BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Teori Medis 1. Kehamilan - Iiswatun Ningsih Setiyawati BAB II

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Teori Medis

1. Kehamilan

  Kehamilan di definisikan sebagai fertilisasi atau penyatuan dari spermatozoa dan ovum dan dilanjutkan dengan nidasi atau implantasi (Prawirohardjo S, 2008; h. 213).

  Kehamilan adalah masa yang dimulai dari konsepsi sampai lahirnya janin, dan lamanya hamil normal adalah 280 hari (40 minggu atau 9 bulan 7 hari) dihitung dari hari pertama haid terakhir (Wiknjosastro, 2006; h. 89).

  Kehamilan merupakan proses alamiah (normal) untuk menjaga kelangsungan peradaban manusia (Hani ummi, dkk, 2011; h. 21).

  Dari pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa kehamilan adalah proses alamiah (normal) membentuk pertumbuhan dan perkembangan janin intra uterin sejak dari konsepsi dan berakhir sampai lahirnya janin atau berakhir sampai permulaan persalinan.

  b. Pembagian Kehamilan Kehamilan dibagi menjadi tiga trimester, yaitu:

  1) Trimester I, yaitu : 0-12 minggu 2) Trimester II, yaitu : 13-27 minggu 3) Trimester III, yaitu : 28-40 minggu ( Prawirohardjo, 2008; h. 213).

  11 c. Tanda-tanda kehamilan Untuk menegakkan kehamilan ditetapkan dengan melakukan penilaian terhadap beberapa tanda dan gejala kehamilan, seperti:

  1) Tanda dugaan kehamilan Berikut ini beberapa tanda-tanda dugaan adanya kehamilan,yaitu:

  Konsepsi dan nidasi menyebabkan tidak tidak terjadi pembentukan folikel de Graaf dan ovulasi, dengan mengetahui hari pertama haid terakhir menggunakan perhitungan rumus Naegle (menggunakan usia kehamilan yang berlangsung selama 288 hari), dapat ditentukan perkiraan persalinan (Manuaba, 2010; h. 107). Setelah seorang wanita dalam masa mampu hamil/ bisa hamil, apabila sudah melukukan hubungan seks mengeluh terlambat haid, maka perkiraan bahwa dia hamil, meskipun keadaan stres, obat-obatan, penyakit kronis dapat pula mengakibatkan terlambat haid (Saryono, 2010; h. 75).

  b) Mual dan muntah Mual dan muntah merupakan gejala umum, pengaruh estrogen dan progestron yang menyebabkan pengeluaran asam lambung yang berlebihan. Mual muntah terjadi mulai dari rasa tidak enak sampai muntah yang berkepanjangan, yang sering disebut juga dengan istilah morning sickness karena munculnya seringkali pada pagi hari. Dalam batas yang fisiologis, keadaan ini dapat diatasi. Akibat terjadinya mual dan muntah maka nafsu makan menjadi berkurang (Manuaba, 2010; h. 107). c) Ngidam Wanita hamil sering menginginkan makanan tertentu, keinginan yang demikian disebut ngidam (Manuaba, 2010; h.

  107).

  d) Sinkope atau pingsan menyebabkan iskemia susunan saraf pusat dan menimbulkan sinkope atau pingsan. Keadaan ini menghilang setelah usia kehamilan 16 minggu (Manuaba, 2010; h. 107).

  e) Payudara tegang Pengaruh estrogen-progestron dan somatomamotrofin menimbulkan deposit lemak, air, dan garam pada payudara.

  Sehingga payudara membesar dan tegang dan ujung saraf tertekan menyebabkan rasa sakit terutama pada hamil pertama (Manuaba, 2010; h. 107).

  f) Sering miksi (buang air kecil) Desakan rahim ke depan menyebabkan kandung kemih cepat terasa penuh dan sering miksi atau buang air kecil. Pada triwulan kedua, gejala ini sudah menghilang (Manuaba, 2010; h. 107).

  g) Konstipasi atau obstipasi Pengaruh progesteron dapat menghambat peristaltik usus, menyebabkan kesulitan untuk buang air besar (Manuaba, 2010; h. 107). h) Pigmentasi kulit Keluarnya melanophore stimulating hormone (MSH) hipofisis anterior menyebabkan pigmentasi kulit di sekitar pipi

  (kloasma gravidarum), pada dinding perut (striae nigra, linea alba makin hitam), dan sekitar payudara (hiperpigmentasi areola menonjol, pembuluh darah menifes sekitar payudara) (Manuaba, 2010; h. 107-108). i) Epulis

  Hipertrofi gusi yang disebut epulis, dapat terjadi bila hamil (Manuaba, 2010; h. 108). j) Varises atau penampakan pembuluh darah vena

  Varises atau penampakan pembuluh darah vena terjadi karena pengaruh dari estrogen dan progestron, terutama bagi mereka yang mempunyai bakat. Penampakan pembuluh darah itu terjadi di sekitar genitalia eksterna, kaki, betis, dan payudara.

  Penampakan pembuluh darah ini dapat menghilang setelah persalinan (Manuaba, 2010; h. 108).

  2) Tanda tidak pasti kehamilan Tanda tidak pasti kehamilan dapat ditentikan oleh:

  a) Rahim membesar, sesuai dengan umur kehamilan (Manuaba, 2010; h. 108).

  b) Pada pemeriksaan dalam, dijumpai tanda Hegar, tanda Chadwicks, tanda Piscaseck, kontraksi Braxton Hicks, dan teraba Ballottement (Manuaba, 2010; h. 108). c) Pemeriksaan tes biologis kehamilan positif. Tetapi sebagian kemungkinan positif palsu (Manuaba, 2010; h. 108).

  3) Tanda pasti kehamilan Tanda pasti kehamilan dapat ditentukan melalui: a) Gerakan janin dalam rahim (Manuaba, 2010; h. 109).

  (Manuaba, 2010; h. 109).

  c) Denyut jantung janin. Didengar dengan stetoskop Laenec, alat kardio tokografi, alat Doppler. Dilihat dengan ultrasonografi.

  Pemeriksaan dengan alat canggih, yaitu rontgen untuk melihat kerangka janin, ultrasonografi (Manuaba, 2010; h. 109).

  d. Penyulit yang menyertai kehamilan Tanda bahaya ibu dan janin pada kehamilan muda yang mana kehamilan merupakan hal yang fisiologis. Namun kehamilan yang normal dapat berubah menjadi patologis. Salah satu asuhan yang dilakukan seorang bidan untuk menapis adanya resiko ini yaitu dengan melakukan pendeteksian dini adanya komplikasi/ penyakit yang mungkin terjadi selama hamil muda. Adapun komplikasi ibu dan janin yang mungkin terjadi pada masa kehamilan muda meliputi, emesis dan hiperemesis gravidarum, anemia pada kehamilan (Manuaba, 2010; h. 227-237).

  Perdarahan selama kehamilan dibagi menjadi dua yaitu perdarahan pada kehamilan muda atau umur kehamilan <20 minggu seperti abortus, kehamilan ektopik, dan kehamilan mola hidatidosa. Sedangkan perdarahan yang terjadi pada kehamilan lanjut atau umur kehamilan >20 minggu seperti plasenta previa, solusio plasenta, dan ruptur uteri (Prawirohardjo, 2008; h. 460-488).

  e. Pembagian kehamilan menurut umur 1) Abortus, adalah ancaman atau pengeluaran hasil konsepsi sebelum janin dapat hidup di luar kandungan. Sebagai batasan ialah

  (Prawirohardjo, 2008; h. 460). 2) Imatur adalah umur kehamilan antara 20-28 minggu dengan berat janin antara 500-1000 gram (Sastrawinata, 2005; h. 1).

  3) Prematur adalah umur kehamilan antara 28-37 minggu dengan berat janin antara 1000-2500 gram (Manuaba, 2007; h. 432).

  4) Matur atau kehamilan cukup bulan adalah umur kehamilan antara 37- 42 minggu dengan berat janin >2500 gram (Sastrawinata, 2005; h. 1).

2. Abortus

  a. Pengertian Abortus Abortus adalah suatu proses berakhirnya suatu kehamilan, dimana janin belum mampu hidup di luar rahim (belum viable) dengan kriteria usia kehamilan < 20 minggu atau berat janin < 500 gram (Achadiat, 2004; h. 26).

  Abortus adalah berakhirnya kehamilan sebelum janin dapat hidup di dunia luar, tanpa mempersoalkan penyebabnya (Wirakusumah, 2005; h. 1).

  Abortus adalah berakhirnya suatu kehamilan (oleh akibt-akibat tertentu) pada atau sebelum kehamilan tersebut berusia 22 minggu atau buah kehamilan belum mampu untuk hidup di luar kandungan (Wiknjosastro, dkk, 2006; h. 145).

  Abortus adalah berakhirnya kehamilan melalui cara apapun sebelum janin mampu bertahan hidup (Williams Obstetri, 2006; h. 951).

  Abortus adalah ancaman atau pengeluaran hasil konsepsi kehamilan kurang dari 20 minggu atau berat janin kurang dari 500 gram (Prawirohardjo, Sarwono, 2008; h. 460).

  Keguguran atau abortus adalah keluarnya hasil konsepsi sebelum mampu hidup diluar kandungan dengan berat badan kurang dari 1000 gram atau usia kehamilan kurang dari 28 minggu (Manuaba IGB, 2010; h. 287).

  Dari definisi di atas dapat disimpulkan bahwa abortus adalah pengeluaran hasil konsepsi (pertemuan sel telur dan sel sperma) pada usia kehamilan kurang dari 20 minggu atau berat janin < 500gram.

  b. Klasifikasi Abortus dapat di bagi atas dua golongan :

  1) Abortus spontan (spontaneous abortion) Yaitu berakhirnya kehamilan pada usia <20 minggu dengan berat janin < 500 gram (Wahyuningsih, Meiliya, 2010; h. 75).

  Abortus spontan terdiri atas:

  a) Abortus imminens Abortus imminens adalah proses awal dari suatu keguguran yang ditandai dengan perdarahan pervaginam, sementara ostium uteri eksternum masih tertutup dan janin masih baik intrauterin (Achadiat, 2004; h. 26).

  Abortus imminens adalah abortus tingkat permulaan dan merupakan ancaman terjadinya abortus, ditandai perdarahan pervaginam, ostium uteri masih tertutup dan hasil konsepsi masih

  Abortus imminens adalah terjadinya perdarahan bercak yang menunjukkan ancaman terhadap kelangsungan suatu kehamilan. Dalam kondisi seperti ini, kehamilan masih mungkin berlanjut atau dipertahankan ( Prawirohardjo,2009; h. 147).

  Abortus imminens adalah perdarahan intrauterin pada umur < 20 minggu kehamilan lengkap dengan atau tanpa kontraksi uterus, tanpa dilatasi servik, dan tanpa pengeluaran hasil konsepsi (Benson, Pernoll, 2009; h. 294).

  Abortus imminens adalah perdarahan per vaginam tanpa pengeluaran hasil konsepsi(Wahyuningsih, Meiliya, 2010; h. 76). Abortus imminens yaitu keguguran yang mengancam, ditegakkan dengan adanya keterlambatan datang bulan, perdarahan disertai perut sakit (mules) (Manuaba, 2010; h. 291).

  Abortus imminens adalah proses awal dari suatu keguguran yang ditandai dengan perdarahan pervaginam, sementara ostium uteri eksternum masih tertutup dan janin masih baik intrauterin (Achadiat, 2004; h. 26).

  Dari pengertian diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa abortus imminens adalah perdarahan pervaginam yang terjadi pada umur kehamilan < 20 minggu sementara ostium uteri ekternum masih tertutup dan janin masih baik atau masih bisa dipertahankan.

  Abortus insipiens adalah proses abortus yang sedang berlangsung dan tidak lagi dapat dicegah, ditandai dengan terbukanya ostium uteri eksternum, selain perdarahan (Achadiat, 2004; h. 26).

  Abortus insipiens adalah abortus yang sedang mengancam yang ditandai dengan serviks telah mendatar dan ostium uteri telah membuka, akan tetapi hasil konsepsi masih dalam kavum uteri dan dalam proses pengaluaran (Wiknjosastro, 2008; h. 469).

  Abortus Insipiens adalah perdarahan intrauterin sebelum kehamilan lengkap 20 minggu dengan dilatasi serviks berlanjut tetapi tanpa pengeluaran hasil konsepsi (Benson, Pernoll, 2009; h. 294).

  Abortus insipiens adalah perdarahan ringan hingga sedang pada kehamilan muda dimana hasil konsepsi masih berada dalam kavum uteri (Prawirohardjo,2009; h. 147).

  Abortus insipien yaitu perdarahan banyak, kadang-kadang keluar gumpalan darah disertai nyeri karena kontraksi rahim kuat dan ditemukan adanya dilatasi serviks sehingga jari pemeriksa dapat masuk dan ketuban dapat diraba (Saryono, 2010; h. 126).

  Abortus insipiens adalah perdarahan per vaginam (atau kehilangan cairan amnion) terjadi disertai dilatasi serviks, dengan atau tanpa nyeri abdomen (Wahyuningsih, Meiliya, 2010; h. 76). adalah proses abortus yang sedang berlangsung pada umur kehamilan < 20 minggu yang ditandai dengan serviks telah mendatar dan ostium uteri telah membuka dan hasil konsepsi masih berada dalam kavum uteri.

  c) Abortus inkomplit (incomplete abortion) Abortus inkomplit adalah proses abortus di nama sebagian hasil konsepsi telah keluar melalui jalan lahir (Achadiat, 2004; h.

  26).

  Abortus inkonplit adalah keluarnya sebagian hasil konsepsi dari kavum uteri dan masih ada yang tertinggal (Wiknjosastro, dkk, 2008; h. 469).

  Abortus inkomplit adalah perdarahan pada kehamilan muda di mana sebagian dari hasil konsepsi telah ke luar dari kavum uteri melalui kanalis servikalis (Wiknjosastro, 2009; h. 148).

  Abortus inkomplit adalah pengeluaran sebagian hasil konsepsi pada umur kehamilan < 20 minggu (Benson, Pernoll, 2009; h. 294).

  Abortus inkomplit adalah abortus yang ditandai dengan dikeluarkannya sebagian hasil konsepsi dari uterus, sehingga sisanyamemberikan gejala klinis (Manuaba, 2010; h. 293).

  Abortus inkomplit adalah sebagian dari hasil konsepsi telah lahir atau teraba pada vagina, tetapi sebagian tertinggal Dari pengertian diatas dapt di simpulkan bahwa abortus inkomplit adalah abortus yang terjadi pada umur kehamilan < 20 minggu yang ditandai dengan keluarnya sebagian hasil konsepsi dari kavum uteri melalui kanalis servikalis.

  d) Abortus Komplite (Complete Abortion) Abortus kompletus ialah proses abortus dimana keseluruhan hasil konsepai telah keluar melalui jalan lahir

  (Achadiat, 2004; h. 26).

  Abortus komplite adalah keluarnya seluruh hasil konsepsi dari kavum uteri pada kehamilan < 20 minggu atau berat janin < 500 gram (Wiknjosatro, dkk, 2008; h. 467).

  Abortus komplite adalah pengeluaran semua hasil konsepsi pada umur kehamilan < 20 minggu (Benson, Pernoll, 2009; h. 295).

  Abortus komplite merupakan perdarahan pada kehamilan muda dimana seluruh hasil konsepsi telah dikeluarkan dari kavum uteri (Prawirohardjo, 2009; h. 148).

  Abortus komplite adalah keluarnya semua hasil konsepsi (Wahyuningsih, Meiliya, 2010; h. 76).

  Abortus kompletus yaitu seluruh hasil konsepsi telah dikeluarkan, sehingga tidak memerlukan tindakan (Manuaba, 2010; h. 294).

  Dari pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa abortus komplitus adalah perdarahan pada umur kehamilan < 20 minggu e) Missed Abortion ( Abortus Tersembunyi)

  Missed Abortion adalah berakhirnya suatu kehamilan sebelum 20 minggu, namun seluruh hasil konsepsi itu tertahan dalam uterus selama 6 minggu atau lebih (Achadiat, 2004; h. 26).

  Missed Abortion adalah penghentian perkembangan atau kematian janin dengan retensi produk konsepsi yang mati (Handayani, lestari, dkk, 2008; h. 447).

  Missed abortion adalah abortus yang ditandai dengan embrio atau fetus telah meninggal dalam kandungan sebelum kehamilan 20 minggu dan hasil konsepsi seluruhnya masih tertahan dalam kandungan (Winkjosastro, dkk, 2008; h. 470).

  Missed Abortion adalah kematian embio atau janin berumur < 20 minggu kehamilan lengkap tetapi hasil konsepsi tertahan dalam rahim selama >8 minggu (Benson, pernoll, 2009; h. 295 ).

  Missed Abortion yaitu perdarahan pada kehamilan muda disertai dengan retensi hasil konsepsi yang telah mati hingga 8 minggu atau lebih (Prawirohardjo, 2009; h. 148).

  Dari pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa missed abortus adalah perdarahan pada kehamilan < 20 minggu yang ditandai dengan embrio atau fetus telah meninggal dalam kandungan dan hasil konsepsi seluruhnya masih tertahan dalam rahim selama kurang lebih dari 8 minggu.

  Abortus Habitualis adalah abortus yang terjadi tiga kali berturut-turut atau lebih oleh sebab apapun (Achadiat, 2004; h.

  26).

  Abortus habitualis adalah aborsi spontan tiga kali atau lebih secara berturut-turut (Handayani, lestari, dkk, 2008; h. 447).

  Abortus Habitualis adalah abortus spontan yang terjadi tiga kali atau lebih berturut-turut (Prawirohardjo, 2008; h. 472).

  Abortus Habitualis adalah kehilangan tiga atau lebih hasil kehamilan secara spontan yang belum viabel secara berturut-turut (Benson, pernoll, 2009; h. 295).

  Abortus habitualis merupakan abortus spontan yang terjadi tiga kali berturut-turut atau lebih (Saryono, 2010; h. 129).

  Dari pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa abortus habitualis adalah abortus spontan yang terjadi tiga kali atau lebih secara berturut-turut oleh sebab apapun. 2) Abortus Provokatus (Induced Abortion)

  Abortus provokatus adalah abortus yang disengaja dilakukan tindakan (Prawirahardjo, 2008; h. 460). Abortus ini dibagi lagi menjadi: a) Abortus medisinalis (therapeutic abortion) Abortus medisinalis adalah abortus yang didasarkan atas pertimbangan dokter minimal tiga dokter spesialis yaitu spesialis kebidanan dan kandungan, spesialis penyakit dalam, dan spesialis jiwa untuk menyelamatkan ibu (Prawirohardjo, 2008; h.

  b) Abortus kriminalis (criminal abortion) Abortus kriminalis adalah pengguguran kehamilan tanpa alasan medis yang sah atau oleh orang yang tidak berwenang dan dilarang oleh hukum (Sastrawinata, dkk, 2005; h. 2).

  Gambaran klinis abortus Keguguran Keguguran membakat Keguguran tak lengkap mengancam

  Keguguran dengan

  • Perdarahan banyak infeksi
  • Perdarahan • Nyeri perut sedi>Perdarahan • Ada pembukaan
  • Nyeri pe>Nyeri perut serviks
  • Tidak
  • Adanya pembukaan pembukaan

  serviks serviks

  • Demam • Darah cairan berbau dan kotor

  Tindakan definitif Konservatif • Persiapan infus;

  • Istirahat • Transfusi darah;
  • Obat : Vit B Komplek>Antibiotika; penenang
  • Persiapan kuretase (de>Pemulangan bila bebas narkosa) perdarahan, rasa nyeri hilang
  • Observasi kesadarn, perdarahan, dan tes hamil positif infeksi, perforasi uteri, degene>Pemeriksaan ulang satu minggu kemudian dan ganas; lanjutkan ANC.
  • Kontrol ulang seminggu kemudian Gambar 2.1 : Penatalaksanaan keguguran (Manuaba IGB, 2010; h. 292).

3. Abortus inkomplit

  a. Pengertian Abortus Inkomplit adalah Abortus inkomplit adalah proses abortus di nama sebagian hasil konsepsi telah keluar melalui jalan lahir (Achadiat,

  2004; h. 26). buah kehamilan telah dilahirkan, tetapi sebagian (biasanya jaringan plasenta) masih tertinggal di dalam rahim, ostium terbuka dan teraba jaringan (Sastrawinata, 2005; h. 5).

  Abortus inkomplit adalah perdarahan pada kehamilan muda di mana sebagian dari hasil konsepsi telah keluar dari kavum uteri melalui kanalis servikalis (Wiknjosastro, dkk, 2006; h. 148).

  Abortus inkonplit adalah keluarnya sebagian hasil konsepsi dari kavum uteri dan masih ada yang tertinggal (Wiknjosastro, dkk, 2008; h.

  469).

  Abortus inkomplit adalah pengeluaran sebagian hasil konsepsi pada umur kehamilan < 20 minggu (Benson, Pernoll, 2009; h. 294).

  Abortus inkomplit adalah perdarahan pada kehamilan muda di mana sebagian dari hasil konsepsi telah ke luar dari kavum uteri melalui kanalis servikalis (Wiknjosastro, 2009; h. 148).

  Abortus inkomplit adalah tidak semua produk konsepsi keluar bersama janin pada saat keguguran (Kriebs, Gegor, 2010; h. 247).

  Abortus inkomplit adalah abortus yang ditandai dengan dikeluarkannya sebagian hasil konsepsi dari uterus, sehingga sisanyamemberikan gejala klinis (Manuaba, 2010; h. 293).

  Abortus inkomplite adalah sebagian dari hasil konsepsi telah lahir atau teraba pada vagina, tetapi sebagian tertinggal (biasanya jaringan plasenta) (Suryono, 2010; h. 127).

  Dari beberapa pengertia diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa abortus inkomplit adalah perdarahan pada kehamilan < 20 minggu di kanalis servikalis, tetapi sebagian (biasanya jaringan plasenta) masih tertinggal di dalam rahim, ostium terbuka dan teraba jaringan.

  b. Etiologi Penyebab abortus merupakan gabungan dari beberapa faktor.

  Umumnya abortus didahului oleh kematian janin (Sastrawinata, 2005; h. 2). Faktor-faktor yang dapat menyebabkan terjadinya abortus antara lain, yaitu: 1) Faktor Janin

  Kelainan yang paling sering dijumpai pada abortus adalah kelaian perkembangan zigot, embrio, janin bentuk awal, atau kadang-kadang plasenta (Cunningham, 2006; h. 952). Kelaian tersebut biasanya menyebabkan abortus pada trimester pertama, yaitu: a) Kelaian telur (blighted ovum)

  Pada separuh embrio mengalami degenerasi atau tidak ada sama sekali, kerusakan embrio, atau kelainan kromosom (trisomi autosom, monosomi) (Cunningham, 2006; h. 952). b) Faktor lingkungan endometrium Endometrium yang belum siap untuk menerima implantasi hasil konsepsi dan gizi ibu yang kurang karena anemia atau jarak kehamilan terlalu dekat (Manuaba, 2010; h. 288).

  c) Pengaruh luar menerima hasil konsepsi dan hasil konsepsi terpengaruh oleh obat dan radiasi yang menyebabkan pertumbuhan hasil konsepsi terganggu (Manuaba, 2010; h. 288).

  2) Faktor Ibu

  a) Umur Resiko abortus spontan meningkat seiring dengan usia ibu dan ayah. Faktor abortus secara klinis terdeteksi meningkat dari

  12% pada wanita berusia kurang dari 20 tahun dan menjadi 26% pada mereka yang usianya lebih dari 40 tahun (Cunningham, 2006; h. 951).

  b) Paritas atau jumlah anak lahir Paritas juga mempengaruhi peningkatan kejadian abortus apabila wanita atau klien hamil dalam 3 bulan setelah melahirkan bayi aterm (Cunningham, 2006; h. 951).

  c) Penyakit infeksi Sejumlah penyakit kronik diperkirakan dapat menyebabkan abortus seperti herpes simplek yang dapat menyebabkan abortus setelah terjadi infeksi genital pada awal kehamilan, HIV dalam darah ibu (Cunningham, 2006; h. 953).

  Selain itu penyakit infeksi seperti pneumonia, tifus abdominalis, malaria dan sifilis juga dapat secara langsung mempengaruhi pertumbuhan janin dalam kandungan melalui plasenta (Manuaba, 2010; h. 289).

  Infiksi maternal dapat membawa resiko bagi janin yang awal trimester kedua (Sastrawinata, 2005; h. 3).

  d) Penyakit menahun ibu seperti hipertensi, penyakit ginjal, penyakit hati, dan penyakit diabetes melitus (Manuaba, 2010; h. 289).

  e) Kelainan endokrin Abortus spontan dapat terjadi bila produksi progesteron tidak mencukupi atau pada penyakit disfungsi tiroid dan defisiensi insulin (Sastrawinata, 2005; h. 3).

  f) Anemia ibu melalui gangguan nutrisi dan peredarah oksigen menuju sirkulasi retroplasenter (Manuaba, 2010; h. 289).

  g) Defisiensi progesteron Kurangnya sekresi progesteron oleh korpus luteum atau plasenta yang dapat menyebabkan peningkatan kejadian abortus

  (Cunningham, 2006; h. 954). 3) Kelainan pada plasenta

  Infeksi pada plasenta dengan berbagai sebab, sehingga plasenta tidak dapat berfungsi; gangguan pembuluh darah plasenta, diantaranya pada diabetes melitis, sedangkan hipertensi yang menyebabkan gangguan peredaran darah plasenta sehingga menimbulkan keguguran atau abortus (Manuaba, 2010; h. 289).

  4) Nutrisi Tidak ada bukti yang meyakinkan bahwa defisiensi salah satu zat gizi atau defisiensi sedang semua nutrien merupakan penyebab abortus yang penting. Mual dan muntah yang timbul agak sering pada awal kehamilan, dan semua penyakit yang dipicunya, jarang

  5) Pemakaian obat dan faktor lingkungan

  a) Tembakau Merokok dapat menyebabkan resiko terjadinya abortus (Cunningham, 2006; h. 954).

  b) Alkohol Abortus spontan dan kelainan janin dapat terjadi akibat sering mengkonsumsi alkohol selama 8 minggu pertama kehamilan (Cunningham, 2006; h. 954).

  c) Kafein Kadar paraxantin (suatu metabolit kafein) dalam darah ibu menyebabkan peningkatan dua kali lipat resiko abortus spontan hanya apabila kadar tersebut sangat tinggi. Namun bila mengkonsumsi kafein baik dalam jumlah sedang, kecil kemungkinan menyebabkan abortus spontan (Cunningham, 2006; h. 955).

  d) Radiasi Dalam dosis 1-10 rad bagi janin pada umur kehamilan 9 minggu pertama dapat merusak janin dan dosis yang lebih tinggi dapat menyebabkan keguguran atau abortus (Sastrawinata, 2005; h. 3).

  e) Kontrasepsi Tidak terdapat bukti yang mendukung bahwa kontrasepsi oral atau zat spermisida yang digunakan dalam krim dan jeli alat kontrasepsi dalam rahim berkaitan dengan peningkatan kejadian abortus septik setelah kegagalan kontrasepsi (Cunningham, 2006; h. 955).

  f) Toksin lingkungan Peningkatan resiko abortus spontan pada para perawat gigi yang terpajan nitrogen oksida selama 3 jam atau lebih di kamar praktek tanpa alat pembersih, tetapi tidak pada kamar praktek yang menggunakan alat pembersih. Sedangkan sebelum adanya alat pembersih, terdapat peningkatan resiko abortus spontan pada wanita yang terpapar gas-gas anestetik ditempat kerja (Cunningham, 2006; h. 955).

  Pada sebagian besar kasus, tidak banyak informasi yang menunjukkan bahan tertentu dilingkungan sebagai penyebab; namun terdapat bukti bahwa arsen, timbal, formaldehida, benzena, dan etilen oksida dapat menyebabkan abortus (Cunningham, 2006; h. 955).

  g) Infeksi Torch Infeksi ini disebabkan oleh toksoplasmosis gondii yang bersumber dari kucing, tikus dan hewan peliharaan lain. Jalur kontaminasi adalah melalui makanan yang terkontaminasi oleh kotoran hewan tersebut dalam bentuk kista yang tidak mati saat dimasak. Gejala klinisnya yang pertama adalah demam, kelenjar limfe membengkak, dan terjadi abses. Bentuk manifestasi klinis lain adalah pneumonia, poliomielitis, dan miokarditis. kongenital yang berat serta multipel, persalinan prematur atau abortus (Manuaba, 2010; h. 340).

  6) Faktor imunologis Sistem imun juga termasuk sebagai faktor penting dalam kematian janin berulang. Faktor imunologis ini dibagi menjadi dua model patologis utama yang berkembang yaitu:

  a) Faktor Autoimun Kematian janin berulang memiliki faktor autoimunitas. Antibodi yang paling signifikan memiliki spesifisitas terhadap fosfolipid bermuatan negatif dan paling sering terdeteksi dengan pemeriksaan untuk anti koagulan lupus dan anti bodi antikardiolipin. (Cunningham, 2006; h. 955).

  b) Faktor Aloimun Kematian janin berulang pada sejumlah wanita di diagnosis sebagai akibat faktor-faktor aloimun. Para wanita ini mendapat beragam terapi yang ditunjukkan untuk merangsang toleransi imun ibu terhadap janin. Diagnosis faktor aloimun berpusat pada beberapa pemeriksaan, seperti perbandingan HLA ibu dan ayah, pemeriksaan serum ibu untuk mendeteksi keberadaan antibodi sitotoksik terhadap leukosit ayah, pemeriksaan serum ibu untuk mendeteksi faktor-faktor penyekat pada reaksi pencampuran limfosit ibu dan ayah (Cunningham, 2006; h. 956). Selain itu adapun ketidak cocokan (inkompatibilitas) sistem HLA (Human

  Leukocyte Antigen) (Sastrawinata, 2005; h. 3).

  Peningkatan insiden abortus yang relatif terhadap kehamilan normal apabila inseminasi terjadi 4 hari sebelum atau 3 hari sesudah saat pergeseran suhu tubuh basal. Pada penuaan gamet di dalam saluran genitalia wanita sebelum pembuahan meningkatkan kemungkinan terjadinya abortus (Cunningham, 2006; h. 957). 8) Laparotomi

  Pembedahan yang dilakukan pada kehamilan tahap awal dapat meningkatkan angka abortus. Sebagai contoh tumor ovarium dan mioma bertangkai yang pada umumnya diangkat tanpa mengganggu kehamilan, akan tetapi peritonitis dapat meningkatkan kemungkinan abortus (Cunningham, 2006; h. 957). 9) Trauma

  Kasusnya jarang terjadi, umumnya abortus terjadi segera setelah trauma tersebut, misalnya trauma akibat pembedahan yaitu pengangkatan ovarium yang mengandung korpus luteum graviditatum sebelum minggu ke-8; pembedahan intra abdominal dan operasi pada uterus disaat hamil (Sastrawinata, 2005; h. 3).

  10) Kelainan yang terdapat dalam rahim Rahim merupakan tempat tumbuh kembangnya janin dijumpai keadaan abnormal dalam bentuk mioma uteri, uterus arkuatus, uterus septus, retrofleksia uteri, serviks inkompeten, bekas operasi pada serviks (konisasi, amputasi serviks), robekan serviks postpartum c. Patofisiologi

  Terjadinya keguguran/abortus mulai dari terlepasnya sebagian atau seluruh jaringan plasenta, yang menyebabkan perdarahan sehingga janin kekurangan nutrisi dan akosigen. Bagian yang terlepas dianggap benda asing, sehingga rahim berusaha untuk mengeluarkan dengan kontraksi. Pengeluaran tersebut dapat terjadi spontan seluruhnya atau sebagian masih tertinggal, yang menyebabkan berbagai penyulit. Oleh karena itu, keguguran memiliki gejala umum sakit perut karena kontraksi rahim, terjadi perdarahan, dan disertai pengeluaran seluruh atau sebagian hasil konsepsi (Manuaba IGB, 2010; h. 289).

  d. Tanda dan gejala abortus 1) Adanya keterlambatan datang bulan 2) Terjadinya perdarahan 3) Disertai sakit perut 4) Dapat di ikuti oleh pengeluaran hasil konsepsi 5) Pemeriksaan hasil tes positif dapat masih positif atau sudah negatif (Manuaba, 2010; h. 291).

  Gejala klinis abortus inkomplit, yaitu: 1) Perdarahan memanjang, sanpai terjadi keadaan anemis;

  2) Perdarahan mendadak banyak menimbulkan keadaan gawat; 3) Terjadi infeksi dengan ditandai suhu tinggi; 4) Dapat terjadi degenerasi ganas (korio karsinoma) (Manuaba, 2010; h.

  294). Gejala abortus inkomplit, yaitu: 2) Sedikit atau tanpa nyeri perut 3) Servik terbuka atau menutup 4) Riwayat ekspulsi hasil konsepsi (Protap RSUD KAB. Kebumen, No.

  445/271-49, 2010).

  e. Diagnosis Abortus dapat diduga bila seorang wanita dalam masa reproduksi mengeluh adanya keterlambatan haid atau amenorea kurang dari 20 minggu yang disertai perdarahan pervaginam, padat pula disertai jaringan dan rasa nyeri atau kram terutama di daerah supra simfisis. Pada abortus inkomplit jika sebagian hasil konsepsi telah keluar, namun sebagian masih tertinggal di dalam rahim dan ostium uteri eksternum dijumpai terbuka, kadang-kadang teraba adanya jaringan atau bahkan kadang menonjol di ostium (Achadiat, 2009; h. 27).

  Untuk menentukan diagnosis pada abortus inkomplit yaitu dengan: 1) Anamnesis

  a) Amenorhea, disertai dengan PP test (+)

  b) Perdarahan dari jalan lahir (biasanya banyak)

  c) Adanya nyeri/kontraksi rahim d) Apabila perdarahan banyak dapat terjadi syok (Sastrawinata, 2005; h. 7).

  e) Uterus tertutup atau terbuka

  f) Uterus lebih kecil dari usia gestasi (kurniawati dan mirzanie, 2009; h. VII 4).

  a) Keadaan umum Pada abortus inkomplit keadaan umum pasien/klien terlihat lemah, karena terjadi perdarahan memanjang hingga keadaan anemis (Manuaba, 2010; h. 294).

  b) Tanda-tanda vital (1) Tekanan darah. Pada kejadian abortus yang sudah terdapat tanda-tanda syok, tekanan sistolik <90 mmHg

  (Prawirohardjo, 2009; h. 148). (2) Nadi. Pada kejadian abortus sampai dengan syok, frkuensi nadinya <90x/menit (Manuaba, 2007; h. 690).

  (3) Suhu. Pada kejadian abortus inkomplit suhu tubuh klien meningkat > 38°C, karena terjadinya infeksi sehingga mengakibatkan demam (Manuaba, 2010; h. 294). (4) Respirasi. Pada penderita abortus mengalami peningkatan respirasi > 20x/menit, karena telah terjadi syok (Manuaba,

  2007; h. 690). 3) Pemeriksaan dalam

  Pada pemeriksaan dalam ostium uteri terbuka dan teraba sisa jaringan buah kehamilan (Sastrawinata, 2005; h. 7).

  4) Pemeriksaan penunjang

  a) Pemeriksaan darah yaitu untuk menghitung trombosit dan jika perlu jumlah fibrinogen darah atau darah lengkap, serta kultur darah, dan pemeriksaan golongan darah untuk transfusi darah (Manuaba, 2007; h. 690).

  (Manuaba, 2007; h. 690).

  c) Pemeriksaan servik untuk mengetahui preparat cairan servik dan kultur cairan servik (Manuaba, 2007; h. 690).

  d) Pemeriksaan USG untuk mengetahui tampak sisa hasil konsepsi (Manuaba, 2007; h. 690). Gambaran USG pada abortus inkomplit tidak spesifik, bergantung pada usia kehamilan dan banyaknya sisa jaringan konsepsi yang tertinggal di dalam kavum uteri. Kavum uteri mungkin berisi kantung gestasi yang bentuknya tidak utuh lagi. Mungkin juga sisa konsepsi terlihat sebagai massa ekogenik yang tebal ireguler di dalam kavum uteri atau terlihat sebagai massa kompleks bila sisa konsepsi bercampur dengan jaringan nekrotik dan bekuan darah. Kadang-kadang gambaran sisa konsepsi sulit dibedakan dari bekuan darah (Prawirohardjo, 2008; h. 256). f. Komplikasi atau penyulit abortus Beberapa komplikasi atau penyulit yang menyertai kejadian abortus, yaitu: 1) Perdarahan

  Perdarahan dapat terjadi sedikit dalam waktu yang panjang atau lama yang mendadak banyak sehingga menimbulkan syok 2) Infeksi

  Infeksi bisa terjadi pada penanganan yang tidak legal dan keguguran yang tidak lengkap (Manuaba, 2010; h. 291).

  Pada abortus inkomplit selain tanda tanda keguguran, ibu mengeluh tidak enak badan dan sakit kepala, mual, dan demam. Hal ini dapat terjadi akibat infeksi lokal pada tuba uteri dan rongga uterus, atau septikemia umum dengan peritonotis (Flaser dan Cooper, 2009; h.

  277). 3) Degenerasi ganas

  Keguguran dapat menjadi korio karsinoma sekitar 15-20 %. Gejala korio karsinoma adalah terdapat perdarahan berlangsung lama, terjadi pembesaran/perlunakan rahim (Trias Acosta Sison), terdapat metastase ke vagina atau lainnya (Manuaba, 2010; h. 291).

  4) Penyulit saat melakukan kuretase Dapat terjadi perforasi dengan gejala kuret terasa tembus, penderita kesakitan, penderita syok, dan dapat terjadi perdarahan dalam perut dan infeksi dalam abdomen (Manuaba, 2010; h. 291). g. Penatalaksanaan abortus inkomplit 1) Bila ada tanda-tanda syok seperti, tekanan darah menurun (tekanan sistolik <90 mm Hg), nadi cepat (> 90x/menit), dan lemah akibat perdarahan (< 30x/menit), maka atasi dahulu dengan ABC yang terdiri atas menjaga fungsi saluran napas (Airway), pernapasan cairan dan tranfusi darah (Prawirohardjo, 2008; h. 403). 2) Pemberian obat-obatan uterotonika dan antibiotika apabila terjadi infeksi, seperti amphisilin 3x1000 mg dan metronidazol 3x500mg

  (Prawirohardjo, 2009; h. 151). 3) Kemudian keluarkan jaringan secepat mungkin dengan metode digital atau cunam ovum pada hasil konsepsi yang terperangkap pada servik yang disertai perdarahan hingga ukuran sedang. Bila perdarahan terus berlangsung (perdarahan hebat) dan usia gestasi kurang dari 16 minggu, segera lakukan evakuasi sisa hasil konsepsi dengan AVM atau D & K (Prawirohardjo, 2009; h. 149-150).

  4) Kuretase adalah serangkaian proses pelepasan jaringan yang melekat pada dinding kavum uteri dengan melakukan invasi dan memanipulasi instrumen (sendok kuret) kedalam kavum uteri. Sendok kuret akan melepaskan jaringan tersebut dengan teknik pengwrokan secarasistematik (Prawirohardjo, 2009; h. 441) .

B. Tinjauan Teori Asuhan Kebidanan

1. Tinjauan teori manajemen kebidanan menurut Helen Varney

  Proses manajemen varney terdiri dari 7 langkah varrney yang dimulai dengan mengumpulkan data dasar dan berakhir dengan evaluasi. Setiap langkah dapat diuraikan menjadi langkah-langkah yang lebih rinci dan dapat kebidanan menurut Varney.

  Langkah I : Pengumpulan Data Dasar

  Pada langkah pertama, dilakukan pemgkajian melalui pengumpulan semua data dasar yang diperlukan untuk mengevaluasi keadaan klien secara lengkap, yaitu riwayat kesehatan, pemeriksaan fisik sesuai kebutuhan, peninjauan catatan terbaru atau catatan sebelumnya dan data laboratorium, serta perbandingannya dengan hasil studi.

  Semua informasi yang akurat dikumpulkan dari semua sumber yang berkaitan dengan kondisi klien. Bidan mengumpulkan data dasar awal yang lengkap. Jika klien mengalai komplikasi yang perllu dikonsultasikan kepada dokter dalam manajemen kolaborasi, bidan akan melakukan konsultasi. Pada keadaan tertent, dapat terjadi langkah pertama tumpang tindih dengan langkah V dan VI (atau menjadi bagian langkah tersebut) karena data yang diperlukan didapat dari hasil pemeriksaan laboratorium atau pemeriksaan diagnostik yang lain (Saminem, 2009; h. 15-16).

  Langkah II: Interpretasi Data Dasar

  Pada langkah ini, dilakukan identifikasi yang benar terhadap diagnosa atau masalah dan kebutuhan klien berdasarkan interpretasi yang benar atas data yang telah dikumpulkan. Data dasar yang dikumpulkan akan diinterpretasikan sehingga ditemukan masalah atau diagnosis yang spesifik. Istilah masalah dan diagnosis digunakan karena beberapa masalah tidak dapat diselesaikan, seperti diagnosis, tetapi membutuhkan penanganan yang dituangkan ke dalam rencana asuhan terhadap klien.

  Masalah sering berkaitan dengan pasien/klien yang di identifikasi oleh diagnosis. Sebagai contoh, diperoleh diagnosis kemungkinan wanita hamil, dan masalah yang berhubungan dengan diagnosis ini adalah wanita tersebut mungkin tidak menginginkan kehamilannya (Saminem, 2009; h. 16).

  Langkah III : Identifikasi Diagnosis atau Masalah Potensial

  Pada langkah ini, bidan mengidentifikasi masalah atau diagnosis potensial lain berdasarkan rangkaian masalah dan diagnosa yang sudah diidentifikasi. Langkah ini membutuhkan antisipasi, jika memungkinkan dilakukan pencegahan. Sambil mengamati kondisi klien, bidan diharapkan dapat bersiap jika diagnosa atau masalah potensial benar-benar terjadi. Langkah ini menentukan cara bidan melakukan asuhan yang aman (Saminem, 2009; h. 16-17).

  Langkah IV: Identifikasi Perlunya Penanganan Segera.

  Bidan atau dokter mengidentifikasi perlunnya tindakan segera dan atau konsultasi maupun penanganan bersama dengan anggota tim kesehatan yang lain sesuai dengan kondisi klien.

  Langkah keempat mencerminkan kesinambungan proses manajemen kebidanan. Manajemen bukan hanya selama asuhan primer periodik atau kunjungan prenatal, tetapi juga selama pasien/ wanita tersebut dalam persalinan.

  Dalam kondisi tertentu, seorang wanita mungkin memerlukan konsultasi atau kolaborasi dengan dokter atau tim kesehatan, misalnya pekerjaan sosial, ahli gizi, atau ahli perawatan klinis bayi baru lahir. Dalam hal ini, bidan harus mampu mengevaluasi kondisi setiap klien untuk menentukan kepada siapa konsultasi dan kolaborasi yang paling tepat dalam

  Langkah V : Merencanakan Asuhan Menyeluruh

  Pada langkah ini, direncanakan asuhan yang menyeluruh yang ditentukan oleh langkah sebelumnya. Langkah ini merupakan kelanjutan manajemen terhadap diagnosa atau masalah yang telah diidentifikasi atau diantisipasi, pada langkah ini informasi atau data yang tidak lengkap dapat dilengkapi.

  Rencana asuhan yang menyeluruh tidak hanya meliputi apa yang sudah diidentifikasi dari kondisi pasien atau dari setiap masalah yang berkaitan, tetapi juga dari kerangka pedoman antisipasi terhadap wanita tersebut tentang apa yang akan terjadi berikutnya, apakah dibutuhkan penyuluhan untuk masalah sosial ekonomi, budaya, atau psikologis.

  Dengan kata lain asuhan terhadap pasien tersebut sudah mencakup setiap hal yang berkaitan dengan semua aspek asuhan. Setiap rencana asuhan harus disetujui oleh kedua pihak, yaitu bidan dan klien, agar dapat dilaksanakan dengan efektif karena klien merupakan bagian pelaksanaan perencanaan tersebut. Oleh karena itu pada langkah ini tugas bidan adalah merumuskan rencana asuhan sesuai hasil pembahasan rencana bersama klien, kemudian membuat kesepakatan bersama sebelum melaksanakannya.

  Semua keputusan yang dikembangkan dalam asuhan menyeluruh ini harus rasional dan benar-benar valid berdasarkan pengetahuan dan teori yang up to date serta sesuai dengan asumsi tentang apa yang akan atau tidak akan dilakukan klien (Saminem, 2009; h. 18-19).

  Langkah VI : Pelaksanaan Rencana

  langkah kelima dilaksanakan secara efisien dan aman. Perencanaan ini dapat dilakukan seluruhnya oleh bidan atau sebagian dilakukan oleh bidan, dan senagian lagi oleh klien atau anggota tim kesehatan lainnya. Jika bidan tidak melakukannya sendiri, ia tetap memikul tanggung jawab untuk mengarahkan pelaksanaannya (misalnya memastikan agar langkah-langkah tersebut terlaksana).

  Dalam situasi ketika bidan berkolaborasi dengan dokter untuk menangani klien yang mengalami komplikasi, keterlibatan bidan alam manajemen asuhan bagi klien adalah bertanggung jawab terhadap terlaksananya rencana asuhan bersama yang menyeluruh tersebut.

  Manajemen yang efisien akan menghemat waktu dan biaya serta meningkatkan mutu asuhan klien (Saminem, 2009; h. 19-20).

  Langkah VII: Evaluasi

  Pada langkah ini, dilakukan evaluasi keefektifan dari asuhan yang sudah diberikan meliputi pemenuhan kebutuhan bantuan yang diidentifikasi dalam masalah dan diagnosis.

  Rencana tersebut dapat dianggap efektif jika pelaksanaannya efektif. Ada kemungkinan rencana tersebut efektif, sedang sebagian yang lain belum efektif. Mengingat proses manajemen asuhan ini merupakan suatu kontinum, perlu mengulang kembali dari awal setiap asuhan yang tidak efektif melalui proses manajemen untuk mengidentifikasi mengapa prosesmanajemen tidak efektuf serta melakukan penyesuaian pada rencana asuhan tersebut (Saminem, 2009; h. 20).

  Pelayanan kesehatan ibu dilakukan dengan menyeluruh melalui kelompok, kelompok tersebut bekerja melalui tim yang dibentuk dengan koordinasi yang tepat dalam unit pelayanan kebidanan. Pengkoordinasian dapat dilakukan oleh seorang manajer kebidanan yang dapat mengatur dan mengarahkan timnya sesuai dengan fungsi manajerial (Syafrudin, 2009; h. 130-134).

2. Teori Manajemen Kebidanan dengan SOAP S : Subjektif

  Pendokumentasian dari hal pengumpulan data dari anamnesa/ bertanya secara langsung ke pasien mengenai keluhan yang dirasakan yang berhubungan dengan diagnosa (Syafrudin, 2009; h. 176-177).

  O : Objektif

  Pendokumentasian dari hasil pemeriksaan fisik, hasil lab, dan tes diagnostik lain yang merumuskan dalam data fokus untuk mendukung assessment (Syafrudin, 2009; h. 177).

  A : Assessment

  Menggambarkan pendokumentasian hasil pemeriksaan analisa dan interpretasi, objektif dalam suatu identifikasi.

  1. Diagnosa/masalah 2. Antisipasi diagnosa lain.

   P : Planning

  Perencanaan, membuat rencana saat itu atau yang akan datang. Proses ini termasuk kriteria tujuan tertentu dari kebutuhan pasien dan tindakan yang diambil harus membantu pasien mencapai kemajuan dalam kesehatan dan harus mendukung rencana dokter bila itu dalam

3. Penerapan Asuhan Kebidanan pada Abortus Inkomplit Langkah I : PENGKAJIAN

a. Data Subjektif

  1) Identitas klien/ pasien

  a) Nama Dikaji sebagai identitas yang jelas mulai dari nama pasien yang harus jelas dan lengkap, nama depan dan nama tengah (bila ada), nama keluarga, dan nama panggilan akrabnya. Tujuannya untuk membedakan dan mengenali identitas klien yang satu dengan yang lain (Matondang dkk, 2003; h. 5).

  b) Usia/umur Pada wanita yang berusia kurang dari 20 tahun dan mereka yang usianya lebih dari 40 tahun beresiko lebih tinggi mengalami abortus spontan (Cunningham, 2006; h. 951).

  c) Pekerjaan Peningkatan resiko abortus spontan pada pada para perawat gigi yang terpajan nitrogen oksida selama 3 jam atau lebih di kamar praktek tanpa alat pembersih, tetapi tidak pada kamar praktek yang menggunakan alat pembersih. Sedangkan sebelum adanya alat pembersih, terdapat peningkatan resiko abortus spontan pada wanita yang terpapar gas-gas anestetik ditempat kerja (Cunningham, 2006; h. 955).

  d) Alamat Pada lingkungan yang terpapar bahan tertentu seperti menyebabkan abortus (Cunningham, 2006; h. 955).

  2) Keluhan utama Adanya keterlambatan haid atau amenorea kurang dari 20 minggu yang disertai perdarahan pervaginam, padat pula disertai jaringan dan rasa nyeri atau kram terutama di daerah supra simfisis. Pada abortus inkomplit jika sebagian hasil konsepsi telah keluar, namun sebagian masih tertinggal di dalam rahim dan ostium uteri eksternum dijumpai terbuka, kadang-kadang teraba adanya jaringan atau bahkan kadang menonjol di ostium (Achadiat, 2009; h. 27).

  3) Riwayat kesehatan

  a) Riwayat kesehatan dahulu Untuk mengetahui apakah klien/pasien dahulu memiliki riwaya penyakit kronik seperti herpes simplek, dan HIV

  (Cunningham, 2006; h. 953); Penyakit menahun ibu seperti hipertensi, penyakit ginjal, penyakit hati, penyakit diabetes melitus, dan penyakit infeksi seperti pneumonia, tifus abdominalis, malaria dan sifilis (Manuaba, 2010; h. 289). b) Riwayat kesehatan sekarang Untuk mengetahui apakah klien/pasien memiliki riwayat penyakit kronok seperti herpes simplek, HIV (Cunningham, 2006; h. 953); Penyakit menahun ibu seperti hipertensi, penyakit ginjal, penyakit hati, dan penyakit diabetes melitus, dan penyakit infeksi (Manuaba, 2010; h. 289).

  c) Riwayat kesehatan keluarga Untuk mengetahui apakah dalam pihak keluarga ada yang memiliki riwayat penyakit kronok seperti herpes simplek, HIV

  (Cunningham, 2006; h. 953); Penyakit menahun seperti hipertensi, penyakit ginjal, penyakit hati, dan penyakit diabetes melitus, dan penyakit infeksi seperti pneumonia, tifus abdominalis, malaria dan sifilis (Manuaba, 2010; h. 289).

  4) Riwayat Obstetri

  a) Riwayat Haid Pada kejadian abortus ditandai dengan gejala keterlambatan datang bulan, terjadi perdarahan yang disertai sakit perut, dan dapat diukuti oleh pengeluaran hasil konsepsi (Manuaba, 2010; h. 291). Sedangkan pada abortus inkomplit ditandai dengan adanya perdarahan memanjang hingga terjadi keadaan anemis (Manuaba, 2010; h. 291); adanya nyeri/kontraksi rahim (Sastrawinata, 2005; h. 7). b) Riwayat kehamilan, persalinan dan nifas yang lalu Dikaji untuk mengetahui riwayat kehamilan, persalinan dan nifas yang lalu apa pernah mengalami kejadian abortus spontan atau kehamilan ektopik (Kriebs dan Gegor, 2010; h. 248). Wanita dengan abortus spontan tiga kali atau lebih beresiko lebih besar dan malformasi janin pada kehamilan berikutnya (Cunningham, 2006; h. 965).

  c) Riwayat kehamilan sekarang Pada kehamilan sekarang pasien/klien mengeluh mengalami keterlambatan haid atau amenorea kurang dari 20 minggu yang disertai perdarahan pervaginam, padat pula disertai jaringan dan rasa nyeri atau kram terutama di daerah supra simfisis (Achadiat, 2009; h. 27). Pada abortus inkomplit klien mengalami amenorhea, disertai dengan PP test positif (+), perdarahn dari jalan hahir biasanya banyak dan dapat disertai syok (Sastrawinata, 2005; h. 7). 5) Riwayat pernikahan

  Kejadian abortus biasanya dipengaruhi pada usia nikah ibu dan suami yang masih muda dan jumlah paritas yang dekat (wanita yang hamil dalam 3 bulan setelah melahirkan aterm) beresiko mengalami abortus (Leveno, 2009; h. 54).

  6) Riwayat KB Tidak ada bukti yang mendukung bahwa kontrasepsi oral atau zat spermisida yang digunakan dalam krim dan jeli kontrasepsi menyebabkan peningkatan kejadian abortus. Namun alat kontrasepsi dalam rahim berkaitan dengan peningkatan insiden abortus septik setelah kegagalan kontrasepsi (Cunningham, 2006; h. 955). 7) Pola kebutuhan sehari-hari

  Tidak ada bukti yang meyakinkan bahwa defisiensi salah satu zat gizi atau defisiensi sedang semua nutrien merupakan penyebab abortus yang penting (Cunningham, 2006; h. 954). Bagi pengkonsumsi kopi dalam jumlah lebih dari empat cangkir per hari tampaknya sedikit meningkatkan resiko abortus. Namun, apabila mengkonsumsi kafein dalam jumlah sedang kecil kemungkinannya menyebabkan abortus spontan (Cunningham, 2006; h. 955).

  b) Pola Eliminasi Dikaji untuk mengetahui kebiasaan ibu buang air besar maupun buanag air kecil selama kehamilan, buang air kecil normalnya 500cc/24jam (Manuaba, 2010; h. 94). Pada kasus abortus tidak ada pengaruh terhadap buang air besar melainkan pada buang air kecil pelu dilakukan pemantauan volume urine selama 24 jam (minimal 30cc/satu jam) (Manuaba, 2007; h. 690).