Revitalisasi Permainan Tradisional Melalui Partisipasi Keluarga Dan Kampung Ramah Anak Di Kota Yogyakarta

  Revitalisasi Permainan Tradisional Melalui Partisipasi Keluarga Dan Kampung Ramah Anak Di Kota Yogyakarta

  Ti k Mu ah Fakultas Psikologi Universitas Sarjanawiyata Tamansiswa

  

Abstrak

Peneli an ini bertujuan merevitalisasi permainan tradisional melalui

par sipasi keluarga dan kampung ramah anak di kota Yogyakarta.

Permainan dilakukan di ga wilayah (Prawirotaman, Parakan Lor dan

Gandekan Lor) dengan melibatkan sekitar 50-an anak-anak, 45 orang tua

dan tokoh masyarakat. Peneli an ini dilakukan dengan pendekatan

kualita f (wawancara, observasi, FGD dan Tes Grafis) dan kuan ta f

  

(deskripsi dan kategorisasi data). Permainan tadisional warisan dan

kekayaan budaya dikenalkan (Nger ), dirasakan (Ngrasa), dan dilakukan

(Nglakoni) oleh anak dengan antusias dan Gojekan (gembira) selama satu

bulan. Hasil peneli an menunjukkan perlu dihidupkan kembali permainan

tradisional yang bervariasi, nggi nilai manfaatnya dan berciri khas

Yogyakarta melalui par sipasi keluarga (masyarakat) dan kampung ramah

anak. Melakukan permainan tradisional dapat memperkaya pembentukan

psikologis, sosial dan budaya yang sangat dibutuhkan anak-anak dimasa

tumbuh kembangnya, seper meningkatkan nilai budaya (cinta budaya

sendiri), nilai budi peker , nilai pendidikan, nilai rekreasi, nilai kemandirian,

dan nilai krea vitas. Perha an dan keberpihakan Pemerintah Kota

diperlukan dalam mensosialisasikan, melestarikan dan memprogramkan

permainan tradisional sebagai metode pembentukan karakter/mental dan

kepribadian tangguh anak-anak bangsa ini dalam konteks saat ini (kekinian)

di kota Yogyakarta dalam berbagai pendekatan dan ngkat secara krea f.

  

Kata Kunci: Revitalisasi, Permainan, Tradisional

  PENDAHULUAN Permasalahan anak di Indonesia dari waktu ke waktu semakin meningkat.

  Berdasarkan data Direktorat Jenderal Pelayanan dan Rehabilitasi Sosial Kementerian Sosial RI (Liauw, 2010), jumlah anak penyandang masalah kesejahteraan sosial (usia 0-18 tahun) di Indonesia per Desember 2009 mencapai 4.656.913 jiwa atau setara dengan jumlah penduduk Singapura, padahal sekarang sudah berada di tahun 2015.

  Permasalahan berat lainnya adalah kekerasan terhadap anak, data KPAI menunjukkan sejak Januari hingga September 2010, ada sebanyak 2.044 kasus kekerasan terhadap anak di Indonesia. Kekerasan terjadi karena himpitan ekonomi yang menjadikan orang tua mengalami tekanan berat /depresi, ujung-ujungnya anak menjadi korban karena paling dak berdaya di dalam komunitas keluarga (Lukito, 2013).

RUMUSAN MASALAH

  Upaya menyelesaikan masalah anak di kota besar adalah melakukan preven f, pendekatan dan keperdulian kepada anak melalui program yang terarah, terencana dan terevaluasi. Upaya yang terencana untuk menjadikan anak mengenal, peduli dan menginternalisasi nilai-nilai budaya sehingga anak berperilaku sebagai insan kamil. Pendekatan yang dapat digunakan adalah sesuatu yang menjadi kesukaan dan keceriaan anak adalah dengan bermain atau permainan. Permainan yang bercirikan nilai-nilai luhur budaya Yogyakarta adalah permainan tradisional daerah.

  Permainan tradisional semakin lama semakin pupus dari dunia anak Yogyakarta, anak lebih tertarik pada permainan modern dari pada permainan tradisional. Permainan modern cenderung sifatnya amat personal, hal ini dapat menyebabkan perkembangan psikologis anak dan membuat anak menjadi generasi egois, serta enggan menger dan memahami kondisi lingkungan. Sedangkan dengan melakukan permainan tradisional anak terlibat secara emosional dengan kawan lain, merasa saling membutuhkan, sehingga psikologis anak berkembang menjadi generasi yang penuh tepa slira, bisa menger dan memahami perasaan orang lain (Suyami, 2012).

TUJUAN DAN MANFAAT

  Permainan tradisional dapat menjadi metode pendidikan yang sangat efek f untuk mengembangkan potensi dan krea vitas anak. Karena secara simultan permainan anak dapat mengembangkan seluruh dimensi yang diperlukan oleh seorang anak untuk berkembang. Dimensi itu termanifestasi pada sembilan fungsi permainan anak, yaitu fungsi rekrea f, membina fisik, mela h keterampilan, mela h keteli an, mela h keserasian, mengasah konsentrasi, belajar kesenian, belajar berkompe si, serta belajar menterjemahkan pesan-pesan moral.

  Manfaat yang bisa didapatkan anak dalam bermain bebas diluar rumah (De khealth, 2011) bersama teman-temannya yaitu: 1. Berperilaku lebih baik, studi yang dipublikasikan jurnal Pediatrics (2009) menunjukkan bahwa anak-anak memiliki perilaku lebih baik jika ia memiliki waktu untuk bermain dengan teman-temannya di tempat terbuka. 2. Anak lebih bertoleransi, studi yang dipublikasikan dalam Early Childhood Educa on Journal (2007) mengungkapkan bahwa bermain bebas membantu anak memiliki kesadaran atau toleransi terhadap orang lain serta mengatur emosinya. “Bermain juga membuat anak menger tentang aturan-aturan sosial yang ada,” ujar Kathy Hirsch-Pasek, seorang psikolog perkembhangan anak di Temple University. 3. Membuat anak bergerak, berlari atau memanjat, anak lebih banyak bergerak dibanding hanya menonton televisi atau bermain komputer. Jika besar nan anak akan menjadi orang dewasa yang ak f, sehingga mengurangi risiko penyakit degenerasi. 4. Belajar sambil bermain, permainan bisa membuat anak bermain sambil belajar, seper halnya berhitung. Dengan begitu anak lebih mudah untuk belajar angka atau pertambahan jika permainan yang dilakukan menggunakan skor. 5. Permainan tradisional anak merupakan unsur-unsur kebudayaan yang dak dapat dianggap remeh, karena permainan ini memberikan pengaruh yang dak kecil terhadap perkembangan psikososial dan kepribadian anak saat dewasa nan . Permainan anak juga memberi ciri khas kebudayaan suatu bangsa. Sehingga permainan tradisional anak dapat dianggap sebagai asset budaya. (Sukirman, 2004).

  Permainan atau dolanan anak tradisional termasuk melestarikan budaya. Jika dak dikenalkan dengan budaya, nan akan punah, sehingga ciri khas budaya Indonesia atau Yogyakarta khususnya akan hilang. Padahal orang Belanda mempunyai dokumen atau arsip mainan anak, sayangnya Indonesia belum mempunyai arsip dan mendokumentasikannya dengan rapi. Sehingga perlu direvitalisasi permainan tradisional anak Yogyakarta sebagai kunci perubahan di masa depan. Perubahan 30 tahun ke depan, kuncinya terletak pada anak-anak hari ini. Untuk itu diperlukan rekayasa sosial untuk membangun dan menyiapkan hal-hal yang baik untuk tumbuh kembang anak.

  Bermain memerlukan lingkungan yang kondusif. Lingkungan yang paling dekat dan menentukan pada anak adalah keluarga dan lingkungan tempat nggal dimana anak dibesarkan. Pembentukan kampung ramah anak sudah semes nya digalakkan sebagai langkah ke depan dalam mewujudkan Kota Yogyakarta sebagai Kota Ramah Anak secara tuntas. Kota Yogyakarta sudah masuk kategori Kota Layak Anak (KLA) setelah menerima penghargaan sejak tahun 2009 (KPMP, 2011).

  Sudahkah anak kota Yogyakarta 'nger , ngrasa dan nglakoni' nilai-nilai budaya

dalam permainan tradisional daerah sebagai pembentuk kepribadian tangguh anak?

Bagaimana mengarahkan kebijakan, tanggungjawab dan mengindikasikan program

revitalisasi permainan tradisional melalui peranserta orang tua sebagai pengasuh

utama dalam keluarga serta perencanaan tata kota/tata kelola yang berpihak pada

kebutuhan anak? Dapatkah permainan tradisional diaktualisasikan dalam konteks

saat ini di kota Yogyakarta?

  Fungsi utama bermain adalah merangsang perkembangan sensoris-motorik, perkembangan sosial, perkembangan krea vitas, perkembangan kesadaran diri, perkembangan moral dan bermain sebagai terapi (Soetjiningsih, 1995). Perkembangan sosial ditandai dengan kemampuan berinteraksi dengan lingkungannya. Melalui kegiatan bermain, anak akan belajar memberi dan menerima. Bermain dengan orang lain akan membantu anak untuk mengembangkan hubungan sosial dan belajar memecahkan masalah dari hubungan sosial dan belajar memecahkan masalah dari hubungan tersebut.

  Pengaruh dan manfaat permainan tradisional terhadap perkembangan psikologis anak (Supriyadi, 2001), diantaranya: meningkatkan krea fitas anak, mengembangkan kecerdasan majemuk anak (Moleong, 2004), Mengembangkan kecerdasan logika dan intelektual, kecerdasan sosial emosional, kecerdasan kineste k anak (Gobag Sodor, Jamuran, Enggrang, Englklek, Tawonan, Dhingklik oglak aglik, Petak jongkok, dll), kecerdasan natural, kecerdasan spasial, kecerdasan musikal (permainan Jamuran, Cublak-cublak suweng, Ndalang, Nembang, dll), dan kecerdasan spiritual anak..

  Dukungan keluarga sebagai unit terkecil dari masyarakat yang terdiri atas kepala keluarga dan beberapa orang yang terkumpul dan nggal di suatu tempat di bawah satu atap dalam keadaan saling ketergantungan (Effendi, 2004). Keluarga merupakan sekumpulan orang yang dihubungkan oleh ikatan perkawinan, adopsi, kelahiran yang bertujuan untuk meningkatkan dan mempertahankan budaya yang umum, meningkatkan perkembangan fisik, mental, emosional dan sosial dari ap anggota (Sudhiarto, 2007).

TINJAUAN PUSTAKA

  Ciri-ciri struktur keluarga (Effendy, 2004) adalah terorganisasi, saling berhubungan, saling ketergantungan antara anggota keluarga, ada keterbatasan, se ap anggota memiliki kebebasan tetapi mereka juga mempunyai keterbatasan dalam menjalankan fungsi dan tugas masing-masing dan adanya perbedaan dan kekhususan, se ap anggota keluarga mempunyai peranan dan fungsi masing- masing. Beberapa fungsi yang dapat dijalankan keluarga (Effendy, 2004) adalah fungsi biologis, fungsi psikologis, fungsi sosialisasi,fungsi ekonomi dan fungsi pendidikan.

  Davis (1987) (dalam Anwas, 2013) menyatakan bahwa par sipasi adalah keterlibatan mental dan pikiran individu di dalam suatu keluarga yang mendorongnya untuk mengembangkan kemampuan sesuai dengan tujuan keluarga tersebut. Soegarda Poerbakawatja (1976) mendefinisikan par sipasi sebagai suatu gejala demokrasi tempat orang-orang diikutsertakan dalam perencanaan dan pelaksanaan. Sedang syarat terjadinya par sipasi menurut Davis (1987) adalah tersedianya waktu untuk berpar sipasi; orangnya mempunyai kemampuan untuk berpar sipasi, adanya komunikasi tersedianya biaya yang cukup, dak merugikan orang lain dan adanya keterikatan anggota dengan tujuan yang akan dicapai.

  Konsep child-friendly city (KLA) diperkenalkan oleh UNICEF dengan tujuan menciptakan suatu kondisi yang mengaspirasi hak-hak anak melalui tujuan, kebijakan, program-program dan struktur pemerintahan lokal (Child Friendly Ci es, 2011). Konsep child-friendly city diharapkan pemerintah di suatu kota mampu memberikan suatu jaminan terhadap hak-hak anak seper : kesehatan, perlindungan, perawatan, pendidikan, dak menjadi korban diskriminasi, mengenal lingkungan dan budayanya dalam ar yang luas, berpar sipasi dalam merencanakan kota tempat nggalnya, memiliki kebebasan bermain, dan memperoleh lingkungan yang bebas dari polusi (Riggio,2002 dan Child Friendly Ci es, 2011). Di Indonesia, konsep child-friendly city diterjemahkan sebagai kota layak/ramah gori kota layak anak. Konsep kota layak anak sudah terakomodasi dalam satu Peraturan Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan Nomor 02 Tahun 2009 mengenai Kebijakan Kabupaten/Kota Layak Anak.

  Kampung ramah anak diturunkan dari kota layak anak dapat dideka dari indikator-indikator yang disusun. Kampung Ramah Anak (KRA) adalah langkah awal yang dilakukan pemerintah kota setempat untuk mewujudkan kota layak anak. Menurut keterangan dari Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Republik Indonesia, se ap kota dapat dikategorikan sebagai kota layak anak apabila telah memenuhi hak anak yang diukur dengan indikator kampung ramah anak.

  Pemerintah Kota Yogyakarta tahun 2015 berencana menambah dua puluh satu Kampung Ramah Anak lagi, kata staf Kantor Pemberdayaan Masyarakat dan Perempuan (KPMP). (Amarilisyariningtyas, 2015). Tahun 2015 ini, Kota Yogyakarta sudah memiliki 115 kampung ramah anak. Kampung ramah anak tersebut berbasis rukun warga (RW). Pemerintah Kota Yogyakarta mengawali pembentukan kampung ramah anak pada 2011 di Kampung Badran, Kecamatan Je s, serta Kampung Sudagaran, Kecamatan Umbulharjo. Pembentukan kampung ramah anak berlanjut pada 2012 di 12 kampung dan pada 2013 di 32 kampung (Kemendagri, 2015).

  Permainan tradisional dilahirkan oleh nenek moyang kita (Yudi, 2013 ) untuk meningkatkan kualitas mental anak-anak, diantaranya: Wicoro (dialog, tembang ke ka anak bermain, untuk meningkatkan kecerdasan verbal anak, ar kulasi yang jelas), Wirogo (gerakan tubuh) dalam rangka meningkatkan kineste k/olah tubuh psikomotorik anak, Wiromo: (irama dinamis/lantunan kata-kata yang membentuk tembang), dilakukan ke ka bermain dengan teman. Mela h kecerdasan interpersonal dan Wiroso: e ka moral berketuhanan/maksud Tuhan menciptakan manusia supaya dak kesepian. Mengeksplorasi anak dalam 'Nger , Ngrasa dan

  

Nglakoni' nilai-nilai budaya dalam permainan tradisional daerah sebagai pembentuk

kepribadian tangguh.

  METODOLOGI Dalam peneli an ini menggunakan metode peneli an kualita f dan kuan ta f.

  Kirk dan Miller (dalam Moleong, 2010) mendefinisikan peneli an kualita f sebagai cara untuk melakukan pengamatan pada manusia dalam kawasannya sendiri dan berhubungan dengan orang-orang tersebut dalam bahasannya dan dalam peneli annya.

  Metode kuan ta f menurut Sumanto (1995) adalah metode yang lebih menekankan pada aspek pengukuran secara obyek f terhadap fenomena sosial. Untuk dapat melakukan pengukuran, se ap fenomena sosial dijabarkan ke dalam beberapa komponen masalah, variabel dan indikator. Se ap variabel yang di tentukan di ukur dengan memberikan simbol-simbol angka yang berbeda-beda sesuai dengan kategori informasi yang berkaitan dengan variabel tersebut. Dengan menggunakan simbol-simbol angka tersebut, teknik perhitungan secara kuan ta f matema k dapat di lakukan sehingga dapat menghasilkan suatu kesimpulan yang berlaku umum di dalam suatu parameter. Jadi, yang diukur dalam peneli an sebenarnya ialah bagian kecil dari populasi atau sering disebut “data”. Data ialah contoh nyata dari kenyataan yang dapat diprediksikan ke ngkat realitas dengan menggunakan metodologi kuan ta f tertentu.

  Peneli ini melibatkan 45 subjek anak-anak dan orangtua anak yang bertempat nggal di kampung ramah anak Kota Yogyakarta, dengan ciri-ciri: berjenis kelamin perempuan dan laki-laki berusia 5 – 11 Tahun sedangkan usia orangtua berkisar antara 25 – 40 Tahun, pendidikan anak TK – SD kelas 5. Pengumpulan data kualitaif dilakukan dengan teknik wawancara dan observasi, FGD, Tes Grafis yang ditujukan untuk memahami kompleksitas kehidupan subjek secara lebih mendalam. Pengumpulan data kuan ta f dilakukan dengan menggunakan beberapa skala atau ques onnaire berdasarkan se ap variabel dari peneli an ini, seper pembuatan skala revitalisasi permainan tradisional. Skala Par sipasi Keluarga dalam permainan tradisional, merujuk pada konsep yang dikemukakan oleh Epstein, 2001 (dalam Anwas, 2013) mengkategorikan par sipasi orangtua kedalam enam pe keterlibatan. Skala Kampung ramah anak, merujuk pada konsep kota layak anak dari Riggio (2002). Indikator kampung layak anak ( PP Kabupaten Semarang , 2015)

  Reliabilitas ke ga skala menjukkan Hasil uji keandalan Skala Revitalisasi Permainan Tradisional menunjukkan Alpha 0,940 yang berar andal. Skala Par sipasi Keluarga menunjukkan Alpha 0,800 dan skala Kampung Ramah Anak menunjukkan Alpha 0,927.

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

  Peneli an dilakukan di ga tempat, yaitu Kampung Keparakan Lor RW 07 Yogyakarta, Kampung Prawirotaman RW 09 Yogyakarta, dan Kampung Gandekan Lor RW 10 Yogyakarta. Peneli an dilakukan selama kurang lebih 4 kali permainan dalam waktu 3-4 jam (biasanya sore hari atau hari minggu). Karakteris k dan hasil observasi subjek dari masing-masing wilayah:

  1) Subjek Anak di Keparakan Lor

  Anak-anak di daerah Klitren Lor memiliki karakteris k yang ak f dalam mengiku permainan tradisional yang melibatkan banyak anak. Anak-anak tersebut nggal di daerah yang memiliki lingkungan padat penduduk dengan minimnya lahan terbuka untuk bermain. Usia anak-anak yang dilibatkan di daerah tersebut antara 5 –

  10 tahun yang berjumlah 15 – 30 anak.

  Pada awalnya anak-anak susah untuk dikendalikan, tetapi setelah mengetahui akan diajak untuk mengiku permaianan tradisional, anak-anak menjadi antusias. Anak-anak di daerah klitren lor lebih menyukai permainan yang melibatkan gerak lebih ak f seper , permainan gobak sodor, petak umpet, ular naga, gamparan dan jamuran. Anak-anak di tempat tersebut kurang antusias ke ka permaianan yang dimainkan hanya melibatkan sedikit orang seper , dakon, bekelan, nekeran, gasing dan yoyo.

  2) Subjek Anak di Prawirotaman

  Anak-anak di daerah Brontokusuman memiliki karakteris k yang ak f dalam mengiku permainan tradisional namun ada beberapa anak yang malu-malu saat pertama kali bermain. Anak-anak tersebut nggal di daerah yang memiliki lingkungan padat penduduk dengan minimnya lahan terbuka untuk bermain. Menuju lokasi tersebut peneli harus melewa gang yang sempit. Usia anak-anak yang dilibatkan di daerah tersebut antara 5 – 11 tahun yang berjumlah 15 – 30 anak.

  Beberapa anak yang awalnya malu ke ka mengiku permainan, pada akhirnya menjadi akrab dan antusias. Anak-anak mudah untuk dikendalikan saat mengiku se ap tahapan permaianan yang dimainkan. Anak-anak di daerah Brontokusuman menyukai permainan yang dimainkan dengan berkelompok besar ataupun kelompok kecil.

  3) Subjek Anak di Gandekan Lor

  Anak-anak di daerah Gandekan Lor memiliki karakteris k yang sangat antusian dan ak f sejak pertemuan pertama. Usia anak-anak yang dilibatkan di daerah tersebut antara 5 – 10 tahun yang berjumlah 15 – 30 anak. Anak-anak tersebut nggal di daerah yang memiliki lingkungan padat penduduk namun masih ada lapangan bulu tangkis di depan balai desa.

  Permainan yang lebih sering dimainkan anak-anak disana sebelum peneli datang dan mengenalkan kembali permainan tradisional adalah sepak bola, kartu bergambar dan game. Setelah beberapa permainan tradisional diajarkan anak-anak justru selalu bertanya permainan apalagi yang akan dimainkan pada pertemuan selanjutnya. Setelah peneli dan asisten selesai melakukan permainan dalam jangka waktu yang telah ditentukan, anak-anak justru dak ingin permainan itu selesai dan berharap diadakan kembali pertemuan untuk permainan tradisional.

  Di bawah ini gambaran umum mengenai data peneli an variabel revitalisasi permainan tradisional, par sipasi keluarga dan kampung ramah anak:

  Hasil Wawancara dengan orangtua di Kampung Keparakan Lor Wawancara dilakukan di lapangan bulu tangkis tertutup Desa Keparakan Lor.

  Orangtua menyatakan bahwa anak-anak disana tetap bermain bersama teman- temannya jika ada waktu luang atau sepulang sekolah. Tetapi permainan yang dimainkan masih kurang terarah. Selain karena fasilitas yang kurang memadai juga karena minimnya lahan kosong untuk mereka bermain. Berhubung lingkungan tersebut dekat dengan sungai Code, jadi anak-anak lebih sering bermain di sungai, seper berenang ataupun memancing. Adapun permainan lain yang dimainkan itu tergantung benda yang ditemukan oleh anak-anak di lingkungan tempat nggalnya, seper halnya jika menemukan kaleng susu terkadang dimainkan untuk lempar tangkap bersama teman-temannya.

  Sebagian anak yang nggal disana juga ada yang kurang pengawasan orangtuanya saat bermain atau ak fitas yang dilakukan oleh anaknya. Namun ada juga anak-anak yang sudah dibuatkan jadwal untuk bermain atau pulang sekolah harus dur terlebih dahulu. Anak-anak di lingkungan tersebut dak selalu bermain game atau gadget dikarenakan memang dak memilikinya.

  Diharapkan dengan adanya hal tersebut anak-anak dapat belajar permainan yang lebih terarah dan tetap menjaga keakraban atau kebersamaan dengan teman- temannya yang lain. Selain itu orangtua berharap dengan adanya hal tersebut pengurus setempat dapat menyediakan tempat, pela han untuk anak-anak dapat memainkan permainan tradisional yang sangat dak dikenalnya.

  Hasil Wawancara dengan orangtua di Kampung Prawirotaman

  Wawancara dilakukan di Balai Desa Brontokusuman. Menurut orangtua, anak- anak jaman sekarang memang perlu diingatkan kembali mengenai permainan tradisional. Tujuannya adalah agar anak-anak lebih melakukan hal yang posi f dibandingkan hanya bermain game atau mengakses situs internet melalui smartphone yang terkadang isinya dak pantas untuk dilihat oleh anak-anak. Orangtua mengatakan bahwa sehari-harinya ak fitas yang sering dilakukan anak- anak disana hanyalah bermain sepeda dan berlari-larian. Dinyatakan oleh orangtua bahwa belum ada suatu permainan yang lebih terarah untuk dilakukan oleh anak- anak di lingkungan tersebut.

  Orangtua sangat mendukung adanya revitalisasi permainan tradisional, dengan adanya hal tersebut anak-anak menjadi lebih akrab dengan teman-temannya. Anak- anak mengenal kembali tentang berbagai macam permainan tradisional dan permainan tersebut dapat dimainkan bersama teman-temannya dengan menyenangkan. Bahkan anak yang lebih besar usianya dapat belajar ngemong adik- adiknya saat bermain bersama. Diharapkan anak-anak juga menjadi lebih pandai dalam bersosialisasi, lebih ak f, karena permainan tradisional tanpa disadari mela h pola pikir juga belajar strategi dalam permainannya.

  Hasil Wawancara dengan orangtua di Kampung Gandekan Lor

  Wawancara dilakukan di Balai Desa Gandekan Lor. Bagi orangtua permainan tradisional memang perlu dihidupkan kembali, karena permainan tradisional dapat mela h ketangkasan anak, kepercayaan diri dan menumbuhkan rasa kebersamaan pada anak-anak.

  Orangtua mengatakan sebelum adanya revitalisasi permainan tradisional ini anak-anak cenderung hanya bermain dengan orang-orang dewasa, seper bermain sepak bola, bersepeda dan bermain kartu bergambar sehingga permainan yang biasa dilakukan membuat anak-anak jenuh dan cenderung melakukan kegiatan yang biasa dilakukan oleh orang dewasa. Adanya revitalisasi permainan tradisional diharapkan anak-anak dapat menikma masa kecilnya bersama teman-teman sebayanya yang pas akan memiliki pengaruh posi f ke ka dewasa nan .

  Hasil FGD yang dilakukan pada anak dan ibu anak-anak, sedangkan tes grafis hanya dilakukan pada sekitar 3 anak-anak di se ap kampung.

  Di Kampung Keparakan Lor

  Ibu-ibu yang mengiku FGD hampir 12 orang, dilakukan di lapangan bulu tangkis tertutup saat mereka menemani dan menyaksikan anak-anak mereka bermain permainan tradisional. Ibu-ibu sangat mengapresiasi diadakannya permainan tradisional karena mereka sebagai orang tua hampir dak mempunyai waktu untuk mendampingi anaknya bermain, lebih lagi jenis permainan daerah yang sebagian kecil mereka kenal permainannya. Mereka juga baru memahami bahwa permainan tradisional mempunyai manfaat yang cukup lengkap bagi perkembangan anak. Permainan ini juga dapat mengalihkan anak-anak mereka diusia TK dan SD yang sudah yang sudah mulai asyik bermain game dari HP maupun laptop dan susah untuk dikontrol. Selain itu juga sangat disayangkan dak adanya tempat terbuka, halaman ataupun taman yang representa f dan sehat, dapat digunakan anak-anak mereka bermain.

  Gambaran grafis anak-anak menunjukkan karakter dan peran orang tua yang dak dekat dengan anak dan kurang seimbang. Komunikasi dalam keluarga yang kurang baik atau berkesan bagi anak, sehingga anak lebih nyaman berada diluar rumah. Gambaran perkembangan mental(kogni f, afek f) anak yang kurang sesuai dengan umur anak dan cenderung membuat anak lebih tergantung, manja dan cari perha an pada orang lain.

  Di Kampung Prawirotaman

  Ibu-ibu yang mengiku FGD hampir 10 orang, dilakukan di balai RW setelah melewa gang-gang sempit untuk parkir motor saja sudah kerepotan. Ibu-ibu sangat mendukung diadakannya permainan tradisional karena ak fitas, krea vitas dan interaksi anak menjadi lebih posi f, daripada anak-anak mereka bermain game. Mereka menyayangkan karena waktu permainannya sangat terbatas (kurang lebih satu bulan). Mereka sebagian mengenal beberapa permainan tradisional tetapi dak mempunyai kesempatan mengenalkan dan mengajarkan pada anak-anaknya. Mereka juga baru memahami bahwa permainan tradisional mempunyai manfaat yang cukup lengkap bagi perkembangan anak, karena melalui bermain dapat mengarahkan anak-anak mereka melakukan kegiatan posi f dan teratur. Selain itu juga sangat disayangkan dak adanya tempat terbuka, halaman ataupun taman yang representa f dan sehat, dapat digunakan anak-anak mereka bermain.

  Gambaran grafis anak-anak menunjukkan peran orang tua yaitu ibu yang lebih berperan dari pada bapak. Anak masih sangat membutuhkan pengarahan, kasih sayang, perha an dari orang tua. Komunikasi dalam keluarga nampak kurang baik atau berkesan bagi anak. Gambaran perkembangan mental anak yang kurang sesuai dengan umur anak dan cenderung ada kecemasan dan kekhawa ran pada dirinya.

  Di Kampung Gandekan Lor

  Ibu-ibu yang mengiku FGD hampir 14 orang, dilakukan di Balai RW. Walaupun suasananya agak ramai karena beberapa ibu membawa anak-anak yang masih bayi ke balai RW tetapi respon mereka sangat posi f dengan dikenalkan dan dilakukan permainan tradisional di kampung mereka. Ibu-ibu juga sering datang menemani dan menyaksikan anak-anak bermain. Sebagian ada ibu yang sudah agak tua yang mengenal baik jenis-jenis permainan tradisional, tetapi mereka dak sempat mengenalkan pada generasi muda anak-cucunya. Anak-anak kurang berminat kalau dikenalkan dan bermain tanpa ada teman-teman (banyak anak lain). Mereka juga baru memahami bahwa permainan tradisional mempunyai manfaat yang cukup lengkap bagi perkembangan anak. Permainan ini juga dapat mengalihkan anak-anak mereka diusia TK dan SD yang sudah yang sudah mulai asyik bermain game dari HP maupun laptop dan susah untuk dikontrol dan cenderung nakal. Ibu-Ibu juga menunjukkan kepriha nan banyaknya pendatang dikampung mereka yang berprofesi sebagai PSK di kampung sebelah (daerah Pasar Kembang).

  Gambaran grafis anak-anak menunjukkan karakter dan peran orang tua yang dak dekat dengan anak dan kurang seimbang. Peran ibu lebih dominan dan peran ayah hampir dak kelihatan atau justru terlalu keras pada anaknya. Komunikasi dan kehangatan dalam keluarga kurang terkondisikan dengan baik. Anak lebih suka bermain keluar rumah daripada didalam rumah dengan keluarganya dan menunjukkan adanya agresifitas pada nak-anak ini. Gambaran perkembangan mental anak yang kurang sesuai dengan umur anak dan cenderung seper orang dewasa dan mengkhawa rkan bagi tumbuh kembang anak.

  Hasil analisis dari data melalui pendekatan kualita f maupun kuan f (diskripsi dan kategorisasi) dalam peneli an revitalisasi permainan tradisional di wilayah kota Yogyakarta menunjukkan bahwa pengenalan, mensosialisasikan dan mempraktekkan permainan tradisional yang hanya di ga kampung (Prawirotaman, Parakan Lor dan Gandekan Lor) mempunyai kesan yang sangat baik bagi anak-anak dan dapat membawa pengaruh psikologis (bergembira, bersemangat, berpikir, berstrategi, dll), sosial (berinteraksi yang mutual antar anak, membangun komunikasi antar anak, dll) dan budaya (sadar bahwa ada warisan leluhur yang cukup dahsyat dan berkarakter/bermoral nggi) yang dak kalah heboh dan sangat berar bagi anak-anak dalam masa tumbuh kembangnya.

  Selama kurang lebih empat kali kegiatan permainan tradisional bersama anak- anak di ga kampung menunjukkan respon yang sangat posi f. Kegiatan ini dimulai dari mengenalkan jenis-jenis permainan tradisional daerah Yogyakarta yang jumlahnya diperkirakan lebih 30 jenis permainan hingga anak dapat melakukan secara mandiri dan akhirnya merasakan manfaatnya pada diri mereka (anak-anak). Dalam peneli an ini dak sampai mengenalkan ke 30 jenis permainan tersebut hanya beberapa saja diantaranya seper ; Dingklik Oglak Aglik, Jamuran, Ular Naga, Cublak-Cublak Suweng, Sobyung, Gobak sodor, Ben k, Engklek, Gamparan, Yoyo, Gasing, Dakon dan Nekeran.

  Data diskripsi (kuan ta f) yang diisi oleh orang tua dan tokoh masyarakat (45 angket dari 80 yang disebarkan untuk didisi) pada revitalisasi permainan tradisional menunjukkan sedang 17 orang dari 45 subjek (37.78 persen). Hal ini dapat diprediksi bahwa anak-anak mereka prosentasi mengenal permainan tradisional akan lebih rendah. Dari hasil wawancara, observasi dan FGD hampir semua anak belum mengenal permainan yang dikenalkan dan dilakukan selama empat kali kegiatan dan mereka menunjukkan rasa senang dan ingin melakukan lagi di waktu yang akan datang. Merevitalisasi permainan tradisional pada anak-anak sangat membantu mereka lebih bisa mengembangkan kemampuan psiomotorik, kogni f, mengontrol emosi, bahasa, kerjasama dan disiplin diri sehingga anak-anak ini dapat berkembang menjadi pribadi yang tangguh dan tetap melestarikan budaya sendiri. Setelah kegiatan permainan yang sudah dijadwalkan selesai anak-anak dan orang tuanya merasa kecewa dan khawa r dak ada yang mefasilitasi dan memobilisasi anak-anak ini lagi bermain permainan tradisional.

  Par sipasi keluarga dak kalah pen ngnya dalam usaha merevitalisasi pemainan tradisional di daerah Yogyakarta ini. Data diskripsi (kuan ta f) yang diisi oleh orang tua dan tokoh masyarakat pada par sipasi keluarga menunjukkan sedang 22 orang dari 45 subjek (48.89 persen). Namun dari data wawancara dan tes grafis menunjukkan belum maksimalnya par sipasi keluarga dalam merevitalisasi permainanan tradisional pada anak-anak dilihat dari fungsi psikologis, fungsi sosialisasi dan fungsi pendidikan.

  KESIMPULAN

  Peran kampung ramah anak dapat mengkondisikan lingkungan dan situasi dalam merevitaslisasi (menyemarakkan kembali) permainan tradisional di wilayah mereka. Data diskripsi (kuan ta f) yang diisi oleh orang tua dan tokoh masyarakat pada kampung ramah anak menunjukkan nggi 22 orang dari 45 subjek (48.89 persen). Data ini dak sesuai dengan data wawancara, observasi dan FGD, yang mengetengahkan isu-isu dak adanya lahan yang representa f, layak dan sehat untuk merevitalisasi permainan tradisional di kampung mereka. Tempat yang sangat terbatas dan kurang memenuhi kelayakan terkalahkan oleh padatnya rumah nggal, guest house, hotel di kampung Prawirotaman (yang lebih dikenal sebagai daerah turis), kampung Parakan Lor, daerah padat penduduk dipinggiran sungai Code dan Gandekan Lor (daerah padat penduduk dan beresiko karena termasuk daerah pengembangan kegiatan pros tusi).

  REKOMENDASI

  Dalam peneli an tentang revitalisasi permainan tradisional di 3 kampung di wilayah kota Yogyakarta perlu dikembangkan, diprogramkan dan diorganisasikan secara khusus. Indonesia khususnya Yogyakarta telah diwarisi oleh nenek moyang bangsa ini kekayaan budaya dalam bentuk permainan tradisional yang luar biasa. Warisan budaya (Wicoro, Wirogo, Wiromo, Wiroso) yang mampu meningkatkan kecerdasan e ka moral dan kualitas mentalitas dan kepribadian anak-anak sebagai penerus bangsa ini 30 tahun kedepan. Permainan tradisional daerah ini perlu diinventarisasi, dipatenkan dan publikasikan melalui media internet sehingga anak- anak khususnya di Jogja ini dapat lebih mengenal, meniru dan melakukannya dengan mudah. Revitalisasi permainan tradisional dapat menjadi ciri khas Yogyakarta bukan saja dari budayanya tetapi mempunyai nilai-nilai lain seper nilai pendidikan , nilai kemandirian, nilai ekonomi dan nilai krea vitas.

  SARAN

  Peneli an ini nan nya dapat memberi masukan bagi Pemerintah Kota Yogyakarta dalam menentukan arah kebijakan, perencanaan dan pengembangan dalam rangka merevitalisasi permainan tradisional untuk anak-anak dalam lingkungan yang layak di masa yang akan datang serta sebagai acuan bagi semua aspek masyarakat untuk berperan serta, melalui; Menginventarisasi semua jenis permainan tradisional (bekerjasama dengan dinas kebudayaan) karena hingga saat ini belum ada rujukan yang menyebutkan ada berapa jenis permainan tradisional tersebut. Mempatenkan warisan budaya ini sehingga dapat dipublikasikan atau disosialisasikan melalui media Radio, TV, bentuk CD dan internet pada anak-anak Indonesia dimanapun mereka berada. Menghidupkan kembali permainan tradisional dengan menyiapkan fasilitator (untuk mela h) dan menindak lanju di ngkat kampung, kelurahan, kecamatan hingga kota. Dinas Pendidikan dan kebudayaan (PAUD dan SD) dalam mengembangkan kurikulum, suasana pembelajaran dan penyediaan waktu dan ruang bagi anak untuk bermain permainan tradisional ini. Dinas Pariwisata hendaknya dapat mempromosikan dan mensosialisasikan nilai-nilai budaya permainan tradisional Jogja. KPMP bersama dengan Dinas Kesehatan dapat ikut berperan dalam pengembangkan fungsi dan peran keluarga sejahtera dan tangguh dalam memberikan fondasi mental bagi anak dalam masa pertumbuhannya. Dinas Kimpraswil dapat memberdayakan kawasan dak hanya untuk kepen ngan ekonomi dan fisik semata, tetapi lebih memberikan ruang bagi anak untuk dapat bermain, seper lahan hijau (dapat dibuat dilantai atas

  Mal atau kawasan perbelanjaan), taman terbuka dan ruang terbuka yang nyaman. Memberdayakan lingkungan dalam usaha menghidupkan kembali nilai-nilai budaya dalam ak vitas perkotaan dan kawasan yang layak huni (livable), nyaman bagi anak, berkeadilan sosial, berwawasan budaya serta terintegrasi dalam kesatuan sistem kota.

  DAFTAR PUSTAKA

  Anwas, Afia Rosdiana. 29th August 2013. Par sipasi Orangtua terhadap Pendidikan Anak Usia Dini. Amarilisyariningtyas, Ali ya (2015) kampung-ramah-anak-upaya-mewujudkan- hak-anak.Liputan.tersapa.com Child Friendly Ci es. (2011). What is a Child Friendly City?