ASKEP GAGAL GINJAL KRONIK (2)

ASKEP GAGAL GINJAL KRONIK
April 24, 2013
PENDAHULUAN
GAGAL GINJAL KRONIK
A. LATAR BELAKANG
Gagal ginjal kronik (GGK) adalah suatu sindrom klinis yang disebabkan penurunan fungsi
ginjal yang bersifat menahun, berlangsung progresif dan cukup lanjut , serta bersifat persisten
dan irreversible.
Menurut catatan medical record RS Fatmawati klien gagal ginjal kronik yang dirawat di RS
Fatmawati pada periode 1 Agustus 2003 – 31 Juli 2004 berjumlah 224 orang atau 6,73% dari
3327 penderita penyakit dalam yang dirawat, adapun periode 1 Agustus 2004 – 31 Juli 2005
berjumlah 237 orang atau 6,03 % dari 3930 klien penyakit dalam yang dirawat, hal ini
menunjukan penurunan jumlah penderita gagal ginjal kronis yang dirawat sebesar 0,33 %,
namun demikian masalah keperawatan yang sering timbul pada gagal ginjal kronik cukup
kompleks, yang meliputi : kelebihan volume cairan, perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan
tubuh, kecemasan, penurunan cardiac out put, gangguan mobilitas fisik, konstipasi / diare,
resiko tinggi injuri perdarahan, perubahan proses pikir dan kurangnya pengetahuan.
Dalam mengatasi berbagai permasalahan yang timbul pada pasien gagal ginjal kronik, peran
perawat sangat penting, diantaranya sebagai pelaksana, pendidik, pengelola, peneliti,
advocate. Sebagai pelaksana, perawat berperan dalam memberikan asuhan keperawatan
secara profesional dan komprehensif yang meliputi : mempertahankan pola nafas yang

efektif, mempertahankan keseimbangan cairan dan elektrolit,
meningkatkan asupan nutrisi yang adekuat, meningkatkan aktivitas yang dapat ditoleransi
dan mencegah injury.
Sebagai pendidik perawat memberikan pendidikan kesehatan, khususnya tentang perbatasan
diet, cairan, dll. Perawat sebagai pengelola, yaitu perawat harus membuat perencanaan
asuhan keperawatan dan bekerja sama dengan tenaga kesehatan lainnya sehingga program
pengobatan dan perawatan dapat berjalan dengan baik. Peran perawat sebagai peneliti adalah
menerapkan hasil penelitian di bidang keperawatan untuk meningkat mutu asuhan
keperawatan. Peran perawat sebagai advocate adalah membela hak klien selama perawatan,
seperti hak klien untuk mengetahui rasional penatalaksanaan medis, pemeriksaan penunjang ,
dan sebagainya.
Berdasarkan uraian diatas maka penulis tertarik untuk mendapatkan gambaran lebih jelas
tentang bagaimana “Asuhan Keperawatan Pada Tn. J Yang Mengalami Gagal Ginjal
Kronik di Lantai Kiri IRNA B Teratai Merah RS Fatmawati Jakarta”.
B. TUJUAN PENULISAN.
1. Tujuan Umum

Memberikan gambaran nyata tentang pelaksanaan Asuhan Keperawatan Pada Tn.J Yang
Mengalami Gagal Ginjal Kronik di Lantai Kiri IRNA B Teratai Merah RS Fatmawati Jakarta
2. Tujuan Khusus

Untuk mendapatkan gambaran nyata tentang :
a. Pengkajian keperawatan pada klien Tn. J yang mengalami gagal ginjal kronik.
b. Diagnosa keperawatan pada klien Tn. J yang mengalami gagal ginjal kronik.
c. Perencanaan keperawatan pada klien Tn. J yang mengalami gagal ginjal kronik.
d. Implementasi pada klien Tn. J yang mengalami gagal ginjal kronik.
e. Hasil evaluasi keperawatan pada klien Tn. J yang mengalami gagal ginjal kronik.
f. Faktor pendukung dan penghambat dalam pelaksanaan asuhan keperawatan pada klien Tn.
J yang mengalami gagal ginjal kronik.
C. METODE PENULISAN
Metode yang digunakan dalam penyelesaian laporan kasus ini adalah :
1. Metode Deskriptif
Metode deskriptif dilakukan dengan pendekatan proses keperawatan, dengan cara
mengumpulkan data langsung dari klien dan keluarga serta kolaborasi dengan tim kesehatan
lain.
2. Metode Kepustakaan
Metode kepustakaan digunakan untuk mendapatkan sumber ilmiah yang berhubungan dengan
masalah yaitu dengan mempelajari buku-buku dan makalah.
D. SISTEMATIKA PENULISAN
Dalam penulisan laporan kasus ini penulis membuat sistematika penulisan sebagai berikut :
BAB I PENDAHULUAN

Bab ini meliputi Latar Belakang Masalah, Tujuan Penulisan secara umum dan khusus,
Metode Penulisan dan Sistematika Penulisan.
BAB II TINJAUAN TEORITIS
Berisikan atas dua Sub bagian pertama menguraikan tentang Konsep Dasar Gagal Ginjal
Kronik meliputi Pengertian, Etiologi, Patofisiologi, Fisiologi, Tanda dan Gejala, Pemeriksaan
penunjang, Komplikasi dan Penatalaksanaan Medis Sub bagian keduamenguraikan tentang
Konsep Asuhan Keperawatan Pada Klien GGK yang meliputi Pengkajian, Diagnosa
Keperawatan, Intervensi, Implementasi, dan Evaluasi Keperawatan.
BAB III TINJAUAN KASUS
Bab ini meliputi Gambaran Kasus, Diagnosa, Perencanaan, Implementasi, dan Evaluasi
Keperawatan.
BAB IV PEMBAHASAN

Berisikan perbandingan antara teori dan fakta yang ada pada kasus, menganalisa faktor-faktor
pendukung dan menghambat dalam mengambil kasus dan menentukan alternatif pemecahan
masalah dalam mengidentifikasi Asuhan Keperawatan.
BAB V PENUTUP
Bab ini merupakan akhir dari laporan penulis yang berisikan tentang Kesimpulan dari Bab I
sampai dengan Bab IV serta Saran-Saran untuk permasalahan yang belum dapat teratasi.
BAB II

TINJAUAN TEORI
A. KONSEP DASAR GAGAL GINJAL KRONIK
1. Pengertian
Gagal ginjal kronik adalah destruksi struktur ginjal yang progresif dan terus menerus. Gagal
ginjal kronik dapat timbul dari hampir semua penyakit. (Elizabeth J. Corwin, 2001)
Gagal ginjal kronik adalah penurunan fungsi ginjal yang bersifat persisten dan irreversibel
(Arif Mansjoer, 1999).
Gagal ginjal kronik (GGK) adalah suatu sindrom klinis yang disebabkan penurunan fungsi
ginjal yang bersifat menahun, berlangsung progresif dan cukup lanjut (Slamet Suyono, 2001).
2. Anatomi dan Fungsi Ginjal.
a. Anatomi Ginjal.
Secara normal, manusia memiliki dua ginjal ( ginjal kanan dan kiri ) setiap ginjal memiliki
panjang 12 cm, lebar 7 cm, dan tebal maksimum 2,5 cm, dan terletak pada bagian belakang
abdomen, posterior terhadap peritoneum, pada cekungan yang berjalan disepanjang sisi
corpus vertebrae. Lemak perinefrik adalah lemak yang melapisi ginjal. Ginjal kanan terletak
agak lebih rendah dari pada ginjal kiri karena adanya hepar pada sisi kanan. Sebuah glandula
adrenalis terletak pada bagian atas setiap ginjal.
Struktur ginjal meliputi, kapsula fibrosa pada bagian luar, korteks adalah bagian ginjal yang
pucat dan berbercak-bercak oleh glomerulus, medula yaitu bagian ginjal yang berwarna gelap
dan bergaris terdiri dari sejumlah papilla renalis yang menonjol kedalam pelvis, dan

pembesaran pada ujung atas ureter. Setiap ginjal dibentuk oleh sekitar satu juta nefron.
Nefron adalah unit struktural dan fungsional ginjal. Setiap nefron terdiri dari tubulus renalis,
glomerulus, dan pembuluh darah yang menyertainya. Setiap tubulus renalis adalah tabung
panjang yang bengkok, dilapisi oleh selapis sel kuboid. Tubulus renalis dimulai sebagai
kapsula bowman, mangkuk berlapis ganda yang menutupi glomerulus, terpuntir sendiri
membentuk tubulus kontortus proksimal, berjalan dari korteks ke medula dan kembali lagi,
membentuk ansa henle, terpuntir sendiri kembali membentuk tubulus kontortus distal. Dan
berakhir dengan memasuki duktus koligentes. Setiap duktus koligentes berjalan melalui
medula ginjal, bergabung dengan duktus koligentes dari nefron lain. Dan mereka membuka
bersama pada permukaan papila renalis didalam pelvis ureter.

b. Fungsi Ginjal
1) Pengaturan cairan tubuh dan mengontrol keseimbangan asam basa.
2) Ekskresi produk akhir metabolisme.
3) Memproduksi Hormon.
Selain fungsinya sebagai pengendali keseimbangan air dan kimia tubuh, ginjal menghasilkan
renin dan eritropitin. Renin diproduksi oleh sel-sel tertentu dalam dinding arteriol yang
dilalui darah menuju glomerulus. Renin disekresi bila tekanan darah sangat menurun
sehingga jumlah darah yang melewati ginjal tidak cukup. Hormon ini meningkatkan tekanan
darah.Hormon lain yang disekresi ginjal asalah eritropoetin. Eritropoeitin disekresi oleh

ginjal sebagai respon terhadap penurunan tekanan oksigen normal. Hormon ini merangsang
pembentukan eritrosit dalam sumsum tulang dan meningkatkan jumlah darah yang tersedia
untuk pengangkutan oksigen. Fungsi ginjal yang lain memproduksi vitamin D yang aktif
secara biologis. (J Gibson, 2001).
3. Etiologi
Menurut Guyton (1997) penyebab GGK adalah :
a. Gangguan Imunologi
- Glomerulonefritis
- Poliarteritis Nodusa.
- Lupus Eritematosus.
b. Gangguan Metabolik
- Diabetes mellitus.
- Amiloidosis.
c. Gangguan Pembuluh Darah Ginjal.
- Arterosklerosis.
- Nefrosklerosis.
d. Infeksi.
- Pielonefritis.
- Tuberkulosis.
e. Obstruksi traktur Urinarius.

- Batu Ginjal
- Hipertropi Prostat.
- Konstriksi Uretra.
f. Kelainan Kongenital
- Penyakit polikistik.
- Tidak adanya jaringan ginjal yang bersifat kongenital ( hipoksia renalis ).
4. Patofisiologi

Menurut Price S Anderson (2000), Elizabeth Crowin (2000) dan Guyton (l997) patofisiologi
gagal ginjal kronik yang disebabkan oleh hipertensi adalah sebagai berikut : Hipertensi
menyebabkan penurunan perfusi renal yang mengakibatkan terjadinya kerusakan parenkim
ginjal. Hal ini menyebabkan peningkatan renin dan meningkatkan angiotensin II, selanjutnya
angiotensin II dapat menyebabkan dua hal yaitu : peningkatan aldosteron dan vasokonstriksi
arteriol. Pada kondisi peningkatan aldosteron, akan meningkatkan reabsorpsi natrium,
natrium akan meningkat di cairan ekstraseluler sehingga menyebabkan retensi air dan
peningkatan volume cairan ekstraseluler. Pada vasokonstriksi arteriol terjadi peningkatan
tekanan glomerulus, hal ini akan menyebabkan kerusakan pada nefron, sehingga laju filtrasi
glomerulus menurun. Sebagai kompensasi dari penurunan laju filtrasi menurun, maka kerja
nefron yang masih normal akan meningkat sampai akhirnya mengalami hipertrofi. Pada
kondisi hipertrofi akan meningkatkan filtrasi cairan tetapi reabsorbsi cairan tubulus menurun,

protein di tubulus di ekskresikan ke urine (proteinuria) yang menyebabkan penurunan protein
plasma (hipoproteinemia), hipoalbuminemia, dan penurunan tekanan onkotik kapiler.
Penurunan tekanan onkotik kapiler menyebabkan edema anasarka. Pada edema anasarka akan
menekan kapiler-kapiler kecil dan syaraf yang akhirnya terjadi hipoksia jaringan. Penurunan
GFR lebih lanjut akan menyebabkan tubuh tidak mampu membuang air, garam dan sisa
metabolisme, sehingga terjadisindrom uremia. Sindrome uremia akan meningkatkan zat-zat
sisa nitrogen, akhirnya terjadi : rasa lelah, anoreksia, mual dan muntah. Patofisiologi ini dapat
lebih jelas lagi dilihat pada skema berikut ( hal 10 ).
Skema Patofisiologi Gagal Ginjal Kronik Karena Hipertensi
Hipertensi
Penurunan aliran darah ke ginjal
Peningkatan Renin
Peningkatan Angiotensin
Vasokonstriksi
Peningkatan tekanan glomerulus
Kerusakan Nefron
GFR menurun
Kompensasi Peningkatan kerja nefron normal
Hipertrofi Nefron
— Meningkatkan Filtrasi Cairan

— Reabsorpsi cairan tubulus menurun
Proteinuria
Penurunan protein Plasma
Penurunan tekanan onkotik kapiler
Edema Anasarka

Menekan kapiler kecil dan saraf
Hipoksia jaringan
Penurunan GFR lanjut
Ginjal tidak mampu membuang air, garam, sisa metabolisme
Sindrom uremik
Peningkatan zat sisa nitrogen, lelah, anorexia, mual, muntah
Aldosteron meningkat
Meningkatkan reabsorpsi Natrium
Natrium meningkat
pada cairan ekstraseluler
Retensi air
Peningkatan volume
5. Stadium Gagal Ginjal Kronik.
Stadium gagal ginjal kronik didasarkan pada tingkat penurunan GFR (Glomerular Filtration

Rate) Crowin (2000) meliputi :
- Penurunan cadangan ginjal : terjadi apabila GFR turun 50 % dari normal.
- Insufisiensi ginjal : terjadi apabila GFR turun menjadi 20 – 50 % dari normal. Nefronnefron yang tersisa sangat rentan mengalami kerusakan sendiri karena beratnya beban yang
diterima.
- Gagal ginjal : terjadi apabila GFR kurang dari 20 % dari normal, semakin banyak nefron
yang mati.
- Penyakit ginjal stadium akhir : terjadi apabila GFR menjadi
6. Tanda Dan Gejala
Menurut Suyono (200l) Tanda dan gejala Gagal ginjal kronik adalah :
a. Gangguan pada sistem gastrointestinal.
- Anoreksia, mual, dan muntah yang berhubungan dengan gangguan metabolisme protein
dalam usus dan terbentuknya zat – zat toksik.
- Fetor uremik : disebabkan ureum yang berlebihan pada air liur yang diubah menjadi amonia
oleh bakteri sehingga nafas berbau amonia.
- Cegukan, belum diketahui penyebabnya.
b. Gangguan sistem Hematologi dan kulit.
- Anemia, karena berkurangnya produksi eritropoetin.
- Kulit pucat karena anemia dan kekuningan karena penimbunan urokrom.
- Gatal-gatal akibat toksin uremik.
- Trombositopenia (penurunan kadar trombosit dalam darah).

- Gangguan fungsi kulit (Fagositosis dan kemotaksis berkurang).
c. Sistem Syaraf dan otak.

- Miopati, kelelahan dan hipertropi otot.
- Ensepalopati metabolik : Lemah, Tidak bisa tidur, gangguan konsentrasi.
d. Sistem Kardiovaskuler.
- Hipertensi.
- Nyeri dada, sesak nafas.
- Gangguan irama jantung akibat sklerosis dini.
- Edema.
e. Sistem endokrin.
- Gangguan seksual : libido, fertilitas dan penurunan seksual pada laki-laki, pada wanita
muncul gangguan menstruasi.
- Gangguan metabolisme glukosa, retensi insulin dan gangguan sekresi insulin.
g. Gangguan pada sistem lain.
- Tulang : osteodistrofi renal.
- Asidosis metabolik akibat penimbunan asam organik.
7. Komplikasi Gagal Ginjal Kronik.
Menurut Smeltzer (2000), komplikasi potensial gagal ginjal kronik yang memerlukan
pendekatan kolaboratif dalam perawatan, mencakup :
- Hiperkalemia : akibat penurunan ekskresi, asidosis metabolik, katabolisme dan masukan
diet berlebih.
- Perikarditis : efusi perikardial , dan tamponade jantung akibat retensi produk sampah
uremik dan dialisis yang tidak adekuat.
- Hipertensi akibat retensi cairan dan natrium serta mal fungsi sistem renin, angiotensin,
aldosteron.
- Anemia : akibat penurunan eritropoetin, penurunan rentang usia sel darah merah,
perdarahan gastro intestinal.
- Penyakit tulang serta kalsifikasi metastatik akibat retensi fosfat.
8. Pemeriksaan Penunjang Pada Klien Gagal Ginjal Kronik.
Menurut Doenges (2000) pemeriksaan penunjang pada pasien GGK adalah :
- Volume urine : Biasanya kurang dari 400 ml/ 24 jam (fase oliguria) terjadi dalam (24 jam –
48) jam setelah ginjal rusak.
- Warna Urine : Kotor, sedimen kecoklatan menunjukan adanya darah.
- Berat jenis urine : Kurang dari l, 020 menunjukan penyakit ginjal contoh :
glomerulonefritis, pielonefritis dengan kehilangan kemampuan memekatkan : menetap pada
l, 0l0 menunjukkan kerusakan ginjal berat.
- pH : Lebih besar dari 7 ditemukan pada ISK, nekrosis tubular ginjal dan rasio urine/ serum
saring (1 : 1).
- Kliren kreatinin : Peningkatan kreatinin serum menunjukan kerusakan ginjal.

- Natrium : Biasanya menurun tetapi dapat lebih dari 40 mEq/ ltr bila ginjal tidak mampu
mengabsorpsi natrium.
- Bikarbonat : Meningkat bila ada asidosis metabolik.
- Protein : Proteinuria derajat tinggi (+3 – +4 ) sangat menunjukkan kerusakan glomerulus
bila Sel darah merah dan warna Sel darah merah tambahan juga ada. Protein derajat rendah
(+1 – +2 ) dan dapat menunjukan infeksi atau nefritis intertisial.
- Warna tambahan : Biasanya tanda penyakit ginjal atau infeksi tambahan warna merah
diduga nefritis glomerulus.
Darah:
- Hemoglobin : Menurun pada anemia.
- Sel darah merah : Sering menurun mengikuti peningkatan kerapuhan / penurunan hidup.
- pH : Asidosis metabolik (
- Kreatinin : Biasanya meningkat pada proporsi rasio (l0:1).
- Osmolalitas : Lebih besar dari 28,5 m Osm/ kg, sering sama dengan urine .
- Kalium : Meningkat sehubungan dengan retensi urine dengan perpindahan seluler (asidosis)
atau pengeluaran jaringan (hemolisis sel darah merah).
- Natrium : Biasanya meningkat, tetapi dapat bervariasi.
- pH, Kalium & bikarbonat : Menurun.
- Klorida fosfat & Magnesium : Meningkat.
- Protein : Penurunan pada kadar serum dapat menunjukan kehilangan protein melalui urine,
perpindahan cairan penurunan pemasukan dan penurunan sintesis karena kekurangan asam
amino esensial.
- Ultrasono ginjal : Menentukan ukuran ginjal dan adanya masa / kista (obstruksi pada
saluran kemih bagian atas).
- Biopsi ginjal : Dilakukan secara endoskopik untuk menentukan sel jaringan untuk diagnosis
histologis.
- Endoskopi ginjal / nefroskopi : Untuk menentukan pelvis ginjal (adanya batu, hematuria).
- E K G : Mungkin abnormal menunjukkan ketidak seimbangan asam / basa.
9. Penatalaksanaan Medis.
Menurut Arief Mansjoer (2000) penatalaksanaan yang dilakukan pada klien dengan gagal
ginjal kronik :
a. Optimalisasi dan pertahankan keseimbangan cairan dan garam.
Pada beberapa pasien, furosemid dosis besar (250- 1000 mg/hr) atau diuretik loop(bumetanid,
asam etakrinat) diperlukan untuk mencegah kelebihan cairan, sementara pasien lain mungkin
memerlukan suplemen natrium klorida atau natrium bikarbonat oral. Pengawasan dilakukan
melalui berat badan, urine dan pencatatan keseimbangan cairan.
b. Diet tinggi kalori dan rendah protein.

Diet rendah protein (20- 40 gr/hr) dan tinggi kalori menghilangkan gejala anoreksia dan
nausea (mual) dan uremia , menyebabkan penurunan ureum dan perbaikan gejala. Hindari
masukan berlebihan dari kalium dan garam.
c. Kontrol Hipertensi.
Bila tidak dikontrol dapat terakselerasi dengan hasil akhir gagal jantung kiri. Pada pasien
hipertensi dengan penyakit ginjal, keseimbangan garam dan cairan diatur tersendiri tanpa
tergantung tekanan darah.
d. Kontrol ketidakseimbangan elektrolit.
Untuk mencegah hiperkalemia, hindari masukan kalium yang besar, diuretik hemat kalium,
obat-obatan yang berhubungan dengan ekskresi kalium (misalnya, obat anti-inflamasi
nonsteroid).
e. Mencegah penyakit tulang.
Hiperfosfatemia dikontrol dengan obat yang mengikat fosfat seperti aluminium hidroksida
(300-1800 mg) atau kalsium karbonat (500- 3000 mg) pada setiap makan.
f. Deteksi dini dan terapi infeksi.
Pasien uremia harus diterapi sebagai pasien imonosupuratif dan terapi lebih ketat.
g. Modifikasi terapi obat dengan fungsi ginjal.
Banyak obat-obatan yang harus diturunkan dosisnya karena metaboliknya toksik yang
dikeluarkan oleh ginjal Misalnya: analgesik opiate, dan alupurinol.
h. Deteksi terapi komplikasi.
Awasi dengan ketat kemungkinan ensefalopati uremia, perikarditis, neuropati perifer,
hiperkalemia meningkat, kelebihan volume cairan yang meningkat, infeksi yang mengancam
jiwa, kegagalan untuk bertahan, sehingga diperlukan dialisis.
i. Persiapan dialisis dan program transplantasi.
Hemodialisis adalah dialisis yang dilakukan diluar tubuh. Pada hemodialis, darah dikeluarkan
dari tubuh, melalui sebuah kateter, masuk kedalam sebuah alat besar. Didalam mesin tersebut
terdapat ruang yang dipisahkan oleh sebuah membran semipermiabel. Darah dimasukkan ke
salah satu ruang. Sedangkan ruang yang lain di isi oleh cairan dialilsis dan diantara ke duanya
akan terjadi difusi.
Tujuan : Menjaga keseimbangan cairan dalam tubuh, mengeluarkan sisa akhir produk
metabolisme dalam tubuh, menormalkan pH dalam tubuh.
Indikasi : Hemodialisa pasa gagal ginjal kronik adalah berdasarkan data klinis dan biokimia :
1). Klinis meliputi : sindrom uremia , penurunan kesadaran, over load, unuria ( lebih dari 3
hari )
2). Biokimia meliputi : Uremia ( > 200 mg/dl ), hiperkalemia ( > 7 mEq/l), asidosis ( pH
darah

B. KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN GAGAL GINJAL
KRONIK.
1. Pengkajian.
Menurut Doenges (2002), pengkajian keperawatan pada klien GGK meliputi :
a. Riwayat keperawatan.
- Usia.
- Jenis kelamin.
- Berat Badan, Tinggi Badan.
- Riwayat Penyakit Keluarga
- Riwayat gagal ginjal kronik
b. Pemeriksaan fisik.
1) Aktifitas :
Subjektif : Keletihan, kelemahan, malaise.
Objektif : Kelemahan otot, kehilangan tonus
2) Sirkulasi :
S : – Hipotensi / hipertensi (termasuk hipertensi maligna)
- Eklamsi / hipertensi akibat kehamilan
- Disritmia jantung
O : Nadi lemah / halus, hipertensi : ortostatik (hipovolemia), nadi kuat hipervolemia, edema
jaringan umum, termasuk area priorbital, mata kaki, sacrum, pucat, kecenderungan
perdarahan.
3) Eliminasi
S : Perubahan pola berkemih biasanya : peningkatan frekuensi : poliuria (kegagalan dini) atau
penurunan frekwensi / oliguria (fase akhir), disuria, ragu-ragu, dorongan, dan retensi
(inflamasi / obstruksi, infeksi).
O : – Abdomen kembung, diare, konstipasi
- Riwayat batu / kalkuli
4) Makanan / cairan
S : – Peningkatan berat badan (edema), penurunan berat badan (dehidrasi)
- Mual, muntah, anoreksia, nyeri uluhati
- Penggunaan diuretik
O : Perubahan turgor kulit / kelembaban edema (umum, bagian bawah)
5) Neurosensori
S : Sakit kepala, penglihatan kabur
O : Gangguan status mental, contoh penurunan lapang pandang, ketidakmampuan
berkonsentrasi, hilangnya memori, kacau, penurunan tingkat kesadaran (ozotemia)
ketidakseimbangan elektrolit (asam / basa).

6) Nyeri / kenyamanan
S : Nyeri tubuh, sakit kepala.
O : Perilaku hati-hati / distraksi, gelisah.
7) Pernafasan
S : Nafas pendek.
O : Takipnea, dispnea, peningkatan frekuensi, kedalaman (pernafasan kusmaul), nafas
amonia, batuk produktif dengan sputum kental merah muda (edema paru).
8) Keamanan
S : Adanya reaksi transfusi.
O : – Demam (sepsis, dehidrasi).
- Petekie, area kulit ekimosis.
- Pruritus, kulit kering.
- Fraktur tulang, deposit kalsium, jaringan lunak sendi.
- Keterbatasan gerak sendi.
9) Seksualitas
O : Penurunan libido, amenorea, infertilitas.
10) Interaksi sosial
O : Kesulitan menentukan kondisi, contoh tidak mampu bekerja, mempertahankan fungsi
peran biasanya dalam keluarga.
11) Penyuluhan pembelajaran
O : – Riwayat DM keluarga, nefritis herediter kalkus urinarius.
- Riwayat terpajan toksin : obat, racun lingkungan.
- Penggunaan antibiotik nefrotoksik saat ini / berulang.
c. Pemeriksaan diagnostik
Hasil pemeriksaan diagnostik yang perlu diindentifikasi untuk mendukung menegakkan
diagnosa keperawatan, meliputi hasil pemeriksaan laboratorium urine dan darah serta
radiologi, untuk lebih jelas dapat di baca pada konsep dasar GGK (hal 13-15).
2. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan yang umum ditemukan pada klien GGK menurut Doenges(2002) dan
Smeltzer (2002).
a. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan penurunan haluran urine, diet berlebihan,
retensi cairan dan natrium.
b. Perubahan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan anoreksia, mual,
muntah, pembatasan diet, dan perubahan membran mukosa mulut.
c. Risiko tinggi terhadap penurunan curah jantung berhubungan dengan ketidakseimbangan
cairan yang mempengaruhi volume sirkulasi kerja miokardial.

d. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan keletihan, anemia, retensi produksi sampah dan
prosedur dialisis.
e. Gangguan harga diri berhubungan dengan ketergantungan, perubahan peran, perubahan
citra tubuh & disfungsi seksual.
f. Risiko tinggi kerusakan integritas kulit berhubungan dengan gangguan status metabolik
sirkulasi dan sensasi, gangguan turgor kulit, penurunan aktivitas / mobilisasi.
g. Kurang pengetahuan tentang kondisi dan penanganan berhubungan dengan kurang
informasi.
3. Prinsip Perencanaan Keperawatan
Menurut Marilyn E Doenges : (2002), Brunner & Suddarth : (2002).
a. Mempertahankan keseimbangan cairan dengan cara :
- Mengukur intake out put cairan / 24 jam, mengkaji turgor kulit, mengkaji edema, TTV.
- Membatasi asupan cairan 500 cc / 24 jam.
- Memantau hasil pemeriksaan laboratorium: Kreatinin natrium, kalium, ureum, klorida, pH.
b. Mempertahankan asupan nutrisi adekuat dengan cara :
Mencatat asupan nutrisi, mengkaji pola diet nutrisi klien, anjurkan cemilan tinggi kalori
rendah protein, rendah natrium.
c. Meningkatkan partisipasi klien dalam aktivitas yang dapat ditoleransi dengan
cara :Mengkaji faktor yang menimbulkan keletihan, anjurkan istirahat setelah dialisis,
tingkatkan kemandirian dalam aktivitas perawatan diri yang dapat di toleransi, bantu jika
keletihan terjadi
d. Memperbaiki konsep diri dengan cara :
Mengkaji respon reaksi pasien dan keluarga terhadap penyakit dan penanganan, mengkaji
koping pasien dan keluarga, ciptakan diskusi terbuka
e. Meningkatkan pengetahuan mengenal kondisi dan penanganannya dengan cara :
- Mengkaji pemahaman mengenai penyebab gagal ginjal kronik
- Jelaskan fungsi ginjal sesuai dengan tingkat pemahaman.
- Diskusikan masalah nutrisi lain :
Contoh pemasukan masukan protein sesuai dengan fungsi ginjal
- Anjurkan masukan kalori tinggi khususnya karbohidrat.
- Kolaborasi
Terapi obat : kalsium (ikatan Fosfat : contoh : antisida Aluminium hidroksida)
f. Mempertahankan curah jantung dengan cara :
- Memantau TD dan frekuensi jantung, nadi perifer, pengisian kapiler.
- Kaji aktifitas, respon terhadap aktifitas
- Kaji adanya hipertensi : awasi TD, perhatikan perubahan postural : duduk, berdiri,
berbaring.

- Kolaborasi :
Awasi elektorit (kalium, natrium, kalsium, magnesium) foto dada, berikan obat anti
hipertensi : Kaptopril, klondin.
g. Mempertahankan kulit tubuh dengan cara :
- Inspeksi kulit, memantau cairan dan hidrasi kulit dan membran mukosa, ubah posisi dengan
sering, berikan lotion untuk perawatan kulit, selidiki keluhan gatal .
- Inpeksi kulit terhadap perubahan warna, tugor, pruritus.
- Pantau masukan cairan, membarqan mukosa dan hidrasi kulit
- Berikan perawatan kulit, batasi penggunaan sabun, berikan salep atau krim (misal : lanolin,
aquaphor)
4. Implementasi
Implementasi yang dilakukan berdasarkan rencana keperawatan yang telah dibuat dan
disesuaikan dengan kondisi klien.
5. Evaluasi.
Hasil evaluasi keperawatan pada klien gagal ginjal kronik menurut Smeltzer : 2002, dan
Doenges : 2002 adalah :
- Intake out put seimbang.
- Status nutrisi adekuat.
- Curah jantung adekuat.
- Klien berpartisipasi dalam aktivitas yang dapat ditoleransi.
- Tidak terjadi perubahan / gangguan konsep diri.
- Risiko tinggi kerusakan integritas kulit tidak terjadi.
- Peningkatan pemahaman klien dan keluarga mengenai kondisi dan pengobatan.
DAFTAR PUSTAKA
Brunner and Suddarth. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, Edisi 3 Volume 8.
Jakarta : EGC
Carpenito, Lynda Juall. 2001. Rencana Asuhan dan Dokumentasi Keperawatan.Edisi 2,
Jakarta ; EGC
Corwin, Elizabeth. J. 2000. Buku Saku Phatofisiologi. Jakarta ; EGC
Doengoes, E. Marylinn. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan, Edisi I, FKUI : Media
Aesculapius
Guyton and Hall. 1997. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 9. Jakarta : EGC
Mansjoer, Arif. 1999. Kapita Selekta Kedokteran. Edisi 3. Volume II. Jakarta : Media
Aesculapius
Price, Sylvia. A. 1995. Patofisiologi. Jakarta : EGC
Suyono, dkk. 2001. Ilmu Penyakit Dalam. Jilid I. Jakarta : FK