Kompetensi konselor yang diharapkan oleh para siswa Kelas XI SMA Bopkri 2 Yogyakarta tahun ajaran 2007/2008 - USD Repository

  

KOMPETENSI KONSELOR

YANG DIHARAPKAN OLEH PARA SISWA KELAS XI

SMA BOPKRI 2 YOGYAKARTA

TAHUN AJARAN 2007/2008

  

Skripsi

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat

Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

  

Program Studi Bimbingan dan Konseling

Disusun oleh:

  

Disusun oleh :

Prias Hayu Purbaning Tyas

031114021

PROGRAM STUDI BIMBINGAN DAN KONSELING

  

JURUSAN ILMU PENDIDIKAN

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA

2008

  

LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH

UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS

  Yang bertanda tangan di bawah ini. saya mahasiswa Universitas Sanata Dharma : Nama : Prias Hayu Purbaning Tyas Nomor Mahasiswa :031114021

  Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul :

  

"KOMPETENSI KONSELOR YANG DIHARAPKAN OLEH PARA

SISWA KELAS XI SMA BOPKRI 2 YOGYAKARTA TAHUN AJARAN

2007/2008"

  beserta perangkat yang diperlukan (bila ada). Dengan demikian sava memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan. mengalihkan dalam bentuk media lain, mengelolanya dalam bentuk pangkalan data,mend istribusikan secara terbatas, clan mempublikasikannya di Internet atau media lain untuk kepentingan akademis tanpa perlu meminta ijin dari saya maupun memberikan royalti kepada saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis. Demikian pernyataan ini yang saya buat dengan sebenarnya. Dibuat di Yogyakarta Pada tanggal : 7 Oktober 2008 Yang menyatakan Prias Hayu Purbaning Tyas

MOTTO DAN PERSEMBAHAN

  A da waktu untuk menangis, ada waktu untuk tertawa D ia membuat segala sesuatu indah pada waktunya

  ( Pengkhotbah, 3: 4, 11) kekuatan hadir, ketika aku mulai mengikhlaskan segala sesuatu yang terjadi dalam kehidupanku

  ( penulis)

  Skr ipsi ini kuper sembahkan untuk : Yesus Kr istus dan Bunda Mar ia Yang ter cinta Bapak I bu Yang ter cinta adikku Sigit dan Puthut

  Yang ter kasih Willibr or dus Boy

  

ABSTRAK

KOMPETENSI KONSELOR

YANG DIHARAPKAN OLEH PARA SISWA KELAS XI

SMA BOPKRI 2 YOGYAKARTA

TAHUN AJARAN 2007/2008

  Prias Hayu Purbaning Tyas 031114021

  Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui kompetensi konselor yang diharapkan siswa kelas XI SMA BOPKRI 2 Yogyakarta tahun ajaran 2007/2008.

  Jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif. Sampel penelitian berjumlah 118 (43, 54%) dari 271 siswa kelas XI SMA BOPKRI 2 Yogyakarta tahun ajaran 2007/2008.

  Instrumen penelitian ini adalah kuesioner yang disusun berdasarkan standar kompetensi konselor yang telah ditetapkan oleh Asosiasi Bimbingan dan Konseling Indonesia (ABKIN, 2006). Alat tersebut memiliki 68 butir pernyataan. Ada 4 aspek kompetensi konselor yaitu kepribadian, profesional, pedagogik dan sosial. Validitas alat ukur adalah validitas isi. Teknik yang digunakan adalah melakukan penilaian dengan menguji isi pernyataan kuesioner melalui professional judgement, dengan dasar “apakah semua indikator dalam aspek kompetensi konselor telah tercakup dalam pernyataan dalam tes?” (Sukardi, 2007:123) . Koefisien reliabilitas yaitu r iX = 0, 958.

  Teknik analisis data yang digunakan adalah statistik deskriptif yaitu mean, standar deviasi, dan kategorisasi berdasarkan kategorisasi jenjang menurut Azwar (1999:108) yaitu kategori sangat tinggi, tinggi, sedang, rendah dan sangat rendah.

  Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa siswa memiliki harapan yang tinggi bahkan sangat tinggi terhadap kompetensi konselor yaitu: 1). Memahami landasan keilmuan dan pendidikan; 2). Menguasai konsep dasar dan mengimplementasikan prinsip-prinsip pendidikan; 3). Menampilkan keutuhan pribadi konselor; 4). Berperilaku etik dan profesional; 5). Memfasilitasi perkembangan individu; 6). Memiliki komitmen untuk meningkatkan kemampuan profesional; 7). Memahami bidang-bidang garapan BK; 8). Menguasai pendekatan-pendekatan dan teknik-teknik BK; 9). Mampu menggunakan media BK; 10). Menguasai landasan budaya .

  

ABSTRACT

STUDENTS’ PERCEPTION ABOUT COUNSELLORS’ COMPETENCY

ACCORDING TO THE SECOND GRADE STUDENTS

OF SMA BOPKRI 2 YOGYAKARTA

ACADEMIC YEAR 2007/2008

  Prias Hayu Purbaning Tyas 031114021

  The aim of this research was to find out the students’ perception about counsellors’ competencies according to the second grade students of SMA BOPKRI 2 YOGYAKARTA of the 2007/2008 academic year.

  This kind of research was descriptive. The total sample of this research was 118 (43, 54%) of 271 second grade students of SMA BOPKRI 2 Yogyakarta of the 2007/2008 academic year.

  The instrument of this research was a questionnaire which was arranged based on the counsellors’ competencies standard that was decided by Asosiasi

  

Bimbingan dan Konseling Indonesia (ABKIN, 2006). The research instrument

  consisted of 68 numbers of statements. There are 4 counsellors’ competencies aspects; personality, professionalism, pedagogic and social. The validity of the instrument was content validity through professional judgement. The coefficient of reliability was r iX = 0, 958.

  The analysis of the data was a descriptive statistic, which meant, deviation standard and categorization according to Azwar (1999:108) i.e.; very high, high, medium, low and very low.

  The result showed that the students had high expectation even very high to the counsellors’ competencies such as: 1). Understand the basic knowledge and education; 2). Master basic concept and implementing education principle; 3). Have a good counsellor personality; 4). Behave ethically and professional; 5). Facilitating individual development; 6). Commit to improve professional ability; 7). Understand the guidance and counselling fields; 8). Expert in approaches and techniques in guiding and counselling; 9). Able to use the media of guidance and counselling; 10). Understand the basic culture.

KATA PENGANTAR

  Puji syukur penulis haturkan kepada Yesus Kristus atas cinta dan berkat- Nya yang begitu besar telah memberi kekuatan dan kesabaran kepada penulis sehingga skripsi ini bisa penulis selesaikan. Skripsi ini ditulis untuk memenuhi syarat memperoleh gelar Sarjana Pendidikan di Universitas Sanata Dharma Program Studi Bimbingan dan Konseling.

  Penulisan skripsi ini terselesaikan berkat bantuan dan dukungan dari berbagai pihak. Pada kesempatan ini, penulis ingin menghaturkan terimakasih kepada:

  1. Drs. T. Sarkim, M.Ed., Ph.D., selaku dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sanata Dharma.

  2. Dr. M.M. Sri Hastuti, M.Si, selaku Ketua Program Studi Bimbingan dan Konseling, yang telah memberi kesempatan kepada penulis untuk menulis skripsi ini, juga sebagai Dosen Pembimbing yang begitu sabar dalam membimbing penulis untuk menyelesaikan skripsi ini.

  3. A. Setyandari, S.Pd., Psi., M.A, selaku Sekretaris Program Studi yang telah membantu penulis untuk menentukan tanggal ujian.

  4. Drs. Wens Tanlain, M.Pd dan Drs. Y.B. Adimassana, M.A, yang telah berkenan menjadi dosen penguji skripsi.

  5. Sri Rahayuningsih, S.Pd, selaku Kepala Sekolah SMA BOPKRI 2 Yogyakarta yang telah memberi ijin kepada penulis untuk melaksanakan penelitian.

  6. Drs. Edi Sutrisno selaku koordinator umum BK di SMA BOPKRI 2 Yogyakarta, dan Ibu Risma Indah S.Pd., selaku guru BK dan koordinator kelas XI yang telah menemani dan membantu penulis membagikan kuesioner di kelas.

  7. Siswa SMA BOPKRI 2 Yogyakarta, secara khusus kelas XI IPS I, XI IPS

  III, XI IPA I, dan XI BAHASA, yang telah meluangkan waktu untuk mengerjakan kuesioner.

  8. Sahabat-sahabatku, Nani, Ida, Heni, Yesi, Sr. Gaudent. Mas Gugun, yang sangat membantu penulis dalam proses penulisan BAB III, Putri, Rusdwiana, Dewi, Ike, Asep (yang telah menemani penulis di masa-masa “penghabisan”), Agung, Pitra, Ari, Sonya, Pikal, Tyo, Vera, Sr. Eme, Sr.

  Cipriana, Bismo, Erna, Vera, Sepri, Krist, Sigit, dan Shandy, yang selalu menemani, memberi semangat dan dukungan kepada penulis untuk menyelesaikan skripsi ini.

  9. Yang tercinta Bapak, Ibu, Sigit, dan Puthut, yang selalu memberi dukungan dan kekuatan terutama saat penulis merasa putus asa dan menyerah.

  10. Yang terkasih Willibrordus Boy, yang dengan cinta dan kesabarannya selalu memberikan perhatian dan semangat kepada penulis.

  11. Kakak-kakak tingkatku BK, bang Andi, Ina, Uning, Paula, Arya, Tutik, Olla, Okta yang selalu membuat penulis bangkit ketika mulai kehilangan semangat.

  12. Teman-teman Dahlia, Mbak Woro, Mbak Elis, Dyas, Dewi, Anggun, Nana, dan Tiwi, yang tak pernah bosan mendengarkan keluh kesah penulis dalam proses penulisan skripsi ini.

  13. Semua teman-teman Bimbingan dan Konseling, yang tidak bisa penulis sebutkan satu persatu, yang telah menemani perjalanan penulis selama 5 tahun ini di BK USD.

  Penulis berharap, skripsi ini bermanfaat bagi para pembaca dan dapat memberi sedikit sumbangan bagi pengembangan Bimbingan dan Konseling di Sekolah.

  Penulis

DAFTAR ISI

  Halaman HALAMAN JUDUL HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ………………………….. i HALAMAN PENGESAHAN ……………………………………….….... ii MOTTO DAN PERSEMBAHAN …………………………………….….. iii PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ………………………………….. iv ABSTRAK …………………………………………………………….….. v ABSTRACT ………………………………………………………………. vi KATA PENGANTAR ……………………………………………………. vii DAFTAR ISI ……………………………………………………………… x DAFTAR TABEL ………………………………………………………… xiii DAFTAR LAMPIRAN …………………………………………………… xiv

  BAB I. PENDAHULUAN……………………………………………….. 1 A. Latar Belakang Masalah…………………………………………. 1 B. Rumusan Masalah ………………………………………………. 6 C. Tujuan Penelitian ……………………………………………….. 6 D. Manfaat Penelitian ………………………………………………. 6 E. Batasan Istilah …………………………………………………… 7 BAB II. KAJIAN PUSTAKA ……………………………………………. 9 A. Pengertian Konselor ……………………………………………... 9 B. Kompetensi Konselor ……………………………………………. 10

  C. Remaja dan Karakteristiknya ……………………………………. 19

  BAB III. METODOLOGI PENELITIAN …………………………………. 24 A. Jenis Penelitian ……………………………………………………24 B. Variabel Penelitian ………………………………………………. 24 C. Populasi dan Sampel …………………………………………….. 25 1). Populasi ……………………………………………………… 25 2). Sampel ……………………………………………………….. 26

  D. Alat Ukur ……………………………………………………….. 27 1). Jenis Alat Ukur ……………………………………………... 27 2). Format Pernyataan ………………………………………….. 27 3). Kisi-Kisi Skala ……………………………………………… 28

  E. Pertanggungjawaban Mutu Alat Ukur …………………………... 31 1). Validitas kuesioner ………………………………………….. 31 2). Uji Daya Diskriminasi ………………………………………. 33 3). Reliabilitas Kuesioner ……………………………………….. 38

  F. Pelaksanaan Ujicoba dan Penelitian …………………………….. 39 1). Pelaksanaan Ujicoba ………………………………………… 39 2). Penelitian …………………………………………………… 40

  G. Teknik Analisis Data ……………………………………………. 41

  BAB IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ………………… 43 A. Deskripsi Data secara umum ……………………………………. 43 B. Hasil Penelitian dan Pembahasan ……………………………….. 43 1) Hasil Penelitian ……………………………………………… 43

  2) Pembahasan …………………………………………………. 56

  BAB V. KESIMPULAN DAN PENUTUP ……………………………… 64 A. Ringkasan ………………………………………………………. 64 B. Kesimpulan ……………………………………………………... 65 C. Saran-saran ……………………………………………………… 66

  

DAFTAR TABEL

  Halaman

  Tabel 1. Kisi-kisi skala kompetensi konselor yang diharapkan siswa SMA BOPKRI 2 Yogyakarta tahun ajaran 2007/2008 …………28

  Tabel 2. Distribusi skala kompetensi konselor setelah ujicoba ................ 35 Tabel 3. Kategorisasi kompetensi konselor yang diharapkan siswa

SMA BOPKRI

  2 Yogyakarta tahun ajaran 2007/2008 ………... 42 Tabel 4. Tingkat kompetensi konselor yang diharapkan siswa

SMA BOPKRI

  2 Yogyakarta tahun ajaran 2007/2008 ................ 44 Tabel 5. Deskripsi data hasil penelitian ................................................... 45

DAFTAR LAMPIRAN

  Halaman Lampiran 1 : Kuesioner Penelitian ..................................................... 70 Lampiran 2 : Data Statistik Penelitian ............................................... 74 Lampiran 3 : Data Statistik Ujicoba .................................................. 76 Lampiran 4 : Surat ijin penelitian ...................................................... 78 Lampiran 5 : Surat Keterangan telah Melaksanakan Penelitian di SMA BOPKRI 2 Yogyakarta ……………………. 79

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dewasa ini, pelayanan bimbingan dan konseling di Indonesia semakin

  berkembang. Hal itu terbukti dari adanya beberapa Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan (LPTK) di Indonesia yang membuka program studi Bimbingan dan Konseling, yang siap mencetak konselor yang berkompeten.

  Sampai saat ini, konselor di Indonesia masih banyak bertugas di lembaga pendidikan, meskipun tidak menutup kemungkinan untuk bekerja di luar lembaga pendidikan, seperti rumah sakit, dan perusahaan. Oleh karena itu, seorang konselor harus memiliki kompetensi yang merujuk pada penguasaan konsep atau teori Bimbingan dan Konseling, penghayatan dan perwujudan nilai, kinerja yang profesional dan tentunya kepribadian yang menarik.

  Seorang konselor dituntut memiliki kompetensi tersebut, dan mampu mengembangkannya dengan menyesuaikan pada lingkungan dan kondisi yang ada.

  Kompetensi merupakan sebuah kontinum perkembangan mulai dari proses kesadaran, akomodasi dan tindakan nyata sebagai wujud kinerja (Asosiasi Bimbingan dan Konseling Indonesia (ABKIN), 2005:11). Dengan kata lain, kompetensi merupakan kemampuan yang diperoleh dari adanya kesadaran tentang pentingnya penguasaan konsep mengenai bimbingan dan dan akhirnya diwujudkan dalam kerja nyata sebagai seorang konselor yang profesional. Dalam buku Standar Kompetensi Konselor Indonesia (2005:12), disebutkan beberapa kompetensi yang harus dimiliki oleh seorang konselor, yaitu :

  1. Penguasaan konsep dan praksis pendidikan

  2. Kesadaran dan komitmen etika profesional

  3. Penguasaan konsep perilaku dan perkembangan individu

  4. Penguasaan konsep dan praksis asesmen

  5. Penguasaan konsep dan praksis bimbingan dan konseling

  6. Pengelolaan program bimbingan dan konseling 7. Penguasaan konsep dan praksis riset dalam bimbingan dan konseling.

  Selain kompetensi-kompetensi yang telah disebutkan di atas, dapat dijelaskan pula secara lebih sederhana bahwa seorang konselor harus fleksibel, dalam arti dapat berusaha untuk menyesuaikan diri dengan keadaan yang ada, baik keadaan lingkungan dimana ia bekerja maupun orang-orang di sekitarnya. Berkaitan dengan konselor sekolah, dia harus fleksibel dalam menyesuaikan diri dengan keadaan lingkungan sekolah maupun keadaan siswa atau guru-guru, tidak kaku pada teori yang ada, tapi justru menyesuaikan dengan keadaan lapangan. Teori yang diterima seringkali berbeda dengan kenyataan yang ada di lapangan. Oleh karena itu penting bagi konselor untuk mampu menyesuaikan diri dengan keadaan tempat ia bekerja, sehingga akan terjadi keselarasan antara konselor dengan pihak-pihak di sekolah yaitu siswa dan guru-guru.

  Selain itu, untuk menjadi konselor sekolah yang sungguh-sungguh berkompeten, dibutuhkan kepercayaan dari para siswa. Hal ini akan berpengaruh positif terhadap profesionalisme konselor itu sendiri. Artinya bahwa siswa percaya layanan bimbingan dan konseling yang diperolehnya dikelola oleh konselor yang kompeten. Kepercayaan yang diterimanya dapat membuat konselor berfungsi secara penuh dalam memberikan pelayanan bimbingan dan konseling.

  Dalam kenyataannya, berdasarkan pengalaman pribadi melaksanakan Praktek Lapangan Bimbingan dan Konseling I (PLBK-I) di salah satu SMA swasta di Yogyakarta dan juga pengalaman beberapa mahasiswa Program Studi Bimbingan dan Konseling Universitas Sanata Dharma yang ber-PLBK I di beberapa sekolah lainnya di Yogyakarta, ada beberapa sekolah yang mempunyai ruang dan guru pembimbing, namun pelayanan BK yang diberikan masih kurang efektif. Secara umum, hal ini terlihat dari keengganan siswa untuk berhubungan dengan konselor sekolah, karena mereka tidak tahu apa dan fungsi BK di sekolah tersebut. Konselor di sekolah mereka kurang memberikan perhatian secara personal kepada para siswa, dan hanya sekedar memberikan bimbingan klasikal di kelas.

  Salah seorang mahasiswa BK USD, angkatan 2003 yang berpraktek di salah satu sekolah negeri di Yogyakarta menyatakan bahwa di sekolah tempat mereka berpraktek BK, program BK yang dirancang tidak terlaksana seperti yang direncanakan. Ditambahkan pula, di sekolah tersebut, antara koordinator BK dan staf-staf BK kurang adanya komunikasi, kurangnya perhatian dari para konselor terhadap siswa-siswa, dan kompetensi konselor yang masih kurang, sehingga siswa menjadi enggan berhubungan dengan BK sekolah, dan yang terlihat adalah hubungan antara siswa dengan konselor sekolah tersebut menjadi kurang harmonis (Ida, 2003). Berdasarkan pengalaman salah satu mahasiswa BK angkatan 2001 yang melaksanakan praktek BK di salah satu sekolah swasta Kristen di Yogyakarta, menyatakan bahwa jumlah konselor tidak seimbang dengan jumlah siswa yang seharusnya memenuhi ratio 1:150, sedangkan pada kenyataannya ratio antara konselor dengan siswa adalah 1:176, sehingga pelayanan bimbingan konseling menjadi kurang optimal, pengadaan papan bimbingan dan folder yang kurang rutin dan memenuhi kebutuhan siswa, kurangnya pengawasan dan pembimbingan terhadap siswa-siswa yang sering melakukan kegiatan negatif di lingkungan sekolah baik pada saat jam sekolah maupun di luar jam sekolah (Arny, 2001). Berdasarkan pengalaman-pengalaman tersebut, dapat disimpulkan bahwa kegiatan BK di beberapa sekolah masih kurang efektif.

  Dari pengalaman penulis juga saat berpraktek BK di salah satu sekolah swasta Katolik di Yogyakarta, kegiatan pelayanan BK di sekolah tersebut sudah berjalan baik di antaranya memasukkan kegiatan bimbingan klasikal dalam jadwal pelajaran mingguan, meski hanya 1-2 jam pelajaran setiap minggunya, adanya bimbingan karir, penyelenggaraan week end, atau renungan mingguan, serta pelaksanaan konseling. Hubungan antara konselor dan sebagian besar siswa di sekolah tersebut juga hangat, akrab namun tetap menunjukkan hubungan sebagai guru dan siswa (Hayu, 2003). Kendati program bimbingan dan konseling di sebuah sekolah telah berjalan baik, ternyata masih ada beberapa siswa yang kurang merespon baik program BK di sekolahnya. Dari siswa-siswa tersebut penulis memperoleh informasi tentang alasan mereka tidak merespon baik BK di sekolah mereka. Beberapa alasan yang penulis terima antara lain bahwa ketika memberikan bimbingan klasikal, konselor kadang-kadang menyampaikan informasi yang berbeda dengan yang diketahui siswa dari luar sekolah, sehingga membuat mereka bingung, apalagi konselor tidak menciptakan suasana yang memungkinkan siswa untuk mendiskusikan materi. Mereka juga mengungkapkan bahwa gaya membimbing konselor di kelas mereka tidak menarik dan tidak memotivasi siswa untuk memperhatikan, bahkan kadang-kadang menjemukan.

  Dengan pertimbangan bahwa konselor sekolah banyak menggunakan waktu di sekolah dan idealnya mampu berhubungan erat dengan para siswa, serta masukan dari pengalaman-pengalaman mahasiswa praktikan diatas, penulis ingin mengetahui bagaimanakah sebenarnya harapan siswa SMA terhadap kinerja atau kompetensi konselor di sekolah secara umum sehingga dimungkinkan terjadinya keharmonisan antara konselor dan siswa di sekolah?

  Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kompetensi konselor menurut siswa- siswa kelas XI SMA BOPKRI 2 Yogyakarta tahun ajaran 2007/2008, karena dengan mengetahui penilaian dan harapan siswa terhadap konselor di sekolah, diharapkan dapat membantu konselor untuk meningkatkan kinerjanya.

B. Rumusan Masalah

  

1. Bagaimanakah harapan para siswa kelas XI SMA BOPKRI 2 Yogyakarta

  tahun ajaran 2007/2008 terhadap kompetensi profesional konselor?

  

2. Bagaimanakah harapan para siswa kelas XI SMA BOPKRI 2 Yogyakarta

  tahun ajaran 2007/2008 terhadap kompetensi kepribadian konselor?

  

3. Bagaimanakah harapan para siswa kelas XI SMA BOPKRI 2 Yogyakarta

  tahun ajaran 2007/2008 terhadap kompetensi pedagogik konselor?

  

4. Bagaimanakah harapan para siswa kelas XI SMA BOPKRI 2 Yogyakarta

  tahun ajaran 2007/2008 terhadap kompetensi sosial konselor?

  C. Tujuan Penelitian

  Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui kompetensi konselor yang diharapkan para siswa kelas XI SMA BOPKRI 2 Yogyakarta tahun ajaran 2007/2008.

  D. Manfaat Penelitian

  Manfaat dari penelitian ini, diharapkan konselor sekolah dapat mengetahui dan memahami harapan-harapan tersebut dan menjadikannya sebagai salah satu referensi untuk meningkatkan pelayanan Bimbingan dan Konseling di sekolah.

E. Batasan Istilah

  1 Konselor Sekolah

  Konselor sekolah adalah tenaga profesional yang mencurahkan seluruh waktunya pada pelayanan bimbingan dan konseling di sekolah.

  2 Siswa-siswi SMA

  Siswa-siswi SMA adalah remaja putera dan puteri yang masih duduk di bangku kelas XI SMA BOPKRI 2 Yogyakarta tahun ajaran 2007/2008.

  3 Kompetensi

  Kompetensi adalah kemampuan yang ditunjukkan dalam keterampilan, nilai dan sikap kebiasaan berfikir dan bertindak, atas dasar pengetahuan dan mampu merefleksikannya secara mendalam, yang bersifat dinamis.

  4. Kompetensi Konselor

  Kompetensi konselor adalah keterampilan, nilai dan sikap kebiasaan berfikir dan bertindak yang dimiliki oleh seorang tenaga profesional dalam bidang bimbingan dan konseling. Ada 4 aspek kompetensi konselor yaitu :

  a. Kompetensi Pedagogik

  Kemampuan membantu peserta didik untuk memahami diri, menerima diri dan mengembangkan aspek-aspek kepribadiannya secara utuh, serta mengaktualisasikan dirinya

  b. Kompetensi Profesional

  Penguasaan konselor atas karakteristik pribadi peserta didik, materi bimbingan yang inheren pada pribadi peserta didik, teknik membantu dan sejumlah kompetensi tambahan lainnya yang secara simultan mengarah ke konseling yang peduli terhadap kemaslahatan peserta didik

  c. Kompetensi Kepribadian

  Kemampuan dasar yang dimiliki oleh konselor yang juga menjadi ciri khas kepribadian konselor. Kompetensi ini, mencakup kemampuan dalam memperhatikan penampilan, sifat-sifat dan karakter pribadi yang mencerminkan pribadi konselor tersebut.

  d. Kompetensi Sosial

  Kemampuan konselor dalam berelasi dengan siswa dan pihak- pihak yang ada di sekolah, orang tua siswa dan juga masyarakat sekitar

BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Pengertian konselor Konselor adalah tenaga yang telah terdidik secara formal dalam bidang

  konseling pada tingkat universitas dan mempunyai kemampuan untuk membantu konseli dalam memecahkan masalah melalui proses konseling (R.

  Thantawy, 2005; 59). Artinya bahwa, untuk mendapatkan profesi konselor, seseorang harus menempuh pendidikan formal dalam bidang bimbingan dan konseling, minimal S1, dan telah berpengalaman dalam melaksanakan layanan konseling.

  Sebagai konselor sekolah, konselor merupakan tenaga profesional yang bekerja di antara dua bidang pekerjaan yaitu pendidikan dan psikologi (ABKIN, 2006:1). Konselor sekolah memiliki kedudukan yang sama pentingnya dengan guru dan berfungsi sama pentingnya dalam membantu keberhasilan akademik siswa di sekolah. Namun dalam menjalankan tugasnya tersebut, konselor perlu memperhatikan keutuhan pribadi setiap siswa baik dalam hal belajar, minat karir, dan juga pribadi sosialnya, karena itu dengan adanya konselor, diharapkan siswa menjadi terbantu meraih keberhasilan akademik sesuai dengan potensi yang mereka miliki.

B. Kompetensi konselor

  Seorang konselor wajib memiliki dasar-dasar kompetensi mengenai bimbingan dan konseling. Kompetensi adalah sebuah kontinum perkembangan mulai dari proses kesadaran, akomodasi dan tindakan nyata sebagai wujud kinerja (ABKIN, 2005;11). Artinya bahwa kompetensi merupakan kemampuan yang diperoleh dari adanya kesadaran tentang pentingnya penguasaan konsep mengenai bimbingan dan konseling, yang kemudian direfleksikan melalui penghayatan dan penilaian, dan akhirnya diwujudkan dalam kerja nyata sebagai seorang konselor yang profesional.

  Untuk menjadi profesional, seorang konselor harus menempuh pendidikan Bimbingan dan Konseling dalam waktu yang cukup lama, setidaknya minimal menempuh pendidikan S1. Seorang konselor harus benar- benar memiliki kemampuan dasar sebagai seorang konselor. Kemampuan dasar dari seorang konselor tersebut termuat dalam kompetensi konselor yang telah ditetapkan oleh Pengurus Besar ABKIN periode 2005-2009. Kompetensi konselor itu sendiri dibagi menjadi 4 macam kompetensi, yaitu kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi profesional dan kompetensi sosial.

1. Kompetensi Pedagogik

  Kompetensi pedagogik dapat diartikan sebagai kemampuan membantu peserta didik untuk memahami diri, menerima diri dan mengembangkan aspek-aspek kepribadiannya secara utuh, serta mengaktualisasikan dirinya (Pengurus Besar Asosiasi Bimbingan dan Konseling Indonesia, 2006:6). Dalam kompetensi pedagogik, terdapat 2 sub kompetensi, yaitu : a) Memahami landasan keilmuan pendidikan yang mencakup filsafat, psikologi, sosiologi, dan antropologi.

  b) Menguasai konsep dasar dan mengimplementasikan prinsip-prinsip pendidikan.

2. Kompetensi Kepribadian

  Kompetensi kepribadian merupakan kemampuan dasar yang dimiliki oleh konselor yang juga menjadi ciri khas kepribadian konselor.

  Kompetensi ini, mencakup kemampuan dalam memperhatikan penampilan, sifat-sifat dan karakter pribadi yang mencerminkan pribadi konselor tersebut.

  Menurut Rollo May (2003:165), kualitas lahiriah seorang konselor yang baik diantaranya adalah : menawan hati, mempunyai kemampuan untuk bersikap tenang ketika bersama orang lain, mempunyai kapasitas yang baik dalam berempati dengan orang lain. Bila seorang konselor dapat menikmati kebersamaannya bersama orang lain dengan tulus dan niat yang baik terhadap orang-orang tersebut, dalam hal ini adalah dengan siswa- siswa di sekolah, apalagi dapat membantu siswa dalam mengembangkan dirinya, maka dengan sendirinya pula konselor tersebut menjadi orang yang menarik bagi siswa.

  Selain memiliki kompetensi dasar mengenai bimbingan dan konseling yang sifatnya teoritis dan keahlian, seorang konselor juga perlu memperhatikan kepribadiannya sebagai seorang konselor sekolah. Menurut Carlghuff (Sutrinah, 2004:9-10), ada 9 sifat kepribadian dalam diri seorang konselor yang dapat mengembangkan orang lain yaitu : a. Empati, yaitu kemampuan konselor untuk merasakan secara tepat apa yang dirasakan dan dialami orang lain dan mengkomunikasikan persepsinya secara tepat.

  b. Respek, menunjukkan secara langsung bahwa konselor menghargai martabat dan nilai konseli sebagai manusia, artinya adalah konselor menerima bahwa konseli mempunyai hak memilih, mempunyai kebebasan kemauan dan dapat membuat keputusan sendiri.

  c. Keaslian, kemampuan konselor menyatakan diri secara bebas dan mendalam tanpa ragu-ragu, tidak memainkan peranan, tidak mempertahankan diri dan tidak ada pertentangan antara apa yang dia katakan dan yang dia lakukan.

  d. Konkret, pernyataan ekspresi khusus mengenai perasaan dan pengalaman orang lain. Konselor akan selalu menjaga keserasian dalam hubungan dengan orang lain dan mencegah konseli untuk melarikan diri dari masalah yang dia hadapi.

  e. Konfrontasi, dapat dilakukan konselor jika terdapat kesenjangan antara apa yang dikatakan konseli dengan apa yang dialaminya, atau antara apa yang dikatakan pada suatu saat dengan apa yang dikatakan sebelumnya.

  f. Membuka diri, penampilan perasaan, sikap, pendapat dan pengalaman- pengalaman pribadi konselor untuk kebaikan konseli.

  g. Kesanggupan, merupakan kharisma, suatu kekuatan yang dinamis dan magnetis dari kekuatan pribadi konselor. Konselor yang mempunyai potensi ini selalu menampakkan kekuatannya dalam penampilan pribadi, yaitu mampu menguasai diri, dan mampu menyalurkan potensinya dan memberi rasa aman kepada konseli.

  h. Kesiapan, suatu hubungan perasaan antara konseli dan konselor pada waktu ini dan saat ini. Tingkat kesiapan yang tinggi terjadi saat diskusi dan analisa yang terbuka mengenai hubungan antara konseli dan konselor dalam konseling. i. Aktualisasi diri, mempunyai koreksi yang tinggi terhadap keberhasilan konseling. Aktualisasi diri menunjukkan secara tidak langsung bahwa orang dapat hidup dan memenuhi kebutuhannya secara tidak langsung karena ia mempunyai kekuatan untuk mencapai tujuan hidupnya.

  Belkin (Winkel, 1997, 198-199), juga menyajikan beberapa kualitas yang perlu dimiliki oleh seorang konselor, dibawah tiga judul yaitu :

  a. Mengenal diri sendiri, artinya bahwa konselor harus sungguh-sungguh menyadari dan menerima segala keunikannya, kelemahan dan kelebihan dan harus tahu usaha-usaha apa yang kiranya dapat membuat konselor lebih berhasil. Ada 3 kualitas yang menunjukkan bahwa konselor telah mengenal dirinya sendiri yaitu :

  • Merasa aman dengan dirinya sendiri, artinya bahwa konselor mempunyai rasa percaya diri, rasa harga diri, dan tidak merasa cemas dan gelisah tentang dirinya sendiri.
  • Percaya pada orang lain, artinya mampu untuk memberikan sesuatu dari diri sendiri dan menerima sesuatu dari kepribadian orang lain.
  • Memiliki keteguhan hati, artinya bahwa konselor berani untuk memberikan pelayanan bimbingan dan mengambil resiko untuk tidak selalu mendapat tanggapan yang positif atau mendapatkan balas jasa dalam bentuk dikagumi dan dihargai.

  b. Memahami orang lain, kualitas ini menuntut keterbukaan hati dan kebebasan dari cara berfikir yang kaku menurut keyakinan/pandangan pribadi saja. Artinya bahwa bila konselor telah memiliki kemampuan membuka hati dan membebaskan diri dari cara berfikir yang kaku maka :

  • Konselor akan mampu mengikuti pandangan dan perasaan dari pihak konseli
  • Konselor meski telah terbuka hatinya, bukan berarti boleh mengambil sikap mengadili orang lain, kendati dapat menilai tindakan dan perbuatan orang menurut norma-norma moralitas yang objektif.
  • Keterbukaan hati dan pikiran juga dapat memungkinkan konselor menjadi lebih peka terhadap pikiran dan perasaan yang diungkapkan oleh orang lain baik lewat kata-kata maupun dengan ungkapan nonverbalnya, dan ikut menghayatinya tanpa harus kehilangan identitasnya sendiri sebagai konselor.

  c. Kemampuan berkomunikasi dengan orang lain, beberapa hal yang mendukung kemampuan ini adalah :

  • Bertindak sejati, tulen dan ikhlas, artinya adalah mampu berkata- kata dan berbuat tanpa memakai topeng atau bersandiwara, secara pribadi sungguh terlibat dan tidak berpura-pura.
  • Bebas dari kecenderungan untuk menguasai orang lain, artinya sebagai konselor sekolah, tidak boleh memaksakan kehendaknya sendiri kepada siswa, dan tidak secara sadar mau memaksakan siswa ke cara berfikir dan bertindak tertentu.
  • Mampu mendengarkan dengan baik, artinya mampu menangkap apa yang sebenarnya diungkapkan oleh siswa, menggali makna yang terkandung dari kata-kata yang diungkapkan siswa sebagai konseli.
  • Menghargai orang lain, artinya bahwa konselor dapat didekati dan mendekati siswa, dengan sikap yang positif dan kerelaan menerima siswa apa adanya.
  • Mampu mengungkapkan perasaan serta pikiran secara memadai
dan perasaan dalam kata-kata yang memadai, baik itu pikiran dan perasaannya sendiri maupun pikiran dan perasaan siswa yang dipantulkannya kembali kepada siswa.

3. Kompetensi Profesional

  Kompetensi profesional adalah penguasaan konselor atas karakteristik pribadi peserta didik, materi bimbingan yang inheren pada pribadi peserta didik, teknik membantu dan sejumlah kompetensi tambahan lainnya yang secara simultan mengarah ke konseling yang peduli terhadap kemaslahatan peserta didik (Pengurus Besar Asosiasi Bimbingan dan Konseling Indonesia, 2006:6).

  Menurut naskah Kurikulum Inti Pendidikan Tenaga Kependidikan,

  

Lampiran A : Program S1, Bimbingan dan Konseling (Winkel, 1997:195), ada

  delapan profil kemampuan dasar konselor sekolah, meliputi :

  1. Seorang konselor harus menguasai bahan bimbingan, artinya bahwa konselor harus benar-benar memahami materi bimbingan yang akan diberikan sehingga bimbingan dapat berjalan baik dan tujuan diberikannya bimbingan dapat tercapai.

  2. Seorang konselor harus dapat mengelola pelayanan bimbingan, artinya konselor harus mampu merencanakan, menyampaikan dan mengevaluasi materi bimbingan yang telah dia berikan.

  3. Seorang konselor harus dapat menyelenggarakan administrasi bimbingan di sekolah

  4. Seorang konselor harus dapat mengelola layanan konseling, mendengarkan, melakukan pendekatan dan membantu konseli memecahkan masalah sesuai dengan kemampuan pribadinya.

  5. Seorang konselor harus dapat melaksanakan tugas bimbingan yang berkaitan dengan pengajaran, karena konselor juga sebagai pendidik di sekolah maka penting bagi konselor menguasai teknik-teknik pengajaran.

  6. Seorang konselor harus dapat menguasai landasan pendidikan dan bimbingan, sebagai dasar pengetahuan dalam mengimplementasikan pelayanan bimbingan dan konseling di sekolah.

  7. Seorang konselor harus dapat memahami proses pengajaran, karena konselor bekerja di lembaga pendidikan, dan salah satu tugasnya adalah memberikan bimbingan klasikal.

  8. Seorang konselor harus dapat memahami asas penelitian dan menafsirkan penelitian pendidikan/bimbingan guna keperluan bimbingan dan konseling (Winkel, 1997:195).

  Dalam sebuah artikel yang dimuat dalam Harian Pikiran Rakyat, (6 September 2006, hal. 20) Sunaryo Kartadinata, Ketua Umum Pengurus Besar Asosiasi Bimbingan dan Konseling Indonesia (ABKIN) menyatakan bahwa seorang konselor dipersyaratkan untuk memiliki kompetensi :

  1. Memahami secara mendalam konseli yang dilayani

  2. Menguasai landasan dan kerangka teoritik bimbingan dan konseling

  3. Menyelenggarakan pelayanan bimbingan dan konseling yang memandirikan

  4. Mengembangkan profesionalitas profesi secara berkelanjutan

  5. Implementasi kompetensi yang dilandasi sikap, nilai, dan kecenderungan pribadi yang mendukung.

  Dalam buku Standar Kompetensi Konselor Indonesia (2005:12), juga disebutkan kompetensi yang harus dimiliki oleh seorang konselor, yaitu :

  4. Penguasaan konsep dan praksis pendidikan

  4. Kesadaran dan komitmen etika profesional

  4. Penguasaan konsep perilaku dan perkembangan individu

  4. Penguasaan konsep dan praksis asesmen

  4. Penguasaan konsep dan praksis bimbingan dan konseling

  4. Pengelolaan program bimbingan dan konseling 4. Penguasaan konsep dan praksis riset dalam bimbingan dan konseling.

4. Kompetensi Sosial

  Kompetensi sosial adalah kemampuan konselor dalam berelasi dengan siswa dan pihak-pihak yang ada di sekolah. Atau secara lebih luas kompetensi sosial dapat diartikan kemampuan pendidik sebagai bagian dari masyarakat, untuk berkomunikasi dan bergaul secara efektif dengan peserta didik, sesama pendidik, tenaga kependidikan, orang tua wali peserta didik dan juga masyarakat sekitar (ABKIN, 2006:6).

  Selain itu, konselor juga harus memahami seluk beluk budaya masyarakat sekitar terutama siswa sebagai klien pada umumnya. Hal ini menyangkut bagaimana karakter bahasa, tingkah laku dan kebiasaan yang biasa dilakukan oleh masyarakat setempat yang mungkin bertolak belakang dengan latar budaya konselor. Konselor harus mampu menyesuaikan diri dan menerima perbedaan itu secara terbuka, sehingga proses pelayanan bimbingan dan konseling menjadi lebih mudah dilaksanakan. Secara umum hal ini tercakup dalam indikator kompetensi sosial yang isinya adalah :

  a) Memahami ragam budaya yang dapat mempengaruhi perilaku individu dan kelompok b) Memahami dan menunjukkan sikap penerimaan terhadap perbedaan sudut pandang subjektif antara konselor dan konseli c) Peka, toleran, dan responsif terhadap perbedaan budaya konseli

C. Remaja dan karakteristiknya

  Menurut Hurlock (1996:206) istilah adolescence atau remaja berasal dari kata Latin yaitu adolescere (kata bendanya, adolescentia atau remaja) yang berarti tumbuh atau tumbuh menjadi dewasa. Piaget (Hurlock, 1996) mengungkapkan bahwa istilah adolescence yang digunakan saat ini memiliki arti yang lebih luas yaitu individu yang sedang tumbuh untuk menjadi dewasa baik secara mental, emosi dan fisik. Secara psikologis, para remaja ini masuk ke dalam lingkungan orang dewasa, sehingga dapat disimpulkan bahwa remaja adalah individu yang sedang berkembang utuh menuju kedewasaan.

  Masa remaja adalah masa peralihan dari kanak-kanak ke masa dewasa (Hurlock, 1996). Dalam hal ini remaja yang dimaksud adalah remaja SMA, remaja dalam rentang usia 15-18 yang biasa disebut remaja pertengahan. Pada usia-usia ini, siswa SMA mengalami banyak perubahan kepribadian baik secara fisik, psikologis maupun sosial. Berikut ini adalah ciri-ciri remaja menurut Soekanto (1989: 22) : 1) Pertumbuhan fisik yang pesat, pada masa remaja, pertumbuhan fisik mereka tampak jelas dan tegas antara remaja pria dan wanita.

  Pertumbuhan fisik tersebut diantaranya adalah pertumbuhan tinggi dan berat badan, dan disertai perubahan pada bagian tubuh yang lain. Oleh remaja, pertumbuhan fisik yang baik dianggap sebagai suatu kebanggaan tersendiri.

  2) Keinginan yang kuat untuk mengadakan interaksi sosial dengan lingkungan atau kalangan orang-orang dewasa. Kadang-kadang remaja berharap dari interaksi tersebut masyarakat dapat menganggap mereka sebagai orang yang sudah dewasa.

  3) Keinginan yang kuat untuk bisa mendapatkan kepercayaan diri, kendati tanggung jawab masih belum matang.

  4) Mulai memikirkan kehidupan secara mandiri, baik secara sosial, ekonomi maupun politik, dengan mengutamakan kebebasan dari pengawasan yang terlalu ketat oleh orang tua atau sekolah.

  5) Adanya perkembangan taraf intelektualitas untuk menghadapi identitas diri.

  6) Menginginkan sistem aturan dan nilai yang sesuai dengan kebutuhan atas keinginannya, yang kadang tidak selalu sama dengan aturan dan nilai yang dianut oleh orang dewasa.

  Masa remaja memiliki ciri-ciri yang membedakannya dari masa sebelum dan sesudahnya. Hurlock (1996) menyebutkan sejumlah ciri-ciri masa remaja, yaitu seperti yang akan dijelaskan di bawah ini : 1). Masa remaja sebagai periode peralihan

  Pada periode ini, status remaja tidak jelas, karena mereka tidak bisa lagi disebut anak-anak namun belum juga dianggap dewasa.

  2). Masa remaja sebagai periode perubahan Pada periode ini, remaja mengalami banyak perubahan dalam dirinya yaitu perubahan fisik yang sangat pesat, perubahan dalam minat sosial, perubahan mental dan juga moral, serta perubahan emosi. 3). Masa remaja sebagai usia bermasalah

  Pada periode ini, remaja merasa sudah mampu dan tidak mau minta tolong pada orang tua, bahkan kadang-kadang menolak bantuan dari orang lain. Tidak jarang antara orang tua dan remaja sering terjadi perbedaan pendapat, sehingga sering terjadi masalah antara mereka.

  4). Masa remaja sebagai periode mencari identitas Pada periode ini, remaja mulai mencari identitas dirinya dengan mencari dan menemukan sosok atau figur seseorang yang dapat dijadikan idolanya. Mereka sering mengidolakan sosok pribadi yang ideal baginya.

  5). Masa remaja sebagai masa yang menimbulkan ketakutan Kenyataan yang ada dalam masyarakat adalah pandangan yang negatif terhadap para remaja. Remaja seringkali takut kalau tidak mampu mengatasi masalah-masalahnya yang akan berpengaruh terhadap konsep dirinya.

Dokumen yang terkait

Pengaruh minat dan prestasi belajar sejarah terhadap sikap nasionalisme siswa SMA Bopkri 2 Yogyakarta tahun ajaran 2015/2016.

3 26 147

Tingkat kebiasaan belajar siswa dalam pelajaran ekonomi para siswa Kelas XI Program IPS SMA BOPKRI 1 Yogyakarta tahun ajaran 2007/2008.

0 0 88

Hubungan pola asuh demokratis orangtua dengan kemampuan mengelola emosi siswa i kelas XI IPA 2 dan XI IPS 2 di SMA Bopkri 2 Yogyakarta tahun ajaran 2016 2017

0 0 138

Kesalahan ejaan dalam karangan narasi yang dibuat oleh siswa laki-laki dan yang dibuat oleh siswa perempuan SMP Van Lith Jakarta Pusat kelas VII semester 2 tahun ajaran 2006/2007 - USD Repository

0 3 274

Tingkat efektivitas program bimbingan klasikal bidang personal sosial bagi para siswa kelas XI SMA Pangudi Luhur Sedayu tahun ajaran 2006/2007 - USD Repository

0 1 106

Kegunaan bimbingan dan konseling menurut para siswa kelas II SMA BOPKRI 2 Yogyakarta tahun ajaran 2006/2007 - USD Repository

0 0 71

Tingkat persepsi pacaran yang sehat menurut siswa-siswi kelas XI SMA Pangudi Luhur Sedayu Yogyakarta tahun ajaran 2006/2007 - USD Repository

0 0 108

Deskripsi masalah-masalah belajar yang dialami oleh siswi-siswi kelas XI SMA Stella Duce 2 Yogyakarta tahun ajaran 2008/2009 dan implikasinya terhadap topik-topik bimbingan klasikal - USD Repository

0 0 119

Pengembangan silabus dan materi pembelajaran menyimak kritis dengan media rekaman berdasarkan kurikulum tingkat satuan pendidikan untuk siswa kelas X semester I SMA Negeri 2 Sleman Yogyakarta tahun ajaran 2007/2008 - USD Repository

0 1 213

Motif-motif mempelari bahan mata pelajaran para siswa putra dan putri kelas II SMP Taman Dewasa Jetis Yogyakarta tahun ajaran 2008/2009 - USD Repository

0 0 49