Model kepemimpinan pelayanan Yesus dalam Injil Yohanes 13:1-20 sebagai teladan kepemimpinan para suster congregation religious of the virgin mary di zaman sekarang - USD Repository

  

MODEL KEPEMIMPINAN PELAYANAN YESUS DALAM INJIL

YOHANES 13: 1-20 SEBAGAI TELADAN KEPEMIMPINAN

PARA SUSTER CONGREGATION RELIGIOUS OF THE VIRGIN

MARY DI ZAMAN SEKARANG

SKRIPSI

  Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

  Program Studi Ilmu Pendidikan Kekhususan Pendidikan Agama Katolik Oleh:

  Maria Monika Seran NIM: 021124002

  

PROGRAM STUDI ILMU PENDIDIKAN

KEKHUSUSAN PENDIDIKAN AGAMA KATOLIK

JURUSAN ILMU PENDIDIKAN

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA

2007

  

PERSEMBAHAN

  Sripsi ini kupersembahkan kepada : Para suster terkasih dalam Kongregasi Religious of the Virgin Mary atas cinta dan doa serta dukungan materil maupun moril kepada saya.

  Khusus buat rekan-rekan Suster komunitas Trimargo, Yogyakarta.

  Sahabat, teman-teman seperjuangan juga kepada Mama dan keempat saudaraku atas cinta dan perhatiannya yang meneguhkan

  

MOTTO

“Cukuplah kasih karuniaKu bagimu sebab justru dalam kelemahanmulah

kasihKu menjadi sempurna.”

  

(2 Korintus 12: 9)

  

ABSTRAK

  Skripsi ini berjudul: MODEL KEPEMIMPINAN PELAYANAN YESUS

  

DALAM INJIL YOHANES 13:1-20 SEBAGAI TELADAN KEPEMIMPINAN

PARA SUSTER CONGREGATION RELIGIOUS OF THE VIRGIN MARY DI

ZAMAN SEKARANG.

  Tujuan penulisan skripsi ini adalah memberikan sumbangan pemikiran kepada para suster RVM khususnya bagi mereka yang menjalankan fungsi kepemimpinan dalam tarekat agar semakin memahami dan menghayati makna kepemimpinan yang sejati seturut teladan Yesus Kristus. Permasalahan pokok yang diangkat penulis dalam skripsi adalah: kepemimpinan Yesus yang bagaimanakah yang mau dihayati para suster RVM di zaman sekarang. Bertolak dari kepemimpinan Yesus, model kepemimpinan macam apa yang dicita-citakan suster RVM di zaman sekarang.

  Penulis menggunakan pendekatan studi pustaka dengan mengkaji dari berbagai sumber referensi untuk menemukan jawaban atas permasalahan yang ada, yaitu bahwa kedatangan Yesus ke dunia ini adalah mengemban misi Bapa mewartakan dan menghadirkan kerajaan Allah di tengah-tengah manusia. Kuasa yang diterimanya adalah kuasa untuk melayani manusia. Ia menjalankan kepemimpinanNya sebagai hamba dalam semangat kerendahan hati dan lewat keteladanan hidupNya sendiri.

  Bertolak dari kepemimpinan pelayanan Yesus, penulis mengusulkan suatu model kepemimpinan yang perlu dihidupi para suster saat ini. Model kepemimpinan yang dimaksud yaitu kepemimpinan yang transformatif. Pemimpin menjadi motivator bagi anggotanya untuk mengalami perubahan dan pembaharuan hidup ke arah yang positip. Dalam rangka mewujudkan kepemimpinan yang transformatif salah satu pendekatannya melalui kegiatan katekese model Shared Christian Praxis. Katekese sebagai pembinaan iman bertujuan mendorong para suster untuk mencapai transformasi diri.

  

ABSTRACT

  The thesis entitled THE LEADERSHIP MODEL OF THE JESUS’ SERVING

  IN JOHN 13: 1-20 AS LEADERSHIP MODEL FOR ALL SISTERS IN THE CONGREGATION OF THE VIRGIN MARY IN THE PRESENT DAY The purpose of this thesis writing to give opinion contribution to all Virgin Mary’s sisters. Especially for those who take the responsibility the leadership functional in the congregation in order to understand to comprehend fully the meaning of true leadership from Jesus Christ.

  The mean matter which is lifted by the writer is which kind of leadership from Jesus will be experiencing for Virgin Mary’ sister in present day. Based on the leadership of Jesus, which kind of leadership model that Virgin Mary’s sister want in the present day. Writer used the approach of books study with studying from various reference source to find the answer for the existing problems, that in present of Jesus in this world is carry on the mission of God and proclaim His Kingdom among His people. The power that He had is a power to serve all man kind. He took the leadership responsibility as a servant in spirit of humility and through His own way of life.

  Based on leadership of Jesus’ servicing, writer suggest this such leadership model should Virgin Mary’s sister revive in present day. Leadership model which mean by writer is transformative leadership. A leader capable to become a good motivator for all members to experience of the changing and renewing live up which is positive. In order to realizing transformative leadership of one its approach through a catechesis model of Shared Christian Praxis. Catechesis as a founding of faith to support the sisters to reach the personal transfomation.

KATA PENGANTAR

  Syukur dan terima kasih yang dalam kepada Bapa dan PutraNya Yesus Kristus serta Roh Kudus atas berkat dan kasih setiaNya yang berlimpah kepada penulis mulai dari awal perencanaan, penulisan hingga selesainya penyusunan skripsi dengan judul

  

“MODEL KEPEMIMPINAN PELAYANAN YESUS DALAM INJIL

YOHANES 13:1-20 SEBAGAI TELADAN KEPEMIMPINAN PARA SUSTER

CONGREGATION RELIGIOUS OF THE VIRGIN MARY DI ZAMAN

SEKARANG” . Skripsi ini diajukan untuk memberikan sumbangan pemikiran atau

  gagasan untuk memperkaya wawasan dan pemahaman kepada para suster yang diberi kepercayaan menjalankan fungsi kepemimpinan dalam kongregasi RVM khususnya yang ada di Indonesia.

  Selama dalam proses penulisan skripsi ini, dari awal hingga selesai, penulis banyak menerima bantuan, dukungan, doa dan perhatian yang meneguhkan dan membangun dari berbagai pihak baik secara langsung maupun tidak langsung. Untuk itu penulis ingin menyampaikan ungkapan terima kasih yang tulus kepada :

  1. Dr. Antonius Hari Kustono, Pr., sebagai dosen pembimbing yang telah membimbing, mengarahkan, dan mengoreksi penyusunan skrispsi ini.

  2. Fransiskus Xaverius Heryatno Wono Wulung, SJ., M.Ed., sebagai panitia penguji.

  3. Yoseph Kristianto, SFK., selaku dosen wali sekaligus sebagai panitia penguji.

  4. Para dosen Program Studi Ilmu Pendidikan Kekhususan Pendidikan Agama Katolik, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta yang telah memberikan banyak pengetahuan, ketrampilan, perhatian dan cinta serta pelayanan kepada penulis selama menjalani masa studi sampai selesai.

  5. Para karyawan/ti di kampus IPPAK yang telah memberi perhatian dan dukungan dengan caranya masing-masing.

  6. Suster pimpinan kongregasi RVM khususnya distrik Indonesia yang telah memberi kepercayaan dan kesempatan kepada penulis untuk melanjutkan studi di Yogyakarta.

  7. Rekan-rekan komunitas Tri margo, Yogyakarta untuk segala cinta, perhatian dan persaudaraan yang baik selama menjalani tugas studi.

  8. Teman-teman seperjuangan angkatan 2002, untuk segala persahabatan dan kebersamaan yang penuh suka dan duka.

  9. Mama dan saudara-saudara terkasih yang turut mendukung dan mendoakan penulis.

  10. Akhirnya kepada siapa saja yang tidak sempat penulis sebutkan namanya di sini satu per satu yang telah membantu, mendukung dan berbagi pengalaman hidup dengan penulis selama menjalani studi. Dan tidak lupa penulis menghaturkan maaf kepada semua saja atas segala kekhilafan dan kelemahan penulis baik lewat tutur kata, sikap maupun tindakan.

  Penulis menyadari bahwa skripsi ini tidak sempurna oleh karena itu penulis terbuka menerima kritikan, masukan atau saran yang membangun dari para pembaca. Selanjutnya penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat dan memberikan sumbangan ide atau gagasan baru bagi peningkatan kualitas kepemimpinan pelayan para suster RVM di Indonesia.

  Yogyakarta, 23 Februari 2007 Penulis

  Maria Monika Seran

  

DAFTAR ISI

  HALAMAN JUDUL....................................................................................... i HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING.............................................. ii HALAMAN PENGESAHAN ........................................................................ iii HALAMAN PERSEMBAHAN ..................................................................... iv HALAMAN MOTTO .................................................................................... v HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN KARYA .................................. vi ABSTRAK ...................................................................................................... vii ABSTRACT .................................................................................................... viii KATA PENGANTAR..................................................................................... ix DAFTAR ISI ................................................................................................... xi DAFTAR SINGKATAN................................................................................. xiv BAB I. PENDAHULUAN ..............................................................................

  1 A. Latar Belakang Permasalahan............................................................. 1 B.

  Rumusan Permasalahan ...................................................................... 5 C. Tujuan Penulisan................................................................................. 5 D.

  Manfaat Penulisan............................................................................... 6 E. Metode Penulisan................................................................................ 7 F. Sistematika Penulisan ......................................................................... 7

  BAB II. SEKILAS TENTANG CONGREGATION RELIGIOUS OF THE VIRGIN MARY (RVM) .....................................................................

  8 A. Sejarah Berdirinya Kongregasi RVM ................................................ 8 B.

  Spiritualitas Kongregasi RVM ........................................................... 16 C. Kekuatan dan kelemahan Kepemimpinan .......................................... 19 1. Kualitas kepemimpinan Mother Ignacia ........................................

  20 2. Kekuatan dan Kelemahan Kepemimpinan RVM ...........................

  21 BAB III. TAFSIR INJIL YOHANES 13 : 1-20 .............................................

  24 A. Konteks Injil Yohanes 13:1-20 .......................................................... 26 B.

  Struktur Injil Yohanes 13:1-2 ............................................................. 29 C. Tafsir Injil Yohanes 13:1-20............................................................... 29

  D.

  62 4. Tantangan dalam Kongregasi RVM................................................ 67 D.

  87 c. Transformasi dalam Karya Kerasulan .............................................

  85 b. Transformasi dalam Komunitas ......................................................

  RVM Indonesia.................................................................................... 85 a. Transformasi Diri dari Sisi Gelap Kepemimpinan..........................

  Kemampuan Dasar Kepemimpinan Transformatif ......................... 79 3. Spiritualitas Kepemimpinan Transformatif..................................... 81 C. Kepemimpinan Transformatif dalam Praksis di Kongregasi

  76 1. Kepemimpinan Transformatif......................................................... 76 2.

  73 A. Model-model Kepemimpinan .............................................................. 74 B. Kepemimpinan Transformatif sebagai Model Kepemimpinan Kongregasi RVM.................................................................................

  BAB V USULAN MODEL KEPEMIMPINAN YANG DICITA-CITAKAN KONGREGASI RVM DI ZAMAN SEKARANG ...................................

  Yesus Kristus Teladan Utama Kepemimpinan di Zaman Sekarang... 68

  Tantangan Arus Besar zaman ini .................................................... 59 2. Tantangan dari Anggota sebagai Anak Zaman ............................... 60 3. Tantangan yang berkaitan dengan Pemimpin Religius Masa Kini ........................................................................................

  Pesan Injil Yohanes 13:1-20 bagi para Suster Pemimpin Kongregasi RVM ................................................................................

  Situasi dan Tantangan Kepemimpinan Religius................................. 59 1.

  b. Menurut Konstitusi RVM ......................................................... 50 B. Karakteristik kepemimpinan............................................................... 53 C.

  48 a. Menurut Semangat Mother Ignacia........................................... 48

  Menurut KHK No. 619.............................................................. 45 3. Kepemimpinan dalam Kongregasi RVM........................................

  42 a. Menurut KHK No. 618.............................................................. 43 b.

  41 2. Kepemimpinan Religius..................................................................

  40 A. Pengertian Kepemimpinan.................................................................. 41 1. Kepemimpinan Menurut para Ahli .................................................

  34 BAB IV. SITUASI UMUM KEPEMIMPINAN RELIGIUS INDONESIA DI ZAMAN SEKARANG .......................................................................

  88

  D.

  Katekese sebagai Salah Satu Upaya Mewujudkankan Pola Kepemimpinan yang Transformatif para Suster RVM .......................

  90 1. Hakikat-Tujuan dan Alasan Pemilihan Katekese sebagai Upaya

  Perwujudan Pola Kepemimpinan Transformatif para Suster RVM................................................................................................

  90 a. Hakikat Katekese dan Tujuan......................................................

  90

  b. Alasan Pemilihan Katekese......................................................... 94 2. Pemilihan Shared Christian Praxis sebagai Model Berkatekese.... 99 a.

  Alasan Pemilihan Shared Christian Praxis sebagai Model Berkatekese .................................................................................

  99

  b. Tiga Komponen Shared Christian Praxis................................... 103 c.

  Langkah-langkah dalam Shared Christian Praxis ...................... 106 3. Usulan Kegiatan Katekese .............................................................. 110 a.

  Latar belakang............................................................................. 110 b. Tema dan Sub Tema Katekese.................................................... 112 c. Bentuk Kegiatan Katekese .......................................................... 114 4. Contoh Persiapan Katekese............................................................. 115 a.

  Identitas Katekese ....................................................................... 115 b. Pemikiran Dasar .......................................................................... 116 c. Pengembangan Lima Langkah Shared Christian Praxis ............ 118

  BAB VI PENUTUP ........................................................................................ 129 A. Kesimpulan..................................................................................... 129 B. Saran............................................................................................... 133 DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 135 LAMPIRAN .................................................................................................... 137

  1. Lampiran 1: Matriks Kegiatan Katekese............................................. (1) 2.

  Lampiran 2: Jadwal Rekoleksi ........................................................... (4) 3. Mars RVM .......................................................................................... (5)

DAFTAR SINGKATAN A.

  Singkatan Kitab Suci Singkatan-singkatan Kitab Suci dalam Direktorat Jenderal Bimas Katolik Departemen Agama Republik Indonesia, edisi khusus Kitab Suci Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru dengan pengantar dan catatan singkat (Ende: Arnoldus 1995/1996, hal. 8).

  B.

  Singkatan Resmi Dokumen Gereja

  Catechesi Tradendae

  CT :

  Perfectae Caritatis

  PC :

  Vita Concecrata

  VC : KHK : Kitab Hukum Kanonik C. Singkatan Lain

  OP : Ordo Dominikan

  Religious of the Virgin Mary

  RVM :

  Societas Jesu

  SJ :

  Shared Christian Praxis

  SCP : PKKI : Pertemuan Kateketik antar Keuskupan se-Indonesia KWI : Konferensi Wali Gereja Indonesia

  Video Compact Disk

  VCD : LR : Latihan Rohani NO : Nomor Bdk : Bandingkan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Dalam beberapa dekade terakhir ini bangsa Indonesia mengalami berbagai

  macam krisis yang berkepanjangan, salah satunya adalah masalah krisis kepemimpinan. Kenyataan menunjukkan bahwa kinerja dari sebagian pemimpin, para pejabat politik bangsa ini tidak serius dalam menegakkan hukum dan keadilan, bahkan justru mereka ada yang terlibat dalam praktik korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN). Perbuatan para pemimpin publik ini telah menimbulkan “luka” bagi masyarakat Indonesia, penderitaan yang tak kunjung berakhir tanpa penyelesaian yang berarti dan akibatnya para pejabat pemerintahan semakin kehilangan kepercayaan dan simpati dari masyarakat Indonesia.

  Para pemimpin pemerintahan atau para elite politik di negeri ini memahami makna kepemimpinan pertama-tama dan terutama hanya sebagai sebuah jabatan elitis dan oleh karenanya dengan segala macam cara mereka berusaha mendapatkannya (Harefa, 2003: 29). Sebagai contoh kita bisa melihat kenyataan yang sungguh ironi, yakni pada masa pemerintahan Orde Baru, bagaimana para elite politik dan pejabat pemerintahan berusaha menduduki jabatan tertentu dan mempertahankannya dengan menggunakan kekerasan senjata, intimidasi, teror dan sebagainya (Harefa, 2003:103). Orang-orang yang dianggap vokal dan kritis dalam menanggapi ketidakadilan ini justru menjadi korban dan dibungkam selama- lamanya. Maka benarlah apa yang dikatakan oleh Yesus, “Kamu tahu, bahwa kuasanya dengan keras atas mereka. Tidaklah demikian di antara kamu. Barangsiapa yang ingin menjadi yang terbesar hendaklah ia menjadi pelayanmu” (Mat.20: 25-26). Melalui ajaran ini Yesus mau menunjukkan kepada para muridNya bahwa untuk menjadi seorang pemimpin yang berhasil bukan sebagai diktator yang haus akan kekuasaan melainkan berperan sebagai seorang pelayan yang rendah hati, mendahulukan kepentingan dan kesejahteraan orang banyak. Ia harus rela meninggalkan semua ambisi dan keinginannya sendiri demi melayani Tuhan dan sesama dengan sepenuh hati dan tanpa pamrih (Manz, 2004: 109-110).

  Kata pelayan dan pelayanan telah menjadi klise di zaman ini. Istilah tersebut hanya menjadi ungkapan yang kosong, tanpa taring, ompong melompong apabila pelaksanaannya tidak dijiwai oleh roh kerelaan untuk mengosongkan diri, merendahkan diri bahkan sampai mati demi orang yang dilayani. Makna pelayanan yang sesungguhnya seperti yang digambarkan di atas juga telah hilang di lingkungan Gereja, komunitas, bangsa dan di tempat kita bekerja (Martasudjita, 2003: 42). Pernyataan ini mengusik batin penulis untuk lebih jauh bertanya apakah makna pelayanan yang sejati ini juga telah hilang dalam lingkungan kehidupan religius yang pada hakikatnya menjadi “pelayan Allah”.

  Tidak bisa dipungkiri bahwa dalam hidup membiara pun ada persoalan- persoalan yang menyangkut posisi, jabatan, pangkat dan status pelayanan. Hal ini terungkap dalam tindakan senior atau pemimpin yang sewenang-wenang terhadap anggotanya sehingga menimbulkan ketidaknyamanan dalam hidup bersama, akibatnya orang lebih betah dan merasa nyaman berada di luar biara. Seringkali orang melayani dengan baik di luar biara karena merasa lebih diterima dan dihargai pemimpin menjadi sumber masalah karena cara ia memimpin yang tidak bermutu, tidak mampu berkomunikasi dengan anggotanya dan tidak mampu membuat komunitas menjadi tempat yang aman dan nyaman bagi seluruh anggotanya (Mulyono, 2005: 14).

  Kepemimpinan dalam kongregasi RVM sejauh pengamatan penulis dan sesuai hasil kapitel umum kongregasi RVM ke-17 di Manila, tahun 2001 ditegaskan bahwa ada keprihatinan dalam penghayatan kepemimpinan sebagai hamba Tuhan di zaman ini, masih ada suster yang memiliki sikap kelekatan terhadap kemapanan baik itu terhadap lingkungan, jabatan, maupun kelekatan terhadap materi (Hasil Kapitel Umum Kongregasi RVM, 200: 10). Kelekatan ini bisa menyebabkan orang menjadi susah untuk melayani dengan bebas bahkan sulit untuk berkarya di tempat lain.

  Sementara itu di lain pihak gaya hidup materialisme, sekularisme, hedonisme, instan dan sebagainya telah menjadi sesuatu yang memprihatinkan kehidupan masyarakat kita zaman ini. Penawaran gaya hidup materialisme, hedonis dan konsumerisme juga merasuk dalam kehidupan kaum religius. Dalam realitasnya masih ada religius yang belum berani mengatakan “cukup” untuk membatasi diri dari kecenderungan atau keinginannya memiliki barang atau materi yang bukan menjadi kebutuhan pokoknya (Hasil Kapitel Umum RVM, ke-17 2001: 10). Kecenderungan ini menyebabkan penghayatan akan kaul kemiskinan menjadi kabur.

  Melalui beberapa gambaran keprihatinan yang menyangkut kepemimpinan baik itu di kalangan lembaga pemerintahan maupun dalam lingkup kepemimpinan sejati yakni pemimpin yang melayani, maka perlu adanya suatu model atau gaya kepemimpinan yang sungguh-sungguh murah hati dan menjadikan orang-orang yang dilayaninya dapat bertumbuh dengan “sehat, bebas dan bijaksana” (Manz, 2004: 106), dan tokoh yang patut diteladani adalah Yesus dan segala keteladananNya. Ia berada di tengah-tengah manusia sebagai pemimpin yang melayani bukannya dilayani. Dalam amanat perpisahanNya dengan para murid sebelum sengsaraNya Yesus menunjukkan keagunganNya lewat pelayananNya membasuh kaki para murid. Peristiwa ini menunjukkan keseluruhan pelayanan Yesus di dunia ini adalah pelayanan bagi Bapa di surga, dan bukannya berupaya mencari posisi atau jabatan. Pelayanan misiNya adalah pelayanan bagi para pengikutNya dan kepada semua orang yang Ia cintai (Wilkes, 2005: 126).

  Teladan kepemimpinan pelayan Yesus harus menjadi “roh” yang menggerakkan setiap pemimpin membantu para anggotanya mencapai kedewasaan iman dan cinta pada Tuhan dan sesamaya serta mengalami transformasi hidup ke arah yang positip. Dalam kepemimpinannya pemimpin tidak mengukur segala sesuatu dengan kacamatanya sendiri tetapi ia menempatkan diri sebagai bagian integral dari dari seluruh proses yang menghidupkan dan mengembangkan anggotanya. Sebaliknya para anggota pun mau terbuka dan membantu pemimpinnya dalam menjalankan tugas kepemimpinannya dengan menciptakan suatu dialog yang sehat antar pemimpin dan anggota, dan di antara anggota sendiri saling terbuka sehingga semangat saling melayani tumbuh dan berkembang dalam komunitas.

  Berdasarkan keprihatinan kepemimpinan di zaman sekarang dan bagaimana kepemimpinan tarekat maka penulis memilih judul skripsi “Model Kepemimpinan

  Pelayanan Yesus dalam Injil Yohanes 13:1-20 sebagai Teladan Kepemimpinan para Suster Congregation Religious of the Virgin Mary di Zaman Sekarang”.

  B. Rumusan Permasalahan

  Dari latar belakang pemilihan tema di atas maka dapat dirumuskan pokok permasalahan sebagai berikut :

  1. Model Kepemimpinan Pelayanan Yesus yang bagaimanakah yang dapat menjadi teladan kepemimpinan bagi para Suster RVM Distrik Indonesia dewasa ini ? 2. Gambaran atau profil pemimpin religius seperti apa yang diharapkan oleh para suster RVM di zaman sekarang ?

  3. Bagaimanakah seharusnya kepemimpinan pelayanan itu dihayati oleh para suster RVM pada zaman ini ?

  C. Tujuan Penulisan

  Yang menjadi tujuan penulisan skripsi ini adalah : 1. Membantu pembaca agar semakin mengetahui dan memahami secara mendalam model kepemimpinan pelayanan Yesus Kristus yang terdapat dalam

  Yohanes 13:1-18 dan relevansinya bagi kepemimpinan Religius di zaman ini.

2. Membantu para suster RVM mewujudkan nilai-nilai kepemimpinan pelayanan Yesus dalam kepemimpinannya sehari-hari.

  3. Memotivasi para pembaca khususnya para suster RVM untuk mengusahakan pembaharuan hidup pribadi, komunitas dan kongregasi ke arah yang lebih baik sesuai dengan visi misi tarekat.

4. Penulisan skripsi dalam rangka untuk memenuhi salah satu syarat kelulusan

  Sarjana Strata 1 Program Studi Ilmu Pendidikan Kekhususan Pendidikan Agama Katolik, Fakultas Keguruan dan Pendidikan Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta.

D. Manfaat Penulisan

  Adapun manfaat dari penulisan skripsi ini adalah : 1. Memperkaya pemahaman penulis akan teladan kepemimpinan Pelayanan Yesus.

  2. Memberikan sumbangan pemikiran bagi para pembaca secara khusus bagi para pemimpin dalam tarekat RVM agar menjadikan kepemimpinan pelayanan Yesus sebagai teladan dalam menghayati tugas-tugas kepemimpinannya di zaman sekarang.

  3. Membangun kesadaran para pembaca khususnya para suster RVM untuk menghadirkan nilai-nilai kepemimpinan Yesus dalam hidup sebagai gerakan pembaharuan di tengah-tengah kehidupan yang dipenuhi arus budaya sekularisme.

  E. Metode Penulisan

  Dalam penyusunan skripsi ini, penulis menggunakan metode deskriptif-analitis atas sebuah studi pustaka dari berbagai buku referensi, karangan ilmiah yang berkaitan dengan tema yang diangkat penulis.

  F. Sistematika Penulisan

  Sistematika penulisan skripsi ini sebagai berikut BAB I merupakan bagian Pendahuluan yang meliputi latar belakang, perumusan masalah, tujuan penulisan, manfaat penulisan, metode penulisan dan sistematika penulisan.

  BAB II membahas tentang sejarah singkat, spiritualitas Kongregasi RVM, dan kekuatan serta kelemahan kepemimpinan dalam Kongregasi RVM. BAB III membahas tentang konteks Injil Yohanes 13:1-20, struktur Injil Yohanes 13:1-20 serta tafsir Injil Yohanes 13:1-20, dan pesan Injil Yohnes 13: 1-20 bagi para suster RVM. BAB IV tentang situasi umum kepemimpinan religius di zaman sekarang. Bab ini lebih jauh akan menggali tentang pengertian kepemimpinan religius, tantangan dan keprihatinan kepemimpinan religius zaman sekarang, karakteristik kepemimpinan religius dan Yesus Kristus sebagai teladan utama kepemimpinan .

  BAB V tentang usulan model kepemimpinan yang dicita-citakan kongregasi RVM di zaman sekarang yakni, kepemimpinan yang transformatif dan sumbangan katekese bagi terwujudnya pola kepemimpinan yang transformatif. BAB VI adalah bagian penutup yang terdiri dari kesimpulan dan saran.

BAB II SEKILAS TENTANG CONGREGATION RELIGIOUS OF THE VIRGIN MARY (RVM) A. Sejarah Berdirinya Kongregasi RVM Ignacia del Espiritu Santo dilahirkan di Binondo, Filipina pada tanggal 1 Februari 1663. Ia dibaptis pada tanggal 4 Maret 1663 oleh seorang misionaris Dominikan, yakni P. Alberto Collares, OP, di Gereja Holy Kings Parian. Ayahnya bernama Jusepe Iuco, seorang pengusaha kain yang kaya berasal dari Amoy, Cina. Ibunya bernama Maria Jeronima asli Filipina. Ignacia memiliki tiga orang adik

  yakni Rafael, Santiago dan Juana de la Conseption, namun ketiga orang saudaranya ini kemudian meninggal ketika masih berusia balita.

  Sebagai pengikut Kristus yang setia, Ignacia dididik dalam iman kristiani, dan orang yang berperan dalam membina pertumbuhan iman Ignacia adalah Maria Jeronima, ibunya. Ignacia belajar tentang dasar-dasar iman, doa dan keutamaan- keutamaan kristiani yang terdapat dalam buku katekismus yang diterjemahkan dalam bahasa China dan Tagalog. Selain belajar tentang pengetahuan iman kristiani, Ignacia juga selalu diajak orang tuanya untuk mengikuti kegiatan doa bersama, misalnya doa rosario, devosi kepada orang kudus, menjadi misdinar dalam perayaan ekaristi, selalu menerima komunio kudus dan menerima sakramen pengakuan dosa (Anicia Co, 1998:12 ).

  Sejak masih dalam kandungan hingga masa kecilnya, Ignacia dan keluarganya harus melalui kehidupan dengan penuh perjuangan. Ia dan orang tahun 1662 ketika Ia masih dalam kandungan Ibunya, para pembajak dari China yang dipimpin oleh Koxinga menyerang Manila. Peristiwa itu menimbulkan dampak buruk bagi orang-orang China yang berada di Manila. Di mana-mana muncul kerusuhan anti China dan akibatnya banyak orang China yang mati terbunuh. Gubernur Jenderal Spanyol mengeluarkan perintah untuk mengusir orang-orang China. Hal ini membuat keluarga Jusepe mengalami penderitaan, karena mereka termasuk yang dicari. Sebagai warga keturunan, keluarga mereka mengalami diskriminasi rasial, dikejar-kejar dan terus diancam. Namun Tuhan memberikan penolong, lewat para imam Jesuit mereka dilindungi dari kejaran tentara Spanyol, dan diberi kenyamanan sehingga tetap bertahan di Manila (Anicia Co, 1998: 8-9).

  Pada tahun 1682, ketika Ignacia berusia sembilan belas tahun, Pater Paul Klein, SJ tiba di Manila. Ia adalah seorang imam misionaris Yesuit, ahli bahasa dan ekonom. Kehadirannya membawa angin segar bagi warga China khususnya keluarga Jusepe. Pater Paul menjalin kerjasama dengan mereka untuk mengembangkan perekonomian di daerah itu. Melalui Pater Paul, Ignacia belajar tentang pengetahuan iman Kristiani terlebih ia mulai mengenal Serikat Yesus.

  Ketika berumur dua puluh satu tahun Ignacia dijodohkan dengan seorang pemuda pilihan orang tuanya namun Ignacia menolak perjodohan itu karena ia merasa dipanggil Tuhan untuk melayani kaum miskin yang menderita dan tertindas oleh pemerintahan Spanyol yang menjajah Filipina pada waktu itu, tahun 1684.

  Berhadapan dengan keinginan orang tuanya untuk menikah, Ignacia tetap teguh pada pendiriannya untuk memberi diri dalam pelayanan kepada sesamanya yang

  Bunda Maria, ia mendapat kekuatan dan peneguhan agar kehendak Tuhanlah yang terjadi dalam hidupnya Di tengah kemelut yang ada dalam dirinya, Ignacia memutuskan untuk menemui Pater Paul Klein, SJ pembimbing rohaninya untuk mengungkapkan segala keresahan hatinya antara memilih perjodohan orang tuanya ataukah menjawab panggilan Tuhan. Akhirnya Pater Paul Klein, SJ menganjurkan agar Ignacia mengadakan retret dengan menggunakan latihan rohani St. Ignatius dari Loyola, agar ia mampu mengambil keputusan yang tepat sesuai dengan kehendak Tuhan sendiri (Anicia Co, 1998: 26)

  Melalui retret selama delapan hari, Ignacia kemudian mendapatkan suatu pencerahan, yaitu keputusan untuk mengabdikan diri sepenuhnya kepada “Sang Raja Kemuliaan Kekal”. Hidupnya hanya untuk kemuliaan Allah yang lebih besar (Ad Maiorem Dei Gloriam). Dengan demikian Ignacia menolak keinginan orang tuanya dan semua harta warisan yang diberikan oleh ayahnya. Ignacia kemudian pergi meninggalkan rumahnya hanya berbekal gunting, jarum dan benang sebagai simbol dari solidaritasnya dengan kaum miskin dan menderita. Dalam kemiskinannya ia mau melayani mereka dengan usahanya sendiri meskipun ia tahu bahwa orang tuanya dapat memenuhi segala kebutuhannya dan memberikan bantuan tetapi hal itu tidak dikehendakinya (Anicia Co, 1998: 14). Di sini nampak bahwa ia adalah pribadi yang tidak tergantung pada materi tetapi justru ia mengandalkan kasih dan kemurahan Tuhan yang akan membuka jalan baginya untuk bisa memenuhi kebutuhan hidupnya.

  Ignacia memulai lembaran hidupnya yang baru. Ia tinggal sendirian dalam tersebut merupakan rumah kosong milik para suster “Mother of Congregation” dari Jepang yang diasingkan ke Manila pada tahun 1614 (Anicia Co, 1998: 14).

  Pada awal ia tinggal di rumah tersebut ia mengalami tantangan, ada orang yang menaruh curiga dan prasangka atas cara hidup yang ia pilih ini. Tetapi Ignacia hanya bisa berpasrah pada Tuhan dan semakin tekun berdoa dalam menghadapi kesulitan hidupnya itu. Satelah beberapa saat hidup dalam kesendirian dan keheningan dan berkat iman dan kesalehannya, misinya mulai membuahkan hasil. Beberapa perempuan mulai tertarik akan cara hidup Ignacia. Orang pertama yang bergabung dengannya adalah Christina Gonzalez, kemenakannya. Selanjutnya jumlah anggota komunitas Ignacia ini semakin bertambah menjadi empat orang, sembilan dan kemudian menjadi tiga puluh tiga orang sampai pada akhirnya pada tahun 1685 komunitas ini dibentuk dan diberi nama “The Beatas de la Compañía

  de Jesùs

  ” dengan Ignacia sebagai pemimpinnya. Namun demikian komunitas ini belum dinyatakan sebagai sebuah institusi komunitas religius yang resmi karena belum disahkan oleh takhta Suci di Roma.

  Kegiatan Ignacia dan para Beatas pada awalnya hanya terbatas di dalam komunitas saja yakni mengikuti perayaan misa, menerima sakramen pengakuan dosa, melakukan latihan rohani (LR. St. Ignatius), doa dan devosi (komunitas kontemplatif). Setelah cara hidup ini berlangsung beberapa waktu. Akhirnya Ignacia dan para beatasnya mulai berpikir untuk terbuka dengan dunia luar dan terlibat dalam kegiatan apostolis. Di luar tembok biara begitu banyak orang yang membutuhkan uluran tangan dan cinta dari mereka, maka langkah pertama yang dilakukan adalah mengajak beberapa orang perempuan untuk dilatih menjahit untuk mengerjakan pekerjaan harian di rumah, pengetahuan tentang membangun hidup berkeluarga, mengajar pengetahuan iman kristiani dan memberikan latihan- latihan rohani (LR. St.Ignatius Loyola) bagi kaum perempuan yang membutuhkan pendampingan rohani (Anicia Co, 1998: 16,18). Usaha Ignacia dan para beatanya ini didukung dan dibimbing oleh para imam Yesuit yang merupakan pembimbing rohani mereka pada waktu itu.

  Tahun 1697, Uskup Diego Camacho datang ke Manila dalam rangka mengadakan visitasi kanonikal bagi komunitas-komunitas religius yang ada di Manila. Dalam visitasi itu Uskup Diego menemukan bahwa Ignacia dan

  Beaterio

  nya belum resmi menjadi sebuah institusi yang sah, dan ia memberi peringatan bahwa akan menggabungkan Beaterio dengan komunitas St. Potenciana dari ordo Dominikan. Hal ini menimbulkan kebingungan bagi Ignacia dan komunitasnya. Di satu sisi mereka bukan di bawah kuasa Jesuit tapi di di sisi lain mereka selalu dilayani oleh Yesuit dalam hal bimbingan rohani dan sakramen pengakuan. Di sini mereka diajak untuk berpikir mengenai masa depan komunitas, yakni sebuah Beaterio yang independen dan punya kekhasan sebagai komunitas religius perempuan yang sah (Anicia Co, 1998: 18-19).

  Perjuangan Ignacia dan para Beatanya untuk menjadikan komunitasnya sah sebagai sebuah institusi bukanlah hal yang mudah. Banyak tantangan dan kesulitan menghambat mereka, di antaranya pecahnya konflik antara pemerintah dan Gereja dalam waktu yang lama (1717-1721). Konflik belum selesai Ignacia dan para beatas harus kehilangan pembimbing rohani mereka, Pater Paul Klein, SJ yang meninggal dunia, padahal saat-saat seperti itu mereka sangat membutuhkan

  Pada tahun 1723 Ignacia mulai menulis peraturan-peraturan yang mengatur cara hidup dan kebiasaan Beaterionya. Dalam upaya penulisan ini Ignacia dibantu oleh Pater Pedro Murillo Velarde, SJ sejarawan dan ahli hukum kanonik. Akhirnya pada tahun 1726 konstitusi ini selesai dibuat dan disahkan oleh Uskup setempat dan selanjutnya Beaterio ini sah menjadi sebuah institusi komunitas religius lokal.

  Setelah sekian tahun memimpin komunitas Beaterio (1684-1737), pada tahun 1737, Ignacia meletakkan jabatannya sebagai superior kepada salah satu anggotanya. Ia memilih untuk hidup sebagai anggota biasa sampai meninggal pada tanggal 10 September 1748 setelah menerima komuni kudus dalam perayaan ekaristi.

  Beaterio

  ini mengalami beberapa kali pergantian nama mulai dari “Beaterio

  de la Compañía de Jesùs

  ” pada tahun 1685, kemudian pada tahun 1902 sampai dengan 1932 menjadi “Compañía de Beatas de la Virgen Maria” dan selanjutnya menjadi “Congregacion de Religiosas de la Virgen Maria” yang dalam bahasa Inggris disebut “Congregation of the Religious of the Virgin Mary” (Anicia Co, 1998: 120). Nama terakhir inilah yang digunakan hingga saat ini sebagai nama kongregasi RVM. Pada tanggal 17 Maret tahun 1907 Paus Pius X, menetapkan secara defenitif bahwa kongregasi RVM adalah kongregasi di bawah wewenang Serikat Kepausan sekaligus mengesahkan konstitusinya (Ferraris, 2004: 41).

  1. Pribadi Ignacia Del Espiritu Santo Berkat pendidikan iman yang baik dari kedua orang tuanya Ignacia tumbuh menjadi seorang pribadi yang rendah hati dan sederhana dalam hidupnya. Ignacia terkaya di kotanya (Binondo), yang tentunya hidup berkecukupan dan berkelimpahan materi. Ignacia tidak silau oleh harta yang dimilikinya, justru sebaliknya dengan sikap imannya yang dewasa dan didukung oleh keberaniannya ia menunjukkan rasa solider dan empatinya yang besar kepada orang miskin dengan meninggalkan keinginan dan semua harta warisan orang tuanya. Ia rela menjadi seorang hamba hina Tuhan yang berjuang untuk mengangkat derajat kaum wanita pribumi Filipina pada waktu itu.

  Pribadi Ignacia yang bersahaja ini sungguh berakar dari kehidupan relasinya yang mendalam dengan Tuhan melalui doa-doanya yang tak kunjung putus. Di tengah kehidupannya yang sulit dan berkekurangan serta penuh tekanan dari pemerintahan kolonial Spanyol, ia dan para susternya tetap setia melakukan mati raga dan terus menerus berdoa dengan tiarap dan merentangkan tangan di atas tanah untuk memohon rahmat Allah bagi penyilihan dosa-dosa umat manusia (Anicia Co, 1998: 17)

  Kisah hidup dari Ignacia dan para beaterionya dalam kongregasi adalah sebuah kisah yang tidak lepas dari keseluruhan pengalaman hidup mereka baik itu pertumbuhan, konflik maupun pengalaman yang bersifat ambigu. Pribadi Ignacia dapat menjadi sumber inspirasi dan semangat bagi para perempuan maupun laki- laki, tua maupun muda dalam hal iman maupun kesaksian hidup. Semangat hidupnya masih sangat relevan di zaman sekarang. Dalam bukunya yang berjudul A

  Lamp To Our Path,

  (Anicia Co, 1998: 89-94), menuliskan beberapa sikap dasar yang menunjukkan kepribadiannya itu, yaitu sebagai berikut: a.

  Terbuka terhadap Roh Kudus (Opennes to the Holy Spirit) Salah satu aspek dasar dari pribadinya adalah keterbukaannya terhadap Roh

  Kudus. Ia perlahan-lahan tumbuh dalam keberanian dan kepekaan hati sehingga ia dapat melihat dan menemukan kelemahannya. Pemberian dirinya untuk dipimpin oleh Roh Kudus membuat ia mampu menemukan makna terdalam dari setiap pengalaman suka dan duka, pergulatan dan perjuanggan hidupnya, perjumpaannya dengan orang lain dan alam ciptaan yang lain. Selain itu hidup dalam Roh Kudus membuat ia semakin bertumbuh dalam iman akan Kristus dan mampu menemukan kehendak Tuhan dalam hidupnya .

  b.

  Merenungkan dalam Hati seperti Maria (Pondering Heart of Mary) Ignacia sering mengalami keresahan dalam hatinya salah satunya karena ia melihat masa depan kehidupan sosial yang tidak adil dan semena-mena. Ia mengalami kesulitan untuk keluar dari kemelut ini, untuk itu ia berusaha meminta saran dari seseorang yang dapat membantunya menemukan jalan keluar dari persoalan yang sedang dihadapinya. Ia menemukan sosok yang tepat yaitu Bunda Maria. Ignacia terinspirasi dari teladan Maria yang menyimpan segala sesuatu dalam hatinya dan merenungkannya (Luk. 2:19, 51), dengan meneladan sikap Maria ini, Ignacia menemukan jawaban atas segala keresahan hatinya. Ia menjadi lebih sadar akan perasaannya dan suasana hatinya. Ignacia memupuk sikap

  dicernmen sebagai usahanya memelihara semangat Maria tersebut.

  c.

  Relasi yang Intim dengan Yesus Kristus (Intimacy With Christ) Sikap belas kasih Ignacia berakar dari cinta Kristus sendiri. Relasinya yang akrab dengan Kristus menjadi dasar hidupnya. Ia tidak menunggu untuk menerima, ia memberi seluruh dirinya untuk orang lain. Ia tidak menunggu untuk dicintai tetapi ia keluar untuk berbagi cinta dan perhatian kepada orang lain. Lebih dari itu berkat keintimannya dengan Kristus membuat ia semakin menyatu denganNya, dan lebih bersikap reflektif dalam tingkah laku dan gerak-geriknya. Kemurnian hatinya diungkapkan dalam tutur kata yang santun dan dalam pelayanan kasihnya.

B. Spiritualitas Kongregasi RVM

  Kongregasi Religious Of the Virgin Mary (RVM) berakar dari kharisma pendiri “pelayanan yang total demi kerajaan Allah” dan spiritualitas “Hamba hina” yang diwariskan kepada para pengikutnya turun temurun. Panggilan hidup Ignacia berciri khas Maria dan berkarakter St. Ignatius Loyola. Ignacia menjawab panggilan Tuhan berkat inspirasi dari pribadi Maria yang terbuka dan rendah hati pada sapaan Allah untuk menjadi Bunda PutraNya, ia juga didorong oleh semangat pelayanan St. Ignatius yang melakukan segala hal demi kemuliaan Allah. Dua aspek ini dinyatakan dalam satu kesatuan yang tak terpisahkan yakni kontemplasi dalam aksi. Dalam semangat dicernmen setiap RVM mencari dan menemukan kehendak Allah dan menanggapiNya dengan penuh iman melalui suatu keterlibatan yang mendalam yang berdaya kreasi dalam misi Kristus di dunia ini (Hasil Kapitel

  Umum Biasa , 2001, hal.2).

  Benih panggilan yang tumbuh dalam diri Ignacia menjadi nyata setelah ia mengikuti latihan rohani St. Ignatius. Dalam retret itu Ignacia dibimbing oleh P.

  Paul Klein, SJ. Ignacia diarahkan untuk menemukan kehendak Tuhan dan berani menjawab panggilanNya untuk mengabdi kekuasaan tertinggiNya (Anicia Co,

  1998: 26). Roh pembeda yaitu latihan rohani St. Ignatius inilah yang kemudian menjadi bagian dari hidup kongregasi RVM hingga saat ini.

  Sifat apostolik dari kongregasi yang “melakukan segala sesuatu demi kemuliaan Tuhan” adalah bukti bahwa pengaruh semangat santo Ignatius dalam perjalanan hidup panggilan Ignacia sangat besar. Dalam karya apostoliknya Ignacia terus bekerja sama dengan para imam Yesuit dalam membangun dan memajukan orang-orang pribumi khususnya kaum perempuan Filipina. Dalam pelayanan Ignacia dan para susternya selalu mencari dan menemukan kehendak Tuhan.

  Mereka melayani dengan tulus dan memberikan pendidikan iman serta ketrampilan bagi orang-orang pribumi yang pada saat itu mengalami penderitaan akibat penjajahan dari bangsa asing.

  Bunda Maria adalah sosok pribadi yang begitu dekat dan lekat dengan kehidupan Ignacia dan teristimewa jawaban Ignacia terhadap panggilan Tuhan terinspirasi dari sikap keterbukaan Maria yang radikal. Keberanian Ignacia yang secara tegas menjawab panggilan Tuhan merupakan suatu pancaran keberanian dari Bunda Maria yang menjawab “ya” atas panggilan Allah untuk menjadi Ibu Tuhan (Constitution of the RVM Revised, 2002, no.1)

  Melalui latihan rohani St. Ignatius Loyola, Ignacia mengkontemplasikan panggilan Tuhan dalam keheningan, dan mempersatukan diri dengan Tuhan dan kehendak penciptaNya. Dengan mengambil Maria sebagai ibu, model dan sahabat maka Ignacia mengenakan spiritualitas Maria sebagai hamba Tuhan yang bersedia dan taat menerima panggilan Tuhan untuk mengambil bagian dalam karya penyelamatan Allah di dunia ini. Spiritualitas sebagai hamba Tuhan ini lalu diwariskan Ignacia kepada pengikutnya sebagaimana tercantum dalam Constitution of the RVM Revised 2002, No. 4, yakni :

  Dijiwai oleh fiat Maria “aku ini hamba Tuhan”, setiap suster RVM mampu mewujudnyatakan sikap-sikap dasar dari BundaNya menurut perkembangan zaman. Seperti Bunda Maria setiap suster harus memiliki iman yang mendalam, kerendahan hati, dan taat pada Kristus sang Mempelai Ilahi Usaha dalam mengejawantahkan spritualitas Maria ini menjadi sebuah komitmen yang harus menjadi milik setiap suster RVM dalam kehidupannya setiap hari, karena itu para suster perlu menyadari beberapa hal sebagaimana yang tercantum dalam konstitusi kongregasi RVM (2002: 2-3) yaitu: Pertama, menyadari keberadaannya sebagai pribadi yang diciptakan Allah secara unik dan yang dipilih oleh Allah untuk menjadi instrumen cinta kasihNya. Kesadaran ini menghantar para suster untuk membuka diri secara utuh terhadap cinta Ilahi dan kemudian dengan bebas dan rela berbagi cinta kepada sesama.

  Kedua, mempunyai sumbangan kepada dunia sebagai seorang wanita melalui kontemplasi, doa, kelembutan, kemurnian, kepekaan, kesabaran, belas kasih dan penghormatan atas hidup. Cinta penuh pengorbanan, kesetiaan dan melayani dengan semangat yang besar demi kerajaan Allah menjadi dasar hidup panggilan para suster.

  Ketiga, terlibat dalam tradisinya sendiri dan menghargai warisan budayanya. Dia harus memiliki sikap hormat dan cinta akan negaranya dalam kepedulian sosial dan budaya serta memberikan dirinya bagi perkembangan negaranya, dengan kata lain RVM terlibat dalam memberikan suatu pandangan atau aksi nyata demi perkembangan Gereja dan masyarakat. Dalam hal ini setiap RVM harus meneladan pribadi Maria yang sangat menghormati tradisi Yahudi serta mempersembahkan dirinya bagi orang-orang pada zamannya (bdk. Luk.1: 56). Kelembutan dan kepekaan hati Maria serta kesetiaannya di kaki salib Yesus Puteranya menjadi dasar bagi setiap suster RVM dalam membangun hidup pribadi, komunitas dan karya kerasulan.

  Keempat, mampu melakukan disermen dalam mencari dan menemukan kehendak Allah serta berani melaksanakannnya. Selanjutnya secara pribadi maupun bersama membangun persahabatan yang otentik dengan Bunda Maria sebagai pribadi yang hidup.