Suksesi kepemimpinan dalam pandangan Partai Keadilan Sejahtera (PKS)

(1)

Skripsi

Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh

Gelar Sarjana Syariah (S.Sy)

Oleh

Ragil Sapto Wibowo

NIM: 106045201538

KONSENTRASI SIYASAH SYAR’IYYAH

PROGRAM STUDI JINAYAH SIYASAH

FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM

UIN SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

2011 M / 1432 H


(2)

SkiPsi

Diajulfl Kepada

Fotultas Syniah dm Hutum

UntntMenenuni P€ayaratar

Menpeoleh

G.ld saj@ syaial (s.sy)

Raeil Sabro Wibowo

NIM: 106045201538

197501022001121001

r91412L2003121002

KONSENTRASI SIYASAH SYAR'IYYAII

PROGRAM STUDT

JINAYAII SryASAII

FAKULTAS SYARIAII DAN HUKUM

UIN SYARIF

HIDAYATULLAH

JAKARTA

2 0 l l M / 1 4 3 2 I r


(3)

2l luli 2011.

Skripsi

ini telah dnerima

sebasai

salah

satu syorcl

nenperoleh

gele

Sariana Sy.riah (S.Sy) pado Pbsram Studi Jinayah Siysah Konsennosi

Kelat.ne8a@n hlam (Si yas

ah Syal i yyah).

Dekan

Fakuhos

S'€riah

dan Hukum

: Dr. Asnawi M.Ae

N t P t9 7 2 t 0 t 0 1 9 9 7 0 1 t 0 0 8

: AfNan Faizin

M.A!

N t P t9 7 2 t 0 2 6 2 0 0 3 t 2 t 0 0 1

Khamami

Zoda.

MA

N I t 1 9 7 5 0 t 0 2 2 0 0 3 1 2 1 0 0 1

Frhmi

M Ahmadi

M.Si

NIP 19?412132003

r2r 002

i Prot Dr. Hi. Amany

B Lubis.

MA

NIP 1963t2221994032002

: Dr. AsmaNiM A!

N I P 1 9 7 2 1 0 r 0 1 9 9 7 0 3 r 0 0 3


(4)

1.

Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi

salah satu persyaratan memperoleh gelar strata satu di UIN Syarif

Hidayatullah Jakarta.

2.

Semua sumber yang saya gunakan dalam penelitian ini telah saya cantumkan

sesuai dengan ketentuan yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

3.

Jika di kemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli saya

atau merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia

menerima sanksi yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

Jakarta, 15 Juni 2011


(5)

i

telah memberikan banyak nikmat dan senantiasa memberikan hidayahnya kepada

setiap makhluk ciptaan-Nya. Sehingga dengan izinnya akhirnya penulis dapat

menyelesaikan skripsi ini.

Shalawat serta salam selalu tercurahkan kepada baginda besar Nabi

Muhammad SAW, yang telah membawa umatnya

minadzulumati illa nur dan

kesejahteraan semoga selalu tercurahkan kepada keluarga besar beliau,

sahabat-sahabat-Nya, tabi’in-tabi’uttabiin, dan kita sebagai umat-Nya semoga mendapatkan

syafaatnya kelak.

Dalam penulisan skripsi ini, penulis menyadari masih jauh dari sempurna baik

dalam proses maupun isinya. Namun berkat bantuan serta dukungan dari berbagai

pihak,

Alhamdulillah

skripsi ini dapat terselesaikan sesuai dengan target yang

diharapkan.

Dengan penuh kerendahan hati dan kesadaran diri, penulis sadar bahwa

skripsi ini tidak akan selesai tanpa bantuan dari berbagai pihak, baik secara moril

maupun materil, sudah sepatutnya penulis mengucapkan terima kasih kepada semua

pihak yang telah memberikan bantuan dan dukungan demi terselesaikannya penulisan

skripsi ini. Maka penulis berterima kasih kepada :


(6)

ii

Program Studi Jinayah Siyasah Ibu Sri Hidayati, M. Ag serta Bapak Afwan

Faizin, MA, atas bantuan Akademisnya selama ini.

3. Kepada Bapak Khamami Zada, MA dan Bapak Fahmi M. Ahmadi, S.Ag, M.Si selaku dosen pembimbing skripsi

yang telah bersedia meluangkan waktunya

untuk membimbing dan memberikan pengarahan serta dorongan kepada

penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik.

4.

Kepada Ayahanda dan Ibunda penulis, Bpk. H. Slamet Riyadi dan Hj. Rahayu

yang telah membesarkan dan membimbing penulis dari kecil hingga saat ini

dengan penuh kesabaran dan pengertian. Serta tiada henti memberikan do’a

dan dukungan kepada penulis baik secara moril maupun materil. Ucapan

terimakasih juga penulis sampaikan kepada Uyut penulis, Hj. Poni, tanpa do’a

dan nasehatnya penulis tidak akan bisa seperti ini. Semoga Allah selalu

melindungi dan memberkahi kalian dengan nikmat rohani dan kesehatan

jasmani, amin.

5.

Kepada

kakak-kakakku

Ahmad

Fabianto,SE,

Warsudi,SE,

Atun

Suryadiningsih,SE dan Suci,SE serta adikku Ari, terimakasih atas motivasi

dan do’a kalian semua, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini

dengan penuh semangat. Untuk keponakan-keponakanku Tanti, fadhil dan


(7)

iii

6.

Kepada Ayah Asep Saepullah dan Mamah Sarnati yang selalu memberi

tempat kepada penulis dalam penyelesaian skripsi ini, tak lupa memberi do’a

serta motivasi kepada penulis. Serta untuk adik-adikku Anisa dan Aji yang

selalu memberi keceriaan dan menghibur penulis.

7.

Kepada kekasihku Ade Asti Saemustika, SS yang selama ini selalu setia

menunggu dan mendukung serta memberi motivasi dalam pembuatan skripsi

ini.

8.

Dosen dan staf pengajar Fakultas Syariah dan Hukum yang telah banyak

memberikan banyak ilmu pengetahuan dan kesabaran dalam mendidik penulis

selama penulis melakukan studi.

9.

Bagian administrasi dan tata usaha yang telah banyak membantu memberikan

kelancaran

kepada

penulis

dalam

proses

penyelesaian

prosedur

kemahasiswaan, serta pimpinan dan segenap karyawan perpustakaan umum

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, dan khususnya perpustakaan FSH, terima

kasih atas penyediaan buku-buku penunjang sehingga penulis dapat

menyelesaikan skripsi ini.


(8)

iv

11.

Majelis Ta’lim Musholah Al-Hidayah yang tiada henti mendo’akan dan

memberi dukungan kepada penulis.

12.

Kepada sahabatku Mufti Aulia, SHI yang selalu membantu dan mendukung

dalam pembuatan skripsi ini.

13.

Sahabat-sahabat seperjuangan, khususnya Siyasah Syar’iyyah angkatan 2006,

Mufti, Yudha, Imran (boim), Pardi, Esa, Ila, Rifqo, Alif, Irsyad, Jawir,

Bangkit, Lutfi, Ridwan, Ade, Eca, Apri, Aci, Atiqoh, Naziah, dan Lina.

Semoga setiap mimpi dan cita-cita akan menjadi nyata. Allah memiliki

rahasia dari takdir kita, berusahalah terbaik dan tawakallah padanya.

Demikianlah beberapa pihak yang mendukung skripsi ini, terima kasih penulis

ucapkan, semoga skripsi ini dapat bermanfaat besar bagi keperluan pengembangan

ilmu syariah dan hukum khususnya ketatanegaraan Islam.

Jakarta, 15 Juni 2011


(9)

v

DAFTAR ISI………. v

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah... 1

B. Pembatasan dan perumusan Masalah... 6

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian... 6

D. Review Studi Terdahulu... 7

E. Metode Penelitian... 9

F. Sistematika Penulisan... 11

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG SUKSESI DAN KEPEMIMPINAN A. Pengertian Suksesi kepemimpinan... 13

B. Kepemimpinan dalam Perspektif Al-Qur’an dan Hadits... 16

C. Suksesi Kepemimpinan dalam Sejarah Islam... 20

D.Pola-pola Suksesi Kepemimpinan... 27

1)Suksesi Dinastik... 27

2) Pemilu... 28

3) Kudeta... 30


(10)

BAB III PROFIL PARTAI KEADILAN SEJAHTERA

A.Sejarah Berdirinya Partai Keadilan Sejahtera... 32

B.Pengaruh Ikhwanul Muslimin Terhadap Partai Keadilan Sejahtera (PKS)………..…… 38

1) Konsep Pembinaan dan Pengkaderan………..…….. 40

2) Ideologi Ikhwanul Muslimin…………...….. 43

C.Konstituen Partai Keadilan Sejahtera (PKS) di Indonesia.… 49 BAB IV SUKSESI KEPEMIMPINAN DEMOKRATIS A. Kepemimpinan Dalam Pandangan PKS... 54

B. Suksesi Kepemimpinan Dalam Pandangan PKS... 61

C. Suksesi kepemimpinan Nasional... 66

a)People Power... 66

b)Pemilu... 67

BAB V PENUTUP A. Kesimpulan... 71

B. Saran... 72

DAFTAR PUSTAKA... 74 LAMPIRAN-LAMPIRAN


(11)

1 A. Latar Belakang Masalah

Reformasi yang terjadi pada tahun 1998 digaungkan sebagai suatu era yang menghapus rezim orde baru Soeharto. Pada saat itu reformasi bagaikan suatu harapan seluruh rakyat Indonesia untuk mendapat kesejahteraan yang diimpikan. Akan tetapi saat ini kenyataan kurang berpihak dengan harapan rakyat Indonesia, kenyataan malah mengatakan hal yang sebaliknya. Reformasi yang tergantikan bukanlah rezim orde baru melainkan hanya Soeharto, sistem yang dijalankan tidak jauh berbeda dengan orde baru.

Birokrasi yang buruk ini dapat dicontohkan dengan masih banyaknya pihak-pihak pemerintah yang mudah disuap, kemudian mempersulit birokrasi jika tidak ada uang “pelicin”-nya. Pilkada langsung yang diharapkan pemimpin yang akan memimpin suatu daerah tersebut dapat benar-benar mewakili aspirasi rakyat malah menjadi “lintah darat” bagi rakyat sendiri.1

Pada tahun 1997, krisis finansial Asia tidak membawa hal bagus bagi pemerintahan Presiden Soeharto ketika ia dipaksa untuk meminta pinjaman,

1

. Artikel diakses pada tanggal 23 Februari 2011 pukul 18.30 wib dari http://politik.kompasiana.com/2011/02/24/reformasi-orde-baru/.


(12)

yang juga berarti pemeriksaan menyeluruh dan mendetail dari IMF. Setelah beberapa demonstrasi, kerusuhan, tekanan politik dan militer terjadi, serta berpuncak pada pendudukan gedung DPR/MPR RI, Presiden Soeharto mengundurkan diri setelah lima tahun berturut-turut menjadi Presiden RI, yakni tahun 1978, 1983, 1988, 1993, dan 1998. Beliau mengundurkan diri dengan membacakan pidato untuk terakhir kali, pada 21 Mei 1998 di Credentials Room, Istana Merdeka, Jalan Medan Merdeka Utara, Jakarta. Keputusan ini diambilnya untuk menghindari perpecahan dan meletusnya ketidakstabilan di Indonesia. Kemudian pemerintahan dilanjutkan oleh Wakil Presiden Republik Indonesia, Prof. Dr. Ing. B.J. Habibie, dan setelah melaksanakan sumpah jabatan, akhirnya BJ Habibie resmi memangku jabatan presiden ke-3 RI.2

Adanya pergantian kepemimpinan dalam suatu negara, maka kita mengenal istilah Suksesi, yang biasa diartikan sebagai suatu proses perubahan yang berlangsung satu arah secara teratur yang terjadi didalam suatu negara dalam jangka waktu tertentu hingga terbentuk negara baru yang berbeda dengan negara semula. Secara gamblang, suksesi adalah penggantian kepemimpinan dari suatu negara.

Persepsi sebuah suksesi selalu ditanggapi dengan sebuah kontroversi, hal ini sangatlah wajar sebagai sebuah dinamika kehidupan yang selalu ada dua sisi bertolak belakang. Ada yang menanggapi dengan dukungan dan sudah pasti ada banyak yang menolak terjadinya suksesi ini, rasionya bisa berat sebelah, tidak

2

Artikel diakses pada tanggal 23 Februari 2011 pukul 18.30 wib dari http://id.wikipedia.org/wiki/Soeharto


(13)

seimbang. Sebuah suksesi biasanya benar-benar mendapat dukungan positif, dikarenakan sang pemimpin sudah menemui ajal dan kondisi negara saat beliau tinggalkan dalam keadaan yang sangat baik.3

Seorang pemimpin adalah seorang yang mempunyai wewenang untuk memerintah orang lain, yang di dalam pekerjaannya untuk mencapai tujuan organisasi memerlukan bantuan orang lain. Sebagai seorang pemimpin ia mempunyai peranan yang aktif dan senantiasa ikut campur tangan dalam segala masalah yang berkenaan dengan kebutuhan anggota kelompoknya. Pemimpin ikut merasakan kebutuhan-kebutuhan itu dan dapat membantu menstimulir para anggotanya dalam kegiatan-kegiatan yang dilakukan.4

Usaha-usaha pemimpin untuk mempengaruhi sifat orang lain, banyak berhubungan dengan persepsi maupun pengertian tentang pembawaan dan proses kepemimpinan. Dengan kata lain, ia akan mengembangkan cara kepemimpinan sesuai dengan konsep peranan kepemimpinan. Oleh karena itu, yang dicapai oleh pemimpin adalah dirinya sendiri, asumsi dan kepercayaan mengenai kelakuan manusia, gaya kepemimpinan, dan berhubungannya dengan penampilan bawahan, memang fakta menunjukkan bahwa setiap perubahan yang diusahakan seseorang untuk mempengaruhi orang lain harus mengikuti perubahan kepemimpinan dalam diri sendiri. Akibatnya, jika pemimpin itu ingin menyempurnakan kemampuannya untuk mengubah sifat orang lain, ia harus mengubah sifatnya lebih dulu. Dan

3

. Artikel diakses pada tanggal 23 Februari 2011 pukul 18.30 wib dari http://hasmisusanto.web.id/?p=308.

4


(14)

untuk mengawali tindakannya, ia tidak hanya berlaku sebagai seorang pemimpin; tetapi juga bagaimana kelakuannya berhasil mempengaruhi penampilan orang lain.5

Selain itu perlu diperhatikan pula mengenai gaya kepemimpinan dalam memimpin sebuah komunitas. Adapun yang dimaksud dengan gaya kepemimpinan (style) ialah cara pemimpin membawa diri sebagai pemimpin, cara ia “berlagak” dan tampil dalam menggunakan kekuasaannya. Gaya kepemimpinan bisa otoriter atau otokratik, artinya sangat memaksakan, sangat mendesakkan kekuasaanya kepada bawahan. Bawahan dikendali dan diperintah seperti tidak mempunyai martabat manusia.

Seorang pemimpin juga bisa bergaya demokratik. Ia sadar bahwa ia mengatur manusia-manusia. Manusia-manusia pada dasarnya memiliki harkat dan martabat yang sama. Karena itu sang pemimpin tetap berusaha menghormati dan memperhitungkan pendapat serta saran dari orang lain. Gaya lain ialah gaya paternalistik. Pemimpin paternalistik menganggap bawahannya sebagai “anak yang belum dewasa”, anak yang tidak mampu menjadi dewasa. Karena itu ia selalu bersikap sebagai seorang bapak (pater artinya bapak), yang selalu membuat segala sesuatu untuk anak. Ia yang mengatur, ia yang memprakarsa, ia yang merencanakan, dan ia pula yang melaksanakan menurut pahamnya sendiri.6

5

. Heckman, Huneryager. Kepemimpinan.(semarang: Dahara Prize, 1992). h. 12-13

6


(15)

Dalam konteks pergantian kepengurusan, PKS relatif sebagai partai yang tidak mengalami kontraksi kepemimpinan yang berarti. Proses pergantian kepengurusan juga hampir diketahui oleh kader, sehingga bisa dimaknai bahwa keterlibatan kader dalam pengambilan keputusan terkait dengan kepengurusan relatif tinggi. Hanya masalahnya, pertama, apakah keterlibatan tersebut signifikan sebagai cerminan passive participation. Meminjam istilah Mutiah Allagapha tatkala melakukan assesment legitimasi di dunia Islam, bahwa orang sepertinya terlibat dalam proses politik, namun sejatinya mereka tidak terlibat. PKS harus bisa menjelaskan kepada publik bahwa keterlibatan anggota dalam pengambilan keputusan di partai adalah cerminan active participation. Kedua, selama ini ada analisis yang menyatakan bahwa PKS memiliki daya tahan yang tinggi untuk mengelola issue suksesi karena masih kohesifnya elit politik PKS sebagai implikasi dari mapannya sistem perkaderan dakwah Tarbiyah. Pertanyaanya adalah, jika PKS telah menjadi partai terbuka dan kompleks, sehingga elit politik PKS tidak hanya didominasi oleh perkaderan Tarbiyah, apakah PKS masih mampu mempertahankan situasi pergantian kepemimpinan sebagai sesuatu yang alamiah. Artinya, dengan menjadi partai yang inklusif, PKS harus mulai menyiapkan supra-struktur dan infra-struktur yang memadai, agar ruang transformasi yang dibuat tidak menjadi bumerang.7

Dari penjelasan latar belakang tersebut, penulis bermaksud mengadakan penelitian ilmiah dan akan dibahas dalam skripsi dengan judul: “SUKSESI

7

. Artikel diakses pada tanggal 23 Februari 2011 pukul 18.30 wib dari http://www.suksesi+kepemimpinan+dalam+pandangan+PKS,


(16)

KEPEMIMPINAN DALAM PANDANGAN PARTAI KEADILAN SEJAHTERA (PKS)”.

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah

1. Pembatasan Masalah

Untuk menghindari luasnya permasalahan yang akan dijadikan sasaran dalam penelitian maka perlu dibuat batasan masalah. Oleh karena itu penulis membatasi permasalahan pada judul Suksesi Kepemimpinan dalam Pandangan Partai Keadilan Sejahtera (PKS).

2. Perumusan Masalah

Melihat judul skripsi tersebut maka penulis perlu membuat rumusan masalah yang dianggap penting yang akan dicari jawabannya dalam penelitian ini. Di antara rumusan masalahnya yaitu sebagai berikut:

1. Bagaimana Kepemimpinan dalam Pandangan PKS?

2. Bagaimana Suksesi Kepemimpinan dalam Pandangan PKS? 3. Bagaimana Suksesi Kepemimpinan Nasional?

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian

Setiap penelitian yang dilakukan pasti untuk mencapai suatu tujuan, maksud, dan manfaatnya. Adapun tujuan dari penelitian ini adalah:

1. Untuk mengetahui dan menjelaskan Kepemimpinan dalam pandangan PKS (Partai Keadilan Sejahtera).


(17)

2. Untuk mengetahui dan menjelaskan Suksesi Kepemimpinan dalam Pandangan PKS (Partai Keadilan Sejahtera).

3. Untuk mengetahui dan menjelaskan Suksesi Kepemimpinan secara Nasional.

Salah satu hal terpenting di dalam kegiatan penelitian ini adalah mengenai manfaat dari penelitian tersebut, adapun manfaat tersebut diantaranya:

1. Menambah khazanah ilmu pengetahuan dalam bidang Kepemimpinan. 2. Agar dapat dipahami dan dimengerti oleh khalayak umum terutama

civitas akademika bahwa terdapat beberapa macam gaya mengenai Kepemimpinan.

3. Karya ilmiah ini diharapkan menjadi motivasi bagi masyarakat Indonesia mengenai suksesi kepemimpinan, khususnya dalam pandangan PKS (Partai Keadilan sejahtera) dan dalam perspektif Islam. D. Review Studi Terdahulu

Sejumlah penelitian dengan bahasan tentang suksesi kepemimpinan yang mengarah pada upaya formalisasi syari’at Islam telah dilakukan, baik yang mengkaji secara spesifik topik tersebut maupun yang bersinggungan secara umum dengan bahasan penelitian. Berikut ini merupakan paparan atas sebagian karya-karya penelitian tersebut:

Buku pertama disunting oleh M. Imdadun Rahmat (2008) “Ideologi Politik PKS: Dari Masjid ke Gedung Parlemen”. Buku ini menjelaskan tentang sebuah


(18)

gerakan Islam, PKS berbasis ideologi Ikhwanul Muslimin. PKS mengadopsi hampir secara penuh pemikiran, ideologi, strategi gerakan (manhaj), agenda perjuangan, dan sistem pendidikan (tarbiyah) dari Ikhwanul Muslimin.

Studi serupa dalam bentuk Tesis yang pernah ditulis oleh Imam Ibnu Hajar (1999) yang berjudul: “Suksesi Dalam Pemerintahan Islam: Telaah Historis Atas Sistem Peralihan Kekuasaan Pada Masa al-Khulafa’ al-Rasyidun”. Tesis ini menjelaskan mengenai adanya proses musyawarah yang baik dalam setiap pelaksanaan suksesi, terjaminnya rotasi kepemimpinan yang bukan atas dasar hubungan darah yang memungkin suksesi mendapatkan pilihan terbaik dari para calon, serta terwadahinya pilihan bebas umat dalam bai’at, kiranya menjadi benang merah yang menjadi titik temu dari cara-cara peralihan kekuasaan pada masa khalifah empat pertama, sehingga kaum muslimin dapat menerima cara-cara itu semua dengan lapang dada, dan tentu implikasi langsungnya adalah bahwa mereka semua dapat diterima oleh umat dengan suara bulat (ijma ‘al-ummah)

Adapun buku-buku yang berkaitan dengan Partai Keadilan Sejahtera antara lain adalah karangan Ali Said Damatik yang berjudul Fenomena Partai Keadilan Sejahtera; Transformasi 20 Tahun Gerakan Tarbiyah di Indonesia.

Buku ini menjelaskan tentang kemiripan antara PKS dengan gerakan Ikhwanul Muslimin.

Sedangkan skripsi yang terkait dengan Partai Keadilan Sejahtera adalah karya Miftahuddin (S1, PPI, FUF, 2008) yang berjudul Pengaruh Ideologi Ikhwanul Muslimin Terhadap Partai Keadilan Sejahtera (PKS). Ia menjelaskan proses pengaruh ideologi Ikhwanul Muslimin terhadap Partai Keadilan Sejahtera


(19)

terjadi melalui proses transfer pemikiran yang dibawa oleh para sarjana-sarjana dari timur tengah tahun 1980-an yang membentuk sebuah gerakan yang terkenal dengan istilah “Tarbiyah”

Dalam beberapa buku dan tesis diatas, terdapat beberapa kesamaan mengenai pembahasan–pembahasan yang sama dengan tujuan untuk mengetahui konsep kepemimpinan. Dan dalam hal ini, jauh berbeda pada penelitian penulis yang berjudul “SUKSESI KEPEMIMPINAN DALAM PANDANGAN PARTAI KEADILAN SEJAHTERA (PKS)”.

E. Metode Penelitian

1. Jenis Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif, yaitu penelitian yang berusaha menggambarkan dan menginterpretasi objek sesuai dengan apa adanya. Penelitian ini juga sering disebut non eksperimen, karena pada penelitian ini penelitian tidak melakukan kontrol dan manipulasi variabel penelitian. Dengan metode deskriptif, penelitian memungkinkan untuk melakukan hubungan antar variabel, menguji hipotesis, mengembangkan generalisasi, dan mengembangkan teori yang memiliki validitas universal.8 Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan pendekatan deskriptif analisis yaitu yang bertujuan untuk menguraikan, mengembangkan atau menggambarkan suatu masalah berdasarkan fakta-fakta yang ada untuk ditelaah sehingga dapat memperluas gambaran mengenai kasus yang sedang diteliti. Oleh karena itu, berdasarkan metode yang

8

. Suharsimi, Arikuntor, Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktek, (Jakarta: PT. Rieneka Cipta, 1998), Cet. II, hal. 246.


(20)

sedang dipakai dalam penelitian ini dapat memperluas kesimpulan yang bersifat kualitatif.9

2. Sumber Data

a) Data Primer

Teknik pengumpulan data primer yaitu berupa wawancara secara langsung untuk mendapatkan informasi yang aktual kepada obyek yang akan dijadikan permasalahan dalam pembahasan ini. Adapun yang dimaksud Wawancara adalah percakapan antara penulis dengan seseorang yang berharap mendapat informasi dari seseorang yang diasumsikan mempunyai informasi langsung dari sumbernya. Misalnya antara penulis dengan pimpinan Partai Keadilan Sosial (PKS).

b) Data Sekunder

Teknik pengumpulan data sekunder yaitu berupa studi dokumen (dokumentasi), yang artinya pengumpulan data tersebut sering digunakan dalam berbagai pengumpulan data. Dokumentasi dapat berbentuk dokumen publik atau dokumen privat melalui buku-buku, makalah-makalah dan rekaman yang berhubungan dengan judul yang peneliti angkat.

3. Teknik Analisis Data

Setelah pengumpulan data selesai, maka proses selanjutnya adalah melakukan analisa data dengan menggunakan analisis isi (content analysis) yaitu menganalisis data deskriptif mengenai suksesi kepemimpinan dalam pandangan

9


(21)

PKS. Kemudian mencari kesesuaian tahapan-tahapan mengenai proses suksesi kepemimpinan PKS menurut Fiqh Siyasah.

Adapun metode penulisan dalam skripsi ini, penulis mengacu pada buku

Pedoman Penulisan Skripsi Fakultas Syari’ah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta tahun 2007, dengan menggunakan Ejaan Yang Disempurnakan.

F. Sistematika penulisan

Untuk mendapatkan gambaran jelas mengenai materi yang menjadi pokok penulisan skripsi ini dan agar memudahkan para pembaca dalam mempelajari tata urutan penulisan ini, maka penulis menyusun sistematika penulisan ini sebagai berikut :

Bab I Pada Bab ini penulis akan membahas tentang Latar Belakang Masalah, Pembatasan dan Rumusan Masalah, Tujuan dan Manfaat Penelitian, Metode Penelitian, dan Sistematika Penulisan.

Bab II Pada Bab ini penulis akan membahas tentang Tinjauan Umum Mengenai Pengertian Suksesi Kepemimpinan dan Pola-pola Suksesi yang terbagi menjadi tiga bagian, yaitu Pemilu, Kudeta dan People power.

Bab III Pada Bab ini penulis akan membahas tentang Profil dari Partai Keadilan Sejahtera; Sejarah Berdirinya Partai Keadilan Sejahtera (PKS), dan Pengaruh Ikhwanul Muslimin terhadap PKS, ada pun konstituen PKS di Indonesia.


(22)

Bab IV Pada Bab ini penulis akan membahas tentang Suksesi Kepemimpinan dalam Pandangan Partai Keadilan Sejahtera, Suksesi Kepemimpinan di Partai Keadilan Sejahtera dalam Perspektif Islam dan Demokratisasi Pemilihan Kepemimpinan dalam Partai Keadilan Sejahtera.

Bab V Pada Bab ini penulis akan menjelaskan dan menguraikan kesimpulan dari bab-bab sebelumnya dan juga berisi saran-saran.


(23)

13 BAB II

TINJAUAN UMUM TENTANG SUKSESI DAN KEPEMIMPINAN

Adanya pergantian kepemimpinan dalam suatu negara, maka terdapat istilah mengenai suksesi, yang biasa diartikan sebagai suatu proses perubahan yang berlangsung atu arah secara teratur yang terjadi di dalam suatu negara dalam jangka waktu tertentu hingga terbentuk negara baru yang berbeda dengan negara semula. Secara gamblang, suksesi adalah pergantian kepemimpinan dari suatu negara. Sedangkan seorang pemimpin adalah seorang yang mempunyai wewenang untuk memerintah orang lain, yang di dalam pekerjaannya untuk mencapai tujuan organisasi memerlukan bantuan orang lain.

A.Pengertian Suksesi Kepemimpinan

Istilah suksesi diambil dari kata bahasa Inggris succession, atau bahasa Latin succeio, yang berarti penggantian, urutan, pewarisan.1 Dalam suatu kehidupan bermasyarakat yang mengenal peradaban, membentuk suatu komunitas yang di dalamnya terdapat pemimpin dan yang dipimpin. Kepemimpinan ini sering menimbulkan sebuah permasalahan tersendiri terutama pada proses alih kepemimpinan yang biasa dikenal dengan Suksesi Kepemimpinan. Titik kritis dalam suksesi kepemimpinan ini diantaranya adalah bagaimana mendapatkan seorang calon pemimpin yang sadar akan posisinya sebagai pemimpin yang

1

Andi Hamzah, Kamus Hukum, (Jakarta: Ghalia Indonesia, 1986), h. 553., Arieeff.S,(ed), Kamus Hukum Edisi Lengkap, (Surabaya: Pustaka Tinta Mas, tth), hal. 404., Peter.


(24)

memiliki makna bahwa pemimpin itu pelayan.2 Suksesi menjadi hal yang mutlak dalam sebuah organisasi. Dewasa ini, suksesi hanyalah dimaknai sebagai ajang perebutan kekuasaan saja. Padahal dibalik itu, tersirat makna akan kehadiran setitik sinar yang akan membawa pada benderangnya lautan gulita. Langkah dan sikap yang bijak diperlukan dengan tujuan mengkonstruk organisasi ke arah yang lebih baik. Egoisitas hendaknya dikesampingkan demi kepentingan bersama. Maka, mari kita senantiasa merajut kebersamaan dalam setiap nuansa, terkhusus dalam setiap suksesi di organisasi dan lembaga manapun. Kebersamaan dan kedamaian dinantikan oleh setiap khalayak dalam kelompok atau organisasi tersebut.3

Suksesi yang biasa diartikan sebagai suatu proses perubahan yang berlangsung satu arah secara teratur yang terjadi didalam suatu negara dalam jangka waktu tertentu hingga terbentuk negara baru yang berbeda dengan negara semula. Secara gamblang, suksesi adalah penggantian kepemimpinan dari suatu negara. Sangat natural hal ini terjadi di dalam sebuah negara, suksesi adalah bentuk dari sebuah dinamika kepemimpinan. Perjalanan sebuah negara yang harus memiliki pemimpin, namun bukan berarti sang pemimpin adalah sosok yang abadi, sebab sesuai dengan Sunatullah, tidak ada yang abadi di dunia ini. Begitu juga dengan kepemimpinan, tidak ada yang harus terus dipertahankan sampai

2

Artikel diakses pada tanggal 2 Maret 2011 pukul 10.30 wib dari http://andreysubiantoro.viviti.com/entries/rekiblik/suksesi-kepemimpinan.

3

Artikel diakses pada tanggal 2 Maret 2011 pukul 11.00 wib dari.http://azheiv.blog.friendster.com/2008/07/suksesi-kelembagaan-menanti-pemimpin-merajut-kebersamaan/.


(25)

sang pemimpin menemui ajalnya, mungkin itu sebuah pemaksaan, dan pemaksaan adalah hal yang sangat buruk buat siapa saja. Kecuali ditengah-tengah kepemimpinannya terhenti karena Kuasa Illahi yaitu kematian dan ini tidak bisa ditolak.

Persepsi sebuah suksesi selalu ditanggapi dengan sebuah kontroversi, hal ini sangatlah wajar sebagai sebuah dinamika kehidupan yang selalu ada dua sisi bertolak belakang. Ada yang menanggapi dengan dukungan dan sudah pasti ada banyak yang menolak terjadinya suksesi ini, rasio nya bisa berat sebelah, tidak seimbang. Sebuah suksesi yang memang benar-benar mendapat dukungan positip, biasanya dikarenakan sang pemimpin sudah menemui ajal dan kondisi negara saat beliau tinggalkan dalam keadaan yang sangat baik.

Tidak semua suksesi berakhir seperti itu, kebanyakan suksesi terjadi dikarenakan ada sebuah sistem yang mengharuskan itu terjadi, seperti periode jangka waktu kepemimpinan. Hal ini yang selalu menjadi sebuah polemik, ada banyak pertentangan untuk suksesi yang sudah mencapai waktunya untuk berakhir. Ada yang bisa menerima namun banyak pula yang menolaknya mentah-mentah, biasanya ditunjukkan dengan ekspresi yang berlebihan bahkan sampai kepada tindakan-tindakan anarkis. Ini yang tidak kita inginkan, siapapun anggota negara itu harus bisa ber-apresiasi secara positip pada setiap sebuah suksesi yang terjadi, pertentangan adalah suatu hal yang wajar, namun jangan sampai menimbulkan hal-hal buruk yang bisa mengarah kepada sebuah provokasi yang mengakibatkan proses suksesi itu terganggu. Maka haruslah bisa menerima


(26)

suksesi ini dengan lapang dada, meskipun ada semacam intrik-intrik yang melandasi terjadinya suksesi itu. Jika merasa ada sebuah konspirasi yang menjadi penyebab suksesi, terima itu semua dengan “legowo“, apapun komponen-komponen suksesi itu yang diketahui tidak sesuai dengan keinginan kita. Itu semua dinamika hidup, dinamika negara, dinamika kepemimpinan, jangan terlalu khawatir dengan apa yang akan terjadi jika pemimpin itu diganti. Setiap individu yang memimpin tentulah sudah cukup layak untuk menduduki kursi jabatan kepemimpinannya.4

Jadi, apapun yang akan terjadi pada saat berlangsungnya suksesi kepemimpinan, maka harus diterima apa adanya tanpa harus berbuat anarkis. Proses suksesi kepemimpinana dalam suatu negara merupakan suatu hal yang pasti terjadi yang tidak mungkin dapat dihindari.

B.Kepemimpinan dalam Perspektif Al-Qur’an dan Hadits

Kepemimpinan merupakan bagian terpenting dari organisasi lembaga pendidikan. Hal ini dapat dilihat pada kenyataannya ketika seorang pemimpin telah menjalankan tugasnya dalam mengolah organisasinya dengan baik maka organisasi tersebut akan menjadi baik pula. Dalam Islam sendiri, kepemimpinan mendapatkan porsi bahasan yang tidak sedikit. Tidak sedikit ayat al-Qur’an dan Hadits yang membincang akan pentingnya kepemimpinan dalam sebuah komunitas. Beberapa istilah al-Quran yang terkait dengan kepemimpinan antara

4

Artikel diakses pada tanggal 3 Maret 2011 pukul 08.00 wib dari http://hasmisusanto.web.id/?p=308.


(27)

lain, khalifah (khilafah), imam (imamah) dan uli al-Amri. Disamping itu disebutkan juga prinsip-prinsip kepemimpinan, yang mana prinsip tersebut harus dimilki oleh seorang pemimpin walaupun tidak secara totalitas.5

1. Prinsip – prinsip Kepemimpinan

Dalam Al-Qur’an prinsip-prinsip kepemimpinan antara lain; amanah, adil, syura (musyawarah) dan amr bi al-ma’ruf wa nahy ‘an al- munkar.

a) Amanah

Dalam Kamus Kontemporer (al-Ashr) Amanah diartikan dengan kejujuran, kepercayaan (hal dapat dipercaya).6 Amanah ini merupakan salah satu sifat wajib bagi Rasul. Ada sebuah ungkapan “kekuasan adalah amanah, karena itu harus dilaksanakan dengan penuh amanah”. Ungkapan ini menurut Said Agil Husin Al-Munawwar, menyiratkan dua hal.

Pertama, apabila manusia berkuasa di muka bumi, menjadi khalifah, maka kekuasaan yang diperoleh sebagai suatu pendelegasian kewenangan dari Allah SWT. (delegation of authority) karena Allah sebagai sumber segala kekuasaan. Dengan demikian, kekuasaan yang dimiliki hanyalah sekedar amanah dari Allah yang bersifat relative, yang kelak harus dipertanggungjawabkan di hadapan-Nya. Kedua,karena kekuasaan itu pada dasarnya amanah, maka pelaksanaannya pun

5 Artikel diakses pada tanggal 23 Mei 2011 pukul 13.30 wib dari

http://alumnigontor.blogspot.com/2008/04/teori-kepemimpinan-dalam-perspektif-al.html

6

Atabik Ali & Ahmad Zuhdi Mudlor, Kamus Kontemporer Arab Indonesia, Yayasan Ali Maksum, Yogyakarta, tt, hal. 215


(28)

memerlukan amanah. Amanah dalam hal ini adalah sikap penuh pertanggungjawaban, jujur dan memegang teguh prinsip. Amanah dalam arti ini sebagai prinsip atau nilai.7

Mengenai Amanah ini Allah berfirman:

ِإ ﱠﻧ

َﻋ ﺎ

َ ﺮ

ْﺿ

َﻨ

َْ ﻷا ﺎ

َﻣ

َﻧﺎ

َﺔ

َﻋ

َﻠ

ﱠﺴﻟا ﻰ

َ ﻤ

َ وﺎ

ِتا

َ و

َْﻷا

ْ ر

ِض

َ و

ِ ْﳉا

َﺒ

ِلﺎ

َﻓ

َﺄ َـﺑ

َْ ﲔ

َأ ْن

َْﳛ

ِﻤ

ْﻠ ِﻨ

َﻬ

َ و ﺎ

َأ

ْﺷ

َﻔ

ْﻘ

َ ﻦ

ِﻣ

ْـﻨ

َﻬ

َ و ﺎ

ََﲪ

َﻠ

َﻬ

ِْ ﻹا ﺎ

ْﻧ

َ ﺴ

ُنﺎ

ِإ ،

ﱠﻧ ٌﻪ

َﻛ

َنﺎ

َﻇ

ُﻠ ْﻮ

َﻣ

َ ﺟ ﺎ

ُﻬ

ْ ﻮ

ًﻻ

﴿

باﺰﺣﻷا

: ٧٢

“Sesungguhnya Kami telah mengemukakan amanat kepada langit, bumi dan gunung-gunung, maka semuanya enggan untuk memikul amanat itu dan mereka khawatir akan mengkhianatinya, dan dipikullah amanat itu oleh manusia. Sesungguhnya manusia itu amat zalim dan amat bodoh".

Menurut Hamka, ayat tersebut bermaksud menggambarkan secara majaz atau dengan ungkapan, betapa berat amanah itu, sehingga gunung-gunung, bumi dan langitpun tidak bersedia memikulnya. Dalam tafsir ini dikatakan bahwa hanya manusia yang mampu mengemban amanah, karena manusia diberi kemampuan itu oleh Allah, walaupun mereka ternyata kemudian berbuat dzalim, terhadap dirinya sendiri, maupun orang lain serta bertindak bodoh, dengan mengkhianati amanah itu.8

7

Said Agil Husin Al-Munawar, Al-Qur’an Membangun Tradisi Kesalehan Hakiki, Ciputat Press, Jakarta, 2002, hal. 200

8

M. Dawam Raharjo, Ensiklopedi Al-Qur’an: Tafsir Sosial Berdasarkan Konsep-konsep Kunci, Paramadina, Jakarta, 2002, Cet. II, hal. 195


(29)

ِإ

ﱠن

َﷲا

َﻳ

ْﺄ ُﻣ

ُ ﺮ

ُﻛ

ْ ﻢ

َأ ْن

ُـﺗ

َﺆ

ُد

ْ و

َْﻷا ا

َﻣ

َﻧﺎ

ِتﺎ

ِإ

َﱃ

َأ

ْﻫ

ِﻠ

َﻬ

َ و ﺎ

ِإ

َذ

َ ﺣ ا

َﻜ

ْ ﻤ

ُﺘ

ْ ﻢ

َـﺑ

َْ ﲔ

ﱠﻨﻟا

ِسﺎ

َأ ْن

َْﲢ

ُﻜ

ُ ﻤ

ْ ﻮ

ا

ِﺑ

ْﻟﺎ

َﻌ

ْﺪ

ِل

ِإ ،

ﱠن

َﷲا

ِﻧ

ِﻌ

ﱠﻤ

َﻳ ﺎ

ِﻌ

ُﻈ

ُﻜ

ْ ﻢ

ِﺑ

ِﻪ

ِإ ،

ﱠن

َﷲا

َﻛ

َنﺎ

ِ َﲰ

ْـﻴ

َﻌ

َﺑ ﺎ

ِﺼ

ْـﻴ

ً ﺮ

ا

﴿

ءﺎﺴﻨﻟا

:

٥٨

“Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya, dan (menyuruh kamu) apabila menetapkan hukum di antara manusia supaya kamu menetapkan dengan adil. Sesungguhnya Allah memberi pengajaran yang sebaik-baiknya kepadamu”. Sesungguhnya Allah adalah Maha Mendengar lagi Maha Melihat. Dua ayat di atas jelas menunjukkan perintah Allah mengenai harus dilaksanakannya sebuah amanah. Manusia dalam melaksanakan amanah yang dikaitkan dengan tugas kepemimpinannya memerlukan dukungan dari ilmu pengetahuan dan hidayah dari Allah. Hal ini dapat dilihat dalam firman Allah “Sesungguhnya Allah memberi pengajaran yang sebaik-baiknya kepadamu”, pengajarannya bisa lewat hidayah yang merupakan anugrah dari Allah, bisa juga melalui ilmu pengetahuan.


(30)

b) Adil

Kata Adil ini merupakan serapan dari bahasa arab ‘adl. Dalam Al-Qur’an istilah adil menggunakan tiga term yaitu ‘adl, qisth dan haqq.9 Adapun ayat-ayat yang berbicara mengenai keadilan antara lain:

ُﻗ

ْ ﻞ

َأ َﻣ

َ ﺮ

َ ر

ﱢﰊ

ِﺑ

ْﻟﺎ

ِﻘ

ْ ﺴ

ِﻂ

َ و ،

َأ ِﻗ

ْﻴ

ُ ﻤ

ْ ﻮ

ُ و ا

ُﺟ

ْ ﻮ

َﻫ

ُﻜ

ْ ﻢ

ِﻋ

ْﻨ

َﺪ

ُﻛ

ﱢﻞ

َﻣ

ْ ﺴ

ِﺠ

ٍﺪ

َ و

ْدا

ُﻋ

ْ ﻮ

ُﻩ

ُْﳐ

ِﻠ

ِﺼ

َْ ﲔ

َﻟ ُﻪ

ﱢﺪﻟا

ْﻳ

َ ﻦ

َﻛ ،

َ ﻤ

َﺑ ﺎ

َﺪ

َأ

ُﻛ

ْ ﻢ

َـﺗ

ُﻌ

ْ ﻮ

ُد

ْ و

َن

﴿

فاﺮﻋﻷا

:

٢٩

Katakanlah: "Tuhanku menyuruh menjalankan keadilan". Dan (katakanlah): "Luruskanlah muka (diri)mu di setiap sembahyang dan sembahlah Allah dengan mengikhlaskan ketaatanmu kepada-Nya. Sebagaimana Dia telah menciptakan kamu pada permulaan (demikian pulalah kamu akan kembali kepadaNya)".

Ayat di atas menjelaskan bahwa Allah menyuruh orang menjalankan keadailan. Secara konkret, yang disebut keadilan (qisth) itu adalah: (a)mengkonsentrasikan perhatian dalam shalat kepada Allah dan (b)mengikhlaskan ketaatan kepada-Nya.10

Dari uraian tersebut dapat ditarik kepada aspek kepemimpinan, yaitu seorang pemimpin harus benar-benar ikhlas dalam menjalankan tugasnya dan juga orientasinya semata-mata karena Allah. Sehingga ketika dua hal tersebut sudah tertanam maka akan melahirkan suatu tingkah laku yang baik.

9

M. Dawam Raharjo,. Op.Cit., hal 369

10


(31)

Islam menetapkan tujuan dan tugas utama pemimpin adalah untuk melaksanakan ketaatan kepada Allah dan Rasul-Nya serta melaksanakan perintah-perintah-Nya. Ibnu Taimiyah mengungkapkan bahwa kebajikan seorang pemimpin yang telah ditunjuk dipandang dari segi agama dan dari segi ibadah adalah untuk mendekatkan diri kepada Allah. Pendekatan diri kepada Allah adalah dengan menaati peraturan-peraturan-Nya dan Rasul-Nya. Namun dalam hal itu lebih disalah gunakan oleh orang-orang yang ingin mencapai kedudukan dan harta.

ُل ْ ﻮُﻘ َـﻳ َ ﻢﱠﻠ َ ﺳ َ و ِﻪْﻴَﻠ َﻋ ُﷲا ﻰﱠﻠ َﺻ ِﷲا ُل ْ ﻮ ُ ﺳَ ر ﱠنَأ ﺎ َ ﻤ ُﻬْـﻨ َﻋ ُﷲا َ ﻲِﺿَ ر َ ﺮ َ ﻤُﻋ ﻦْﺑا ْ ﻦَﻋ

ا ِﻪِﺘﱠﻴ ِﻋ َ ر ْ ﻦَﻋ ٌل ْ ﻮُـﺌ ْ ﺴ َﻣ ْ ﻢُﻜﱡﻠُﻛ َ و ٍعا َ ر ْ ﻢُﻜﱡﻠُﻛ

ِﻹ

ﺊ ْ ﺴ َﻣ َ و ٍعَار ُمﺎ َﻣ

ٌل ْ و

ُ ﻞ ُﺟﱠﺮﻟا َ و ِﻪِﺘﱠﻴ ِﻋَ ر ْ ﻦَﻋ

ِﺖْﻴ َـﺑ ْ ِ ﰲ ﺔِﺘﱠﻴ ِﻋا َ ر ُةَأ ْ ﺮ َ ﻤْﻟا َ و ِﻪِﺘﱠﻴ ِﻋ َ ر ْ ﻦَﻋ ٌل ْ ﻮُـﺌ ْ ﺴَﻣ َ ﻮُﻫ َ و ِﻪِﻠ ْﻫَأ ْ ِ ﰲ ٍعا َ ر

ْ ﻦَﻋ ﺔَﻟ ْ ﻮُـﺌ ْ ﺴَﻣ َ و ﺎ َﻬ ِ ﺟْ وَز

ٍلﺎ َﻣ ْ ِ ﰲ ٍعا َ ر ُمِدﺎَْﳋا َ و َﺎﻬِﺘﱠﻴ ِﻋ َ ر

ِﺘﱠﻴ ِﻋَ ر ْ ﻦَﻋ ٌل ْ ﻮُـﺌ ْ ﺴَﻣ َ و ِﻩ ِﺪِﻴ َ ﺳ

ْ ﻦَﻋ ٌل ْ ﻮُـﺌ ْ ﺴَﻣ َ و ٍعا َ ر ْ ﻢُﻜﱡﻠُﻛَ و ِﻪ

ِﻪِﺘﱠﻴ ِﻋ َ ر

.

Artinya :

Dari Ibn Umar r.a. Sesungguhnya Rasulullah saw. Berkata : “Kalian adalah pemimpin, yang akan dimintai pertanggungjawaban. Penguasa adalah pemimpin dan akan dimintai pertanggungjawaban atas kepemimpinannya. Suami adalah pemimpin keluarganya, dan akan dimintai pertanggungjawabannya atas kepemimpinannya. Istri adalah pemimpin dirumah suaminya, dan akan dimintai pertanggungjawaban atas kepemimpinannya.pelayan adalah pemimpin dalam mengelolah harta tuannya, dan akan dimintai pertanggungjawabannya tentang kepemimpinannya. Oleh karena itu kalian sebagai pemimpin akan dimintai pertanggungjawaban atas kepemimpinannya.”


(32)

Hal yang paling mendasar yang dapat diambil dari hadis di atas adalah bahwa dalam level apapun, manusia adalah pemimpin termasuk bagi dirinya sendiri. Setiap perbuatan dan tindakan memiliki resiko yang harus dipertanggungjawabkan. Setiap orang adalah pemimpin ketika ia harus berhadapan untuk menciptakan solusi hidup dimana kemampuan, dan kekuatannya dibatasi oleh sekat yang ia ciptakan sendiri dalam posisinya sebagai bagian dari komunitas.

َﻋ َلﺎَﻗ ُﻪﱠﻧَأ َ ﻢﱠﻠ َ ﺳ َ و ِﻪ ْﻴَﻠ َﻋ ﷲا ﻰﱠﻠ َﺻ ﱠ ِ ﱯﱠﻨﻟا ْ ﻦَﻋ َ ﺮ َ ﻤُﻋ ِﻦْﺑا ْ ﻦَﻋ

ِﻢِﻠ ْ ﺴ ُ ﻤْﻟا ء ْ ﺮ َ ﻤْﻟا ﻰَﻠ

َأ ﺎ َ ﻤْﻴ ِﻓ ﺔَﻋﺎّﻄﻟا َ و ُ ﻊ ْ ﻤﱢﺴﻟا

َﻩِﺮَﻛَ و ّ ﺐَﺣ

ِﺇ

ْنَأ ﻻ

َ ﻊَْﲰ َﻼَﻓ ٍﺔ َﻴ ِﺼْﻌ َﻣ ِ َ ﺮ ِﻣُأ ْنِﺎَﻓ ٍﺔ َﻴ ِﺼْﻌَ ِﲟ َ ﺮ َﻣ ْﺆُـﻳ

َﺔَﻋَﺎﻃ َﻻَ و

.

Artinya :

Dari Ibn Umar r.a., dari Nabi Saw., sesungguhnya beliau bersabda :”Seorang Muslim wajib mendengan dan taat terhadap perintah yang disukai maupun tidak disukainya. Kecuali bila diperintahkan mengerjakan kemaksiatan, mka ia tidak wajib mendengar dan taat.”

Secara kontekstual hadis diatas dapat diartikan dalam berbagai dimensi. Dalam sebuah komunitas, masyarakat dan agama setiap manusia memiliki sistem yang mengatur mereka. Maka wajar sebagian dari sistem tersebut untuk mematuhi aturan-aturan yang berlaku. Namun ketaatan tersebut tidak serta merta menjadi sikap yang selalu taklid terhadap pemimpin. Dalam Islam diajarkan tidak diperbolehkan taat atau mematuhi pemimpin kecuali dalam batas-batas yang telah


(33)

dijelaskan Allah dalam Al-Qur’an dan Hadits bahwa tidak wajib mematuhi seorang pemimpin melainkan karena Allah.

C.Suksesi Kepemimpinan dalam Sejarah Islam

Dengan wafatnya Nabi maka berakhirnya situasi yang sangat unik dalam sejarah Islam, yakni kehadiran seorang pemimpin tunggal yang memiliki otoritas spiritual dan temporal (duniawi) yang berdasarkan kenabian dan bersumberkan Wahyu Illahi. Dan situasi tersebut tidak akan terulang kembali, karena menurut kepercayaan Islam, Nabi Muhammad adalah nabi dan utusan Tuhan yang terakhir. Sementara itu beliau tidak meninggalkan wasiat atau pesan tentang siapa di antara para sahabat yang harus menggantikan beliau sebagai pemimpin umat. Dalam Al-Qur’an maupun Hadist Nabi tidak terdapat petunjuk tentang bagaimana cara menentukan pemimpin umat atau kepala negara sepeninggal beliau nanti, selain petunjuk yang sifatnya sangat umum agar umat Islam mencari penyelesaian dalam masalah-masalah yang menyangkut kepentingan bersama melalui musyawarah, tanpa adanya pola yang baku tentang bagaimana musyawarah itu harus diselenggarakan.11

Proses Pengangkatan Empat Al-Khulafa Al-Rasyidin

Abu Bakar menjadi khalifah yang pertama melalui pemilihan dalam satu pertemuan yang berlangsung pada hari kedua setelah Nabi wafat dan sebelum jenazah beliau dimakamkan.

11


(34)

Pada pagi hari itu Umar bin Khattab mendengar berita bahwa kelompok Anshar sedang melangsungkan pertemuan di Saqifah atau balai pertemuan Bani Saidah, Madinah, untuk mengangkat Saad bin Ubadah, seorang tokoh Anshar dari suku Khazraj, sebagai khalifah. Dalam keadaan gusar Umar cepat-cepat pergi ke rumah kediaman Nabi dan menyuruh seseorang untuk menghubungi Abu Bakar, yang berada dalam rumah, dan memintanya supaya keluar. Semula Abu Bakar menolak dengan alasan sedang sibuk. Tetapi akhirnya dia keluar setelah diberitahu bahwa telah terjadi satu peristiwa penting yang mengharuskan kehadiran Abu Bakar. Abu bakar dan Umar segera pergi ke balai pertemuan Bani Saidah. Di tengah jalan mereka bertemu dengan Abu Ubaidah bin Jarah, seorang sahabat senior juga dari kelompok Muhajirin, dan diajaknya ikut.

Ketika tiga tokoh tersebut sampai dibalai pertemuan ternyata sudah datang pula sejumlah orang Muhajirin, dan bahkan telah terjadi perdebatan sengit antara kelompok Anshar dan kelompok Muhajirin. Umar hampir tidak dapat menguasai diri, tetapi ketika beliau hendak mulai berbicara, dihentikan oleh Abu Bakar. Abu Bakar dengan nada tenang mulai berbicara. Kepada kelompok Anshar beliau mengingatkan, bukankah Nabi pernah bersabda bahwa kepemimpinan umat Islam itu seyogyanya berada pada tangan suku Quraisy, dan bahwa hanya di bawah pimpinan suku itulah akan terjamin keutuhan, keselamatan, dan kesejahteraan bangsa Arab. Kemudian Abu Bakar menawarkan dua tokoh Quraisy untuk dipilih sebagai khalifah, Umar bin Khattab atau Abu Ubaidah bin Jarah. Orang-orang Anshar tampaknya sangat terkesan oleh ucapan Abu Bakar itu, dan Umar tidak menyia-nyiakan momentum yang sangat baik itu. Dia bangun dari tempat


(35)

duduknya dan menuju ke tempat Abu Bakar untuk berbaiat dan menyatakan kesetiaannya kepada Abu Bakar sebagai khalifah, seraya menyatakan bahwa bukanlah Abu Bakar yang selalu diminta oleh Nabi untuk menggantikan beliau sebagai imam shalat bilamana Nabi sakit, dan bahwa Abu Bakar adalah sahabat yang paling disayangi oleh Nabi.

Umar bin Khattab, berbada dengan pendahulunya, Abu Bakar, mendapatkan kepercayaan sebagai khalifah kedua tidak melalui pemilihan dalam suatu forum musyawarah yang terbuka, tetapi melalui penunjukan atau wasiat oleh pendahulunya. Pada tahun ketiga sejak menjabat khalifah, Abu Bakar mendadak jatuh sakit. Selama lima belas hari dia tidak pergi ke masjid, dan meminta kepada Umar agar mewakilinya menjadi ima shalat. Makin hari sakit Abu Bakar makin parah dan timbul perasaan padanya bahwa ajalnya sudah dekat. Sementara itu kenangan tentang pertentangan di balai pertemuan Bani Saidah masih segar dalam ingatannya. Dia khawatir kalau tidak segera menunjuk peganti dan ajal segara dating, akan timbul pertentangan di kalangan umat Islam yang dapat lebih hebat daripada ketika Nabi wafat dahulu. Bagi Abu Bakar orang yang paling tepat menggantikannya tidak lain adalah Umar bin Khattab. Maka dia mulai mengadakan permusyawarahan tertutup dengan beberapa sahabat senior yang kebetulan menengoknya di rumah. Di antara mereka adalah Abd al-Rahman bin Auf dan Utsman bin Affan dari kelompok Muhajirin, serta Asid bin Khudair dari kelompok Anshar. Pada dasarnya semua mendukung maksud Abu Bakar, meskipun ada beberapa di antaranya yang menyampaikan catatan.


(36)

Sesuai dengan catatan tersebut, sepeninggal Abu Bakar, Umar bin Khattab dikukuhkan sebagai khalifah kedua dalam suatu baiat umum dan terbuka di Masjid Nabawi.

Utsman bin Affan menjadi khalifah yang ketiga melalui proses lain lagi, tidak sama dengan Abu Bakar, tidak serupa pula dengan Umar. Dia dipilih oleh sekelompok orang yang nama-namanya sudah ditentukan oleh Umar sebelum dia wafat. Seperti telah kita baca dalam buku-buku sejarah, pada pertengahan tahun ke-sebelas sejak Umar menjabat khalifah dia menderita luka-luka berat akibat enam kali tikaman seorang Persia bernama Fairus, yang lebih terkenal dengan panggilan dengan Abu Luluah. Waktu itu datanglah sejumlah tokoh masyarakat memohon kepada Umar supaya segera menunjuk pengganti, karena mereka khawatir bahwa akibat luka-lukanya itu Umar tidak akan hidup lebih lama lagi, dan kalau sampai wafat tanpa terlebih dahulu menunjuk penggantinya, dikhawatirkan akan terjadi pertentangan dan perpecahan di kalangan umat. Tetapi Umar menolak memenuhi permintaan mereka dengan alasan bahwa orang-orang yang menurut pendapatnya pantas ditunjuk sebagai pengganti sudah lebih dahulu meninggal.

Akhirnya Umar menyerah, tetapi tidak secara langsung menunjuk pengganti. Dia hanya menyebutkan enam sahabat senior, dan merekalah nanti sepeninggalnya yang harus memilih seorang di antara mereka untuk menjadi khalifah: Ali bin Abu Thalib, Utsman bin Affan, Saad bin Abu Waqqash, Abd al-Rahman bin Auf, Zubair bin Awwam, dan Thalhah bin Ubaidillah, serta Abdullah


(37)

bin Umar, putranya, tetapi “tanpa hak suara”. Menurut Umar, dasar pertimbangan mengapa memilih enam orang tersebut, yang semuanya dari kelompok Muhajirin atau Quraisy, karena mereka berenam itu dahulu dinyatakan oleh Nabi sebagai calon-calon penghuni surga, dan bukan karena mereka masing-masing mewakili kelompok atau suku tertentu.

Pesan Umar, sepeninggalnya nanti mereka berenam segera berunding dan dalam waktu paling lama tiga hari sudah dapat memilih salah seorang di antara mereka menjadi khalifah.

Setelah Umar wafat, lima dari enam orang tersebut segera bertemu untuk merundingkan pengisian jabatan khalifah. Pada waktu itu Thalhah bin Ubaidillah kebetulan tidak ada di Madinah. Sejak awal jalannya pertemuan itu sangat alot.

Abd al-Rahman bin Auf mencoba memperlancarnya dengan imbauan agar sebaiknya di antara mereka dengan sukarela mengundurkan diri dan memberi kesempatan kepada orang yang betul-betul paling memenuhi syarat untuk dipilh sebagai khalifah. Tetapi imbauan itu tidak berhasil. Tidak ada satu pun yang mengundurkan diri. Kemudian Abd al-Rahman sendiri menyatakan mengundurkan diri, tetapi tidak ada seorang pun dari keempat orang lain yang mengikutinya. Kemudian Abd al-Rahman memanggil Ali dan menanyakan kepadanya, seandainya dia dipilih menjadi khalifah, sanggupkah dia melaksanakan tugasnya berdasarkan Al-Qur’an, Sunnah Rasul, dan kebijaksanaan dua khalifah sebelum dia. Ali menjawab bahwa dirinya berharap dapat berbuat sejauh pengetahuan dan kemampuannya. Abd al-Rahman berganti mengundang


(38)

Utsman dan mengajukan pertanyaan yang sama kepadanya. Dengan tegas Utsman menjawab: “Ya! Saya sanggup.” Berdasarkan jawaban itu Abd al-Rahman menyatakan Utsman sebagai khalifah ketiga, dan segeralah dilaksanakan baiat. Waktu itu usia Utsman tujuh puluh tahun. Dalam hubungan ini patut dikemukakan bahwa Ali sangat kecewa atas cara yang dipakai oleh Abd al-Rahman tersebut dan menuduhnya bahwa sejak semula sudah merencanakannya bersama Utsman, sebab kalau Utsman yang menjadi khalifah, berarti pula kelompok Abd al-Rahman bin Auf berkuasa.

Ali bin Abu Thalib, dua belas tahun kemudian, diangkat menjadi khalifah yang keempat melalui pemilihan, yang penyelenggaraannya jauh dari sempurna. Setelah para pemberontak membunuh Utsman bin Affan, mereka mendesak Ali agar bersedia diangkat menjadi khalifah.

Perlu kiranya dikemukakan bahwa terdapat perbedaan antara pemilihan terdapat Ali dan pemilihan terdapat Abu Bakar dan Utsman. Dalam dua pemilihan yang terdahulu meskipun mula-mula terdapat sejumlah orang yang menentang, tetapi setelah calon-calon itu terpilih dan diputuskan menjadi khalifah, orang-orang tersebut menerimanya dan ikut berbaiat serta menyatakan kesetiaannya, termasuk Ali, baik terhadap Abu Bakar maupun terhadap Utsman. Lain halnya dalam pemilihan terhadap Ali. Penetapannya sebagai khalifah ditolak antara lain oleh Mu’awiyah bin Abu Sufyan, gubernur di Suria yang keluarga Utsman, dengan alasan: pertama, Ali harus bertanggungjawabkan tentang terbunuhnya Utsman; dan Kedua, berhubung wilayah Islam telah meluas dan timbul


(39)

komunitas-komunitas Islam di daerah-daerah baru itu, maka hak untuk menentukan pengisian jabatan khalifah tidak lagi merupakan hak mereka yang berada di Madinah.

Dengan wafatnya Ali bin Abu Thalib maka berakhirlah satu era, era Al-Khulafa al-Rasyidin, dan berakhir pula tradisi pengisian jabatan kepala negara melalui musyawarah. Mu’awiyah bin Abu Sufyan mendapatkan kedudukan sebagai khalifah tidak melalui musyawarah lagi atau persetujuan dari tokoh-tokoh masyarakat, tetapi lewat ketajaman pedang dan tipu muslihat. Kemudian menjelang akhir hayatnyaia menunjuk Yazid, anaknya, sebagai calon penggantinya nanti. Dan itula titik awal dari lahirnya sistem monarki atau kerajaan, yaitu pengisian jabatan kepala negara yang ditentukan atas dasar keturunan, dan dari situ pulalah dibangun dinasti Umawiyah.12

D.Pola-pola Suksesi Kepemimpinan 1. Suksesi Dinastik

Yang dimaksud dengan suksesi dinastik yaitu suksesi kepala negara yang dilakukan dengan sistem penunjukan atau pewarisan. Tegasnya, Kepala Negara itu mendapatkan kedudukannya berdasarkan warisan dari kepala negara yang mendahuluinya.13 Jadi di dalam suksesi model ini, ada lembaga negara, yaitu kedudukan kepala negara, yang dapat diwariskan. Adapun tentang siapa-siapa

12

Munawir, Syadzali. Islam dan Tata Negara, h. 21-28

13


(40)

yang berwenang mendapatkan warisan kepala negara ini, maka negara itu sendirilah yang mengaturnya atau bahkan itu menjadi hak progratif sang raja sendiri.

Suksesi politik semacam ini, akan baik dan cenderung tidak menimbulkan kekacauan dan bahkan pemberontakan, apabila mengikuti pola garis keturunan yang teratur, dengan pola-pola yang sudah baku dan diketahui oleh semua anggota kerajaan. Sebagai contoh adalah suksesi pada kerajaan Inggris yang sangat teratur dengan menyiapkan dan menunjuk “putra mahkota” semenjak dini dengan nomor-nomor urut kebangsawan yang jelas. Namun apabila tidak mengikuti garis keturunan yang teratur. Maka potensi konflik yang sangat besar akan muncul pada negara tersebut. Contoh suksesi model ini banyak ditemukan pada kerajaan Islam periode klasik dan pertengahan, dimana raja, ketika akan mendekati kematianya, segera menunjuk siapapun dari anggota kerajaan yang diinginkannya, yang biasanya adalah dipilih diantara anak-anaknya, semisal dinasti Ghazwani, Turki Ustmani,14 dan lain sebagainya.

Khusus negara kerajaan konstitusional semacam Inggris, ia mempunyai dua macam suksesi; suksesi untuk memilih Kepala Negara dan suksesi untuk memilih Kepala pemerintah.15 pada suksesi yang pertama, maka Inggris mengikuti pola suksesi dinastik. Tetapi pada suksesi yang kedua, Inggris menggunakan pola pemilihan, yaitu dengan diadakannya pemilu. Di Inggris terdapat tiga partai

14

C.H. Dodd, “Suksesi Politik di Kerajaan Ottoman dan Turki Modern”, dalam Peter Calverd, Proses Suksesi Politik, op, cit., h.65

15

Moh. Tolchah Mansoer, “Fungsi Eksekutif”, dalam Padmo Wahyono, Masalah Ketatanegaraan Indonesia Dewasa Ini, op, cit., h.180


(41)

polotik; partai Konservatif, Buruh, dan Liberal. Ketua dari partai yang dominan dalam majelis rendah (house of common) secara tradisional diangkat oleh Ratu (Raja) untuk menjadi Perdana Menteri, dan bersama kabinetnyan menentukan kebijaksanaan politik pemerintah.16 sistem ini juga terdapat di Jepang. Hanya saja dengan partai yang lebih banyak (multi partai).

2. Pemilu

Suatu proses dimana para pemilih memilih orang-orang untuk mengisi jabatan-jabatan politik tertentu. Jabatan-jabatan disini beraneka ragam, mulai dari presiden, wakil rakyat, diberbagai tingkat pemerintahan, sampai kepala desa, pada konteks yang lebih luas. Sistem pemilu yang digunakan di Indonesia adalah asas langsung, umum, bebas, rahasia (luber), serta jujur dan adil (jurdil).17

Adapun yang dimaksud dengan sistem pemilihan yaitu sistem pengangkatan kepala negara dimana ia menduduki kedudukannya sebagai kepala negara bukan berdasarkan pewarisan tetapi berdasarkan pemilihan. Siapapun dapat menjadi kepala negara, asalkan mempunyai kualifikasi yang sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku pada negara tersebut, dan mendapatkan dukungan yang sesuai dengan harapan, sistem ini masih dapat diklasifikasikan menjadi beberapa macam, yaitu; sistem pemilihan langsung dan tidak langsung.

16

Redaksi Ensiklopedi Indonesia, Ensiklopedi Indonesia seri Geografi “Eropa”,

(Jakarta: P.T. Ichtiar Baru Van Hoeve, 1990), Cet, ke-1, h.98

17

Rumidan Rabi’ah, Lebih Dekat dengan Pemilu di Indonesia. (Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 2009), cet ke-1, h.46


(42)

Sistem pemilihan adalah pemilihan dimana semua warga negara yang sudah mempunyai hak pilih, memilih calon kepala negara secara langsung, dan tidak melalui perwakilan. Contoh model ini yaitu Amerika Serikat. Pola suksesi yang digunakan pada negara ini adalah pemilihan langsung calon kepala negara (Presiden) yang sudah dipilh dan disiapkan oleh partai-partai yang ada. Pada suksesi model ini, kepala negara sudah dapat diketahui langsung setelah penghitungan suara selesai.

Adapun pemilihan yang tidak langsung adalah pemilihan kepala negara dimana warga negara yang sudah mempunyai hak pilih memilih wakil-wakil yang di anggap dapat mewakili aspirasinya. Kemudian wakil-wakil inilah, yang dianggap penjelmaan rakyat, yang akan menentukan dan memilih siapa kepala negara yang akan diangkat. Dengan anggapan wakil-wakil rakyat adalah penjelmaan rakyat seluruhnya, maka kepala negara yang dipilih juga dianggap sebagai pilihan rakyat.18 Contoh suksesi model ini yaitu Indonesia. Pemilihan Umum (Pemilu) merupakan salah satu wujud dari kedaulatan rakyat. Sebagai perwujudan negara hukum dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia, Pemilu tersebut baik untuk pemilihan anggota DPR, DPD, dan DPRD serta pemilihan Presiden dan Wakil Presiden dilaksanakan menurut undang-undang.

Atas dasar itu, maka Presiden dan Wakil Presiden diplih secara langsung oleh rakyat melalui pemilu. Pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden diusulkan oleh partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu seperti

18

Wirjono Prodjodikoro, Azas-azas Hukum Tatanegara di Indonesia, Jakarta: Dian Rakyat, 1983), cet ke-5, h. 63


(43)

dinyatakan pada pasal 6A UUD 1945 bahwa “Presiden dan Wakil Presiden dipilih dalam satu pasangan secara langsung oleh rakyat” dan “pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden diusulkan oleh partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilihan umum sebelum pelaksanaan pemilihan umum”19

3. Kudeta

Ketika memahami sebuah kudeta, ada dua peristiwa yang tampak nyata.

Pertama orang yang terdepak biasanya orang yang sudah tidak memiliki pendukung, ditinggalkan kekuatan, dan tidak berkuasa melawan. Kedua orang yang kemudian mengambil alih kekuasaan, pada umumnya didukung pada kekuatan, loyalitas dan keberuntungan. Jadi dapat disimpulkan bahwa kudeta hanya bisa dilakukan jika ada sejumlah dukungan dan kekuatan.20 Seperti contohnya pada masa Presiden Soeharto yang dikudeta pada tahun 1998 karna beliau sudah tidak memiliki kekuatan apa-apa dan tidak berkuasa untuk melawan sejumlah elemen masyarakat di seluruh penjuru Indonesia yang kontra terhadap dirinya dan menginginkan dirinya untuk mundur dari jabatannya sebagai Presiden. Pada saat itu terjadi krisis moneter, demonsstrasi besar – besaran dan banyak terjadi penjarahan atau anarkisme dimana-mana.

4. People power

Yang dimaksud dengan people power adalah suksesi yang dilakukan dengan penggunaan kekuatan keamanan (fisik) untuk menegakkan kekuasaan

19

Hasyim Asy’ari, “Menghitung Hari Pemilu Presiden,” Suara Merdeka, 5 Juli 2004.

20

Arwan Tuti Artha, Kudeta Mei ’98 Perseteruan Habibie-Prabowo, (Yogyakarta: Galangpress, 2007), h. 10-11


(44)

politik.21 Suksesi politik semacam ini bisa berbentuk revolusi (suatu cara perebutan kekuasaan dengan menggunakan kekuatan seluruh rakyat), coup d’etat

(suatu cara perebutan kekuasaan dengan menggunakan kekuatan pemerintah lama untuk menggulingkan dan kemudian menggantikannya) atau pronunciamiento

(suatu perebutan kekuasaan semacam coup d’etat, tetapi dengan menggunakan kekuatan militer).22

Setelah dijelaskan di atas, maka dapat di ketahui bahwa terdapat pola-pola suksesi kepemimpinan yang harus diketahui oleh hal layak umum agar tercapai tujuan suksesi yang diinginkan dalam sebuah negara.

21

Peter Calvert, Proses Suksesi Politik, (Yogyakarta: Tiara Wacana, 1993)., h. 249

22


(45)

35 BAB III

PROFIL PARTAI KEADILAN SEJAHTERA

Cikal-bakal Partai Keadilan Sejahtera lahir dari perjalanan panjang politik Islam di Indonesia sejak masa awal kemerdekaan di Indonesia sampai dengan mengganasnya kekuasaan Orde baru yang kemudian menjadi berantakan karena perlawanan rakyat. Melalui kelompok–kelompok kecil lingkaran pengajian yang biasa disebut halaqah tarbawiyah atau kegiatan mentoring yang digawangi aktivis–aktivis masjid kampus, maka tokoh–tokoh PKS yang muncul hari ini adalah mereka yang sudah terbina jauh sebelum PK dan kemudian berganti nama menjadi PKS hadir sebagai salah satu peserta pemilu dalam wujudnya adalah partai politik. Bagi komunitas PKS, hubungan antara Islam dengan negara dalam lembaran sejarah bangsa hampir selalu diwarnai saling mencurigai bahkan sering terjadi permusuhan, sehingga kesadaran aktivis–aktivis ini sebagai bagian dari mayoritas masyarakat muslim di Indonesia terpanggil melakukan perubahan melalui partai politik, terutama mengadvokasi umat Islam yang senantiasa terpinggirkan sejak masa orde lama dan orde baru kepentingan – kepentingannya. A.Sejarah berdirinya Partai Keadilan Sejahtera

Partai Keadilan Sejahtera yang disingkat menjadi PK Sejahtera merupakan partai berdasarkan Islam yang pendiriannya terkait dengan pertumbuhan dakwah


(46)

Islam semenjak awal tahun delapan puluhan. Partai ini menjunjung tinggi perlindungan, pemenuhan dan penega32kan Hak Asasi Manusia (HAM).33

Partai Keadilan Sejahtera (PKS), sebelumnya bernama Partai Keadilan (PK), adalah sebuah partai politik berbasis Islam di Indonesia. PKS didirikan di Jakarta pada 20 April 2002 (9 Jumadil 'Ula 1423 H) dan merupakan kelanjutan dari Partai Keadilan (PK). Partai Keadilan (PK) didirikan di Jakarta pada 20 Juli 1998 (26 Rabi'ul Awwal 1419 H) dalam sebuah konferensi pers di Aula Masjid Al-Azhar, Kebayoran Baru, Jakarta. Adapun Presiden (ketua) partai ini adalah Nurmahmudi Isma'il.34

Lahirnya sebuah gerakan dakwah kampus merupakan cikal bakal dari kemunculan kader-kader Partai Keadilan di era reformasi yang berawal dari munculnya kelompok anak muda yang memiliki semangat tinggi dalam mempelajari dan mengamalkan Islam, sebagai respon dari tekanan politik yang dilakukan oleh pemerintah orde baru, ketika itu terhadap umat Islam dan juga adanya ruang publik yang relatif lapang yang bernama masjid atau mushola kampus, tempat dimana idealisme kaum muda Islam itu mengalami persemaian ideal secara tepat. Mereka terlembagakan dalam lingkungan usrah-usrah35 yang akrab dengan pemikiran Ikhwanul Muslimin. Orientasi ke-ikhwanul muslimin-an

32

33

Daniel Dhakidae, Ph. D, Parta-partai Politik Indonesia Ideologi dan program 2004-2009, (Jakarta: PT. Kompas Media Nusantara, 2004), h. 301

34

Artikel Republika 10 Agustus 1998, h. 3

35

Usrah adalah istilah dalam Bahasa Arab yang artinya “keluarga”, merupakan bentuk gerakan keagamaan yang dikembangkan oleh para aktivis mahasiswa Islam di masjid Salman ITB dan kemudian dikenal di kalangan aktivis muda islam pada akhir 70 an dan awal 80 an.


(47)

inilah yang menjadi pintu masuk bagi alumni Timur Tengah sebagai narasumber atau penterjemah gagasan-gagasan Islam Timur Tengah di Indonesia, mereka terlibat dalam kegiatan dakwah kampus. Kenyataan bahwa Timur Tengah merupakan wilayah yang memiliki keterikatan erat dengan Indonesia adalah sesuatu yang tidak bisa dibantah dan ini lebih banyak dipengaruhi oleh faktor agama dan politik, di mana sejak lama Timur Tengah telah memberikan kontribusi pemikiran dan gerakan dalam dinamika keagamaan dan politik di Indonesia.

Pada era sebelum kemerdekaan, bermunculan setelah itu pendirinya berinteraksi dengan pemikiran dan gerakan Islam di Arab Saudi maupun Mesir contohnya, Muhammadiyah. PKS yang terinspirasi oleh gerakan Ikhwanul Muslimin di Mesir, gerakan tarbiyah yang merupakan tulang punggung dan pendukung utama partai ini mencoba untuk memformulakan ajaran-ajaran Islam dengan kehidupan sehari-sehari.36

Namun bayang-bayang Ikhwanul Muslimin dalam diri partai ini membuat banyak pengamat Islam dan politik menganggap PKS tidak ada bedanya dengan kelompok-kelompok fundamentalis saat ini, karena mengingat Ikhwanul Muslimin dalam persepsi mereka adalah organisasi fundamentalis terlarang di Mesir yang dianggap ancaman bagi kelangsungan pemerintah yang berkuasa apabila dilihat dari sisi politik.

36

Yon Machmudi. Partai Keadilan Sejahtera; Wajah Baru Islam Politik Indonesia, (Bandung: Harakatun€a. 2005) h. 59


(48)

Momen keterbukaan politik yang diawali sejak dekade 1990-an telah menjadikan model dakwah tarbiyah ini semakin luas. Keterbukaan politik yang diawali pemerintahan ini, ditambah dengan kecenderungan mengakomodasi kepentingan umat Islam telah membawa angin segar bagi dakwah-dakwah di kampus. Bagi gerakan tarbiyah, era keterbukaan ini membawa berkah yang luar biasa untuk ekspansi gerakan-gerakan kampus. Usaha-usaha untuk kembali berpartisipasi dalam dinamika politik dan sosial Indonesia semakin terbuka. Akitivitas-aktivitas gerakan ini mulai meluaskan sayapnya. Kesempatan untuk partisipasi langsung dalam kancah politik nasional menjadi terbuka setelah rezim yang berkuasa selama 32 tahun mengalami kehancuran.37

Partai Keadilan didirikan dengan sebuah keputusan yang diambil berdasarkan survey yang dilakukan kepada para aktivis gerakan dakwah di seluruh Indonesia bahkan luar negeri. Inti pertanyaan yang diajukan dalam jajak pendapat tersebut adalah bentuk apa yang ditampilkan untuk muncul ketengah publik pada era reformasi, apakah bentuk organisasi atau organisasi politik, atau tetap mempertahankan penampilan yang selama ini digunakan yaitu dalam bentuk yayasan atau lembaga-lembaga dakwah.38

Nur Mahmudi Isma’il (Presiden PK pertama), menyebut akar histories dari ideologis Partai Keadilan sangatlah panjang.39 Karena itu sangat sulit untuk

37

Yon Machmudi. Partai Keadilan Sejahtera ….., h. 69

38

Ali Said Damanik. Fenomena Partai keadilan: Transformasi 20 tahun Gerakan Tarbiyah di Indonesia. h. 228

39

Republika 10 Agustus 1998, h.3. Sementara dalam Majalah Tempo. Edisi 18 Januari 1999, h.58. Nur Mahmudi menyebutkan akar histories itu hampir selama 20 tahun


(49)

mengelompokkan mereka ke dalam genre politik tertentu, karena dalam sejarahnya pada level yang nyaris tidak bersentuhan dengan kekuatan politik manapun.40

Dalam perkembangan selanjutnya, PK mulai melibatkan diri dalam ajang pemilihan umum untuk kali pertama pada tahun 1999. Namun pencapaian pada pemilu tahun 1999, tidak memungkinkan bagi sustainibilitas parati ini. Ketentuan

electoral threshold mengharuskan sebuah partai melewati perolehan 2 % jika ingin mengikuti pemilu berikutnya. Berdasarkan undang-undang Pemilu 1999, Bab VII, pasal 39 mengenai syarat keikutsertaan dalam Pemilu, Parati Keadilan tidak diperbolehkan mengikuti pemilihan umum tahun 2004, kecuali PK mau bergabung dengan partai lainnya, atau mendirikan partai politik baru.41

Pada tahun 2001 diadakanlah rapat pleno untuk mencari cara lain agar dakwah melalui jalur politik bisa berjalan. Rapat menghasilkan kesepakatan untuk membuat partai politik baru yang simbolnya tak jauh berbeda dengan partai keadilan. Perumusan mengenai pembentukan partai baru ini diserahkan pada sebuah tim yang dipimpin oleh Muzammil Yusuf.42

40

Menurut Fahri Hamzah, salah seorang deklator PK, para pengurus PK merupakan personel baru yang selama ini tidak pernah tampil baik di masa Orde Baru maupun Orde Lama “Para pengurus PK murni orang-orang baru, yaitu dari kelompok muda yang akar historisnya memang bisa dicarikan. Meraka itu sebelumnya tidak ada yang ikut Golkar, PPP, maupun PDI, apalagi PKI” (Republika. 10 Agustus 1998) h. 3

41

Aay Muhammad Furqon, Partai Keadilan Sejahtera: Ideologi dan Praksis Politik Kaum Muda Muslimin Indonesia Kontemporer, (Jakarta: Teraju, 2004), h. 289

42


(50)

Akhirnya pada tanggal 20 April 2002, PKS resmi berdiri sebagai langkah strategis dalam menjawab hambatan menyangkut electoral threshold. Dengan demikian maka visi dan misi partai tidak bergeser dari khittah PK dan kalaupun ada perbedaan hanya dalam bentuk redaksional dan teknisi semata. Atas dasar kesamaan visi dan misi tersebut, musyawarah Majelis Syuro partai keadilan ke-XIII yang berlangsung di Wisma Haji, Bekasi, pada 17 April 2003, memutuskan Partai Keadilan untuk mengubahnya dengan nama Partai Keadilan Sejahtera.43

Sejatinya perubahan PK ke PKS hanyalah semata-mata perubahan nama untuk menyiasati agar bisa mengikuti Pemilu 2004. Oleh karena itu, suprastruktur (ideologi, pemikiran dan konsep-konsep partai), maupun infrastruktur PKS (baik berupa jaringan kader, kepengurusan hingga asset-aset partai) adalah pelimpahan dari Partai Keadilan.44

PKS percaya bahwa jawaban untuk melahirkan Indonesia yang lebih baik di masa depan adalah dengan mempersiapkan kader-kader yang berkualitas baik secara moral, intelektual, dan professional. Karena itu, PKS sangat peduli dengan perbaikan-perbaikan kearah terwujudnya Indonesia yang adil dan sejahtera.

Kepedulian inilah yang menapaki setiap jejak langkah dan aktivitas partai, dari sebuah entitas yang belum dikenal sama sekali dalam jagat perpolitikan

43

Ibid., h. 291-292

44

M. Rahmat Imadadun. Ideologi Politik PKS: Dari Masjid Kampus ke Gedung Parlemen, (Yogyakarta: Lkis, 2008), h. 38-39


(51)

Indonesia hingga dikenal dan eksis sampai saat ini, sebagai partai yang menduduki peringkat enam dalam Pemilu 2004 lalu.45

Oleh karena itu untuk mencapai peringkat tiga besar dalam Pemilu yang akan datang maka diperlukan kader-kader yang berkualitas secara moral, intelektual, dan professional serta dengan adanya dukungan antar pihak yang satu dengan pihak yang lainnya demi menunjang kesuksesan bersama.

B.Pengaruh Ikhwanul Muslimin Terhadap Partai Keadilan Sejahtera (PKS)

Ke-universal-an ajaran Islam yang diyakini oleh para pendiri dan pendukung PKS menjadikan PKS sebagai salah satu partai Islam di Indonesia yang mempunyai ideologi yang khas (berbeda) dengan partai Islam lainnya yang ada di Indonesia. Keyakinan tersebut justru menjadikan PKS dikatakan sangat mirip dengan pergerakan Islam lainnya di dunia, terutama Ikhwanul Muslimin. Sampai seorang pemikir Ikhwan kontemporer Prof. Dr. Yusuf al-Qaradhawi mengindentikkan PKS sebagai kepanjangan tangan dari Ikhwanul Muslimin. H. Anis Matta, Lc (saat menjabat sebagai Sekjen PK) tidak menampik pengaruh Ikhwanul Muslimin, tapi ia menegaskan, bahwa pengaruhnya hanya sebatas pemikiran dan wacana saja.46

PKS merupakan partai yang menjadikan Ikhwanul Muslimin (IM) sebagai acuan utama dalam gerakan politiknya. Partai ini banyak mengadopsi pemikiran

45

Dikutip dari www.pk-sejahtera.or.id/organisasi.php.op=struktur pada tanggal 10 Maret 2011 pukul 10.30 wib.

46

Nandang Burhanudin, Penegakan Syariat Islam Menurut PKS, (Jakarta: Al-Jannah Pustaka, 2004). h. 98


(52)

IM, baik dalam ideologi politik, manhaj dakwah, maupun pemahaman keislamannya. Oleh karena itu, banyak kader PKS yang menyebut partainya sebagai “anak ideologis” IM. Para aktivis PKS dengan penuh kesadaran menyebut diri mereka sebagai kader Ikhwanul Muslimin. Di kalangan kader Tarbiyah, PKS didaku sebagai IM-nya Indonesia. bahkan, PKS ditengarai pernah merencanakan menjadikan Indonesia sebagai sentrum perjuangan Ikhwanul Muslimin internasional.

Itulah sebabnya PKS memiliki hubungan yang deket dengan berbagai kelompok di Timur Tengah, baik ormas maupun partai politik yang menjadikan IM sebagai acuan ideologinya.

Produk-produk tertulis resmi IM, baik Anggaran Dasar, Anggaran Rumah Tangga, produk-produk Munas IM, maupun risalah-risalah Syaikh Hasan Al-Banna.47 serta pemikiran para tokoh IM yang lain banyak dipelajari oleh kader PKS, dan sangat berpengaruh pada pembentukan pandangan-pandangan politik maupun keagamaan mereka. Banyak unsur-unsur dasar pemikiran IM yang diadopsi menjadi bangunan pemikiran yang membentuk jati diri PKS. Ini tidak mengherankan karena pengaruh IM terhadap kader PKS terjadi sejak awal terbinanya gerakan dakwah kampus era 1970-an sebagai embrio PKS.

47

Risalah-risalah ini merupakan tulisan maupun pidato pendiri Ikwanul Muslimin yang dipublikasikan melalui media-media IM maupun buku. Risalah-risalah ini banyak dikutip dan dijadikan tonggak bangunan pemikiran para tokoh PKS. Risalah-risalah tersebut, antara lain: “Aqidah Kami”, “Dakwah Kami”, “Kemana Kita Membawa umat”, “Untukmu Para Pemuda”, “Ikhwanul Muslimin di Bawah Bendera Al-Qur’an”, “Program Pendidikan”, “Pengarahan”, “Problema Kita di Bawah Sorotan Hukum Islam”, “Antara Kemarin dan Hari Ini”, “Agama dan Polotik”, dan “Menuju Cahaya”. Lebih jauh tentang isi risala-risalah tersebut bisa dilihat dalam Ali Abdul Halim Mahmud, Ikhwanul Muslimin: Konsep Gerakan Terpadu Jilid I, (Jakarta, Gema Insani Press: 1997), h. 363-400.


(53)

Selanjtunya, bentuk keorganisasian IM juga mengilhami bentuk-bentuk organisasi yang dipakai PKS. Pemikiran IM juga sangat mempengaruhi keputusan-keputusan resmi partai ini, di samping juga sangat mewarnai materi, model, serta pola-pola pendidikan dan pengkaderan di PKS. Hasilnya, pemikiran-pemikiran IM menjadi acuan utama, baik secara resmi oleh partai maupun para kadernya.48

Pengaruh IM terhadap PKS sangatlah besar, semua itu dikarenakan IM merupakan acuan utama bagi PKS terutama dalam hal gerakan politik. Partai Keadilan Sejahtera banyak mengadopsi pemikiran IM, baik dalam ideologi,

manhaj dakwah, maupun pemahaman ke-Islamannya. Oleh karena itu, banyak kader PKS yang menyebut partainya sebagai cabang dari IM itu sendiri.

1)Konsep Pembinaan dan Pengkaderan

Sebagaimana diuraikan di atas, pengaruh IM dalam pembentukan ideologi PKS sangatlah besar. Mendalamnya pengaruh IM dalam bangunan pemikiran politik PKS ini dapat dimengerti karena pemikiran-pemikiran IM telah semai semenjak awal masa-masa embrional partai ini. Untuk melihat proses bagaimana persemaian pemikiran-pemikiran IM dalam tubuh PKS ini terjadi, kita perlu melihat kembali perjalanan LDK (Lembaga Dakwah Kampus) dan gerakan tarbiyah sebagai embrio dari PKS, serta bagaimana pengaruh IM dalam fase LDK maupun fase tarbiyah.

48 Fathi Yakan, Revolusi Hasan al-Banna: Gerakan Ikhwanul Muslimin dari Sayyid Quthb Sampai Rasyid Al-Ghannusyi, (Bandung: Penerbit Harakah, 2002), h.12-13


(1)

OUTLINE

TRANSKRIP WAWANCARA

Judul Skripsi : SUKSESI KEPEMIMPINAN DALAM PANDANGAN PARTAI KEADILAN SEJAHTERA (PKS).

Narasumber : Bapak Drs. Mahfudz Siddiq, M. Si sebagai Wakil Sekjen Bidang Media DPP PKS

1. Apa jabatan Bapak dalam struktur kepengurusan DPP PKS ? J : Sebagai Wakil Sekjen Bidang Media

2. Siapa Ketua DPP PKS saat ini? J : Lutfi Hasan Ishaq.MA

3. Bagaimana pandangan PKS mengenai konsep kepemimpinan dalam negara?

J : PKS lebih melihat kepemimpinan sebagai sebuah fungsi dari pada sebuah posisi, dari sudut posisi pun kepemimpinan itu adalah posisi sebagai penerima amanah dan kepercayaan. Lahiriyahnya kepercayaan dari komunitas sosial yang mengamanahkan, dan pada hakekatnya sebagai amanah dari Allah swt sebagaimana yang ditegaskan oleh Rasulullah saw “Innaha laamanah”, Kepemimpinan itu adalah amanah. Karena amanah kepemimpinan sesungguhnya merupakan kursi panas dan sungguh membawa hina dan sesal di hari kiamat, namun bisa menjadi kursi yang empuk dan nyaman bagi orang yang meraih kepemimpinanan tersebut secara hak dan menunaikan kewajibannya.


(2)

Jadi poin terpenting dalam kepemimpinan adalah kinerja /performance, karenanya posisi kepemimpinann itu berat. Kepemimpinan itu lebih sebagai “taklif” atau tugas dari pada sebuah “tasyrif” atau penghormatan, terlebih bagi pemimpin politik yang punya relasi kuat dengan urusan masyarakat umum. Dan hanya dengan menjalankan fungsi-fungsinya maka kepemimpinan akan membawa kebaikan serta berkah.

“Dan Kami jadikan mereka (para Nabi) itu sebagai pemimpin-pemimpin yang memberi petunjuk dengan perintah Kami, dan Kami wahyukan kepada mereka agar berbuat kebaikan , melaksanakan sholat dan menunaikan zakat dan hanya kepada Kami mereka menyembah.” (QS 21 : 73). “Setiap kalian adalah pemimpin (penggembala) dan setiap pemimpin akan di tanyai tentang kepemimpinannya (gembalaannya) . Seorang pemimpin masyarakat adalah penggembala dan akan di tanya tentang gembalaanya.”(al hadist).

4. Bagaimana pandangan Bapak mengenai suksesi kepemimpinan dalam pandangan PKS dan Fiqh Siyasah?

J : Suksesi kepemimpinan adalah sesuatu yang sudah menjadi bagian dari perjalanan roda kehidupan umat manusia/bangsa, seperti yang telah Allah jelaskan dalam kitab sucinya “ Watilkal ayyamu nudawiluha bainannaasa…” yang artinya “Dan masa (kejayaan /kekuasaan/kepemimpinan dan kejatuhan/kehancuran) itu Kami pergilirkan diantara manusia (agar menjadi pelajaran) …”(QS Ali Imran : 140). Dari ayat tersebut dapat kita pahami bahwa sesungguhnya suksesi kepemimpinan itu adalah hal alamiah yang akan terjadi kepada siapapun dan penguasa di negara manapun, termasuk di negara kita ini. Yang terpenting adalah bagaimana cara dan mekanisme yang dilalui oleh proses suksesi itu dapat berjalan dengan baik.


(3)

Kita bisa melihat dari sejarah bangsa kita bagaimana roda suksesi itu terjadi dalam rentang waktu yang berbeda-beda. Presiden 1 Soekarno dengan era orde lamanya setelah menjalankan kekuasaanya selama sekitar 20 tahunan akhirnya harus berakhir juga dan digantikan oleh Soeharto dengan era orde barunya yang berlangsung sekitar 30 tahun, dan ternyata kekuasaan orde baru yang bercokol selama hamper 30 tahun akhirnya runtuh juga dan digantikan dengan era orde reformasi yang sampai kini masih berjalan terseok-seok dengan 4 orang presiden yang menjabatnya dengan rentang masa yang relative singkat.

Nah, saya melihat bahwa yang jauh lebih penting adalah bagaimana kita berupaya mempersiapkan diri untuk menghadapi dan menjalani suksesi itu sendiri. Dan dalam konteks PKS sebagai sebuah partai politik maka pertanyaan yang sama pun akan tetap muncul yaitu adalah apakah PKS telah mempersiapkan diri jika proses suksesi di negara ini jatuh ke tangan PKS?.Kalau sekiranya kita membuat perumpamaan dan pengandaian pergiliran sejarah suksesi di negri ini maka kita akan melihat peta pergiliran adalah sebagai berikut, era orde baru dikuasai oleh parpol Golkar, kemudian era orde reformasi berturut-turut ditangan parpol PKB, diteruskan oleh PDIP dan sekarang Demokrat selama 2 periode. Dan saat ini PKS telah masuk ke jajaran parpol 4 besar di tanah air, maka bukanlah hal yang mustahil pergiliran suksesi tersebut akan berada di tangan PKS. Jadi dalam konteks ini PKS memandang bahwa suksesi adalah sebuah perjalanan alamiah bagi setiap bangsa/negara .

5. Lalu Adakah Istilah Kudeta dan People Power dalam PKS mengenai Suksesi Kepemimpinan itu sendiri?


(4)

7. Benarkah dalam pandangan ulama di Fiqh Siyasah tidak mengenal istilah Kudeta dan People Power?

J : No 5 - 7

PKS lebih melihat bagaimana agar proses suksesi itu dapat berjalan secara alamiah dan normal tanpa harus melalui jalan kudeta maupun people power. Karena bila sebuah proses suksesi dilakukan dengan jalan kudeta misalnya, maka yang dikhawatirkan dan perlu diwaspadai adalah akan lahirnya dendam politik dari pihak yang digulingkan, dan bila hal tersebut yang terjadi maka stabilitas negara pasti akan sangat terganggu. Pakistan adalah salah satu contoh negara yang stabilitas negrinya tidak aman karena buah dari tindakan kudeta yang mengawalinya. Begitu pula dengan people power, saya melihatnya memiliki tingkat resiko bahaya dan atau merugikan bagi rakyat lebih besar. Sejarah negri kita telah mencatatnya bagaimana people power itu telah memakan korban dari rakyat dan anak bangsa sendiri ketika terjadi gejolak tahun 1966, 1974, dan 1998, atau contoh aktual yang saat ini dapat kita saksikan bersama gejolak yang terjadi di negara-negara timur tengah, diawali dari Mesir, Yordania, Yaman, Suriah dan mungkin menyusul negara-negara lainnya.

Memang tindakan kudeta ataupun gerakan people power dapat menjadi jalan bagi terjadinya proses suksesi sebuah kekuasaan, namun bila di lihat dari tingkat resiko yang akan terjadi maka akan jauh lebih baik dan elok bila proses suksesi itu dijalankan secara alamiah dan dengan cara-cara yuang demokratis. Dalam kaidah ushul fiqh pun ada kaidah yang berbunyi “ Menghindari mudharat yang lebih besar jauh lebih utama daripada mengharapkan maslahat yang belum tentu di dapatkan”.


(5)

8. Apakah dalam suksesi kepemimpinan dalam PKS selalu melalui Pemilu? 9. Jika ya, kenapa? Dan mengapa harus melalui pemilu?

10. Sedangkan dalam Fiqh Siyasah tidak ada istilah pemilu?

11.Bagaimana Demokratisasi Pemilihan Seorang Pemimpin dalam PKS? J : N0 8 - 11

Ya, di dalam PKS proses suksesi yang terjadi melalui sistem pemilu yang kita sebut sebagai pemira (pemilu raya). Proses pemilihan pimpinan dalam tubuh PKS melalui sistem atau mekanisme syura ( musyawarah ) dan sumpah ( janji setia ). Syura yang diselenggarakan oleh para tokoh pilihan yang merepresentasikan perwakilan dengan otoritas “ahlul halli wal’aqdi“, sebagai lembaga pemutus dengan putusan yang mengikat, antara lain dengan memilih kandidat pemimpin partai. Langsung setelah terpilih dalam syura lembaga tertinggi itu dan mendapat sumpah ( janji setia ) dari seluruh anggotanya, sang pemimpin terpilih pada level syura diserahkan kepada masyarakat ( kader ) untuk mendapatkan janji setia, dukungan kesetiaan mereka. Dan dalam tataran teknis dan mekanisme modern dikenal dengan istilah referendum atau pemilu.

12. Bagaimana menurut pandangan bapak mengenai suksesi kepemimpinan di Indonesia ? J : Kita memang menyadari bahwa bangsa ini sedang dalam proses menuju

kedewasaannya dalam berdemokrasi. Dan hal itu memang membutuhkan waktu yang tidak sebentar, apalagi bangsa kita memang baru bisa membebaskan diri dari 2 belenggu era yang otoriter yaitu era orde lama dan orde baru yang telah berlangsung selama puluhan tahun. Sedangkan era reformasi baru berjalan 12 tahun namun telah melalui 4 pergantian presiden. Hal ini cukup berdampak pada terhambatnhya pencapaian cita-cita reformasi yang digulirkan sejak tahun 1998 lalu.


(6)

Namun demikian , kita sebagai anak bangsa harus dan wajib untuk tetap mempunyai harapan dan optimisme bahwa bangsa ini akan menjadi lebih baik. Dan proses suksesi yang nantinya akan dijalankan di tahun 2014 akan berjalan dengan alamiah dan stabil. Kita tentunya berharap kedepannya bangsa ini akan menjadi bangsa yang demokratis.