makalah peningkatan mutu pendidikan BAB

makalah peningkatan mutu pendidikan
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Masalah
Pendidikan dianggap sebagai suatu investasi yang paling berharga dalam
bentuk peningkatan kualitas sumber daya insani untuk pembangunan suatu bangsa.
Sering kali kebesaran suatu bangsa diukur dari sejauhmana masyarakatnya
mengenyam pendidikan. Semakin tinggi pendidikan yang dimiliki oleh suatu
masyarakat, maka semakin majulah bangsa tersebut. Kualitas pendidikan tidak saja
dilihat dari kemegahan fasilitas pendidikan yang dimiliki, tetapi sejauhmana output
(lulusan) suatu pendidikan dapat membangun sebagai manusia yang paripurna.
Penyelenggaraan pendidikan di Indonesia dilakukan dalam tiga jalur, yaitu
pendidikan formal, pendidikan non formal, dan pendidikan informal. Hal ini
sebagaimana disuratkan dalam Undang-undang No. 20 Tahun 2003 tentang system
pendidikan nasional pasal I ayat 10, 11, 12, dan 13:
“(10) Satuan pendidikan adalah kelompok layanan pendidikan yang
menyelenggarakan pendidikan pada jalur formal, non-formal, dan informal pada setiap
jenjang dan jenis pendidikan. (11) Pendidikan formal adalah jalur pendidikan yang
terstruktur dan berjenjang yang terdiri atas pendidikan dasar, pendidikan menengah,
dan pendidikan tinggi. (12) Pendidikan non-formal adalah jalur pendidikan diluar
pendidikan formal yang dapat dilaksanakan secara terstruktur dan berjenjang. (13)

Pendidikan informal adalah jalur pendidikan keluarga dan lingkungan”.
Penyelenggaran pendidikan yang dilakukan secara terstruktur adalah
pendidikan yang diselenggarakan pada jalur formal dan non-formal. Pada hakekatnya
pendidikan yang menyumbang terhadap pembangunan bangsa adalah pendidikan pada
tiga jalur tersebut. Ketiga jalur tersebut merupakan trilogi pendidikan yang secara
sinergis membangun bangsa melalui pembangunan sumber daya insani dari tidak tahu
menjadi tahu, dari tahu menjadi terampil, dan dari terampil menjadi ahli.
1.2. Tujuan Penulisan
Tujuan penulisan makalah ini adalah untuk memberikan wawasan dan
pengetahuan kepada mahasiswa mengenai manajemen mutu yang diterapkan di
sekolah, selain itu juga sebagai tugas kelompok mata kuliah Pengelolaan Pendidikan.
1.3. Prosedur Pemecahan Masalah

Dalam pemecahan masalah ini yaitu dengan melakukan observasi secara
langsung ke sekolah, yaitu SMPN 29 Bandung, dan melakukan wawancara kepada
guru dan pihak sekolah terkait.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1. Sejarah Mutu
Konsep manajemen mutu merupakan sebuah konsep yang berasal dari Total Quality

Management (TQM). TQM pertamakali diperkenalkan pada tahun 1920an oleh
Edward Deming di Jepang. Konsep TQM pada awalnya berkembang dari pemikiran
untuk mewujudkan produk yang bermutu sampai pada akhirnya meliputi semua aspek
dalam organisasi.
Perkembangan upaya mewujudkan mutu dapat ditelusuri dari konsep “inspection”
kemudian berkembang “quality control and statistical theory”, selanjutnya
berkembang “quality in Japan” yang menghantarkan pada konsep “total quality”.
Perkembangan selanjutnya adalah “total quality management” kemudian berkembang
menjadi “quality awards and excellence model”. Perkembangan selanjutnya adalah
“business excellence”.
2.2. Pengertian Mutu
Dalam kamus Bahasa Indonesia mutu diartikan sebagai baik buruk sesuatu, kualitas,
taraf atau derajat.
Mutu adalah gambaran dan karakteristik menyeluruh dari barang atau jasa yang
menunjukkan kemampuannya dalam memuaskan kebutuhan yang diharapkan oleh
pelanggan. Sallis (1993) mendefinisikan mutu dalam dua perspektif, yaitu mutu
absolut dan mutu relatif. Mutu absolut merupakan mutu dalam arti yang tidak bias
ditawar-tawar lagi atau bersifat mutlak. Dalam pandangan absolut, mutu diartikan
sebagai ukuran yang terbaik menurut pertimbangan produsen dalam memproduksi
suatu barang atau jasa. Sedangkan menurut mutu relatif diartikan sebagai mutu yang

ditetapkan oleh selera konsumen. Dengan demikian suatu barang atau jasa dapat
disebut bermutu oleh seorang konsumen, tetapi belum tentu dikatakan bermutu oleh
konsumen yang lainnya. Pandangan mengenai mutu ini mengimplikasikan bahwa
barang atau jasa yang diproduksi harus selalu mengutamakan kesesuaian antara
kebermutuan dalam perspektif absolut dan relatif.
2.3. Definisi Manajemen Mutu Terpadu
Manajemen mutu terpadu merupakan sebuah konsep yang mengaplikasikan berbagai
prinsip mutu untuk menjamin suatu produk barang atau jasa memiliki spesifikasi.

Pendekatan manajemen mutu dilakukan secara menyeluruh yaitu mulai dari input,
proses, output, dan outcome. Dilakukan secara berkelanjutan untuk menunjukkan
bahwa upaya mewujudkan mutu merupakan bagian kerja keseharian bukan sesuatu
yang temporal (sewaktu-waktu).
Semua komponen sistem organisasi diposisikan sebagai bagian untuk menjamin mutu
dan disinergikan melalui kepemimpinan mutu.
Beberapa isu yang dibuat oleh konferensi Dewan Mutu pada Mei 1990 (Ross, 1993:12) adalah sebagai berikut:
a. A cultural based on a management philosophy of meeting customer requirements
trough continous improvement (satu perubahan budaya didasarkan pada filosofi
manajemen sesuai dengan tuntutan pelanggan melalui perbaikan berkelanjutan).
b. Management behavior that includes acting as role models, use of quality

processes and tools, encouraging communications, sponsoring feedback
activities and a supporting environment (perilaku manajemen juga harus
berperan sebagai model, menggunakan alat dan proses mutu, mendorong
komunikasi, mensponsori umpan balik, dan mendukung lingkungan).
c. Mechanism of change including training, communications, recognition,
teamwork, and customer satisfaction program (mekanisme perubahan meliputi:
pelatihan, komunikasi perubahan, pengenalan, kerjasama kelompok, dan
program pemuasan pelanggan).
d. Implementing TQM by defining the mission, identifying system output, identifying
customers, negotiating customers, requirements, developing a suppliers
specification that details customer requirements and expectation, and
determining the necessary required to fulfill those requirements and
expectations.

(pengimplikasian

TQM

dengan


mendefinisikan

misi,

mengidentifikasi system output, bernegosiasi dengan tuntutan pelanggan,
mengembangkan spesifikasi bagi supplier sebagaimana diharapkan dan dituntut
pelanggan, dan menentukan syarat-syarat yang perlu untuk mengisi harapan dan
tuntutan pelanggan).
2.4. Prinsip Mutu
Prinsip mutu adalah sejumlah asumsi yang dinilai dan diyakini memiliki kekuatan
untuk mewujudkan mutu. Akan hal ini, berbagai ahli dan organisasi mencoba
merumuskan prinsip-prinsip yang paling tepat untuk dapat mewujudkan mutu dalam
organisasi. Ada delapan prinsip mutu berdasarkan versi ISO (Igit,2007:1), yaitu:
1. Customer Focused Organization

2. Leadership
3. Involvement of People
4. Process Aproach
5. System Aproach to Management
6. Continual Improvement

7. Factual Aproach to Decision Making
8. Mutually Beneficial Supplier-relationship.
2.5. Komponen Mutu
Komponen mutu merupakan bagian-bagian yang harus ada dalam upaya untuk
mewujudkan mutu. Bagian-bagian ini merupakan pendukung dan menjadi prasyarat
dimilikinya mutu, beberapa komponen mutu yang dimaksud adalah:
1. Kepemimpinan yang berorientasi pada mutu
2. Pendidikan dan pelatihan (diklat)
3. Struktur pendukung
4. Komunikasi
5. Ganjaran dan pengakuan
6. Pengukuran
2.6. Implementasi Manajemen Mutu melalui Konsep MPMBS
MPMBS adalah sebuah singkatan dari Manajemen Peningkatan Mutu Berbasis
Sekolah, yaitu sebagai model desentralisasi dalam bidang pendidikan, khususnya
untuk pendidikan dasar dan menengah diyakini sebagai model yang akan
mempermudah pencapaian tujuan pendidikan. Dalam konteks penyelenggaraan
persekolahan saat ini konsep MPMBS dijadikan sebagai suatu kebijakan untuk
meningkatkan mutu pendidikan.
Peningkatan mutu pendidikan di Indonesia harus dilakukan dengan menggunakan

pendekatan MPMBS, karena selama ini strategi pembangunan pendidikan selama ini
bersifat input oriented. Strategi yang demikian lebih bersandar kepada asumsi bahwa
bilamana semua input pendidikan telah dipenuhi, seperti penyediaan buku-buku dana
alat belajar lainnya, penyediaan sarana pendidikan, pelatihan guru dan tenaga

kependidikan lainnya, maka secara otomatis lembaga pendidikan akan dapat
menghasilkan output yang bermutu sebagaimana yang diharapkan.
Lebih lanjut Umaedi (1999) mengungkapkan bahwa konsep MPMBS adalah konsep
yang menawarkan kerjasama yang erat antara tiga pihak yang terkait dengan
penyelenggaraan persekolahan, yaitu sekolah, masyarakat, dan pemerintah dengan
tanggungjawabnya masing-masing. MPMBS ini berkembang didasarkan kepada suatu
keinginan pemberian kemandirian kepada sekolah untuk ikut terlibat secara aktif dan
dinamis dalam rangka proses peningkatan kualitas pendidikan melalui pengelolaan
sumber daya sekolah yang ada. Sedangkan kata mutu dalam MPMBS ini memiliki
makna mutu proses dan hasil. Prestasi yang dicapai atau hasil pendidikan dapat berupa
prestasi akademik maupun non-akademik. Bahkan prestasi sekolah dapat berupa
kondisi yang tidak dapat dipegang seperti suasana disiplin, keakraban, saling
menghormati, kebersihan, dsb.
Kerangka kerja MPMBS sebagaimana dikemukakan Umaedi (1999:7-9) meliputi:
1. Sumber daya

2. Pertanggungjawaban
3. Kurikulum
4. Personil sekolah
Dalam rangka umum, mutu mengandung makna derajat (tingkat) keunggulan suatu
produk (hasil kerja/upaya) baik berupa barang maupun jasa, baik yang tangible
maupun intangible. Dalam konteks pendidikan pengertian mutu dalam hal ini mengacu
pada proses pendidikan dan hasil pendidikan. Dalam “proses pendidikan” yang
bermutu terlibat sebagai input, seperti: bahan ajar (kognitif, afektif, atau
psikomotorik), metodologi (bervariasi sesuai kemampuan guru), sarana sekolah,
dukungan administrasi dan sarana prasarana dan sumber daya lainnya serta penciptaan
suasana yang kondusif. Manajemen sekolah, dukungan kelas berfungsi mensinkronkan
berbagai input tersebut atau mensinergikan semua komponen dalam interaksi (proses)
belajar mengajar baik antara guru, siswa, dan sarana pendukung di kelas maupun di
luar kelas, baik konteks kurikuler maupun ekstra-kurikuler, baik dalam lingkup
substansi yang akademis maupun yang non-akademis dalam suasana yang mendukung
proses pembelajaran. Mutu dalam konteks “hasil pendidikan” mengacu pada prestasi
yang dicapai oleh sekolah pada setiap kurun waktu tertentu (apakah tiap akhir cawu,
akhir tahun, 2 tahun atau 5 tahun, bahkan 10 tahun). Prestasi yang dicapai atau hasil
pendidikan (student achievement) dapat berupa hasil test kemampuan akademis
(misalnya ulangan umum, Ebta atau Ebtanas). Dapat pula prestasi di bidang lain

seperti prestasi di suatu cabang olahraga, seni, atau keterampilan tambahan tertentu
misalnya: komputer, beragam jenis teknik, jasa. Bahkan prestasi sekolah dapat berupa

kondisi yang tidak dapat dipegang (intangible) seperti suasana disiplin, keakraban,
saling menghormati, kebersihan, dsb.
Antara proses dan hasil pendidikan yang bermutu saling berhubungan. Akan
tetapi agar proses yang baik itu tidak salah arah, maka mutu dalam artian hasil (output)
harus dirumuskan lebih dahulu oleh sekolah, dan harus jelas target yang akan dicapai
untuk setiap tahun atau kurun waktu lainnya. Berbagai input dan proses harus selalu
mengacu pada mutu hasil (output) yang ingin dicapai. Dengan kata lain tanggung
jawab sekolah dalam school based quality improvement bukan hanya pada proses,
tetapi tanggung jawab akhirnya adalah pada hasil yang dicapai. Untuk mengetahui
hasil/prestasi yang dicapai oleh sekolah, terutama yang menyangkut aspek
kemampuan akademik atau kognitif dapat dilakukan benchmarking (menggunakan
titik acuan standar, misalnya NEM). Evaluasi terhadap seluruh hasil pendidikan pada
tiap sekolah baik yang sudah ada patokannya (benchmarking) maupun yang lain
(kegiatan ekstra-kurikuler) dilakukan oleh individu sekolah sebagai evaluasi diri dan
dimanfaatkan untuk memperbaiki target mutu dan proses pendidikan tahun berikutnya.
2.7. Kerangka Kerja dalam Manajemen Peningkatan Mutu Berbasis Sekolah
Dalam manajemen peningkatan mutu berbasis sekolah ini diharapkan sekolah dapat

bekerjasama dalam koridor-koridor tertentu antara lain sebagai berikut:
a. Sumber Daya
Sekolah harus mempunyai fleksibilitas dalam mengatur semua sumber daya sesuai
dengan kebutuhan setempat. Selain pembiayaan operasional/administrasi,
pengelolaan keuangan harus ditujukan untuk: (i) memperkuat sekolah dalam
menentukan dan mengalokasikan dana sesuai dengan skala prioritas yang telah
ditetapkan untuk proses peningkatan mutu, (ii) pemisahan antara biaya yang
bersifat akademis dari proses pengadaannya, dan (iii) pengurangan kebutuhan
birokrasi pusat.
b. Pertanggungjawaban (accountability)
Sekolah dituntut untuk memiliki akuntabilitas baik kepada masyarakat maupun
pemerintah. Hal ini merupakan perpaduan antara komitmen terhadap standar
keberhasilan dan harapan/tuntutan orang tua/masyarakat. Pertanggungjawaban ini
bertujuan untuk meyakinkan bahwa dana masyarakat dipergunakan sesuai dengan
kebijakan yang telah ditentukan dalam rangka meningkatkan kualitas pendidikan
dan jika mungkin untuk menyajikan informasi mengenai apa yang sudah
dikerjakan.

Untuk


itu

setiap

sekolah

harus

memberikan

laporan

pertanggungjawaban dan mengkomunikasikannya kepada orang tua/masyarakat
dan pemerintah, dan melaksanakan kaji ulang secara komprehensif terhadap
pelaksanaan program prioritas sekolah dalam proses peningkatan mutu.

c. Kurikulum
Berdasarkan kurikulum standar yang telah ditentukan secara nasional, sekolah
bertanggungjawab untuk mengembangkan kurikulum baik dari standar materi
(content) dan proses penyampaiannya. Melalui penjelasan bahwa materi tersebut
ada manfaat dan relevansinya terhadap siswa, sekolah harus menciptakan suasana
belajar yang menyenangkan dan melibatkan semua indera dan lapisan otak serta
menciptakan tantangan agar siswa tumbuh dan berkembang secara intelektual
dengan menguasai ilmu pengetahuan, terampil, memiliki sikap arif dan bijaksana,
karakter dan memiliki kematangan emosional. Ada tiga hal yang harus
diperhatikan dalam kegiatan ini yaitu:
 Pengembangan kurikulum tersebut harus memenuhi kebutuhan siswa
 Bagaimana mengembangkan keterampilan pengelolaan untuk menyajikan
kurikulum tersebut kepada siswa sedapat mungkin secara efektif dan efisien
dengan memperhatikan sumber daya yang ada
 Pengembangan berbagai pendekatan yang mampu mengatur perubahan
sebagai fenomena alamiah di sekolah.
Untuk melihat progress pencapaian kurikulum, siswa harus dinilai melalui
proses test yang dibuat sesuai dengan standar nasional dan mencakup berbagai
aspek kognitif, afektif, dan psikomotor maupun aspek psikologi lainnya. Proses
ini akan memberikan masukan ulang secara obyektif kepada orang tua
mengenai anak mereka (siswa) dan kepada sekolah yang bersangkutan maupun
sekolah lainnya mengenai performa sekolah sehubungan dengan proses
peningkatan mutu pendidikan.
d. Personil Sekolah
Sekolah bertanggungjawab dan terlibat dalam proses rekrutment (dalam arti
penentuan jenis guru yang diperlukan) dan pembinaan struktural staf sekolah
(kepala sekolah, wakil kepala sekolah, guru, dan staf lainnya). Sementara itu
pembinaan professional dalam rangka pembangunan kapasitas/kemampuan
kepala sekolah dan pembinaan keterampilan guru dalam pengimplementasian
kurikulum termasuk staf kependidikan lainnya dilakukan secara terus menerus
atas inisiatif sekolah. Untuk itu birokrasi di luar sekolah berperan untuk
menyediakan wadah dan instrument pendukung. Dalam konteks ini
pengembangan

professional

harus menunjang

peningkatan

mutu dan

penghargaan terhadap prestasi perlu dikembangkan. Manajemen mutu berbasis
sekolah memberikan kewenangan kepada sekolah untuk mengkontrol sumber
daya manusia, fleksibilitas dalam merespon kebutuhan masyarakat, misalnya

pengangkatan tenaga honorer untuk keterampilan yang khas, atau muatan lokal.
Demikian pula mengirim guru untuk berlatih di institusi yang dianggap tepat.
Konsekuensi logis dari itu, sekolah harus diperkenankan untuk:
 Mengembangkan perencanaan pendidikan dan prioritasnya didalam kerangka
acuan yang dibuat oleh pemerintah
 Memonitor dan mengevaluasi setiap kemajuan dan menentukan apakah
tujuannya telah sesuai kebutuhan untuk peningkatan mutu
 Menyajikan laporan terhadap hasil dan performanya kepada masyarakat dan
pemerintah sebagai konsumen dari layanan pendidikan (pertanggungjawaban
kepada stake holders).
Uraian tersebut diatas memberikan wawasan pemahaman kepada kita bahwa
tanggung jawab peningkatan kualitas pendidikan secara mikro telah bergeser dari
birokrasi pusat ke unit pengelola yang lebih dasar yaitu sekolah. Dengan kata lain, di
dalam masyarakat yang komplek seperti sekarang dimana berbagai perubahan yang
telah membawa kepada perubahan tata nilai yang bervariasi dan harapan yang lebih
besar terhadap pendidikan terjadi begitu cepat, maka diyakini akan disadari bahwa
kewenangan pusat tidak lagi secara tepat dan cepat dapat merespon perubahan
keinginan masyarakat tersebut.
Kondisi ini telah membawa kepada suatu kesadaran bahwa hanya sekolah yang
dikelola secara efektiflah (dengan manajemen yang berbasis sekolah) yang akan
mampu merespon aspirasi masyarakat secara tepat dan cepat dalam hal mutu
pendidikan.
Institusi pusat memiliki peran yang penting tetapi harus mulai dibatasi dalam
hal yang berhubungan dengan membangun suatu visi dari system pendidikan secara
keseluruhan, harapan dan standar bagi siswa untuk belajar dan menyediakan dukungan
komponen pendidikan yang relatif baku atau standar minimal. Konsep ini
menempatkan pemerintah dan otoritas pendidikan lainnya memiliki tanggung jawab
untuk menentukan kunci dasar tujuan dan kebijakan pendidikan dan memberdayakan
secara bersama-sama sekolah dan masyarakat untuk bekerja di dalam kerangka acuan
tujuan dan kebijakan pendidikan yang telah dirumuskan secara nasional dalam rangka
menyajikan sebuah proses pengelolaan pendidikan yang secara spesifik sesuai untuk
setiap komunitas masyarakat.
Jelaslah bahwa konsep manajemen peningkatan mutu berbasis sekolah ini
membawa isu desentralisasi dalam manajemen (pengelolaan) pendidikan dimana
birokrasi pusat bukan lagi sebagai penentu semua kebijakan makro maupun mikro,
tetapi hanya berperan sebagai penentu kebijakan makro, prioritas pembangunan, dan

standar secara keseluruhan melalui system monitoring dan pengendalian mutu. Konsep
ini sebenarnya lebih memfokuskan diri kepada tanggung jawab individu sekolah dan
masyarakat pendukungnya untuk merancang mutu yang diinginkan, melaksanakan,
dan mengevaluasi hasilnya, dan secara terus menerus menyempurnakan dirinya.
Semua upaya dalam pengimplementasian manajemen peningkatan mutu berbasis
sekolah ini harus berakhir kepada peningkatan mutu siswa (lulusan).
Sementara itu pendanaan walaupun dianggap penting dalam perspektif proses
perencanaan dimana tujuan ditentukan, kebutuhan diindentifikasikan, kebijakan
diformulasikan dan prioritas ditentukan, serta sumber daya dialokasikan, tetapi focus
perubahan kepada bentuk pengelolaan yang mengekspresikan diri secara benar kepada
tujuan akhir yaitu mutu pendidikan dimana berbagai kebutuhan siswa untuk belajar
terpenuhi. Untuk itu dengan memperhatikan kondisi geografik dan sosioekonomik
masyarakat maka sumber daya dialokasikan dan didistribusikan kepada sekolah dan
pemanfaatannya dipercayakan kepada sekolah sesuai dengan perencanaan dan
prioritas yang telah ditentukan oleh sekolah tersebut dan dengan dukungan
masyarakat. Pedoman pelaksanaan peningkatan mutu pendidikan kalau ada hanya
bersifat umum yang memberikan rambu-rambu mengenai apa-apa yang boleh/tidak
boleh dilakukan.
Secara singkat dapat ditegaskan bahwa akhir dari itu semua bermuara kepada
mutu pendidikan. Oleh karena itu sekolah-sekolah harus berjuang untuk menjadi pusat
mutu (center for excellence) dan ini mendorong masing-masing sekolah agar dapat
menentukan visi dan misi nya untuk mempersiapkan dan memenuhi kebutuhan masa
depan siswanya.
2.8. Strategi Pelaksanaan di Tingkat Sekolah
Dalam rangka mengimplementasikan konsep manajemen peningkatan mutu
yang berbasis sekolah ini, maka melalui partisipasi aktif dan dinamis dari orang tua,
siswa guru, dan staf lainnya termasuk institusi yang memiliki kepedulian terhadap
pendidikan sekolah harus melakukan tahapan kegiatan sebagai berikut:
 Penyusunan basis data dan profil sekolah lebih presentatif, akurat, valid, dan
secara

sistematis

menyangkut

berbagai

aspek

akademis,

administratif

(siswa,guru,staf), dan keuangan
 Melakukan evaluasi diri (self assessment) untuk menganalisa kekuatan dan
kelemahan mengenai sumber daya sekolah, personil sekolah, kinerja dalam
mengembangkan dan mencapai target kurikulum dan hasil-hasil yang dicapai
siswa berkaitan dengan aspek-aspek intelektual dan keterampilan, maupun aspek
lainnya

 Berdasarkan analisis tersebut sekolah harus mengidentifikasikan kebutuhan
sekolah dan merumuskan visi, misi, dan tujuan dalam rangka menyajikan
pendidikan yang berkualitas bagi siswanya sesuai dengan konsep pembangunan
pendidikan nasional yang akan dicapai. Hal penting yang perlu diperhatikan
sehubungan dengan identifikasi kebutuhan dan perumusan visi, misi, dan tujuan
adalah bagaimana siswa belajar, penyediaan sumber daya, dan pengelolaan
kurikulum termasuk indicator pencapaian peningkatan mutu tersebut
 Berangkat dari visi, misi, dan tujuan peningkatan mutu tersebut sekolah bersamasama dengan masyarakatnya merencanakan dan menyusun program jangka
panjang atau jangka pendek dan termasuk anggarannya. Program tersebut
memuat sejumlah program aktivitas yang akan dilaksanakan sesuai dengan
kebijakan nasional yang telah ditetapkan dan harus memperhitungkan kunci
pokok dari strategi perencanaan tahun itu dan tahun-tahun yang akan datang.
Perencanaan program sekolah ini harus mencakup indicator atau target mutu apa
yang akan dicapai dalam tahun tersebut sebagai proses peningkatan mutu
pendidikan (misalnya kenaikan NEM rata-rata dalam prosentase tertentu,
perolehan prestasi dalam bidang keterampilan, olah raga, dsb). Program sekolah
yang disusun secara bersama-sama antara sekolah, orang tua dan masyarakat ini
sifatnya unik dan dimungkinkan berbeda antara satu sekolah dan sekolah lainnya
sesuai dengan pelayanan mereka untuk memenuhi kebutuhan masyarakat
setempat. Maka program yang disusun harus mendukung pengembangan
kurikulum dengan memperhatikan kurikulum nasional yang telah ditetapkan,
langkah untuk menyampaikannya di dalam proses pembelajaran dan siapa yang
akan menyampaikannya.
Dua aspek penting yang harus diperhatikan dalam kegiatan ini adalah kondisi
alamiah total sumber daya yang tersedia dan prioritas untuk melaksanakan
program. Oleh karena itu, sehubungan dengan keterbatasan sumber daya
dimungkinkan bahwa program tertentu lebih penting dari program lainnya dalam
memenuhi kebutuhan siswa untuk belajar. Kondisi ini mendorong sekolah untuk
menentukan skala prioritas dalam melaksanakan program tersebut. Seringkali
prioritas ini dikaitkan dengan pengadaan peralatan bukan kepada output
pembelajaran. Oleh karena itu dalam rangka pelaksanaan konsep manajemen
tersebut sekolah harus membuat skala prioritas yang mengacu kepada programprogram pembelajaran bagi siswa. Sementara persetujuan dari proses pendanaan
harus bukan semata-mata berdasarkan pertimbangan keuangan melainkan harus
merefleksikan kebijakan dan prioritas tersebut. Anggaran harus jelas terkait
dengan program yang mendukung pencapaian

target

mutu. Hal ini

memungkinkan terjadinya perubahan pada perencanaan sebelum sejumlah
program dan pendanaan disetujui atau ditetapkan.

 Prioritas seringkali tidak dapat dicapai dalam jangka waktu satu tahun program
sekolah, oleh karena itu sekolah harus membuat strategi perencanaan dan
pengembangan jangka panjang melalui identifikasi kunci kebijakan dan
prioritas. Perencanaan jangka panjang ini dapat dinyatakan sebagai strategi
pelaksanaan perencanaan yang harus memenuhi tujuan esensial, yaitu: (i)
mampu mengidentifikasi perubahan pokok di sekolah sebagai hasil dari
konstribusi berbagai program sekolah dalam periode satu tahun, dan (ii)
keberadaan dan kondisi natural dari strategi perencanaan tersebut harus
meyakinkan guru dan staf lain yang berkepentingan (yang seringkali merasakan
tertekan karena perubahan tersebut dirasakan harus melaksanakan total dan
segera) bahwa walaupun perubahan besar diperlukan dan direncanakan sesuai
dengan kebutuhan pembelajaran siswa, tetapi mereka disediakan waktu yang
representative

untuk

melaksanakannya,

sementara

urutan

dan

logika

pengembangan telah disesuaikan. Aspek penting dari strategi perencanaan ini
adalah program dapat dikaji ulang untuk setiap periode tertentu dan perubahan
mungkin saja dilakukan untuk penyesuaian program di dalam kerangka acuan
perencanaan dan waktunya.
Melakukan monitoring dan evaluasi untuk meyakinkan apakah program yang
telah direncanakan dapat dilaksanakan sesuai dengan tujuan, apakah tujuan telah
tercapai, dan sejauhmana pencapaiannya. Maka kegiatan monitoring dan
evaluasi harus memenuhi kebutuhan untuk mengetahui proses dan hasil belajar
siswa. Secara keseluruhan tujuan dan kegiatan monitoring dan evaluasi ini
adalah untuk meneliti efektifitas dan efisiensi dari program sekolah dan
kebijakan yang terkait dalam rangka peningkatan mutu pendidikan. Seringkali
evaluasi tidak selalu bermanfaat dalam kasus-kasus tertentu, oleh karenanya
selain hasil evaluasi juga diperlukan informasi lain yang akan dipergunakan
untuk pembuatan keputusan selanjutnya dalam perencanaan dan pelaksanaan
program di masa mendatang. Demikian aktifitas tersebut terus menerus
dilakukan

sehingga

merupakan

suatu proses

berkelanjutan.
BAB III
IDENTIFIKASI KASUS
3.1.Profil Sekolah
1. Nama Sekolah : SMP Negeri 29 Bandung
2. Alamat : Jl. Geger Arum No. 11A Bandung 40154
3. Telepon : 022-2012579

peningkatan

mutu

yang

4. Kelurahan : Isola
5. Kecamatan : Sukasari
6. Kota : Bandung
7. N S S : 20. I. 02. 60. 01. 003
8. Provinsi : Jawa Barat
3.2.Peserta Didik
a. Jumlah siswa
kelas

Jumlah kelas

7
8
9

Jumlah siswa
Laki-laki
perempuan
256
215
198
204
159
174

11 kelas
10 kelas
8 kelas

Total
471
403
333

b. Angka drop out
Tahun

Kelas

Target

Kelas

Target

Kelas

Target

Pelajaran
2004/2005

VII

Sekolah
0

VIII
2

Sekolah
0

IX

Sekolah
0

0

0

2005/2006

0

0

2

0

0

0

2006/2007

0

0

3

0

2

0

2007/2008

0

0

2

0

0

0

2008/2009

0

0

0

0

0

0

c. Angka mengulang siswa
Tahun

Kelas

Target

Kelas

Target

Kelas

Target

Pelajaran

VII

Sekolah

VIII

Sekolah

IX

Sekolah

(orang)
2004/2005
0

0

(orang)
0

0

(orang)
0

0

2005/2006

0

0

1

0

0

0

2006/2007

0

0

0

0

0

0

2007/2008

0

0

0

0

0

0

2008/2009

2

0

0

0

0

0

2009/2010

0

0

0

0

0

0

d. Angka kelulusan dan melanjutkan
Tahun Pelajaran

2004/2005

Kelulusan %

94.57

Rata-rata Nilai

Siswa yang

Ujian

Melanjutkan

5.21

Sekolah
97.50%

2005/2006

95.86

6.73

98.20%

2006/2007

99.21

6.87

98.27%

2007/2008

100

6.98

98.40%

2008/2009

100

7.02

98.46%

3.3.Mutu Pendidikan di SMP Negeri 29 Bandung
a. Prestasi Akademik
Mata Pelajaran

PPKn
Bahasa
Indonesia
Bahasa
Inggris
Matematika
IPA
IPS
NEM/Nilai
Ujian

Rata-rata
Tertinggi
Terendah
Rata-rata
Tertinggi
Terendah
Rata-rata
Tertinggi
Terendah
Rata-rata
Tertinggi
Terendah
Rata-rata
Tertinggi
Terendah
Rata-rata
Tertinggi
Terendah
Rata-rata
Tertinggi

2004/2005
7.71
9.90
4.91
5.79
8.63
4.78
4.90
7.76
4.37
4.94
10.00
4.26
5.92
9.44
4.51
6.69
9.37
4.62
5.78
10.00

2005/2006
7.86
9.83
7.33
6.89
9.00
5.41
5.91
9.00
4.26
5.65
8.33
4.27
7.00
9.93
5.71
7.83
9.83
6.40
7.83
9.00

2006/2007
6.86
8.04
6.00
7.97
9.40
5.20
5.80
9.60
4.40
6.34
9.67
4.00
7.19
9.36
6.07
7.83
9.21
7.00
6.70
9.67

2007/2008
8.16
10.00
7.63
7.19
9.30
5.71
6.21
9.30
4.56
5.95
9.63
4.27
7.30
10.00
6.01
8.13
9.13
6.70
8.13
9.30

2008/2009
8.08
9.76
6.87
8.26
8.78
5.63
6.20
8.27
4.51
5.33
7.53
4.51
6.95
8.83
5.69
7.73
9.93
6.60
5.44
9.85

Terendah

4.26

4.27
72.87%

4.00
73.8%

4.27
76.83%

4.87
76.92%

Diterima di
SMA/SMK

b. Rata-rata input dan output NEM/nilai ujian
Tahun

Input

Output

Diterima di SMAN /

Pelajaran

NEM /

rata

SMKN

KET

2003 / 2004

UPMP
32.25

32.44

66.00%

NEM

2004 / 2005

32.75

33.87

72.87%

UPMP

2005 / 2006

34.67

34.55

73.80%

UPMP

2006 / 2007

26.65

34.63

76.83%

UPMP

2007 / 2008

26.87

34.67

76.92%

UASBN

2008 / 2009

29.43

34.52

77.02%

UASBN

2009 / 2010

32.47

UASBN

c. Prestasi non akademik
Pramuka

: LT. II. Juara Umum Tingkat Kota Bandung

Sepak Bola

: LT. III. Juara 1 Tk. Kec. Sukasari

Paspara

: Gudep tergiat Tk. Kota Bandung

Karawitan

: Perwakilan Jamnas Kota Bandung

Pencak Silat

: Juara II Turnamen Sepak Bola Popkod Kota Bandung
: Juara III Turnamen Sepak Bola Tabloid Bola
: Pengibar Bendera Upacara Hardiknas Kec. Sukasari
: Perwakilan Kesenian Hardiknas Kota Bandung
: Peraih Medali Kedua terbanyak pada Popkod
: Kontingen penerima tamu dibalai kota pada KAA
: Juara pupuh Tingkat Prop. Jawa Barat

SEPAKBOLA
Hari latihan Selasa, tahun berdiri 1988. Jumlah peserta 50 orang. Prestasi
yang pernah diraih juara I turnamen sepakbola antar SLTP Se-Kota Bandung
(1988) Pembimbing Pak Rusiman.
PMR
Hari latihan Sabtu tahun berdiri 1988 jumlah peserta 30 orang prestasi yang
pernah diraih kerapihan PBB (1996) pembimbing Pak Deni.
PASPARA
Hari latihan Sabtu tahun berdiri 1988 jumlah peserta 20 orang prestasi PBB
terbaik (1988) pembimbing Pak Sarwono.
BASKET
Hari latihan Sabtu tahun berdiri 1988 jumlah peserta 50 orang pembimbing
Pak Maryana
PENCAK SILAT
Hari latihan Sabtu tahun berdiri 1988 jumlah peserta 30 orang prestasi yang
pernah diraih juara I pencak silat putrid (2004) pembimbing Pak Mulyadi
KEPRAMUKAAN
Hari latihan Kamis dan Sabtu tahun berdiri 1988 jumlah peserta 72 orang
prestasi yang pernah diraih regu berprestasi gerakan pramuka (2006)
pembimbing Pak Fery.
BADMINTON
Hari latihan Selasa tahun berdiri 1988 jumlah peserta 20 orang. Juara III
Badminton (2003) pembimbing Pak Rahmat
ROHIS

Hari berkumpul Jum’at berdiri sejak tahun 1988 jumlah peserta 20 orang.
Prestasi yang pernah diraih juara III Hifdil Qur’an (2001) pembimbing Pak
Ma’sum
KESDA
Hari berkumpul Jum’at berdiri sejak 1988 jumlah peserta 20 orang. Prestasi
yang pernah diraih juara II karawitan antar SLTP
PADUAN SUARA
Hari latihan Kamis tahun berdiri 1988 jumlah peserta 30 orang. Prestasi yang
pernah diraih juara II lomba paduan suara Pend. Seni UPI pembimbing Pak
Iskandar
BAB IV
KESIMPULAN
Suatu pendidikan dapat dikatakan bermutu apabila adanya suatu output yang
menghasilkan lulusan sesuai dengan tujuan pendidikan yang direncanakan sebelumnya.
Selain itu juga mutu suatu lembaga pendidikan ditentukan oleh tenaga pengajar,
kurikulum, fasilitas yang dimiliki, peserta didik, serta komponen-komponen yang dapat
menunjang kelangsungan proses pendidikan di lingkungan pendidikan tersebut.
Peningkatan mutu pendidikan di Indonesia harus dilakukan dengan menggunakan
pendekatan MPMBS, karena selama ini strategi pembangunan pendidikan selama ini
bersifat input oriented. Strategi yang demikian lebih bersandar kepada asumsi bahwa
bilamana semua input pendidikan telah dipenuhi, seperti penyediaan buku-buku dana alat
belajar lainnya,