Hubungan antara persepsi dukungan organisasi dengan sikap menghadapi masa pensiun pada karyawan administrasi.

(1)

HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI DUKUNGAN ORGANISASI DENGAN SIKAP MENGHADAPI MASA PENSIUN

PADA KARYAWAN ADMINISTRASI Agung Nugroho Widyanto

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara persepsi dukungan organisasi dengan sikap menghadapi masa pensiun pada karyawan administrasi. Pengambilan data dilakukan di Universitas Sanata Dharma Yogyakarta. Subjek dalam penelitian ini adalah karyawan tetap Universitas Sanata Dharma berusia 40-65 tahun dengan masa kerja minimal 5 tahun. Subjek penelitian ini berjumlah 103 orang. Hipotesis dari penelitian ini adalah terdapat hubungan positif antara persepsi dukungan organisasi dengan sikap menghadapi masa pensiun. Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode skala, yaitu Skala persepsi dukungan organisasi dan Skala sikap menghadapi masa pensiun. Hasil seleksi aitem menyisakan 50 aitem pada Skala sikap menghadapi masa pensiun dengan nilai (r) = 0,954 dan 25 aitem pada Skala persepsi dukungan organisasi dengan (r) = 0,928. Teknik analisis pada penelitian ini menggunakan korelasi Spearman Brown karena data penelitian berasal dari populasi yang sebarannya tidak normal. Hasil analisis menunjukkan bahwa ada hubungan yang positif dan signifikan (r = 0,461, p < 0,025) antara persepsi dukungan organisasi (mean = 71,68; sd = 8,296) dengan sikap menghadapi masa pensiun (mean = 153,73; sd = 14,484) pada karyawan administrasi. Hal ini berarti semakin positif persepsi dukungan organisasi karyawan administrasi, maka akan semakin positif sikapnya dalam menghadapi masa pensiun.

Kata kunci : persepsi dukungan organisasi, sikap menghadapi masa pensiun, karyawan administrasi


(2)

THE RELATIONSHIP BETWEEN PERCEIVED ORGANIZATIONAL SUPPORT WITH ATTITUDE TOWARD PENSION OF

THE ADMINISTRATIVE EMPLOYEES Agung Nugroho Widyanto

ABSTRACT

This study aimed to determine the relationship between perceived organizational support (POS) with attitude toward pension of the administrative employees. Research sampling was conducted at Sanata Dharma University. Subjects were regular employees of Sanata Dharma University with aged between 40-65 years old and 5 years minimum of worktime. There was 103 subjects to examine. The hypothesis is that there is a positive relationship between perceived organizational support with attitude toward pension of the administrative employees in Sanata Dharma University. Perceived organizational support scale and attitude toward pension scale are used for data collection. An amount of 50 aitems of attitude toward pension scale (r = 0,954) and 25 aitems of perceived organizational support scale (r = 0,928) are remained. Data is analyzed by Spearman Brown correlation which is referring to population that is not normally distributed. Result showed that there was a positive and significant relationship (r = 0,461, p < 0,025) between perceived organizational support (mean = 71,68; sd = 8,296) with attitude toward pension (mean = 153,73; sd = 14,484) of the administrative employees. Hence, as the positive perceived organizational support of the administrative employees, their attitude toward pension are also positive.

Keywords : perceived organizational support (POS), attitude toward pension, administrative employees


(3)

HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI DUKUNGAN ORGANISASI DENGAN SIKAP MENGHADAPI MASA PENSIUN

PADA KARYAWAN ADMINISTRASI

SKRIPSI

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi

Program Studi Psikologi

Oleh :

Agung Nugroho Widyanto NIM : 089114010

PROGRAM STUDI PSIKOLOGI JURUSAN PSIKOLOGI FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA


(4)

SKRIPSI

IIT]BT]NGAN AI\TTARA PERSEPSI DT]IruNGAN ORGANISASI DENGAN SIKAP MENGEADAPI MASA PENSII]N

PADA I(ARYAWAN ADMIMSTRASI

Pembimbing

11


(5)

PENGESAIIAN SKRIPSI

IIUBUNGAIT AI{TARA PERSEPSI DUKUNGAIT ORGA}IISASI DENGAIT SIKAP MENGHADAPI MASA PENSIT]N

PADA KARYAWAI\I AI}MINISTRASI

Dipersiapkan dan ditulis oleh :

Agung Nugroho \Midyanto

NIM : 0S9114010

Pada

tang

12 Maret 2015 Dan

di

an telah rnemenuhi syarat

Susunan Panitia Penguji :

Nama Lengkap

Dewi Soerna Anggraeni, Iv{. Psi. P.

Henrietta

ADS, S. Psi., M.A. Ratri

S

Astuti, h/tr. Si.

Yogyakarta,

',I

? J U

N

?. ri5

Fakultas Psikologi

itas Sanata Dharma

/M

111


(6)

iv

MOTTO

Don’t wait for the perfect moment

Take the moment and make it perfect

If others can, why not me?

Stop Procrastinating | Be Proactive | Make Plans

Set Goals | Challenge Yourself | Take Action


(7)

v

Karya ini kupersembahkan untuk

Kedua orang tuaku Bapak Suroto dan Ibu Heni Widyastuti Adikku tersayang Beni Saptiarga Widyanto Dan keluarga besarku

Bapak Bernadus Sugiyadi dan Ibu Theresia Surita Nanik yang sudah aku anggap seperti kedua orang tua kandungku

Kekasih sekaligus sahabat suka duka penulis Agatha IKS (perjalanan panjang masih menanti kita, semoga indah pada waktunya)

Diriku sendiri Agung Nugroho Widyanto Akhirnya kegalauan dan kekhawatiranmu membuahkan hasil


(8)

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA

Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yan-q saya tulis ini tidak memuat karya atau bagian karya orang lain, kecuali yang telah disebutkan dalam kutipan dan daftar pustaka, sebagairnana layaknya karya ihniah.

Yogyakarta, 6 Juni 2015 Penulis

Agung Nugroho Widyanto


(9)

vii

HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI DUKUNGAN ORGANISASI DENGAN SIKAP MENGHADAPI MASA PENSIUN

PADA KARYAWAN ADMINISTRASI Agung Nugroho Widyanto

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara persepsi dukungan organisasi dengan sikap menghadapi masa pensiun pada karyawan administrasi. Pengambilan data dilakukan di Universitas Sanata Dharma Yogyakarta. Subjek dalam penelitian ini adalah karyawan tetap Universitas Sanata Dharma berusia 40-65 tahun dengan masa kerja minimal 5 tahun. Subjek penelitian ini berjumlah 103 orang. Hipotesis dari penelitian ini adalah terdapat hubungan positif antara persepsi dukungan organisasi dengan sikap menghadapi masa pensiun. Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode skala, yaitu Skala persepsi dukungan organisasi dan Skala sikap menghadapi masa pensiun. Hasil seleksi aitem menyisakan 50 aitem pada Skala sikap menghadapi masa pensiun dengan nilai (r) = 0,954 dan 25 aitem pada Skala persepsi dukungan organisasi dengan (r) = 0,928. Teknik analisis pada penelitian ini menggunakan korelasi Spearman Brown karena data penelitian berasal dari populasi yang sebarannya tidak normal. Hasil analisis menunjukkan bahwa ada hubungan yang positif dan signifikan (r = 0,461, p < 0,025) antara persepsi dukungan organisasi (mean = 71,68; sd = 8,296) dengan sikap menghadapi masa pensiun (mean = 153,73; sd = 14,484) pada karyawan administrasi. Hal ini berarti semakin positif persepsi dukungan organisasi karyawan administrasi, maka akan semakin positif sikapnya dalam menghadapi masa pensiun.

Kata kunci : persepsi dukungan organisasi, sikap menghadapi masa pensiun, karyawan administrasi


(10)

viii

THE RELATIONSHIP BETWEEN PERCEIVED ORGANIZATIONAL SUPPORT WITH ATTITUDE TOWARD PENSION OF

THE ADMINISTRATIVE EMPLOYEES Agung Nugroho Widyanto

ABSTRACT

This study aimed to determine the relationship between perceived organizational support (POS) with attitude toward pension of the administrative employees. Research sampling was conducted at Sanata Dharma University. Subjects were regular employees of Sanata Dharma University with aged between 40-65 years old and 5 years minimum of worktime. There was 103 subjects to examine. The hypothesis is that there is a positive relationship between perceived organizational support with attitude toward pension of the administrative employees in Sanata Dharma University. Perceived organizational support scale and attitude toward pension scale are used for data collection. An amount of 50 aitems of attitude toward pension scale (r = 0,954) and 25 aitems of perceived organizational support scale (r = 0,928) are remained. Data is analyzed by Spearman Brown correlation which is referring to population that is not normally distributed. Result showed that there was a positive and significant relationship (r = 0,461, p < 0,025) between perceived organizational support (mean = 71,68; sd = 8,296) with attitude toward pension (mean = 153,73; sd = 14,484) of the administrative employees. Hence, as the positive perceived organizational support of the administrative employees, their attitude toward pension are also positive.

Keywords : perceived organizational support (POS), attitude toward pension, administrative employees


(11)

LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN

PUBLIKASI KARYA ILMIATI UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS

Yang berlanda tangan di bawah ini, saya mahasiswa Universitas Sanata Dhanr.ra

Nama

:

Agung Nugroho Widyanto

Nolnor Mahasiswa

:

089114010

Derni pengerrbangan ihnu pengetahuan, saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dhanna karya ilmiah saya yang beriudul:

HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI DUKUNGAN ORGANISASI DENGAN SIKAP MENGHADAPI MASA PENSIUN

PADA KARYAWAN ADMINISTRASI

beserta perangkat yang diperlukan (bila ada). Dengan demikian saya memberikan

Kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma

hak

untuk menyimpan,

rnengalihkan dalam bentuk media lain, mengelolanya di internet atau media lain

untuk kepentingan akademis tanpa perlu meminta

Uin

dari

saya maupul)

memberikan royalti kepada saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai

penulis.

Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.

Dibuat di Yogyakarta Pada tanggal : 6 Juni 2015

Yang menyatakan,

ix


(12)

x

KATA PENGANTAR

Puji syukur dan terima kasih ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan rahmat dan berkatNya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsinya yang berjudul “Hubungan antara Persepsi Dukungan Organisasi dengan Sikap Menghadapi Masa Pensiun pada Karyawan Administrasi”. Penulisan skripsi ini bertujuan untuk memenuhi salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Psikologi di Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa skripsi ini dapat terselesaikan berkat dukungan, bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada :

1. Bapak Dr. T. Priyo Widiyanto, M. Si selaku Dekan Fakultas Psikologi.

2. Ibu Ratri Sunar Asusti, M. Si selaku Kepala Program Studi Fakultas Psikologi sekaligus dosen pembimbing akademik.

3. Ibu Dewi Soerna Anggraeni, M. Psi. selaku dosen pembimbing skripsi. Terima kasih atas kesediaan dan kesabaran ibu dalam mendampingi, membimbing, dan memberi motivasi selama proses pengerjaan skripsi.

4. Ibu P. Henrietta PDADS., S.Psi., M.A. dan Bapak TM. Raditya Hernawa, M.Psi. selaku dosen penguji yang telah memberikan saran maupun kritikan saat ujian pendadaran.

5. Orang tua tercinta, Bapak Suroto dan Ibu Heni Widyastuti. Terima kasih atas kesabaran, kasih sayang, perhatian, biaya, doa dan semua hal yang telah


(13)

xi

kalian berikan kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

6. Adik penulis Beni Saptiarga Widyanto yang terus menerus memberikan semangat dan kehangatan sebagai saudara kandung dengan cara yang unik. 7. Kekasih sekaligus sahabat penulis dalam suka maupun duka Agatha Irine

Kartika Sari. Terima kasih atas doa, perhatian, kasih sayang, kesabaran, motivasi, saran, wejangan dan kebersamaan yang tidak ada habisnya bagi penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

8. Bapak Bernadus Sugiyadi dan Ibu Theresia Surita Nanik yang telah menjadi orang tua kedua bagi penulis. Terima kasih atas nasehat, doa, dan dorongan yang diberikan kepada penulis.

9. Seluruh staf pengajar dan karyawan administrasi Fakultas Psikologi USD (Mas Gandung, Bu Nanik, Mas Muji, Mas Doni dan Pak Gi’) untuk semua ilmu dan bantuan yang diberikan kepada penulis selama menempuh studi hingga selesai mengerjakan skripsi ini.

10. Teman-teman Psikologi Fael & Andi (teman di kala senang dan susah), Ucil & Wahyu (My Mentor), Plenthonk, Jack, Priska, Budi, Niko, Vincent, Indro, Popo, Monik, Nita, Skolas, Lusi, Heni, Puput, Kika, Winas, Anggun, Dewi, Jesica, Puji dan angkatan 2008 yang lain. Terima kasih atas banyak hal yang telah kalian berikan dan bagikan kepada penulis. Penulis bangga bisa mengenal dan berdinamika bersama kalian.


(14)

11. Teman-teman kos "Thung

Tot"

Feri, Kirun, Gareng, David, Black yang

menjadi tempat bagi penulis untuk bercengkrama, bercanda dan berkeluh

kesah. Terima kasih atas pengalaman-pengalaman yang telah kalian berikan.

Teman-teman seperjuangan sejak penulis mengarnbil skripsi hingga saat ini,

Martha, Nursih, Chelly, Wawan, Anis, Geti. Terima kasih karena sudah

menjadi tempat bagi penulis untuk berdiskusi dan berbagi cerita selama

proses pengerjaan skripsi.

Teman-teman Mitra Perpustakaan Universitas Sanata Dharma Kampus

III

Paingan, Judith, Nisa, Lana, Keket, Rea, Odil, Nia, Prima, Tika, Nasa,

Remma, Ana, Fandra, Yoha, Hani, dan Iwan. Terima kasih atas cerita dan

kebersamaannya sebagai Mitra Perpustakaan. Saya senang bisa berada di

tengah-tengah kalian.

14. Segenap pihak yang mungkin terlupakan oleh penulis atau tidak sempat

penulis sebutkan satu demi satu. Terima kasih atas bantuannya baik itu

langsung maupun tidak langsung sehingga skripsi ini dapat terselesaikan.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih memiliki banyak kekurangan.

oleh karena

itu,

penulis mengharapkan

kritik

dan saran yang berguna demi

penelitian selanjutnya. Semoga skripsi ini bisa bermanfaat bagi banyak orang.

Yogyakarta, 6 Juni 2015 Penulis

12.

13.

xl1


(15)

xiii

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL... i

HALAMAN PERSETUJUAN DOSEN PEMBIMBING... ii

HALAMAN PENGESAHAN... iii

HALAMAN MOTTO ... iv

HALAMAN PERSEMBAHAN ... v

HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... vi

ABSTRAK ... vii

ABSTRACT... viii

HALAMAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH ... ix

KATA PENGANTAR ... x

DAFTAR ISI... xiii

DAFTAR TABEL... xvii

DAFTAR LAMPIRAN ... xviii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Masalah... 1

B. Rumusan Masalah ... 5

C. Tujuan Penelitian... 6

D. Manfaat Penelitian... 6

1. Manfaat Teoretis... 6


(16)

xiv

BAB II LANDASAN TEORI... 8

A. Sikap Menghadapi Masa Pensiun ... 8

1. Pengertian Sikap ... 8

2. Komponen Sikap ... 9

3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Sikap ... 11

4. Pengertian Masa Pensiun... 14

5. Usia Pensiun ... 16

6. Dinamika yang Terjadi pada Masa Pensiun ... 18

7. Pengertian Sikap Menghadapi Masa Pensiun... 21

B. Persepsi Dukungan Organisasi... 23

1. Pengertian Persepsi... 23

2. Pengertian Dukungan Organisasi ... 24

3. Bentuk Dukungan Organisasi... 27

4. Pengertian Persepsi Dukungan Organisasi ... 28

5. Aspek-aspek Persepsi Dukungan Organisasi ... 29

C. Hubungan antara Persepsi Dukungan Organisasi dengan Sikap Menghadapi Masa Pensiun... 31

D. Kerangka Berpikir ... 37

E. Hipotesis... 37

BAB III METODE PENELITIAN... 39

A. Jenis Penelitian... 39


(17)

xv

C. Definisi Operasional... 39

1. Sikap Menghadapi Masa Pensiun... 39

2. Persepsi Dukungan Organisasi ... 40

D. Subjek Penelitian... 41

E. Metode dan Alat Pengumpulan Data ... 42

1. Skala Sikap Menghadapi Masa Pensiun... 43

2. Skala Persepsi Dukungan Organisasi ... 45

F. Validitas dan Reliabilitas ... 47

1. Validitas... 47

2. Seleksi aitem... 47

3. Reliabilitas... 50

G. Metode Analisis Data ... 51

1. Uji Normalitas ... 51

2. Uji Linearitas ... 52

3. Uji Hipotesis... 52

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 53

A. Orientasi Kancah Penelitian ... 53

1. Sejarah Berdirinya Universitas Sanata Dharma ... 53

2. Visi Universitas Sanata Dharma... 55

3. Misi Universitas Sanata Dharma ... 55

4. Motto Universitas Sanata Dharma... 56

5. Tujuan Pendidikan Universitas Sanata Dharma ... 56


(18)

xvi

B. Pelaksanaan Penelitian ... 56

C. Deskripsi Subjek Penelitian ... 59

D. Deskripsi Data Penelitian ... 61

E. Analisis Data Penelitian ... 63

1. Uji Asumsi... 63

2. Uji Hipotesis... 65

F. Analisis Data Tambahan ... 67

G. Pembahasan ... 68

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN... 75

A. Kesimpulan... 75

B. Keterbatasan Penelitian ... 75

C. Saran... 76

1. Bagi Subjek Penelitian ... 76

2. Bagi Universitas Sanata Dharma... 76

3. Bagi Peneliti Selanjutnya ... 76

DAFTAR PUSTAKA ... 78


(19)

xvii

DAFTAR TABEL

Tabel 1 Blueprint Skala Sikap Menghadapi Masa Pensiun sebelum

Uji Coba... 45

Tabel 2 Blueprint Skala Persepsi Dukungan Organisasi sebelum Uji Coba... 46

Tabel 3 Blueprint Skala Sikap Menghadapi Masa Pensiun setelah Uji Coba... 49

Tabel 4 Blueprint Skala Persepsi Dukungan Organisasi setelah Uji Coba... 50

Tabel 5 Deskripsi Jumlah Subjek Penelitian Berdasarkan Unit Kerja ... 60

Tabel 6 Deskripsi Masa Kerja Subjek Penelitian ... 61

Tabel 7 Deskripsi Data Penelitian ... 61

Tabel 8 Hasil Uji Normalitas... 63

Tabel 9 Hasil Uji Linearitas... 65

Tabel 10 Hasil Uji Korelasi ... 66


(20)

xviii

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Skala Uji Coba ... 84

Lampiran 2 Skala Penelitian... 97

Lampiran 3 Reliabilitas Skala Uji Coba... 109

Lampiran 4 Reliabilitas Skala Penelitian ... 118

Lampiran 5 Uji Asumsi ... 123

Lampiran 6 Uji Hipotesis ... 126

Lampiran 7 Surat Keterangan Penelitian... 128


(21)

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG MASALAH

Bekerja merupakan sarana untuk memenuhi kebutuhan hidup secara fisik maupun psikis. Hal itu memunculkan anggapan bagi sebagian besar orang bahwa bekerja untuk memenuhi kebutuhan hidup adalah suatu kenyataan yang tidak mungkin untuk dihindari (Decker, 1980). Namun manusia tidak dapat melakukan aktivitas bekerja secara terus-menerus untuk memenuhi segala kebutuhannya. Aktivitas bekerja ini terikat dengan aturan kerja seperti jam kerja, masa kerja, dan batasan usia tertentu. Berhentinya aktivitas kerja seseorang karena sudah mencapai usia tertentu sering disebut dengan istilah purna tugas atau pensiun (Tarigan, 2009; Suardiman, 2011).

Tarigan (2009) menjelaskan secara lebih detil bahwa pensiun merupakan berhentinya seseorang dari pekerjaannya yang selama ini ia tekuni dan menjadi sumber hidup bagi keluarganya, serta tidak lagi bekerja di tempat itu untuk selama-selamanya. Hak-hak tertentu dalam bekerja seperti penghasilan, jabatan, fasilitas, status sosial, harga diri, dan kesempatan untuk melakukan kontak sosial dengan teman sekerja menjadi hilang akibat datangnya masa pensiun. Namun lain halnya dengan pendapat Rogers (1979) yang mengartikan bahwa pensiun dapat membuat seseorang bebas dari kewajiban-kewajiban, tanggung jawab pekerjaan, dan kesibukan kerja yang melelahkan, serta terbebas dari konsekuensi yang berat.


(22)

Sementara itu, di Indonesia usia pensiun telah ditentukan oleh pemerintah berdasarkan latar belakang pekerjaannya. Pensiun bagi pegawai negeri sipil secara khusus telah ditetapkan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2014 yang mengatur tentang pemberhentian pegawai negeri sipil bagi pejabat fungsional. Batasan usia pensiun yang telah ditetapkan secara umum adalah 58 tahun. Perpanjangan masa pensiun akan diberikan bagi Pegawai Negeri Sipil yang memangku jabatan-jabatan tertentu yang bergerak dari usia 60-65 tahun. Batasan usia pensiun pada pegawai swasta diatur oleh masing-masing perusahaan swasta dengan merujuk pasal 14 ayat 1 Undang-undang Nomor 3 Tahun 1992 tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja, yaitu 55 tahun (Widjaja, 2014).

Batasan usia pensiun tersebut memperkuat pernyataan Hurlock (1990) yang menjelaskan bahwa usia pensiun biasa dihadapi pada tahap perkembangan dewasa menengah. Secara psikologis rentang usia 55-65 tahun berada dalam tahap perkembangan dewasa menengah (Santrock, 2011). Usia dewasa menengah merupakan masa untuk mengevaluasi, menilai, dan merefleksikan pekerjaan yang dilakukan serta segala hal yang ingin dilakukan di masa depan (Moen dalam Santrock, 2011). Evaluasi dan refleksi ini bersumber pada aspirasi awal saat mereka mulai bekerja dan harapan-harapan dari orang lain (Hurlock, 1990). Hal itu berarti bahwa karyawan akan mengevaluasi semua pengalaman pribadinya selama bekerja hingga saat ini. Evaluasi diri karyawan yang berdasar pada harapan-harapan orang lain sebelum mereka pensiun nanti akan semakin mendalam bila datang dari


(23)

seseorang yang dianggap penting, misalnya harapan dari atasan (Rhoades dan Eisenberger, 2002). Proses evaluasi dan refleksi pekerjaan yang berlangsung juga mengandung berbagai macam faktor emosi karena berhubungan dengan begitu banyak hal, seperti relasi antar rekan kerja, prestasi kerja, hingga kesempatan untuk berkembang (Santrock, 2011). Misalnya saat karyawan melakukan refleksi dalam kaitannya dengan relasi antar rekan kerja, maka karyawan yang bersangkutan dapat merasakan kebahagiaan, kekecewaan atau bahkan kesedihan.

Pengalaman pribadi, pengaruh orang lain yang dianggap penting, dan faktor emosi yang muncul selama proses evaluasi dan refleksi merupakan faktor-faktor yang dapat mempengaruhi sikap karyawan dalam menghadapi masa pensiun kelak (Azwar, 2005). Azwar menjelaskan bahwa sikap menghadapi masa pensiun dapat digambarkan sebagai kecenderungan individu untuk menunjukkan dan mengekspresikan respon evaluatif yang dimilikinya terhadap pensiun. Sikap menghadapi masa pensiun ini meliputi pemikiran yang dimiliki individu, perasaan individu, dan kecenderungan tingkah laku individu dalam menghadapi masa pensiun.

Azwar (2005) mengungkapkan bahwa faktor pengalaman pribadi berisi tentang segala sesuatu yang telah dan sedang mereka alami. Pengalaman pribadi karyawan di dalam lingkungan kerja dapat berupa dukungan organisasi, relasi antar karyawan, kepuasan kerja, hingga prestasi kerja (Fuller dkk., dalam Priantalo, 2008). Pengalaman pribadi yang berupa dukungan organisasi akan meninggalkan kesan yang kuat dalam kaitannya dengan sikap karyawan saat


(24)

menghadapi masa pensiun kelak. Faktor orang lain yang dianggap penting seperti rekan kerja –baik bawahan maupun atasan –juga akan mempengaruhi sikap karyawan dalam menghadapi masa pensiunnya. Hal itu sesuai dengan pernyataan Azwar (2005) yang menjelaskan bahwa individu mempunyai kecenderungan untuk memiliki sikap yang konformis atau searah dengan sikap orang yang dianggap penting atau seseorang yang berarti khusus bagi individu (significant others). Atasan tersebut merupakan salah satu orang yang dianggap penting oleh karyawan selama bekerja. Karyawan memandang bahwa atasan merupakan agen organisasi, atau dengan kata lain berbagai bentuk perlakuan baik menyenangkan ataupun tidak menyenangkan yang dilakukan oleh atasan boleh jadi merupakan representasi organisasi dan dengan demikian mengindikasikan adanya dukungan organisasi (Rhoades dan Eisenberger, 2002).

Berbagai bentuk dukungan organisasi tampaknya muncul pula selama proses evaluasi dan refleksi pada tahap perkembangan masa dewasa menengah. Hal tersebut dapat terjadi karena proses evaluasi, penilaian, dan refleksi terhadap pekerjaan yang dilakukan berlangsung selama karyawan masih bekerja. Konsep dukungan organisasi mencoba menjelaskan mengenai interaksi karyawan dengan organisasi yang secara khusus mempelajari bagaimana organisasi memperlakukan karyawan-karyawannya (Fuller dkk., dalam Periantalo, 2008). Eisenberger dkk (1986) mengemukakan dua aspek penting untuk mengetahui kondisi dukungan organisasi yang dirasakan oleh karyawan. Kedua aspek tersebut adalah penghargaan terhadap kontribusi dan


(25)

kepedulian terhadap kesejahteraan karyawan. Istilah umum yang sering digunakan untuk menjelaskan dukungan organisasi yang dirasakan oleh karyawan biasa disebut dengan Perceived Organizational Support (POS) atau persepsi dukungan organisasi (Rhoades & Eisenberger, 2002).

Dengan demikian dukungan organisasi dan faktor-faktor yang dapat mempengaruhi sikap karyawan dalam menghadapi masa pensiun muncul secara bersamaan melalui proses evaluasi, penilaian, dan refleksi terhadap pekerjaaan yang dilakukan (Rhoades & Eisenberger, 2002; Azwar, 2005). Hal tersebut mengindikasikan bahwa mungkin ada keterkaitan antara persepsi dukungan organisasi dengan sikap karyawan dalam menghadapi masa pensiun, sehingga peneliti tertarik untuk melihat hubungan di antara keduanya. Selain itu, berdasarkan iterature-literatur yang peneliti temukan sejauh ini penelitian mengenai sikap menghadapi masa pensiun yang dikaji melalui persepsi dukungan organisasi masih jarang dilakukan. Penelitian-penelitian yang sudah ada baru mengukur tentang persepsi dukungan sosial sebagai pekerja tua, alasan sosial untuk bekerja, komitmen kerja, dan sebagainya dalam kaitannya dengan sikap menghadapi masa pensiun (Desmette dan Gaillard, 2008; Dendinger et all., 2005; Glamser, 1976).

B. RUMUSAN MASALAH

Berdasarkan latar belakang masalah tersebut, maka yang menjadi permasalahan dalam penelitian ini adalah apakah ada hubungan antara persepsi


(26)

dukungan organisasi dengan sikap menghadapi masa pensiun pada karyawan administrasi?

C. TUJUAN PENELITIAN

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui adanya hubungan antara persepsi dukungan organisasi dengan sikap menghadapi masa pensiun pada karyawan administrasi.

D. MANFAAT PENELITIAN

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat, meliputi : 1. Manfaat Teoretis

a. Memberikan kontribusi bagi pengembangan ilmu pengetahuan, khususnya dalam bidang Psikologi Industri dan Organisasi yang berkaitan dengan sikap dalam menghadapi pensiun dan persepsi dukungan organisasi.

b. Bagi Psikologi Perkembangan diharapkan dapat memberikan bukti empiris baru dan memperkuat hasil penelitian yang telah dilakukan sebelumnya dalam hal menghadapi masa pensiun.

2. Manfaat Praktis

a. Bagi Subjek Penelitian

Menjadi bahan refleksi untuk karyawan administrasi agar dapat mempersiapkan diri menghadapi datangnya masa pensiun.


(27)

b. Bagi Organisasi

Memberikan informasi mengenai berbagai bentuk dukungan organisasi yang dapat dirancang dan diberikan kepada karyawan yang tidak lama lagi akan menghadapi datangnya masa pensiun.


(28)

8

BAB II

LANDASAN TEORI

A. Sikap Menghadapi Masa Pensiun 1. Pengertian Sikap

Pada dasarnya sikap merupakan suatu bentuk evaluasi atau reaksi perasaan terhadap suatu objek. Evaluasi atau perasaan yang muncul berupa perasaan mendukung atau memihak (favourable) maupun perasaan tidak mendukung atau tidak memihak (unfavourable) pada objek sikap (Thurstone, Likert, dan Osgood dalam Azwar, 2005). Bem (dalam Perlman dan Cozby, 1983) mempunyai pendapat yang lain mengenai sikap, yaitu sebagai perasaan suka dan tidak suka yang merupakan bentuk evaluasi terhadap situasi tertentu dari objek, individu atau beberapa aspek di sekitar individu. Sikap positif mempunyai kecenderungan untuk bertindak mendekati, menyenangi dan mengharapkan objek tertentu, sedangkan sikap negatif mempunyai kecenderungan untuk menjauhi, menghindari, membenci, dan tidak menyukai objek tertentu.

Secord dan Backman (dalam Azwar, 2005) mendefinisikan sikap yang berorientasi kepada skema triadik (triadic scheme). Suatu sikap merupakan konstelasi komponen-komponen kognitif, afektif, dan konatif yang saling berinteraksi dalam memahami, merasakan, dan berperilaku terhadap suatu objek. Definisi sikap menurut skema triadik ini


(29)

digambarkan sebagai suatu keteraturan tertentu dalam hal perasaan (afeksi), pemikiran (kognisi), dan predisposisi tindakan (konasi) seseorang terhadap suatu aspek di lingkungan sekitarnya. Sedangkan Rosenberg dan Hovlan (dalam Ajzen, 1991) menempatkan ketiga komponen afeksi, kognisi, dan konasi sebagai faktor jenjang pertama dalam suatu model hirarki yang kemudian membentuk konsep sikap sebagai faktor tunggal jenjang kedua. Gambaran sederhana dari konsep Rosenberg dan Hovlan adalah sikap seseorang terhadap suatu objek akan selalu berperan sebagai perantara antara responnya dan objek yang bersangkutan.

Berdasarkan pengertian-pengertian dari para ahli tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa sikap merupakan suatu bentuk evaluasi atau reaksi perasaan terhadap suatu objek yang berupa perasaan mendukung maupun perasaan tidak mendukung.

2. Komponen Sikap

Azwar (2005) menjelaskan bahwa ada tiga komponen yang saling menunjang dalam struktur sikap, yaitu komponen kognitif (cognitive), komponen afektif (affective), dan komponen konatif (conative). Mann (dalam Azwar, 2005) memberi penjelasan lebih lanjut mengenai ketiga komponen sikap tersebut, yaitu :


(30)

a. Komponen Kognitif

Komponen kognitif berisi tentang persepsi, kepercayaan, dan stereotipe yang dimiliki individu mengenai sesuatu. Kepercayaan ini datang dari sesuatu yang telah dilihat atau diketahui seseorang. Azwar (2005) mengungkapkan bahwa kepercayaan seseorang akan terbentuk melalui beberapa determinan utama, yaitu pengalaman pribadi, sesuatu yang diceritakan oleh orang lain, dan kebutuhan emosional. Kepercayaan ini mempunyai kecenderungan untuk dapat terus berkembang. Secara umum Mann (dalam Azwar, 2005) menyimpulkan bahwa komponen kognitif tersebut kerapkali dapat disamakan dengan pandangan atau opini, khususnya bila menyangkut masalah isu atau problem yang kontroversial.

b. Komponen Afektif

Komponen afektif berisi mengenai perasaan individu terhadap objek sikap dan menyangkut masalah emosi. Aspek emosi biasanya berakar paling mendalam sebagai komponen sikap. Selain itu aspek emosi juga merupakan aspek yang paling bertahan terhadap berbagai macam pengaruh yang dapat mengubah sikap seseorang.

c. Komponen Konatif

Kecenderungan atau tendensi untuk bertindak atau bereaksi terhadap sesuatu dengan cara-cara tertentu merupakan bentuk


(31)

komponen konatif. Kepercayaan dan perasaan terhadap suatu stimulus tertentu akan sangat menentukan tindakan atau reaksi seseorang di dalam suatu situasi.

Berdasarkan pendapat para ahli tersebut maka dapat disimpulkan bahwa sikap terdiri dari beberapa komponen, yaitu komponen kognitif, afektif, dan konatif. Ketiga komponen ini saling berkaitan di dalam membentuk sikap terhadap suatu objek tertentu.

3. Faktor-faktor yang mempengaruhi Sikap

Individu akan bereaksi membentuk pola sikap tertentu terhadap berbagai objek pikologis yang dihadapi dalam interaksi sosialnya. Menurut Azwar (2005), terdapat banyak faktor yang dapat mempengaruhi pembentukan sikap. Berbagai faktor tersebut adalah sebagai berikut :

a. Pengalaman Pribadi

Pengalaman pribadi berisi tentang segala sesuatu yang telah dan sedang individu alami yang akan ikut membentuk dan mempengaruhi penghayatan individu terhadap stimulus sosial. Tanggapan atau penghayatan akan menjadi salah satu dasar terbentuknya sikap. Individu harus memiliki pengalaman yang berkaitan dengan objek psikologis untuk dapat memiliki tanggapan atau penghayatan. Pengalaman pribadi juga harus meninggalkan kesan yang kuat untuk dapat menjadi dasar pembentukan sikap. Kesan yang


(32)

kuat itu dapat diperoleh apabila pengalaman pribadi terjadi dalam situasi yang melibatkan faktor emosional. Kemudian penghayatan akan pengalaman menjadi lebih mendalam dan lebih lama berbekas.

b. Pengaruh Orang Lain yang Dianggap Penting

Orang lain di sekitar individu merupakan salah satu di antara berbagai komponen sosial yang ikut mempengaruhi sikap. Individu mempunyai kecenderungan untuk memiliki sikap yang konformis atau searah dengan sikap orang yang dianggap penting atau seseorang yang berarti khusus bagi individu (significant others), misalnya orang tua, orang yang status sosialnya lebih tinggi, teman kerja, istri atau suami. Kecenderungan ini antara lain dimotivasi oleh keinginan untuk berafiliasi dan keinginan untuk menghindari konflik dengan orang yang dianggap penting tersebut.

c. Pengaruh Kebudayaan

Kebudayaan yang ada di tempat individu hidup dan dibesarkan mempunyai pengaruh yang besar terhadap pembentukan sikap. Secara tidak langsung dan tanpa disadari, kebudayaan telah menanamkan garis pengarah sikap individu terhadap berbagai masalah. Kebudayaan telah mewarnai sikap anggota masyarakatnya, karena kebudayaan pulalah yang memberi corak pengalaman individu-individu masyarakat asuhannya.


(33)

d. Media Massa

Berbagai bentuk media massa seperti televisi, radio, surat kabar, majalah, dan lain-lain yang berfungsi sebagai sarana komunikasi mempunyai pengaruh yang cukup besar dalam pembentukan opini dan kepercayaan orang. Media massa mempunyai tugas pokok untuk menyampaikan informasi, meskipun terkadang media massa juga membawa pesan-pesan yang berisi sugesti yang dapat mengarahkan opini seseorang. Adanya informasi baru mengenai sesuatu hal memberikan landasan kognitif baru bagi terbentuknya sikap terhadap hal tersebut.

e. Lembaga Pendidikan dan Lembaga Agama

Lembaga pendidikan dan lembaga agama mempunyai pengaruh dalam pembentukan sikap karena keduanya meletakkan dasar pengertian dan konsep moral dalam diri individu. Dasar pengertian dan konsep moral yang diberikan membuat individu memperoleh pemahaman akan baik dan buruk serta garis pemisah antara sesuatu yang boleh dan tidak boleh dilakukan. Konsep moral dan ajaran-ajaran agama ini sangat menentukan sistem kepercayaan, sehingga konsep tersebut mempunyai peranan dalam menentukan sikap individu terhadap suatu hal.


(34)

f. Faktor Emosional

Kadang kala suatu bentuk sikap merupakan pernyataan yang didasari oleh emosi yang berfungsi sebagai semacam penyaluran frustasi atau pengalihan bentuk mekanisme pertahanan ego. Sikap yang demikian dapat merupakan bentuk sikap sementara dan segera berlalu setelah frustasi berangsur-angsur menghilang, namun dapat pula merupakan sikap yang lebih persisten dan bertahan lama.

4. Pengertian Masa Pensiun

Manusia yang bekerja di berbagai lembaga pemerintah atau swasta terikat dengan aturan kerja seperti jam kerja, masa kerja, dan batasan usia tertentu (Tarigan, 2009). Berhentinya aktivitas kerja seseorang karena sudah mencapai usia tertentu sering disebut dengan istilah purna tugas atau pensiun (Suardiman, 2011). Parkinson et al (1990) juga memberikan penjelasan yang serupa, yaitu masa pensiun secara khusus relevan bagi individu-individu yang harus tunduk pada usia pensiun, atau mereka yang bekerja di dalam badan komersial yang terorganisasi atau dalam pemerintahan.

Masa pensiun merupakan saat penting yang menentukan dalam perkembangan manusia karena secara psikologis masa pensiun menandai pergantian dari periode perkembangan masa dewasa menengah menuju periode perkembangan masa dewasa akhir (Kimmel, 1980). Perubahan peran dalam lingkungan sosial, perubahan minat, nilai, dan perubahan


(35)

dalam hampir seluruh aspek kehidupan seseorang adalah berbagai bentuk pergantian yang muncul. Tarigan (2009) menjelaskan secara lebih detil bahwa pensiun merupakan berhentinya seseorang dari pekerjaannya yang selama ini ia tekuni dan menjadi sumber hidup bagi keluarganya, serta tidak lagi bekerja di tempat itu untuk selama-selamanya. Hak-hak tertentu dalam bekerja seperti penghasilan, jabatan, fasilitas, status sosial, harga diri, dan kesempatan untuk melakukan kontak sosial dengan teman sekerja menjadi hilang akibat datangnya masa pensiun.

Rogers (1979) memiliki pandangan yang cukup berbeda mengenai pensiun. Rogers memberi arti bahwa pensiun dapat membuat seseorang bebas dari kewajiban-kewajiban, tanggung jawab pekerjaan, dan kesibukan kerja yang melelahkan, serta terbebas dari konsekuensi yang berat. Menurut Tarigan (2009), ada beberapa penyebab pensiun, di antaranya adalah karena sudah mencapai usia pensiun, diberhentikan dengan tidak hormat, pemutusan hubungan kerja (PHK), pensiun dini, sakit yang berkepanjangan, dan permintaan sendiri atau sesuai dengan masa jabatan yang diemban.

Berdasarkan uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa masa pensiun berarti berhentinya aktivitas kerja seseorang setelah mencapai usia tertentu dan memasuki pergantian ke suatu pola hidup yang baru.


(36)

5. Usia Pensiun

Pensiun karena telah mencapai batas usia tertentu merupakan salah satu dasar pensiun yang paling banyak ditemukan dan dianggap sebagai hal yang wajar. Usia pensiun di Indonesia telah ditentukan oleh pemerintah berdasarkan latar belakang pekerjaannya. Pensiun bagi pegawai negeri sipil secara khusus telah ditetapkan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2014 yang mengatur tentang pemberhentian pegawai negeri sipil. Batas usia pensiun yang telah ditentukan adalah sebagai berikut :

(1) Pegawai Negeri Sipil yang menduduki jabatan fungsional yang telah mencapai Batas Usia Pensiun diberhentikan dengan hormat sebagai Pegawai Negeri Sipil.

(2) Batas Usia Pensiun sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yaitu : a. 58 tahun bagi Pejabat fungsional Ahli Muda dan Ahli Pertama

serta Pejabat fungsional Keterampilan;

b. 60 tahun bagi Pegawai Negeri Sipil yang memangku : 1) Jabatan Fungsional Ahli Utama dan Ahli Madya; 2) Jabatan Fungsional Apoteker;

3) Jabatan Fungsional Dokter yang ditugaskan secara penuh pada unit pelayanan kesehatan negeri;

4) Jabatan Fungsional Dokter Gigi yang ditugaskan secara penuh pada unit pelayanan kesehatan negeri;


(37)

5) Jabatan Fungsional Dokter Pendidik Klinis Muda dan Pertama;

6) Jabatan Fungsional Medik Veteriner; 7) Jabatan Fungsional Penilik;

8) Jabatan Fungsional Pengawas Sekolah;

9) Jabatan Fungsional Widyaiswara Madya dan Muda; atau 10) Jabatan Fungsional lain yang ditentukan oleh presiden. c. 65 tahun bagi Pegawai Negeri Sipil yang memangku :

1) Jabatan Fungsional Peneliti Utama dan Peneliti Madya yang ditugaskan secara penuh di bidang penelitian;

2) Jabatan Fungsional Dokter Pendidik Klinis Utama dan Madya;

3) Jabatan Fungsional Widyaiswara Utama; 4) Jabatan Fungsional Pengawas Radiasi Utama; 5) Jabatan Fungsional Perekayasa Utama; 6) Jabatan Fungsional Pustakawan Utama;

7) Jabatan Fungsional Pranata Nuklir Utama; atau

8) Jabatan Fungsional lain yang ditentukan oleh Presiden.

Pensiun pada pegawai swasta agak sedikit berbeda dengan pegawai negeri sipil. Batas usia pensiun pada pegawai swasta tidak diatur secara jelas dalam Undang-undang Ketenagakerjaan. Namun banyak perusahaan mengacu pada usia 55 tahun sebagai batasan usia pensiun dengan merujuk pasal 14 ayat 1 Undang-undang Nomor 3 Tahun 1992


(38)

tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja. Penetapan usia pensiun ini merupakan hak penentuan dari masing-masing perusahaan swasta (Widjaja, 2014).

Berdasarkan kebijakan yang telah tertuang dalam Peraturan Pemerintah tersebut, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa usia pensiun pekerja di Indonesia secara umum dimulai dari usia 55 sampai 65 tahun.

6. Dinamika yang Terjadi pada Masa Pensiun

Hurlock (1990) menjelaskan bahwa usia pensiun biasa dihadapi pada tahap perkembangan dewasa menengah. Secara psikologis rentang usia 55-65 tahun berada dalam tahap perkembangan dewasa menengah (Santrock, 2011). Usia dewasa menengah merupakan masa untuk mengevaluasi, menilai, dan merefleksikan pekerjaan yang dilakukan serta segala hal yang ingin dilakukan di masa depan (Moen dalam Santrock, 2011). Evaluasi dan refleksi ini bersumber pada aspirasi awal saat mereka mulai bekerja dan harapan-harapan dari orang lain (Hurlock, 1990). Hal itu berarti bahwa karyawan akan mengevaluasi semua pengalaman pribadinya selama bekerja hingga saat ini.

Evaluasi diri karyawan yang berdasar pada harapan-harapan orang lain sebelum mereka pensiun nanti akan semakin mendalam bila datang dari seseorang yang dianggap penting, misalnya harapan dari atasan (Rhoades dan Eisenberger, 2002). Proses evaluasi dan refleksi pekerjaan yang berlangsung juga mengandung berbagai macam faktor


(39)

emosi karena berhubungan dengan begitu banyak hal, seperti relasi antar rekan kerja, prestasi kerja, hingga kesempatan untuk berkembang (Santrock, 2011). Misalnya saat karyawan melakukan refleksi dalam kaitannya dengan relasi antar rekan kerja, maka karyawan yang bersangkutan dapat merasakan kebahagiaan, kekecewaan atau bahkan kesedihan.

Masa pensiun berarti orang sudah tidak aktif lagi atau berhenti dari pekerjaannya. Pendapat ini sesuai dengan pernyataan Parkinson et al (1990) yang mengartikan pensiun sebagai proses berhentinya individu dari kehidupan bisnis dan profesinya. Peristiwa ini tampak jelas dalam teori yang menerangkan hubungan antara usia manusia dengan kegiatannya. Cumming dan Henry (dalam Suardiman, 2011) mengemukakan teori pengunduran diri yang menjelaskan bahwa usia manusia yang semakin bertambah akan diikuti dengan kemunduran dalam interaksi sosial di lingkungan kerja, fisik, dan emosi dengan kehidupan dunia yang terjadi secara berangsur-angsur.

Orang berusia lanjut akan mengalami proses saling menarik diri atau pelepasan diri, baik individu dari masyarakat ataupun masyarakat dari individu. Individu melepaskan diri karena kesadarannya akan kemampuan fisik maupun mental yang mulai berkurang. Ketika memasuki usia lanjut, seseorang juga mempunyai kecenderungan untuk mengalami gangguan fisik seperti tekanan darah, fungsi jantung, hingga organ-organ tertentu yang tidak lagi bekerja dengan sempurna (Masters,


(40)

2004). Masa pensiun inilah yang menjadi acuan yang digunakan secara luas untuk menentukan orang lanjut usia (Parkinson et al, 1990). Secara umum pemberlakuan masa pensiun juga didasarkan atas pertimbangan fase produktivitas, kesehatan, dan ruang kebebasan individu untuk melakukan kegiatan lain.

Masa pensiun mempengaruhi aktivitas seseorang dari situasi kerja menuju situasi di luar pekerjaan. Sebagian orang sering beranggapan bahwa pensiun merupakan suatu kenyataan yang tidak menyenangkan. Menjelang masa pensiun tiba, banyak orang yang sudah merasa cemas bahkan mengalami stres karena belum mengetahui gambaran kehidupan yang akan dihadapi (Rini, 2001). Beberapa masalah yang akan dihadapi oleh para pensiunan adalah penyesuaian finansial dan psikologis, seperti penghasilan menjadi berkurang, merasa tidak berguna, dan merasa kontak sosialnya cenderung berkurang (Bradbury, 1987; Suardiman, 2011). Kenyataan itu membuat individu yang mengalami masa pensiun seringkali tidak bisa menikmati masa tuanya dengan hidup santai, tetapi malah sebaliknya.

Masing-masing individu mempunyai cara yang berbeda untuk melakukan penyesuaian terhadap datangnya masa pensiun. Ada tiga bentuk reaksi sikap seseorang terhadap masa pensiun, yaitu menerima, terpaksa menerima, dan menolak. Sikap menerima muncul karena individu yang bersangkutan telah mempersiapkan diri untuk menghadapi pensiun dan merasa wajar saat masa pensiun datang. Individu yang


(41)

merasa bahwa dirinya masih produktif dan terpaksa mempersiapkan diri untuk menghadapi masa pensiun yang tidak diinginkannya akan memunculkan sikap terpaksa menerima. Sedangkan sikap menolak dapat muncul karena seseorang tidak mengakui bahwa dirinya harus pensiun (Hartati dalam Hapsari, 2008).

Masa pensiun juga memiliki fakta yang lain, yaitu sebagian individu yang memasuki usia lanjut sebenarnya menolak untuk pensiun dengan berbagai macam alasan. Clark dan Ogawa (dalam Suardiman, 2011) menyatakan hal yang serupa melalui penelitiannya. Mereka mengungkapkan bahwa sebagian besar orang Jepang masih berkeinginan untuk terus bekerja setelah berusia 60 tahun. Salah satu keinginan untuk tetap bekerja dilatarbelakangi oleh keinginan untuk tetap mandiri dan tidak menjadi beban bagi orang lain.

7. Pengertian Sikap Menghadapi Masa Pensiun

Berdasarkan pengertian sikap menurut Thurstone, Likert, dan Osgood (dalam Azwar, 2005), maka sikap terhadap pensiun dapat digambarkan sebagai bentuk evaluasi atau reaksi perasaan individu terhadap masa pensiun yang berupa perasaan mendukung maupun tidak mendukung. Bentuk evaluasi ini timbulnya didasari oleh proses evaluasi dalam diri individu yang memberi kesimpulan terhadap stimulus (masa pensiun), yang kemudian mengkristal sebagai potensi reaksi terhadap objek sikap (Azwar, 2005). Sikap menghadapi masa pensiun ini meliputi


(42)

bagaimana pemikiran yang dimiliki individu terhadap pensiun, apa yang dirasakan oleh individu saat menghadapi pensiun, serta bagaimana individu bertingkah laku dalam menghadapi pensiun.

Sikap individu terhadap masa pensiun juga dapat diperoleh dari interaksi yang memuat pemahaman dan pengalaman dari orang yang telah terlebih dahulu mengalami pensiun. Hubungan yang di dalamnya termuat peran dan kewajiban sebagai orang tua, pemimpin maupun tokoh panutan akan mempengaruhi sikap seseorang saat mereka menghadapi masa pensiun. Hal ini sesuai dengan pernyataan Azwar (2005) mengenai proses interaksi sosial yang mensyaratkan terjadinya hubungan saling mempengaruhi di antara individu yang satu dengan yang lain, serta hubungan timbal balik yang turut mempengaruhi pola perilaku masing-masing. Dengan demikian, sikap terhadap pensiun akan menentukan bagaimana pandangan individu terhadap pensiun yang akan dihadapinya.

Sikap yang muncul dalam menghadapi masa pensiun akan berbeda pada setiap individu yang mengalaminya. Reichard, Livson, dan Peterson (dalam Kimmel, 1980) dalam studi klasik purna karyanya menyatakan bahwa ada lima kelompok orang yang mendekati pensiun. Tiga kelompok menunjukkan sikap yang positif, yaitu kelompok mature

atau matang (bersikap menerima masa pensiun dengan mudah tanpa penyesalan), kelompok rocking-chair men atau kursi goyang (bersikap pasif dengan menyambut masa pensiun sebagai saat untuk duduk kembali dan cenderung bersandar pada orang lain), dan kelompok armored atau


(43)

baju besi (bersikap aktif dengan mengembangkan suatu aktivitas dan gaya hidup yang tinggi untuk mempertahankan dan melawan perasaan cemas menghadapi usia tua). Sedangkan dua kelompok lainnya menunjukkan sikap yang cenderung negatif, yaitu kelompok angry atau pemarah (bersikap menyalahkan orang lain dan tidak mampu melihat kesempatan untuk melanjutkan hidup sesudah pensiun) dan kelompok

self-haters atau pembenci diri (bersikap menyalahkan diri sendiri karena kegagalan dan kemalangan yang dideritanya dan sering tenggelam dalam depresi).

B. Persepsi Dukungan Organisasi 1. Pengertian Persepsi

Persepsi adalah kemampuan untuk membeda-bedakan, mengelompokkan, dan memfokuskan stimulus yang selanjutnya diinterprestasi (Sarwono, 2009). Menurut Sarwono, persepsi berlangsung saat seseorang menerima stimulus dari dunia luar yang ditangkap oleh organ-organ bantunya (alat indera) yang kemudian masuk ke dalam otak. Kemudian terjadi proses berpikir di dalam otak yang menghasilkan pemahaman. Pemahaman yang muncul inilah yang disebut persepsi.

Persepsi juga merupakan suatu proses yang terjadi dalam diri individu di dalam mengorganisasikan dan menafsirkan kesan inderanya agar memberi makna pada lingkungan (Robbins, 2001). Sedangkan Luthans (2005) mendefinisikan persepsi sebagai suatu proses kognitif


(44)

yang sangat kompleks yang meliputi seleksi, organisasi, dan interpretasi terhadap suatu objek tertentu. Pendapat Donnelly dkk (1985) juga sejalan dengan definisi-definisi yang telah diungkapkan oleh ahli yang lain. Mereka menjelaskan bahwa persepsi merupakan penafsiran terhadap stimulus yang terorganisir yang mampu mempengaruhi sikap dan perilaku.

Berdasarkan pendapat-pendapat yang dikemukakan oleh para ahli tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa persepsi merupakan suatu proses kognitif untuk mengadakan pemilihan, pengaturan, pemahaman, dan penginterpretasian terhadap stimulus tertentu yang ditangkap oleh alat indera, sehingga dapat mempengaruhi perilaku seseorang.

2. Pengertian Dukungan Organisasi

Salah satu interaksi sosial yang dapat terjadi di dalam organisasi adalah interaksi antara karyawan dengan organisasinya. Penjelasan mengenai hal itu berkaitan dengan konsep dukungan organisasi. Dukungan organisasi menjelaskan tentang interaksi karyawan dengan organisasi yang secara khusus mempelajari bagaimana organisasi memperlakukan karyawan-karyawannya (Fuller dkk., dalam Priantalo, 2008). Dukungan organisasi dapat juga dipandang sebagai komitmen organisasi pada karyawan. Apabila pihak organisasi secara umum menghargai dedikasi dan loyalitas karyawan sebagai bentuk komitmen


(45)

karyawan terhadap organisasi, maka para karyawan juga memperhatikan bagaimana komitmen yang dimiliki organisasi terhadap mereka.

Rhoades dan Eisenberger (2002) menjelaskan bahwa organisasi dapat melakukan hal seperti mengisi kebutuhan sosioemosi karyawan untuk menghargai pekerjaan yang telah dilakukan oleh mereka. Salah satu contohnya adalah dengan memberikan dukungan emosional dan afiliasi sama seperti dalam hubungan pertemanan ataupun keluarga. Teori dukungan organisasi juga mengasumsikan bahwa untuk menentukan kesiapan organisasi dalam memberikan penghargaaan atas usaha yang telah dilakukan oleh karyawan dan dalam memenuhi kebutuhan sosioemosi, maka karyawan akan mengembangkan suatu keyakinan umum mengenai tingkatan organisasi di dalam menghargai kontribusi dan peduli terhadap kesejahteraan mereka.

Penghargaan yang diberikan oleh organisasi dapat dianggap memberikan keuntungan bagi karyawan, seperti adanya perasaan diterima dan diakui, memperoleh gaji dan promosi, mendapatkan akses-akses informasi, serta bentuk-bentuk bantuan lain yang dibutuhkan karyawan untuk dapat menjalankan pekerjaannya secara efektif. Terdapatnya norma timbal balik ini menyebabkan karyawan dan organisasi harus saling memperhatikan tujuan-tujuan yang ada dalam hubungan kerja tersebut (Rhoades & Eisenberger, 2002). Eisenberger, dkk (1986) mengemukakan dua aspek penting untuk mengetahui kondisi dukungan organisasi yang dirasakan oleh karyawan. Kedua aspek


(46)

tersebut adalah penghargaan terhadap kontribusi dan kepedulian terhadap kesejahteraan karyawan.

Menurut Rhoades dan Eisenberger (2002), terdapat tiga bentuk umum perlakuan dari organisasi yang dianggap baik dan akan dapat meningkatkan dukungan organisasi yang dirasakan karyawan, yaitu: keadilan, dukungan atasan, serta imbalan-imbalan dari organisasi dan kondisi kerja. Faktor keadilan adalah keadilan prosedural yang menyangkut masalah keadilan mengenai cara yang seharusnya digunakan untuk mendistribusikan sumber-sumber daya yang ada di dalam organisasi. Sedangkan faktor dukungan atasan menggambarkan bahwa tindakan atasan sebagai wakil organisasi bertanggung jawab untuk mengatur dan menilai kinerja bawahan. Hal itu mengakibatkan cara pandang karyawan terhadap tindakan-tindakan atasan – baik yang bersifat menyenangkan atau tidak menyenangkan – sebagai bentuk perwujudan dari dukungan organisasi. Perilaku manajemen dan kebijakan organisasi menjadi salah satu dasar bagi karyawan untuk menginterpretasikan tentang dukungan organisasi. Perlakuan organisasi lain yang berupa imbalan-imbalan seperti penghargaan, gaji, dan promosi akan membantu mengomunikasikan suatu penilaian positif dari kontribusi karyawan yang selanjutnya akan menyumbang pada peningkatan dukungan organisasi yang dirasakan oleh karyawan.

Berdasarkan uraian yang telah dipaparkan dapat disimpulkan bahwa dukungan organisasi adalah bentuk kepedulian organisasi


(47)

terhadap anggotanya sehingga membuat anggota organisasi memiliki pandangan bahwa organisasi menghargai kontribusi mereka dan peduli terhadap kesejahteraan mereka.

3. Bentuk Dukungan Organisasi

Menurut Mathis dan Jackson (2006), dukungan organisasi adalah dukungan yang diterima dari organisasinya berupa pelatihan, peralatan, harapan-harapan, dan tim kerja yang produktif. Berikut ini adalah beberapa bentuk dukungan organisasi secara umum :

a. Pelatihan

Pelatihan adalah suatu proses yang diberikan pada karyawan untuk mendapatkan kapabilitas atau kemampuan dalam membantu pencapaian tujuan-tujuan organisasi. Dengan kata lain pelatihan akan memberikan ketrampilan dan pengetahuan yang spesifik bagi karyawan sehingga dapat digunakan dalam pekerjaan mereka saat ini.

b. Standar Kerja

Standar kerja memberikan gambaran mengenai tingkat kinerja yang diharapkan dan merupakan pembanding kinerja atau tujuan. Standar kinerja yang realistis, dapat diukur, dan dipahami dengan jelas akan bermanfaat baik bagi organisasi maupun karyawannya.


(48)

c. Peralatan dan Teknologi

Peralatan dan teknologi adalah perkakas atau perlengkapan yang disediakan oleh organisasi atau perusahaan untuk menunjang proses kerja. Suatu organisasi harus mempunyai peralatan dan teknologi yang menunjang karyawannya dalam bekerja, sehingga karyawan akan memberikan timbal balik atas kepedulian organisasi itu dengan cara memberikan kinerja terbaiknya.

4. Pengertian Persepsi Dukungan Organisasi

Berdasarkan penjelasan mengenai persepsi dan dukungan organisasi, maka definisi dari persepsi dukungan organisasi adalah suatu proses kognitif untuk mengadakan pemilihan, pengaturan, pemahaman, dan penginterpretasian terhadap kepedulian organisasi terhadap anggotanya sehingga mengakibatkan anggota organisasi memiliki pandangan bahwa organisasi menghargai kontribusi mereka dan peduli terhadap kesejahteraan mereka. Pack (2005) menjelaskan bahwa persepsi terhadap dukungan organisasi adalah persepsi karyawan mengenai sejauh mana organisasi memberikan dukungan pada karyawan dan kesiapan organisasi dalam memberikan bantuan pada saat dibutuhkan. Hal tersebut juga diungkapkan oleh Desiana dan Soetjipto (2006). Mereka menggambarkan bahwa persepsi dukungan organisasi adalah persepsi karyawan mengenai seberapa jauh organisasi dalam mendukung dan memberikan bantuan pada karyawan pada saat dibutuhkan.


(49)

Hal yang serupa juga dikemukakan oleh Eisenberger dkk (1986) mengenai persepsi dukungan organisasi. Eisenberger dkk membangun sebuah gagasan tentang persepsi terhadap dukungan organisasi untuk mendeskripsikan pertukaran relasi sosial antara karyawan dengan organisasi. Mereka mendefinisikan bahwa persepsi dukungan organisasi merupakan persepsi karyawan mengenai penghargaan terhadap kontribusi dan kepedulian terhadap kesejahteraan karyawan yang dilakukan oleh perusahaan “sampai taraf tertentu”. Persepsi ini timbul seperti sebuah personifikasi, karena karyawan akan memiliki persepsi terhadap orang-orang yang duduk di dalam posisi manajemen atau orang yang mengelola perusahaan. Persepsi dukungan organisasi yang muncul bergantung pada reward dan punishment yang diberikan oleh orang-orang dalam posisi manajerial tersebut.

Berdasarkan penjelasan-penjelasan tersebut, maka dapat diambil kesimpulan bahwa persepsi dukungan organisasi adalah persepsi karyawan mengenai penghargaan dan kepedulian organisasi terhadap kontribusi dan kesejahteraan karyawan.

5. Aspek-aspek Persepsi Dukungan Organisasi

Pengalaman individu dan pengamatan mengenai keseharian organisasi di dalam memperlakukan karyawannya akan mempengaruhi persepsi dukungan organisasi yang dirasakan oleh karyawan. Persepsi dukungan organisasi tersebut terbagi ke dalam tiga aspek (Eisenberger


(50)

dkk, 1986; Shore dan Wayne, 1993; Rhoades & Eisenberger, 2002), yaitu:

a. Respon terhadap Ide-ide Karyawan

Respon organisasi terhadap ide-ide yang disampaikan oleh karyawan akan mempengaruhi persepsi dukungan organisasi. Implikasi yang muncul tampak saat organisasi melihat berbagai ide yang disampaikan oleh karyawan sebagai suatu sumbangan yang konstruktif. Organisasi mungkin saja mewujudkan ide-ide itu melalui perencanaan yang matang, sehingga karyawan yang bekerja di organisasi tersebut akan memiliki persepsi yang positif tentang dukungan organisasi terhadap diri mereka. Begitu pula sebaliknya, persepsi yang dirasakan oleh karyawan akan menjadi negatif bila organisasi selalu menolak ide-ide yang berasal dari karyawan dan segala sesuatu yang diputuskan atau diberlakukan merupakan keputusan dari orang-orang yang menduduki posisi manajerial atau pimpinan puncak.

b. Respon terhadap Karyawan yang Mengalami Masalah

Persepsi dukungan organisasi juga dipengaruhi oleh respon organisasi terhadap karyawan yang mengalami masalah. Organisasi yang cenderung berdiam diri dan tidak memperlihatkan usaha untuk membantu individu yang terlibat masalah menyebabkan munculnya


(51)

anggapan dari karyawan bahwa tidak ada dukungan yang diberikan oleh organisasi terhadap karyawan.

c. Respon terhadap Kesejahteraan dan Kesehatan Karyawan

Perhatian dan kepedulian organisasi terhadap kesejahteraan dan kesehatan karyawan juga turut berperan dalam membentuk persepsi dukungan organisasi. Karyawan yang melihat bahwa organisasi berusaha keras untuk meningkatkan kesejahteraan individu yang bekerja di dalamnya, akan melihat upaya ini sebagai suatu hal yang positif. Karyawan melihat bahwa organisasi memberikan dukungan agar setiap orang dapat bekerja secara optimal demi tercapainya tujuan bersama.

Dengan demikian, dapat diambil kesimpulan bahwa persepsi dukungan organisasi terbagi menjadi tiga aspek, yaitu respon organisasi terhadap ide-ide karyawan, respon terhadap karyawan yang mengalami masalah, dan respon terhadap kesejahteraan dan kesehatan karyawan. Ketiga aspek ini sesuai dengan definisi dan teori mengenai persepsi dukungan organisasi yang telah dipaparkan pada bagian sebelumnya.

C. Hubungan antara Persepsi Dukungan Organisasi dengan Sikap Menghadapi Masa Pensiun

Berhentinya aktivitas kerja seseorang karena sudah mencapai usia tertentu sering disebut dengan istilah purna tugas atau pensiun (Suardiman,


(52)

2011). Usia pensiun pekerja di Indonesia secara umum dimulai dari usia 55 sampai 65 tahun. Sebagian orang sering beranggapan bahwa pensiun merupakan suatu kenyataan yang tidak menyenangkan. Menjelang masa pensiun tiba, banyak orang yang sudah merasa cemas bahkan mengalami stres karena belum mengetahui gambaran kehidupan yang akan dihadapi (Rini, 2001). Ada berbagai macam perubahan yang muncul pada saat seseorang menjalani masa pensiun, yaitu perubahan dari aktivitas yang tadinya bekerja menjadi tidak bekerja, penghasilan yang berkurang, perubahan relasi sosial, hingga penurunan kesehatan karena usia yang semakin bertambah (Tarigan, 2009; Suardiman, 2011). Kenyataan itu membuat individu yang mengalami masa pensiun seringkali tidak bisa menikmati masa tuanya dengan hidup santai, tetapi malah sebaliknya.

Dinamika yang muncul menjelang masa pensiun tersebut dapat menjadi pengingat bahwa masa pensiun penting untuk mulai dipersiapkan. Beberapa organisasi atau perusahaan mempunyai kebijakan yang biasa dilakukan sebelum masa pensiun benar-benar tiba, yaitu dengan memberlakukan masa persiapan pensiun (Isnawati & Suhariadi, 2013). Bohlander dan Snell (2010) juga menjelaskan tentang program masa persiapan pensiun yang dilakukan oleh beberapa organisasi. Topik atau pembahasan yang disampaikan meliputi perencanaan pensiun, ulasan asuransi kesehatan, pengobatan dan jaminan sosial, perencanaan keuangan pribadi, hingga penyesuaian terhadap masa pensiun. Di sisi lain, beberapa organisasi atau perusahaan lain belum melakukan fungsinya untuk memfasilitasi


(53)

persiapan sebelum masa pensiun tiba. Organisasi tersebut menyatakan bahwa persiapan pensiun dilakukan secara mandiri oleh karyawannya, sehingga persiapan yang dilakukan hanya bersifat parsial dan menunjukkan kurangnya dukungan organisasi terhadap persiapan pensiun karyawannya (Apsari, tanpa tahun).

Program persiapan pensiun yang difasilitasi oleh organisasi atau perusahaan memungkinkan adanya perencanaan yang dibangun secara terstruktur, bersifat menyeluruh, menyangkut berbagai aspek yang dibutuhkan, dan bisa menjangkau sampai dengan keberlanjutan program. Apsari (tanpa tahun) juga menjelaskan bahwa melalui program ini akan terbangun kerja sama yang tetap harmonis antara karyawan yang memasuki masa pensiun dengan organisasinya. Hal itu menunjukkan bahwa dukungan organisasi yang diberikan dipersepsi secara positif oleh karyawannya. Begitu pula sebaliknya, organisasi yang kurang atau bahkan belum memfasilitasi persiapan sebelum masa pensiun tiba akan dipersepsi secara negatif oleh karyawannya.

Program persiapan pensiun tersebut merupakan salah satu bentuk dari berbagai macam dukungan organisasi yang ada. Dukungan organisasi mulai tampak dirasakan oleh karyawan yang memasuki tahap perkembangan dewasa menengah karena pada tahap ini terjadi proses evaluasi, penilaian, dan refleksi atas pekerjaan yang dilakukan serta segala hal yang ingin dilakukan di masa depan (Moen dalam Santrock, 2011). Evaluasi dan refleksi ini bersumber pada aspirasi awal saat mereka mulai bekerja dan


(54)

harapan-harapan dari orang lain (Hurlock, 1990). Hal itu berarti bahwa karyawan akan mengevaluasi semua pengalaman pribadinya selama bekerja hingga saat ini.

Evaluasi diri karyawan yang berdasar pada harapan-harapan orang lain sebelum mereka pensiun nanti akan semakin mendalam bila datang dari seseorang yang dianggap penting, misalnya harapan dari atasan (Rhoades dan Eisenberger, 2002). Proses evaluasi dan refleksi pekerjaan yang berlangsung juga mengandung berbagai macam faktor emosi karena berhubungan dengan begitu banyak hal, seperti relasi antar rekan kerja, prestasi kerja, hingga kesempatan untuk berkembang (Santrock, 2011). Misalnya saat karyawan melakukan refleksi dalam kaitannya dengan relasi antar rekan kerja, maka karyawan yang bersangkutan dapat merasakan kebahagiaan, kekecewaan atau bahkan kesedihan.

Pengalaman pribadi, pengaruh orang lain yang dianggap penting, dan faktor emosi yang muncul selama proses evaluasi dan refleksi merupakan faktor-faktor yang dapat mempengaruhi sikap karyawan dalam menghadapi masa pensiun kelak (Azwar, 2005). Azwar menjelaskan bahwa pengalaman pribadi berisi tentang segala sesuatu yang telah dan sedang mereka alami. Pengalaman pribadi karyawan di dalam lingkungan kerja dapat berupa dukungan organisasi, relasi antar karyawan, kepuasan kerja, hingga prestasi kerja. Pengalaman pribadi yang berupa dukungan organisasi akan meninggalkan kesan yang kuat dalam kaitannya dengan sikap karyawan saat menghadapi masa pensiun kelak.


(55)

Dukungan organisasi yang diberikan oleh organisasi atau perusahaan selama karyawan bekerja hingga sebelum masa pensiun tiba akan membentuk ide atau gagasan bagi karyawan bahwa karakteristik organisasi secara umum peduli terhadap karyawannya. Kepercayaan yang telah terbentuk dalam diri karyawan akan menjadi dasar pengetahuan yang baik karena sesuatu yang mereka harapkan dari organisasi tempat mereka bekerja sesuai dengan yang seharusnya. Karyawan juga akan menilai bahwa organisasi peduli terhadap kesejahteraan mereka meskipun mereka masih jauh ataupun sudah dekat menjelang masa pensiun. Kepercayaan dan penilaian yang telah muncul dalam diri karyawan tersebut akan mempengaruhi kecenderungan perilakunya. Kecenderungan perilaku yang tampak adalah karyawan yang memasuki masa pensiun akan berusaha memberikan performansi kerja yang terbaik atau menunjukkan motivasi kerja yang tinggi (Apsari, tanpa tahun).

Sedangkan organisasi yang kurang memberikan dukungannya bagi karyawan terutama dalam kaitannya dengan masa pensiun akan membentuk ide atau gagasan pada diri karyawan bahwa organisasi kurang menghargai kontribusi dan kurang peduli terhadap kesejahteraan karyawannya. Kepercayaan dan penilaian yang telah terbentuk ini memberikan gambaran bahwa sesuatu yang mereka harapkan sebelumnya tidak sesuai dengan kenyataan. Karyawan pun akan memberikan penilaian yang buruk atau negatif terhadap organisasi tempat mereka bekerja. Dampak yang muncul akan terlihat dalam kecenderungan perilaku karyawan yang kurang atau


(56)

bahkan tidak berusaha memberikan performansi kerja yang maksimal terhadap organisasinya (Apsari, tanpa tahun).

Oleh karena itu, peneliti menyimpulkan bahwa terdapat kemungkinan keterkaitan antara persepsi dukungan organisasi dengan sikap menghadapi masa pensiun. Dukungan organisasi yang dipersepsi secara positif oleh karyawan yang memasuki masa pensiun akan memberikan gambaran bahwa sikap karyawan dalam menghadapi masa pensiun juga bersifat positif. Akan tetapi dukungan organisasi yang dipersepsikan secara negatif oleh karyawan akan membentuk sikap karyawan yang negatif pula di dalam menghadapi masa pensiun.


(57)

D. Kerangka Berpikir

E. Hipotesis

Hipotesis yang diajukan oleh peneliti adalah adanya hubungan positif antara persepsi dukungan organisasi dengan sikap menghadapi masa pensiun. Artinya, semakin positif persepsi dukungan organisasi yang dirasakan oleh karyawan, maka semakin positif sikap karyawan dalam menghadapi masa

Masa Pensiun

Masa evaluasi, penilaian, dan refleksi

pekerjaan

Sikap menghadapi masa pensiun positif - Kepercayaan sesuai

dengan sesuatu yang diharapkan.

- Perasaan senang atau penilaian positif. - Kecenderungan

meningkatnya performansi kerja.

Sikap menghadapi masa pensiun negatif

Persepsi Dukungan Organisasi negatif Persepsi Dukungan

Organisasi positif

- Kepercayaan tidak sesuai dengan sesuatu yang diharapkan.

- Perasaan tidak senang atau penilaian negatif.

- Kecenderungan

menurunnya performansi kerja.


(58)

pensiunnya. Begitu pula sebaliknya, semakin negatif persepsi dukungan organisasi seorang karyawan, maka sikap dalam menghadapi masa pensiunnya juga semakin negatif.


(59)

39

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini adalah penelitian korelasional yang bertujuan untuk menyelidiki sejauh mana variasi pada suatu variabel berkaitan dengan variasi pada variabel lainnya (Azwar, 2012). Santoso (2010) menjelaskan bahwa teknik korelasi dilakukan untuk melihat kecenderungan pola pada suatu variabel berdasarkan kecenderungan pola pada variabel yang lain. Penelitian ini akan menguji hubungan antara persepsi dukungan organisasi dengan sikap menghadapi masa pensiun.

B. Identifikasi Variabel Penelitian

Variabel yang akan diteliti dalam penelitian ini adalah : 1. Variabel bebas : Persepsi dukungan organisasi

2. Variabel tergantung : Sikap menghadapi masa pensiun

C. Definisi Operasional

Definisi operasional dari variabel-variabel penelitian ini yakni sebagai berikut :

1. Sikap Menghadapi Masa Pensiun

Sikap menghadapi masa pensiun adalah bentuk evaluasi atau reaksi perasaan individu terhadap masa pensiun yang berupa perasaan


(60)

mendukung maupun tidak mendukung. Sikap terhadap masa pensiun diketahui dengan mengukur komponen sikap dalam menghadapi masa pensiun. Terdapat tiga komponen yang saling menunjang dalam struktur sikap menghadapi masa pensiun, yaitu komponen kognitif, afektif, dan konatif. Ketiga komponen ini meliputi cara berpikir yang dimiliki karyawan terhadap pensiun, sesuatu yang dirasakan oleh karyawan saat menghadapi pensiun, dan cara karyawan bertingkah laku dalam menghadapi pensiun.

Sikap menghadapi masa pensiun akan diukur dengan melihat skor total pada skala sikap menghadapi masa pensiun. Semakin tinggi skor yang diperoleh berarti bahwa semakin positif sikap karyawan dalam menghadapi masa pensiun. Begitu pula sebaliknya, semakin rendah skor yang diperoleh menunjukkan bahwa sikap karyawan dalam menghadapi masa pensiun semakin negatif.

2. Persepsi Dukungan Organisasi

Persepsi dukungan organisasi adalah persepsi karyawan mengenai penghargaan dan kepedulian organisasi terhadap kontribusi dan kesejahteraan karyawan. Persepsi dukungan organisasi akan diukur dengan melihat skor skala persepsi dukungan organisasi yang terdiri dari tiga aspek, yaitu respon terhadap ide-ide karyawan, respon terhadap karyawan yang mengalami masalah, serta respon terhadap kesejahteraan dan kesehatan karyawan. Semakin tinggi skor total pada skala persepsi


(61)

dukungan organisasi, maka semakin positif persepsi dukungan organisasi seorang karyawan. Begitu pula sebaliknya, semakin rendah skor total yang diperoleh, maka semakin negatif persepsi dukungan organisasi yang dirasakan oleh karyawan.

D. Subjek Penelitian

Populasi adalah keseluruhan objek yang akan diteliti. Populasi pada penelitian ini adalah seluruh karyawan administrasi Universitas Sanata Dharma. Karyawan administrasi adalah karyawan yang melayani mahasiswa dan dosen dalam bidang administrasi akademik. Pemilihan subjek dalam penelitian ini menggunakan teknik convenience sampling, yaitu teknik penentuan sampel dengan pertimbangan kemudahan atau secara kebetulan siapa saja yang bertemu dengan peneliti yang dianggap cocok dengan karakteristik sampel yang ditentukan akan dijadikan sampel (Noor, 2011). Pemilihan karyawan administrasi Universitas Sanata Dharma menggunakan kriteria sebagai berikut :

1. Usia subjek adalah 40-65 tahun. Individu yang berhenti bekerja atau pensiun karena terkait dengan aturan tertentu umumnya berada dalam rentang usia ini. Berk (dalam Suardiman, 2011) juga mengemukakan bahwa perencanaan keuangan bagi karyawan yang kelak akan menghadapi pensiun idealnya harus dimulai dari 10 atau 15 tahun sebelum masa pensiun tiba.


(62)

2. Karyawan tetap. Persepsi dukungan organisasi dapat muncul pada karyawan yang telah lama bekerja, yaitu karyawan tetap karena telah memiliki waktu yang relatif lama untuk mengenal dan memiliki ikatan kuat dengan organisasi (Novliadi, 2007).

3. Telah bekerja minimal 5 tahun. Peneliti beranggapan bahwa karyawan dengan masa kerja minimal 5 tahun telah mampu mengamati, mengenal, dan memberi penilaian terhadap organisasi atau perusahaan tempat mereka bekerja.

E. Metode dan Alat Pengumpulan Data

Pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan metode penyebaran skala. Skala adalah suatu alat ukur yang digunakan untuk mengetahui atau mengungkap aspek psikologis berupa pernyataan yang secara tidak langsung mengungkap indikator perilaku dari atribut yang bersangkutan, serta respon atau jawaban subjek tidak diklasifikasikan sebagai jawaban benar atau salah (Azwar, 2011). Skala kedua variabel menggunakan 4 pilihan jawaban, yaitu Sangat Setuju (SS), Setuju (S), Tidak Setuju (TS), dan Sangat Tidak Setuju (STS). Hadi (1991) mengkhawatirkan jumlah pilihan jawaban yang ganjil. Hal itu disebabkan adanya pilihan jawaban netral (N) atau ragu-ragu (R). Menurut Hadi (1991), kategori tersebut memiliki arti ganda (undecided) dan tidak bisa dikategorikan ke dalam kategori setuju ataupun tidak setuju.


(63)

Skala disusun berdasarkan aitem-aitem dari indikator yang telah ditetapkan. Aitem-aitem yang digunakan dalam penelitian sebenarnya adalah aitem-aitem yang lolos pada tahap analisis aitem. Terdapat dua skala yang akan dibagikan pada penelitian ini, yaitu skala sikap menghadapi masa pensiun dan skala persepsi dukungan organisasi.

1. Skala Sikap Menghadapi Masa Pensiun

Jenis skala yang digunakan dalam pengumpulan data sikap menghadapi masa pensiun adalah skala Likert. Skala sikap menghadapi masa pensiun ini terdiri dari 3 komponen yang telah dikemukakan oleh Azwar (2005). Komponen-komponen tersebut adalah :

a. Komponen Kognitif

Komponen kognitif berisi tentang persepsi, kepercayaan, dan stereotipe yang dimiliki individu mengenai masa pensiun. Kepercayaan ini datang dari sesuatu yang telah dilihat atau diketahui seseorang tentang masa pensiun dan akan menjadi dasar pengetahuan mengenai sesuatu yang dapat diharapkan pada saat pensiun.

b. Komponen Afektif

Komponen afektif berisi mengenai perasaan individu terhadap objek sikap (masa pensiun) dan menyangkut masalah emosi. Komponen afektif berkaitan dengan respon emosional subjektif seseorang terhadap masa pensiun.


(64)

c. Komponen Konatif

Kecenderungan atau tendensi untuk bertindak atau bereaksi terhadap masa pensiun yang akan datang dengan cara-cara tertentu merupakan bentuk komponen konatif.

Skala sikap menghadapi masa pensiun yang disusun sendiri oleh peneliti dengan bantuan dosen pembimbing terbagi menjadi 3 komponen dengan total 66 aitem. Aitem yang dibentuk berisi pernyataan-pernyataan

favorable dan unfavorable dengan alternatif jawaban yaitu Sangat Setuju (SS), Setuju (S), Tidak Setuju (TS), dan Sangat Tidak Setuju (STS). Menurut Hadi (1991), modifikasi skala Likert yang terdiri dari empat kategori jawaban bertujuan untuk menghindari kecenderungan subjek penelitian menjawab dengan alternatif jawaban yang bersifat netral atau ragu-ragu (central tendency effect). Nilai untuk setiap alternatif jawaban bergerak mulai dari 4 sampai 1 untuk aitem-aitem yang favorable, sedangkan nilai 1 sampai 4 untuk aitem yang unfavorable. Peneliti akan melihat sejauhmana sikap menghadapi masa pensiun berdasarkan skor total jawaban subjek penelitian pada skala ini.


(65)

Tabel 1

BlueprintSkala Sikap Menghadapi Masa Pensiun sebelum Uji Coba

Komponen Nomor Aitem Jumlah

Favorable Unfavorable (%)

1. Kognitif

1, 11, 16, 21, 26, 31, 36, 41, 46,

56, 60

8, 18, 23, 28, 33, 38, 43, 48, 53,

63, 66

22 33,3%

2. Afektif

2, 3, 9, 13, 20, 27, 29, 42, 44,

49, 51

7, 22, 24, 34, 35, 47, 54, 55, 59,

64, 65

22 33,3%

3. Konatif

4, 5, 6, 15, 17, 25, 30, 39, 40,

52, 58

10, 12, 14, 19, 32, 37, 45, 50,

57, 61, 62

22 33,4%

Total 33 33 66 100%

2. Skala Persepsi Dukungan Organisasi

Jenis skala yang digunakan dalam pengumpulan data persepsi dukungan organisasi adalah skala Likert. Skala persepsi dukungan organisasi disusun sendiri oleh peneliti dengan bantuan dosen pembimbing. Skala persepsi dukungan organisasi ini disusun berdasarkan 3 aspek yaitu respon terhadap ide-ide karyawan, respon terhadap karyawan yang mengalami masalah, serta respon terhadap kesejahteraan dan kesehatan karyawan (Eisenberger dkk, 1986; Shore dan Wayne, 1993; Rhoades & Eisenberger, 2002). Ketiga aspek ini kemudian dibentuk menjadi 30 aitem.


(66)

Aitem yang dibentuk sama seperti skala sikap menghadapi masa pensiun yang berisi pernyataan-pernyataan favorable dan unfavorable

dengan alternatif jawaban yaitu Sangat Setuju (SS), Setuju (S), Tidak Setuju (TS), Sangat Tidak Setuju (STS). Menurut Hadi (1991), modifikasi skala Likert yang terdiri dari empat kategori jawaban bertujuan untuk menghindari kecenderungan subjek penelitian menjawab dengan alternatif jawaban yang bersifat netral atau ragu-ragu (central tendency effect). Nilai untuk setiap alternatif jawaban bergerak mulai dari 4 sampai 1 untuk aitem-aitem yangfavorable, sedangkan nilai 1 sampai 4 untuk aitem-aitem yang unfavorable. Peneliti akan melihat persepsi dukungan organisasi yang dirasakan oleh karyawan berdasarkan skor total jawaban subjek penelitian pada skala persepsi dukungan organisasi.

Tabel 2

BlueprintSkala Persepsi Dukungan Organisasi sebelum Uji Coba

Aspek Nomor Aitem Jumlah

Favorable Unfavorable (%) 1. Respon terhadap

ide karyawan 1, 12, 15, 19, 20 8, 16, 21, 27, 28 10 33,3% 2. Respon terhadap

karyawan yang mengalami masalah

7, 9, 23, 26, 29 2, 3, 6, 11, 13 10 33,3%

3. Respon terhadap kesejahteraan karyawan

4, 5, 22, 24, 25 10, 14, 17, 18, 30 10 33,4%


(67)

F. Validitas dan Reliabilitas 1. Validitas

Validitas berarti sejauhmana suatu alat ukur dapat dengan tepat dan cermat dalam mengukur sesuatu yang ingin diukur. Hal tersebut berarti bahwa sejauhmana alat ukur mampu melakukan fungsi dan tugasnya sebagai alat ukur (Azwar, 2011). Suatu instrumen atau alat ukur dapat dikatakan valid bila dapat mengukur apa yang hendak diukur dengan tepat dan akurat. Alat ukur yang mampu memberikan hasil demikian dapat disebut dengan alat ukur yang memiliki validitas yang tinggi. Begitu pula sebaliknya, alat ukur dapat disebut memiliki validitas yang rendah apabila tidak mampu memberikan hasil yang relevan.

Validitas yang digunakan pada penelitian ini adalah validitas isi yang ditentukan dengan menguji isi alat ukur dengan rasional atau melalui

professional judgment (Azwar, 2011). Peneliti dibantu oleh seorang ahli untuk memberikanprofessional judgmentdalam menentukan validitas tiap aitemnya. Ahli yang dimaksud adalah dosen pembimbing skripsi.

2. Seleksi Aitem

Setelah melakukan validasi aitem menggunakan validitas isi dan mengujinya pada kelompok subjek, langkah berikutnya yang dapat dilakukan adalah melakukan seleksi aitem. Seleksi aitem dapat dilakukan dengan melihat daya diskriminasi setiap aitem yang ada. Daya


(68)

diskriminasi aitem adalah suatu situasi yang membuat aitem mampu membedakan subjek penelitian yang memiliki atau tidak memiliki atribut-atribut dari variabel yang diukur.

Daya diskriminasi dapat diperoleh dengan mengkorelasikan antar skor aitem dengan skor aitem total. Korelasi antara skor aitem dengan skor aitem total disebut koefisien korelasi aitem-total (rix). Besarnya koefisien

korelasi aitem-total bergerak dari 0 sampai dengan 1,00 dengan tanda positif maupun negatif. Semakin baik daya diskriminasi aitem maka koefisien korelasinya semakin mendekati angka 1,00. Begitu pula sebaliknya, daya diskriminasi aitem semakin buruk bila koefisien korelasinya mendekati angka 0 (Azwar, 2009).

Pemilihan aitem berdasarkan korelasi aitem-total memiliki batasan rix ≥ 0,30. Hal tersebut berarti bahwa semua aitem yang mencapai

koefisien korelasi aitem-total minimal 0,30 dapat dikatakan memuaskan. Demikian sebaliknya, bila sebuah aitem memiliki koefisien korelasi aitem-total kurang dari 0,30 maka aitem tersebut berdaya diskriminasi rendah. Akan tetapi bila jumlah aitem yang lolos seleksi kurang memenuhi dari jumlah yang diharapkan maka skor korelasi aitem-total dapat diturunkan hingga 0,25 (Azwar, 2009). Penelitian ini menggunakan ukuran tersebut, yaitu batasan rix ≥ 0,30 sebagai kriteria pemilihan aitem yang berkualitas,

sedangkan pengujiannya dilakukan dengan menggunakan program SPSS 22for windows.


(69)

Hasil pengujian data dari uji coba skala sikap menghadapi masa pensiun memperlihatkan bahwa terdapat 50 aitem yang memiliki nilai rix≥

0,30 dan 16 aitem yang memiliki nilai rix ≤ 0,30. Berdasarkan hasil

tersebut maka 16 aitem dengan nilai rix ≤ 0,30dinyatakan gugur atau tidak

lolos seleksi. Aitem-aitem yang dimaksud adalah aitem nomor 4, 11, 12, 15, 18, 20, 22, 24, 25, 28, 32, 46, 49, 57, 62, dan 65.

Tabel 3

BlueprintSkala Sikap Menghadapi Masa Pensiun setelah Uji Coba

Komponen Nomor Aitem Jumlah

Favorable Unfavorable (%) 1. Kognitif 1, 16, 21, 26, 31,

36, 41, 56, 60

8, 23, 33, 38, 43,

48, 53, 63, 66 18 36% 2. Afektif 2, 3, 9, 13, 27,

29, 42, 44, 51

7, 34, 35, 47, 54,

55, 59, 64 17 34%

3. Konatif 5, 6, 17, 30, 39, 40, 52, 58

10, 14, 19, 37,

45, 50, 61 15 30%

Total 26 24 50 100%

Hasil pengujian data dari uji coba skala persepsi dukungan organisasi menunjukkan bahwa terdapat 5 aitem yang memiliki nilai rix ≤

0,30 dan 25 aitem dengan nilai rix ≥ 0,30. Kelima aitem yang dimaksud

adalah aitem nomor 13, 16, 17, 21 dan 23. Dengan demikian maka kelima aitem tersebut dinyatakan gugur atau tidak lolos seleksi.


(70)

Tabel 4

BlueprintSkala Persepsi Dukungan Organisasi setelah Uji Coba

Aspek Nomor Aitem Jumlah

Favorable Unfavorable (%) 1. Respon terhadap ide

karyawan 1, 12, 15, 19, 20 8, 27, 28 8 32%

2. Respon terhadap karyawan yang mengalami masalah

7, 9, 26, 29 2, 3, 6, 11 8 32%

3. Respon terhadap kesejahteraan karyawan

4, 5, 22, 24, 25 10, 14, 18, 30 9 36%

Total 14 11 25 100%

3. Reliabilitas

Reliabilitas adalah sejauhmana hasil pengukuran dapat dipercaya. Suatu alat ukur dikatakan reliabel apabila untuk mengukur sesuatu yang berulang kali, alat ukur tersebut menunjukkan hasil yang relatif sama. Pengukuran akan reliabel bila skor koefisien reliabilitasnya mendekati angka 1,00 (Azwar, 2009). Perhitungan Alpha Cronbach yang dilakukan dengan menggunakan bantuan SPSS 22 for windows digunakan untuk mengestimasi reliabilitas pada penelitian ini. Hal ini dilakukan karena pendekatan sifatnya lebih praktis, yaitu dikenakan hanya satu kali pada kelompok subjek (single-trial administration) (Azwar, 2011).

Skala sikap menghadapi masa pensiun yang diuji dengan menggunakan teknik Alpha Cronbach mendapatkan hasil (r) = 0,938.


(71)

Setelah melakukan seleksi aitem nilai koefisien reliabilitasnya menjadi (r) = 0,954. Sedangkan pada skala persepsi dukungan organisasi, nilai koefisien reliabilitas yang diperoleh sebesar (r) = 0,916 dan setelah dilakukan seleksi aitem maka nilai yang diperoleh adalah (r) = 0,928.

G. Metode Analisis Data

Data yang diperoleh akan dianalisis dengan bentuk yang sederhana, sehingga data lebih mudah untuk dibaca dan dipahami. Peneliti ingin mengetahui hubungan antara persepsi dukungan organisasi dengan sikap menghadapi masa pensiun karyawan administrasi Universitas Sanata Dharma dalam penelitian ini. Sebelum melakukan uji hipotesis, peneliti akan melakukan uji prasyarat terlebih dahulu, yaitu uji normalitas dan linearitas (Noor, 2011) dengan menggunakan program SPSS 22for windows.

1. Uji Normalitas

Uji normalitas digunakan untuk melihat distribusi variabel terhadap suatu sampel. Uji normalitas ini dilakukan dengan metode One Sample Kolmogorov Smirnov Test. Bila taraf signifikan (p) lebih besar dari 0,05 (p>0,05) maka data yang diperoleh berdistribusi normal. Demikian sebaliknya, bila taraf signifikan (p) lebih kecil dari 0,05 (p<0,05) maka data yang diperoleh berdistribusi tidak normal.


(72)

2. Uji Linearitas

Uji linearitas dilakukan untuk mengetahui hubungan yang terjadi antarvariabel yang hendak dianalisis mengikuti garis linear atau tidak (Santoso, 2010). Pengujian dilakukan dengan menggunakan metode Test of Linearity. Bila taraf signifikan lebih kecil dari 0,05 (p<0,05) maka hubungan antara variabel mengikuti fungsi garis linear.

3. Uji Hipotesis

Hipotesis dalam penelitian ini diuji dengan menggunakan teknik

correlation product momentdari Karl Pearson. Bila data penelitian berasal dari populasi yang sebarannya tidak normal, maka pengujian hipotesis dilakukan dengan menggunakan teknik korelasi Spearman-Brown. Teknik analisis tersebut sering kali mengubah data penelitian menjadi data yang lebih rendah tingkatannya (Santoso, 2010).


(73)

53

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Orientasi Kancah Penelitian

1. Sejarah Berdirinya Universitas Sanata Dharma a. PTPG Sanata Dharma (1955-1958)

PTPG Sanata Dharma lahir pada tanggal 20 Oktober 1955 dan diresmikan oleh pemerintah pada tanggal 17 Desember 1955. Pada awalnya PTPG Sanata Dharma mempunyai 4 Jurusan, yaitu Bahasa Inggris, Sejarah, IPA, dan Ilmu Mendidik. Para pembesar misi Serikat Yesus menunjuk Pater Prof. Nicolaus Driyarkara, S.J. menjadi Dekan PTPG Sanata Dharma dan Pater H. Loeff sebagai Wakil Dekan. Nama "Sanata Dharma" diciptakan oleh Pater K. Looymans, S.J. yang waktu itu menjadi pejabat Departemen Pendidikan, Pengajaran, dan Kebudayaan di Kantor Wali Gereja Indonesia.

b. FKIP Sanata Dharma (1958-1965)

Kementerian Pendidikan, Pengajaran, dan Kebudayaan mengeluarkan ketentuan untuk merubah PTPG menjadi FKIP, maka PTPG Sanata Dharma pada bulan November 1958 berubah menjadi FKIP (Fakultas Keguruan Ilmu Pendidikan) Sanata Dharma dan merupakan bagian dari Universitas Katolik Indonesia cabang Yogyakarta. Pada masa FKIP ini Sanata Dharma berhasil memperoleh status "disamakan"


(1)

Lampiran 6 Uji Hipotesis


(2)

127

Nonparametric Correlations

Correlations

PDO SMMP

Spearman's rho PDO Correlation Coefficient 1.000 .461**

Sig. (2-tailed) . .000

N 103 103

SMMP Correlation Coefficient .461** 1.000

Sig. (2-tailed) .000 .

N 103 103

**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI


(3)

Lampiran 7


(4)

129

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI


(5)

Lampiran 8 Surat Ijin Penelitian


(6)

131

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI