BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Teori Medis - RAHMI PRATIWI BAB II

  1. Masa Nifas

  a. Pengertian Masa Nifas Masa nifas (postpartum/puerperium) berasal dari bahasa latin yaitu dari kata “Puer” yang artinya bayi dan “Parous” yang berarti melahirkan atau masa sesudah melahirkan. Masa nifas (puerperium) adalah periode waktu selama 6 – 8 minggu setelah persalinan. Proses ini dimulai setelah selesainya persalinan dan berakhir setelah alat-alat reproduksi kembali seperti keadaan sebelum hamil / tidak hamil (Saleha, 2009). Masa nifas (puerperium) adalah masa pilih kembali, mulai dari persalinan selesai sampai alat-alat kandungan seperti sebelum hamil (Rustam, 1998 hal 115).

  Masa nifas (purperium) adalah dimulai sejak 1 jam kelahiran plasenta sampai dengan 6 minggu atau 42 hari setelah itu (Saifudin, 2008 hal: 356). Masa nifas (puerperium) dimulai setelah kelahiran plasenta dan berakhir ketika alat-alat kandungan kembali seperti keadaan sebelum hamil. Masa nifas berlangsung selama kira-kira 6 minggu (Saifudin, 2009 hal N-23).

  b. Perubahan fisiologis masa nifas Selama masa nifas, alat-alat genetalia interna maupun eksterna berangsur-angsur kembali seperti keadaan sebelum hamil.

  Perubahan keseluruhan alat genetalia disebut involusi uteri ( Emillia, 2008; hal. 142).Perubahan-perubahan yang terjadi antara lain sebagai berikut :

  1) Involusi Uterus Uterus secara berangsur-angsur menjadi kecil (involusi) sehingga akhirnya kembali seperti sebelum hamil. Involusi Uterus meliputi pengeluaran desidua dan penurunan ukuran dan berat serta perubahan pada lokasi uterus juga ditandai dengan warna dan jumlah lokea. Regenerasi endometrium lengkap pada tempat perlekatan plasenta memakan waktu hamper 6 minggu.

  Uterus segera setelah pelahiran bayi, plasenta dan selaput janin, beratnya sekitar 1000 gr. Berat uterus menurun sekitar 500 gr pada akhir minggu pertama pascapartum, pada akhir minggu kedua setelah persalinan menjadi kurang lebih 300 gram, setelah itu menjadi 100 gram atau kurang dan kembali pada berat yang biasanya pada saat tidak hamil yaitu 70 gr pada minggu kedelapan pascapartum.

  Penurunan ukuran yang cepat ini direfleksikan dengan perubahan lokasi uterus yaitu uterus turun dari abdomen dan kembali menjadi organ panggul. Segera setelah pelahiran tinggi fundus uteri ( TFU ) terletak sekitar dua per tiga hingga tiga per empat bagian atas antara simpisis pubis dan umbilikus. Letak TFU kemudian naik, sejajar dengan umbilikus dalam beberapa jam. TFU tetap terletak kira-kira sejajar atau satu ruas jari di bawah umbilikus satu atau dua hari dan secara bertahap turun ke dalam panggul sehingga tidak dapat dipalpasi lagi di atas simpisis pubis pada hari kesepuluh pascapartum.

Tabel 2.1 Tinggi fundus uteri dan berat uterus menurut masa involusi

  Berat No Involusi TFU Uterus

  1 Bayi Lahir Setinggi pusat 1.000gr

  2

  1 Minggu Pertengahan pusat simpisis 750 gr

  3

  2 Minggu Tidak teraba di atas simpisis 500 gr

  4

  6 Minggu Normal 50 gr

  5

  8 Minggu Normal seperti sebelum hamil 30 gr

  2) Lochea Lochea adalah cairan sekret yang berasal dari kavum uteri yang keluar melalui vagina selama masa nifas ( Varney, 2002 hal 960).

  Berikut ini adalah beberapa jenis lokia yaitu :

  a) Lochea rubra Berwarna merah karena mengandung darah segar, sisa-sisa selaput ketuban dan jaringan desidua. Ini adalah lokia pertama yang keluar segera setelah pelahiran sampai 2-3 hari pascapartum.

  b) Lochea Sanguilenta Berwarna merah kuning berisi darah dan lendir yang keluar pada hari ke 3-7 pascapartum.

  c) Lochea Serosa Lochea ini berbentuk serum dan berwarna merah muda kemudian menjadi kuning. Cairan tidak berdarah lagi pada hari ke

  7 sampai hari ke 14 pascapartum. Lokia ini mengandung cairan serum, jaringan desidua, leokosit, dan eritrosit.

  d) Lochea Alba Dimulai sekitar hari ke 10 pascapartum dan hilang sekitar 2-4 minggu. Bentuknya seperti cairan putih berbentuk krim, serta terdiri atas leokosit dan sel-sel desidua.

  3) Endometrium Perubahan endometrium adalah timbulnya trombosit, degenerasi, dan nekrosis di tempat implantasi. Pada hari pertama tebal endometrium 2,5 mm, mempunyai permukaan yang kasar akibat pelepasan desidua, dan selaput janin. Setelah tiga hari mulai rata, sehingga tidak ada pembentukan jaringan parut pada bekas implantasi plasenta ( Salleha 2009 hal 56).

  4) Servik Servik akan terlihat padat yang mencerminkan vaskularitasnya yang tinggi, lubang servik lambat laun mengecil, beberapa hari setelah persalinan diri retak karena robekan dalam persalinan. Rongga leher servik, bagian luar akan membentuk seperti keadaan sebelum hamil pada saat empat minggu postpartum ( Varney, 2002 hal 960 ). 5) Vagina

  Vagina segera setelah persalinan tetap terbuka lebar. Setelah satu atau dua hari pertama pascapartum, tonus otot vagina kembali.

  Sekarang vagina berdinding lunak, lebih besar dari biasanya dan longgar. Ukurannya menurun dengan kembalinya rugae vagina sekitar minggu ke tiga pascapartum ( Varney, 2002 hal 960). 6) Payudara ( Mammae )

  Laktasi dimulai pada semua wanita dengan perubahan hormon saat melahirkan. Wanita yang menyusui berespon terhadap menstimulasi bayi yang disusui dan akan terus melepaskan hormon dan stimulasi alveoli yang memproduksi susu. Pada saat hamil payudara membesar karena pengaruh berbagai macam hormon, antara lain estrogen, progesteron, Human placental lactogen (HPL) dan prolaktin, hormon ini berfungsi melancarkan produksi ASI.

  a) Ada dua reflek yang sangat penting dalam proses laktasi yaitu (1) Reflek Prolaktin

  Apabila putingg dirangsang, maka akan timbul rangsanggan menuju hipotalamus selanjutnya ke kelenjar hipofisis anterior, sehingga kelenjar ini mengeluarkan hormon prolaktin. Dengan demikian semakin sering rangsangan makin banyak pula nproduksi ASI. Hormon ini disekresi lebih banyak pada malam hari dan hormon ini bersifat menekan ovulasi.

  (2) Reflek Oksitosin (mengalirkan) Rangsangan yang berasal dari putting susu, tidak hanya diteruskan sampai hipofisis anterior tetapi juga kekelenjar hipofisis posterior. Akibatnya bagian ini mengeluarkan hormon oksitossin. Hormon ini berfungsi memacu kontraksi otot polos yang ada di dinding ngaleveolus dan dinding saluran, sehingga ASI dipompa keluar ( Salleha, 2009 hal 58 ).

  b) Ada tiga reflek lain yang penting dalam mekanisme hisapan bayi, yaitu: (1) Reflek menangkap (rooting reflek)

  Adalah refleks yang terjadi bila bayi baru lahir tersentuh pipinya. Ia akan menoleh kearah sentuhan. Bila bibirnya dirangsang dengan papilan maka ia akan maka ia akan membuka mulut dan berusaha menangkapnya.

  (2) Reflek mengisap Yaitu saat bayi mengisi mulutnya dengan puting susu atau pengganti puting susu sampai kelangit keras dan punggung lidah, reflek ini melibatkan rahang, lidah dan pipi. (3) Reflek menelan

  Yaitu gerakan pipi dan gusi dalam menekan areola, sehingga refleks merangsang pembentukan rahang bayi.

  7) Perubahan Tanda-tanda vital Pada masa nifas terjadi perubahan tanda-tanda vital ( Varney 2002 hal 961) yaitu : a) Tekanan Darah

  Segera setelah persalinan wanita mengalami peningkatan sementara tekanan darah sekitar 15 mmHg untuk sistolik dan 10 mmHg untuk diastol, yang kembali ke tekanan darah sebelum hamil dalam beberapa hari.

  b) Suhu Suhu maternal kembali normal dari suhu yang sedikit meningkat selama periode intrapartum dan stabil dalam 24 jam pertama pospartum.

  c) Nadi Denyut nadi yang meningkat selama persalinan akhir, kembali normal setelah beberapa jam pertama pascapartum. Apabila nadi di atas 100 kali permenit selama masa nifas, hal tersebut abnormal dan mungkin menunjukan adanya infeksi dan hemoragi pascapartum. d) Pernapasan Fungsi pernapasan kembali selama jam pertama pascapartum.

  8) Sistem perkemihan Pelvis ginjal dan uretra yang teregang dan berdilatasi selama kehamilan, kembali normal pada akhir minggu keempat setelah pascapartum. Segera setelah pascapartum kandung kemih mengalami kongesti yang menyebabkan pengosongan yang tidak lengkap dan residu urine yang berlebihan. Efek persalinan pada kandung kemih dan uretha menghilang dalam 24 jam pertama pascapartum ( Varney, 2002 hal 961 )

  9) Sistem pencernaan Wanita mungkin merasa lapar dan mulai makan satu atau dua jam setelah melahirkan. Konstipasi mungkin menjadi masalah pada masa nifas awal karena kurangnya makanan padat selama persalinan dan menahan defekasi karena perineum mengalami perlukaaan (Varney, 2002 hal 961 ). 10) Penurunan berat badan

  Wanita mengalami penurunan berat badan rata-rata 4,5 kg pada waktu melahirkan. Penurunan ini gabungan berat badan bayi, plasenta, dan cairan amnion. Pada minggu pertama pascapartum wanita mengalami penurunan berat badan sebanyak 1,9 kg karena kehilangan cairan. Wanita mendekati berat badan prakehamilan dalam 6 bulan pascapartum( Varney, 2002 hal 961).

  11) Sistem Hematologi dan Kardiovaskuler Leukosit dengan peningkatan jumlah sel-sel darah putih sampai

  15.000 atau lebih selama persalinan. Sel darah putih mengalami peningkatan hingga 25.000 -300.000 tanpa menjadi patologis jika wanita tersebut mengalami persalinan lama. Hemoglobin, hematrokrit dan eritrosit sangat bervariasi pada puerperium awal sebagai akibat dari volume darah, volume plasma dan kadar volume sel darah merah. Kadar ini dipengaruhi oleh status hidrasi, volume cairan yang di dapat selama persalinan wanita tersebut. Kadar semua unsure darah kembali normal pada keadaan tidak hamil pada akhir purperium ( Varney, 2002 hal 962 ).

  c. Tahap Masa Nifas Klasifikasi masa nifas terbagi dalam 3 periode menurut Mochtar

  (1998 hal 115), yaitu : 1) Puerperium dini, yaitu kepulihan dimana ibu diperbolehkan berdiri dan berjalan-jalan.

  2) Puerperium intermedial adalah kepulihan menyeluruh alat-alat genetalia yang lamanya 6-8 minggu.

  3) Remote puerperium adalah waktu yang diperlukan untuk pulih dan sehat sempurna terutama bila selama hamil atau waktu persalinan mempunyai komplikasi. Waktu untuk sehat sempurna bisa berminggu-minggu, bulanan atau tahunan.

  Tahapan yang terjadi pada masa nifas (Saleha, 2009 hal : 5-6) adalah : 1) Periode immediate postpartum

  Masa segera setelah plasenta lahir sampai dengan 24 jam. Pada masa ini sering terdapat banyak masalah , misalnya perdarahan. Oleh karena itu, bidan dengan teratur harus melakukan pemeriksaan kontraksi uterus, pengeluaran lochea, tekanan darah, dan suhu. 2) Periode early postpartum

  Pada fase ini bidan memastikan involusi uteri dalam keadaan normal, tidak ada perdarahan, lochea tidak berbau busuk, tidak demam, ibu cukup mendapatkan makanan dan cairan, serta ibu dapat menyusui dengan baik. 3) Periode late postpartum

  Pada periode ini bidan melakukan perawataan dan pemeriksaan sehari – hari serta konseling KB.

  d. Pemeriksaan abdomen pascapartum Pemeriksaan abdomen pascapartum dilakukan selama periode pascapartum dini yaitu pemeriksaan diastasis rektus abdominalis.

  Penentuan jumlah diastasis rekti digunakan sebagai alat obyektif untuk mengevaluasi tonus otot abdomen.

  Diastasis adalah derajat pemisahan otot rektus abdomen. Pemisahan ini diukur menggunakan lebar jari ketika otot-otot abdomen berkontraksi dan sekali lagi ketika otot-otot tersebut relaksasi. Otot rektus abdominalis dalam keadaan normal terletak saling berdampingan (kendati tidak bersambungan) pada garis tengah. Ketika perut membesar akibat kehamilan, otot-otot ini menjadi teregang dan otot-otot rektus abdominalis tidak terletak berdampingan melainkan terpisah Diastasis diukur dengan cara sebagai berikut : 1) Atur posisi ibu berbaring telentang datar tanpa bantal dibawah kepalanya.

  2) Tempatkan ujung-ujung jari salah satu anda pada garis tengah abdomen dengan ujung jari telunjuk tepat di bawah umbilicus dan jari- jari lain berbaris longitudinal ke bawah ke arah simfisis pubis. Tepi jari- jari menyentuh satu sama lain.

  3) Minta ibu menaikkan kepalanya dan meletakkan dagu di dadanya di area antara payudara. Pastikan ibu untuk mengencangkan otot-otot abdomen dan tidak menekan tangannya di tempat tidur untuk membantu dirinya, karena hal ini mencegah pengunaan otot-otot abdomen. 4) Ketika ibu berupaya meletakkan dagunya di antara payudaranya tekan ujung-ujung jari-jari dengan perlahan dekat ke abdomennya.

  Kita akan merasakan otot-otot abdomen, layaknya dua bebat karet yang mendekati garis tengah dari kedua sisi. Apabila diastasis lebar, kita perlu untuk menggerakkan jari dari sisi ke sisi dalam upaya menemukan otot tersebut, meskipun otot sudah dikontraksikan. Apabila otot-otot abdomen memiliki tonus yang cukup baik untuk menyatu di garis tengah ketika ditegangkan, kita akan merasakan perlawanan terhadap jari-jari dan kemudian di bawah jari kita ketika otot tersebut mendorong jari kita keluar dari abdomen. 5) Ukur jarak antara dua otot rektus ketika otot-otot tersebut dikontraksi dengan menempatkan jari-jari datar dan paralel terhadap garis tengah dan isi ruang antara otot rektus dengan jari-jari kita. Catat jumlah lebar jari antara sisi median dua otot rektus.

  6) Lalu tempatkan ujung-ujung jari satu tangan sepanjang salah satu sisi median otot rektus abdomen ujung-ujung jari tangan kita yang lain sepanjang sisi median otot rektus abdominis yang lain. Jika diposisikan dengan benar, bagian punggung tangan harus menghadap satu sama lain pada garis tengah abdomen. 7) Minta ibu untuk menurunkan kepalanya secara perlahahan ke posisi bersandar di tempat tidur. 8) Ketika ibu menurunkan kepala, otot rektus akan bergerak lebih jauh memisah dan kurang dapat dibedakan ketika otot relaksasi. Ujung- ujung jari kita mengikuti otot-otot rektus ketika otot tersebut bergerak memisah ke sisi lateral masing-masing pada abdomen.

  Ukur jarak antara dua otot rektus ketika dalam keadaan relaksasi sebagaimana pada saat kontraksi. Catat dalam jumlah lebar-jari di antara tepi median kedua otot rektus. 9) Catat hasil pemeriksaan sebagai suatu pecahan yang di dalamnya pembilang mewakili lebar diastasis dalam hitungan lebar jari ketika otot-otot mengalami kontraksi dan pembagi mewakili lebar diastasis dalam hitungan lebar jari ketika otot-otot relaksasi.

  e. Komplikasi Masa Nifas Patofisiologi yang sering terjadi pada masa nifas adalah sebagai berikut :

  1) Pendarahan pervaginam Pendarahan kala nifas sekunder)

  Pendarahan sekunder adalah pendarahan yang terjadi setelah 24 jam pertama. Penyebab utama terjadinya pendarahan karena adanya sisa plasenta atau selaput ketuban, infeksi pada endometrium, dan mioma uterus ( Manuaba, 2010 hal 418).

  2) Infeksi Nifas Menurut Manuaba ( 2010 hal 416) adanya infeksi pada masa nifas ditandai dengan: a) Tampak sakit dan lemah.

  b) Temperatur meningkat lebih dari 39

  o C.

  c) Tekanan darah dapat menurun dan nadi meningkat.

  d) Pernapasan dapat meningkat sehingga menyebabkan sesak napas.

  e) Kesadarah gelisah sampai menurun koma.

  f) Terjadi gangguan involusi uteri.

  g) Lokhea berbau dan mengeluarkan push serta kotor. 3) Kelainan pada payudara

  a) Bendungan ASI Bendungan ASI terjadi karena sumbatan pada saluran ASI, tidak kosongkan seluruhnya. Keluhan yang muncul adalah mamae bengkak, keras, dan terasa panas, sampai suhu badan meningkat ( Manuaba, 2010 hal 420 ).

  b) Masitis ( Radang pada payudara) Bendungan ASI merupakan permulaan dari kemungkinan infeksi payudara. Bakteri yang sering menyebabkan infeksi payudara adalah stafilokakus auereus yang masuk melalui luka putting susu. Infeksi menimbulkan demam, nyeri lokal pada payudara, terjadi pemadatanpayudara, dan terjadi perubahan warna kulit payudara ( Manuaba, 2010 hal 420 ). c) Abses Payudara Infeksi payudara dapat berkelanjutan menjadi abses dengan kriteria warna kulit menjadi merah, terdapat rasa nyeri, adanya pembekakan di bawah kulit teraba cairan( Varney 2003 hal 271). 4) Sakit kepala yang hebat dan terus menerus, nyeri epigastrium dan gangguan penglihatan. Gejala-gejala ini merupakan tanda-tanda eklamsia post partum dengan disertai tekanan darah tinggi ( Marmi, 2011 hal 21 ).

  5) Bengkak di wajah dan ekstremitas ( Marmi, 2011 hal 21 ). 6) Demam, muntah, rasa sakit pada saat berkemih. Padamasa nifas dini sensitifitas kandung kemih terhadap tegangan air kemih di dalam vesika sering menurun akibat trauma persalinan dan akibat rasa tidak nyaman yang timbul oleh episiotomi yang lebar, laserasi, hematom dinding vagina ( Marmi, 2011 hal 21-22 ). 7) Kehilangan nafsu makan dalam waktu yang lama. Kelelahan yang berat setelah persalinan dapat menganggu nafsu makan, sehingga ibu tidak ingin makan sampai kelelahan itu hilang. Hendaknya setelah bersalin berikan ibu minuman hangat, susu, kopi atau teh yang bergula untuk mengembalikan tenaga yang hilang ( Marmi, 2011 hal 22 ).

  8) Rasa sakit, merah, panas, dan pembengkakan di kaki. Selama masa nifas dapat terbentuk thrombus sementara pada vena-vena maupun di pelvis yang mengalami dilatasi ( Marmi, 2011 hal 22 ). 9) Merasa sedih atau tidak mampu merawat bayinya dan dirinya sendiri.

  Penyebabnya adalah kekecewaan emosional bercampur rasa takut yang dialami wanita hamil dan melahirkan,rasa nyeri pada awal masa nifas, kelelahan akibat kurang tidur selama persalinan dan setelah melahirkan, kecemasan akan kemampuannya untuk merawat bayinya dan ketakutan akan menjadi tidak menarik lagi ( Marmi, 2011 hal 22 ). 10) Sub Involusi

  Segera setelah persalinan berat rahim sekitar 1000 gram, dan selanjutnya mengalami proteolitik, sehingga otot rahim menjadi kecil dan kembali kebentuk semula.Proses involusi uteri tidak berjalan semestinya sehingga pengecilan rahim terlambat, Penyebanya adalah infeksi endometrium, terdapat sisa plasenta, terdapat bekuan darah, atau mioma uteri ( Sujiyatini 2009 hal 110).

  11) Hematom Adalah darah yang mengalir kedalam jaringan ikat di bawah kulit yang menutupi genetalia eksterna atau dibawah mukosa vagina hingga terbentuk hematoma (Sujiyatini 2009 hal 110).

  2. Perdarahan Pasca Persalinan

  a. Pengertian Menurut Saifudin (2008 hal : 523) Perdarahan Postpartum (pasca persalinan) yaitu perdarahan yang melebihi 500 ml setelah bayi lahir.

  Menurut Rustam (1998 hal : 298) Perdarahan Postpartum (pasca persalinan) yaitu perdarahan lebih dari 500-600 ml dalam masa 24 jam setelah anak lahir.

  Menurut Cuningham (2005 hal : 704) Perdarahan Postpartum (pasca persalinan) yaitu perdarahan setelah melahirkan dengan kehilangan darah melebihi 500 ml. b. Klasifikasi Perdarahan Pasca Persalinan Perdarahan Pasca Persalinan menurut Rustam (1998, hal: 298) diklasifikasikan menjadi 2 yaitu :

  1) Perdarahan postpartum primer (early postpartum hemmorhage) Perdarahan postpartum primer (early postpartum hemmorhage) yaitu perdarahan yang terjadi dalam 24 jam setelah anak lahir.

  2) Perdarahan postpartum sekunder (late postpartum hemmorhage) Perdarahan postpartum sekunder (late postpartum hemmorhage) yaitu perdarahan yang terjadi setelah 24 jam, biasanya antara hari ke 5 sampai 15 postpartum. Penyebab perdarahan postpartum menurut Saifuddin (2008, hal 523-

  529) adalah: 1) Atonia uteri

  Definisi (Saifuddin, 2008, hal: 254-526) yaitu: Keadaan lemahnya tonus/konstraksi rahim yang menyebabkan uterus tidak mampu menutup perdarahan terbuka dari tempat implantasi plasenta setelah bayi dan plasenta lahir.

  Gejala Klinik

  a) Perdarahan pervaginam terus menerus

  b) Konstraksi uterus lemah dan lembek 2) Retensio plasenta

  Definisi : Retensio plasenta adalah plasenta tetap tertinggal dalam uterus 30 menit setelah anak lahir.

  Tanda dan Gejala

  a) Perdarahan pervaginam

  b) Plasenta belum lahir setelah 30 menit kelahiran bayi

  c) Uterus berkonstraksi dan keras

  3) Robekan jalan lahir Robekan jalan lahir merupakan penyebab kedua tersering dari perdarahan pasca persalinan. Robekan dapat terjadi bersamaan dengan atonia uteri. Perdarahan pasca persalinan dengan uterus yang berkontraksi baik biasanya disebabkan oleh robekan serviks atau vagina. Setelah persalinan harus selalu dilakukan pemeriksaan vulva dan perineum. Pemeriksaan vagina dan serviks dengan spekulum juga perlu dilakukan setelah persalinan.

  Perdarahan yang terjadi di mana plasenta telah lahir lengkap dan kontraksi uterus baik, dapat dipastikan bahwa perdarahan tersebut berasal dari perlukaan jalan lahir.

  Tanda dan gejala

  a) Darah segar yang mengalir segera setelah bayi lahir

  b) Uterus kontraksi dan keras

  c) Plasenta lengkap

  d) Pucat dan Lemah dan menggigil 4) Inversio Uteri

  Inversio uteri adalah keadaan ketika fundus uteri masuk kedalam kaavum uteri, yang dapat terjadi mendadak atau perlahan.

  Gejala:

  a) Pada kala III dengan gejala nyeri hebat, perdarahan banyak sampai syok, apalagi bila plasenta masih melekat dan sebagian sudah ada yang terlepas. b) Pemeriksaan dalam (1) Bila masih inkomplit, maka pada daerah simfisis uterus teraba fundus uteri cekung ke dalam (2) Bila komplit, di atas simfisis uterus teraba kosong dan dalam vagina teraba tumor lunak (3) Kavum uteri sudah tidak ada (terbalik). 5) Gangguan pembekuan darah

  Penyebab pendarahan pasca persalinan karena gangguan pembekuan darah baru dicurigai bila penyebab yang lain dapat disingkirkan apalagi disertai ada riwayat pernah mengalami hal yang sama pada persalinan sebelumnya. Akan ada tendensi mudah terjadi perdarahan setiap dilakukan penjahitan dan perdarahan akan merembes atau timbul hematoma pada bekas jahitan, suntikan, perdarahan dari gusi, rongga hidung, dan lain-lain. 6) Retensio Sisa Plasenta

  Retensio sisa plasenta adalah tertinggalnya bagian plasenta atau sebagian selaput (mengandung pembuluh darah) tidak lengkap dalam uterus yang dapat menimbulkan uterus berkontraksi kurang baik dan TFU (tinggi fundus uteri) tidak berkurang setelah plasenta lahir yang menyebabkan perdarahan post partum primer atau perdarahan post partum sekunder.

  3. Pengertian Retensio Sisa Plasenta Definisi Retensio Sisa Plasenta menurut Saifudin (2008, hal 527) yaitu sebagian kecil dari plasenta masih tertinggal dalam uterus yang dapat menimbulkan perdarahan postpartum primer atau lebih sering sekunder.

  Menurut Cunningham (2005, hal : 709) Retensio Sisa Plasenta adalah suatu bagian plasenta (satu atau lebih lobus) tertinggal, dan keadaan ini dapat menimbulkan perdarahan.

  Dari kedua pendapat tersebut penulis mengambil kesimpulan Retensio Sisa Plasenta adalah tertinggalnya sebagian kecil dari plasenta atau selaput ketuban (satu atau lebih lobus) sehingga uterus tidak dapat berkontraksi dan mengakibatkan perdarahan postpartum.

  4. Etiologi / faktor predisposisi Kondisi selama

  hamil

  dan bersalin dapat merupakan faktor predisposisi terjadinya perdarahan pasca persalinan. Faktor-faktor penyebab terjadinya perdarahan harus diketahui sejak awal dan diantisipasi pada waktu persalinan. Faktor-faktor penyebab terjadinya perdarahan karena retensio sisa plasenta antara lain :

  a. Kelainan bentuk plasenta menurut Manuaba (2010, hal: 313-314) yaitu : 1) Plasenta suksenturiata

  Terdapat plasenta tambahan yang lebih kecil, disamping yang normaldan dihubungkan dengan pembuluh darah. Penyulit plasenta suksenturiata ada kemungkinan luput dari pengamatan dan tertinggal dalam rahim yang dapat menimbulkan komplikasi perdarahan. Dugaan plasenta suksenturiata bila terdapt lubang pada membran dan pembuluh darah yang robek. 2) Plasenta spuria

  Terdapat tambahan plasenta soliter tanpa ada hubungan dengan pembuluh darah. Kerugian plasenta spuria dapat terjadi perdarahan karena tertinggal dalam rahim. 3) Plasenta membranasea

  Pertumbuhan plasenta yang melebar dan tipis, sehingga dapat menimbulkan gangguan tertentu yaitu terjadi plasenta previa dan sulit melepaskan diri sehingga terjadi perdarahan postpartum primer atau sekunder dan retensio sisa plasenta.

  b. Plasenta akreta adalah implantasi yang masuk ke dalam otot rahim.

  Dapat menimbulkan retensio plasenta yang disertai perdarahan atau tanpa perdarahan (Manuaba, 2010, hal : 315).

  c. Plasenta inkarserata adalah adalah tertanamnya plasenta di dalam kavum uteri. Plasenta yang sudah lepas dari dinding uterus tetapi belum keluar, disebabkan oleh tidak adanya usaha untuk melahirkan dari uterus.

  d. Kehamilan kembar Pada kehamilan kembar terjadi retraksi otot atau peregangan uterus yang berlebihan, karena keregangan otot yang berlebihan/melampaui batas sehingga setelah persalinan terjadi gangguan kontraksi otot rahim yang menyebabkan perdarahan postpartum (Manuaba, 2010 hal 276- 277).

  e. Partus Lama Pada kasus partus lama ada pemberian obat uterotonika, semakin banyak pemberian obat uterotonika maka proses penutupan ostium uteri menjadi lebih cepat sehingga mengakibatkan sisa plasenta tertahan di dalam cavum uteri dan mengakibatkan perdarahan karena retensio sisa plasenta (Manuaba, 2010).

  f. Multiparitas Semakin sering wanita mengalamikehamilan dan persalinan maka dapat mengakibatkan faktor resiko tinggi karena semakin sering ibu hamil dan melahirkanfungsi reproduksi akan mengalami penurunan, otot uterus terlalu regangdan uterus akan semakin lemah dan kurang kuatnya otot- otot rahim sehingga dapat mempengaruhi kontraksi uterus dan pelepasan plasenta (Manuaba, 2010).

  g. Manajemen kala III yang kurang benar Manajemen kala tiga persalinan yang kurang benar seperti pemberian obat uterotonika yang tidak tepat waktunya yang dapat menyebabkan serviks berkontraksi dan menahan plasenta. Pengeluaran plasenta yang tidak lengkap dapat menyebabkan perdarahan pada masa nifas. Inspeksi plasenta setelah pelahiran harus dilakukan secara rutin. Apabila ada bagian plasenta yang hilang, uterus harus dieksplorasi dan sisa plasenta dikeluarkan ( Varney, 2004 hal 709 ). Sisa plasenta diduga apabila kala uri berlangsung tidak lancar atau tidak teliti dalam mengecek kelengkapan plasenta (Sarwono, 2008 hal : 527).

  h. Anemia Pasien dengan anemia sangat rentan terjadinya perdarahan karena sel darah merah yang ada di dalam tubuh kurang yang diakibatkan oleh kekurangan zat besi. Kekurangan ini dapat disebabkan karena kurang masuknya unsur besi dengan makanan karena ganguan resorpsi, gangguan pengunaan, atau karena terlampau banyaknya besi keluar dari badan sehingga menyebabkan kontraksi otot uterus melemah dan dapat mengakibatkan terjadinya gangguan plasenta seperti hipertropi, kalsifikasi, dan infark( Sarwono, 2007 hal : 451 ; Wiknjosastro, 2005). i. Preeklampsia

  Pada pasien preeklampsia dapat mempengaruhi pertumbuhan plasenta yaitu hypertropi plasentadan menyebabkan terjadinya pengapuran pada plasenta, yang dapat mengakibatkan perdarahan karena retensio sisa plasenta. Preeklampsia dapat mempengaruhi aliran darah ke plasentasehingga terjadi gangguan fungsi plasenta. Secara fisiologis akan terjadi penurunan aliran darah ke plasenta mengakibatkan gangguan fungsi plasenta ( Jumiarni, 1995 hal 5 ; Wiknjosastro, 2005).

  5. Patofisiologi Perdarahan terjadi karena pembuluh-pembuluh darah didalam uterus masih terbuka. Pada waktu uterus berkontraksi, pembuluh darah yang terbuka akan menutup, kemudian pembuluh darah tersumbat oleh bekuan darah. Gangguan kontraksi otot uterus dan adanya sisa plasenta diduga pada kala uri berlangsung tidak lancar atau setelah melakukan manual plasenta, ditemukan adanya kotiledon yang tidak lengkap pada saat pemeriksaan plasenta, dan masih ada perdarahan dari ostium uteri eksternum pada saat kontraksi rahim sudah baik dan robekan jalan lahir yang sudah terjahit (Sarwono, 2008; 527).

  Plasenta yang tertinggal di dalam rahim akan mengganggu kontraksi sehingga menyebabkan sinus-sinus darah tetap terbuka dan menimbulkan perdarahan (Oxorn 2010, hal 415). Plasenta yang tertinggal diuterus dapat menghambat penutupan pembuluh darah sehingga menyebabkan perdarahan. Keadaan ini merupakan faktor yang dapat menyebabkan perdarahan pasca persalinan.

  6. Tanda dan Gejala Retensio Sisa Plasenta Tanda dan gejala retensio sisa plasenta menurut Sarwono (2006: 175) yaitu: a. Plasenta atau sebagian selaput (mengandung pembuluh darah) tidak lengkap.

  b. Perdarahan segera.

  c. Uterus berkontraksi tetapi tinggi fundus tidak berkurang.

  7. Pemeriksaan Penunjang Pemeriksaan Laboratorium menurut Arif Mansjoer ( 2001 , hal 315) yaitu :

  a. Pemeriksaan darah lengkap Bila kadar hemoglobin dibawah 10 g/dL atau anemia pada saat kehamilan dapat mengakibatkan terjadinya perdarahan.

  b. Pemeriksaan golongan darah.

  c. USG Untuk menentukan adanya sisa jaringan konsepsi intrauteri.

  8. Diagnosis Dalam membuat diagnosa perdarahan postpartum karena retensio sisa plasenta harus diperhatikan, apabila dibiarkan berlangsung terus pasien bisa mengalami syok. Perdarahan postpartum tidak hanya terjadi pada mereka yang memiliki faktor predisposisi, tetapi pada setiap persalinan dapat terjadi perdarahan postpartum.

  Perdarahan yang terjadi dapat menumpuk di vagina dan di dalam uterus, perdarahan dapat diketahui karena adanya kenaikan fundus setlah uri keluar. Untuk menentukan diagnosa dari perdarahan postpartum diperlukan anamnesa, pemeriksaan umum, pemeriksaan abdomen, pemeriksaan dalam, pemeriksaan penunjang. Pada perdarahan karena retensio sisa plasenta terjadi gangguan kontraksi uterus, sehingga tinggi fundus uteri tidak berkurang.

  9. Syok Hipovolemik Syok hipovolemik adalah syok yang disebabkan oleh perdarahan yang banyak ( Sarwono, 2008 hal 401 - 406 ). Gejala klinik syok pada umumnya antara lain tekanan darah menurun, nadi cepat, dan lemah akibat perdarahan. Jika terjadi vasokontriksi pembuluh darah kulit menjadi pucat, keringat dingin, sianosis jari-jari kemudian diikuti sesak nafas, pengelihatan kabur, gelisah dan oligouria/anuria dan akhirnya dapat menyebabkan kematian ibu.

  Menurut M. Achadiat (2004 hal 46) penanganan syok hipovolemik yaitu dengan pemberian cairan infus RL atau NaCl dan pemberian O2. Penanganan syok menurut Sarwono (2008 hal 401 - 406) yaitu prinsip pertama dalam penanganan kedaruratan adalah ABC yang terdiri atas menjaga saluran nafas (Airway), pernafasan (Breathing), dan sirkulasi darah (Circulation). JIka situasi tersebut terjadi di luar Rumah Sakit, pasien harus dikirim ke rumah sakit dengan segera dan aman. Tindakan yang harus segera dilakukan jika terjadi syok yaitu : a. Cari dan hentikan segera penyebab perdarahan.

  b. Bersihkan saluran napas dan beri oksigen.

  c. Naikkan kaki ke atas untuk meningkatkan aliran darah ke sirkulasi sentral.

  d. Pasang 2 set infuse atau lebih untuk transfuse, cairan infuse dan obat- obat IV bagi pasien yang syok.

  e. Kembalikan volume darah dengan: 1) Darah segar (whole blood).

  2) Larutan kristaloid: seperti ringer laktat, larutan garam fisiologis atau glukosa 5%. 3) Larutan koloid: dekstran 40 atau 70, fraksi protein plasma (plasma protein fraction), atau plasma segar.

  f. Terapi obat-obatan 1) Analgesik: morfin 10-15 mg IV jika ada rasa sakit, kerusakan jaringan atau gelisah 2) Kortikosteroid: hidrokortison 1 g atau deksametason 20 mg IV pelan- pelan. Cara kerjanya dapat menurunkan resistensi perifer dan meningkatkan kerja jantung dan meningkatkan perfusi jaringan

  3) Sodium bikarbonat: 100 mEq IV jika terdapat asidosis 4) Vasopresor : untuk menaikkan tekanan darah dan mempertahankan perfusi renal.

  Dopamin: 2,5 mg/kg/menit IV sebagai pilihan utama

  • Beta-adrenergik stimulant: isoprenalin 1 mg dalam 500 ml
  • glukosa 5% IV infuse pelan-pelan

  g. Monitoring 1) Central venous pressure (CVP): normal 10-12 cm air 2) Nadi dan tekanan darah 3) Produksi urin 4) Tekanan kaviler paru: normal 6-18 Torr 5) Perbaikan klinik: pucat, sianosis, sesak, keringat dingin, dan kesadaran.

  10. bakteri pada traktus genitalis yang terjadi setelah persalinan biasanya dari en dometrium bekas insersi plasent a, yang ditandai dengan kenaikan suhu sampai 38

  o

  C derajat Celsius atau lebih yang terjadi antara hari ke 2 – 10 postpartum ( Sarwono, 2006 hal 259-260 ).

  a. Patofisiologi Infeksi Nifas Tempat yang baik sebagai tempat tumbuhnymerupakan sebuah luka dengan diameter 4 cm, permukaan tidak rata, berbenjol- benjol karena banyaknyyang ditutupi oleh trombus. Selain itu,

  b. Faktor predisposisi infeksi nifas 1) Kurang gizi atau malnutrisi 2) Anemia 3) Higiene yang buruk.

  4) Kelelahan 5) Proses persalinan bermasalah

  a) Partus lama

  b) Korioamnionitis

  c) Persalinan traumatic

  d) Kurang baiknya proses pencegahan infeksi

  e) Manipulasi yang berlebih

  6) Semua keadaan yang dapat menurunkan daya t

  7) Tertinggalnya sis

  8)

  c. Tanda dan Gejala Infeksi Nifas Menurut Manuaba ( 2010 hal 416 ) adanya infeksi pada masa nifas ditandai dengan:

  1) Tampak sakit dan lemah.

  o

  2) Temperatur meningkat lebih dari 39 C. 3) Tekanan darah dapat menurun dan nadi meningkat. 4) Pernapasan dapat meningkat sehingga menyebabkan sesak napas. 5) Kesadarah gelisah sampai menurun koma. 6) Terjadi gangguan involusi uteri. 7) Lokhea berbau dan mengeluarkan push serta kotor.

  11. Penatalaksanaan Medis Penatalaksanaan perdarahan yang disebabkan oleh retensio sisa plasenta menurut Saifuddin (2006, hal : 181) yaitu untuk mengeluarkan sisa plasenta dilakukan kuretase. Bila memungkinkan sisa plasenta dapat dikeluarkan secara eksplorasi manual.

  Prosedur klinik tindakan kuretase (Saifuddin, 2006 : 443 - 446) yaitu :

  a. Persetujuan tindakan medic

  b. Persiapan sebelum tindakan

  1) Pasien a) Pemberian infus.

  b) Perut bawah dan lipat paha dibersihkan dengan air dan sabun.

  c) Siapkan kain alas bokong, sarung kaki dan penutup perut bawah.

  d) Obat-obatan (1) Analgetika (pethidin 1-2 mg/kg berat badan, ketamin Hcl 0, 5 mg/kg berat badan, tramadol 1-2 mg/kg berat badan) (2) Sedative (diazepam 10 mg) (3) Atropin sulfas 0, 25-0, 50 mg/ml e) Larutan antiseptik (povidon iodin 10 %).

  f) Oksigen dengan regulator.

  g) Instrumen (1) 1 Cunam tampon (2) 2 klem ovum lurus (3) 1 sendok kuret pascapersalinan (4) 2 spekulum sim's atau L (5) 1 kateter karet (6) 2 jarum suntik No. 23

  2) Penolong a) 3 set baju kamar tindakan, masker dan kacamata pelindung.

  b) 4 sarung tangan DTT/steril.

  c) 3 pasang sepatu boot / karet

  d) Instrumen (1) 1 lampu sorot (2) 2 mangkok logam (3) 1 penampung darah dan jaringan

  3) Pencegahan infeksi sebelum tindakan

  4) Tindakan a) Pasien diberikan sedatif atau analgetik.

  b) Bila penderita tidak dapat berkemih, lakukan kateterisasi

  c) Setelah kandung kemih dikosongkan, lakukan pemeriksaan bimanual (menentukan besar uterus).

  d) Bersihkan dan lakukan dekontaminasi sarung tangan dengan larutan klorin 0, 5 %.

  e) Pakai sarung tangan steril.

  f) Pasang spekulum Sim's atau L, masukkan bilahnya secara vertikal kemudian putar kebawah.

  g) Pasang spekulum Sim's berikutnya dengan jalan memasukan bilahnya secara vertikal kemudian putar dan tarik ke atas sehingga portio tampak dengan jelas.

  h) Minta asisten untuk memegang spekulum atas dan bawah, pertahankan pada posisi semula. i) Dengan cunam tampon, ambil kapas yang telah dibasahi dengan larutan antiseptik, kemudian bersihkan lumen vagina dan porsio.

  Buang kapas ke tempat sampah dan kembalikan cunam ke tempat semula. j) Ambil klem ovum yang lurus, jepit bagian atas porsio (perbatasan antara kuadran atas kiri dan kanan atau pada jam 12). k) Setelah porsio terpegang baik, lepaskan spekulum atas. l) Pegang gagang cunam dengan tangan kiri, ambil sendok kuret pasca persalinan dengan tangan kanan, pegang diantara ibu jari dan telunjuk (gagang sendok berada pada telapak tangan) kemudian masukkan hingga menyentuh fundus. m) Minta asisten untuk memegang klem ovum, letakkan telapak tangan pada bagian atas fundus uteri (sehingga penolong dapat merasakan tersentuhnya fundus oleh ujung sendok kuret).

  (1) Masukkan lengkung sendok kuret sesuai dengan lengkung kavum uteri kemudian lakukan pengerokkan dinding uterus bagian depan searah jarum jam, keluarkan jaringan plsenta (dengan kuret) dari kavum uteri. (2) Masukkan ujung sendok sesuai dengan lengkung kavum uteri, setelah sampai fundus, kemudian putar 180 derajat, lalu bersihkan dinding belakang uterus, keluarkan jaringan yang ada. n) Kembalikan sendok kuret ke tempat semula, gagang klem ovum dipegang kembali oleh asisten. o) Ambil kapas (dibasahi larutan antiseptik) dengan cunam tampon, bersihkan darah dan jaringan pada lumen vagina. p) Lepaskan jepitan klem ovum pada porsio. q) Lepaskan spekulum bawah. r) Lepaskan kain penutup perut bawah, alas bokong dan sarung kaki masukkan ke dalam wadah yang berisi larutan klorin 0, 5 %. s) Bersihkan darah dan cairan tubuh dengan larutan antiseptik

  5) Memberikan antibiotik yaitu ampisilin dosis awal 1 g IV dilanjutkan dengan 3 x 1 g oral dikombinasi dengan metronidazol 1 g supositoria dilanjutkan 3 x 500 mg oral. 6) Setelah diberikan antibiotik lakukan evakuasi sisa plasenta dengan kuretase. Prosedur Tetap (Protap) RSUD KRT SETJONEGORO WONOSOBO tentang penatalaksanaan perdarahan post partum yang disebabkan oleh retensio sisa plasenta yaitu :

Bagan 2.1 bagan Prosedur Tetap (Protap) RSUD KRT SETJONEGORO WONOSOBO tentang penatalaksanaan perdarahan post partum.

  Protap Penatalaksanaan Perdarahan Postpartum

  Tanda – Tanda Perdarahan > 500 Cc

  Infus dengan Trans set Abocath Retensio Plasenta dan Sisa

  Plasenta Pengeluaran Plasenta Manual

  Beri Uterotonika Kuretase B. Tinjauan Teori Asuhan Kebidanan

  1. Manajemen Kebidanan Varney

Manajemen kebidanan adalah proses pemecahan masalah yang

  digunakan sebagai metode untuk mengorganisasikan pikiran dan tindakan berdasarkan teori ilmiah, penemuan-penemuan, ketrampilan dalam rangkaian tahapan logis untuk pengambilan keputusan yang berfokus pada klien. Proses manajemen kebidanan terdiri dari 7 langkah Varney yang berurutan yang secara periodik disempurnakan. Proses ini dimulai dari pengumpulan data dasar / pengkajian, interpretasi data, diagnosa/masalah potensial, identifikasi kebutuhan akan tindakan segera atau kolaborasi dan konsultasi, perencana asuhan yang menyeluruh, pelaksanaan asuhan dan mengevaluasi.

  Manajemen asuhan kebidanan terdiri dari 7 langkah Varney yaitu :

  a. Pengumpulan data dasar / pengkajian Pengumpulan data dasar sebagai dasar proses asuhan kebidanan yang bertujuan untuk mengumpulkan data / informasi mengenai keadaan pasien. Data yang dikumpulkan berupa data subyektif dan data obyektif dari pasien.

  1) Data Subyektif

  a) Anamnesa (1) Identitas pasien

  (a) Nama pasien dan suami, harus ditulis dengan jelas agar tidak terjadi kekeliruan dengan orang lain, bila ada titel yang bersangkutan harus disertakan (Matondang, 2009 hal : 5).

  (b) Umur pasien dan suami, ditanyakan untuk mengetahui pengaruh umur terhadap permasalahan kesehatan pasien/klien dan faktor resiko, karena waktu reproduksi sehat antara 20 sampai 35 tahun. Bila umur ibu kurang dari 20 tahun alat-alat reproduksi belum matangnya untuk hamil, sedangkan umur lebih 35 tahun rentan terjadi perdarahan dalam masa nifas sehingga dapat membahayakan kesehatan ibu maupun perkembangan dan pertumbuhan janin ( Manuaba, 1998 : hal 27 ). (2) Alasan datang

  Dikaji untuk mengetahui apakah pasien rujukan dari bidan atau pasien rumah sakit.

  (3) Keluhan utama Dikaji untuk mengetahui keluhan yang dirasakan pasien. Pada pasien dengan perdarahan karena retensio sisa plasenta pasien mengeluh lemah, mengalami perdarahan segera, perut teraba keras dan TFU tidak berkurang (Sarwono, 2006 hal : 175). (4) Riwayat Kesehatan

  (a) Riwayat kesehatan dahulu Dikaji untuk mengetahui riwayat penyakit yang pernah diderita oleh pasien yang dapat mempengaruhi keadaan pasien dan yang berhubungan dengan perdarahan postpartum seperti riwayat kelainan bentuk plasenta seperti plasenta suksenturiata, plasenta spuria, plasenta membranasea, plasenta akreta, plasenta inkarserata, anemia, hipertensi, penyakit jantung dan diabetes melitus (Manuaba, 2010 hal : 313-314).

  (b) Riwayat kesehatan sekarang Dikaji untuk mengetahui riwayat penyakit yang sedang diderita oleh pasien yang dapat mempengaruhi keadaan pasien yang berhubungan dengan perdarahan masa nifas seperti riwayat anemia, hipertensi, penyakit jantung dan diabetes melitus ( Sarwono, 2007 hal : 451).

  (c) Riwayat kesehatan keluarga Dikaji untuk mengetahui riwayat penyakit yang pernah / sedang diderita oleh keluarga pasien yang dapat mempengaruhi kesehatan pasien dan bayinya. Penyakit keluarga yang perlu ditanyakan mencakup penyakit jantung, anemia, hipertensi, diabetes melitus, ginjal, dan kehamilan kembar yang dapat menyebabkan perdarahan pada masa nifas (Manuaba, 2010 hal : 276-277). (5) Riwayat Obstetris

  (a) Riwayat Menstruasi Diperlukan untuk mengetahui menarche, lamanya, banyaknya, sifat darah, dismenorhea, HPHT, taksiran persalinan (TP) dan umur kehamilan. TP ditentukan berdasarkan hari pertama haid terakhir (HPHT), (Varney, 2009 hal 33).

  (b) Riwayat kehamilan dahulu dan sekarang Dikaji untuk mengetahui berapa kali ibu hamil (gravida), periksa kehamilan dan berapa kali abortus.

  Kehamilan sekarang dikaji untuk mendeteksi komplikasi yang terjadi secara dini dengan ibu riwayat partus lama, multiparitas dan kelainan tempat implantasi plasenta (Manuaba, 2010 hal 315 dan Varney, 2007 hal 525). (c) Riwayat persalinan, nifas dahulu dan sekarang

  Dikaji untuk mengetahui persalinan keberapa, tempat persalinan, penolong persalinan, jenis persalinan, jenis kelamin anak, keadaan bayi, keadaan plasenta dan apakah terjadi manajemen kala III yang tidak benar. Penting untuk mengetahui apakah proses persalinan mengalami kelainan atau tidak yang bisa berpengaruh pada masa nifas misalnya perdarahan akibat retensio sisa plasenta. Dan untuk mengetahui apakah abortus mempengaruhi persalinan dan pengeluaran plasenta pada persalinan selanjutnya (Sarwono, 2008 hal : 527). (6) Riwayat perkawinan

  Dikaji untuk mengetahui kemungkinan pengaruh status perkawinan dan umur pernikahan terhadap masalah kesehatan. Perlu ditanyakan tentang berapa kali menikah, status menikah syah atau tidak, karena bila melahirkan umur ibu terlalu muda atau terlalu tua berisiko terjadi perdarahan pada masa nifas dan bila menikah tanpa status yang jelas akan berkaitan dengan, 2010 hal : 134). (7) Riwayat KB

  Dikaji untuk mengetahui alat kontrasepsi yang pernah dipakai, berapa lamanya, alasan pemakaian, keluhan selama menggunakan kontrasepsi. serta rencana KB setelah masa nifas ini (Anggraini, 2010 hal : 136). Contohnya pada pengguna KB IUD, salah satu efek samping dari pemakaian KB ini adalah perdarahan vagina hebat yang dapat menyebabkan terjadinya anemia, yang merupakan salah satu penyebab terjadinya perdarahan postpartum (BKKBN, 2006 hal MK 79). (8) Pola kebutuhan sehari-hari

  (a) Pola nutrisi 1)) Pola makan

  Dikaji untuk mengetahui pemenuhan nutrisi ibu pada masa nifas apakah sudah tercukupi, kurang atau buruk. Menganjurkan ibu untuk mengkonsumsi makanan yang berimbang antara protein, mineral dan vitamin. Apabila nutrisi ibu kurang dapat mengurangi produksi ASI dan dapat terjadi komplikasi, seperti terjadi perdarahan karena Retensio Sisa Plasenta( Saifuddin, 2002 hal: N-25). 2)) Pola minum

  Dikaji untuk mengetahui pemenuhan kebutuhan cairan, apalagi pada masa nifas sangat dibutuhkan cairan yang cukup untuk produksi ASI. Ibu dianjurkan minum sedikitnya 3 liter air setiap hari dan setiap selesai menyusui bayi( Saifuddin, 2002 hal : N - 26 ).

  (b) Pola eliminasi 1) BAK

  Dikaji untuk mengetahui apakah ada penyulit pada pola BAK karena apabila BAK terganggu maka proses kontraksi uterus pada masa nifas akan terganggu sehingga dapat menyebabkan perdarahan pada masa nifas. (c) Pola aktivitas

  Dikaji untuk mengetahui apa pekerjaan ibu dan setelah melahirkan apakah ibu dapat melakukan pekerjaan sendiri. Menyarankan ibu untuk kembali ke kegiatan-kegiatan rumah tangga secara perlahan- lahan, untuk mencegah kelelahan yang berlebihan (Saifuddin, 2002 hal : N-25 ).

  (d) Pola istirahat Dikaji untuk mengetahui pola istirahat pasien dan memastikan ibu istirahat yang cukup untuk mencegah kelelahan yang berlebihan. Menyarankan ibu untuk kembali ke kegiatan-kegiatan rumah tangga secara perlahan-lahan, beristirahat atau tidur siang selagi bayi tidur. Bila ibu kurang istirahat dapat mempengaruhi dan mengurangi jumlah produksi ASI, memperlambat proses involusi uterus dan memperbanyak perdarahan, serta menyebabkan depresi dan ketidakmampuan untuk merawat bayi dan dirinya sendiri ( Saifuddin, 2002 hal : N-25 ). 2) Data obyektif

  a) Keadaan umum Dikaji untuk mengetahui keadaan umum pasien. Pasien dengan perdarahan karena retensio sisa plasenta biasanya pucat dan lemah.

  b) Tingkat kesadaran Dikaji untuk mengetahui tingkat kesadaran pasien.

  c) Pengukuran tanda vital (1) Tekanan darah

  Dikaji untuk mengetahui tekanan darah pasien. Pasien dengan perdarahan karena retensio sisa plasenta biasanya tekanan darahnya rendah dan menurun dibawah normal yaitu sistolik < 90 mmHg ( Sarwono, 2008 hal : 401). (2) Nadi

  Dikaji untuk mengetahui nadi normal atau tidak. Pasien dengan retensio sisa plasenta biasanya nadinya menjadi cepat lebih dari 100x/menit dan lemah(Sarwono, 2008 hal : 401 ). (3) Suhu

  Dikaji untuk mengetahui suhu pasien. Pasien dengan retensio sisa plasenta biasanya suhu menurun yang menyebabkan ibu merasa kedinginan, berkeringat dingin dan mengigil (Sarwono, 2008 hal : 401 ).

  d) Pemeriksaan fisik (1) Muka

  Dikaji untuk mengetahui ada atau tidak chloasma gravidarum, pucat dan odema. Pasien dengan retensio sisa plasenta mengalami perdarahan sehingga ibu terlihat pucat (Sarwono, 2008 hal : 401 ).

  (2) Mata Untuk mengetahui apakah terjadi anemia atau tidak.

  Pasien dengan retensio sisa plasenta mengalami perdarahan sehingga ibu terlihat anemis (Sarwono, 2008 hal : 401 ). (3) Mulut

  Untuk mengetahui kebersihan mulut dan lidah, warna bibir, dan karies gigi. Pada pasien dengan perdarahan karena retensio sisa bibir akan pucat. (4) Abdomen

  Pasien dengan retensio sisa plasenta biasanya uterus berkontraksi tetapi tinggi fundus uteri tidak berkurang (Saifuddin, 2006 hal : 175). (5) Genitalia

  Dikaji untuk mengetahui pengeluaran pervaginam, sifat darah, dan bau. Pasien dengan perdarahan karena retensio sisa plasenta akan mengalami perdarahan yang banyak dan sor-soran ( Saifuddin, 2006 hal : 175).