Metodologi Penelitian Kualitatif Motivas Indonesia
Metodologi Penelitian Kualitatif
Motivasi Waria Menjadi Seorang
Pengamen di Sekitar Stasiun Tugu
Yogyakarta
Oleh :
Cintya Arnisita
11417144032
ILMU ADMINISTRASI NEGARA (B)
FAKULTAS ILMU SOSIAL
UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA
2013
A. Latar Belakang
Motivasi adalah proses yang menjelaskan intensitas, arah, dan ketekunan
seorang individu untuk mencapai tujuannya. Tiga elemen utama dalam definisi ini
adalah intensitas, arah, dan ketekunan. Berdasarkan teori hierarki kebutuhan Abraham
Maslow, teori X dan Y Douglas McGregor maupun teori motivasi kontemporer, arti
motivasi adalah alasan yang mendasari sebuah perbuatan yang dilakukan oleh seorang
individu. Seseorang dikatakan memiliki motivasi tinggi dapat diartikan orang tersebut
memiliki alasan yang sangat kuat untuk mencapai apa yang diinginkannya dengan
mengerjakan pekerjaannya yang sekarang.
Mengamen adalah pekerjaan yang praktis dan mudah untuk dilakukan.
Pengamen jalanan adalah para kelompok pengangguran yang tidak memiliki
pendidikan atau kurang berpendidikan sehingga membuat mereka cenderung
mengamen daripada mencari pekerjaan lain. Pengamen terdiri dari anak – anak,
remaja, orang dewasa dan salah satunya waria (wanita pria).
Waria adalah akronim dari wanita pria. Dalam Kamus Besar Bahasa
Indonesia, memiliki arti "pria yang bertingkah laku dan atau memiliki perasaan
seperti wanita". Ada dua padanan kata ini, yaitu (1) wadam, hawa dan adam dan (2)
banci. Ketiga definisi kata tersebut menunjuk pada satu keadaan yang sama, yaitu
seorang berjenis kelamin pria yang merasa dirinya wanita. Belakangan ini banyak
pengamen waria di jalanan maupun di tempat – tempat makan di pinggir jalan.
Hampir semua orang pernah melihat waria mengamen di jalanan. Mereka memakai
rias wanita dengan membawa peralatan mengamen. Semakin banyak pengamen waria
ini, membuat orang lain terkadang takut dan justru dengan cepat memberikan uang
kepada waria yang mengamen. Orang
lain justru jarang menolak atau tak
memberikan uang kepada mereka. Tetapi belum tentu waria yang mengamen adalah
memang waria asli.
Oleh karena itu, peneliti ingin mengetahui motivasi waria mengamen di
pinggir jalan daerah stasiun tugu. Dengan demikian, akan diketahui apa yang menjadi
motivasi waria mengamen serta hal – hal yang menyebabkannya.
B. Rumusan Masalah
Mengapa seorang waria termotivasi menjadi seorang pengamen ?
C. Pedoman Wawancara
1. Mengapa waria termotivasi untuk mengamen di Jalan ?
2. Hal – hal apa yang menyebabkan mereka mengamen ?
3. Mengapa menjadi waria ketika mengamen ?
4. Mengapa mereka memilih mengamen di sekitar stasiun tugu Yogyakarta ?
5. Mengapa mereka mengamen menggunakan rias waria ? Apakah uang yang
diperoleh lebih banyak ?
6. Berapa penghasilan mereka sehari – hari saat mengamen ?
7. Apa suka dan duka mereka saat mengamen ?
D. Transkrip percakapan
Cintya Arnisita
: Hallo mbak, boleh ngobrol ngobrol sebentar ?
Narasumber
: Ohh, boleh mbak.
Cintya Arnisita
: Namanya siapa mbak ?
Narasumber
: Ninik
Cintya Arnisita
: Aslinya darimana ?
Narasumber
: Asli magelang tapi bukan di Blabaknya.
( Terjadi percakapan antara pewawancara dengan narasumber tentang profesi
narasumber dan tentang teman teman narasumber )
Cintya Arnisita
: Kalau malam tinggalnya dimana ?
Narasumber
: Disini di kos – kos-an Sidomulyo. Salon sekalian buat tidur,
kalau siang buka salon.
Cintya Arnisita
: Motivasi menjadi pengamen itu apa ? Kerja sambilan atau
bagaimana ?
Narasumber
: Kalau saya ya buat kerja sambilan, ya emang buat sehari –
hari kalau malam. Mencari nafkah dan tambah – tambah, buat
hidup, ya makan, mencukupi kebutuhan. Setiap malam saya
mengamen, gitu. Jadi kalau siang, enggak.
Cintya Arnisita
: Apa yang menyebabkan mbak Ninik mengamen ? Alasan
mbak Ninik mengamen.
Narasumber
: Sebuah kebutuhan. Kalau cuma kerja di salon nggak cukup,
salon kan belum tentu setiap hari rame. Untuk menutup
pengeluaran saya, ya saya mengamen supaya tetep bisa hidup
dengan kerja keras sendiri.
Cintya Arnisita
: Mengapa mbak Ninik memilih mengamen ?
Narasumber
: Ya mungkin kemampuan saya masih sebatas itu, saya dulu
belajar untuk menjadi tukang salon juga dari mbak Febri. Lalu,
saya membuka salon sendiri. Kalau malam, saya mengisi waktu
untuk mengamen, belum untuk pekerjaan lainnya.
Cintya Arnisita
: O.. gitu. Kalau mbak Ninik punya temen cowok sering dandan
cewek gitu, ada nggak ? Tapi aslinya cowok.
Narasumber
: Ada juga mbak, banyak juga.
Cintya Arnisita
: Dia dandan hanya untuk ngamen ya ?
Narasumber
: Itu ada. Maaf kata dia malas kerja terus mau cari kerjaan
susah apalagi kalau cowok kan, barangkali dia mikir “daripada
begini aku lebih baik mengamen ikut waria”. Ada juga sih
temen saya di kampung situ juga. Kalau malam dia didandani,
dia ngamen dari siang sampai sore.
Cintya Arnisita
: Oo. . gitu ya ? Berarti motivasinya cuma untuk cari uang aja ?
Mengapa dia memilih mengamen berdandan waria ?
Narasumber
: Iya, mungkin dia melihat kalau mengamen berdandan ala
waria, uang yang dihasilkan akan lebih banyak daripada
mengamen biasa. Ya kerjanya cuma begitu aja. Kalau saya kan
asli perempuan. Hahahaha
Cintya Arnisita
: Pendapatan sehari – hari kalau ngamen itu berapa ?
Narasumber
: Nggak tentu sih mbak. Namanya rejeki itu Allah yang ngatur.
Berapapun pendapatan saya, itu anugerah dari Allah, yang
penting 1, saya nggak nyuri dan nggak nipu.
Cintya Arnisita
: Yang halal – halal aja ya ?
Narasumber
: Iya yang penting halal. Dikasih syukur, nggak dikasih ya
emang itu bukan milik kita, bukan rejekinya.
Cintya Arnisita
: Tapi itu rata – ratanya dapat berapa perhari ?
Narasumber
: Kadang kalau ramai kayak malam minggu gini ya Rp
150.000,00 – Rp 200.000,00. Dari kos sampai Kotabaru.
Cintya Arnisita
: Sampai Kotabaru jalan kaki ?
Narasumber
: Iya, jalan kaki namanya kerja ya harus berusaha. Hehe
Cintya Arnisita
: Rute ngamennya darimana sampai mana ?
Narasumber
: Kalau dari sini ( KopiJoss) ke Kotabaru terus ke Batas Kota
Ke Jalan Solo akhirnya ke Pocinan.
Cintya Arnisita
: Mengapa memilih rute sekitar stasiun tugu ?
Narasumber
: Gini mbak, di sini banyak anak muda nongkrong, jadi
biasanya di tempat menongkrong pasti banyak pendapatannya.
Di sekitar stasiun ini kan rame, kota Yogyakarta juga terkenal
di daerah sekitar sini.
Cintya Arnisita
: O.. iya. Apa suka dukanya mengamen ? Kalau ngamen gitu
ada perebutan lahan nggak ?
Narasumber
: Dukanya, kadang waria kalau ngamen sewaktu ada cowokcowok, nggak boleh sama mereka. Ya sudah, kita aja yang
ngalah daripada rebut kan mbak. Lalu yang diperebutkan uang
yang nggak seberapa kan malu juga. Lebih baik nunggu aja,
kalau dia mau duluan ya silahkan, kalau kita masuk
belakangan, ya nggak kenapa kenapa terserah mereka aja. Di
dunia ini nggak nyari musuh, cari saudara mbak, siapa tahu
temen jadi saudara, eh terkadang saudara jadi musuh.
Cintya Arnisita
: Kalau di jalan waktu lagi ngamen sering ketemu waria lain,
apakah saling menyapa atau bagaimana ?
Narasumber
: Ya kalau udah saling kenal ya iya, kalau belum ya kenalan,
gitu. Ya itu bisa termasuk sukanya. Bisa kenal dengan waria –
waria lainnya, nambah teman saudara.
Cintya Arnisita
: Apa ikut organisasi waria ?
Narasumber
: Iya ada organisasinya, di pondok pesantren waria mbak
Mariani.
Cintya Arnisita
: Dimana itu ?
Narasumber
: Ini lho mbak, deket pasar Pathuk, Jogjachicken belakangnya.
Cintya Arnisita
: Kok nggak ikut organisasi LSM kebaya ?
Narasumber
: Kebaya ikut juga. Jadi kita ini tidak membandingkan diantara
satu dengan yang lainnya. Saya samakan, kalau ada rapat
disana ya ikut. Ikut juga di IWY( Ikatan Waria Yogyakarta ).
IWY itu tempatnya mbak Shinta Ratri. Semua waria yang ada
di Jogja dapat kartu anggota. Jadi dari organisasi – organisasi
dapat semua. Jadi kalau ada razia waktu mengamen itu bisa
pakai kartu itu.
Cintya Arnisita
: Oo. . jadi semacam payung perlindungan ?
Narasumber
: Iya gitu. Jadi waria yang ada disini berarti waria yang ada di
Jogja. Kalau enggak berarti itu pendatang.
Cintya Arnisita
: Kalau waria pendatang apakah bisa ikut organisasi ?
Narasumber
: O.. bisa, asal ada yang bawa.
Cintya Arnisita
: Jadi malah seperti nepotisme ya ?
Narasumber
: Haha iya bener.
Cintya Arnisita
: Iya mbak. Saya rasa cukup ngobrol – ngobrol dengan mbak
Ninik.
Oya sebelumnya terimakasih ya, udah mau ngobrol
ngobrol. Maaf kalau ada yang menyinggung.
Narasumber
: Iya, sama sama, kalau nanti butuh ngobrol – ngobrol lagi,
datang aja ke salon.
Cintya Arnisita
: Iya mbak terimakasih. Hati – hati di Jalan semoga ngamennya
dapat banyak.
E. Resume / Pembahasan
Fenomena social yang saya ambil dalam metode penelitian kualitatif ini yaitu
tentang fenomena social pengamen waria. Tema yang saya pilih adalah “Motivasi
Waria Menjadi Seorang Pengamen di Sekitar Stasiun Tugu Yogyakarta”. Waria yang
menjadi narasumber penelitian ini bernama mbak Ninik. Mbak Ninik berasal dari
magelang dan di Jogja bertempat tinggal di kos Sidomulyo. Pekerjaan mbak Ninik
ada dua bidang, yaitu kapster dan pengamen. Kalau siang, beliau membuka salon di
kos tempat tinggal beliau. Jika malam hari, beliau mengamen di jalanan.
Motivasi mbak Ninik mengamen untuk dapat
kerja sambilan, untuk
keseharian kalau malam. Mencari nafkah dan agar mendapat tambahan uang untuk
hidup, makan, mencukupi kebutuhan pokok dan kebutuhan lainnya. Setiap malam
mbak Ninik mengamen, tetapi kalau siang beliau membuka salon pribadinya untuk
biaya hidup, pekerjaan utama mbak Ninik seorang kapster di salon pribadinya. Mbak
Ninik terdorong mengamen karena sebuah kebutuhan. Kalau mbak Ninik hanya
bekerja di salon,tidak dapat mencukupi kebutuhan yang harus dipenuhinya. Salon
yang beliau kelola tidak selalu ramai oleh pengunjung, pengunjung tidak dapat
ditebak kapan akan datang ke salon. Untuk menutup pengeluaran mbak Ninik, beliau
mengamen supaya dapat bisa hidup dengan hasil kerja sendiri. Mbak Ninik memilih
mengamen untuk sebuah pekerjaan tambahan karena kemampuan beliau masih
sebatas itu, beliau dulu belajar untuk menjadi tukang salon (kapster) juga dari mbak
Febri. Lalu, mbak Ninik memulai untuk mencoba membangun usaha salon sendiri.
Kalau malam, beliau mengisi waktu untuk mengamen, belum untuk pekerjaan
lainnya, bukan karena tidak mau untuk melakukan pekerjaan lain tetapi karena beliau
mempunyai keterbatasan kemampuan untuk pekerjaan yang lebih baik dari
mengamen. Mbak Ninik memilih mengamen di sekitar stasiun tugu. Rute
mengamennya dari Kopi Joss belakang stasiun tugu ke Kotabaru terus ke Batas Kota
lalu Jalan Solo dan terakhir ke daerah Pocinan pinggir kali code. Di sekitar stasiun
tugu banyak anak muda nongkrong, jadi biasanya di tempat menongkrong pasti
banyak pendapatan yang diperoleh saat mengamen. Di sekitar stasiun ini ramai, kota
Yogyakarta juga terkenal di daerah sekitar stasiun tugu. Mbak Ninik adalah seorang
waria yang tidak hanya beriaskan wanita saat mengamen. Beliau mengaku wanita
tulen, tetapi mbak Ninik mengaku bahwa biasanya banyak pria yang beriaskan wanita
untuk sekedar mengamen. Pria yang berdandan wanita itu malas bekerja lalu ingin
mencari kerja susah karena pekerjaan untuk pria lebih sedikit daripada lowongan
pekerjaan yang ditujukan kepada wanita. Biasanya mereka berfikir daripada hanya
menganggur lebih baik mengamen dengan waria - waria. Banyak teman mbak Ninik
yang seperti itu. Kalau malam mereka memakai rias, mereka mengamen dari siang
sampai sore. Mereka berpendapat bahwa mengamen berias wanita akan lebih banyak
hasil yang diperoleh daripada mengamen biasa berias ala kadarnya. Penghasilan yang
diperoleh oleh mbak Ninik sekitar Rp 150.000,00 – Rp 200.000,00 setiap hari. Jika
ramai ya mungkin bisa memperoleh hasil yang lebih banyak. Pengalaman mengamen
mbak Ninik mempunyai banyak suka dan duka. Suka yang didapat oleh mbak Ninik
kalau sudah bertemu dengan sesame waria di Jalan dapat saling kenal , kalau belum
kenal dapat saling berkenalan. Bisa kenal dengan waria – waria lainnya, nambah
teman saudara itu sebuah kesenangan yang didapat. Duka yang di dapat mbak Ninik
kadang waria kalau mengamen sewaktu ada cowok- cowok, tidak diperbolehkan
mengamen oleh mereka. Mbak Ninik memilih untuk mengalah daripada ribut atau
berantem. Lalu yang diperebutkan itu uang yang tidak seberapa, Mbak Ninik merasa
malu jika bertengkar hanya gara gara perebutan uang saja. Lebih baik menunggu
pengamen pria selesai mengamen, kalau mereka mau duluan mbak Ninik
mempersilahkan, kalau beliau masuk belakangan, tidak menjadi masalah bagi beliau
untuk menurut kepada mereka. Di dunia ini tidak mencari musuh, tetapi mencari
saudara, temen bisa jadi saudara, terkadang saudara jadi musuh. Resiko yang dihadapi
mbak Ninik tidak kecil tetapi besar.
Fenomena seorang waria mengamen bukan hal yang langka, tetapi mereka
mengamen mempunyai alasan yang baik. Mereka tidak ingin mencari nafkah dengan
hal yang tidak halal, hanya karena keterbatasan pengetahuan dan kemampuan mereka
mengamen.
Daftar Pustaka
http://www.kulinet.com/baca/waria-oh-waria/257/ ( 17 April 08:52 )
http://id.wikipedia.org/wiki/Motivasi ( 17 April 2013 08:52 )
Motivasi Waria Menjadi Seorang
Pengamen di Sekitar Stasiun Tugu
Yogyakarta
Oleh :
Cintya Arnisita
11417144032
ILMU ADMINISTRASI NEGARA (B)
FAKULTAS ILMU SOSIAL
UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA
2013
A. Latar Belakang
Motivasi adalah proses yang menjelaskan intensitas, arah, dan ketekunan
seorang individu untuk mencapai tujuannya. Tiga elemen utama dalam definisi ini
adalah intensitas, arah, dan ketekunan. Berdasarkan teori hierarki kebutuhan Abraham
Maslow, teori X dan Y Douglas McGregor maupun teori motivasi kontemporer, arti
motivasi adalah alasan yang mendasari sebuah perbuatan yang dilakukan oleh seorang
individu. Seseorang dikatakan memiliki motivasi tinggi dapat diartikan orang tersebut
memiliki alasan yang sangat kuat untuk mencapai apa yang diinginkannya dengan
mengerjakan pekerjaannya yang sekarang.
Mengamen adalah pekerjaan yang praktis dan mudah untuk dilakukan.
Pengamen jalanan adalah para kelompok pengangguran yang tidak memiliki
pendidikan atau kurang berpendidikan sehingga membuat mereka cenderung
mengamen daripada mencari pekerjaan lain. Pengamen terdiri dari anak – anak,
remaja, orang dewasa dan salah satunya waria (wanita pria).
Waria adalah akronim dari wanita pria. Dalam Kamus Besar Bahasa
Indonesia, memiliki arti "pria yang bertingkah laku dan atau memiliki perasaan
seperti wanita". Ada dua padanan kata ini, yaitu (1) wadam, hawa dan adam dan (2)
banci. Ketiga definisi kata tersebut menunjuk pada satu keadaan yang sama, yaitu
seorang berjenis kelamin pria yang merasa dirinya wanita. Belakangan ini banyak
pengamen waria di jalanan maupun di tempat – tempat makan di pinggir jalan.
Hampir semua orang pernah melihat waria mengamen di jalanan. Mereka memakai
rias wanita dengan membawa peralatan mengamen. Semakin banyak pengamen waria
ini, membuat orang lain terkadang takut dan justru dengan cepat memberikan uang
kepada waria yang mengamen. Orang
lain justru jarang menolak atau tak
memberikan uang kepada mereka. Tetapi belum tentu waria yang mengamen adalah
memang waria asli.
Oleh karena itu, peneliti ingin mengetahui motivasi waria mengamen di
pinggir jalan daerah stasiun tugu. Dengan demikian, akan diketahui apa yang menjadi
motivasi waria mengamen serta hal – hal yang menyebabkannya.
B. Rumusan Masalah
Mengapa seorang waria termotivasi menjadi seorang pengamen ?
C. Pedoman Wawancara
1. Mengapa waria termotivasi untuk mengamen di Jalan ?
2. Hal – hal apa yang menyebabkan mereka mengamen ?
3. Mengapa menjadi waria ketika mengamen ?
4. Mengapa mereka memilih mengamen di sekitar stasiun tugu Yogyakarta ?
5. Mengapa mereka mengamen menggunakan rias waria ? Apakah uang yang
diperoleh lebih banyak ?
6. Berapa penghasilan mereka sehari – hari saat mengamen ?
7. Apa suka dan duka mereka saat mengamen ?
D. Transkrip percakapan
Cintya Arnisita
: Hallo mbak, boleh ngobrol ngobrol sebentar ?
Narasumber
: Ohh, boleh mbak.
Cintya Arnisita
: Namanya siapa mbak ?
Narasumber
: Ninik
Cintya Arnisita
: Aslinya darimana ?
Narasumber
: Asli magelang tapi bukan di Blabaknya.
( Terjadi percakapan antara pewawancara dengan narasumber tentang profesi
narasumber dan tentang teman teman narasumber )
Cintya Arnisita
: Kalau malam tinggalnya dimana ?
Narasumber
: Disini di kos – kos-an Sidomulyo. Salon sekalian buat tidur,
kalau siang buka salon.
Cintya Arnisita
: Motivasi menjadi pengamen itu apa ? Kerja sambilan atau
bagaimana ?
Narasumber
: Kalau saya ya buat kerja sambilan, ya emang buat sehari –
hari kalau malam. Mencari nafkah dan tambah – tambah, buat
hidup, ya makan, mencukupi kebutuhan. Setiap malam saya
mengamen, gitu. Jadi kalau siang, enggak.
Cintya Arnisita
: Apa yang menyebabkan mbak Ninik mengamen ? Alasan
mbak Ninik mengamen.
Narasumber
: Sebuah kebutuhan. Kalau cuma kerja di salon nggak cukup,
salon kan belum tentu setiap hari rame. Untuk menutup
pengeluaran saya, ya saya mengamen supaya tetep bisa hidup
dengan kerja keras sendiri.
Cintya Arnisita
: Mengapa mbak Ninik memilih mengamen ?
Narasumber
: Ya mungkin kemampuan saya masih sebatas itu, saya dulu
belajar untuk menjadi tukang salon juga dari mbak Febri. Lalu,
saya membuka salon sendiri. Kalau malam, saya mengisi waktu
untuk mengamen, belum untuk pekerjaan lainnya.
Cintya Arnisita
: O.. gitu. Kalau mbak Ninik punya temen cowok sering dandan
cewek gitu, ada nggak ? Tapi aslinya cowok.
Narasumber
: Ada juga mbak, banyak juga.
Cintya Arnisita
: Dia dandan hanya untuk ngamen ya ?
Narasumber
: Itu ada. Maaf kata dia malas kerja terus mau cari kerjaan
susah apalagi kalau cowok kan, barangkali dia mikir “daripada
begini aku lebih baik mengamen ikut waria”. Ada juga sih
temen saya di kampung situ juga. Kalau malam dia didandani,
dia ngamen dari siang sampai sore.
Cintya Arnisita
: Oo. . gitu ya ? Berarti motivasinya cuma untuk cari uang aja ?
Mengapa dia memilih mengamen berdandan waria ?
Narasumber
: Iya, mungkin dia melihat kalau mengamen berdandan ala
waria, uang yang dihasilkan akan lebih banyak daripada
mengamen biasa. Ya kerjanya cuma begitu aja. Kalau saya kan
asli perempuan. Hahahaha
Cintya Arnisita
: Pendapatan sehari – hari kalau ngamen itu berapa ?
Narasumber
: Nggak tentu sih mbak. Namanya rejeki itu Allah yang ngatur.
Berapapun pendapatan saya, itu anugerah dari Allah, yang
penting 1, saya nggak nyuri dan nggak nipu.
Cintya Arnisita
: Yang halal – halal aja ya ?
Narasumber
: Iya yang penting halal. Dikasih syukur, nggak dikasih ya
emang itu bukan milik kita, bukan rejekinya.
Cintya Arnisita
: Tapi itu rata – ratanya dapat berapa perhari ?
Narasumber
: Kadang kalau ramai kayak malam minggu gini ya Rp
150.000,00 – Rp 200.000,00. Dari kos sampai Kotabaru.
Cintya Arnisita
: Sampai Kotabaru jalan kaki ?
Narasumber
: Iya, jalan kaki namanya kerja ya harus berusaha. Hehe
Cintya Arnisita
: Rute ngamennya darimana sampai mana ?
Narasumber
: Kalau dari sini ( KopiJoss) ke Kotabaru terus ke Batas Kota
Ke Jalan Solo akhirnya ke Pocinan.
Cintya Arnisita
: Mengapa memilih rute sekitar stasiun tugu ?
Narasumber
: Gini mbak, di sini banyak anak muda nongkrong, jadi
biasanya di tempat menongkrong pasti banyak pendapatannya.
Di sekitar stasiun ini kan rame, kota Yogyakarta juga terkenal
di daerah sekitar sini.
Cintya Arnisita
: O.. iya. Apa suka dukanya mengamen ? Kalau ngamen gitu
ada perebutan lahan nggak ?
Narasumber
: Dukanya, kadang waria kalau ngamen sewaktu ada cowokcowok, nggak boleh sama mereka. Ya sudah, kita aja yang
ngalah daripada rebut kan mbak. Lalu yang diperebutkan uang
yang nggak seberapa kan malu juga. Lebih baik nunggu aja,
kalau dia mau duluan ya silahkan, kalau kita masuk
belakangan, ya nggak kenapa kenapa terserah mereka aja. Di
dunia ini nggak nyari musuh, cari saudara mbak, siapa tahu
temen jadi saudara, eh terkadang saudara jadi musuh.
Cintya Arnisita
: Kalau di jalan waktu lagi ngamen sering ketemu waria lain,
apakah saling menyapa atau bagaimana ?
Narasumber
: Ya kalau udah saling kenal ya iya, kalau belum ya kenalan,
gitu. Ya itu bisa termasuk sukanya. Bisa kenal dengan waria –
waria lainnya, nambah teman saudara.
Cintya Arnisita
: Apa ikut organisasi waria ?
Narasumber
: Iya ada organisasinya, di pondok pesantren waria mbak
Mariani.
Cintya Arnisita
: Dimana itu ?
Narasumber
: Ini lho mbak, deket pasar Pathuk, Jogjachicken belakangnya.
Cintya Arnisita
: Kok nggak ikut organisasi LSM kebaya ?
Narasumber
: Kebaya ikut juga. Jadi kita ini tidak membandingkan diantara
satu dengan yang lainnya. Saya samakan, kalau ada rapat
disana ya ikut. Ikut juga di IWY( Ikatan Waria Yogyakarta ).
IWY itu tempatnya mbak Shinta Ratri. Semua waria yang ada
di Jogja dapat kartu anggota. Jadi dari organisasi – organisasi
dapat semua. Jadi kalau ada razia waktu mengamen itu bisa
pakai kartu itu.
Cintya Arnisita
: Oo. . jadi semacam payung perlindungan ?
Narasumber
: Iya gitu. Jadi waria yang ada disini berarti waria yang ada di
Jogja. Kalau enggak berarti itu pendatang.
Cintya Arnisita
: Kalau waria pendatang apakah bisa ikut organisasi ?
Narasumber
: O.. bisa, asal ada yang bawa.
Cintya Arnisita
: Jadi malah seperti nepotisme ya ?
Narasumber
: Haha iya bener.
Cintya Arnisita
: Iya mbak. Saya rasa cukup ngobrol – ngobrol dengan mbak
Ninik.
Oya sebelumnya terimakasih ya, udah mau ngobrol
ngobrol. Maaf kalau ada yang menyinggung.
Narasumber
: Iya, sama sama, kalau nanti butuh ngobrol – ngobrol lagi,
datang aja ke salon.
Cintya Arnisita
: Iya mbak terimakasih. Hati – hati di Jalan semoga ngamennya
dapat banyak.
E. Resume / Pembahasan
Fenomena social yang saya ambil dalam metode penelitian kualitatif ini yaitu
tentang fenomena social pengamen waria. Tema yang saya pilih adalah “Motivasi
Waria Menjadi Seorang Pengamen di Sekitar Stasiun Tugu Yogyakarta”. Waria yang
menjadi narasumber penelitian ini bernama mbak Ninik. Mbak Ninik berasal dari
magelang dan di Jogja bertempat tinggal di kos Sidomulyo. Pekerjaan mbak Ninik
ada dua bidang, yaitu kapster dan pengamen. Kalau siang, beliau membuka salon di
kos tempat tinggal beliau. Jika malam hari, beliau mengamen di jalanan.
Motivasi mbak Ninik mengamen untuk dapat
kerja sambilan, untuk
keseharian kalau malam. Mencari nafkah dan agar mendapat tambahan uang untuk
hidup, makan, mencukupi kebutuhan pokok dan kebutuhan lainnya. Setiap malam
mbak Ninik mengamen, tetapi kalau siang beliau membuka salon pribadinya untuk
biaya hidup, pekerjaan utama mbak Ninik seorang kapster di salon pribadinya. Mbak
Ninik terdorong mengamen karena sebuah kebutuhan. Kalau mbak Ninik hanya
bekerja di salon,tidak dapat mencukupi kebutuhan yang harus dipenuhinya. Salon
yang beliau kelola tidak selalu ramai oleh pengunjung, pengunjung tidak dapat
ditebak kapan akan datang ke salon. Untuk menutup pengeluaran mbak Ninik, beliau
mengamen supaya dapat bisa hidup dengan hasil kerja sendiri. Mbak Ninik memilih
mengamen untuk sebuah pekerjaan tambahan karena kemampuan beliau masih
sebatas itu, beliau dulu belajar untuk menjadi tukang salon (kapster) juga dari mbak
Febri. Lalu, mbak Ninik memulai untuk mencoba membangun usaha salon sendiri.
Kalau malam, beliau mengisi waktu untuk mengamen, belum untuk pekerjaan
lainnya, bukan karena tidak mau untuk melakukan pekerjaan lain tetapi karena beliau
mempunyai keterbatasan kemampuan untuk pekerjaan yang lebih baik dari
mengamen. Mbak Ninik memilih mengamen di sekitar stasiun tugu. Rute
mengamennya dari Kopi Joss belakang stasiun tugu ke Kotabaru terus ke Batas Kota
lalu Jalan Solo dan terakhir ke daerah Pocinan pinggir kali code. Di sekitar stasiun
tugu banyak anak muda nongkrong, jadi biasanya di tempat menongkrong pasti
banyak pendapatan yang diperoleh saat mengamen. Di sekitar stasiun ini ramai, kota
Yogyakarta juga terkenal di daerah sekitar stasiun tugu. Mbak Ninik adalah seorang
waria yang tidak hanya beriaskan wanita saat mengamen. Beliau mengaku wanita
tulen, tetapi mbak Ninik mengaku bahwa biasanya banyak pria yang beriaskan wanita
untuk sekedar mengamen. Pria yang berdandan wanita itu malas bekerja lalu ingin
mencari kerja susah karena pekerjaan untuk pria lebih sedikit daripada lowongan
pekerjaan yang ditujukan kepada wanita. Biasanya mereka berfikir daripada hanya
menganggur lebih baik mengamen dengan waria - waria. Banyak teman mbak Ninik
yang seperti itu. Kalau malam mereka memakai rias, mereka mengamen dari siang
sampai sore. Mereka berpendapat bahwa mengamen berias wanita akan lebih banyak
hasil yang diperoleh daripada mengamen biasa berias ala kadarnya. Penghasilan yang
diperoleh oleh mbak Ninik sekitar Rp 150.000,00 – Rp 200.000,00 setiap hari. Jika
ramai ya mungkin bisa memperoleh hasil yang lebih banyak. Pengalaman mengamen
mbak Ninik mempunyai banyak suka dan duka. Suka yang didapat oleh mbak Ninik
kalau sudah bertemu dengan sesame waria di Jalan dapat saling kenal , kalau belum
kenal dapat saling berkenalan. Bisa kenal dengan waria – waria lainnya, nambah
teman saudara itu sebuah kesenangan yang didapat. Duka yang di dapat mbak Ninik
kadang waria kalau mengamen sewaktu ada cowok- cowok, tidak diperbolehkan
mengamen oleh mereka. Mbak Ninik memilih untuk mengalah daripada ribut atau
berantem. Lalu yang diperebutkan itu uang yang tidak seberapa, Mbak Ninik merasa
malu jika bertengkar hanya gara gara perebutan uang saja. Lebih baik menunggu
pengamen pria selesai mengamen, kalau mereka mau duluan mbak Ninik
mempersilahkan, kalau beliau masuk belakangan, tidak menjadi masalah bagi beliau
untuk menurut kepada mereka. Di dunia ini tidak mencari musuh, tetapi mencari
saudara, temen bisa jadi saudara, terkadang saudara jadi musuh. Resiko yang dihadapi
mbak Ninik tidak kecil tetapi besar.
Fenomena seorang waria mengamen bukan hal yang langka, tetapi mereka
mengamen mempunyai alasan yang baik. Mereka tidak ingin mencari nafkah dengan
hal yang tidak halal, hanya karena keterbatasan pengetahuan dan kemampuan mereka
mengamen.
Daftar Pustaka
http://www.kulinet.com/baca/waria-oh-waria/257/ ( 17 April 08:52 )
http://id.wikipedia.org/wiki/Motivasi ( 17 April 2013 08:52 )