Tahap perkembangan menulis permulaan siswa autis kasus Rifki Lazuardi dan Fathoni Dewantoko, siswa kelas II di SLB Citra Mulia Mandiri, Maguwoharjo, Depok, Sleman, Yogyakarta tahun ajaran 2007/2008 - USD Repository
TAHAP PERKEMBANGAN MENULIS PERMULAAN SISWA AUTIS :
KASUS RIFKI LAZUARDI DAN FATHONI DEWANTOKO, SISWA KELAS II DI SLB CITRA MULIA MANDIRI, MAGUWOHARJO, DEPOK, SLEMAN, YOGYAKARTA TAHUN AJARAN 2007/2008 Skripsi Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Pendidikan Bahasa, Sastra Indonesia, dan Daerah Disusun oleh DWI RETNOWATI 041224025
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA, SASTRA INDONESIA, DAN DAERAH
JURUSAN PENDIDIKAN BAHASA DAN SENIFAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA 2008
ABSTRAK
Retnowati, Dwi.. 2008. Tahap Perkembangan Menulis Permulaan Siswa Autis: Kasus
Rifki Lazuardi dan Fathoni Dewantoko, Siswa Kelas II di SLB Citra Mulia Mandiri, Depok, Sleman, Yogyakarta, Tahun Ajaran 2007/2008. Skripsi. S1 PendidikanBahasa, Sastra Indonesia, dan Daerah, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sanata Dharma,Yogyakarta.
Penelitian ini bertujuan mendeskripsikan tahap perkembangan menulis permulaan yang dialami oleh siswa autis kelas II di SLB Citra Mulia Mandiri, Maguwoharjo, Depok, SLeman, Yogyakarta, tahun ajaran 2007/2008. Rumusan masalah utama penelitian, yaitu: (1)Bagaimanakah tahap perkembangan menulis permulaan siswa autis kelas II di SLB Citra Mulia Mandiri, Maguwoharjo, Depok, Sleman, Yogyakarta, Khususnya Rifki Lazuardi dan Fathoni Dewantoko? (2) Adakah perbedaan tahap perkembangan menulis permulaan antara Rifki Lazuardi dan Fathoni Dewantoko? Teknik pengumpulan data menggunakan tes menulis, pengamatan (observasi), wawancara terhadap dua orang guru yang mengampu masing-masing siswa autis tersebut. Untuk mengetahui validitas dan reliabilitas instrumen peneliti menggunakan teknk triangulasi, yaitu dengan cara mencocokkan data yang diperoleh dengan data hasil wawancara terhadap dua orang guru yang mengampu kedua siswa. Instrumen tes menulis di analisis dengan cara menilai dan menyimpulkan hasil pekerjaan siswa menggunakan kriteria Penilaian Acuan Patokan hasil wawancara dianalisis dengan cara mentranskip hasil wawancara, mengkoding hasil transkip wawancara, kemudian mendeskripsikannya. Hasil pengamatan (observasi) disimpulkan dengan cara mendeskripsikan hasil pengamatan.
Hasil umum analisis deskriptif menunjukkan bahwa tahap perkembangan kemampuan menulis yang dialami Rifki Lazuardi adalah tahap pra menulis, tahap menebalkan huruf, tahap identifikasi huruf, tahap menyalin huruf vokal, tahap menyalin huruf konsonan, tahap dikte huruf vokal, tahap dikte huruf konsonan, tahap menyalin kata, sedangkan tahapan perkembangan menulis yang dialami oleh Fathoni Dewantoko adalah tahap pra menulis, tahap identifikasi huruf, tahap menyalin huruf vokal, tahap menyalin huruf konsonan, tahap menyalin kata.
Terdapat perbedaan dalam tahap perkembangan menulis permulaan yang dialami oleh Rifki Lazuardi dan Fathoni Dewantoko. Tahapan yang dilalui oleh Rifki Lazuardi dalam perkembangan menulis permulaan jauh lebih banyak daripada tahapan perkembangan menulis permulaan yang dialami oleh Fathoni Dewantoko. Dalam perkembangan menulis permulaan menulis permulaan Rifki Lauardi mengalami delapan tahap, sedangkan Fathoni Dewantoko hanya mengalami lima tahap. Ada 2 tahap perkembangan dalam menulis permulaan yang tidak dilalui oleh Fathoni Dewantoko. Tahapan itu antara lain adalah tahapan menebalkan huruf dengan cara menebalkan titik- titik untuk membentuk huruf, dan tahapan dikte huruf. Tahap menebalkan huruf tidak ia lewati karena Fathoni Dewantoko mengalami cacat pada matanya sehingga tidak dapat melihat garis atau titik dengan jelas.
Berdasarkan hasil penelitian, peneliti memberikan saran sebagai berikut, yaitu : (1) Guru yang mengampu siswa SLB Citra Mulia Mandiri Maguwoharjo, Depok, Sleman, Yogyakarta agar lebih memperhatikan kondisi siswa, baik kondisi fisik maupun kondisi psikisnya. Hal ini berguna agar guru lebih mudah dalam mendidik siswa, (2) Sebaiknya guru menempatkan mata pelajaran bahasa Indonesia di awal pembelajaran daripada pelajaran menyanyi, menggambar, dan menari. Hal itu dikarenakan mata pelajaran bahasa Indonesia khususnya pelajaran menulis membutuhkan kemampuan berpikir anak. Jika pelajaran bahasa Indonesia diletakkan di akhir pembelajaran (siang hari) kondisi anak yang cenderung tidak menyukai pelajaran menulis akan membuat anak mudah bosan dan menangis, (3) Bagi peneliti lain yang ingin melanjutkan dan memperdalam penelitian mengenai perkembangan anak autis, sebaiknya melakukan penelitian dalam jangka waktu yang agak lama agar lebih mengetahui secara lebih jelas mengenai kondisi perkembangan siswa.
ABSTRACT
Retnowati, Dwi. (2008). Development Stage of Early Writing Skills on Autistic
Students; A Study Case on Rifki Lazuardi and Fathoni Dewantoko, Second Grade Students of Citra Mulia Mandiri SLB, Maguwoharjo, Depok, Sleman, Yogyakarta, Academic Years 2007/2008. An Undergraduate Thesis: Department of Language, Indonesia Letters, and Vernacular Education, Faculty of Teachership Education, Sanata Dharma University.
The aim of this research is to describe the developmental stage of early writing skills on autistic second grade students of Citra Mulia Mandiri SLB, Maguwoharjo, Depok, Sleman, Yogyakarta, on the academic year 2007/2008. The main problem formulations in this research are: (1) “How does the development stage of early writing skills on autistic second grade student of Citra Mulia Mandiri SLB, Maguwoharjo, Depok, Sleman, Yogyakarta, especially Rifki Lazuardi and Fathoni Dewantoko?” (2) “Are there differences on the development stage of early writing skills on Rifki lazuardi and Fathoni Dewantoko?” Data collection is applied using writing tests, observation, and interview toward two teachers that teach the pupils mentioned. In order to acknowledge the validity and reliability of the instrument, it was brought and discussed with the professional who are the headmaster of Citra Mulia Mandiri SLB and the teachers of the pupils mentioned. The tests instruments were analyzed by grading and summarize the students’ result using standard matrix criteria. The interviews were analyzed by transcript, coding it, and describe it. The observation result was summarized.
The general descriptive analysis showed that the development stage of writing skills on Rifki Lauardi and Fathoni Dewantoko which was started from early stage (simple one to the more complex one). The stages experienced by Rifki Lazuardi were: pre-writing, tracing, identifying, copying vocals, copying consonants, dictating vocals, dictating consonants, and copying words. Were else experienced by Fathoni Dewantoko were: pre-writing, identifying letters, copying vocals, copying consonants, copying words.
Rifki Lazuardi and Fathoni Dewantoko experienced difference stages of early writing skills. Rifki Lazuardi experienced much more early writing skills stages than Fathoni Dewantoko did. There were eight stages on Rfiki Lazuardy and only five stages on Fathoni Dewantoko. There are several early sriting skills stages that Fathoni Dewantoko missed. Those stages are tracing letters made of dots and dictating letters. Fatoni Dewantoko skips tracing stages for he has an eye sight defect that made him unable to see line and dots visibly.
Based on the results of the research, the writer came to some suggestions, which are: (1) Te teachers who teach at Citra Mulia Mandiri SLB, Maguwoharjo, Depok, Sleman, Yogyakarta to be more concerns to their students conditions, both physics and psychological. It will be very useful in teaching their pupils, (2) it would be better if the teacher puts forth Bahasa Indonesia subject before singing, drawing, and dancing. Based on the fact that Bahasa Indonesia subject, especially writing wanted for full concentration, if this subject was given after the other subject (at the end of the day), children who have tendency to disfavored this subject tend to be bored and cried,(3) For those who had interest in analyzing and made a further research on developmental stages of autistic students, it would be better if they do it in a long period of time to be able to have a full coverage on their developmental stages.
LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH
UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS
Yang bertanda tangan di bawah ini, saya mahasiswa Universitas Sanata Dharma: Demi pengembangan ilmu pengetahuan saya kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul: TAHAP PERKEMBANGAN MENULIS PERMULAAN SISWA AUTIS: KASUS RIFKI LAZUARDI DAN FATHONI DEWANTOKO, SISWA KELAS II DI SLB CITRA MULIA MSNDIRI, MAGUWOHARJO, DEPOK, SLEMAN, YOGYAKARTA, TAHUN AJARAN 2007/2008 beserta perangkat yang diperlukan (bila ada). Dengan demukian saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk media lain, mengelolanya dalam bentuk pangkalan data, mendistribusikan secara terbatas, dan mempublikasikannya di Internet atau media lain untuk kepentingan akademis tanpa perlu meminta ijin dari saya maupun memberikan royalty kepada saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis.
Demukian pernyataan ini yang saya buat dengan sebenarnya. Pada tanggal 24 Oktober 2008 Yang menyatakan (Dwi Retnowati)
KATA PENGANTAR
Puji dan Syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini.
Skripsi ini disusun untuk memenuhi salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pendidikan Bahasa, Sastra Indonesia, dan Daerah di Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta. Selama mengadakan persiapan sampai penulisan skripsi ini penulis mendapatkan bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih kepada :
1. Dr. B. Widharyanto, M.Pd selaku dosen pembimbing, yang memberikan bimbingan kepada penulis dengan penuh dedikasi dan kesabaran sehingga penelitian ini dapat diselesaikan dengan baik.
2. Drs. J. Prapta Diharja, S.J, M.Hum. selaku Ketua Program Studi Pendidikan Bahasa, Sastra Indonesia, dan Daerah Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.
3. Ibu Eny Winarti, S.Pd., selaku Kepala Sekolah SLB Citra Mulia Mandiri Yogyakarta, yang telah memberikan kesempatan untuk melakukan penelitian di sekolah tersebut.
4. Seluruh dosen Program Studi Pendidikan Bahasa, Sastra Indonesia, dan Daerah, di Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta, yang dengan sabar memberikan bimbingan belajar selama penulis di bangku kuliah.
5. Ayah dan Ibu yang selalu memberiku doa sehingga penulisan skripsi ini dapat berjalan dengan lancar.
6. Kakek dan Nenek yang selalu memberikan doa dan semangat pada penulis dalam menyelesaikan penulisan skripsi ini.
7. Suamiku tercinta yang selalu memberikan doa dan cinta sehingga skripsi ini dapat selesai.
8. Adikku Dian yang telah memberiku semangat agar skripsi ini selesai.
9. Sahabatku Dian yang telah banyak membantuku baik nasehat, motivasi, dan doanya dalam menyelesaikan skripsi ini.
10. Seluruh teman-teman seperjuangan yang tidak bisa saya sebutkan satu persatu yang telah memberikan banyak dukungan sehingga skripsi ini selesai.
Penulis menyadari bahwa penelitian ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun guna pengembangan dan menyempurnakan penelitian ini akan penulis terima dengan senang hati. Semoga penelitian ini bermanfaat bagi pembaca.
Yogyakarta, Penulis
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL…………………………………………………………i HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING……………………………...ii HALAMAN PENGESAHAN………………………………………………..iii HALAMAN PERSEMBAHAN……………………………………………...iv MOTO………………………………………………………...........................v PERNYATAAN KEASLIAN KARYA……………………………………...vi ABSTRAK……………………………………………………………………vii
ABSTRACT …………………………………………………………………..ix
KATA PENGANTAR………………………………………………………..xi DAFTAR ISI………………………………………………………………….xiii DAFTAR TABEL…………………………………………………………….xvi DAFTAR LAMPIRAN…………………………………………………………………..xvii DAFTAR GAMBAR……………………………………………………….....xviii
BAB I PENDAHULUAN…………………………………………................1
A. Latar Belakang Masalah …...……………………………………….1 B. Pembatasan Masalah ……………………………………………...9 C. Rumusan Masalah ………………. …………………………….....9 D. Batasan Istilah…. ………………………………………………10 E. Tujuan Penelitian …………... …………………………………..10 F. Manfaat Penelitian…………………………………………....11G. Sistematika Penyajian……………………………..………………11
BAB II LANDASAN TEORI……………………………12 A. Penelitian yang Relevan …………………………………………..15 B. Kerangka Teoritis………………………………………………..…115
1. Autisme dan Gangguan Perkembangan………………16
2. Anak dengan Kebutuhan Khusus…………………………………23
3. Penanganan Anak Autis…………………………………………..25
4. Perkembangan Perilaku Anak Normal……………………………28
5. Perkembangan dan Pemerolehan Bahasa Anak…………………...41
6. Pengajaran Menulia Permulaan………………………………….46
7. Pengertian Belajar Mengajar……………………………………..48
BAB III METODOLOGI PENELITIAN………………………………….48
A. Jenis Penelitian …...…………………...……………………...…...48 B. Subyek Penelitian………...……………………..…………………50 C. Jenis Data………………………………………………………..50 D. Instrumen Penelitian……………………………………………...52 E. Keandalan Instrumen…………………………………………….52 F. Teknik Pengumpulan Data……………………………………….54 G. Prosedur Pelaksanaan Penelitian…………………………………..55 H. Teknik Analisis Data……………………………………………..59BAB IV DATA DAN ANALISIS DATA………….…………………..59
A. Pelaksanaan Penelitian di Lapangan………………………………591. Observasi…………………………………………………...63
2. Saat Pembelajaran……………………………………………65
3. Wawancara…………………………………………………67
B. Pembahasan………………………………………………….......67
1. Deskripsi Tahap Perkembangan Menulis Permulaan Rifki Lazuardi………………………………………………………67
2. Deskripsi Tahap Perkembangan Menulis Permulaan Fathoni Dewantoko……………………………………………………73
3. Perbedaan Tahapan Perkembangan Menulis Permulaan Rifki Lazuardi dan Fathoni Dewantoko……………………………79
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN..........................................................79
A. Kesimpulan …………………………………………………….....79 B. Saran……..……………………………………………………….81 DAFTAR PUSTAKA………………………………………………………...83 LAMPIRAN ………………………………………………………………....
BIOGRAFI PENULIS………………………………………………………..
DAFTAR LAMPIRAN LAMPIRAN 1: Instrumen Penelitian.....................................................................2 LAMPIRAN 2 : Lembar jawaban menebalkan huruf vokal...................................3 LAMPIRAN 3 : Lembar jawaban menebalkan huruf konsonan.............................4 LAMPIRAN 4 : Lembar jawaban menyalin huruf vokal.........................................5 LAMPIRAN 5 : Lembar jawaban menyalin huruf konsonan..................................6 LAMPIRAN 6 : Lembar jawaban menyalin kata....................................................7 LAMPIRAN 7 : Lembar jawaban dikte huruf vokal dan konsonan........................8 LAMPIRAN 8 : Lembar jawaban melengkapi kata.................................................9 LAMPIRAN 9 : Lembar penilaian identifikasi huruf............................................10 LAMPIRAN 10 : Hasi penilaian identifikasi huruf Rifki Lazuardi......................11 LAMPIRAN 11 : Hasil penilaian identifikasi huruf Fathoni Dewantoko.............12 LAMPIRAN 12 : Hasil pekerjaan Rifki Lazuardi.................................................13 LAMPIRAN 13 : Hasil pekerjaan Fathoni Dewantoko.........................................23 LAMPIRAN 14 : Data hasil tes pra menulis ........................................................33 LAMPIRAN 15 : Data hasil tes menulis permulaan .............................................34 LAMPIRAN 16 : Data perbedaan tahap perkembangan Rifki dan Fathoni..........36 LAMPIRAN 17 : Laporan perkembangan Rifki lazuardi......................................37 LAMPIRAN 18 : Laporan Perkembangan Fathoni Dewantoko............................46 LAMPIRAN 19 : Buku catatan Rifki Lazuardi………………………………….68 LAMPIRAN 20 : Buku catatan Fathoni Dewantoko…………………………….83 LAMPIRAN 21 : Transkip wawancara guru 1…………………………………..98 LAMPIRAN 22 : Transkip wawancara guru 2…………………………………101 LAMPIRAN 23 : Dokumentasi identifikasi huruf……………………………...105 LAMPIRAN 24 : Dokumentasi menulis huruf…………………………………107 LAMPIRAN 25 : Ijin Penelitian………………………………………………..109 LAMPIRAN 26 : Kurikulum SD SLB………………………………………….110
DAFTAR GAMBAR Gambar 1. Rifki Lazardi sedang menulis huruf…………………………………69 Gambar 2. Rifki Lazuardi sedang belajar identifikasi huruf vokal………………69 Gambar 3. Rifki Lazuardi sedang identifikasi huruf konsonan…………………69 Gambar 4. Rifki Lazuardi sedang menulis dengan bantuan guru………………70 Gambar 5. Fathoni Dewantoko sedang belajar identifikasi huruf………………74 Gambar 6. Fathoni Dewantoko sedang belajar menulis huruf vokal……………74 Gambar 7. Fathoni Dewantoko sedang belajar menulis huruf konsonan………74
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada dasarnya anak berhak memperoleh pendidikan yang layak. Tetapi
pada kenyataannya masih banyak anak yang belum memperoleh pendidikan yang memadai. Di samping kurangnya dukungan dari orang tua dan kurangnya perhatian dari pemerintah terhadap anak kurang mampu, ternyata ada hal yang lebih utama, yaitu kesadaran dari anak untuk menuntut ilmu sebagai suatu kewajiban bukan suatu tekanan atau paksaan. Seharusnya di zaman yang semakin modern ini, pendidikan harus tetap menjadi nomor satu, karena kalau tidak, kita akan semakin terbelakang dan tertinggal dari yang lainnya.
Pendidikan merupakan proses belajar yang mencakup suatu proses dalam keseluruhan kurun waktu kehidupan individu yang secara terus- menerus sejak masa prenatal sampai akhir hayat. Pendidikan tidak hanya berlangsung secara formal melalui sekolah-sekolah tetapi dapat pula pendidikan non formal yaitu melalui kursus-kursus atau lembaga-lembaga. Di dalam pendidikan terdapat suatu proses berpikir yang logis sistematis juga terdapat berbagai macam pengolahan informasi yang telah diperoleh. Pendidikan dapat pula diartikan sebagai usaha sadar, sengaja, dan bertanggungjawab yang dilakukan pendidik terhadap anak didik menuju taraf yang lebih maju (Rumini, 1993:16).
Banyak anak yang kurang mendapatkan perhatian dalam bidang pendidikan, khususnya bagi mereka anak-anak yang memiliki kecacatan mental. Mereka tidak bisa bersekolah layaknya anak normal. Dibutuhkan sekolah atau lembaga khusus untuk menampung anak-anak yang memiliki kelainan cacat mental. Dalam pengajarannya pun dibutuhkan metode dan pengajaran khusus yang tidak bisa dilakukan oleh kebanyakan orang.
Pendidikan khusus untuk anak cacat mental dilakukan guna membimbing mereka agar mereka juga merasakan hak memperoleh pendidikan yang layak.
Di dalam pengajarannya dibutuhkan guru atau pengajar yang telah ahli dibidangnya.
Banyak anak-anak yang memiliki kelainan ketika ia dilahirkan. Hal itulah yang akan menjadi hambatan dalam perkembangannya jika ia tidak diperhatikan, serta kurangnya kepedulian dari orang tuanya. Saat ini anak dengan kelaianan hambatan perkembangan perilaku telah mengalami peningkatan yang cukup drastis. Anak special needs atau anak dengan kebutuhan khusus termasuk anak yang mengalami hambatan dalam perkembangan perilakunya. Perilaku anak-anak ini yang antara lain terdiri dari wicara dan okupasi, tidak berkembang seperti anak yang normal. Padahal kedua jenis perilaku ini penting untuk melakukan komunikasi dan sosialisasi. Perilaku adalah semua tindakan atau tingkah laku seorang individu, baik kecil maupun besar, yang dapat dilihat, didengar maupun dirasakan (oleh indra perasa dikulit, dan bukan yang dirasakan oleh hati) oleh orang lain atau diri sendiri ( Handojo, 2003).
Kelainan perilaku yang serius dan semakin banyak dijumpai yaitu autisme masa anak-anak (autisma infantil). Autisma berasal dari kata auto yang berarti sendiri. Penyandang autisma seakan-akan hidup di dunianya sendiri. Anak mengalami kesulitan dalam berkomunikasi dengan orang lain.
Mereka cenderung lebih suka asyik terhadap dirinya sendiri. Penyimpangan ini disebut autisma dan para penderitanya disebut autis (Handojo, 2003).
Autisme merupakan masalah yang paling berat yang dihadapi oleh orang tua dan itu harus diatasi sejak dini serta membutuhkan penanganan yang khusus.
Di sini perhatian dan dukungan lebih banyak dari banyak pihak dibutuhkan untuk penanganan anak autis. Tidak hanya dukungan dari keluarga, dukungan dari masyarakat dan pemerintah pun turut menjadi hal yang utama guna penanganan anak autis ini.
Anak autis tidak dapat bersekolah seperti layaknya anak normal pada umumnya. Dibutuhkan sekolah atau lembaga khusus yang mampu menampung mereka. Pemerintah hendaknya memperhatikan hal tersebut dengan mendirikan sekolah khusus atau lembaga khusus bagi penyandang autisme. Sekolah khusus untuk anak autis baru beberapa tahun ini didirikan di Indonesia, itupun dengan jumlah yang masih sedikit. Padahal jumlah anak dengan hambatan perkembangan perilaku telah mengalami peningkatan yang sangat mengejutkan. Salah satu contoh sekolah khusus autisme ádalah Sekolah Luar Biasa Citra Mulia Mandiri, Maguwoharjo, Depok, Sleman, Yogyakarta. Sekolah ini baru berdiri selama 4 tahun. Pembelajaran di sekolah ini berbeda dengan sekolah pada umumnya. Pembelajaran dilakukan dengan sistem one on one. Dalam artian satu guru mengampu satu siswa dalam pembelajarannya. Hal ini dikarenakan kondisi anak autis antara anak yang satu dengan anak yang lain berbeda-beda. Kondisi siswa yang berbeda inilah yang menyebabkan merekla membutuhkn perhatian dan pengawasan ekstra dari orang yang telah ahli dibidangnya.
Pembelajaran yang sesuai denmgan kondisi anaka akan mempengaruhi proses kegiatan belajar mengajar. Proses belajar anak autis ini berbeda dengan proses pembelajaran pada anak-anak normal pada umumnya. Dibutuhkan waktu yang lama agar si anak dapat mencapai taraf pembelajaran yang lebih tinggi. Pembelajaran harus disesuaikan dengan tingkat kognitif siswa.
Penyandang autisme memiliki keterbatasan dalam penguasaan bahasa, baik bahasa secara lisan maupun tertulis. Oleh karena itu siswa autis membutuhkan metode dan penanganan yang khusus dalam pengajarannya. Anak yang mengalami penyimpangan perilaku seharusnya lebih mendapatkan perhatian yang khusus dari banyak pihak, terutama dari orang tuanya. Pada masa awal perkembangannya seharusnya lebih diperhatikan pada perkembangan bahasanya agar anak-anak tersebut tidak terlalu jauh mengalami kekurangan dalam pemerolehan bahasanya. Dalam menanganinya dibutuhkan ketelatenan dan kesabaran dari pembimbing-pembimbingnya agar ia tidak terlalu jauh tertinggal dari anak normal pada umumnya. Penguasaan keterampilan masing-masing anak berbeda antara anak yang satu dengan anak yang lainnya, tergantung dari tingkat perkembangan usia masing-masing anak.
Piaget memandang perkembangan intelektual berdasarkan perkembangan struktur kognitif. Semua anak melewati setiap tahap tersebut secara hierarki, artinya anak tidak dapat melompati suatu tahap tanpa melaluinya. Piaget dan kawan-kawan mengidentifikasikan empat tahap perkembangan kognitif anak-anak yaitu: tahap sensorimotor (0-2 tahun), tahap pra operasional (2-7 tahun), tahap operasi konkret (6-11 tahun atau 6-12 tahun), dan tahap operasi formal (11-14 tahun).
Anak yang mengalami gangguan perkembangan seringkali mengalami kesulitan dalam menguasai suatu keterampilan berbahasa, baik lisan maupun tulis. Dalam menguasai keterampilan berbahasa itu dibutuhkan aspek-aspek yang mendukung agar pembelajaran akan berhasil. Rofi’udin dan Zuhdi (1999), mengungkapkan ketiga aspek yang berperan dalam pembelajaran yaitu, kemampuan kognitif, kemampuan afektif, dan dimensi psikomotorik.
Kesuksesan dalam pembelajaran akan berhasil seiring dengan tahap perkembangan kemampuan kognitif seorang anak. Untuk menguasai seluruh keterampilan tersebut tidak mungkin diperoleh secara tiba-tiba, diperlukan adanya suatu proses yang panjang, hingga pada akhirnya anak dapat menguasai suatu keterampilan tersebut. Semua tahap ini selalu diawali dengan proses permulaan hingga pada akhirnya mendapatkan suatu hasil yang diinginkan dengan ketercapaian tujuan pembelajaran seperti yang sudah ditentukan.
Sama halnya dengan anak-anak yang normal, pembelajaran bahasa anak, baik secara lisan maupun tertulis pada anak-anak autis juga memerlukan suatu tahap yang bertingkat. Tahapan itu dimulai dari yang rendah sampai pada tingkatan yang tinggi mengikuti proses perkembangan kognitif anak.
Seperti halnya perkembangan membaca, perkembangan anak dalam menulis juga terjadi secara perlahan-lahan. Dalam tahap ini anak perlu mendapat bimbingan dalam memahami dan menguasai cara mentransfer pikiran ke dalam tulisan.
Masalah yang dimiliki anak-anak penyandang autisme saat mempelajari kata-kata sederhana adalah begitu banyak kalimat mereka memiliki ciri ekolali (membeo/mengulang kata) dan mengapa penggunaan bahasa mereka sering tidak memiliki kreativitas dan daya cipta, dan membatasi diri pada pengulangan kalimat yang telah diucapkan orang lain (Peeters, 2004:66). Namun demikian, bahasa harus menjadi bagian dari diri penyandang autisme. Mereka harus mengenal dan menguasai bahasa agar dapat berinteraksi sosial.
Tentu saja pengajaran bahasa pada penyandang autisme tidak langsung dengan mempelajari bahasa berupa kalimat lengkap. Dengan demikian, perlu adanya tahapan-tahapan dalam mengembangkan bahasa. Tahapan-tahapan perkembangan bahasa selalu dimulai dengan kalimat satu kata atau holoprase yang telah mencerminkan suatu hubungan konseptual (Mar’at, 2005:58). Dari segi bahasa tulis, pembelajaran bahasa dimulai dengan pengenalan seluruh abjad alfabet. Kemudian berlanjut pada penyukuan yang terdiri atas dua huruf (gabungan huruf vokal dan konsonan). Setelah itu, penggabungan penyukuan atau pengulangan penyukuan yang dikaitkan dengan pemahaman makna benda-benda, kejadian, dan orang lain. Hingga pada akhirnya pengenalan kata dan tanda baca. Begitu tahap berikutnya telah dirambah, tahap sebelumnya tetap dimunculkan kembali. Cara semacam ini dilakukan secara terus-menerus untuk mengetahui daya konsentrasi dan pemahaman penyandang autisme terhadap bahasa.
Merasuknya bahasa pada diri penyandang autisme diawali dengan kontak mata. Kontak mata sangat perlu agar perhatian penyandang autisme terfokus dan mereka mengenal lawan bicara. Dari kontak matalah dapat diketahui kesiapan penyandang autisme untuk belajar bahasa dalam bentuk rentetan kata-kata bermakna. Setelah kontak mata, tahap selanjutnya adalah kontak fisik. Lewat sentuhan dan rabaan, penyandang autisme dikenalkan pada benda dan kata, situasi dan kata, atau tempat dan kata.
Anak-anak mulai menggambar, kemudian menulis “cakar ayam”, barulah berusaha membentuk bentuk-bentuk huruf. Mula-mula anak belajar menulis, meskipun ia tidak mengetahui nama-nama huruf. Menuliskan kata- kata yang dikenalnya dengan baik, misalnya namanya sendiri menolong anak belajar bahwa huruf yang berbeda melambangkan bunyi-bunyi yang berbeda. Anak mencoba menggunakan aturan dalam menulis dengan mencocokkan bunyi dan aturan. Bunyi-bunyi dalam nama huruf dicocokkan dengan bunyi- bunyi yang didengarnya. Pada mulanya anak hanya memperhatikan huruf pertama pada setiap kata, huruf-huruf lain dalam setiap kata kurang mendapat perhatian (Zuchdi dan Budiasih, 1997:21)
Menurut Rofi’udin dan Zuhdi (1999:76) menulis dapat dipandang sebagai rangkaian aktivitas yang bersifat fleksibel. Rangkaian aktivitas yang dimaksud meliputi: pra menulis, penulisan draf, revisi, penyuntingan, dan publikasi atau pembahasan. Selanjutnya, menurut Tarigan (1984:3) mengatakan bahwa menulis merupakan suatu keterampilan berbahasa yang dipergnakan untuk berkomunikasi secara tidak langsung, tidak secara tatap muka dengan orang lain. Menulis merupakan suatu kegiatan yang produktif dan ekspresif. Dalam kegiatan menulis maka sang penulis harus trampil memanfaatkan grafologi, struktur bahasa, dan kosa kata. Keterampilan menulis tidak akan datang secara otomatis, melainkan harus melalui latihan dan praktek yang banyak dan teratur.
Dengan bimbingan guru, anak-anak dapat mengenal sistem tulisan yang yang berlaku, sampai akhirnya mencapai taraf si anak mampu menulis.
Menurut Temple, dkk; (1998:99) mengidentifikasikan adanya 4 tahap perkembangan tulisan yang dialami anak, yaitu: tahap prafonemik, fonemik tahap awal, nama huruf, transisi, dan menguasai. Setiap anak yang sedang belajar menulis pastilah membutuhkan waktu yang lama sampai anak dapat menguasai keterampilan tersebut. Dalam menguasai keterampilan menulis tersebut pastilah anak akan mengalami beberapa tahapan dalam perkembangannya. Oleh karena itu penelitian tentang tahapan perkembangan keterampilan menulis permulaan siswa autis dilakukan guna melihat bagaimana tahapan perkembangan anak autis dalam menguasai suatu keterampilan berbahasa khususnya bahasa tulis.
B. Pembatasan Masalah
Dalam penelitian ini masalah yang diteliti adalah tahap perkembangan menulis permulaan pada siswa autis. Penelitian tentang tahap perkembangan menulis permulaan ini dilakukan untuk melihat bagaimanakah tahap perkembangan siswa autis dalam menguasai suatu keterampilan berbahasa, khususnya bahasa tulis, serta untuk mengetahui adakah perbedaan tahap perkembangan menulis permulaan yang dialami antara siswa yang satu dengan siswa yang lain. Penelitian ini dilakukan terhadap 2 orang siswa autis kelas II, SLB Citra Mulia Mandiri, Maguwoharjo, Depok, Sleman, Yogyakarta. Peneliti hanya mengambil 2 orang siswa dari 7 orang siswa kelas II. Dibandingkan dengan siswa kelas II yang lain, kedua siswa, yaitu Rifki Lazuardi dan Fathoni Dewantoko sudah dapat bersoaialisasi dan berkomunikasi dengan baik terhadap orang lain. Oleh karena itulah, peneliti memilih subyek penelitian kedua anak tersebut.
C. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah diatas, dapat dirumuskan masalah sebagai berikut.
1. Bagaimanakah tahap perkembangan menulis permulaan siswa autis di SLB Citra Mulia Mandiri, Maguwoharjo, Depok, Sleman, Yogyakarta, khususnya Rifki Lazuardi dan Fathoni Dewantoko?
2. Adakah perbedaan tahap perkembangan menulis permulaan antara Rifki Lazuardi dan Fathoni Dewantoko?
D. Batasan Istilah
1. Tahap adalah bagian dari suatu perkembangan (pertumbuhan) yang ada awal dan akhirnya, bagian dari urutan, tingkat, atau jenjang (KBBI).
2. Perkembangan merupakan perubahan menuju tingkat yang lebih sempurna (KBBI).
3. Menulis adalah suatu keterampilan berbahasa yang digunakan untuk berkomunikasi secara tidak langsung, tidak secara tatap muka dengan orang lain (Tarigan, 1984:3).
4. Anak autis adalah anak yang mengalami kesulitan dalam berkomunikasi dengan orang lain. Mereka cenderung lebih suka asyik terhadap dirinya sendiri, penyimpangan ini disebut autisma dan para penderitanya disebut autis (Handojo, 2003).
E. Tujuan Penelitian Penelitian yang dilakukan ini bertujuan untuk.
1. Mendeskripsikan tahap perkembangan menulis permulaan yang dialami oleh Rifki Lazuardi dan Fathoni Dewantoko, siswa SLB Citra Mulia Mandiri, Maguwoharjo, Depok, Sleman, Yogyakarta.
2. Mendeskripsikan perbedaan tahap perkembangan menulis permulaan yang dialami Rifki Lazuardi dan Fathoni Dewantoko.
F. Manfaat Penelitian Penelitian ini dapat dimanfaatkan oleh berbagai pihak antara lain.
1. Guru dan Calon Guru.
Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan yang berguna dalam meningkatkan proses belajar mengajar bahasa Indonesia di SLB Citra Mulia Mandiri. Dengan adanya penelitian ini diharapkan agar guru dapat menerapkan pola-pola pembelajaran yang tepat sesuai dengan tahap-tahap perkembangan siswa didiknya.
2. Siswa.
Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat membantu meningkatkan minat siswa-siswi SLB Citra Mulia Mandiri dalam belajar bahasa Indonesia. Dengan penelitian ini juga diharapkan dapat memberikan motivasi dalam belajar bahasa Indonesia.
3. Penulis.
Hasil penelitian ini dapat memberi suatu pengalaman yang menarik dalam rangka meningkatkan potensi calon guru. Bisa mengetahui tahap- tahap dalam penguasaan keterampilan menulis pada anak-anak autis. Berguna bagi rekan-rekan yang berkecimpung di dunia pendidikan pada umumnya dan guru pada khususnya. Hasil penelitian ini diharapkan menjadi masukan dan bahan perkembangan maupun perangsang bagi penelitian-penelitian yang relevan.
BAB II LANDASAN TEORI A. Penelitian yang Relevan Penelitian yang relevan dengan penelitian ini adalah Farita Wijayanti
(1999) berjudul Pelaksanaan Pengajaran Membaca dan Menulis Permulaan untuk Anak Tunalaras Kelas II di SLB Bagian E Prayuwana Yogyakarta .
Penelitian ini mengkaji mengenai pelaksanaan pengajaran membaca dan menulis permulaan untuk anak tunalaras kelas II di SLB Bagian E Prayuwana, Yogyakarta.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa di dalam pengajaran membaca dan menulis permulaan kelas II di SLB/E Prayuwana Yogyakarta tergantung kepada 7 komponen utama yaitu: (1) kondisi siswa, (2) kondisi guru, (3) tujuan pengajaran, (4) materi pelajaran, (5) strategi belajar mengajar, (6) metode pengajaran, (7) teknik pengajaran.
Di dalam materi pelajaran dijelaskan bahwa materi pelajaran untuk membaca dan menulis permulaan anak Tunalaras kelas II di SLB Bagian E, Prayuwana, Yogyakarta meliputi membaca nyaring, menulis tegak bersambung, menuliskan kata/kalimat sederhana yang dibacakan guru, menyusun kata-kata ke dalam kalimat yang bermakna kemudian menuliskan dan membacakannya, dan penggunaan huruf kapital. Di dalam metode pengajaran disesuaikan dengan kemampuan awal si anak kemudian dikembangkan oleh guru yang bersangkutan. Metode yang digunakan untuk mengajarkan membaca permulaan yaitu dengan metode ejaan. Untuk pengajaran menulis permulaan di kelas II SLB/E, Prayuwana, Yogyakarta dilaksanakan dengan menggunakan ejaan. Metode ini diterapkan oleh siswa yang belum dapat menulis. Pengajaran menulis permulaan untuk siswa yang sudah mampu menulis yaitu berupa menulis kalimat dengan tulisan tegak bersambung, penggunaan huruf kapital pada awal kalimat, menuliskan kata- kata sederhana yang dibacakan guru. Di dalam Teknik Pengajaran, teknik untuk mengajarkan menulis permulaan yaitu dimulai dengan pengenalan huruf, menulis suku kata dan kalimat dari huruf-huruf yang telah dikenal.
Penelitian Wiyoso (1999) yang berjudul “Pengajaran Bahasa
Indonesia pada Anak Tunagrahita Mampu Didik Kelas VI di SDLB Hifal Kodya Pekalongan ”. Dari hasil penelitian ini mendeskripsikan mengenai
strategi-strategi pengajaran Bahasa Indonesia yang digunakan oleh guru, yaitu: (1) pengetahuan bahasa, merupakan salah satu materi pokok bahasan yang diutamakan dalam penyampainnya oleh guru. Materi pelajaran diberikan dengan alokasi waktu tersendiri, (2) kosakata, merupakan strategi pemberian kosakata yang digunakan oleh guru dengan cara memberikan kata beserta artinya, kesamaan kata, atau lawan kata, setelah itu siswa diberi tugas berkaitan dengan materi tersebut, (3) menyimak, dalam pengajaran menyimak siswa dilibatkan dalam kegiatan yang berhubungan dengan menyimak. Strategi yang digunakan guru yaitu strategi menyimak sebuah kalimat, (4) berbicara, dalam pengajaran berbicara disampaikan kepada siswa setelah guru menyampaikan pelajaran tata bahasa dan kosakata, (5) membaca, Strategi yang digunakan yaitu pertama-tama dengan membaca permulaan abjad dengan strategi membaca nyaring, setelah itu dilakukan dengan cara guru meminta siswa untuk membaca materi pelajaran yang dituliskan guru yang berupa kata, frasa, dan kalimat, (6) menulis, untuk meningkatkan kemampuan menulis dengan tata bahasa dan pemilihan kosakata yang benar, guru memberikan latihan menulis kepada siswa. Strategi yang dilakukan adalah guru pertama kali mengajarkan menulis premulaan dari huruf sampai pada kalimat, kemudian setelah siswa mampu menulis siswa diberi tugas menyusun kalimat yang berkaitan dengan penyusunan kata-kata untuk dijadikan kalimat.
Kedua penelitian tersebut relevan dengan dengan penelitian yang berjudul Tahap Perkembangan Menulis Permulaan Siswa Autis: Kasus Rifki
Lazuardi dan Fathoni Dewantoko siswa kelas II di SLB Citra Mulia Mandiri, Maguwoharjo, Depok, Sleman, Yogyakarta tahun ajaran 2007/2008.
Penelitian tersebut dikatakan relevan dengan penelitian di atas. Penelitian ini merupakan langkah permulaan penelitian Tahap Perkembangan Keterampilan Menulis Permulaan Siswa Autis di SLB Citra Mulia Mandiri, Maguwoharjo, Depok, Sleman, Yogyakarta.
B. Kerangka Teori
1. Autisme dan gangguan perkembangan
Menurut Peeters (2004), Autisme ditempatkan di bawah kategori gangguan perkembangan pervasif antara retardasi mental dan gangguan perkembangan spesifik. Di bawah kategori retardasi mental, dapat dikatakan bahwa perkembangan menjadi lambat. Seseorang yang mengalami retardasi mental dalam menjalani tahapan perkembangan sama seperti anak normal pada umumnya, tetapi sangat lambat. Usia mentalnya selalu lebih rendah dari usia sebenarnya. Di bawah kategori gangguan perkembangan spesifik dihadapkan kepada perkembangan yang lambat atau tidak normal pada suatu bidang kemampuan tertentu. Seseorang yang memiliki gangguan ini mengalami kesulitan yang luar biasa dalam belajar.
Karakteristik yang paling penting dari gangguan perkembangan pervasif adalah terdapatnya gangguan dominan yang terdiri dari kesulitan dalam pembelajaran keterampilan kognitif (pengertian), bahasa, motorik (gerakan), dan hubungan kemasyarakatan. Penderita gangguan perkembangan pervasif dapat terbelakang secara mental. Kata pervasif menyatakan bahwa seseorang menderita kerusakan jauh di dalam, meliputi keseluruhan dirinya. Inilah masalah yang dihadapi para penyandang autisme. Yang membuat hidup seseorang benar-benar berarti adalah berkomunikasi dengan orang lain, memahami perilaku mereka, menghadapi benda-benda, situasi, dan orang- orang dengan cara kreatif.