Evaluasi Peresepan Obat Diabetes Mellitus Tipe 2 Pada Pasien Rawat Inap Di Rumah Sakit Santo Antonio Baturaja Tahun 2014 Sarmalina Simamora
Evaluasi Peresepan Obat Diabetes Mellitus Tipe 2 Pada Pasien Rawat Inap Di Rumah Sakit Santo Antonio Baturaja Tahun 2014 1) Sarmalina Simamora 1) Dosen Jurusan Farmasi Politeknik Kesehatan Palembang
ABSTRAK Penggunaan obat yang tidak rasional adalah masalah yang terjadi di seluruh dunia.
WHO mengestimasi lebih dari 50% obat yang diresepkan dibagikan dan dijual tidak tepat dan 50% pasien tidak mengkonsumsi obat dalam aturan yang benar.Dalam penelitian ini penulis ingin mengetahui dan mengevaluasi peresepan obat diabetes mellitus (DM) tipe 2 pada pasien rawat inap di Rumah Sakit Santo Antonio Baturaja, periode Januari-Mei 2014.
Penelitian ini merupakan penelitian non eksperimental dengan pendekatan diskriptifnon analitik,terhadap beberapa indikator yang umum dilakukan dalam evaluasi penggunaan obat. Pengambilan data bersifat retrospektif terhadap data rekam medik pasien dengan diagnosa DM tipe 2 umur 45-55 tahun, dengan kadar glukosa sewaktu lebih dari 200mg/dl, dan diberikan terapi obat antidiabetic, kemudian dibandingkan dengan Standar Pengobatan DM tipe 2 menurut Perkeni 2006.
Dari 30 sampel pasien DM tipe 2 rawat inap di Rumah Sakit Santo Antonio Baturaja kasus yang terbanyak terjadi pada pasien umur 50-55 tahun sebesar 70%, 21 kasus penderita DM tipe 2 terjadi pada wanita (70%). Diagnosa DM tipe 2 dengan penyakit penyerta sebanyak 29 kasus (96,6%).
Hasil evaluasi peresepan obat pada penderita DM tipe 2 pada pasien rawat inap di Rumah Sakit Santo Antonio Baturaja, Januari-Mei 2014 adalah, tepat indikasi 100%, tepat obat 96.55%, tepat penderita 96,55%, tepat dosis 96,55% dan potensi terjadinya efek samping serta interaksi obat sebesar 37,93%.
Kata kunci : Evaluasi, peresepan obat, DM tipe 2
PENDAHULUAN Penggunaan obat yang tidak rasional adalah masalah yang terjadi diseluruh dunia. WHO mengestimasi lebih dari 50 % obat yang diresepkan, dibagikan, dan dijual dengan tidak tepat dan sekitar 50% pasien tidak mengkonsumsi obat dalam aturan yang benar. Menurut WHO, penggunaan obat tidak rasional dapat berdampak negatif, dari segi ekonomi terjadi pemborosan, dari segi pelayanan terjadi penurunan mutu pelayanan yang ditandai dengan meningkatnya efek samping obat, meningkatnya resistensi anti mikroba, terjadinya kegagalan dalam pengobatan.
1)
. Di Amerika Serikat, kematian akibat efek samping obat mencapai posisi keenam sebagai penyebab kematian terbanyak. Dalam sudut pandang keuangan pemberian obat yang tidak perlu dan pemberian obat yang terlalu banyak ,terutama di negara berkembang yang tidak memiliki asuransi kesehatan sangatlah tinggi. Penelitian yang dilakukan oleh WHO pada tahun 2000, memperlihatkan hasil bahwa sekitar 60% antibiotik yang tidak perlu diresepkan di Negeria dan sekitar 50 % di Nepal, sehinga rata-rata pemberian antibiotik tidak perlu diseluruh dunia mencapai angka 50%
1)
. Definisi penggunaan obat rasional menurut WHO (1985) adalah pasien mendapat obat yang tepat sesuai dengan kebutuhan klinik, pada dosis yang sesuai untuk kebutuhan individu, pada periode yang cukup dan biaya yang terendah sesuai keadaan pasien dan komunitasnya
2)
Jumlah penderitaDM dari waktu ke waktu semakin banyak.Data dari Kemenkes pada tahun 2013, dari hasil pemeriksaan Kadar Gula Darah (KGD) ditemukan sebanyak lebih dari 12 juta orang (6,9%) dari sekitar 177 juta penduduk Indonesia yang berusia di atas 15 tahun terdiagnosa diabetes, dan hamper 30% mengalami Toleransi Glukosa Terganggu
3)
. Sementara dari hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2007 DM menjadi penyebab kematian nomor 6 di Indonesia dengan proporsi kematian yaitu 5,7% setelah Strok, TBkejadian serta pentingnya penanganan secara tepat terhadap penyakit DM dan komplikasi yang ditimbulkannya, maka terapi DM harus dilakukan secara rasional baik terapi obat dan non obat. Ketepatan terapi dipengaruhi oleh proses diagnosis, pemilihan terapi, serta evaluasi terapi..Rumah Sakit Santo Antonio merupakan salah satu pelayanan kesehatan yang berada di Kabupaten OKU. Dari data laporan Medical Record Rumah Sakit Santo Antonio di tahun 2013, pasien dengan kasus DM yang dirawat atau berobat di Rumah Sakit maupun pasien rawat jalan menduduki posisi sepuluh besar dari seluruh kasus penyakit yang ada di Rumah Sakit Santo Antonio. Untuk pasien dengan diagnosa DM tipe 2, menurut data yang diperoleh dari catatan medik Rumah Sakit Santo Antonio: 50% pasien DM tipe 2 juga menderita penyakit penyerta DM yang berakibat memperburuk keadaan pasien serta meningkatkan biaya pengobatan. Dari informasi data Instalasi Farmasi untuk pasien rawat jalan, rata- rata terapi yang diberikan dalam waktu sepuluh sampai tiga puluh hari. Obat yang diberikan adalahhipoglikemik oral golongan sulfonilurea (glimepirid ) dan golongan tiazolidindion (pioglitazon = Actos 30) dengan rata-rata biaya obat Rp.185.000,- s/d Rp.550.000,- itu belum termasuk pemberian obat untuk pasien dengan penyakit penyerta. Maka dipandang perlu melakukan evaluasi peresepan obat untuk penyakit DM Tipe 2 pada pasien rawat inap di Rumah Sakit Santo Antonio Baturaja sehingga informasinya dapat menjadi dasar bagi manajemen rumah sakit untuk peningkatan pelayanan bagi pasien yang berobat kesana, demi menjaga mutu rumah sakit.
METODE PENELITIAN Jenis penelitian ini adalah non eksperimental dengan rancangan penelitian diskriptif non analitik dengan menggunakan indikator yang telah ditetapkan, pengambilan data bersifat retrospektif. Jumlah sampel 30 catatan medik sesuai kriteria inklusi, yaitu pasien dengan kadar gula glukosa sewaktu
≥200 mg/dL dan mendapat terapi pengobatan DM tipe 2, umur antara 45-55 tahun pada rawat inap resep rawat inap pasien dikumpulkan secara manual, kemudian dicatat nomor rekam medik pasien, umur pasien, golongan obat DM dan obat penyerta yang dipakai, dosis obat, cara pemakaian, lama pemakaian, biaya pengobatan. Kemudian dibandingkan dengan Standar pengobatan DM menurut Konsensus Pengelolaan dan Pencegahan DM tipe 2 di Indonesia Tahun 2006 (Perkeni 2006).
Hasil Dan Pembahasan Distribusi frekwensi pasien DM berdasarkan umur didominasi oleh pasien berumur antara 51 s/d 55 tahun (70%). Tabel.2. Distr ibusi Pasien DM Berdasarkan Jenis Kelamin.
No Jenis Kelamin Jumlah Kasus Persentase
1. Laki-laki
9
30
2. Perempuan
21
70 Jumlah 30 100 Profil Klinik Responden Tabel. 3.Distribusi Pasien DM Berdasarkan Kadar Glukosa Darah Sewaktu (mg/dl).
No Kadar glukosa Jumlah Kasus Persentase 1 200-299 10 33,3 2 300-399 17 56,6 3 400-499 ˃ 1 3,3 4 500
2 6,6 Jumlah 30 100 Tabel.4 Distribusi Pasien DM Berdasarkan Diagnosis No. Diagnosis Jumlah
Kasus Persentase
3
11 DM tipe 2 dengan Colatiasis 1 3,4
10 DM tipe 2 dengan Abses Vagina 1 3,4
9 DM tipe 2 dengan TB Paru 1 3,4
8 DM tipe 2 dengan Vulnus funktum 1 3,4
7 DM tipe 2 dengan Gagal ginjal 1 3,4
6 DM tipe 2 dengan Stroke 2 6,89
5 DM tipe 2 dengan SNH (Stroke Non Hemoragik) 2 6,89
4 DM tipe 2 dengan Hipertensi 2 6,89
10
3 DM tipe 2 dengan HHD ( Hipertensi Heart Disiase)
1 DM tipe 2 tanpa penyakit penyerta 1 3,3
17
5
2 DM tipe 2 dengan Gangren
34
10
1 DM tipe 2 dengan Demam Tifoid
Persentase
No Diagnosis dan Penyakit Penyerta Jumlah Kasus
Dari 29 kasus pasien DM tipe 2 dengan penyakit penyerta, di kelompokan dari beberapa penyakit penyerta seperti pada tabel 5 Tabel.5 Distribusi Pasien DM Berdasarkan Diagnosis dan Penyakit Penyerta.
2 DM tipe 2 dengan penyakit penyerta 29 96,6 Jumlah 30 100
12 DM tipe 2 dengan Bronchitis 1 3,4 Jumlah 29 100 Penggunaan Obat Antidiabetik Tabel 6. Distribusi Penggunaan Antidiabetik
No Golongan Obat Jenis Obat Kasus Persentesi
1 Biguanid Metformin 6 20,68
2 Sulfonilurea Glimepirid 8 27,58
3 Kombinasi Glimepirid+metformin 2 6,89 Glimepirid+pioglitazon 5 17,24 Insulin+Glimepirid 2 6,89
4 Kombinasi tetap Pioglitazon+metformin 4 13,79
5 Insulin Insulin 2 6,89 Jumlah 29 100 golongan clindamicin oral sediaan 300
Penggunaan Obat Penyerta DM Tipe 2 mg, diberikan untuk pasien DM tipe 2 dengan gangren sebanyak 4 pasien, Penggunaan obat penyerta, untuk pasien diberikan juga antibiotik injeksi DM tipe 2 dengan kasus demam tifoid golongan sefalosforin (Ceftriaxon 3 diberikan obat antibiotik injeksi pasien, cepefim 1 pasien, ceftazidim 1 golongan sefalosforin (4 pasien pasien) serta pemberian parenteral obat dengan pengobatan antibiotik golongan antiprotozoa (metronidazol) ceftriaxon, 2 pasien dengan sebanyak 1 pasien, setelah pasien diijinkan pengobatan antibiotik cefepim, 4 pulang, diberikan terapi antibiotik pasien dengan pengobatan antibiotik lanjutan golongan kuinolon sebanyak 2 ceptazidim ) setelah pasien dijinkan pasien. Untuk pasien dengan hipertensi, pulang oleh dokter, untuk hipertensi dengan jantung, strok, strok pengobatan antibiotik lanjutan non hemoragik, seluruhnya sebanyak 9 diberikan antibiotik oral golongan kasus, untuk obat-obat hipertensi kuinolon (2 pasien dengan diberikan golongan antgonis kalsium ciprofloxacin, 2 pasien dengan sebanyak 4 kasus, antagonis reseptor levofloxacin, 1 pasien dengan angiotensin II sebanyak 2 kasus, serta pefloxacin). Sedangkan untuk pemakaian obat-obat deuretik, untuk pemakaian antibiotik obat jantung digunakan antiaritmia golongan glikosida jantung (digoxin),
(bisoprolol). Untuk pasien DM tipe 2 dengan TB paru diberikan terapi pengobatan rifampicin 450, dengan kombinasi pyrazynamide 100 mg dan etambutol 250. Pasien DM tipe 2 dengan colatiasis diberi terapi asam urdodioksikolat. Dari data yang diperoleh satu pasien bisa mendapatkan 2 macam antibiotik sekaligus tetapi waktu pemberiannya berbeda, untuk antibiotik injeksi diberikan saat pasein rawat inap dengan pemberian parenteral, sedang untuk antibiotika oral diberikan pada saat pasien diijinkan pulang sebagai terapi lanjutan.
4 4 100 Sulfonilurea+Bigunid
Kesesuain obat antidiabetik dari pasien rawat inap di Rumah Sakit Santo Antonio Baturaja periode Januari-Mei 2014 96,5%. Dari 29 kasus satu pasien .DM tipe 2 dengan penyakit penyerta gagal ginjal, diberikan terapi antidiabetik golongan sulfonilurea yang dikontra indikasikan untuk pasien gagal ginjal/gangguan ginjal
29 28 96,5% Keterangan : Standar Perkeni 2006
2 2 100 Jumlah
5 Kombinasi Dion Insulin+Sulfonilurea
80
4
5
2 2 100 Sulfonilurea+Tiazolidin
4 Kombinasi tetap Pioglitazon+Metformin
Kesesuaian Penggunaan Antidiabetik pada Pasien DM tipe 2. Tabel.7.Kesesuaian Penggunaan Antidiabetik
2 2 100
3 Insulin Actravid Human
8 8 100
2 Sulfonilurea Glimepirid
6 6 100
1 Biguanid Metformin
Persen tase
No Golongan Obat Jenis Obat Kasus Kesesuaian Standar
5) Cara Penggunaan Obat Tabel .8. Kesesuaian Pemberian Dosis dan cara Penggunaan pada Pasien DM tipe 2 Rawat Inap di RS.Santo Antonio Selama Bulan Januari s/d Mei 2014
No Jenis Obat Dosis Standar Dosis Pemberian
15mg+1mg- 45mg+4mg
2 2 100 Total 28 96.55%
40UI+2mg
40UI/ml+1- 6mg
7 Insulin+Sulfonilurea (Insulin+Glimepirid)
2 2 100
2mg/500mg
1mg/250mg 2mg/500mg
6 Sulfonilurea + Biguanid (Glimepirid+Metformin)
2 100 66,6 100
1
3
1
15mg+2mg 30mg+2mg 30mg+3mg
5 Tiazolidindion+Sulfonilurea (Pioglitazon+Glimepirid)
Jumlah Kasus
4 4 100
15mg+500mg- 30+1000mg
15mg+500mg- 30mg+1000mg 15mg+850mg
4 Tiazolidindion + Biguanid (Pioglitazon + Metformin)
2 2 100
40UI/ml
3 Insulin
8 8 100
2 Sulfonilurea (Glimepirid) 1-6 mg 1-3mg
6 6 100
1 Biguanid 500-3000 mg 500-1000mg
Presenta se
Tepat Dosis
Keterangan : Standar Perkeni 2006 Tabel .9. Kesesuaian Pemberian Antidiabetik N o
Kesesuaian Jenis Obat Kontra Indikasi Kasus dengan
Standar
1 Metformin Pasien dengan gangguan
6
6 fungsi hati atau ginjal, gagal jantung, infeksi atau trauma berat, dehidrasi, wanita
2 Sulfonilurea Pasien dengan gangguan
8
8 (glimepirid) fungsi hati,wanita hamil, wanita menyusui, pasien yang mendapat beta blocker atau
3 Tiazolidindion Pasien dengan jantung,
5
4
- Sulfonilurea gangguan hati, terapi
- 4 Insulin
2
2 kombinasi dengan insulin
- 5 Insulin Wanita hamil, wanita
2
2 sulfonilurea menyusui, gangguan fungsi hati dan gangguan fungsi ginjal.
6 Tiazolidindion Pasien dengan gagal
4
4
- biguanid jantung, gangguan fungsi hati, atau gangguan fungsi
7 Sulfoniurea+bi Pasien dengan gangguan
2
2 guanid fungsi hati atau gangguan fungsi ginjal, wanita hamil, Total
29
28 golongan sulfonilurea , yang Keterangan: Standar IONI 2000 +ISO dikombinasi dengan obat antidiabetik Farmakoterapi 2006 golongan tiazolidindion sedangkan sulfonilurea dikontraindikasikan
Dari penelitian ini kesesuaian pasien untuk pasien yang mempunyai dalam memberikan obat antidiabetik gangguan ginjal. presentasinya 96,55%. Data yang diperoleh, satu kasus pasien DM tipe 2
Potensi Efek Samping dan Interaksi Obat dengan penyakit penyerta gagal ginjal, diberikan terapi antidiabetik Potensi interaksi adalah potensi aksi obat yang diberikan bersamaan dengan obat lain pankreas yang tersisa umumnya aktif, tetapi
8) mempuyai potensi berinteraksi sehingga efek sekresi insulinnya semakin berkurang .
antidiabetik dapat
b. Jenis Kelamin dihambat atau ditingkatkan. Dari penggunaan Dalam hal ini jenis kelamin memang bukan obat-obat penyerta DM ada obat yang dapat faktor risiko tetapi kondisi obesitas yang meningkatkan efek hipoglikemik obat banyak terjadi pada perempuan menjadikan antidiabetik golongan biguanid, sulfonilurea. perempuan rentan menderita DM Tipe 2. Obat-obat yang dapat meningkatkan efek
Namun ada sebuah penelitian yang hioglikemik pada antidiabetik golongan menunjukkan bahwa perempuan lebih sulfonilurea dari data yang diperoleh adalah
7) banyak terkena DM disbanding laki laki .
2
obat golongan antihistamin antagonis H blocker yaitu ranitidin. Dan obat yang c.Diagnosa dapat meningkatkan efek hipoglikemik pada Penyakit penyerta terbanyak adalah demam obat antidiabetik golongan biguanid yaitu tifoid. Demam. Adanya infeksi pada diabetisi obat-obat deuretik yaitu furosemid. Hal sangat berpengaruh terhadap kontrol glukosa tersebut akan dikaji dalam pembahasan darah. Infeksi dapat memperburuk kontrol potensi interaksi obat. glukosa darah, dan kadar glukosa darah yang
Pembahasan tinggi meningkatkan kemudahan atau
5).
memperburuk infeksi Penyakit penyerta DM
a. Umur tipe 2 terbanyak yang kedua adalah gangren. Kasus DM tipe 2 di Rumah Sakit Santo Komplikasi lain DM dapat berupa kerentanan Antonio Baturaja tahun 2014 dari 30 sampel berlebih terhadap infeksi kaki, yang yang diambil paling banyak terjadi pada kemudian dapat berkembang menjadi
9)
umur pada umur 51-55 tahun sebanyak 70 %. ulkus/gangren diabetes . Selanjutnya adalah Data ini sesuai dengan pernyataan dari Hipertensi Heart Disiase (HHD) atau penyakit
American Diabetes Association bahwa usia jantung hipertensi, lalu strok, hipertensi.
diatas 45 tahun merupakan salah satu faktor Penyakit-penyakit tersebut merupakan 6). risiko terjadinya DM Dan hasil penelitian komplikasi pada DM tipe 2. Kelainan Trisnawat,S., dkk usia diatas 50 tahun makrovaskular pada diabetes dapat berupa 7). merupakan faktor reisiko Pada orang berusia penyakit jantung koroner, penyakit10) lebih dari 45 tahun dengan pengaturan diet serebrovaskuler atau strok .
83
83 Indikasi ditetapkan dari gejala klasik DM, dimana glukosa plasma sewaktu ≤ 200 mg/dl.Glukosa plasma sewaktu merupakan hasil pemeriksaan sesaat pada suatu hari tanpa memperhatikan waktu makan terakhir.
Kedua gejala klasik DM dengan kadar glukosa puasa ≥ 126 mg/dl. Puasa diartikan tak mendapat kalori tambahan sedikitnya 8 jam. Ketiga kadar glukosa plasma 2 jam pada
Tepat Obat Kesesuaian penggunaan antidiabetik sebesar 96,55% (dihitung berdasarkan jumlah pasien tepat indikasi). Sulfonilurea merupakan obat antidiabetes yang paling banyak digunakan untuk terapi DM tipe 2 yaitu sebanyak 8 kasus, sedangkan penggunaan metformin sebanyak 6 kasus. Hal ini telah sesuai dengan alogaritma terapi Perkeni 2006 yang menyatakan bahwa terapi farmakologi DM tipe 2 pertama kali menggunakan antidiabetik per oral, apabila kadar glukosa darah tidak turun maka dikombinasikan pemakaian antidiabetik oral misalnya golongan biguanid dan sulfonilurea
5).
Tepat Dosis Pengobatan pasien DM tipe 2 rawat inap di Rumah Sakit Santo Antonio Baturaja periode Januari-Mei 2014 dinyatakan 96,55% tepat dosis, dan 3,45% tidak tepat dosis menurut
Tepat Pasien Penggunaan glimepirid sebanyak 8 kasus memiliki kesesuaian 100% karena kedelapan pasien tersebut tidak memiliki gangguan funsi hati dan ginjal, serta bukan wanita menyusui, pada penggunaan metformin dan insulin memiliki kesesuian sebesar 100%.
Sedangkan untuk kombinasi sulfonilurea dan pioglitazon mempunyai kesesuian 80% dari karena 1 kasus pasien dengan penyakit penyerta DM gagal ginjal, diberikan sulfonilurea (glimepirid 2mg) yang dikombinasikan dengan golongan tiazolidindion (piglitazon 30 mg) , dimana sulfonilurea dikontra indikasikan pada pasien dengan gangguan fungsi ginjal dan hati, wanita hamil, wanita menyusui.
TTGO ≥ 200 mg/dl. TTGO. Semua pasien yang dinyatakan DM sudah tepat indikasi
Potensi Interaksi Antidiabetik dengan Obat Lain Penggunaan obat antidiabetik setelah dikaji dan diteliti ada potensi interaksi yang dapat meningkatkan efek hipogglikemik obat antidiabetik. Untuk golongan sulfonilurea ada potensi interaksi dengan obat antgonis H
2
blocker yaitu ranitidin injeksi. Dalam terapi ini ranitidin diberikan untuk kepada pasien DM tipe 2 dengan penyakit penyerta DM demam tifoid sebanyak 5 kasus, hipertensi sebanyak 2 kasus, gangre sebanyak 1 kasus, abses vagina mengatasi mual dan kembung pada penderita 2.
Quick JD, Rankin JR., Laing RO., demam tifoid, serta untuk mengatasi iritasi dkk (1997). Managing Drug Supply, lambung akibat terap[obat tertentu. Penyakit Edisi ke-2, Management Sciences for penyerta hipertensi jantung diberi terapi obat Health in Collaboration with the antidiabetik golongan biguanid (dua kali sehari) World Health Organization. dengan obat deuretik yaitu furosemid (2 tablet Kumarian Press, Connecticut, USA diminum pagi). Pasien DM tipe 2 dengan strok
3. Kemenkes, 2013. Infodatin, Situasi diberikan terapi antidiabetik golongan dan Analisis Diabetes. Pusat Data biguanid (satu kali sehari) dan diuretik dan Informasi Kementrian Kesehatan (furosemid diminum 2 tablet pagi) bila Republik Indonesia (http:// obat tersebut diberikanbersamaan www.depkes.go.id/infodatin.pdf) furosemid dapat meningkatkan kadar 4.
Siregar,C.J.P.,2006. Farmasi Klinik plasma metformin yang berakibat efek Teori dan Penerapan. Buku hipoglikemik metformin meningkat. Kedokteran EGC.
5. Endokrinologi
Perkumpulan
Indonesia, 2006. Konsensus pengelolaan dan p e n c e g a h a n Kesimpulan Dan Saran d i a b e t e s m e l l i t u s t i p e 2 d i
Peresepan obat untuk pasien rawat inap I n d o n e s i a 2 0 0 6
DM Tipe II di RS Santo Antonio =
Baturaja periode Januari
- – Mei 2014 Kesehatan & kd_penyakit = 12.
pada ketepatan obat terhadap kondisi Diakses 23 Desember 2013) klinik penderita dan ketepatan dosis
6. American Diabetes Association, 2012. sudah termasuk kategori baik, namun
Standar of Medial Care in Diabetes,
potensi efek samping dan resiko (care. diabetes journals, org, 1 terjadinya interaksi obat masih cukup January 2012. Diakses 5 Januari besar.
2014).
7. Trisnawati,S.,Widarsa,T.,Suastika, DAFTAR PUSTAKA
K.,2013. Laporan hasil penelitian 1. Herdian.TR.2014. Klik dokter :Faktor risiko diabetes mellitus tipe menuju sehat, penggunaan obat
2 pasien rawat jalan di Puskesmas
rasional (http
wilayah Kecamatan Denpasar
83
83 8. Tan HJ. dan Rahardja K., 2007.
Obat-obat Penting dan Khasiatnya.Edisi ke-enam, PT.Elex Media Komputindo.Jakarta.
10. Asdie,A.H., 2000. Patogenesis dan terapi diabetes mellitus tipe 2. Hal
18-19, Medika, Fakultas Kedokteran UGM, Yogyakarta