Identifikasi Fungi Endemik dan Pemanfaatan Beberapa Klon Unggulan untuk Meningkatkan Pertumbuhan Karet (Hevea brasiliensis) di Tanah Andisol

  Deskripsi Tanah

  Tanah merupakan hasil transformasi zat-zat mineral dan organik di muka daratan bumi. Dapat dikatakan bahwa tanah adalah sumber utama penyedia zat hara bagi tumbuhan. Tanah juga adalah tapak utama terjadinya berbagai bentuk zat didalam daur makanan. Komponen tanah (mineral, organik, air, dan udara) tersusun antara yang satu dan yang lain membentuk tubuh tanah. Tubuh tanah dibedakan atas horizon-horizon yang kurang lebih sejajar dengan permukaan tanah sebagai hasil proses pedogenesis. Bermacam-macam jenis tanah yang terbentuk merupakan refleksi kondisi lingkungan yang berbeda (Rachman, 2009).

  Tanah memiliki tekstur yang dapat dirasakan dengan indera perasa. Tekstur tanah terdiri atas fraksi pasir yang memiliki diameter 2,00 - 0,20 mm, debu yang memiliki diameter 0,20 – 0,002 mm, liat yang memiliki diameter < 0,002 mm, dan fraksi kerikil (grave) yang memiliki diameter > 2 mm. Umumnya fraksi kerikil tidak digolongkan dalam fraksi tanah, namun fraksi kerikil masih tetap diperhitungkan dalam evaluasi tekstur tanah. Fraksi pasir sangat didominasi oleh mineral kuarso yang tahan terhadap pelapukan, sedangkan fraksi debu biasanya berasal dari mineral feldspar dan mika yang cepat lapuk. Fraksi liat lebih berperan secara kimiawi dalam tanah karena bersifat koloid atau bermuatan listrik yang aktif (Hanafiah, 2005).

  Tanah yang menjadi media tumbuh bagi tanaman memiliki komposisi seperti, karbohidrat (gula, selulosa, hemiselulosa), lemak (gliserida, asam-asam lemak, stearat dan oleat), dan lignin yang tersusun dari C, H, dan O, juga oleh N. P, S, Fe, dan lain- lain, sedangkan bagian mineralnya terdiri dari unsur hara makro dan mikro esensial (Hanafiah, 2005).

  Tanaman membutuhkan unsur hara untuk dapat melengkapi siklus hidupnya, dan jika tanaman mengalami defisiensi maka dapat diperbaiki dengan unsur hara tersebut. Unsur hara yang dibutuhkan tanaman dalam jumlah besar, biasanya diatas 500 ppm dinamakan unsur hara makro esensial. Unsur hara yang dibutuhkan tanaman dalam jumlah sedikit, biasanya kurang dari 50 ppm dinamakan unsur hara mikro esensial. Unsur hara makro esensial yang melimpah meliputi karbon (C), hydrogen (H), dan oksigen (O), sedangkan yang terbatas meliputi nitrogen (N), fosfor (P), kalium (K), belerang (S), kalsium (Ca), dan magnesium (Mg). Unsur hara mikro esensial meliputi boron (B), besi (Fe), mangan (Mn), tembaga (Cu), seng (Zn), molybdenum (Mo), dan khlorin (Cl). Unsur yang paling banyak dibutuhkan oleh tanaman adalah unsur N karena digunakan sebagai komponen produksi, kecuali untuk tanaman yang produksinya berupa buah berair atau umbi (Hakim, 2009).

  Tanah Andisol

  Andisol ( andosol) merupakan tanah yang secara keseluruhan atau sebagai berasal dari ejekta volkanik. bahan induk cukup beragam mulai dari abu volkan (partike gelas < 2 mm), sinder ( partikel gelas >2 mm) dan pumice/batu apung (bahan sangat berpembuluh), dan aliran lava, sebagian mengandung batu besar dan bahan letusan volkanik lainnya, yang terdiri atas bahan-bahan piroklastis yang terbentuuk didaerah volkan (Muklis, 2006).

  Andisol di Indonesia berkisar 6.491.000 ha atau sekitar 3,4% dari luas daratan Indonesia. Tanah ini merupakan tanah yang subur karena tanah ini mempunyai kejenuhan basa agak rendah sampai tinggi, memiliki aerase dan porositas yang sangat tinggi, mengandung bahan organik yang tinggi, memiliki muatan variabel, tetapi tanah ini memerlukan pemupukan fosfat yang tinggi sampai melebihi kapasitas penyematan fosfat oleh alofan (Munir, 1996).

  Andisol memiliki porositas, permeabilitas dan stabilitas agregat yang tinggi. Umumnya berkapasitas penyimpan air yang tinggi dan kaya akan unsur hara jika tidak tercuci berat. Andisol memiliki permukaan yang spesifik yang luas dari kelompok aluminium hidroksida yang amorf bermuatan variable yang tinggi terhadap ion fosfat dalam bentuk erapan yang spesifik, sehingga sering terjadi kekahatan unsur P. Kadar C –organik cenderung lebih tinggi dan bobot isi yang rendah dan tidak ada/jarang terjadi keracunan Al. memiliki permasalahan keteknikan yang unik, karena kerapuhan batu apung dan batans cair dapat dicapai sebelum batas plastis (Nanzyo, 2002).

  Rata-rata ada 57 unsur yang teranalisis dari tanah andisol. Kadar unsur yang sangat beragam dan nilai maksimum/nilai minimum berkisar antara 2 dan 300. Nilai maksimum/nilai minimum Si, Al, dan Fe agak sempit antara 2 dan 4. Kandungan rat- rata dari 12 unsur (C, N, Na, Mg, Al, Si, P, K, Ca, Ti, Mn, dan Fe) lebih dari 1g /kg, sedangkan unsur lainnya kurang dari 1 g/kg. Banyak faktor, seperti tipe batu tephra, kadar bahan non kristalin, dan aktivitas biologi, dapat mempengaruhi tingginya nilai maksimum/minimum dari 57 unsur yang di kandung tanah-tanah abu volkanik (Muklis, 2006).

  Deskripsi Karet ( Hevea brasiliensis )

  Karet dengan marga Euphorbiaceae merupakan jenis pohon yang cepat tumbuh dengan nama lokal Rambung. Tanaman Karet (Hevea brasiliensis Muell.) merupakan tanaman perkebunan yang penting di Indonesia, karena merupakan salah satu produk non migas yang menjadi sumber pemasukan devisa negara dalam jumlah yang besar. Hasil utama tanaman Karet adalah getah (lateks). Lateks tersebut berperan besar sebagai bahan baku, mulai dari peralatan transportasi, medis, dan alat- alat rumah tangga. Perkembangan teknologi dan industri yang semakin maju, menyebabkan penggunaan Karet alam yang semakin luas dalam kehidupan sehari- hari. Hal ini secara langsung mendorong peningkatan konsumsi Karet dunia serta permintaan terhadap Karet alam.

  Dalam sistematika (taksonomi) tumbuh-tumbuhan Menurut cahyono (2010) dalam ilmu tumbuhan, tanman Karet diklasifikasikan sebagai berikut : Divisi : Spermatophyta Subdivisi : Angiospermae Kelas : Dicotyledonae Ordo : Euphorbiales Family : Euphorbiaceae Genus : Hevea Spesies : Hevea brasiliensis Muell Arg

  Dalam genus Hevea, hanya species Hevea brasiliensis Muell Arg. Yang dapat menghasilkan lateks unggul, dimana sebanyak 90% Karet alam dihasilkan oleh spesies tersebut. Tanaman Karet adalah pohon yang tumbuh tinggi dan berbatang cukup besar, tinggi pohon dewasa mencapai 15-25 meter. Batang tanaman biasanya tumbuh lurus dan memiliki percabangan yang tinggi. Dibeberapa kebun Karet ada beberapa kecondongan arah tumbuh tanamannya agak miring kearah utara. Batang tanaman ini mengandung getah yang dikenal dengan nama lateks. Daun Karet terdiri dari tangkai daun utama dan tangkai anak daun (Budiman, 2012).

  Sebaran Karet

  Karet tumbuh secara alami di Australia, Malaysia, Indonesia, Papua, Filipina, Singapura, dan Vietnam. Karet merupakan jenis tanaman yang disukai tidak hanya di habitat, tetapi juga di luar habitat alaminya. Karet merupakan hasil komoditas non migas yang sangat berproduksi yang berhasil dikembangkan di negara-negara subtropis dan tropis lainnya.

  Kesesuaian Tempat Tumbuh Tanaman Karet

  Sesuai dengan habitat aslinya di Amerika selatan, terutama di brazil yang beriklim tropis, maka Karet juga cocok ditanam didaerah-daerah tropis lainnya.

  Daerah tropis yang baik ditanami Karet mencakup luasan antara 15 Lintang Utara sampai 10 Lintang Selatan. Walaupun daerah itu panas, sebaiknya tetap menyimpan

  • – kelembaban yang cukup. Suhu harian yang diinginkan tanaman Karet rata-rata 25

  30 C. Apabila dalam jangka waktu yang panjang suhu harian rata-rata kurang dari

  20 C, maka tanaman Karet tidak cocok di tanam didaerah tersebut (Setiawan, 2000).

  Iklim Daerah yang cocok untuk tanaman Karet adalah pada zone antara 150 ° LS dan

150 ° LU. Diluar itu pertumbuhan tanaman Karet agak terhambat sehingga memulai

produksinya juga terlambat. Pertumbuhan tanaman Karet agak terhambat sehingga

memulai produksinya juga terhambat. Suhu yang dibutuhkan untuk tanaman Karet 25

O O O

  C sampai 35 C dengan suhu optimal 28

  C, dalam sehari tanaman Karet mebutuhkan intensitas matahari yang cukup antara 5 sampai 7 jam (Suhendri, 2002).

  Ketinggian Tempat Tanaman Karet tumbuh optimal pada dataran rendah dengan ketinggian 200 m – 400 m dari permukaan laut (dpl). Pada ketinggian > 400 m dpl dan suhu harian

  O

  lebih dari 30 C, akan mengakibatkan tanaman Karet tidak bisa tumbuh dengan baik. Angin

  Angin juga mempengaruhi pertumbuhan tanaman Karet. Angin yang kencang pada musim-musim tertentu dapat mengakibatkan kerusakan pada tanaman Karet yang berasal dari klon-klon tertentu dalam berbagai jenis tanah, baik pada tanah latosol, podsolik merak kuning, vulkanis bahkan pada gambut sekalipun.

  Tanah

  Lahan kering untuk pertumbuhan tanaman Karet pada umumnya lebih

mempersyaratkan sifat fisik tanah dibandingkan dengan sifat kimianya. Hal ini

disebabkan perlakuan kimia tanah agar sesuai dengan syarat tumbuh tanaman Karet

dapat dilaksanakan dengan lebih mudah dibandingkan dengan perbaikan sifat

  

fisiknya. Berbagai jenis tanah dapat sesuai dengan syarat tumbuh tanaman Karet baik

tanah vulkanis muda dan tua, bahkan pada tanah gambut < 2 m. Tanah vulkanis

mempunyai sifat fisika yang cukup baik terutama struktur, tekstur, sulum, kedalaman

air tanah, aerasi dan drainasenya, tetapi sifat kimianya secara umum kurang baik

karena kandungan haranya rendah. Tanah alluvial biasanya cukup subur, tetapi sifat

fisikanya terutama drainase dan aerasinya kurang baik. Reaksi tanah berkisar antara

pH 3,0 - pH 8,0 tetapi tidak sesuai pada pH < 3,0 dan > pH 8,0. Sifat-sifat tanah yang

cocok untuk tanaman Karet pada umumnya antara lain :

  • Solum tanah sampai 100 cm, tidak terdapat batu-batuan dan lapisan cadas
  • Aerase dan drainase cukup
  • Tekstur tanah remah, poreus dan dapat menahan air
  • Struktur terdiri dari 35% liat dan 30% pasir
  • Tanah bergambut tidak lebih dari 20 cm
  • Kandungan hara NPK cukup dan tidak kekurangan unsur hara mikro
  • Reaksi tanah dengan pH 4,5 - pH 6,5
  • Kemiringan tanah < 16% dan
  • Permukaan air tanah < 100 cm.

  (Anwar, 2001).

  Berbagai jenis tanah dapat sesuai dengan syarat tumbuh tanaman Karet baik tanah vulkanis maupun alluvial. Pada tanah vulkanis mempunyai sifat fisika yang cukup baik terutama struktur, tekstur, solum, kedalaman air tanah, aerasi dan drainase, tetapi sifat kimianya secara umum kurang baik karena kandungan haranya rendah. Sedangkan tanah alluvial biasanya cukup subur, tetapi sifat fisikanya kurang baik sehingga drainase dan aerasenya kurang baik. Tanah-tanah kurang subur seperti podsolik merah kuning yang ada di negeri ini dengan bantuan pemupukan dan pengelolaan yang baik bisa dikembangkan menjadi perkebunan Karet dengan hasil yang cukup baik (Island, 2010).

  Jenis-jenis Klon Karet

  Tanaman Karet yang ditumbuhkan seragam dilapangan, sangat bergantung pada penggunaan bibit hasil okulasi yang entresnya di ambil dari kebun entres yang memiliki klon yang murni. Kegiatan pemuliaan Karet di Indonesia sendiri telah menghasilkan klon-klon Karet unggul sebagai penghasil lateks dan penghasil kayu sperti Indonesian rubber research (IRR), Algemene Vereniging Rubber Planters Outkust Sumatra (AVROS), Gondang Tapen (GT), Prang Besar (PB), Rubber Research Institute of Malaysia (RRIM), Rubber Research Institute of Ceylon (RRIC) dan Badan Penelitian Medan (BPM). Klon-klon unggul generasi ke-4 pada periode tahun 2006-2010, yaitu klon IRR 5, IRR 32, IRR 39, IRR 104, dan IRR 118. Klon- klon tersebut menunjukan produktivitas dan kinerja yang baik pada berbagai lokasi, tetapi memiliki variasi karakter agronomi dan sifat-sifat sekunder lainnya. Klon-klon lama yang sudah dilepas yaitu GT 1, AVROS 2037, PR 225, PR 261, PR 300, PR 303, RRIM 600, RRIM 712, BPM 1, BPM 24, BPM 107, BPM 109, PB 260, RRIC 100 masih memungkin untuk di kembangkan, tetapi harus dilakukan secara hati-hati baik dalam penempatan lokasi maupun system pengelolaannya (Anwar, 2001).

  Jenis klon Karet yang unggul yang dianjurkan untuk sistem pertanian Karet didaerah sumatera dan Kalimantan adalah PB 260, AVROS 2037, RRIC 100, BPM 1, dan RRIM 600. Selain itu, BPM 24 dapat digunakan di Jambi. Semua jenis klon Karet tersebut memberikan hasil yang baik, pertumbuhan batnag yang cepat, dan dapat di adaptasikan ke dalam kondisi perkebunan Karet rakyat (Purwanto, 2001).

  Pengenalan Fungi

  Salah satu fungsi utama dari fungi dalam tanah adalah untuk menguraikan bahan organik dan membantu bongkah tanah. Disamping itu kemampuaan ini, beberapa spesies tertentu dari Alternaria, Aspergillus, Cladosvorium, Dematium,

  

Giocladium , Helminthosporium, Humicola dan Metarizium menghasilkan bahan yang

  mirip dengan bahan humus dalam tanah dan karenanya mungkin penting dalam memelihara bahan organik tanah (Rao, 1994).

  Di dalam tanah, keberadaan mikroba sangat dipengaruhi oleh kondisi fisik, kimia, dan biologi tanah. Perbedaan berbagai atribut mikroba pada berbagai kondisi tanah disebabkan antara lain oleh perbedaan jenis dan kandungan bahan organik, kadar air, jenis penggunaan tanah dan cara pengelolaannya (Wagner dan Wolf, 1997).

  Trichoderma sp merupakan spesies yang kosmopolit, dan dapat diisolasi dari

  tanah, biji-bijian, kertas, tekstil, rhizosfer kentang, gandum, bit gula, rumput,jerami serta kayu. Penicilium sp merupakan spesies yang kosmopolit dan umum yang terdapat pada daerah tropis. Spesies ini mudah di isolasi dari udara, serelelia, rempah- rempah, serasah, sayuran, pulp kayu dan kertas, bahan makanan (Ganjar, 1999).

  Spesies ini kosmopolit, dan telah disolasi dari tanah, kayu, serasah, rerumputan, tanah hutan, tanah gurun, air sungai, air laut, serta kompos. Spesies ini bersifat selulotik kuat, dan menyukai lingkugan kearah basa (Ganjar, 1999).

  Fungi Penicilium, Rhizopus dan Aspergillus memiliiki potensi sebagai penghasil glukosa oksidase dengan aktivitas yang cukup tinggi. Semakin banyak karbohidarat yang dihasilkan dan tersedia didalam tanah akan meningkatkan laju pertumbuhan sel-sel baru yang terbentuk terutama pertambahan diameter batang ( Firman dan Aryantha, 2003).

  Fungi tanah merupakan salah satu mikroorganisme tanah yang mempunyai peranan penting dalam siklus hara yang selanjutnya akan menentukan kesuburan tanah dan meningkatkan pertumbuhan tanaman (Suciatmih, 2006).

  Mikroba-mikroba tanah banyak yang berperan didalam penyediaan maupun penyerapan unsur hara bagi tanaman. Tiga unsur penting tanaman, yaitu nitrogen(N), fosfat (P), dan kalium (K) seluruhnya melibatkan aktivitas mikroba. Mikroba dapat melarutkan fosfat apabila tercukupi N. unsur N harus ditambat oleh mikroba dan diubah bentuknya menjadi tersedia bagi tanaman. Mikroba penambat N ada yang bersimbiosis dan ada pula yang hidup bebas (non-simbiotik). Mikroba penambat N non-simbiotik dapat digunakan untuk semua jenis tanaman. Mikroba tanah lain yang berperan di dalam penyediaan unsur hara adalah mikroba pelarut fosfat (P) dan kalium (K). Bahan organik banyak mengandung P namun hanya sedikit/tidak tersedia bagi tanaman, disinilah peranan mikroba pelarut P. Mikroba ini akan melepaskan ikatan P dari bahan organik dan menyediakan bagi tanaman (Sumarsih, 2003).

  Beberapa kapang antagonis Trichoderma sp. adalah jamur saprofit tanah yang secara alami merupakan parasit yang menyerang banyak jenis jamur penyebab penyakit tanaman yang mempunyai spektrum pengendalian luas. Pertumbuhan fungi

  

Trichoderma sp. sangat cepat dan mampu menghasilkan hormon tumbuh sehingga

dapat memacu pertumbuhan tanaman (Trianto dan Gunawan, 2003).

  Mikroba tanah seperti fungi Aspergillus, Penicillium, dan Culfularia mempunyai kemampuan melarutkan fosfat-anorganik tak larut dengan mensekresikan asam-asam organik (Rao, 1994). Setiap mikroba pelarut fosfat (MPF) menghasilkan jenis dan jumlah asam organik yang berbeda dan ada kemungkinan satu jenis MPF menghasilkan lebih dari satu jenis asam organik (Tae, 2004).

  Beberapa jamur yang biasa ditemukan pada tanah diantaranya Penicilium sp.,

  

Trichoderma harzianum, Rhizopus sp., Humicola sp., Fusarium sp., Pytophttora

infestan, dan Aspergillus sp. Fungi tanah merupakan salah satu mikroorganisme yang

  paling banyak ditemui ditanah. Kebanyakan jamur pathogen terhadap tanaman (Putri, 2006).

  Fungi mempunyai peranan penting dalam pembentukan tanah karena ternyata berbagai jenis fungi dapat melapukaan atau mempunyai daya lapuk yang kuat terhadap sisa-sisa tanaman yang mengandung karbohidrat dan ternyata tidak mudah dilapukkan atau dihancurkan oleh bakteri. Bagi berbagai jenis fungi walaupun secara secara agak lambat bahan-bahan seperti selulosa atau lignin akan dapat dilapukkan dan dimanfaatkannya. Apabila fungi-fungi itu telah sampai pada siklus hidupnya yang terakhir maka bahan-bahan yang dikandungnya akan sangan bermanfaat dalam memperkaya tanah dengan bahan-bahan organik yang bermanfaat bagi tanaman (Kartasapoetra dan Sutedjo, 2005).

  Manfaat Penicillium sp. antara lain Penicillium sp. dan Aspergillus sp. dapat mengubah senyawa fosfat anorganik tidak larut menjadi bentuk terlarut (H2PO4¯ ) dan HPO4 2- yang dapat diserap tanaman. Selain itu juga terdapat sejumlah bakteri pelarut fosfat seperti Pseudomonas, Micrococcus, Bacillus dan Flavobacterium (Sutanto, 2002; Isroi, 2005).

  Manfaat Aspergillus sp. antara lain genus Aspergillus dan genus Penicillium merupakan fungi antagonis yang mempunyai daya antibiotik yang berperan dalam ketahanan tanaman (Djafaruddin, 2000; Yulianto, 1989). Menurut Isroi (2008)

  

Aspergillus sp. dan Penicillium sp. juga mempunyai kemampuan yang tinggi dalam

  melarutkan P dan K. Aplikasi Aspergillus sp. dan Trichoderma harzianum dapat meningkatkan pertumbuhan atau produktivitas tanaman.

  Manfaat Trichoderma harzianum antara lain menghasilkan sejumlah besar enzim ekstraseluler b (1,3) glukanase dan kitinase yang dapat melarutkan dinding sel fungi patogen, menyerang dan menghancurkan propagul patogen yang ada di sekitarnya. Trichoderma viridae menghasilkan 2 jenis antibiotik yaitu gliotoksin dan viridian yang dapat melindungi tanaman bibit dari serangan penyakit rebah kecambah (Rifai, 1969). Mampu merangsang pertumbuhan tanaman dan meningkatkan hasil produksi tanaman. Secara ekonomi, penggunaan Trichoderma sp. lebih murah dari pada penggunaan pupuk kimia (Amani, 2008).

  Jenis fungi yang banyak ditemukan di lapisan tanah organik adalah

  

Penicillium sp., Mucor sp., Trichoderma sp. dan Aspergillus sp. Jenis dan jumlah akan berubah sesuai dengan perubahan keadaan tanah. Fungi merupakan jasat renik yang dapat menghancurkan selulosa, zat pati, lignin, protein dan gula. Oleh karenanya dalam pembentukan humus dan agregasi tanah fungi lebih berperan daripada bakteri, terutama dalam suasana asam (Hakim, 2009).

  Fungi dapat dibuat starter yang dapat dijadikan sebagai pupuk hayati untuk merehabilitasi lahan gambut. Penggunaan fungi selain murah juga tidak menimbulkan dampak negatif terhadap lingkungan dan juga berkelanjutan. Dibanding pupuk hayati, pupuk kimia sangat sulit diserap oleh tanaman, sulit diuraikan air, dan dapat meracuni produk yang dihasilkan oleh tanaman. Demikian juga dengan masalah harga yang cenderung semakin mahal, pemberian dosis pupuk di lahan gambut juga lebih banyak dibanding pemberian pupuk di tanah mineral, dan ketersediaan pupuk sering mengalami kelangkaan. Harga pupuk pada pengecer saat ini perkilo gram ± Urea (Rp.

  8.000); TSP (Rp. 12.000); KCL (Rp. 10.000); NPK/Mutiara 16 16 16 (Rp. 11.000); Kieserite (Rp. 5.000) dan Dolomite (Rp. 1.000). Sementara harga starter fungi hanya berkisar Rp. 6.000/kg atau dapat diperbanyak sendiri di media jagung atau bekatul sebelum diaplikasikan ke media gambut. Bila dilihat keberadaan gambut yang kaya bahan organik maka pemberian fungi lebih tepat jika dibanding pemberian pupuk kimia (Yuleli, 2009).

  Gambaran Umum Wilayah Pengambilan Tanah

  Desa Jaranguda memiliki luas wilayah sebesar 440 ha. Jarak desa penelitian ke ibukota kecamatan sekitar 2 km, sementara jarak desa ke ibukota kabupaten sekitar 13 km, dan jarak desa ke ibukota propinsi sekitar 67 km. Waktu tempuh ke ibukota kecamatan sekitar 0,10 jam, sementara waktu tempuh ke ibukota kabupaten sekitar 1,5 jam, dan waktu tempuh ke Pusat Fasilitas terdekat (ekonomi, kesehatan, pemerintahan) sekitar 0,5 jam.

  Adapun batas-batas wilayah desa penelitian adalah sebagai berikut:

  • Sebelah Utara berbatasan dengan Hutan Negara - Sebelah Selatan berbatasan dengan Desa Gongsol - Sebelah Barat berbatasan dengan Desa Merdeka - Sebelah Timur berbatasan dengan Desa Lau Gumba Desa Jaranguda berada pada ketinggian 1400 m di atas permukaan laut dengan curah hujan 2000 – 3000 mm per tahun. Suhu rata-rata 17-25 °C. Kondisi permukaan tanah rata sampai bergelombang dengan tingkat kesuburan tanah subur.

  Penduduk asli Desa Jaranguda adalah Suku Karo. Masyarakat pendatang cukup paham dan mengerti adat istiadat penduduk desa karena mereka sudah lama mendiami desa ini. Bahkan sudah banyak yang diangkat menjadi Suku Karo. Secara umum, mata pencaharian penduduk adalah bertani dan tepah ada kelompok – kelompok tani di Desa Jaranguda ini (Pemerintah Kabupaten Karo, 2007).

Dokumen yang terkait

Pemanfaatan Fungi Aspergillus flavus, Aspergillus tereus, dan Trichoderma harzianum untuk Meningkatkan Pertumbuhan Bruguiera gymnorrhiza

1 48 56

Identifikasi Fungi Endemik dan Pemanfaatannya untuk Meningkatkan Pertumbuhan Beberapa Klon Karet (Hevea brasiliensis) Di Tanah Gambut

0 64 68

Identifikasi Fungi Endemik dan Pemanfaatan Beberapa Klon Unggulan untuk Meningkatkan Pertumbuhan Karet (Hevea brasiliensis) di Tanah Andisol

0 57 69

Pemanfaatan Zat Ekstraktif Kulit Mindi (Melia azedarach Linn.) sebagai Bahan Pengawet Alami Untuk Mengendalikan Serangan Fungi Schizophyllum commune pada Kayu Karet (Hevea brasiliensis)

2 47 49

Efektivitas Pemberian Beberapa Jenis Fungi Mikoriza Arbuskular Terhadap Pertumbuhan Tanaman Karet (Hevea brassiliensis Muell. Arg.) Di Pembibitan

2 39 78

Penggunaan Berbagai Macam Fungi Untuk Meningkatkan Pertumbuhan Tanaman Karet (Hevea brasiliensis)

0 21 49

Pemanfaatan Zeolit dan Fungi Mikoriza Arbuskula (FMA) untuk Meningkatkan Pertumbuhan dan Produksi Kedelai (Glycine max L. Merrill) di Tanah Salin

0 34 80

Potensi Pemanfaatan Lahan Gambut untuk Budidaya Tanaman Karet (Hevea brasiliensis) Potency of Peat Land for Rubber (Hevea brasiliensis) Cultivation

0 0 8

Pemanfaatan Fungi Aspergillus flavus, Aspergillus tereus, dan Trichoderma harzianum untuk Meningkatkan Pertumbuhan Bruguiera gymnorrhiza

0 0 8

Identifikasi Fungi Endemik dan Pemanfaatannya untuk Meningkatkan Pertumbuhan Beberapa Klon Karet (Hevea brasiliensis) Di Tanah Gambut

0 0 13