (Indrayani, 2013).

Selain usia, faktor lain yang mempengaruhi regulasi emosi adalah jenis kelamin. Terdapat perbedaan tujuan antara pria dan wanita dalam mengekspresikan emosi baik secara verbal maupun ekspresi wajah. Wanita


(22)

mengekspresikan emosi untuk menjaga hubungan interpersonal, sedangkan pria untuk menunjukkan dominasi. Hal ini menunjukkan bahwa pria melakukan regulasi terhadap emosi marah dan bangga, sedangkan wanita pada emosi takut, sedih dan cemas (Fischer dalam Coon, 2005).

Dibandingkan dengan wanita, pria akan lebih sulit untuk melakukan penyesuaian dalam memasuki masa pensiun (Hurlock, 2008). Hal ini dikarenakan pria memiliki sedikit sumber pengganti yang dapat menghasilkan kepuasan, untuk menggantikan kepuasan yang biasa diperoleh dari pekerjaannya dahulu daripada yang dimiliki oleh wanita. Akibatnya, bagi mereka pensiun dirasa sebagai beban mental dan mereka kurang dapat menyesuaikan diri dengan baik terhadap perubahan peran yang dijumpainya selama pensiun (Jahja, 2011).

Peneliti akan menggunakan metode kualitatif untuk mengungkap gambaran regulasi emosi pada karyawan pria dalam menghadapi masa pensiun. Sementara itu penelitian mengenai kecemasan dan stres pada masa pensiun lebih banyak dibahas dalam metode kuantitatif, namun lewat penelitian kualitatif ini diharapkan pengalaman menghadapi pensiun mampu digali lebih dalam. Metode analisis data yang akan digunakan adalah Analisis Isi Kualitatif terarah atau deduktif yang bertujuan untuk menguji kembali data yang sudah ada dalam sebuah konteks baru (Catanzaro, dalam Supratiknya, 2015). Peneliti akan melihat teori proses regulasi emosi yang diungkapkan Gross pada konteks karyawan pria pekerja tunggal dengan anak yang masih sekolah dalam menghadapi masa pensiun.

Berdasarkan paparan di atas, peneliti akan mencoba melihat gambaran proses regulasi emosi pada karyawan pria dalam menghadapi masa pensiun. Karyawan


(23)

yang dimaksud dalam penelitian ini adalah pria yang menjadi pokok tulang punggung keluarga dengan istri yang tidak bekerja dan tidak memiliki pendapatan serta memiliki anak yang masih sekolah yang berada pada fase kritis yaitu 1-2 tahun menjelang pensiun. Karyawan dengan kriteria tersebut memiliki beban yang lebih berat dibandingkan dengan karyawan pria yang istri dan anaknya bekerja, serta dibandingkan dengan karyawan pria yang masih berada pada fase jauh menjelang pensiun sehingga akan menimbulkan emosi negatif saat menghadapi masa pensiun. Kemampuan regulasi emosi akan membantu individu untuk mengurangi emosi negatif yang akan muncul karena beban ekonomi dari pendidikan anaknya dan membantu menurunkan tingkat stres yang muncul karena turunnya kondisi fisik dan psikis dari meningkatnya umur seseorang. Dengan demikian, proses regulasi emosi akan menunjukkan bagaimana pola individu dalam mengatur emosi mereka. Masa pensiun sendiri berada pada masa dewasa akhir, sehingga dengan stresor yang terjadi dalam masa pensiun, individu diharapkan dapat mengatur emosinya dengan lebih baik.

B.Rumusan Masalah

Bagaimana regulasi emosi dalam menghadapi masa pensiun pada karyawan pria pekerja tunggal dengan anak yang masih sekolah?


(24)

C.Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui regulasi emosi dalam menghadapi masa pensiun pada karyawan pria pekerja tunggal dengan anak yang masih sekolah.

D.Manfaat Penelitian 1. Manfaat Teoritis

Penelitian ini diharapkan dapat memperkaya kajian ilmu psikologi perkembangan, khususnya gambaran proses regulasi emosi dalam menghadapi masa pensiun bagi karyawan pria pekerja tunggal dengan anak yang masih sekolah.

2. Manfaat Praktis

a. Memberikan gambaran kepada karyawan pria secara umum mengenai pengalaman dinamika emosi yang muncul karyawan pria yang berada dalam fase dekat pensiun dalam menghadapi masa pensiun, sehingga mampu membandingkan pengalamannya dengan pengalaman orang lain.

b. Memberikan gambaran mengenai pengaruh dukungan dan peran keluarga terhadap karyawan pria yang menghadapi masa pensiun.


(25)

8

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A.Regulasi Emosi

1. Emosi

Emosi merupakan kecenderungan biologis maupun psikologis individu untuk bertindak sesuai dengan pikiran dan perasaannya (Goleman, 2007). Menurut James (Safaria & Saputra, 2009) emosi adalah keadaan jiwa yang nampak dari perubahan yang jelas pada tubuh. Emosi cenderung terjadi pada perilaku yang mendekati (approach) atau menghindari (avoidance) terhadap sesuatu. Perilaku tersebut umumnya disertai dengan adanya ekspresi fisik, sehingga orang lain dapat mengetahui bahwa individu sedang mengalami emosi (Safaria & Saputra, 2009).

Menurut dampak yang ditimbulkan, emosi dibagi menjadi dua kategori umum yaitu emosi positif dan emosi negatif (Safaria & Saputra, 2009). Emosi positif memberikan dampak yang menyenangkan dan menenangkan seperti tenang, santai, rileks, gembira, lucu, haru, dan senang. Emosi negatif memberikan dampak tidak menyenangkan dan menyusahkan seperti sedih, kecewa, putus asa, depresi, tidak berdaya, frustasi, marah, dendam, dan lain-lain.

Pada umumnya emosi seringkali membantu dalam memfasilitasi interaksi sosial, namun emosi juga bisa merugikan saat emosi berada dalam tipe,


(26)

intensitas, dan durasi yang salah dalam sebuah situasi. Untuk itu individu akan berusaha untuk meregulasi emosi yang dimiliki (Gross, 2014).


(27)

2. Regulasi Emosi

Emosi merupakan proses yang melibatkan banyak komponen dan bekerja terus menerus sepanjang waktu. Regulasi emosi juga melibatkan perubahan dalam dinamika emosi, waktu munculnya, besarnya dan lamanya, serta mengimbangi respon perilaku, pengalaman atau fisiologis. Regulasi emosi dapat mengurangi, menguatkan atau memelihara emosi, tergantung pada tujuan individu (Gross & Thompson, 2007).

Regulasi emosi merupakan kemampuan individu untuk mengatur dan mengekspresikan emosi serta perasaannya sehingga akan menunjukkan keseimbangan emosional dalam sikap dan perilaku (Widuri, 2012). Regulasi emosi menunjukkan strategi yang digunakan individu untuk mengatur diri dalam mengungkapkan emosi (Dennis dalam Aprisandityas & Elfida, 2012). Menurut Gross & Thompson (2007), regulasi emosi adalah proses individu mengatur emosinya, mulai dari bagaimana hal itu bisa terjadi hingga bagaimana mengungkapkannya. Regulasi emosi merupakan kemampuan untuk tetap tenang di bawah tekanan dengan memperhatikan ketenangan (calming) dan fokus (focusing). Individu yang mampu mengelola kedua keterampilan ini akan dapat meredakan emosi, berfokus pada pikiran yang menganggu, sehingga dapat mengurangi stres (Reivich & Shatte dalam Umasugi, 2013). Menurut Gross (2014), regulasi emosi memiliki tiga aspek, yaitu dilakukan pada emosi negatif maupun positif, dilakukan secara sadar maupun tidak sadar serta regulasi emosi mampu mengurangi stres atau mengubah stressor. Thompson berasumsi bahwa regulasi emosi merupakan faktor yang penting


(28)

dalam menentukan keberhasilan individu agar mampu berfungsi dengan baik dalam proses adaptasi dan memberikan respon serta menjadi individu yang fleksibel dalam kehidupannya (Salamah, 2007).

Terdapat 5 rangkaian proses regulasi emosi yaitu pemilihan situasi

(situation selection), modifikasi situasi (situation modification), penyebaran

perhatian (attentional deployment), perubahan kognitif (cognitive change) dan modulasi respon (response modulation) (Gross, 2014). Pemilihan situasi

(situation selection) merupakan tindakan untuk mendekati atau menghindari

objek dan situasi tertentu sebagai usaha untuk mengurangi atau meningkatkan emosi. Modifikasi situasi (situation modification) adalah memodifikasi situasi secara langsung untuk mengubah dampak emosionalnya. Penyebaran atensi

(attentional deployment) merupakan bentuk pengalihan perhatian untuk

mempengaruhi sebuah perasaan. Hal ini dapat dilakukan dengan distraksi atau konsentrasi, dan perenungan. Distraksi dilakukan dengan memindahkan perhatian dari sebuah situasi yang dapat menimbulkan emosi ke situasi yang tidak menimbulkan emosi. Konsentrasi adalah memfokuskan perhatian pada situasi yang menimbulkan emosi. Perenungan dilakukan dengan mengarahkan perhatian secara berulang pada perasaan yang dialami serta konsekuensinya. Perubahan kognitif (cognitive change) yaitu menilai sebuah situasi sehingga dapat mengubah makna yang menimbulkan emosi, dengan cara mengubah cara berpikir. Dalam perubahan kognitif, reappraisal biasa digunakan untuk mengurangi atau menambahkan emosi positif maupun negatif. Modulasi respon (response modulation) merupakan respon individu setelah mengalami


(29)

emosi. Respon tersebut dilakukan pada aspek fisiologis, seperti penggunaan obat, alkohol, latihan, terapi, makan, dan relaksasi. Pengurangan perilaku ekspresi emosi dikenal dengan istilah suppression.

Terdapat beberapa pendapat dari berbagai tokoh mengenai faktor yang mempengaruhi regulasi emosi individu yaitu usia, jenis kelamin dan religiusitas. Penelitian menunjukkan bahwa semakin bertambahnya usia individu maka kemampuan regulasi emosi akan semakin meningkat, dimana semakin tinggi usia individu semakin baik kemampuan regulasi emosinya, sehingga dengan bertambahnya usia, ekspresi emosi akan semakin terkontrol (Maider dalam Coon, 2005). Beberapa penelitian menemukan bahwa pria dan wanita memiliki perbedaan dalam mengekspresikan emosi baik secara verbal maupun ekspresi wajah. Wanita menunjukkan sifat feminimnya dengan mengekspresikan emosi sedih, takut, cemas dan menghindari mengekspresikan emosi marah dan bangga yang menunjukkan sifat maskulin. Perbedaan pria dan wanita mengekspresikan emosi berkaitan dengan perbedaan tujuan pria dan wanita dalam mengontrol emosinya. Wanita mengekspresikan emosi untuk menjaga hubungan interpersonal serta membuat mereka tampak lemah dan tidak berdaya, sedangkan pria untuk menunjukkan dominasi. Hal ini menujukkan bahwa pria lebih dapat melakukan regulasi terhadap emosi marah dan bangga, sedangkan wanita pada emosi takut, sedih dan cemas (Fischer dalam Coon, 2005). Setiap agama mengajarkan individu untuk dapat mengontrol emosinya. Semakin tinggi tingkat religiusitasnya, individu akan


(30)

semakin berusaha untuk menampilkan emosi yang tidak berlebihan (Krause dalam Coon, 2005).

Dengan ini dapat disimpulkan bahwa regulasi emosi merupakan usaha individu untuk mengatur emosi positif dan negatif yang dimiliki. Terdapat 5 rangkaian proses regulasi emosi yaitu pemilihan situasi (situation selection), modifikasi situasi (situation modification), penyebaran perhatian (attentional

deployment), perubahan kognitif (cognitive change) dan modulasi respon

(response modulation). Regulasi emosi dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu

usia, jenis kelamin dan religiusitas.

B.Masa Pensiun Karyawan Pria

1. Masa Pensiun

Masa pensiun merupakan masa saat seseorang mencapai batas maksimum bekerja, sehingga tidak bekerja lagi secara formal pada sebuah perusahaan atau instansi (Parkinson, dalam Sutrisno, 2013). Schwartz mengatakan bahwa pensiun dapat merupakan awal dari hidup baru. Pensiun selalu menyangkut perubahan peran, perubahan keinginan dan nilai, dan perubahan secara keseluruhan terhadap pola hidup setiap individu (Jahja, 2011). Bagi karyawan swasta, batas usia pensiun merujuk pada kebiasaan-kebiasaan yang berlaku dalam perusahaan.

Robert Archley (dalam Santrock, 2002) mengatakan bahwa ada dua fase pensiun yang dilalui oleh individu sebelum pensiun itu sendiri tiba, yaitu fase jauh (the remote phase) dan fase mendekat (the near phase). Pada fase jauh,


(31)

individu mulai sedikit demi sedikit melakukan kegiatan yang bertujuan untuk mempersiapkan masa pensiunnya. Individu pada fase ini mungkin akan melakukan penyangkalan bahwa fase pensiun akan terjadi. Pada fase mendekat, individu mulai berpartisipasi pada program menjelang pensiun. Program ini akan membantu individu untuk mempersiapkan pensiun dengan mengikuti diskusi kesehatan fisik dan mental. Menurut Tarigan (2002) masa kritis terjadi pada saat 1 sampai 2 tahun sebelum pensiun.

Masa pensiun berada pada masa dewasa akhir dimana individu akan mengalami transisi dari usia produktif menjadi usia non produktif (Hurlock, 2008). Usia paruh baya merupakan masa persiapan yang penting untuk memasuki masa dewasa akhir (Lachman, 2004 dalam Santrock, 2012). Pada masa dewasa akhir, individu akan mengalami peristiwa besar seperti kematian orang tua, persiapan untuk pensiun dan pensiun itu sendiri. (Deeg, 2005 dalam Santrock, 2012). Pada masa ini pula, individu akan mengenal krisis paruh baya dimana individu akan menghadapi periode penuh dengan stres yang dipicu oleh kajian dan evaluasi kembali atas kehidupannya (Lahcman, 2004, dalam Papalia, 2014). Para peneliti menemukan bahwa dari kasus-kasus krisis paruh baya, sepertiga diantaranya dipicu oleh peristiwa hidup seperti kehilangan pekerjaan atau masalah finansial (Lachman, 2004, dalam Santrock, 2012). Masa paruh baya tersebut juga meningkatkan stres secara signifikan dalam hal keuangan atau yang melibatkan anak-anak (Papalia & Feldman, 2014).

Menghadapi usia paruh baya, pria mulai mengalami stres karena perubahan peran dan mendekati masa pensiun. Pensiun merupakan suatu


(32)

proses, bukan merupakan suatu peristiwa (Moen dalam Santrock, 2012). Hal ini berarti bahwa baik pria maupun wanita yang menjelang usia paruh baya harus menyesuaikan diri dengan masa pensiun yang akan segera datang. Masalah yang paling serius dan umum dalam masa pensiun adalah penyesuaian diri karena berkaitan dengan anggota keluarga dan berhentinya pencari nafkah dalam keluarga yang akan mempengaruhi pola hidup mereka. Wanita akan lebih mudah untuk melakukan penyesuaian dalam memasuki masa pensiun dibandingkan dengan pria (Hurlock, 2008). Pria tidak memiliki banyak sumber pengganti kepuasan yang biasa didapatkan saat bekerja dulu dibandingkan dengan wanita. Karena itu, pensiun dirasa sebagai beban mental bagi sebagian pria dan mereka kurang dapat menyesuaikan diri dengan baik terhadap perubahan peran yang dijumpainya selama pensiun (Jahja, 2011). Presentasi konflik terbesar pada pria usia 50-60 menurut Perhitungan Burnemeister mengenai konflik pekerjaan mencapai 29,70% (dalam Suardiman, 2011).

Permasalahan ini perlu dikonsultasikan kepada keluarga dan apabila perilaku keluarga tidak menyenangkan dengan bersikap tidak peduli, maka permasalahan ini akan terasa semakin berat. Bagi individu dewasa di usia paruh baya yang telah mempersiapkan diri untuk menghadapi masa pensiun dengan mencari kegiatan baru yang menarik dan mencari pekerjaan lain yang menghasilkan pendapatan, biasanya akan lebih mampu menyesuaikan diri terhadap hari tua dibandingkan individu dewasa di usia paruh baya yang tidak melakukan persiapan (Hurlock, 2008).


(33)

Sisi positif dari individu paruh baya adalah mereka mungkin lebih mampu untuk mengatasi stres dibandingkan kelompok usia lain (Lachman, 2004, dalam Papalia & Feldman, 2014). Banyak individu dewasa di usia paruh baya merasa memiliki kontrol diri yang stabil di kehidupan mereka (Skaff, 2006, dalam Papalia & Feldman, 2014). Mereka juga belajar strategi yang lebih efektif untuk menghindari, meminimalkan, atau mengubah situasi yang membuat stres, serta lebih mampu untuk menerima apa yang tidak dapat diubah (Papalia & Feldman, 2014). Individu dengan kelenturan ego atau kemampuan untuk beradaptasi secara fleksibel dan individu yang mampu mengontrol emosi akan lebih mungkin untuk mengarahkan lintasan paruh baya dengan sukses (Heckhausen, 2001; Klohnen, 1996; Lachman, 2004; Lachman & Firth, 2004, dalam Papalia & Feldman, 2014). Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa individu akan mendapatkan kebahagiaan apabila mampu menyesuaikan diri terhadap aspek keuangan dan pendidikan anak-anaknya di masa pensiunnya (Indrayani, 2013).

Berdasarkan penjelasan tersebut, dapat disimpulkan bahwa karyawan pria pada fase mendekat yaitu 1-2 tahun menjelang pensiun berada dalam usia paruh baya. Pada masa ini, pria lebih sulit dalam melakukan penyesuaian diri menjelang pensiun dibandingkan dengan wanita karena berkaitan dengan berhentinya pencari nafkah dan tentu akan mempengaruhi hidup mereka. Dengan kemampuan kontrol diri yang lebih baik dibanding kelompok usia lainnya, individu yang menghadapi masa pensiun diharapkan lebih mampu untuk mulai mempersiapkan diri dengan lebih baik dan mulai mencari kegiatan


(34)

di bidang yang baru dan mulai aktif mengikatkan diri pada bidang tersebut. Selain itu, individu diharapkan untuk mulai mengkomunikasikan permasalahannya dengan keluarga.

2. Dampak Pensiun pada Karyawan Pria Pekerja Tunggal dengan Anak

yang Masih Sekolah

Individu diharapkan merasa senang saat pensiun tiba karena telah mencapai puncak karirnya, sehingga dapat menikmati masa hidupnya dengan lebih santai, rileks, tenang, dan bahagia karena tidak lagi terbebani dengan berbagai tugas dan tanggung jawab dari instansi atau organisasi tempatnya bekerja. Selain itu, individu akan memiliki lebih banyak waktu dan kesempatan bersama-sama dengan keluarga atau pasangan, mengerjakan sesuatu yang disukai dan bukan pekerjaan yang harus dikerjakan. Hal ini dapat berdampak pada meningkatnya kualitas kesehatan karena berkurangnya tekanan beban kerja yang harus dihadapi, sehingga dapat memaknai kehidupannya dengan penuh keoptimisan (Aidit, 2000).

Berbeda dengan keadaan di lapangan dimana pensiun sering dianggap sebagai kenyataan yang tidak menyenangkan, sehingga membuat sebagian individu merasa cemas karena tidak tahu kehidupan macam apa yang akan dihadapi setelah pensiun (Rini, 2001). Saat menghadapi masa pensiun individu merasa takut dan cemas karena terjadi goncangan perasaan yang begitu berat saat harus meninggalkan pekerjaannya (Sutrisno, 2013). Kecemasan itu muncul karena ada tiga hal yang akan hilang saat pensiun, yaitu hilangnya kegiatan rutin bekerja, sehingga akan memiliki banyak waktu senggang. Kedua,


(35)

kehilangan interaksi dengan teman kerja dan individu akan kehilangan sebagian pendapatan dan status yang disandang. Ketika pensiun, seseorang akan mengalami perubahan kondisi karena sudah tidak aktif bekerja lagi (Handayani, 2013). Individu akan mengalami beberapa perubahan dalam hidupnya, seperti perubahan ekonomi (Suardiman, 2011). Uang jaminan pensiun yang mereka terima jumlahnya lebih sedikit dibandingkan dengan gaji biasa yang mereka terima ketika masih aktif bekerja. Mereka khawatir nantinya tidak dapat mencukupi segala kebutuhan keluarganya apalagi jika mereka merupakan satu-satunya orang yang bekerja dalam keluarga.

Hasil penelitian mengenai hubungan antara kecemasan menghadapi pensiun dengan semangat kerja pada pegawai PT. Pos Indonesia menunjukkan bahwa kecemasan yang dirasakan pegawai yang menghadapi masa pensiun berkaitan dengan ketakutan jika setelah pensiun nanti dirinya tidak bisa sepenuhnya memenuhi semua keinginan anak maupun keluarganya dari segi ekonomi, serta kurang bisa untuk mengontrol emosinya ketika sedang marah (Yuliarti & Mulyana, 2014). Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Nuraini (2013), diperoleh keterangan bahwa subjek merasa cemas akan masalah pendapatan yang berkurang ketika sudah pensiun nanti, sementara anak masih perlu biaya sekolah serta kebutuhan hidup yang terus meningkat.

Keadaan akan semakin sulit apabila beban pendidikan anak masih banyak (Prastiti, 2005). Perubahan ekonomi yang dirasakan, seperti penghasilan mereka akan berkurang dan masih harus membiayai anaknya sekolah atau kuliah (Bradbury, 1987). Keluarga dengan anak yang masih sekolah memiliki


(36)

tugas perkembangan untuk memenuhi kebutuhan dan biaya kehidupan yang semakin meningkat, termasuk juga saat anak mulai mengikuti kursus atau ekstrakulikuler untuk mengembangkan kemampuannya (Fredericks & Eccles dalam Santrock, 2012).

Berdasarkan penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa karyawan pria yang menghadapi masa pensiun mengalami masa krisis saat berada dalam fase mendekat yaitu 1-2 tahun menjelang pensiun. Pada masa paruh baya, pria lebih sulit dalam melakukan penyesuaian diri dalam menghadapi masa pensiun dibandingkan dengan wanita karena berkaitan dengan berhentinya pencari nafkah dan tentu akan mempengaruhi hidup mereka. Pensiun memberikan dampak positif dimana individu dapat beristirahat setelah bekerja dalam waktu yang lama dan merasa senang karena telah mencapai puncak karirnya, sehingga dapat menikmati masa hidupnya dengan lebih santai, rileks, tenang, dan bahagia karena tidak lagi terbebani dengan berbagai tugas dan tanggung jawab dari instansi atau organisasi tempatnya bekerja. Kualitas kesehatan juga akan meningkat karena berkurangnya tekanan pekerjaan sehingga dapat lebih memaknai hidup. Selain itu, individu akan memiliki lebih banyak waktu untuk pasangan dan keluarga. Dampak negatif dari pensiun adalah kehilangan kegiatan rutin yang sudah dilakukan bertahun-tahun, kehilangan rekan kerja, dan kehilangan sebagian pendapatan dan status yang dipandang. Individu akan merasa cemas dan khawatir mengenai kehidupan seperti apa yang akan dijalani setelah pensiun. Individu juga akan merasa khawatir jika tidak dapat memenuhi kebutuhan keluarganya terlebih jika beban pendidikan anak masih banyak.


(37)

C.Kerangka Berpikir

Meskipun pada saat pensiun individu diharapkan dapat merasa bahagia karena telah terbebas dari pekerjaan dan dapat menikmati waktunya bersama keluarga, namun kenyataannya banyak individu yang takut dan cemas dalam menghadapi masa pensiun. Beberapa penelitian menunjukkan kecemasan tersebut dikarenakan individu tidak mengetahui kehidupan seperti apa yang akan mereka alami kelak setelah pensiun termasuk dalam permasalahan finansial. Karyawan pria dengan istri yang tidak bekerja dan anak yang masih bersekolah akan lebih merasa takut dan cemas dalam menghadapi masa pensiun. Kecemasan, kekhawatiran dan ketakutan tersebut merupakan bentuk emosi negatif sedangkan bagi individu yang merasa bahagia dan siap menghadapi masa pensiun merupakan bentuk emosi positif. Setiap individu cenderung akan mengatur emosi negatif dan positif yang dimiliki dengan regulasi emosi. Salah satu faktor yang mempengaruhi regulasi emosi adalah usia. Semakin bertambah usia, individu diharapkan semakin mampu mengatur emosi yang dimiliki. Peneliti berasumsi bahwa karyawan pria pekerja tunggal dengan anak yang masih sekolah memiliki beban yang lebih berat dalam menghadapi masa pensiun di bandingkan karyawan pria yang istri dan anaknya bekerja. Karyawan pria yang telah melakukan persiapan untuk masa pensiunnya akan lebih mampu untuk menghadapi masa pensiun, sedangkan karyawan pria yang belum melakukan persiapan cenderung akan merasa cemas, khawatir dan takut. Masa pensiun berada dalam masa dewasa akhir sehingga individu diharapkan lebih mampu mengatur perasaan cemas, khawatir dan takut


(38)

dalam menghadapi masa pensiun. Peneliti akan melihat bagaimana pola karyawan pria dalam proses meregulasi emosinya menggunakan 5 bentuk regulasi emosi yang dikemukakan oleh Gross yaitu pemilihan situasi (situation selection), modifikasi situasi (situation modification), penyebaran perhatian (attentional

deployment), perubahan kognitif (cognitive change) dan modulasi respon

(response modulation).

Skema 2.1 Skema Kerangka Berpikir

Masa Pensiun

Emosi Positif dan

Negatif


(39)

21

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A.Jenis dan Desain Penelitian

Penelitian ini menggunakan jenis penelitian kualitatif. Penelitian kualitatif adalah penelitian mengenai sebuah fenomena yang datanya diambil dari cerita informan mengenai pengalamannya dalam menghadapi fenomena tersebut (Supratiknya, 2015). Untuk menggali makna dari informan, peneliti akan terjun langsung ke lapangan, untuk mengambil berbagai macam data, baik melalui wawancara, observasi, maupun pengumpulan dokumen-dokumen. Secara umum, penelitian kualitatif bersifat eksploratorik yaitu lebih mengandalkan data berupa ungkapan atau penuturan dari para informan penelitian dalam mengeksplorasi fenomena yang menjadi fokus penelitian (Supraktiknya, 2015).

Penelitian ini menggunakan desain Analisis Isi Kualtitatif (AIK). Hsieh & Shanonn (Supratiknya, 2015) mendefinisikan AIK sebagai metode penelitian untuk menguraikan data teks secara subjektif dengan cara mengklasifikasikan secara sistematik menjadi sebuah kode, lalu dikelompokkan ke dalam tema atau pola yang sesuai. Peneliti menggunakan Analisis Isi Kualitatif (AIK) dengan pendekatan deduktif yang bertujuan untuk menguji kembali data yang sudah ada dalam sebuah konteks baru, termasuk menguji kembali kategori, konsep, atau hipotesis yang sudah pernah diperoleh (Catanzaro, dalam Supratiknya, 2015). Pendekatan ini cocok diterapkan ketika sudah ada teori atau hasil penelitian tertentu tentang suatu fenomena (Supratiknya, 2015). Metode dalam penelitian ini


(40)

menggunakan metode deskriptif. Penelitian deskriptif adalah metode penelitian yang berusaha menggambarkan objek apa adanya (Creswell, 2010). Tujuan penelitian deskriptif adalah menggambarkan secara sistematsis fakta dan karakteristik objek yang diteliti secara tepat (Sangadji & Sopiah, 2010).

Peneliti menggunakan jenis penelitian kualitatif dengan dengan analisis isi deduktif deskriptif karena peneliti ingin menggambarkan proses regulasi emosi dalam menghadapi masa pensiun yang dilakukan oleh karyawan pria pekerja tunggal dengan anak yang masih sekolah secara sistematis berdasarkan pengalamannya sendiri. Proses pengodean akan dilakukan dengan menggunakan teori yang sudah ada mengenai proses regulasi emosi yang dijelaskan ke dalam konteks baru yaitu dengan menggunakan informan karyawan pria pekerja tunggal dengan anak yang masih sekolah.

B.Fokus Penelitian

Fokus pada penelitian ini adalah proses regulasi emosi dalam menghadapi masa pensiun pada karyawan pria pekerja tunggal dengan anak yang masih sekolah. Ada lima rangkaian proses regulasi emosi yaitu pemilihan situasi (situation selection), modifikasi situasi (situation modification), penyebaran

perhatian (attentional deployment), perubahan kognitif (cognitive change) dan

modifikasi respon (response modification). Peneliti akan mengkaji bagaimana

karyawan pria pekerja tunggal dalam memproses regulasi emosi yang mereka miliki.


(41)

C.Informan Penelitian

Informan dalam penelitian ini adalah karyawan pria pekerja tunggal dengan anak yang masih sekolah, dan berada dalam fase dekat pensiun, yaitu 1-2 tahun menjelang pensiun. Informan merupakan karyawan swasta yang memiliki anak yang masih sekolah dan belum bekerja, serta memiliki istri yang tidak bekerja dan tidak berpenghasilan. Dalam penelitian ini, dibutuhkan 3 orang informan yang jujur dan dapat dipercaya, bersedia mengikuti prosedur penelitian sesuai dengan kesepakatan bersama, bersedia terbuka menjawab pertanyaan berkaitan dengan topik penelitian, serta yang terpenting informan merupakan seorang karyawan pria yang memiliki anak yang masih sekolah dan sedang menghadapi masa pensiun.

Peneliti menggunakan karyawan sebagai syarat informan karena peneliti melihat bahwa karyawan merupakan orang yang menawarkan jasa atau tenaga kepada sebuah lembaga dan cenderung terikat dengan kontrak, sehingga cenderung akan pensiun jika sudah memasuki batasan usia non produktif menurut perusahaan atau lembaga tempatnya berkerja. Karyawan pria dipilih karena pria dianggap sebagai tulang punggung keluarga dalam mencari nafkah. Karyawan pria pekerja tunggal dengan anak yang masih sekolah menjelaskan bahwa karyawan pria pekerja tunggalnya yang memiliki anak yang masih bersekolah.

Terdapat dua jalan dalam menemukan informan, yaitu keterangan orang yang berwenang dan melalui wawancara pendahuluan (Prastowo, 2014). Peneliti akan mengunakan dua cara tersebut dalam menemukan informan. Pertama, peneliti akan menemukan informan menurut rekomendasi orang-orang terdekat peneliti,


(42)

selanjutnya peneliti akan melakukan wawancara pendahuluan terhadap orang yang direkomendasikan tersebut.

D.Prosedur Pengumpulan Data

Peneliti menggunakan teknik wawancara untuk menggali pengalaman sadar dari karyawan pria pekerja tunggal dengan anak yang masih sekolah mengenai proses regulasi emosinya. Teknik wawancara yang akan digunakan adalah wawancara semi terstruktur, dimana peneliti dan informan akan melakukan dialog secara langsung. Pertanyaan yang telah disusun sebelumnya dapat dimodifikasi menurut respon dari informan penelitian. Peneliti dapat menyelidiki dan menggali lebih jauh wilayah-wilayah menarik dan penting yang dipaparkan oleh informan

penelitian (Smith, 2009). Teknik ini akan memungkinkan peneliti untuk

mendapatkan jumlah data yang banyak, namun karena melibatkan aspek emosi, maka dibutuhkan kerjasama yang baik antara peneliti dan informan (Sarwono, 2006).

Dalam penelitian ini, terdapat beberapa tahapan yang dilakukan peneliti untuk mengumpulkan data, yaitu:

1. Peneliti mencari informan yang sesuai dengan kriteria penelitian ini,

berdasarkan rekomendasi dari orang terdekat peneliti.

2. Peneliti menyusun panduan pertanyaan sesuai dengan persetujuan dosen


(43)

3. Peneliti melakukan wawancara pendahuluan terhadap informan, untuk melihat apakah informan benar-benar sesuai dengan kriteria dalam penelitian ini.

4. Setelah mendapatkan informan yang sesuai dengan kriteria, peneliti

meminta persetujuan dan kesediaan informan untuk berpartisipasi dalam penelitian ini. Peneliti juga menjelaskan tujuan dan manfaat penelitian ini serta membangun raport dan mengatur jadwal wawancara dengan informan.

5. Peneliti mulai melakukan wawancara dengan informan.

Peneliti juga menggunakan beberapa media pembantu selama melakukan wawancara, yaitu pedoman wawancara dan alat perekam dengan persetujuan informan. Berikut pedoman pertanyaan yang digunakan:

Tabel 3.1 Pedoman Wawancara

Aspek Indikator Pertanyaan

Emosi

Emosi Tenang, santai, rileks,

gembira, lucu, haru,

senang.

Sedih, kecewa, putus

asa, depresi, tidak

berdaya, frustasi, marah, dendam

Bagaimana perasaan anda saat anda menyadari bahwa anda akan pensiun dalam waktu dekat?

Regulasi Emosi Pemilihan

situasi

Menghindari objek yang

meningkatkan emosi.

Menghindari objek yang

Apa yang anda lakukan saat anda menyadari bahwa anda akan pensiun dalam waktu dekat?


(44)

mengurangi emosi.

Mendekati subjek yang

meningkatkan emosi.

Mendekati subjek yang

mengurangi emosi.

Apakah anda sempat menghindar atau justru semakin berfokus pada pekerjaan anda?

Perubahan situasi

Mengubah situasi secara

langsung untuk

mengalihkan emosi

Apa yang anda lakukan untuk mengurangi dampak emosi yang ditimbulkan dari permasalahan ini?

Penyebaran atensi

Memindahkan perhatian

dari sebuah situasi yang

dapat menimbulkan

emosi ke situasi yang

tidak menimbulkan

emosi

Memfokuskan perhatian

kepada situasi yang

menimbulkan emosi

Mengarahkan perhatian

secara berulang terhadap perasaan yang dialami dan konsekuensinya

Apakah anda pernah

melampiaskan perasaan anda

terhadap orang-orang atau hal-hal

yang ada di sekitar anda?

Terhadap siapa atau apa saja dan apa yang anda lakukan terhadap orang atau hal tersebut?

Saat anda mencoba untuk

berfokus pada permasalahan anda, apa yang anda rasakan? Apakah anda akan merasa cemas dan resah atau justru anda dapat

menemukan cara untuk

menyelesaikan permasalahan

tersebut? Perubahan

kognitif

Mengurangi emosi

positif

Menambahkan emosi

positif

Mengurangi emosi

negatif

Bagaimana anda memandang

sebuah masalah? Apakah anda

pernah mencoba untuk

memandang permasalahan anda dari sudut pandang yang lain?


(45)

Menambahkan emosi negatif

Perubahan respon

Pengurangan perilaku

emosi

Penggunaan alkohol,

obat-obatan

Latihan, terapi, relaksasi

Makan

Bagaimana cara anda untuk

meredam emosi saat menghadapi masalah? apakah anda pernah mengkonsumsi obat-obatan atau alkohol?

E.Prosedur Penelitian

Berikut ini merupakan prosedur penelitian yang dilakukan peneliti dalam penelitian ini:

1. Peneliti menentukan topik penelitian dan mengumpulkan data berkaitan

dengan penelitian ini untuk menyusun proposal penelitian.

2. Peneliti berkonsultasi dengan dosen pembimbing dalam melakukan

penelitian ini.

3. Peneliti menyusun pertanyaan wawancara.

4. Peneliti mencari informan yang sesuai kriteria dengan cara melakukan

wawancara pendahuluan.

5. Setelah mendapatkan informan yang sesuai, peneliti menjelaskan semua

hal yang berkaitan dengan penelitian ini, melakukan rapport, serta

melakukan pengisian informed consent sebagai persetujuan informan

untuk berpartisipasi dalam penelitian ini.

6. Peneliti melakukan wawancara dengan menggunakan bantuan alat


(46)

7. Peneliti melakukan verbatim rekaman data wawancara.

8. Peneliti mulai melakukan koding dan intepretasi data untuk mendapatkan

hasil penelitian.

F. Metode Analisis Data

Penulis akan melakukan analisis isi kualitatif terarah deduktif yang bertujuan untuk memvalidasi atau menguji ulang sebuah teori (Hsieh & Shannon, dalam Supratiknya, 2015). Untuk merumuskan pertanyaan dalam penelitian serta menentukan skema pengodean untuk menentukan kategori secara deduktif, peneliti menggunakan teori atau hasil penelitian yang sesuai.

Langkah awal yang dilakukan adalah membuat transkrip wawancara atau verbatim dari rekaman selama wawancara. Setelah itu, peneliti membaca seluruh transkrip wawancara dan menandai setiap bagian dari teks yang menunjukkan proses regulasi emosi. Kemudian peneliti menentukan kode untuk teks yang sudah ditandai menggunakan kode-kode yang sudah ada yaitu emosi positif dan emosi

negatif serta proses regulasi emosi yaitu pemilihan situasi (situation selection),

modifikasi situasi (situation modification), penyebaran perhatian (attentional

deployment), perubahan kognitif (cognitive change) dan modulasi respon (response modulation) (Hsieh & Shannon, dalam Supratiknya, 2015).

G.Kredibilitas Penelitian

Moleong (2005) mengungkapkan bahwa uji kredibilitas digunakan untuk menilai kebenaran dari temuan penelitian kualitatif. Peneliti menggunakan uji


(47)

kredibilitas Member Checking, yaitu pengecekan kembali pada partisipan (Supratiknya, 2015). Tujuannya, untuk mengetahui seberapa jauh data yang kita peroleh sesuai dengan apa yang diberikan oleh informan. Jika data yang ditemukan disepakati oleh para informan, berarti data tersebut valid sehingga

semakin kredibel atau dipercaya (Prastowo, 2011). Dalam penelitian ini, member

checking akan dilakukan setelah proses wawancara berlangsung dan setelah proses pembuatan transkrip wawancara atau verbatim hingga pengkodean selesai.


(48)

30

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A.Persiapan dan Pelaksanaan Penelitian

Sebelum melakukan penelitian, peneliti membuat proposal hingga panduan pertanyaan. Setelah itu peneliti melakukan diskusi dengan dosen pembimbing untuk memastikan bahwa metode yang akan dilakukan sudah benar. Sembari merumuskan panduan pertanyaan, peneliti mulai mencari informan penelitian yang sesuai dengan kriteria, dibantu oleh orangtua peneliti dan teman peneliti. Setelah mendapat persetujuan dari dosen pembimbing, peneliti mulai untuk membuat janji dan melakukan rapport serta wawancara di satu hari yang sama, karena peneliti sudah mengenal ketiga informan.

Pengambilan data pada penelitian ini dilaksanakan pada bulan Januari 2017. Peneliti menggunakan teknik wawancara untuk menggali pengalaman sadar dari ketiga informan. Waktu dan tempat wawancara sesuai dengan persetujuan informan dan peneliti. Sebelum melakukan wawancara, peneliti melakukan rapport pada informan dan menjelaskan tentang prosedur dalam penelitian yang dilakukan. Selain itu, informan juga memberikan persetujuan melalui informed consent.

Informan I (SG) merupakan ayah dari teman peneliti. Awalnya peneliti meminta tolong pada teman peneliti untuk menanyakan kepada ayahnya apakah ayah peneliti sesuai dengan kriteria yang dicari dan berkenan terlibat dalam penelitian ini. Setelah itu peneliti bertemu untuk menjelaskan tentang penelitian


(49)

yang sedang dilakukan serta melakukan rapport. Selanjutnya peneliti memberikan

informed consent dan mulai melaksanakan wawancara yang dilakukan di kediaman SG pada hari Sabtu, 6 Januari 2017 pukul 11.00 hingga 14.30 WIB. Informan II (NR) merupakan tetangga dari peneliti. Peneliti menemui NR untuk menyampaikan tentang penelitian yang sedang peneliti lakukan dan menjelaskan tentang kriteria yang peneliti cari. Lalu NR mengatakan jika memang sesuai maka NR bersedia untuk menjadi informan dalam penelitian ini. Selanjutnya pada hari Senin, 8 Januari 2017 peneliti melakukan rapport dan pemberian informed consent. Wawancara dilakukan di kediaman NR mulai pukul 18.00 hingga 21.00 WIB. Informan III (BY) merupakan teman dari ayah peneliti. Ayah peneliti membuatkan janji dengan BY untuk bertemu dengan peneliti pada hari Minggu, 29 Januari 2017 pukul 11.00 hingga 13.00 WIB, sehingga peneliti dapat menjelaskan tentang penelitian ini, menyampaikan kriteria yang dibutuhkan dalam penelitian ini dan menanyakan kesediaan BY untuk terlibat dalam penelitian ini, serta memberikan informed consent. Setelah membuat transkrip wawancara dengan BY, peneliti merasa perlu melakukan wawancara tambahan sehingga peneliti membuat janji untuk melakukan wawancara kedua pada hari Selasa, 14 Maret 2017 pukul 19.00 hingga 20.30 WIB di kediaman BY.

Tabel 4.1. Pelaksanaan Wawancara

Kegiatan Informan I Informan II Informan III Rapport,

wawancara, pengisian

Informed Consent

Sabtu, 6 Januari 2017 pukul 11.00-14.30 di kediaman SG

Senin, 8 Januari 2017 pukul 18.00 – 21.00 di kediaman NR

Minggu, 29 Januari 2017 pukul 11.00-13.00

di kediaman BY Selasa, 14 Maret 2017 pukul 19.00-20.30


(50)

Member Checking

Jumat, 17 Maret 2017 pukul 11.00-13.00 di kediaman SG

Kamis, 16 Maret 2017 pukul 18.00-19.30 WIB di kediaman NR

Minggu, 19 Maret 2017 pukul 11.00-12.30 di Kediaman BY

B.Gambaran Informan 1. Data Informan

Tabel 4.2. Data Informan

Keterangan Informan I Informan II Informan III

Nama Inisial SG NR BY

Usia 54 tahun 55 tahun 55 tahun

Pendidikan SMA S1 S1

Agama Katholik Kristen Islam

Jumlah Anak 2 2 1

Usia Anak 22 th dan 17 th 17 th dan 13 th 16 th

2. Latar Belakang Informan a. Informan I (SG)

SG merupakan seorang layout editor di sebuah perusahaan media cetak di Yogyakarta. SG berusia 54 tahun dan tinggal di Minomartani bersama istri dan dua orang anak laki-laki. Anak pertama SG merupakan mahasiswa semester 10 di salah satu perguruan tinggi swasta di Yogyakarta yang saat ini sedang menyelesaikan skripsinya. Anak kedua SG duduk di bangku kelas 3 sekolah menengah atas di salah satu sekolah swasta di Yogyakarta. Istri SG merupakan seorang ibu rumah tangga. Dulunya istri SG merupakan seorang penjahit dan memiliki 2 orang pegawai, namun pada saat krismon tahun 1998, usahanya mengalami kebangkrutan.

SG ingin pensiun dini dari pekerjaannya karena SG sudah merasa bahwa perusahaannya tidak berkembang karena kalah dengan


(51)

perkembangan media elektronik yang semakin pesat. Namun istrinya tidak menyetujui keputusan SG untuk pensiun dini karena mumpung masih ada pekerjaan yang bisa dikerjakan dan daripada menganggur di rumah. SG memiliki kegiatan bersama istri yaitu memasak sayuran untuk dijual di warung makan setiap pagi dan menerima pesanan catering. SG merasa pemasukan dari usahanya bersama istri akan lebih baik jika dikembangkan daripada terus mengandalkan pemasukan dari perusahaan.

SG ingin mengembangkan usahanya bersama istri dengan membuka warung makan namun istri tidak setuju dan masih takut mengambil resiko untuk mengontrak kios. Dengan modal berpikir yang SG miliki dan kemampuan istrinya, SG yakin usaha tersebut bisa berkembang dengan baik. SG sering mendiskusikan hal tersebut bersama istrinya bahwa SG hanya memiliki waktu setahun-dua tahun lagi untuk bekerja.

Dalam menghadapi masa pensiun, SG merasa siap karena memang sudah menjadi keinginannya sejak dulu karena merasa perusahaan sudah tidak berkembang lagi. SG memiliki rencana untuk pensiun pada awal tahun 2017 sehingga SG meminta anak pertamanya untuk menyelesaikan skripsi di tahun 2016. Namun kenyataannya anaknya tidak selesai dan akhirnya SG membatalkan niatnya untuk pensiun dini. SG terkadang merasa marah kepada anaknya karena program yang SG rencanakan tidak bisa berjalan. SG merasa bahwa hal tersebut menjadi beban untuk dirinya.

Selain karena anaknya belum lulus, SG juga merasa kurang mendapat dukungan dari istri karena istri menyalahkan SG atas penghasilan SG yang


(52)

sedikit. Istri juga meminta SG mencari kerja lagi untuk tambah-tambah. SG mengatakan kepada istrinya bahwa SG mampunya segini, istri diajak usaha bersama juga tidak mau dan SG merasa di usia yang sekarang ini tidak akan ada yang mempekerjakan SG karena kualitas yang dimiliki, namun hanya karena kasihan. Terkadang SG juga merasa bersalah karena saat menolak saat diberikan tawaran untuk membantu cabang baru di luar pulau karena sudah merasa nyaman di Jogja. SG tidak menyangka karirnya akan hancur.

Meski rencananya tidak bisa berjalan, SG tetap bersemangat dalam bekerja. SG tidak merasa adanya perubahan dalam dirinya. Jika semangat menurun maka teman-teman juga bisa down karena SG merasa menjadi panutan bagi teman-teman kerjanya. Jika SG tidak masuk, SG merasa kasihan dengan teman-temannya karena pekerjaannya akan ditanggung oleh teman-temannya mengingat media cetak adalah pekerjaan yang dikejar

deadline setiap malam harus selesai untuk disebarkan keesokan harinya. Dalam dunia pekerjaannya, SG merasa bahwa menjadi wartawan itu ada dua jalan, jalan yang lurus atau menjadi mafia. Jika menjadi mafia akan memiliki banyak uang. Namun SG tetap memilih untuk di kantor saja karena SG merasa kasihan dengan keluarga. Jika keluarganya diberi makan atas keringat sendiri maka hasilnya akan baik dan tidak macam-macam. Jika SG memiliki masalah dengan teman kerjanya, SG memilih untuk menghindar dan tidak mendekati orang yang menyebalkan karena pada dasarnya SG merupakan orang yang pendiam.


(53)

Ketika berada dalam masalah, SG cenderung akan pergi ke gereja untuk berdoa atau pergi berziarah. SG merasa terbantu dan tenang jika sudah ke Gereja. SG juga tidak pernah marah sampai meledak-ledak dan memilih untuk pergi. SG merasa dalam hidup ini tidak perlu muluk-muluk, yang terpenting masih bisa bekerja dan menghasilkan untuk anak, meskipun keinginannya tidak dapat terpenuhi. SG juga menekankan kepada anaknya bahwa tidak bisa memberikan harta, hanya mampu menyekolahkan. Jika anak-anaknya bisa mendapatkan beasiswa itu merupakan nilai tambah untuk anaknya. SG selalu mengupayakan supaya anaknya bisa sekolah sebagai bekal hidup.

b. Informan II (NR)

NR merupakan seorang karyawan swasta di salah satu lembaga. NR tinggal di daerah Jombor bersama istri dan dua orang anak perempuannya. Anak pertama NR duduk di bangku kelas tiga sekolah menengah atas dan anak kedua NR duduk di bangku kelas 2 sekolah menengah pertama. Istri NR adalah seorang ibu rumah tangga dan dalam keseharian mengantar jemput anaknya sekolah. Dalam mendidik anaknya, NR dan istri sangat mengutamakan pendidikan sehingga NR memberikan semua fasilitas seperti les dan kursus setiap hari agar anaknya menjadi pintar dan masuk ke sekolah negeri favorit. Terbukti saat ini anak-anak NR bersekolah di sekolah negeri favorit di DIY.

Tahun ini merupakan tahun terakhir bagi NR untuk bekerja karena tahun depan NR sudah pensiun. Kebijakan yang ada di kantor NR adalah


(54)

bagi karyawan yang sudah memasuki usia 50 diberikan kesempatan untuk mulai mencari bisnis atau alternatif kegiatan lain yang bisa dilakukan saat pensiun nanti. Karyawan bebas untuk izin ketika memang diperlukan atau kerja 5 hari dalam seminggu.

Selama diberi kesempatan oleh kantor, NR mencoba untuk memanfaatkannya dengan mencari-cari bisnis yang sesuai di google. Selama ini NR merasa bisnis itu sulit, namun jika mau berusaha pasti akan mendapatkan. Kesulitan yang dihadapi NR adalah ketika ditahun pertama NR berminat di suatu bidang namun ketika digeluti hingga tahun kedua ternyata berat, sehingga NR sudah kehilangan dua tahun. Menurut pengalamannya, jika gagal dalam berbisnis memang mendapatkan pembelajaran baru, namun untuk memulai kembali membutuhkan modal lagi. Hal tersebut dirasa sulit dan terlalu beresiko tinggi bagi orang tua, sehingga yang bisa NR lakukan adalah hal yang aman-aman saja, seperti membuka kos-kosan di sekitar kampus di Yogyakarta.

NR merasa semangat yang dimiliki oleh orang seusianya sudah menurun. Hal ini mungkin disebabkan karena ada bayangan terpecah antara pekerjaan di kantor dan otak yang sudah dituntut untuk berpikir bagaimana kelanjutan hidup saat sudah pensiun nanti. Namun bagi NR, NR tidak terlalu membingungkan lagi masalah kantor karena tuntutan kantor ringan. NR merasa bahwa tidak ada kata pensiun bagi pegawai swasta seperti dirinya karena untuk hidup harus bekerja. Kalau pensiun nanti NR hanya berpindah


(55)

dari satu pekerjaan ke pekerjaan yang lain, sehingga NR tidak merasa berat untuk meninggalkan kantor saat pensiun nanti.

NR merasa tertekan dalam menghadapi masa pensiun. Selama ini NR sudah memiliki standar hidup dengan penghasilan yang NR miliki selama ini. Namun besok ketika sudah pensiun, penghasilan dari usaha sampingan NR belum mencapai standar hidup yang NR miliki selama ini, mengingat pendidikan anak-anaknya masih panjang. NR juga merasakan bahwa banyak perubahan dalam hal kebutuhan. Saat anak-anaknya masih kecil, NR masih memiliki power untuk mengendalikan kebutuhan dan keinginan anggota keluarga yang belum bervariatif. Namun sekarang anak-anaknya sudah beranjak remaja sudah mulai memiliki keinginan dan prestise. Kebutuhan sekolah tidak hanya sekolah, namun ada kendaraan dan gadget. Hal ini membuat NR harus bernegosiasi dengan anak-anaknya dan tidak bisa bersikap agak otoriter seperti dulu. Selama ini kebutuhan yang meningkat tersebut tidak bisa ter-cover karena dunia sekarang sangat hedonis. Strategi yang NR lakukan yaitu mengarahkan anak ke sekolah negeri dan mengarahkan anak ke kegiatan gereja. Selain itu, NR juga membatasi pergaulan anaknya. Jika ekonomi sedang baik, tidak akan menjadi masalah jika anak NR bergaul dengan siapa saja, namun jika ekonomi sedang buruk, jangan banyak bergaul dengan teman-teman yang hedonis. Dalam pertemanannya pun, NR merupakan sosok yang berteman jika ada kepentingan, jika tidak ada kepentingan NR merasa malas.


(56)

Saat NR mengingat tentang kewajibannya sebagai pencari nafkah dalam keluarga yang berada dalam masa pensiun dengan anak yang masih sekolah, NR merasa kok ini menimpa diriku, susah, galau, kelabu, khawatir, kalut, bingung, dan sepaneng. Ketika merasa tertekan, NR menyadari bahwa hal itu berpengaruh pada perilakunya sehari-hari, di mana sebenarnya NR bisa membicarakan hal cukup A saja namun menjadi ABC. Ketika sudah sunyi, NR bisa berefleksi dan menyadari tindakannya yang di luar kontrol dan seharusnya tidak seperti itu.

Namun NR juga beruntung diberikan otak yang pelupa oleh Tuhan sehingga NR tidak sepanjang waktu memikirkan hal ini. Terkadang NR bisa lupa dan merasa happy namun ketika teringat kembali, perasaan NR menjadi tumpang tindih. Ketika merenung, NR menyadari bahwa NR sudah harus mencari ide, padahal selama ini NR merasa sudah mencari setengah mati.

NR menganggap bahwa dalam menghadapi permasalahan, orang Indonesia arahnya ke agama, sehingga NR cenderung melarikan diri kepada Tuhan, memang bukan tempat yang paling aman namun merupakan tempat paling nyaman. Bagi NR, rasa takut itu boleh tapi jangan berlebihan dan dalam ajaran yang dipegangnya bahwa apa yang kamu khawatirkan biasanya malah tidak terjadi. NR juga meyakini bahwa kekhawatiran itu ada agar manusia bisa lebih waspada. NR juga memiliki hobi membaca. Saat muda dulu NR lebih berminat membaca buku-buku politik, ekonomi, namun sekarang NR lebih banyak membaca buku-buku rohani untuk menguatkan


(57)

dan memberikan ketenangan saat NR merasa sulit. Selain berdoa dan membaca, ketika NR merasa tertekan, NR biasanya akan pergi berjalan-jalan naik motor.

NR terbiasa menjadikan istrinya sebagai tempat curhat untuk mengeluarkan tekanan-tekanan besar yang dirasakannya. NR mengatakan kepada istrinya kalau kebutuhan normal kita cukup, tapi kalau ada sekolah baru kebutuhan kita kurang. NR juga meminta kepada istrinya agar tidak dituntut lebih. Untuk menyiasati kekurangannya, NR mengurangi pola konsumtif. NR tidak akan menuntut istrinya untuk memikirkan ide kegiatan apa yang bisa dilakukan saat NR sudah pensiun nanti karena NR merasa itu adalah tugasnya sebagai kepala keluarga, istri sudah terlalu sulit untuk mengatur keuangan dan NR tidak mau menambah beban istrinya. NR merasa istrinya memiliki peran yang besar pada kehidupan harian dan nyatanya segala kesulitan dan kekurangan selalu berhasil NR lewati.

c. Informan III (BY)

BY merupakan seorang karyawan di perusahaan LPG di Yogyakarta. BY tinggal di daerah Sleman bersama istri dan seorang anak perempuannya. Anak BY saat ini duduk di kelas dua sekolah menengah atas dan istri BY merupakan seorang ibu rumah tangga. Mendekati masa pensiun, BY membuka bisnis pangkalan LPG di rumahnya dan istrinya yang mengurus.

Bagi BY, pensiun merupakan keadaan di mana seseorang tidak digunakan lagi oleh perusahaan sehingga sudah harus merencanakan untuk ke depannya. Perencanaan dan persiapan yang dilakukan BY sudah


(58)

dilakukan sejak anaknya baru lahir. BY dan istri mendapatkan anak setelah 17 tahun pernikahan. Hal ini membuat BY menyadari bahwa ketika BY pensiun nanti anaknya masih sekolah. Ketika anaknya lahir, BY mendaftarkan anaknya untuk asuransi dan tabungan.

BY berharap semua yang sudah BY persiapkan akan cukup untuk anaknya hingga lulus kuliah dan bahkan hingga anaknya berumahtangga. BY memang merasa khawatir namun sejak awal sudah menyadari sehingga BY membagi kekhawatirannya tersebut ke asuransi. BY sudah berusaha menjalankan tanggungjawabnya sebagai orang tua. Meski begitu BY tetap merasa bingung dan khawatir karena ketika pensiun nanti BY tidak lagi melakukan rutinitas yang selama ini BY lakukan. BY juga merasa lebih sensitif untuk hal-hal yang sebenarnya tidak perlu dimasukkan ke hati namun BY masukkan ke hati. BY juga merasa was-was mengenai kehidupan setelah pensiun nanti. Ketika perasaan itu muncul, BY akan jalan-jalan melihat-lihat produksi di pabrik atau jika di rumah BY akan melihat-lihat kolam di belakang rumahnya.

Menurut BY, wajar jika seorang yang terbiasa kegiatan lalu tidak memiliki kegiatan akan menjadi down. Saat hari-hari awal pensiun, orang akan merasa “kluntang-kluntung” karena tidak memiliki kegiatan, namun hal tidak boleh berlarut-larut karena akan berpengaruh pada kesehatan sehingga perlu mencari kegiatan untuk mengisi waktu. Ketika BY merasa khawatir, BY biasanya akan berdoa dan memasrahkan semuanya kepada


(1)

177

321 322 323 324 325 326 327 328 329 330 331 332 333 334 335 336 337 338 339 340 341 342 343 345 346 347 348 349 350 351 352

Nggak, nggak sedih saya, ya kita sudah menerima ya karena dapetnya memang sudah terlambat ya udah siap dari awal sudah menyadari itu semua. Saya pensiun terus anak baru usia sekian nah terus saya harus begini itu udah semua direncanakan. Itu terus perasaannya ada pengaruhnya sama perilaku sehari-hari gitu nggak Pak? Rasanya tidak ya. Kalau kemarin Bapak bilang jadi lebih sensitif itu lebih sensitif seperti apa Pak? Ya sekali waktu kan anak buah disuruh nggak jalan-jalan atau nggak rampung-rampung saya diminta oleh pimpinan begini, dia belum siap kan otomatis saya harus kerja keras lagi.77 Itu bentuk sensitifnya itu seperti apa Pak? Ya gimana ya dikit-dikit sok nggak kepeneran itu. Tapi anak buah juga nggak saya marahi kan ya saya juga nggak penak78 to ya perasaan aja. Perasaannya gimana? Iya dibatin aja gawean koyo ngono kok ra rampung-rampung, tidak dilampiaskan tidak kan udah tua-tua juga.79 Kalau ke keluarga ada pengaruhnya nggak? Tidak ada mungkin di rumah malah terhibur ketemu keluarga ketemu anak.80 Selain was-was ada perasaan lain gak Pak? Ya cuma was-was itu aja cukup apa enggak. Merasakan sampe stress

Ya sekali waktu kan anak buah disuruh nggak jalan-jalan atau nggak rampung-rampung saya diminta oleh pimpinan begini, dia belum siap kan otomatis saya harus kerja keras lagi. (77) Ya gimana ya dikit-dikit sok nggak kepeneran itu. Tapi anak buah juga nggak saya marahi kan ya saya juga nggak penak (78)

Iya dibatin aja gawean koyo ngono kok ra rampung-rampung, tidak dilampiaskan tidak kan udah tua-tua juga. (79) di rumah malah terhibur ketemu keluarga ketemu anak. (80)

Makin tua makin pasrah ya

diminta oleh pimpinan begini dia belum siap kan otomatis saya harus kerja keras lagi (77) Ya gimana ya dikit-dikit sok nggak kepeneran itu. Tapi anak buah juga nggak saya marahi kan ya saya juga nggak penak (78)

Iya dibatin aja gawean koyo ngono kok ra rampung-rampung, tidak dilampiaskan tidak kan udah tua-tua juga. (79) di rumah malah terhibur ketemu keluarga ketemu anak. (80)

Makin tua makin pasrah ya sudah kalo udah gitu ya gimana lagi di pasrahkan aja dalam doa semoga diberi kesehatan untuk menyelesaikan tugas sebagai

Harus kerja keras karena pimpinan minta dan anak buah nggak jalan-jalan atau nggak rampung-rampung (77)

Anak buah tidak dimarahi karena nggak enak (78)

Dibatin kerjaan kaya gitu aja kok gak selesai, tidak dilampiaskan karena sudah tua-tua (79)

di rumah malah terhibur ketemu keluarga ketemu anak. (80)


(2)

178

353 354 355 356 357 358 359 360 361 362 363 364 365 366 367 368 369 370 371 372 374 375 376 377 378 379 380 381 382 383 384

yang mempengaruhi kaya pola makan gitu gitu nggak pak? Enggak saya nggak sampe stress. Saya enggak power syndrome gitu enggak enggak. Kalo udah pensiun yaudah di rumah. Kalau rasa tertekan gitu ada nggak Pak sama kewajiban ini yang udah pensiun nanti tapi masih menghidupi keluarga? Enggak ada udah pasrah aja. Makin tua makin pasrah ya sudah kalo udah gitu ya gimana lagi di pasrahkan aja dalam doa semoga diberi kesehatan untuk menyelesaikan tugas sebagai orang tua nanti dananya cukup.81 Yang saya inveskan berhasil atau enggak kan saya nggak tau ya nanti ya memang selama ini kan sekali waktu tiap bulan selalu ada hasil sekali waktu enggak. Jadi saya simpen Logam Mulia gitu daya beli kan sama terus. Kalo saya simpen uang 50 juta gitu buat sekarang sama besok kan udah beda kan harganya. Kalo emas lebih stabil gak kena inflasi. Berarti gak ada perubahan secara emosional? Rasanya enggak mbak. Saya sudah siapkan. Ya mungkin kan karena biasanya tiap hari pergi terus gak pergi ya paling besok menyesuaikan itu aja.82 Kalo saya kan paling ya besok tinggal mengaji aja rajin ikut pengajian nanti kan ketemu temen

sudah kalo udah gitu ya gimana lagi di pasrahkan aja dalam doa semoga diberi kesehatan untuk menyelesaikan tugas sebagai orang tua nanti dananya cukup. (81)

Ya mungkin kan karena biasanya tiap hari pergi terus gak pergi ya paling besok menyesuaikan itu aja. (82) Kalo saya kan paling ya besok tinggal mengaji aja rajin ikut pengajian nanti kan ketemu temen jadi ada hiburan. (83) Paling ya nanti tetep kerasa kalo gak ada kegiatan waktu terasa kok lama ya yaudah nanti keluar aja jalan ke sawah apa kemana. (84)

orang tua nanti dananya cukup. (81)

Ya mungkin kan karena biasanya tiap hari pergi terus gak pergi ya paling besok menyesuaikan itu aja. (82) Kalo saya kan paling ya besok tinggal mengaji aja rajin ikut pengajian nanti kan ketemu temen jadi ada hiburan. (83) Paling ya nanti tetep kerasa kalo gak ada kegiatan waktu terasa kok lama ya yaudah nanti keluar aja jalan ke sawah apa kemana. (84)

paling kan berapa hari aja gitu to mbak menyadari kok kluntang kluntung, nanti kalo

berlarut-dalam doa semoga diberi kesehatan untuk meneyelesaikan tugas sebagai orang tua nanti dananya cukup (81)

Besok menyesuaikan yang biasanya pergi terus nggak pergi (82)

Besok jadi rajin ikut pengajian ketemu temen jadi ada hiburan (83)

Waktu terasa lama kalo nggak ada kegiatan, yasudah jalan aja ke sawah atau kemana (84)


(3)

179

385

386 387 388 389 390 391 392 393 394 395 396 397 398 400

jadi ada hiburan.83 Paling ya nanti tetep kerasa kalo gak ada kegiatan waktu terasa kok lama ya yaudah nanti keluar aja jalan ke sawah apa kemana.84 Kegiatanya ya nanti lebih mendekatkan sama Allah aja. Ada tuntutan dari istri gitu gak Pak? Oh enggak istri juga pasrah udah kita selalu mensyukuri apa yang dikasih sekarang yaudah. Ibu ya selalu setuju kalo invesnya kemana saja gitu. Kemarin kan Bapak bilang kalo orang gak ada kegiatan itu jadi down itu gimana? Ya paling kan berapa hari aja gitu to mbak menyadari kok kluntang kluntung ya paling berapa hari gitu nanti kalo berlarut-larut malah sakit.85 Itu wajar mbak biasanya jam segini aku gini terus ini nggak ngapa-ngapain ya86 terus kan mikirnya aku ki arep ngopo nah supaya nggak berlarut-larut kan mencari kegiatan liat-liat ke sawah apa kemana gitu.87

paling kan berapa hari aja gitu to mbak menyadari kok kluntang kluntung ya paling berapa hari gitu nanti kalo berlarut-larut malah sakit. (85)

Itu wajar mbak biasanya jam segini aku gini terus ini nggak ngapa-ngapain ya (86)

terus kan mikirnya aku ki arep ngopo nah supaya nggak berlarut-larut kan mencari kegiatan liat-liat ke sawah apa kemana gitu. (87)

larut malah sakit. (85)

Itu wajar mbak biasanya jam segini aku gini terus ini nggak ngapa-ngapain ya (86)

terus kan mikirnya aku ki arep ngopo nah supaya nggak berlarut-larut kan mencari kegiatan liat-liat ke sawah apa kemana gitu. (87)

Kluntang kluntung beberapa hari, kalo berlarut-larut malah sakit (85)

Jam segini biasanya ngapain terus ini nggak ngapa-ngapain (86)

Lalu berpikir supaya nggak berlarut-larut, mencari kegiatan (87)

BY, 55 tahun

TABEL KODING

Kode Sub-Kategori Kategori Tema

Khawatir (11)

Khawatir Emosi negatif Emosi Khawatir nanti gimana harus merubah pola hidup (21)


(4)

180

Khawatir kalo menganggur gimana (38)

Berpengaruh jadi lebih sensitif (26)

Sensitif Merasa lebih sensitif (51)

Tidak perlu diambil hati tapi dimasukkan ke hati (52) Was-was meskipun sudah merencanakan (66)

Was-was Was-was kalo nggak kerja cukup enggak (67)

Siap (53) Siap

Emosi positif Tidak emosional karena sudah mempersiapkan semua sejak dulu (60) Tidak emosional

Ikhlas sudah menyadari sejak awal (57) Ikhlas Harus memplanning (2)

Perencanaan

Pemilihan situasi Proses Regulasi Emosi

Harus planning sendiri (3)

Mempersiapkan jauh sebelum pensiun (12)

Pendidikan anak sudah disiapkan walaupun pensiun (8)

Harus mempersiapkan pola hidup agar pendapatan yang disiapkan cukup untuk kelancaran hidup (21)

Sudah disiapkan semampunya paling nggak sampe anak berumahtangga (23) Sejak anak lahir sudah dimasukkan asuransi (32)

Sudah dipikir dan dipersiapkan dari jauh hari (48) Sudah menyiapkan tabungan untuk anak dan lainnya (36) Sejak anak lahir sudah ikut asuransi (4)

Ikut asuransi Menyediakan premi setiap bulan setiap tahun (5)

Kalo meninggal asuransi sudah mengcover (34)

Dengan jalur mana saja supaya menghasilkan (45) Mencari hasil Kemampuan keuangan menurun jadi tahun ini dicairkan dan tidak diperpanjang

(6) Mundur dari asuransi

Kalo ada rejeki lebih untuk cadangan anak (7) Pemanfaatan rejeki Kalo diluar rencana gatau nanti (31)

Lihat nanti Cukup atau tidaknya tergantung inflasi nanti (25)

Berusaha memenuhi tanggung jawab (55) Beursaha memenuhi tanggungjawab


(5)

181

Ketakutan dipasrahkan pada Allah (9)

Menyerahkan pada Tuhan

Penyebaran atensi Menyiapkan segini, kalau Tuhan menghendaki itu lancar sampe lulus nanti (10)

Tergantung yang di atas (37)

berdoa dan berusaha maksimal hasil akhirnya tergantung Allah (47) Berdoa semoga sesuai rencana (30)

Berdoa Makin tua makin pasrah dalam doa semoga diberi kesehatan untuk

meneyelesaikan tugas sebagai orang tua nanti dananya cukup (81) Khawatir tapi berdoa semoga sesuai harapan (49)

Pasrah berdoa (50)

Jika khawatir berdoa sama Allah dipasrahkan (63) berdoa semoga cukup (76)

Ini menurun, kebutuhannya makin tinggi (27)

Fokus pada hal yang menimbulkan emosi

Karena faktor ekonomi, kemungkinan berpengaruh pada perilaku. (28) Belum ada pengaruh yang dirasain karena masih ada support dana (29) Perasaan was-was muncul saat santai atau saat banyak kerjaan di kantor (68) Teringatnya saat capek banyak kerjaan belum terpecahkan (69)

Teringat mau pensiun besok gimana (70)

bingung besok mau gimana kalo udah nggak kerja. (75) Penurunan produktifitas, memori menurun (71)

Harus kerja keras karena pimpinan minta dan anak buah nggak jalan-jalan atau nggak rampung-rampung (77)

Membagi kekhawatiran ke asuransi (33) Membagi khawatir Memahami saat pensiun anak belum selesai (35) Pemahaman Jalan-jalan kalau di pabrik liat produksi, kalo lagi santai di rumah ke belakang liat

kolam keliling-keliling (72)

Pengalihan perhatian Kalo di luar malu di lihat orang (73)

Malu diliat seperti orang bingung (74)

di rumah malah terhibur ketemu keluarga ketemu anak. (80) Hiburan bersama keluarga Anak buah tidak dimarahi karena nggak enak (78) Tidak melampiaskan atau

memarahi Dibatin kerjaan kaya gitu aja kok gak selesai, tidak dilampiaskan karena sudah


(6)

182

tua-tua (79)

Investasi bisa menambah bulanan (13)

Investasi

Perubahan situasi Masih lumayan meski tak sebesar yang diterima rutinitas (14)

Sekarang jadi pangkalan yang ngurusin ibu (17) Melayani gas (40)

Investasi dikit-dikit (43)

ikut andil jika saudara butuh uang dan dikembalikan dengan tambahan pendapatan (44)

Mencari kesibukan (15)

Mencari kesibukan Mencari dan mempersiapkan kesibukan (16)

Jadi salah satu rutinitas (18) Mencari kesibukan (39)

Mencari kesibukan yang positif (41) Banyak pengajian sama grup yang lain (42)

Besok menyesuaikan yang biasanya pergi terus nggak pergi (82) Besok jadi rajin ikut pengajian ketemu temen jadi ada hiburan (83)

Waktu terasa lama kalo nggak ada kegiatan, yasudah jalan aja ke sawah atau kemana (84)

Kluntang kluntung beberapa hari, kalo berlarut-larut malah sakit (85) Jam segini biasanya ngapain terus ini nggak ngapa-ngapain (86) Lalu berpikir supaya nggak berlarut-larut, mencari kegiatan (87)

Wajar jika orang tidak punya kesibukan otomatis jadi down (19) Menganggap wajar sebuah

situasi Perubahan kognitif Sudah disiapkan sebagai tanggungjawab orang tua (24) Tanggung jawab