Sikap-sikap guru pembimbing yang diharapkan para siswa kelas VII dan VIII SMP Stella Duce 2 Yogyakarta tahun ajaran 2007/2008 - USD Repository

  

SIKAP-SIKAP GURU PEMBIMBING

YANG DIHARAPKAN PARA SISWA KELAS VII DAN VIII

SMP STELLA DUCE 2 YOGYAKARTA

TAHUN AJARAN 2007/2008

  

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat

Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

Program Studi Bimbingan dan Konseling

  

Disusun oleh:

Oleh:

Paula Tri Cahyani Raharjo

NIM : 021114022

  

PROGRAM STUDI BIMBINGAN DAN KONSELING

JURUSAN ILMU PENDIDIKAN

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA

2008

  

SIKAP-SIKAP GURU PEMBIMBING

YANG DIHARAPKAN PARA SISWA KELAS VII DAN VIII

SMP STELLA DUCE 2 YOGYAKARTA

TAHUN AJARAN 2007/2008

  

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat

Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

Program Studi Bimbingan dan Konseling

  

Disusun oleh:

Oleh:

Paula Tri Cahyani Raharjo

NIM : 021114022

  

PROGRAM STUDI BIMBINGAN DAN KONSELING

JURUSAN ILMU PENDIDIKAN

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA

2008

MOTTO DAN PERSEMBAHAN

  K u per semba h k a n k a r ya sed er h a n a in i Ter u n t u k :

  BAPA, YESUS K RISTUS, D AN BUND A MARIA ya n g sel a l u men d a mpin g i ser t a men u n t u n set ia p l a n g k a h h id u pk u d a n

  K el u a r g a k u t er c in t a

  

ABSTRAK

SIKAP-SIKAP GURU PEMBIMBING

YANG DIHARAPKAN PARA SISWA KELAS VII DAN VIII

SMP STELLA DUCE 2 YOGYAKARTA

TAHUN AJARAN 2007/2008

  Paula Tri Cahyani Raharjo Universitas Sanata Dharma

  2008 Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh gambaran tentang sikap-sikap guru pembimbing yang diharapkan para siswa kelas VII dan VIII SMP Stella Duce 2

  Yogyakarta tahun ajaran 2007/2008.

  Populasi penelitian ini adalah seluruh siswa kelas VII dan VIII SMP Stella Duce 2 Yogyakarta tahun ajaran 2007/2008 dengan jumlah 334 siswa, dan sampel sebanyak 138 siswa (41%). Teknik pengambilan sampel yang digunakan adalah sampel berkelompok (cluster sampling).

  Instrumen yang digunakan adalah kuesioner sikap guru pembimbing yang disusun sendiri oleh peneliti. Kuesioner ini terdiri dari 29 item, yang terbagi dalam tiga aspek, yaitu hangat, terbuka, dan respek. Kuesioner ini telah diujicobakan dan dinyatakan reliabel (r

  

xx

  = 0,907). Proses analisis data dimulai dari membuat tabulasi data, menghitung total skor dan persentase masing-masing item, dan menentukan item-item yang termasuk dalam kategori “sangat tinggi”, “tinggi”, “cukup”, “rendah”, dan “sangat rendah” berdasarkan PAP tipe 1.

  Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa sikap-sikap guru pembimbing yang diharapkan para siswa kelas VII dan VIII SMP Stella Duce 2 Yogyakarta tahun ajaran 2007/2008 adalah guru pembimbing yang memiliki sikap:

  1. Terbuka, yaitu guru pembimbing yang dapat (a) menerima masukan dan kritikan yang disampaikan siswa, (b) menerima pendapat siswa tentang sesuatu hal meski berbeda dengan dirinya, (c) memberi kesempatan kepada siswa untuk mengungkapkan perasaan dan pikirannya, (d) memahami kesulitan-kesulitan yang dihadapi siswa, serta (e) memahami berbagai pikiran dan perasaan siswa yang muncul sebagai akibat dari masalah yang dihadapinya.

  2. Hangat, yaitu guru pembimbing yang dengan ramah mempersilakan siswa bercerita tentang apa yang sedang dipikirkan dan dirasakannya, memperlakukan siswa sebagai teman berbicara saat wawancara konseling, menerima kelemahan dan kelebihan siswa dengan penuh pengertian, menerima siswa-siswanya meski berbeda suku dengan dirinya, serta mau mendekati siswa dari keluarga yang ekonominya kurang mampu.

  3. Respek, yaitu guru pembimbing yang dapat memberi kebebasan kepada siswa untuk memilih kegiatan ekstrakurikuler yang sesuai dengan minatnya dan menghormati keputusan penyelesaian masalah yang diambil siswa saat wawancara konseling.

  

ABSTRACT

THE ATTITUDES OF THE COUNSELOR

EXPECTED BY THE STUDENTS OF

THE SEVENTH AND EIGHTH GRADE OF SMP STELLA DUCE 2

YOGYAKARTA IN THE ACADEMIC YEAR 2007/2008

  Paula Tri Cahyani Raharjo Sanata Dharma University

  2008 The objective of this research was to get the description the attitudes of the counselor expected by the students of the seventh and eighth grade of SMP Stella

  Duce 2 Yogyakarta in the academic year 2007/2008.

  The population of the research was the students of the seventh and eighth grade of SMP Stella Duce 2 Yogyakarta in the academic year 2007/2008, 334 students, and the samples were 138 students (41%). The technique sampling was cluster random sampling.

  The research instrument was a questionnaire that was developed by the researcher. This questionnaire had 29 items that allocated 3 aspects i.e. warmth, openness, and respect. This questionnaire was tried someone out and reliable (r xx = 0,907). The process to analyze data started from making data tabulation, calculating total score and percentage of each items and then categorizing the items “very high”, “high”, “sufficient”, “low”, and “very low” based on PAP of type 1.

  The results of this research showed that the attitudes of the counselor expected by the students of the seventh and eighth grade of SMP Stella Duce 2 Yogyakarta in the academic year 2007/2008 are the counselor that has attitude:

  1. Openness. The counselor are be able to (a) accept suggestion and critic from the students; (b) accept the opinion of students about something although it differ from the opinion of the counselor; (c) give change to the students to tell about feelings and thinks of them; (d) understand about the trouble faced by the students; and (e) understand about feelings and thinks of the students that appear as effect of their trouble.

  2. Warmth. The counselor called on the students warmly to tell about their feelings and thinking; can treat the students as a friend to sharing on counseling; be able to receive all more or less of the students with full understanding; still accept the student although they differ on the ethnic from them; and want to close to the students that come from un-wealthy family.

  3. Respect. The counselor can give the freedom to the students to choice the extracurricular according to their interest; and appreciate the decision to solve the student’s problem that made by the students during counseling.

KATA PENGANTAR

  Hal pertama yang pantas saya ucapkan adalah terima kasih dan puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa. Berkat rahmat dan penyertaan-Nya saya mendapatkan kekuatan dan semangat untuk menulis skripsi ini hingga selesai.

  Saya menyadari bahwa skripsi ini tidak akan pernah hadir tanpa bantuan dan dukungan dari berbagai pihak yang terlibat langsung maupun tidak langsung dalam penulisan skripsi ini. Oleh karena itu, pantaslah pada kesempatan ini saya mengucapkan terima kasih kepada:

  1. Dr. M.M. Sri Hastuti, M.Si., sebagai Kepala Program Studi Bimbingan dan Konseling, dan sekaligus sebagai dosen pembimbing I, yang telah membimbing, mengajari, dan memotivasi saya selama penulisan skripsi ini.

  2. Drs. H. Sigit Pawanta, SVD, M.A., sebagai dosen pembimbing II, yang telah membimbing, memotivasi, dan memberi masukan-masukan yang berharga bagi saya dalam menyelesaikan skripsi ini.

  3. A. Setyandari, S.Pd., Psi., M.A., yang telah bersedia menjadi dosen penguji.

  4. Para dosen Program Studi Bimbingan dan Konseling Universitas Sanata Dharma, yang dengan penuh kesabaran mendidik dan membimbing saya selama menjalani studi.

  5. Dra. S. Listyawati S. N, sebagai Kepala Sekolah SMP Stella Duce 2 Yogyakarta, yang telah mengijinkan saya melakukan penelitian di sekolah tersebut.

  6. Dra. Theresia Marfuah, sebagai Koordinator Bimbingan dan Konseling di SMP Stella Duce 2 Yogyakarta, yang telah membantu dan memberikan kemudahan bagi saya untuk melakukan penelitian.

  7. Yala, yang telah membantu saya dalam mengumpulkan data; Esti dan Sr.

  Vero, yang sudah membantu saya dalam mengolah data.

  8. Keluarga saya: Bapak, alm. Ibu, kedua Kakak, dan Adik, yang selalu memberi dukungan dan doa sehingga akhirnya saya bisa menyelesaikan studi saya.

  9. Siswa-siswa SMP Stella Duce 2 Yogyakarta, yang telah bersedia mengisi kuesioner dengan sungguh-sungguh.

  10. Nena, Siska, Donal, Esti, Uning, dan Nadia, atas dukungan dan persahabatan yang kalian berikan selama ini.

  11. Teman-teman BK angkatan 2002, atas kebersamaan dan kekompakkan yang terjalin selama ini.

  12. Semua pihak yang tidak dapat saya sebutkan satu persatu, yang turut serta dalam membantu saya menyelesaikan skripsi ini.

  Saya menyadari skripsi ini masih jauh dari sempurna. Untuk itu, dengan kerendahan hati saya mengharapkan kritik dan saran yang membangun. Akhir kata, semoga karya sederhana yang saya susun ini dapat bermanfaat bagi semua pembaca. Terima kasih.

  Penulis, Paula Tri Cahyani Raharjo

DAFTAR ISI

  Halaman HALAMAN JUDUL …………………………………………………

  i

  HALAMAN PERSETUJUAN DOSEN PEMBIMBING …………… ii HALAMAN PENGESAHAN ………………………………………. iii HALAMAN MOTTO DAN PERSEMBAHAN ……………………. iv

  HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS ……….. v HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ………………. vi ABSTRAK …………………………………………………………... vii ABSTRACT …………………………………………………………... viii KATA PENGANTAR ………………………………………………. ix

  DAFTAR ISI ………………………………………………………… xi DAFTAR TABEL …………………………………………………… xiv DAFTAR LAMPIRAN ……………………………………………… xv BAB I PENDAHULUAN ……………………………………………

  1 A. Latar Belakang Masalah ……………………………………...

  1 B. Rumusan Masalah ……………………………………………

  7 C. Tujuan Penelitian ……………………………………………..

  7 D. Manfaat Penelitian ……………………………………………

  8

  E. Definisi Operasional ………………………………………….

  9 BAB II KAJIAN PUSTAKA ………………………………………...

  10 A. Masa Remaja …………………………………………………

  10 1. Pengertian Masa Remaja ………………………………...

  10 2. Tugas Perkembangan Remaja …………………………...

  11 B. Bimbingan dan Konseling ……………………………………

  13 1. Pengertian Bimbingan dan Konseling …………………...

  13 2. Tujuan Bimbingan dan Konseling ……………………….

  14 C. Guru Pembimbing ……………………………………………

  15 D. Sikap ………………………………………………………….

  16 1. Pengertian ………………………………………………..

  16

  2. Karakteristik Sikap ………………………………………

  17 3. Pembentukan Sikap ……………………………………...

  18 E. Sikap-sikap Guru Pembimbing ………………………………

  20 F. Harapan Siswa Terhadap Sikap Guru Pembimbing ………….

  23 BAB III METODOLOGI PENELITIAN …………………………….

  26 A. Jenis Penelitian ……………………………………………….

  26 B. Subjek Penelitian ……………………………………………..

  26 1. Populasi ………………………………………………….

  26 2. Sampel …………………………………………………...

  27 C. Alat Pengumpul Data ………………………………………...

  29 1. Kuesioner ………………………………………………..

  29

  2. Format Pernyataan dan Skoring …………………………

  30

  a. Format Pernyataan …………………………………..

  30

  b. Skoring ………………………………………………

  31

  3. Validitas …………………………………………………

  31 4. Analisis Item …………………………………………….

  32 5. Reliabilitas ……………………………………………….

  35 D. Prosedur Pengumpulan Data …………………………………

  36

  1. Tahap Persiapan …………………………………………

  36 a. Menyusun Kuesioner ………………………………...

  36 b. Mengadakan Uji Coba Kuesioner …………………...

  37

  2. Tahap Pelaksanaan ………………………………………

  38 E. Teknik Analisis Data …………………………………………

  38 BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN …………….

  40 A. Hasil Penelitian ……………………………………………...

  40 B. Pembahasan ………………………………………………….

  45 BAB V PENUTUP …………………………………………………..

  55 A. Ringkasan ……………………………………………………

  55 B. Kesimpulan ………………………………………………….

  58 C. Keterbatasan Penelitian ……………………………………..

  58 D. Saran …………………………………………………………

  58 DAFTAR PUSTAKA ……………………………………………….

  60 LAMPIRAN ………………………………………………………….

  64

  DAFTAR TABEL

  Halaman Tabel 1 Jumlah Siswa Kelas VII dan VIII SMP Stella Duce 2 Yogyakarta Tahun Ajaran 2007/2008 ………………………..

  27 Tabel 2 Kisi-kisi Kuesioner Sikap Guru Pembimbing Sebelum Uji Coba ………………………………………………………….

  29 Tabel 3 Jumlah Responden Uji Coba Kuesioner ……………………...

  32 Tabel 4 Hasil Uji Coba Kuesioner …………………………………….

  34 Tabel 5 Kisi-kisi Kuesioner Sikap Guru Pembimbing Setelah Uji Coba …………………………………………………………..

  37 Tabel 6 Waktu Pelaksanaan dan Jumlah Responden Pengumpulan Data …………………………………………………………...

  Tabel 7 Tingkat Harapan Siswa Terhadap Sikap Guru Pembimbing … Tabel 8 Persentase Skor Masing-masing Item Sikap-Sikap Guru

  Pembimbing Yang Diharapkan Para Siswa Kelas VII dan VIII SMP Stella Duce 2 Yogyakarta Tahun Ajaran 2007/2008 …...

  38

  39

  40

DAFTAR LAMPIRAN

  Halaman Lampiran 1 Tabulasi Data Uji Coba ………………………………….

  65 Lampiran 2 Penghitungan Uji Daya Beda Item ……………………….

  72 Lampiran 3 Penghitungan Koefisien Korelasi Skor Total Item Gasal- Genap …………………………………………………….

  81 Lampiran 4 Kuesioner Sikap Guru Pembimbing ……………………...

  85 Lampiran 5 Tabulasi Data Penelitian ………………………………….

  89 Lampiran 6 Surat Keterangan Uji Coba dan Penelitian ……………….

  95

BAB I PENDAHULUAN Dalam bab ini akan dipaparkan mengenai latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan definisi operasional. A. Latar Belakang Masalah Masa remaja merupakan salah satu periode dalam rentang kehidupan

  individu dan merupakan segmen kehidupan yang penting dalam siklus perkembangan individu. Pada masa remaja, siswa akan banyak mengalami perubahan dalam dirinya. Secara fisik, organ-organ tubuh siswa akan semakin berkembang dan mengalami kematangan, termasuk juga organ-organ seksualnya. Pertumbuhan fisik ini mempengaruhi perkembangan emosi siswa. Pada usia remaja, emosi siswa masih bersifat negatif dan temperamental (mudah tersinggung dan mudah murung). Secara sosial, siswa akan mengalami perkembangan dalam “social cognition” yaitu kemampuan untuk memahami pikiran, perasaan, dan tingkah laku dirinya sendiri dan orang lain (Yusuf, 2004). Siswa memahami orang lain sebagai individu yang unik, baik menyangkut sifat-sifat pribadi, minat maupun perasaannya. Pemahaman ini yang mendorong siswa untuk menjalin hubungan sosial yang lebih akrab dengan orang lain, terutama teman sebayanya.

  Masa remaja juga merupakan masa pembentukan identitas. Banyak ahli psikologi memandang bahwa pembentukan identitas diri merupakan tugas

  2 perkembangan utama bagi siswa sebagai remaja (Yusuf, 2004). Siswa dihadapkan pada berbagai pertanyaan yang menyangkut keberadaan dirinya (siapa saya?), masa depannya (akan menjadi apa saya?) dan peran-peran sosialnya (apa peran saya dalam keluarga dan masyarakat?). Apabila siswa berhasil memahami dirinya atau mendapat kepuasan dalam menjawab pertanyaan-pertanyaan tersebut, maka dia akan menemukan jati dirinya, dalam arti dia akan memiliki kepribadian yang sehat. Sebaliknya apabila gagal, maka siswa akan kehilangan arah atau mengalami kebingungan.

  Dalam menuntaskan tugas-tugas perkembangan, siswa akan menemukan banyak hambatan. Hambatan-hambatan itu antara lain kesulitan untuk bergaul dengan lawan jenis, tidak bisa menerima keadaan dirinya, dan kesulitan untuk mengendalikan emosi. Karena itulah, siswa perlu mendapatkan bimbingan dari orang tua dan orang dewasa lainnya. Kegagalan siswa dalam melaksanakan tugas perkembangan di masa remaja akan berdampak buruk bagi perkembangan dirinya. Siswa mungkin akan mengalami kesulitan dalam menyesuaikan diri dengan orang lain atau mengembangkan perilaku yang menyimpang. Sebaliknya, keberhasilan siswa dalam menuntaskan tugas perkembangan pada masa remaja akan membawa kebahagiaan dan rasa aman dalam dirinya.

  Sekolah sebagai lembaga pendidikan mempunyai peranan dalam mengembangkan kepribadian siswanya. Hurlock (Yusuf, 2004) mengemukakan bahwa sekolah merupakan faktor penentu bagi perkembangan kepribadian siswa, baik dalam cara berpikir, bersikap, maupun cara

  3 berperilaku. Hal ini antara lain disebabkan oleh (1) siswa lebih banyak menghabiskan waktunya di sekolah daripada di tempat lain; (2) sekolah memberi kesempatan pertama kepada siswa untuk menilai dirinya dan kemampuannya secara realistis. Havighurst (Yusuf, 2004) juga mengemukakan bahwa sekolah mempunyai peranan yang penting dalam membantu siswa mencapai tugas perkembangannya. Oleh karena itu, sekolah hendaknya berupaya menciptakan kondisi yang dapat mendukung siswa mencapai tugas perkembangannya. Upaya-upaya yang dapat dilakukan sekolah untuk membantu siswa menyelesaikan tugas perkembangannya, antara lain (1) menyediakan fasilitas bagi kegiatan siswa dalam bidang olah raga, kesenian, atau kegiatan yang lainnya, serta memberikan kesempatan kepada siswa untuk terlibat aktif dalam kegiatan-kegiatan tersebut; (2) menciptakan suasana sekolah yang harmonis dan kekeluargaan; (3) memberikan bimbingan dan informasi-informasi yang dibutuhkan oleh siswa.

  Sekolah Menengah Pertama (SMP) merupakan salah satu lembaga pendidikan formal yang secara sistematik melaksanakan program pengajaran, bimbingan, dan pelatihan. Melalui pelaksanaan program bimbingan, sekolah dapat membantu siswa, baik secara individual maupun kelompok, agar mampu menghadapi tugas-tugas perkembangan secara sadar dan bebas, mewujudkannya dalam pilihan-pilihan yang bijaksana, serta mampu mengambil tindakan-tindakan penyesuaian diri secara mandiri.

  Keberhasilan pelayanan bimbingan di sekolah sangat dipengaruhi oleh hubungan yang terjalin antara guru pembimbing dengan siswa. Sifat hubungan

  4 guru pembimbing dan siswa adalah pemberian bantuan yang dilandasi oleh adanya kepercayaan pada diri siswa. Dengan demikian, guru pembimbing dituntut mampu menerima siswa apa adanya, mampu menghayati perasaan siswa (empati), mampu menghargai kebutuhan siswa dengan cara menawarkan informasi, pikiran atau pendapat untuk kepentingan siswa, serta mampu membangkitkan kenyamanan dan keinginan siswa untuk mengungkapkan perasaan dan pikirannya (Hastuti, 1993).

  Siswa dapat menaruh kepercayaan pada guru pembimbing, apabila dia dapat merasakan dan berpikir bahwa guru pembimbing dapat menghargai kebutuhan dan perasaan dirinya, juga tidak berusaha mengendalikan dan menghukumnya. Guru pembimbing yang menghargai kebutuhan siswa diharapkan dapat menerima siswa apa adanya, mementingkan kebutuhan siswa, dan memberikan bantuan dengan tulus. Guru pembimbing yang dapat menghargai perasaan siswa berarti dapat memberikan kenyamanan kepada siswa dalam mengungkapkan perasaan dan pikirannya, sehingga tumbuh keinginan dalam diri siswa untuk berbicara secara terbuka dengan guru pembimbingnya.

  Ada beberapa orang yang pernah melakukan penelitian mengenai kepribadian guru pembimbing. Salah satunya adalah Marcella, dengan judul “Ciri-ciri Kepribadian Guru Pembimbing Yang Diinginkan Siswa Kelas I dan

  II SMA GAMA Yogyakarta Tahun Ajaran 2004/2005”. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa kepribadian guru pembimbing, khususnya dalam hal sikap yang diharapkan siswa antara lain dapat menghargai siswa, dapat

  5 memberikan dukungan kepada siswa, objektif, bebas dari kecenderungan menguasai siswa, serta memiliki sikap empati. Hasil penelitian tersebut sejalan dengan sikap-sikap yang dituntut oleh profesionalitas guru pembimbing. Sikap-sikap tersebut antara lain dapat bersikap hangat dan penuh perhatian terhadap siswa, dapat bersikap empati, serta menghargai nilai-nilai pribadi konseli (Suwarjo, 2006).

  Namun pada kenyataannya, masih banyak siswa yang menganggap guru pembimbing tidak mampu menerima dan memahami dirinya. Winkel (1997) menguraikan beberapa sikap siswa yang negatif terhadap guru pembimbing, seperti siswa enggan menghadap guru pembimbing karena mengira akan dimarahi, lebih-lebih bila dipanggil; siswa kurang percaya pada guru pembimbing dalam menghadapi masalah pribadi karena siswa takut rahasianya dibocorkan kepada orang lain; siswa menganggap guru pembimbing sebagai satpam sekolah. Pengalaman dan pengamatan peneliti pada saat menjalani Program Pengalaman Lapangan (PPL) di salah satu SMP dan SMA swasta di Yogyakarta juga menunjukkan masih banyak siswa yang tidak mempercayai guru pembimbingnya. Siswa beranggapan bahwa guru pembimbing akan menceritakan permasalahan mereka kepada guru-guru yang lain di sekolah. Siswa juga beranggapan bahwa guru pembimbing adalah “polisi sekolah” yang bertugas memarahi, mengadili dan menghukum siswa yang melanggar peraturan demi menjaga kedisiplinan sekolah. Selain itu juga terungkap bahwa kebanyakan siswa yang datang ke ruang BK karena dipanggil oleh guru pembimbing. Siswa-siswa tersebut dipanggil karena ada

  6 nilai-nilai pelajaran yang belum tuntas. Hasil penelitian yang dilakukan Ariesanty (2001) juga menunjukkan bahwa sebagian besar siswa menganggap guru pembimbing sebagai “polisi sekolah”, sehingga siswa merasa enggan untuk berkonsultasi dengan guru pembimbing.

  Kenyataan-kenyataan diatas menunjukkan bahwa banyak siswa yang merasa takut untuk menemui guru pembimbing karena khawatir akan dicap sebagai “si biang masalah”, sebab kebanyakan siswa yang datang kepada guru pembimbing adalah siswa yang bermasalah atau telah melakukan kesalahan, padahal seharusnya bimbingan dan konseling diperuntukkan bagi seluruh siswa yang ada di sekolah, baik yang memiliki masalah maupun yang tidak memiliki masalah. Selain itu sikap-sikap negatif yang dimiliki guru pembimbing juga akan membuat siswa merasa tidak nyaman ketika berhadapan dengan guru pembimbing. Akibatnya, pelayanan bimbingan dan konseling yang diberikan menjadi terhambat.

  Adanya sikap-sikap negatif guru pembimbing tidak hanya disebabkan dari dalam diri guru pembimbing itu sendiri, tetapi juga dapat disebabkan kurangnya pemahaman pihak sekolah tentang peranan guru pembimbing. Seringkali guru pembimbing dilimpahi tugas-tugas disiplin yang tidak sesuai dengan perannya, seperti menghukum siswa-siswa yang melanggar peraturan dan mengawasi kegiatan-kegiatan siswa, padahal seharusnya tugas guru pembimbing di sekolah adalah mendampingi dan membantu para siswa untuk menerima dan mengembangkan dirinya.

  7 Hal inilah yang mendorong peneliti untuk melakukan penelitian ini. Yang membedakan penelitian ini dengan penelitian-penelitian sebelumnya tentang kepribadian guru pembimbing adalah aspek yang akan dibahas dalam penelitian ini hanya aspek sikap, karena sikap yang ditunjukkan guru pembimbing akan sangat mempengaruhi perasaan aman yang dirasakan siswa. Apabila siswa merasa aman ketika berhubungan dengan guru pembimbingnya maka ia akan memiliki kepercayaan terhadap guru pembimbingnya, sehingga ia akan lebih terbuka. Sedangkan, dalam penelitian-penelitian sebelumnya aspek kepribadian yang diteliti meliputi sikap, sifat, inteligensi, pengetahuan, dan keterampilan. Dengan adanya penelitian ini, diharapkan guru pembimbing dapat semakin memahami sikap-sikap yang diharapkan siswa dan dapat mengembangkan sikapnya supaya sesuai dengan harapan siswa, dan juga sesuai dengan sikap yang dituntut dalam profesionalitas konseling, sehingga dapat menunjang pelaksanaan program bimbingan dan konseling di sekolah.

  B. Rumusan Masalah Sikap-sikap guru pembimbing apakah yang diharapkan para siswa kelas

  VII dan VIII SMP Stella Duce 2 Yogyakarta Tahun Ajaran 2007/2008?

  C. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh gambaran tentang sikap-sikap guru pembimbing yang diharapkan para siswa kelas VII dan VIII SMP Stella

  Duce 2 Yogyakarta Tahun Ajaran 2007/2008.

  8 D. Manfaat Penelitian

  1. Bagi Program Studi Bimbingan dan Konseling Hasil penelitian ini dapat menjadi sumber informasi yang dapat dimanfaatkan untuk mengembangkan sikap yang dimiliki mahasiswa program studi Bimbingan dan Konseling. Dengan informasi yang diperoleh dapat dipikirkan upaya-upaya yang dapat dilakukan untuk mengembangkan sikap mahasiswa Bimbingan dan Konseling sebagai calon guru pembimbing.

  2. Bagi Sekolah Hasil penelitian ini dapat menjadi sumber informasi untuk lebih memahami tentang perlunya bimbingan dan konseling, serta peran guru pembimbing di sekolah, sehingga dapat memperbaiki pemahaman yang salah selama ini tentang bimbingan dan konseling.

  3. Bagi Guru Pembimbing Hasil penelitian ini dapat menjadi masukan untuk mengembangkan sikap yang dimilikinya dalam rangka meningkatkan kualitas pelayanan

  Bimbingan dan Konseling kepada siswa.

  4. Bagi Siswa Hasil penelitian ini dapat menjadi masukan bagi sekolah dan guru pembimbing untuk meningkatkan pelayanan bimbingan dan konseling di sekolah. Dengan begitu, siswa bisa mendapatkan pelayanan bimbingan dan konseling yang memadai.

  5. Bagi Peneliti

  9 Penelitian ini menambah pengetahuan atau wawasan peneliti mengenai berbagai sikap guru pembimbing yang diharapkan siswa. Dengan demikian, peneliti dapat mengembangkan sikap yang dimiliki agar sesuai dengan sikap yang diharapkan siswa, sehingga kelak dapat menjalankan tugas sebagai guru pembimbing dengan baik.

  E. Definisi Operasional

  1. Sikap guru pembimbing adalah kecenderungan yang dimiliki guru pembimbing untuk merespon dengan cara-cara tertentu, baik positif maupun negatif terhadap orang-orang atau situasi-situasi tertentu.

  2. Guru pembimbing adalah tenaga profesional yang memiliki kompetensi dan karakteristik pribadi yang diperoleh melalui pendidikan khusus di perguruan tinggi, yang bertugas memberikan pelayanan bimbingan dan konseling kepada semua peserta didik di sekolah, baik yang mempunyai masalah ataupun yang tidak mempunyai masalah.

  3. Siswa adalah semua remaja yang duduk di kelas VII dan VIII SMP Stella Duce 2 Yogyakarta tahun ajaran 2007/2008 dan merupakan subjek dalam penelitian ini.

  4. Harapan siswa yang dimaksudkan disini adalah berbagai keinginan yang dimiliki siswa berkaitan dengan sikap-sikap yang ditunjukkan guru pembimbing saat berhadapan dengan siswa.

BAB II KAJIAN PUSTAKA Bab ini memuat pembahasan tentang masa remaja, bimbingan dan konseling,

  guru pembimbing, sikap, sikap-sikap guru pembimbing, dan harapan siswa terhadap sikap guru pembimbing.

  A. Masa Remaja

  1. Pengertian Masa Remaja Masa remaja merupakan salah satu periode perkembangan dalam kehidupan individu. Masa ini seringkali dikenal dengan masa mencari jati diri. Hal ini dikarenakan masa remaja merupakan peralihan antara masa anak-anak dan masa dewasa (Ali, 2005). Secara fisik, individu sudah bukan anak-anak lagi melainkan sudah seperti orang dewasa, tetapi jika individu diperlakukan sebagai orang dewasa, ternyata belum dapat menunjukkan sikap dewasa. Mappiare (2006) mendefinisikan masa remaja sebagai suatu tahap dalam fase perkembangan individu yang ditandai dengan sejumlah tugas perkembangan yang membantu individu mempersiapkan diri menuju masa dewasa. Sedangkan, Konopka (Yusuf, 2004) merumuskan masa remaja sebagai masa transisi yang dapat diarahkan kepada perkembangan masa dewasa yang sehat. Menurut Stanley Hall (Santrock, 2003) masa remaja merupakan masa antara usia 12-23 tahun dan penuh dengan goncangan (storm dan stress), yang ditandai dengan konflik dan perubahan suasana hati. Jadi, masa remaja

  11 merupakan suatu tahap dalam fase perkembangan individu yang ditandai dengan sejumlah tugas perkembangan yang dapat mengarahkan individu ke masa dewasa yang sehat.

  Menurut Konopka (Mappiare, 1982) masa remaja dibagi menjadi dua, yaitu masa remaja awal (12-17 tahun) dan masa remaja akhir (18-22 tahun). Berdasarkan pendapat tersebut maka siswa SMP termasuk dalam remaja awal karena siswa SMP berada pada rentang usia antara 12-17 tahun.

  2. Tugas Perkembangan Remaja Havighurst (Hurlock, 1978) mendefinisikan tugas perkembangan sebagai suatu tugas yang muncul pada periode tertentu dalam rentang kehidupan individu. Apabila individu berhasil menyelesaikan tugas perkembangannya maka ia akan merasa bahagia dan berhasil dalam melaksanakan tugas perkembangan selanjutnya, tetapi apabila individu gagal melaksanakan tugas perkembangannya maka ia akan merasa tidak bahagia, dan mengalami kesulitan dalam melaksanakan tugas perkembangan berikutnya. Winkel (1997) menjelaskan bahwa tugas perkembangan remaja merupakan tantangan berupa aneka tugas yang dihadapi oleh remaja dalam hidupnya. Remaja perlu mengetahui dan memahami perannya agar dapat melaksanakan tugas perkembangannya dengan baik.

  Menurut Havighurst (Ali, 2005), tugas perkembangan remaja meliputi: a. Mencapai hubungan baru yang lebih matang dengan teman sebaya.

  12 b. Mencapai peran sosial sebagai pria atau wanita.

  c. Menerima keadaan fisiknya dan menggunakannya secara efektif.

  d. Mencapai kemandirian emosional dari orang tua dan orang dewasa lainnya.

  e. Mencapai kemandirian ekonomi.

  f. Memilih dan mempersiapkan karier.

  g. Mempersiapkan pernikahan dan hidup berkeluarga.

  h. Mengembangkan keterampilan intelektual dan konsep-konsep yang diperlukan bagi warga negara. i. Mencapai tingkah laku yang bertanggung jawab secara sosial. j. Memperoleh seperangkat nilai dan sistem etika sebagai petunjuk dalam bertingkah laku.

  Winkel (1997) mengungkapkan tugas-tugas perkembangan yang dihadapi remaja, antara lain: a. Menerima perannya sebagai pria/wanita yang sedang berkembang.

  b. Memperjuangkan taraf kebebasan yang wajar dari orang tua dan orang dewasa yang lain.

  c. Menambah bekal pengetahuan dan pemahaman sebagai dasar untuk pendidikan lebih lanjut.

  d. Mengembangkan kata hati berdasarkan penghayatan pribadi terhadap nilai-nilai kehidupan.

  13 B. Bimbingan dan Konseling

  1. Pengertian Bimbingan dan Konseling Bimbingan mengandung arti bantuan yang diberikan kepada individu dalam rangka upaya menemukan pribadi, mengenal lingkungan, dan merencanakan masa depannya (Prayitno, 1997). Miller (Syahril dan Riska Ahmad, 1986) mendefinisikan bimbingan sebagai bantuan terhadap individu untuk mencapai pemahaman dan pengarahan diri yang dibutuhkan untuk melakukan penyesuaian diri secara maksimal terhadap lingkungan keluarga, sekolah, maupun masyarakat. Menurut Sukardi (1983) bimbingan dapat diartikan sebagai proses pemberian bantuan yang diberikan kepada seseorang agar mampu mengembangkan potensi-potensi yang dimiliki, mengenali dirinya sendiri, dan mengatasi persoalan yang dihadapinya sehingga mereka dapat menentukan sendiri jalan hidupnya secara bertanggung jawab tanpa bergantung pada orang lain. Sedangkan,

  A. Sudianto dan A.J Nurihsan (2005) mengartikan bimbingan sebagai bantuan yang diberikan kepada individu (peserta didik) yang dilakukan secara berkesinambungan, supaya mereka dapat memahami dirinya sehingga mereka mampu mengarahkan dirinya dan dapat bertindak secara wajar sesuai dengan tuntutan dan keadaan lingkungan sekolah, keluarga dan masyarakat.

  Konseling mengandung arti proses pemberian bantuan yang dilakukan melalui wawancara oleh konselor kepada konseli yang sedang mengalami suatu masalah yang bermuara pada teratasinya masalah yang dihadapi

  14 konseli (Prayitno dan Erman Amti, 2004). James Adam (I Djumhur dan M. Surya, 1975) mengartikan konseling sebagai suatu hubungan timbal balik antara dua orang individu dimana yang seorang (konselor) membantu seorang yang lain (konseli) supaya ia dapat lebih memahami dirinya dalam kaitannya dengan masalah-masalah yang dihadapinya pada waktu sekarang dan pada saat yang akan datang. Menurut Jones (Surya, 1988) konseling merupakan suatu hubungan profesional antara seorang konselor yang terlatih dengan konseli, untuk membantu konseli memahami hidupnya sehingga dapat membuat berbagai pilihan yang berarti bagi dirinya. Siswohardjono (1990) mengartikan konseling sebagai pertolongan yang dilakukan melalui wawancara, yang menuntut adanya komunikasi dan interaksi yang mendalam serta usaha bersama antara konselor dan konseli, dalam usaha mencari pemecahan masalah yang dihadapi konseli ataupun mengubah sikap/perilaku konseli.

  Biasanya Bimbingan dan Konseling disebut bersama, sehingga terbentuk istilah majemuk Bimbingan dan Konseling. Hal ini sebenarnya tidak perlu, karena konseling merupakan salah satu layanan bimbingan, disamping layanan yang lain, seperti pemberian informasi dan bimbingan kelompok. Dengan demikian, pelayanan bimbingan dengan sendirinya mencakup pula layanan konseling (Winkel, 1997).

  2. Tujuan Bimbingan dan Konseling Layanan bimbingan dan konseling bertujuan untuk membantu individu-individu yang dilayani supaya mampu menghadapi tugas-tugas

  15 perkembangan hidupnya secara sadar dan bebas; mewujudkan kesadaran dan kebebasan itu dalam membuat pilihan-pilihan secara bijaksana; serta mengambil beraneka tindakan penyesuaian diri secara memadai (Winkel, 1997).

  Sedangkan, menurut Gunawan (1992) pelayanan bimbingan dan konseling memiliki tujuan-tujuan tertentu yang akan dicapai, antara lain: a. Membantu individu agar mampu memahami dirinya dan lingkungannya.

  b. Membantu individu untuk mengembangkan kemampuan yang dimilikinya secara maksimal.

  c. Membantu individu agar mampu memilih, memutuskan, dan merencanakan hidupnya secara bijaksana, baik dalam bidang pendidikan, pekerjaan, maupun pribadi-sosial.

  d. Membantu individu untuk mengarahkan dirinya dalam bertindak dan bersikap sesuai dengan tuntutan dan keadaan lingkungannya.

  e. Membantu individu menyelesaikan masalah-masalah yang dihadapi secara bijaksana.

  C. Guru Pembimbing Guru pembimbing dapat juga disebut sebagai konselor sekolah. Winkel

  (1997) mengartikan guru pembimbing sebagai seorang tenaga professional yang memperoleh pendidikan khusus di perguruan tinggi dan mencurahkan sebagian waktunya pada pelayanan bimbingan. Sedangkan Prayitno (1987)

  16 merumuskan guru pembimbing sebagai pejabat fungsional yang dituntut dapat menjalankan tugas-tugas fungsionalnya, yaitu memberikan pelayanan bimbingan dan konseling terhadap peserta didik. Guru pembimbing merupakan petugas professional di bidang bimbingan dan konseling yang memiliki sejumlah kompetensi dan karakteristik pribadi yang diperoleh melalui pendidikan professional, yang mempunyai tugas membantu orang lain mencapai perkembangan yang optimal (Mappiare, 2006). Menurut Partowisastro (1985), guru pembimbing adalah orang yang bekerja dalam lingkungan sekolah, yang menerima tanggung jawab untuk membantu semua siswa di sekolah itu dan perhatian utamanya terarah pada perkembangan diri siswa.

  Berdasarkan definisi di atas dapat disimpulkan bahwa guru pembimbing merupakan tenaga profesional yang memiliki kompetensi dan karakteristik pribadi yang diperoleh melalui pendidikan khusus di perguruan tinggi, yang bertugas memberikan pelayanan bimbingan dan konseling di sekolah.

  D. Sikap

  1. Pengertian Sikap mengandung arti kesiapan untuk bereaksi terhadap suatu objek dengan cara-cara tertentu (Azwar, 2007). Mappiare (2006) mendefinisikan sikap sebagai kecenderungan umum untuk berbuat dengan cara-cara tertentu dan konsisten terhadap orang atau kejadian. Menurut Mar’at (1982) sikap merupakan kesiapan untuk bereaksi terhadap objek di

  17 lingkungan tertentu sebagai penghayatan terhadap objek tersebut. Kartini Kartono dan Dali Gulo (1987) juga mengartikan sikap sebagai kecenderungan individu untuk memberi respon baik positif maupun negatif terhadap orang-orang, benda, dan situasi-situasi tertentu. Sedangkan, John H. Harvey dan William P. Smith (Ahmadi, 1991) mendefinisikan sikap sebagai kesiapan merespon secara konsisten dalam bentuk positif ataupun negatif terhadap objek/situasi.

  Berdasarkan definisi-definisi di atas dapat disimpulkan bahwa sikap merupakan kecenderungan individu untuk merespon dengan cara-cara tertentu, baik positif maupun negatif terhadap objek/situasi tertentu. Dari definisi-definisi tersebut terlihat bahwa sikap belum merupakan suatu tindakan/aktivitas, melainkan berupa kesiapan bereaksi terhadap objek tertentu.

  2. Karakteristik Sikap Mar’at (1982) mengemukakan bahwa:

  a. Sikap merupakan kecenderungan untuk bereaksi terhadap objek tertentu yang didasarkan pada penilaian. Penilaian tersebut dapat bersifat positif yang berarti orang cenderung mendekati objek; dan bersifat negatif yang berarti orang cenderung menjauhi objek.

  Penilaian individu terhadap objek sikap didasarkan atas pemahaman yang dimiliki individu mengenai objek sikap tersebut. Dengan begitu sikap memiliki tiga komponen dasar, yaitu komponen kognitif, komponen afektif, dan komponen konatif.

  18 b. Sikap diperoleh melalui interaksi seseorang dengan objek sikap. Hal ini berarti sikap lebih dipandang sebagai hasil belajar.

  c. Sikap memiliki objek tertentu. Objek sikap juga disebut sebagai objek sosial dapat berbentuk konkrit, abstrak, bersifat langsung dan tidak langsung.

  3. Pembentukan Sikap Sikap terbentuk melalui interaksi antara individu dengan objek sikap, baik secara langsung maupun tidak langsung. Dalam interaksi ini, individu membentuk pola sikap tertentu terhadap objek psikologis yang dihadapinya. Ada berbagai faktor yang ikut mempengaruhi terbentuknya sikap individu. Berikut ini akan diuraikan beberapa faktor yang mempengaruhi pembentukan sikap menurut Azwar (2007): a. Pengalaman pribadi

  Pengalaman yang dimiliki individu dengan objek psikologis akan menimbulkan tanggapan dan penghayatan terhadap objek tersebut.

Dokumen yang terkait

Kajian kesalahan siswa kelas VII SMP Stella Duce 2 Yogyakarta dalam menyelesaikan soal persamaan dan pertidaksamaan linear satu variabel tahun ajaran 2014/2015.

0 1 357

Studi tentang kemampuan mendengarkan aktif dari siswa kelas X SMA Stella Duce 2 Yogyakarta tahun ajaran 2012/2013.

0 2 81

Konsep diri siswa kelas VIII SMP Stella Duce 2 Yogyakarta tahun ajaran 2012/2013 dan implikasinya terhadap usulan topik-topik bimbingan pribadi-sosial.

0 0 115

Ketidaksantunan linguistik dan pragmatik berbahasa antara guru dan siswa di SMA Stella Duce 2 Yogyakarta tahun ajaran 2012/2013.

0 1 257

Deskripsi motivasi intrinsik dalam belajar siswa kelas VII SMP Stella Duce 2 Yogyakarta tahun ajaran 2011/2012 dan implikasinya terhadap usulan topik-topik bimbingan.

0 0 117

Deskripsi gaya belajar para siswa kelas VIII SMP Stella Duce 2 Yogyakarta tahun ajaran 2011/2012 dan implikasinya dalam penyusunan topik-topik bimbingan belajar.

0 0 117

Konsep diri siswa kelas VIII SMP Stella Duce 2 Yogyakarta tahun ajaran 2012 2013 dan implikasinya terhadap usulan topik topik bimbingan pribadi sosial

0 4 113

Kegunaan bimbingan dan konseling menurut para siswa kelas II SMA BOPKRI 2 Yogyakarta tahun ajaran 2006/2007 - USD Repository

0 0 71

Tingkat disiplin diri siswi kelas II SMA Stella Duce 2 Yogyakarta dalam tata tertib sekolah tahun ajaran 2006/2007 - USD Repository

0 0 57

Kompetensi konselor yang diharapkan oleh para siswa Kelas XI SMA Bopkri 2 Yogyakarta tahun ajaran 2007/2008 - USD Repository

0 0 96