Identifikasi Fungi Endemik dan Pemanfaatan Beberapa Klon Unggulan untuk Meningkatkan Pertumbuhan Karet (Hevea brasiliensis) di Tanah Andisol

(1)

IDENTIFIKASI FUNGI ENDEMIK DAN PEMANFAATAN

BEBERAPA KLON UNGGULAN UNTUK MENINGKATKAN

PERTUMBUHAN KARET (Hevea brasiliensis)

DI TANAH ANDISOL

HASIL PENELITIAN

Oleh : SOPIAN ADI

091201027/ BUDIDAYA HUTAN

PROGRAM STUDI KEHUTANAN

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

2014


(2)

ABSTRAK

SOPIAN ADI. Identifikasi Fungi Endemik dan Pemanfaatan Beberapa Klon Unggulan untuk Meningkatkan Pertumbuhan Karet (Hevea brasiliensis) di Tanah Andisol, dibimbing oleh BUDI UTOMO dan YUNASFI

Tanah andisol merupakan tanah vulkanis yang memiliki akumulasi bahan organik yang tinggi. Keberadaan mikro organisme membantu dalam mengikat unsur hara yang tersimpan dan dapat dibebaskan dalam bentuk unsur dengan menggunakan jasa mikroba, fungi. Tujuan penelitian adalah untuk mendapatkan jenis fungi yang mempunyai potensi dalam meningkatkan pertumbuhan bibit Hevea brasiliensis. Sampel tanah adalah tanah andisol wilayah pengunungan dataran tinggi desa Jaranguda, Kecamatan Merdeka, Kabupaten Karo, rancangan percobaan yang digunakan rancangan acak lengkap (RAL) faktorial dengan 2 faktor dan 3 ulangan, yang dilaksanakan bulan September 2013 sampai dengan bulan Februari 2014. Parameter yag diamati adalah tinggi tanaman, diameter batang, luas permukaan daun dan bobot kering tajuk dan akar.

Fungi yang berhasil diisolasi adalah Aspergillus sp., Trichoderma sp.,

Penicillium sp., Humicola sp., dimana fungi yang digunakan merupakan endemik dari tanah andisol desa Jaranguda, Kecamatan Merdeka, Kabupaten Karo. Hasil penelitian menunjukkan bahwa aplikasi fungi hanya mempengaruhi tinggi tanaman dan luas permukaan daun namun tidak berpengaruh terhadap diameter batang dan bobot kering tajuk dan akar.

Kaca kunci: Fungi, Aspergillus sp., Trichoderma sp., Penicilium sp., Humicola


(3)

ABSTRACT

SOPIAN ADI. Fungi Species Identification and Use of Multiple Clones to Boost Growth Featured Rubber (Hevea brasiliensis) in Soil Andisol, under academic supervision of BUDI UTOMO and YUNASFI

Andisol soil is volcanic soils having high organic matter accumulation. The existence of micro organisms help to bind nutrients can be stored and released in the form elements using the services of microbes, fungi. The purpose of the study is to obtain the type of fungi that have the potential to increase the growth of seedlings of Hevea brasiliensis. Soil samples were ground Andisol mountain plateau region Jaranguda village, District Merdeka, Karo Regency, the experimental design used a completely randomized design (CRD) with 2 factors and 3 replications, which was conducted in September 2013 and February 2014. The parameters measured were plant height, stem diameter, leaf surface area and crown and root dry weight.

Fungi isolated were Aspergillus sp., Trichoderma sp., Penicillium sp., Humicola sp., Where the fungus is endemic use of land Andisol Jaranguda village, District Merdeka, Karo Regency. The results showed that the fungus only affects plant height and leaf surface area but had no effect on stem diameter and crown and root dry weight.

Keywords: Fungi, Aspergillus sp., Trichoderma sp., Penicilium sp., Humicola sp., Hevea brasiliensis, Andisol


(4)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT, karena rahmatNya penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi ini yang berjudul “Identifikasi Fungi Endemik dan Pemanfaatan Beberapa Klon Unggulan untuk Meningkatkan Pertumbuhan Karet (Hevea brasiliensis) di Tanah Andisol” Ini dengan baik. Skripsi ini merupakan tugas akhir untuk menyelesaikan studi pada jenjang Strata satu (S1) Kehutanan Program Studi Kehutanan Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara, Medan.

Dalam kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada:

1. Dr. Budi Utomo S.P., M.P dan Dr. Ir. Yunasfi M.Si selaku komisi pembimbing yang telah banyak mengarahkan dan memberikan saran kepada penulis dan menyelesaikan skripsi ini.

2. Orang tua tercinta, Ayahanda Amiruddin dan Ibunda Nur aini serta Kakak, Abang, Yusnida wati, Lomyani, Mhd. Abduh, Sabaruddin, Ahmad Saukoni, Ahmad Sopian yang telah banyak memberikan bantuan baik moril maupun materil sampai skripsi ini dapat selesai.

3. Teman-teman seperjuangan (M. Kholis Hamdi Batubara, Khairani rezeki, Sarmila Husna, Jandri H. Munthe, M. Ali Umar Siregar, Kanvel Prith Sing, Kaya muda Lubis) dan teman-teman kehutanan 2009 yang telah membantu hingga selesainya hasil penelitian ini.


(5)

Akhir kata, penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat sebagai dasar penelitian-penelitian selanjutnya dan dapat menyumbangkan pengetahuan bagi kemajuan ilmu pengetahuan, khususnya bidang kehutanan.


(6)

DAFTAR PUSTAKA

Halaman

ABTRACT………. I

ABSTRAK………. Ii

RIWAYAT HIDUP………... Iii

KATA PENGANTAR………... Iv

DAFTAR TABEL………. vi

DAFTAR GAMBAR………. vii

DAFTAR LAMPIRAN vii PENDAHULUAN Latar Belakang……….. 1

Tujuan Penelitian……….. 2

Hipotesis……… 2

Manfaat Penelitian………. 3

TINJAUAN PUSTAKA Deskripsi tanah……….. 4

Tanah Andisol……… 5

Deskripsi karet………... 7

Sebaran Karet……… 8

Kesesuaian Tempat Tumbuh Karet………... 8

Jenis-jenis Klon Karet………... 11

Pengenalan fungi………... 12

Gambaran umum wilayah pengambilan sampel……… 17

BAHAN DAN METODE PENELITIAN Tempat dan waktu penelitian………. 19

Bahan dan alat penelitian………... 19

Prosedur penelitian……… 19

Pembuatan PDA……… 19

Isolasi Fungi dari Tanah……… 20

Pembiakan Murni……….. 21

Identifikasi Fungi………... 21

Persiapan Media Tanam, Penanaman dan Aplikasi starter……… 22

HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik dan Jenis Fungi Dominan pada Tanah Andisol……….. 26

Pertumbuhan Hevea braziliensis Setelah Aplikasi Berbagai Jenis Fungi……. 32


(7)

Diameter Tanaman……….... 39

Luas Permukaan Daun………... 40

Berat Kering Total………. 41

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan……… 43

Saran……….. 43

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN


(8)

DAFTAR TABEL

No. Halaman

1. Jenis fungi yang diisolasi dari tanah andisol dan ciri-cirinya………...

31 2. Rataan pertambahan tinggi bibit (cm) pada 9 mst………

34 3. Rataan pertambahan diameter tanaman (mm) 9 mst………

35 4. Rataan luas permukaan daun tanaman (cm2) 9 mst ……….

36 5. Rataan bobot kering total tanaman (g) 9 mst………


(9)

DAFTAR GAMBAR

No. Halaman

1. Peta lokasi pengambilan sampel tanah………. 18 2. Cara pengenceran tanah andisol ……….. 22 3. Cara inokulasi dan aplikasi fungi pada H. brasiliensis ………… 23 4. Aspergillus sp koloni berumur 14 hari pada media PDA (A); dan

foto mikroskopik (b), konidia(a), konidiofor (b)…………...

27

5. Trichoderma sp. koloni berumur 14 hari pada media pda (a); dan foto mikroskofik (b), konidia(a), konidiofor (b)………

29 6. Penicillium sp. koloni berumur 14 hari pada media pda (a); dan

foto mikroskofik (b), konidia(a), konidiofor (b)………..

30 7. Humicola sp koloni berumur 14 hari pada media pda (a); dan

foto mikroskofik (b), konidia (a), konidiofor (b)………

32 8. Hasil pengamatan A: Klon RRIC 100 dengan perlakuan

K(kontrol) diberi fungi (A) (Aspergillus sp., (B) Trichoderma

sp., (C) Penicillium sp., (D) Humicola sp., B: Klon SP 260 dengan perlakuan K (kontrol) diberi fungi (A) (Aspergillus sp., (B) Trichoderma sp., (C) Penicillium sp., (D) Humicola sp., C: Klon SP 340 dengan K (kontrol) diberi fungi (A) (Aspergillus

sp., (B) Trichoderma sp., (C) Penicillium sp., (D) Humicola sp., D: klon AVROS 2037 dengan perlakuan K (kontrol) diberi fungi (A) (Aspergillus sp., (B) Trichoderma sp., (C) Penicillium

sp., (D) Humicola sp………. 33

9. Rataan pertambahan tinggi pada berbagai jenis klon Karet ……. 34 10. Pertambahan diameter batang pada berbagai jenis klon

Karet………..

35

11. Rataan luas permukaan daun………... 37

12. Rataan bobot kering total tanaman pada berbagai jenis klon


(10)

DAFTAR LAMPIRAN

No Halaman

1 Analisis data tinggi tanaman………. 47

2 Analisis data diameter tanaman……… 49

3 Analisi data luas permukaan daun……… 50


(11)

ABSTRACT

SOPIAN ADI. Fungi Species Identification and Use of Multiple Clones to Boost Growth Featured Rubber (Hevea brasiliensis) in Soil Andisol, under academic supervision of BUDI UTOMO and YUNASFI

Andisol soil is volcanic soils having high organic matter accumulation. The existence of micro organisms help to bind nutrients can be stored and released in the form elements using the services of microbes, fungi. The purpose of the study is to obtain the type of fungi that have the potential to increase the growth of seedlings of Hevea brasiliensis. Soil samples were ground Andisol mountain plateau region Jaranguda village, District Merdeka, Karo Regency, the experimental design used a completely randomized design (CRD) with 2 factors and 3 replications, which was conducted in September 2013 and February 2014. The parameters measured were plant height, stem diameter, leaf surface area and crown and root dry weight.

Fungi isolated were Aspergillus sp., Trichoderma sp., Penicillium sp., Humicola sp., Where the fungus is endemic use of land Andisol Jaranguda village, District Merdeka, Karo Regency. The results showed that the fungus only affects plant height and leaf surface area but had no effect on stem diameter and crown and root dry weight.

Keywords: Fungi, Aspergillus sp., Trichoderma sp., Penicilium sp., Humicola sp., Hevea brasiliensis, Andisol


(12)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Karet merupakan komoditas perkebunan yang sangat penting peranannya di Indonesia. Selain sebagai sumber lapangan kerja, komoditas Karet ini juga memberikan kontribusi yang signifikan sebagai salah satu sumber devisa non-migas, pemasok bahan baku Karet dan berperan penting dalam mendorong pertumbuhan sentra-sentra ekonomi.

Selama lebih dari tiga dekade (1970-2005), areal perkebunan Karet di Indonesia meningkat sekitar 1,27% per tahun. Namun pertumbuhan ini hanya terjadi pada areal Karet rakyat (± 1,6% per tahun), sedangkan pada perkebunan besar negara dan swasta cenderung menurun. Dengan luasan sekitar 3,3 juta ha pada tahun 2005, mayoritas (85%) perkebunan rakyat, 8% perkebunan besar milik swasta serta 7% perkebunan besar milik negara. Secara umum produktivitas Karet rakyat masih relatif rendah (796 kg/ha/th) bila dibandingkan dengan produktivitas perkebunan besar negara (1.039 kg/ha/th) maupun swasta (1.202 kg/ha/th) (BPPP, 2007).

Produktifitas Karet dapat ditingkatkan dengan cara ekstensifikasi dan intensifikasi. Ekstensifikasi merupakan rehabilitasi lahan dengan mengembangkan areal baru yang sebelumnya dianggap tidak sesuai untuk Karet, seperti areal yang berada pada wilayah pengunungan dataran tinggi. Sedangkan instensifikasi merupakan penggantian/peremajaan Karet rakyat yang tua dengan klon-klon unggul terbaru.


(13)

Oleh karena itu, perlu dilakukan penelitian untuk mencari klon Karet yang sesuai di tanah wilayah pengunungan dataran tinggi yang banyak memiliki keterbatasan untuk tanaman Karet. Salah satu upaya untuk meningkatkan pertumbuhan Karet yaitu dengan menggunakan fungi dekomposer yang diharapkan mampu merubah sifat fisik dan kimia tanah secara cepat dan dapat meningkatkan pertumbuhan tanaman Karet.

Tanah yang digunakan adalah tanah andisol yang berada di wilayah dataran tinggi kabupaten Karo dengan ketinggian 800-1500 mdpl yang banyak memiliki persamaan sifat dan karakteristik dengan tanah wilayah DTA Danau Toba. Banyak wilayah DTA Danau Toba saat ini yang telah gundul, jika ekstensifikasi Karet ini bisa dilakukan pada tanah ini akan membantu perubahan ekologi DTA Danau Toba dan sekaligus memberi nilai ekonomi bagi masyarakat.

Tujuan Penelitian

1. Untuk mengetahui jenis-jenis fungi endemik di tanah andisol .

2. Untuk mendeteksi jenis klon yang sesuai dengan tanah dan kombinasinya dengan fungi endemik yang sesuai.

Hipotesis

Pemberian fungi endemik dapat memberi pengaruh pada pertumbuhan Karet (Hevea brasiliensis) di tanah andisol .


(14)

Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat diaplikasikan oleh para petani Karet untuk meningkatkan pertumbuhan tanaman Karet agar menjadi lebih baik dan menambah informasi tentang fungi yang mampu meningkatkan pertumbuhan Karet.


(15)

TINJAUAN PUSTAKA

Deskripsi Tanah

Tanah merupakan hasil transformasi zat-zat mineral dan organik di muka daratan bumi. Dapat dikatakan bahwa tanah adalah sumber utama penyedia zat hara bagi tumbuhan. Tanah juga adalah tapak utama terjadinya berbagai bentuk zat didalam daur makanan. Komponen tanah (mineral, organik, air, dan udara) tersusun antara yang satu dan yang lain membentuk tubuh tanah. Tubuh tanah dibedakan atas horizon-horizon yang kurang lebih sejajar dengan permukaan tanah sebagai hasil proses pedogenesis. Bermacam-macam jenis tanah yang terbentuk merupakan refleksi kondisi lingkungan yang berbeda (Rachman, 2009).

Tanah memiliki tekstur yang dapat dirasakan dengan indera perasa. Tekstur tanah terdiri atas fraksi pasir yang memiliki diameter 2,00 - 0,20 mm, debu yang memiliki diameter 0,20 – 0,002 mm, liat yang memiliki diameter < 0,002 mm, dan fraksi kerikil (grave) yang memiliki diameter > 2 mm. Umumnya fraksi kerikil tidak digolongkan dalam fraksi tanah, namun fraksi kerikil masih tetap diperhitungkan dalam evaluasi tekstur tanah. Fraksi pasir sangat didominasi oleh mineral kuarso yang tahan terhadap pelapukan, sedangkan fraksi debu biasanya berasal dari mineral feldspar dan mika yang cepat lapuk. Fraksi liat lebih berperan secara kimiawi dalam tanah karena bersifat koloid atau bermuatan listrik yang aktif (Hanafiah, 2005).

Tanah yang menjadi media tumbuh bagi tanaman memiliki komposisi seperti, karbohidrat (gula, selulosa, hemiselulosa), lemak (gliserida, asam-asam lemak, stearat


(16)

dan oleat), dan lignin yang tersusun dari C, H, dan O, juga oleh N. P, S, Fe, dan lain-lain, sedangkan bagian mineralnya terdiri dari unsur hara makro dan mikro esensial (Hanafiah, 2005).

Tanaman membutuhkan unsur hara untuk dapat melengkapi siklus hidupnya, dan jika tanaman mengalami defisiensi maka dapat diperbaiki dengan unsur hara tersebut. Unsur hara yang dibutuhkan tanaman dalam jumlah besar, biasanya diatas 500 ppm dinamakan unsur hara makro esensial. Unsur hara yang dibutuhkan tanaman dalam jumlah sedikit, biasanya kurang dari 50 ppm dinamakan unsur hara mikro esensial. Unsur hara makro esensial yang melimpah meliputi karbon (C), hydrogen (H), dan oksigen (O), sedangkan yang terbatas meliputi nitrogen (N), fosfor (P), kalium (K), belerang (S), kalsium (Ca), dan magnesium (Mg). Unsur hara mikro esensial meliputi boron (B), besi (Fe), mangan (Mn), tembaga (Cu), seng (Zn), molybdenum (Mo), dan khlorin (Cl). Unsur yang paling banyak dibutuhkan oleh tanaman adalah unsur N karena digunakan sebagai komponen produksi, kecuali untuk tanaman yang produksinya berupa buah berair atau umbi (Hakim, 2009).

Tanah Andisol

Andisol ( andosol) merupakan tanah yang secara keseluruhan atau sebagai berasal dari ejekta volkanik. bahan induk cukup beragam mulai dari abu volkan (partike gelas < 2 mm), sinder ( partikel gelas >2 mm) dan pumice/batu apung (bahan sangat berpembuluh), dan aliran lava, sebagian mengandung batu besar dan bahan letusan volkanik lainnya, yang terdiri atas bahan-bahan piroklastis yang terbentuuk didaerah volkan (Muklis, 2006).


(17)

Andisol di Indonesia berkisar 6.491.000 ha atau sekitar 3,4% dari luas daratan Indonesia. Tanah ini merupakan tanah yang subur karena tanah ini mempunyai kejenuhan basa agak rendah sampai tinggi, memiliki aerase dan porositas yang sangat tinggi, mengandung bahan organik yang tinggi, memiliki muatan variabel, tetapi tanah ini memerlukan pemupukan fosfat yang tinggi sampai melebihi kapasitas penyematan fosfat oleh alofan (Munir, 1996).

Andisol memiliki porositas, permeabilitas dan stabilitas agregat yang tinggi. Umumnya berkapasitas penyimpan air yang tinggi dan kaya akan unsur hara jika tidak tercuci berat. Andisol memiliki permukaan yang spesifik yang luas dari kelompok aluminium hidroksida yang amorf bermuatan variable yang tinggi terhadap ion fosfat dalam bentuk erapan yang spesifik, sehingga sering terjadi kekahatan unsur P. Kadar C –organik cenderung lebih tinggi dan bobot isi yang rendah dan tidak ada/jarang terjadi keracunan Al. memiliki permasalahan keteknikan yang unik, karena kerapuhan batu apung dan batans cair dapat dicapai sebelum batas plastis (Nanzyo, 2002).

Rata-rata ada 57 unsur yang teranalisis dari tanah andisol. Kadar unsur yang sangat beragam dan nilai maksimum/nilai minimum berkisar antara 2 dan 300. Nilai maksimum/nilai minimum Si, Al, dan Fe agak sempit antara 2 dan 4. Kandungan rat-rata dari 12 unsur (C, N, Na, Mg, Al, Si, P, K, Ca, Ti, Mn, dan Fe) lebih dari 1g /kg, sedangkan unsur lainnya kurang dari 1 g/kg. Banyak faktor, seperti tipe batu tephra, kadar bahan non kristalin, dan aktivitas biologi, dapat mempengaruhi tingginya nilai maksimum/minimum dari 57 unsur yang di kandung tanah-tanah abu volkanik (Muklis, 2006).


(18)

Deskripsi Karet ( Hevea brasiliensis )

Karet dengan marga Euphorbiaceae merupakan jenis pohon yang cepat tumbuh dengan nama lokal Rambung. Tanaman Karet (Hevea brasiliensis Muell.) merupakan tanaman perkebunan yang penting di Indonesia, karena merupakan salah satu produk non migas yang menjadi sumber pemasukan devisa negara dalam jumlah yang besar. Hasil utama tanaman Karet adalah getah (lateks). Lateks tersebut berperan besar sebagai bahan baku, mulai dari peralatan transportasi, medis, dan alat-alat rumah tangga. Perkembangan teknologi dan industri yang semakin maju, menyebabkan penggunaan Karet alam yang semakin luas dalam kehidupan sehari-hari. Hal ini secara langsung mendorong peningkatan konsumsi Karet dunia serta permintaan terhadap Karet alam.

Dalam sistematika (taksonomi) tumbuh-tumbuhan Menurut cahyono (2010) dalam ilmu tumbuhan, tanman Karet diklasifikasikan sebagai berikut :

Divisi : Spermatophyta Subdivisi : Angiospermae Kelas : Dicotyledonae Ordo : Euphorbiales Family : Euphorbiaceae Genus : Hevea

Spesies : Hevea brasiliensis Muell Arg

Dalam genus Hevea, hanya species Hevea brasiliensis Muell Arg. Yang dapat menghasilkan lateks unggul, dimana sebanyak 90% Karet alam dihasilkan oleh


(19)

spesies tersebut. Tanaman Karet adalah pohon yang tumbuh tinggi dan berbatang cukup besar, tinggi pohon dewasa mencapai 15-25 meter. Batang tanaman biasanya tumbuh lurus dan memiliki percabangan yang tinggi. Dibeberapa kebun Karet ada beberapa kecondongan arah tumbuh tanamannya agak miring kearah utara. Batang tanaman ini mengandung getah yang dikenal dengan nama lateks. Daun Karet terdiri dari tangkai daun utama dan tangkai anak daun (Budiman, 2012).

Sebaran Karet

Karet tumbuh secara alami di Australia, Malaysia, Indonesia, Papua, Filipina, Singapura, dan Vietnam. Karet merupakan jenis tanaman yang disukai tidak hanya di habitat, tetapi juga di luar habitat alaminya. Karet merupakan hasil komoditas non migas yang sangat berproduksi yang berhasil dikembangkan di negara-negara subtropis dan tropis lainnya.

Kesesuaian Tempat Tumbuh Tanaman Karet

Sesuai dengan habitat aslinya di Amerika selatan, terutama di brazil yang beriklim tropis, maka Karet juga cocok ditanam didaerah-daerah tropis lainnya. Daerah tropis yang baik ditanami Karet mencakup luasan antara 150 Lintang Utara

sampai 100 Lintang Selatan. Walaupun daerah itu panas, sebaiknya tetap menyimpan

kelembaban yang cukup. Suhu harian yang diinginkan tanaman Karet rata-rata 250 –

30 0C. Apabila dalam jangka waktu yang panjang suhu harian rata-rata kurang dari


(20)

Iklim

Daerah yang cocok untuk tanaman Karet adalah pada zone antara 150° LS dan 150° LU. Diluar itu pertumbuhan tanaman Karet agak terhambat sehingga memulai produksinya juga terlambat. Pertumbuhan tanaman Karet agak terhambat sehingga memulai produksinya juga terhambat. Suhu yang dibutuhkan untuk tanaman Karet 25 O

C sampai 35 OC dengan suhu optimal 28 OC, dalam sehari tanaman Karet

mebutuhkan intensitas matahari yang cukup antara 5 sampai 7 jam (Suhendri, 2002).

Ketinggian Tempat

Tanaman Karet tumbuh optimal pada dataran rendah dengan ketinggian 200 m – 400 m dari permukaan laut (dpl). Pada ketinggian > 400 m dpl dan suhu harian lebih dari 30 OC, akan mengakibatkan tanaman Karet tidak bisa tumbuh dengan baik.

Angin

Angin juga mempengaruhi pertumbuhan tanaman Karet. Angin yang kencang pada musim-musim tertentu dapat mengakibatkan kerusakan pada tanaman Karet yang berasal dari klon-klon tertentu dalam berbagai jenis tanah, baik pada tanah latosol, podsolik merak kuning, vulkanis bahkan pada gambut sekalipun.

Tanah

Lahan kering untuk pertumbuhan tanaman Karet pada umumnya lebih mempersyaratkan sifat fisik tanah dibandingkan dengan sifat kimianya. Hal ini disebabkan perlakuan kimia tanah agar sesuai dengan syarat tumbuh tanaman Karet dapat dilaksanakan dengan lebih mudah dibandingkan dengan perbaikan sifat


(21)

fisiknya. Berbagai jenis tanah dapat sesuai dengan syarat tumbuh tanaman Karet baik tanah vulkanis muda dan tua, bahkan pada tanah gambut < 2 m. Tanah vulkanis mempunyai sifat fisika yang cukup baik terutama struktur, tekstur, sulum, kedalaman air tanah, aerasi dan drainasenya, tetapi sifat kimianya secara umum kurang baik karena kandungan haranya rendah. Tanah alluvial biasanya cukup subur, tetapi sifat fisikanya terutama drainase dan aerasinya kurang baik. Reaksi tanah berkisar antara pH 3,0 - pH 8,0 tetapi tidak sesuai pada pH < 3,0 dan > pH 8,0. Sifat-sifat tanah yang cocok untuk tanaman Karet pada umumnya antara lain :

• Solum tanah sampai 100 cm, tidak terdapat batu-batuan dan lapisan cadas

• Aerase dan drainase cukup

• Tekstur tanah remah, poreus dan dapat menahan air

• Struktur terdiri dari 35% liat dan 30% pasir

• Tanah bergambut tidak lebih dari 20 cm

• Kandungan hara NPK cukup dan tidak kekurangan unsur hara mikro

• Reaksi tanah dengan pH 4,5 - pH 6,5

• Kemiringan tanah < 16% dan

• Permukaan air tanah < 100 cm.

(Anwar, 2001).

Berbagai jenis tanah dapat sesuai dengan syarat tumbuh tanaman Karet baik tanah vulkanis maupun alluvial. Pada tanah vulkanis mempunyai sifat fisika yang cukup baik terutama struktur, tekstur, solum, kedalaman air tanah, aerasi dan drainase, tetapi sifat kimianya secara umum kurang baik karena kandungan haranya


(22)

rendah. Sedangkan tanah alluvial biasanya cukup subur, tetapi sifat fisikanya kurang baik sehingga drainase dan aerasenya kurang baik. Tanah-tanah kurang subur seperti podsolik merah kuning yang ada di negeri ini dengan bantuan pemupukan dan pengelolaan yang baik bisa dikembangkan menjadi perkebunan Karet dengan hasil yang cukup baik (Island, 2010).

Jenis-jenis Klon Karet

Tanaman Karet yang ditumbuhkan seragam dilapangan, sangat bergantung pada penggunaan bibit hasil okulasi yang entresnya di ambil dari kebun entres yang memiliki klon yang murni. Kegiatan pemuliaan Karet di Indonesia sendiri telah menghasilkan klon-klon Karet unggul sebagai penghasil lateks dan penghasil kayu sperti Indonesian rubber research (IRR), Algemene Vereniging Rubber Planters Outkust Sumatra (AVROS), Gondang Tapen (GT), Prang Besar (PB), Rubber Research Institute of Malaysia (RRIM), Rubber Research Institute of Ceylon (RRIC) dan Badan Penelitian Medan (BPM). Klon-klon unggul generasi ke-4 pada periode tahun 2006-2010, yaitu klon IRR 5, IRR 32, IRR 39, IRR 104, dan IRR 118. Klon-klon tersebut menunjukan produktivitas dan kinerja yang baik pada berbagai lokasi, tetapi memiliki variasi karakter agronomi dan sifat-sifat sekunder lainnya. Klon-klon lama yang sudah dilepas yaitu GT 1, AVROS 2037, PR 225, PR 261, PR 300, PR 303, RRIM 600, RRIM 712, BPM 1, BPM 24, BPM 107, BPM 109, PB 260, RRIC 100 masih memungkin untuk di kembangkan, tetapi harus dilakukan secara hati-hati baik dalam penempatan lokasi maupun system pengelolaannya (Anwar, 2001).


(23)

Jenis klon Karet yang unggul yang dianjurkan untuk sistem pertanian Karet didaerah sumatera dan Kalimantan adalah PB 260, AVROS 2037, RRIC 100, BPM 1, dan RRIM 600. Selain itu, BPM 24 dapat digunakan di Jambi. Semua jenis klon Karet tersebut memberikan hasil yang baik, pertumbuhan batnag yang cepat, dan dapat di adaptasikan ke dalam kondisi perkebunan Karet rakyat (Purwanto, 2001).

Pengenalan Fungi

Salah satu fungsi utama dari fungi dalam tanah adalah untuk menguraikan bahan organik dan membantu bongkah tanah. Disamping itu kemampuaan ini, beberapa spesies tertentu dari Alternaria, Aspergillus, Cladosvorium, Dematium,

Giocladium, Helminthosporium, Humicola dan Metarizium menghasilkan bahan yang mirip dengan bahan humus dalam tanah dan karenanya mungkin penting dalam memelihara bahan organik tanah (Rao, 1994).

Di dalam tanah, keberadaan mikroba sangat dipengaruhi oleh kondisi fisik, kimia, dan biologi tanah. Perbedaan berbagai atribut mikroba pada berbagai kondisi tanah disebabkan antara lain oleh perbedaan jenis dan kandungan bahan organik, kadar air, jenis penggunaan tanah dan cara pengelolaannya (Wagner dan Wolf, 1997).

Trichoderma sp merupakan spesies yang kosmopolit, dan dapat diisolasi dari tanah, biji-bijian, kertas, tekstil, rhizosfer kentang, gandum, bit gula, rumput,jerami serta kayu. Penicilium sp merupakan spesies yang kosmopolit dan umum yang terdapat pada daerah tropis. Spesies ini mudah di isolasi dari udara, serelelia, rempah-rempah, serasah, sayuran, pulp kayu dan kertas, bahan makanan (Ganjar, 1999).


(24)

Spesies ini kosmopolit, dan telah disolasi dari tanah, kayu, serasah, rerumputan, tanah hutan, tanah gurun, air sungai, air laut, serta kompos. Spesies ini bersifat selulotik kuat, dan menyukai lingkugan kearah basa (Ganjar, 1999).

Fungi Penicilium, Rhizopus dan Aspergillus memiliiki potensi sebagai penghasil glukosa oksidase dengan aktivitas yang cukup tinggi. Semakin banyak karbohidarat yang dihasilkan dan tersedia didalam tanah akan meningkatkan laju

pertumbuhan sel-sel baru yang terbentuk terutama pertambahan diameter batang ( Firman dan Aryantha, 2003).

Fungi tanah merupakan salah satu mikroorganisme tanah yang mempunyai peranan penting dalam siklus hara yang selanjutnya akan menentukan kesuburan tanah dan meningkatkan pertumbuhan tanaman (Suciatmih, 2006).

Mikroba-mikroba tanah banyak yang berperan didalam penyediaan maupun penyerapan unsur hara bagi tanaman. Tiga unsur penting tanaman, yaitu nitrogen(N), fosfat (P), dan kalium (K) seluruhnya melibatkan aktivitas mikroba. Mikroba dapat melarutkan fosfat apabila tercukupi N. unsur N harus ditambat oleh mikroba dan diubah bentuknya menjadi tersedia bagi tanaman. Mikroba penambat N ada yang bersimbiosis dan ada pula yang hidup bebas (non-simbiotik). Mikroba penambat N non-simbiotik dapat digunakan untuk semua jenis tanaman. Mikroba tanah lain yang berperan di dalam penyediaan unsur hara adalah mikroba pelarut fosfat (P) dan kalium (K). Bahan organik banyak mengandung P namun hanya sedikit/tidak tersedia bagi tanaman, disinilah peranan mikroba pelarut P. Mikroba ini akan melepaskan ikatan P dari bahan organik dan menyediakan bagi tanaman (Sumarsih, 2003).


(25)

Beberapa kapang antagonis Trichoderma sp. adalah jamur saprofit tanah yang secara alami merupakan parasit yang menyerang banyak jenis jamur penyebab penyakit tanaman yang mempunyai spektrum pengendalian luas. Pertumbuhan fungi

Trichoderma sp. sangat cepat dan mampu menghasilkan hormon tumbuh sehingga dapat memacu pertumbuhan tanaman (Trianto dan Gunawan, 2003).

Mikroba tanah seperti fungi Aspergillus, Penicillium, dan Culfularia

mempunyai kemampuan melarutkan fosfat-anorganik tak larut dengan mensekresikan asam-asam organik (Rao, 1994). Setiap mikroba pelarut fosfat (MPF) menghasilkan jenis dan jumlah asam organik yang berbeda dan ada kemungkinan satu jenis MPF menghasilkan lebih dari satu jenis asam organik (Tae, 2004).

Beberapa jamur yang biasa ditemukan pada tanah diantaranya Penicilium sp., Trichoderma harzianum, Rhizopus sp., Humicola sp., Fusarium sp., Pytophttora infestan, dan Aspergillus sp. Fungi tanah merupakan salah satu mikroorganisme yang paling banyak ditemui ditanah. Kebanyakan jamur pathogen terhadap tanaman (Putri, 2006).

Fungi mempunyai peranan penting dalam pembentukan tanah karena ternyata berbagai jenis fungi dapat melapukaan atau mempunyai daya lapuk yang kuat terhadap sisa-sisa tanaman yang mengandung karbohidrat dan ternyata tidak mudah dilapukkan atau dihancurkan oleh bakteri. Bagi berbagai jenis fungi walaupun secara secara agak lambat bahan-bahan seperti selulosa atau lignin akan dapat dilapukkan dan dimanfaatkannya. Apabila fungi-fungi itu telah sampai pada siklus hidupnya yang terakhir maka bahan-bahan yang dikandungnya akan sangan bermanfaat dalam


(26)

memperkaya tanah dengan bahan-bahan organik yang bermanfaat bagi tanaman (Kartasapoetra dan Sutedjo, 2005).

Manfaat Penicillium sp. antara lain Penicillium sp. dan Aspergillus sp. dapat mengubah senyawa fosfat anorganik tidak larut menjadi bentuk terlarut (H2PO4¯ ) dan HPO4 2- yang dapat diserap tanaman. Selain itu juga terdapat sejumlah bakteri pelarut fosfat seperti Pseudomonas, Micrococcus, Bacillus dan Flavobacterium

(Sutanto, 2002; Isroi, 2005).

Manfaat Aspergillus sp. antara lain genus Aspergillus dan genus Penicillium

merupakan fungi antagonis yang mempunyai daya antibiotik yang berperan dalam ketahanan tanaman (Djafaruddin, 2000; Yulianto, 1989). Menurut Isroi (2008)

Aspergillus sp. dan Penicillium sp. juga mempunyai kemampuan yang tinggi dalam melarutkan P dan K. Aplikasi Aspergillus sp. dan Trichoderma harzianum dapat meningkatkan pertumbuhan atau produktivitas tanaman.

Manfaat Trichoderma harzianum antara lain menghasilkan sejumlah besar enzim ekstraseluler b (1,3) glukanase dan kitinase yang dapat melarutkan dinding sel fungi patogen, menyerang dan menghancurkan propagul patogen yang ada di sekitarnya. Trichoderma viridae menghasilkan 2 jenis antibiotik yaitu gliotoksin dan viridian yang dapat melindungi tanaman bibit dari serangan penyakit rebah kecambah (Rifai, 1969). Mampu merangsang pertumbuhan tanaman dan meningkatkan hasil produksi tanaman. Secara ekonomi, penggunaan Trichoderma sp. lebih murah dari pada penggunaan pupuk kimia (Amani, 2008).

Jenis fungi yang banyak ditemukan di lapisan tanah organik adalah


(27)

akan berubah sesuai dengan perubahan keadaan tanah. Fungi merupakan jasat renik yang dapat menghancurkan selulosa, zat pati, lignin, protein dan gula. Oleh karenanya dalam pembentukan humus dan agregasi tanah fungi lebih berperan daripada bakteri, terutama dalam suasana asam (Hakim, 2009).

Fungi dapat dibuat starter yang dapat dijadikan sebagai pupuk hayati untuk merehabilitasi lahan gambut. Penggunaan fungi selain murah juga tidak menimbulkan dampak negatif terhadap lingkungan dan juga berkelanjutan. Dibanding pupuk hayati, pupuk kimia sangat sulit diserap oleh tanaman, sulit diuraikan air, dan dapat meracuni produk yang dihasilkan oleh tanaman. Demikian juga dengan masalah harga yang cenderung semakin mahal, pemberian dosis pupuk di lahan gambut juga lebih banyak dibanding pemberian pupuk di tanah mineral, dan ketersediaan pupuk sering mengalami kelangkaan. Harga pupuk pada pengecer saat ini perkilo gram ± Urea (Rp. 8.000); TSP (Rp. 12.000); KCL (Rp. 10.000); NPK/Mutiara 16 16 16 (Rp. 11.000); Kieserite (Rp. 5.000) dan Dolomite (Rp. 1.000). Sementara harga starter fungi hanya berkisar Rp. 6.000/kg atau dapat diperbanyak sendiri di media jagung atau bekatul sebelum diaplikasikan ke media gambut. Bila dilihat keberadaan gambut yang kaya bahan organik maka pemberian fungi lebih tepat jika dibanding pemberian pupuk kimia (Yuleli, 2009).


(28)

Gambaran Umum Wilayah Pengambilan Tanah

Desa Jaranguda memiliki luas wilayah sebesar 440 ha. Jarak desa penelitian ke ibukota kecamatan sekitar 2 km, sementara jarak desa ke ibukota kabupaten sekitar 13 km, dan jarak desa ke ibukota propinsi sekitar 67 km. Waktu tempuh ke ibukota kecamatan sekitar 0,10 jam, sementara waktu tempuh ke ibukota kabupaten sekitar 1,5 jam, dan waktu tempuh ke Pusat Fasilitas terdekat (ekonomi, kesehatan, pemerintahan) sekitar 0,5 jam.

Adapun batas-batas wilayah desa penelitian adalah sebagai berikut: - Sebelah Utara berbatasan dengan Hutan Negara

- Sebelah Selatan berbatasan dengan Desa Gongsol - Sebelah Barat berbatasan dengan Desa Merdeka - Sebelah Timur berbatasan dengan Desa Lau Gumba

Desa Jaranguda berada pada ketinggian 1400 m di atas permukaan laut dengan curah hujan 2000 – 3000 mm per tahun. Suhu rata-rata 17-25 °C. Kondisi permukaan tanah rata sampai bergelombang dengan tingkat kesuburan tanah subur.

Penduduk asli Desa Jaranguda adalah Suku Karo. Masyarakat pendatang cukup paham dan mengerti adat istiadat penduduk desa karena mereka sudah lama mendiami desa ini. Bahkan sudah banyak yang diangkat menjadi Suku Karo. Secara umum, mata pencaharian penduduk adalah bertani dan tepah ada kelompok – kelompok tani di Desa Jaranguda ini (Pemerintah Kabupaten Karo, 2007).


(29)

(30)

BAHAN DAN METODE

Tempat dan Waktu Penelitian

Sampel tanah diambil dari desa Jaranguda, Kecamatan Merdeka, Kabupaten Karo. Isolasi fungi dilakukan di Laboratorium Biologi Tanah, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara, Medan. Penanaman dilakukan di Rumah Kaca Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara. Penelitian dilaksanakan mulai bulan September 2013 sampai dengan Maret 2014.

Bahan dan Alat Penelitian

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah bibit stump Hevea brasiliensis yang berumur 3 bulan yang diperoleh dari salah satu perkebunan Karet yang ada di Desa Sungei Putih dengan jenis klon AVROS, PB 260, PB 340, dan RRIC 100, tanah diambil di desa Jaranguda Kec. Merdeka, Kabupaten Karo, kentang, deksrosa, agar-agar, jagung, Streptomycin sulfat, akuades, alkohol.

Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah: peta lokasi pengambilan sampel, cawan petri, tabung reaksi, labu Erlenmeyer, gelas ukur, shaker, autoklaf, laminar flow, inkubator, ose, lampu Bunsen, kompor gas, kukusan, kapas, kertas label, plastik tahan panas, polibag 30 x 35 cm2, aluminium foil, selotif, mikroskop

cahaya, kaca benda, kaca penutup, gunting, kamera digital, jangka sorong, meteran, dan timbangan analisis.


(31)

Prosedur Penelitian

1. Pengambilan sampel tanah

Pengambilan contoh tanah diawali dengan menentukan lokasi pengambilan contoh tanah secara purposive sampling dengan kriteria tanah yang tidak pernah diberi pupuk (yang masih asli) yang berada di desa Jaranguda, Kecamatan Merdeka, Kabupaten Karo. Berdasarkan kriteria tersebut dilakukan pengambilan contoh tanah dari 10 titik lokasi di tanah andisol desa Jaranguda, Kecamatan Merdeka, Kabupaten Karo, Contoh tanah tersebut kemudian dikompositkan dan dilakukan isolasi mikroorganisme.

2. Pembuatan Media Potato Dextrose Agar (PDA)

Isolasi fungi menggunakan medium PDA (Potato Dextro Agar) yang dibuat sendiri. Sebanyak 200 gr kentang yang telah dikupas dan dibersihkan kemudian diiris tipis-tipis. Kentang direbus selama 15-20 menit dengan air steril secukupnya. Kemudian disaring dengan kain. Filtrat yang dihasilkan kemudian dimasukkan ke dalam gelas ukur lalu ditambahkan 20 gr dekstrosa dan ditambahkan 20 gr agar kemudian dimasukkan air steril hingga volumenya menjadi satu liter. Kemudian dipanaskan dan diaduk hingga medium tampak bening. Lalu medium diseterilisasi dalam autoklaf pada suhu 121 oC dan tekanan 2 atm selama 15 menit. Media yang

telah diseterilisasi selanjutnya dituang ke dalam cawan petri. 3. Isolasi Fungi dari Tanah

Isolasi fungi dilakukan dengan cara ekstrak pengenceran dengan menggunakan metode agar cawan. Dasar dari metode adalah asumsi bahwa setiap satu sel hidup akan membentuk satu koloni, sehingga jumlah koloni-koloni yang


(32)

muncul dalam cawan petri memilki jumlah bakteri asal. Agar ketelitian dari pengamatan lebih tinggi, maka jumlah koloni dalam cawan petri dibatasi 30-300 koloni. Untuk memperoleh selangan tersebut, maka biakan perlu diencerkan (Hadioetomo,1990).

Tanah dimasukkan 10 gr ke dalam labu Erlenmeyer yang sudah berisi air steril sebanyak 100 ml kemudian kocok dengan shaker selama 30 menit (ini di sebut pengenceran 10-1) hal ini untuk memisahkan mikroba dengan tanah, kemudian

diambil 1 ml dari sampel masukkan kedalam tabung reaksi I yang berisi 9 ml air steril kocok hingga campuran homogen, kemudian ambil 1ml dari tabung reaksi I masukkan kedalam tabung II yang berisi 9 ml air steril kocok hingga homogen, kemudian ambil 1ml dari tabung reaksi II masukkan kedalam tabung III yang berisi 9 ml air steril kocok hingga homogen. Setelah itu dari tabung reaksi I, II, dan III dituangkan sebanyak 0,1 ml ke dalam cawan petri I dari tabung reaksi I, cawan petri II dari tabung reaksi II, dan cawan petri III dari tabung reaksi III, yang berisi PDA dengan suhu 50 oC menggunakan pipet tetes mikro kemudian di sebar menggunakan

spatula di atas permukaan PDA sampai kering biarkan sampai fungi tumbuh pada media biakan tersebut, ini dilakukan dengan tiga kali ulangan.

4. Pembiakan Murni

Biakan isolasi fungi dari pengenceran yang berasal dari cawan petri I, II, III dilihat pertumbuhan fungi yang paling dominan, dibuat biakan murni. Jenis fungi yang dominan di pindahkan ke dalam cawan petri yang telah diisi PDA terlebih dahulu dan diinkubasi selama 14 hari. Fungi yang telah tumbuh pada media, diamati


(33)

ciri-ciri mikroskopisnya, yaitu ciri koloni seperti sifat tumbuh hifa, warna koloni dan diameter koloni.

5. Identifikasi Fungi

Biakan murni fungi diremajakan pada media PDA dan diinkubasi selama 14 hari. Fungi yang telah tumbuh pada media, diamati ciri-ciri makroskopisnya, yaitu cirri koloni seperti sifat tumbah hifa, warna koloni dan diameter koloni. Fungi juga ditumbuhkan pada kaca objek dengan cara membuat potongan agar yang telah di tumbuhi fungi diletakkan pada kaca objek, dan ditutupi dengan gelas penutup. Biakan pada kaca ini di biarkan selama beberapa hari pada kondisi ruang sampai fungi tumbuh cukup berkembang, kemudian dilakukan pengamatan dengan mikroskop untuk pengambilan data mikroskopis. Diamati dan di identifikasi fungi yang ada pada mikroskop yang menyangkut bentuk, warna hifa, miselia, konidia dan jenis fungi. Kemudian dicocokkan dengan kunci identifikasi.

6. Pembuatan Starter

Jagung pecah giling dicuci bersih hingga semua kulit ari dan ampas terbuang lalu ditiriskan. Jagung dikukus selama ± 60 menit, kira-kira hampir matang diangkat. Jagung yang sudah dingin diberi 1 g streptomycin untuk 3 kg jagung. Jagung dimasukkan dalam plastik tahan panas ukuran 1 kg sebanyak masing-masing 300 g, disterilkan dalam autoklaf dengan suhu mencapai 121ºC tekanan 1atm. Jagung dalam plastik dipindahkan ke dalam laminar flow untuk diinokulasi dengan isolat fungi murni yang sudah dibiakkan di media PDA sebelumnya. Fungi di media jagung dibiarkan sampai tumbuh merata di semua bagian jagung. Starter fungi yang sudah berumur ± 2 minggu sudah dapat diaplikasikan ke media tanaman dalam polibag.


(34)

Persiapan Media Tanam, Penanaman dan Aplikasi Starter

Media tanam menggunakan tanah andisol yang masih asli (tidak pernah terkena pupuk) yang diambil dari desa Jaranguda, Kecamatan Merdeka, Kabupaten Karo. Sampel tanah sebagian diambil terlebih dahulu untuk dianalisis di Laboratorium Biologi Tanah, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara.

Tanah yang sudah diambil langsung dimasukkan ke dalam polibag agar kondisinya sesuai dengan lingkungan asalnya. Tanah dimasukkan ke dalam polibag masing-masing sebanyak 5 kg dan dibuat lubang di tengah-tengahnya. Bibit H. brasiliensis umur 3 bulan dipindahkan ke dalam polibag yang telah diisi tanah. Starter diaplikasikan sesuai dosis yang sudah ditetapkan ke media tanam pada masing-masing polibag (kecuali polibag kontrol) dan disiram setiap pagi dan sore hari dengan takaran yang sama.

10 gram tanah andisol

1 ml 1 ml 1 ml

Air steril 100ml 9 ml air steril 9 ml air steril 9 ml air steril

Cawan petri I Cawan petri II Cawan petri III

cawan petri berisi PDA

Gambar 2. Cara Pengenceran Tanah Andisol untuk Isolasi Fungi dan Pemurnian Fungi Pada Media PDA

Fungi yang diisolasi dari tanah andisol dilakukan


(35)

Biakan yang telah Fungi di Inokulasikan ke media Starter Starterdiaplikasikan di

Identifikasi ke Tanaman

Gambar 3. CaraInokulasi dan Aplikasi Fungi pada Bibit Hevea brasiliensis Pemeliharaan Tanaman

Penyiraman

Penyiraman bibit dilakukan pada sore hari dengan menggunakan gembor, tetapi disesuaikan dengan kondisi lapangan. Jika media masih lembab, maka tidak perlu disiram karena akan menyebabkan busuk akar.

Penyiangan

Untuk menghindari persaingan antara gulma dan tanaman, maka dilakukan penyiangan. Penyiangan dilakukan secara manual dengan mencabut gulma yang berada pada polibag.

Pengamatan Parameter

Sebelum dilakukan pengamatan parameter, terlebih dahulu dilakukan pengambilan data awal tiap parameter. Data yang diperoleh pada saat pengukuran parameter dikurangi terhadap data awal sebelum pengukuran. Pengamatan mulai dilakukan 2 minggu setelah tanam (2 MST), selama 3 bulan dan parameter yang diamati antara lain adalah:


(36)

Tinggi Tanaman (cm)

Tinggi tanaman diukur mulai dari pangkal tunas okulasi sampai titik tumbuh terakhir. Pengukuran tinggi dilakukan dengan menggunakan penggaris.

Diameter Batang (cm)

Diameter batang diukur dengan jangka sorong pada pangkal batang kira-kira 1 cm dari permukaan tanah (diberi tanda patok kayu setinggi 1 cm dari permukaan tunas okulasi). Pengukuran berikutnya dilakukan di pengukuran pertama atau sejajar dengan patok yang sudah dipasang tadi, demikian selanjutnya.

Luas Permukaan Daun

Pengamatan luas daun dilakukan pada akhir pengambilan data. Daun terlebih dahulu dicetak di atas kertas milimeter, lalu di scan ke komputer, selanjutnya dihitung dengan menggunakan program software komputer Image J. Daun yang dihitung adalah seluruh daun yang ada pada bibit.

Bobot kering Total

Dianalisis setelah data terakhir diambil (hari terakhir bulan ke-3). Daun, akar dari setiap perlakuan dan kontrol masing-masing dimasukkan ke dalam amplop yang sudah dilubangi lalu dikeringkan dalam oven dengan suhu 70 ºC selama 72 jam. Setelah daun dan akar benar-benar kering masing-masing ditimbang dengan timbangan analisis.


(37)

Analisis Data

Rancangan percobaan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Rancangan Percobaan Acak Lengkap (RAL) Faktorial dengan 2 faktor dan ulangan sebanyak 3 kali dimana:

1. Faktor I: Jenis klon Karet yang ditanam yang terdiri dari 4 klon yaitu: AVROS

PB 260 PB 340 RRIC 100

2. Faktor II: Jenis fungi yang digunakan yang terdiri: K: Kontrol

A: Fungi Aspergillus sp. B: Fungi Trichoderma sp. C: Fungi Penicillium sp. D: Fungi Humicola sp.

Percobaan dianalisis dengan sidik ragam dengan model linier sebagai berikut: Yij= � + Ti+Mj+Uk+TM(ij)+ℇijk

Yij : Pengaruh jenis klon (T) ke-i dan pemberian fungi (M) dengan jenis yang berbeda ke-j pada ulangan (U) ke-k

µ : Nilai tengah umum


(38)

Mj : Pengaruh pemberian fungi dengan jenis yang berbeda ke-j

TM(ij) : Pengaruh interaksi antara jenis klon yang berbeda ke i dan pemberian fungi dengan jenis yang berbeda ke-j

ℇijk : Galat pengaruh jenis klon (T) yang berbeda ke-i dan pemberian fungi (M) dengan jenis yang berbeda ke-j pada ulangan (U) ke-k

Analisis statistik didasarkan pada analisis variansi pada setiap parameter dan uji lanjutannya menggunakan uji jarak berganda Duncan (DMRT) pada taraf 5%.


(39)

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Jenis-jenis Fungi Yang Teridentifikasi Pada Tanah Andisol Desa Jaranguda, Kecamatan Merdeka, Kabupaten Karo.

Hasil penelitian menunjukkan ada 4 jenis fungi yang dominan dari hasil isolasi fungi pada tanah andisol desa Jaranguda, Kecamatan Merdeka, Kabupaten Karo. Jenis-jenis fungi yang berhasil diisolasi yaitu Aspergillus sp. dengan jumlah koloni 40, Trichoderma sp. dengan jumlah koloni 36, Penicillium sp., dengan jumlah koloni 34 dan Humicola sp. dengan jumlah koloni 32.

Jenis-jenis fungi yang teridentifikasi dari tanah andisol dengan ciri-ciri makroskopis dan mikroskopisnya dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Jenis fungi yang berhasil di isolasi dari tanah andisol dan ciri-cirinya

Jenis fungi Pengamatan makroskopik Pengamatan mikroskopik Warna koloni Diameter koloni Ukuran konidiofor Diameter hifa Diameter konidia Aspergillus sp Abu-abu

kecoklatan

8 cm 15-20 µm 7,2 15-20 µm

Trichoderma sp

Hijau pekat 9 cm 7,5-12,5 µm 8,0 2,5-9 µm

Penicillium sp Putih kekuningan

5,8 cm 500 µm 8,5 4-10,5 µm

Humicola sp Putih abu-abu


(40)

B. Karakteristik Jenis-jenis Fungi Dominan Pada Tanah Andisol 1. Aspergillus sp.

Koloni pada medium PDA diameternya mencapai 4-6 cm dalam 8 hari, pada umur 14 hari diameter koloni mencapai 8 cm dan terdiri dari lapisan basal yang bersporulasi lebat dan pada awal pertumbuhan membentuk lapisan padat yang terbentuk oleh konidiofor-konidiofor berwarna coklat kekuningan yang cepat berubah menjadi coklat kehijauan. Tangkai konidiofor bening, dan umumnya berdinding tebal dan menyolok. Kepala konidia berbentuk bulat, kemudian merekah menjadi kolom kolom yang terpisah. Vesikula berbentuk bulat hingga semibulat, dan berdiameter 25-50 µm. Fialid terbentuk langsung pada vesikula atau pada metula dan berukuran (10-15) x (4-8) µm. Metula berukuran (7-10) x (4-6) µm. Konidia berbentuk bulat hingga semibulat, berdiameter 5-6,5 µm, berwarna kuning kecoklatan.

Gambar 4. Aspergillus sp koloni umur 14 hari pada media PDA (A); dan foto mikroskopik (B), konidia (a), konidiofor (b)

Dari hasil penelitian ditemukan jenis fungi Aspergillus sp. ditanah andisol pengunungan dataran tinggi. Hal ini didukung oleh Hakim (2009) bahwa jenis fungi

b a

B A


(41)

yang banyak ditemukan di lapisan tanah organik adalah Penicillium sp., Mucor sp.,

Trichoderma sp. dan Aspergillus sp. Jenis dan jumlah akan berubah sesuai dengan perubahan keadaan tanah. Aspergillus sp merupakan jenis fungi yang kosmopolit dalam tanah, hal ini sama dengan yang dikatakan Ganjar (1999) Aspergillus

merupakan fungi berserabut, kosmopolit dan dapat ditemukan dimana-mana, antara lain dri isolasi tanah, sisa-sisa tanaman, dan lingkungan udara serta dalam ruangan. Fungi Aspergillus sp. merupakan jenis fungi yang bermanfaat bagi kesuburan tanah dan tanaman. Hal ini sesuai dengan yang dikatakan Yulianto (1989) dan Djafaruddin (2000) bahwa Aspergillus sp. dan Penicillium sp. juga mempunyai kemampuan yang tinggi dalam melarutkan P dan K. Manfaat Aspergillus sp. antara lain genus Aspergillus dan genus Penicillium merupakan fungi antagonis yang mempunyai daya antibiotik yang berperan dalamketahanan tanaman.

2. Trichoderma sp.

Pengamatan pertama diperoleh warna putih ke abu-abuan yang ada pada bagian tengahnya terdapat warna hijau. Sementara diameter pada hari ke 7 yang di peroleh sekitar 4,6 cm. Hari-hari berikutnya perubahan warna koloni terjadi dimana warna hijau terbentuk dan terdapat warna seperti tepungtepung putih. Pada hari ke -14 keseluruhan cawan tertutupi oleh warna hijau. Konidiofornya memiliki percabangan menyerupai piramida, yaitu pada bagian bawah lateral yang berulang-ulang, fialid tampak langsing dengan panjang 6-7 µm dengan warna hijau dan konidia yang terbentuk semi bulat hingga oval pendek dann berdinding halus, dengan


(42)

diameter 2,5-3,00 µm. Bentuk koloni dan mikroskopik Trichodermasp. dapat dilihat pada Gambar 5.

Gambar 5. Trichoderma sp. koloni umur 14 hari pada media PDA (A); dan foto mikroskopik (B), konidia (a), Konidiofor (b)

Jenis fungi kedua yang ditemukan dalam penelitian ini adalah fungi

Trichoderma sp. Hal ini sesuai dengan perkataan Ganjar (1999) bahwa Trichoderma

sp merupakan spesies yang kosmopolit, dan dapat di isolasi dari tanah.

Fungi Trichoderma sp. merupakan salah satu fungi yang mampu memacu pertumbuhan tanaman dan bersifat antagonis bagi fungi lain yang bersifat parasit bagi tanaman. Hal ini sesuai dengan perkataan Trianto dan Gunawan (2003) beberapa kapang antagonis Trichoderma sp. adalah fungi saprofit tanah yang secara alami merupakan parasit yang menyerang banyak jenis jamur penyebab penyakit tanaman yang mempunyai spektrum pengendalian luas. Pertumbuhan fungi Trichoderma sp. sangat cepat dan mampu menghasilkan hormon tumbuh sehingga dapat memacu pertumbuhan tanaman.

a b


(43)

Manfaat lain dari fungi Trichoderma sp. bisa menghasilkan antibiotik bagi tanaman seperti melindungi tanaman dari penyakit rebah. Hal ini sesuai dengan yang dikatakan Rifai (1969) bahwa Trichoderma harzianum antara lain menghasilkan sejumlah besar enzim ekstraseluler b (1,3) glukanase dan kitinase yang dapat melarutkan dinding sel fungi patogen, menyerang dan menghancurkan propagul patogen yang ada di sekitarnya. Trichoderma viridae menghasilkan 2 jenis antibiotik yaitu gliotoksin dan viridian yang dapat melindungi tanaman bibit dari serangan penyakit rebah kecambah. Mampu merangsang pertumbuhan tanaman dan meningkatkan hasil produksi tanaman. Secara ekonomi, penggunaan Trichoderma sp. lebih murah dari pada penggunaan pupuk kimia (Amani, 2008).

3. Penicillim sp.

Bentuk koloni pada media PDA pada umur 7 hari mencapai diameter 4 cm dan berdiameter 5,8 cm dalam 14 hari. Miselia berwarna putih, konidia lebat dan berwarna hijau keabua-abuan hingga hijau tua, berbentuk elips hingga semi bulat, berdinding tebal, memiliki permukaan halus hingga sedikit kasar, berukuran 3 x 2,5 µm dan membentuk kolom yang tidak teratur. Konidiofor muncul dari miselia yang tegak lurus. Stipe dari konidiofor berukuran 70 x 3,5 µm dan berdinding halus. Bentuk koloni dan mikroskopik Penicillium sp. dapat dilihat pada Gambar 6.


(44)

Gambar 6. Penicillium sp. koloni Umur 14 hari pada media PDA (A); dan foto mikroskofik (B), konidia(a), konidiofor (b)

Jenis fungi ketiga yang ditemukan adalah fungi Penicilium sp. Hal dengan yang dikatakan Hakim (2009) bahwa jenis fungi yang banyak ditemukan di lapisan tanah organik adalah Penicillium sp, Ganjar (1999) Penicillium sp merupakan spesies yang kosmopolit dan umum yang terdapat pada daerah tropis. Spesies ini mudah di isolasi dari udara, serelelia, rempah-rempah, serasah, sayuran, pulp kayu dan kertas, bahan makanan .

Jenis fungi Penicillium sp. adalah salah satu jenis fungi yang mampu menyerap unsur hara P sehingga tersedia bagi tanaman. Hal ini sesuai dengan pernyataan Sutanto (2002), Isroi (2005) manfaat Penicillium sp. dan Aspergillus sp. dapat mengubah senyawa fosfat anorganik tidak larut menjadi bentuk terlarut (H2PO4¯ ) dan HPO42- yang dapat diserap tanaman. Selain itu juga terdapat sejumlah

bakteri pelarut fosfat seperti Pseudomonas, Micrococcus, Bacillus dan Flavobacterium).

a

b


(45)

4. Humicola sp.

Koloni berwarna putih keabuan seperti kapas dan kemudian menjadi abu-abu. Pada umur 7 hari mencapai diameter 7 cm dan berdiameter 8,6 cm dalam 14 hari Tinggi miselia aerial dapat mencapai 3 mm. aleurokonidia berbentuk semi bulat dan berdiameter 7-10 µm. sel-sel hifa dan aleurokonidia berinti banyak, fialokonidia berbentuk obovoid, berukuran 3 x 2 µm dan berinti tunggal, dan dinding konidia agak

tebal. Bentuk koloni dan mikroskofis dapat dilihat pada Gambar 7.

Gambar 7. Humicola sp koloni umur 14 hari pada Media PDA (A), dan foto mikroskopik (B), konidia (a), konidiofor (b)

Jenis fungi ke empat yang ditemukan adalah fungi humicola sp. Hal sesuai dengan yang dikatakan Putri (2006) Beberapa jamur yang biasa ditemukan pada tanah diantaranya Humicola sp., Penicilium sp., Trichoderma harzianum, Rhizopus

sp., Fusarium sp., Pytophttora infestan, dan Aspergillus sp.

C. Pertumbuhan Hevea braziliensis Setelah Aplikasi Berbagai Jenis Fungi Dari hasil pengamatan pemberian jenis fungi endemik dari tanah andisol yang di aplikasikan pada bibit H. brasiliensis yang berumur 3 bulan dengan pengamatan

A B

b


(46)

selama 3 bulan penanaman dilakukan dirumah kaca Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara. Dilakukan beberapa parameter pengamatan yaitu tinggi tanaman, diameter batang, luas permukaan daun, bobot kering akar dan tajuk. Hasil pengamatan dapat dilihat pada Gambar 8.

(A) (B)

(C) (D)

Gambar 8. Hasil pengamatan. A: Klon RRIC 100 dengan perlakuan K (kontrol) diberi Fungi (A) (Aspergillus sp., (B) Trichoderma sp., (C) Penicillium

sp., (D) Humicola sp., B: Klon SP 260 dengan perlakuan K (kontrol) diberi Fungi (A) (Aspergillus sp., (B) Trichoderma sp., (C) Penicillium

sp., (D) Humicola sp., C: Klon SP 340 dengan K (kontrol) diberi fungi (A) (Aspergillus sp., (B) Trichoderma sp., (C) Penicillium sp., (D)

Humicola sp., D: klon AVROS 2037 dengan Perlakuan K (kontrol) diberi Fungi (A) (Aspergillus sp., (B) Trichoderma sp., (C) Penicillium sp., (D)

Humicola sp.

B

A C D A B C D

A B C D A B C D

K K


(47)

Pertambahan Tinggi Tanaman

Hasil uji sidik ragam untuk pertambahan tinggi tanaman Karet memperlihatkan bahwa interaksi antara fungi dan klon Karet tidak berpengaruh nyata terhadap pertambahan tinggi tanaman Karet. Pemberian fungi juga tidak berpengaruh nyata terhadap rataan pertambahan tinggi. Faktor yang berpengaruh hanya terlihat pada faktor klon Karet (Lampiran 1). Hasil uji lanjut pengaruh faktor tunggal fungi dan klon Karet disajikan pada Tabel 2.

Tabel 2. Rataan pertambahan tinggi tanaman (cm) pada 9 mst

Jenis perlakuan Jenis klon Rata-rata

AVROS PB 260 PB 340 RRIC100

Kontrol 35 34.33 34 35.33 34.72

Aspergillus sp 35.06 34.86 34.5 36.76 34.90

Trichoderma sp 35.4 35.93 34.33 35.26 35.23

Penicillium sp 33.1 35.06 35.66 36.13 35.47

Humicola sp 33.9 34.73 36.13 35.73 34.96 Rata-rata 34.49a 34.98ab 34.92ab 35.84b 43.82

Keterangan : Angka-angka yang diikuti dengan huruf yang sama tidak berbeda nyata pada uji jarak Duncan (DMRT) pada taraf 5 %.

Tabel 2 menunjukkan jenis klon RRIC memberikan pertambahan tinggi tertinggi yaitu sebesar 35.84cm. Rataan pertambahan tinggi terendah terdapat pada klon AVROS yaitu sebesar 34.49 cm. Rataan pertambahan tinggi setiap minggu disajikan pada Gambar 9.


(48)

Gambar 9. Rataan Pertambahan Tinggi pada Berbagai jenis Klon Karet

Gambar 9 menunjukkan bahwa pertambahan tinggi keempat jenis klon Karet mengalami kenaikan setiap minggunya, dimana tanaman RRIC memberikan pertumbuhan yang lebih baik dibandingkan dengan pertumbuhan klon PB 260, PB 340 dan AVROS.

Pertambahan Diameter Tanaman

Hasil uji sidik ragam pertambahan diameter batang memperlihatkan bahwa interaksi antara fungi dan klon Karet tidak berpengaruh nyata terhadap pertambahan diameter batang (Lampiran 2). Hasil uji lanjut pengaruh faktor tunggal fungi dan klon Karet disajikan pada Tabel 3.

0 5 10 15 20 25 30 35 40

M1 M2 M3 M4 M5 M6 M7 M8 M9

R ataan ti n g g i tan am an ( cm )

waktu pengamatan (minggu)

AVROS 2037 SP260 SP340 RRIC 100


(49)

Tabel 3. Rataan pertambahan diameter tanaman (mm) 9 mst

Jenis perlakuan Jenis klon Rata-rata

AVROS2037 PB 260 PB 340 RRIC100

Kontrol 6.16 7.16 7.58 6.58 7.18

Aspergillus sp 7.25 5.83 7.25 8.33 6.83

Trichoderma sp 7.75 7.5 7.33 7.5 7.25

Penicillium sp 7.5 7.58 7.75 6 7.27

Humicola sp 5.66 6 8.83 8.25 7.41

Rata-rata 6.86 6.81 7.74 7.33 7.18

Tabel 3 menunjukkan jenis klon SP 340 memberikan pertambahan tinggi tertinggi yaitu sebesar 7.74 mm. Rataan pertambahan tinggi terendah terdapat pada klon SP 260 yaitu sebesar 6.81 mm. Rataan pertambahan diameter batang setiap minggu disajikan pada Gambar 10.

Gambar 10. Rataan pertambahan diameter batang pada berbagai jenis klon Karet Gambar 10 menunjukkan bahwa pertambahan diameter batang keempat jenis klon Karet mengalami kenaikan setiap minggunya, dimana klon PB 340 memberikan

0 1 2 3 4 5 6 7 8 9

M1 M2 M3 M4 M5 M6 M7 M8 M9

R at aan t in g g i tan am an ( cm )

Waktu pengamatan (minggu)

AVROSS 2037 PB 260 PB 340 RRIC 100


(50)

pertambahan yang lebih baik dibandingkan dengan pertumbuhan klon RRIC 100, PB 260 dan AVROS 2037.

Luas Permukaan Daun

Hasil uji sidik ragam untuk luas permukaan daun tanaman Karet memperlihatkan bahwa interaksi antara fungi dan klon Karet tidak berpengaruh nyata. Jenis klon Karet berpengaruh nyata terhadap luas permukaan daun (Lampiran 3). Hasil uji lanjut pengaruh faktor tunggal fungi dan klon Karet disajikan pada Tabel 4.

Tabel 4. Rataan luas permukaan daun tanaman (cm2) 9 mst

Jenis perlakuan Jenis klon Rata-rata

AVROS2037 PB 260 PB 340 RRIC100

Kontrol 52.37 52.41 53.13 46.39 46.81

Aspergillus sp 48.36 115.51 49.58 62.6 53.59

Trichoderma sp 43.29 81.96 34.36 58.8 56.98

Penicillium sp 46.39 40.6 29.31 37.13 57.50

Humicola sp 45.18 78.72 66.9 67.31 62.71 Rata-rata 47.12a 73.84b 46.66a 54.45a 55.52

Keterangan : Angka-angka yang diikuti dengan huruf yang sama tidak berbeda nyata pada uji jarak Duncan (DMRT) pada taraf 5 %.

Tabel 4 menunjukkan jenis klon PB 260 memiliki luas daun tertinggi yaitu sebesar 73.84 cm2. Rataan luas permukaan daun terendah terdapat pada klon PB 340


(51)

Gambar 11. Rataan luas permukaan daun

Gambar 11 menunjukkan bahwa luas permukaan daun keempat jenis klon Karet berbeda antara tiap klon, dimana klon PB 260 memiliki luas daun yang terluas dibandingkan dengan pertumbuhan klon RRIC 100, PB 340 dan AVROS2037.

Berat Kering Total

Hasil uji sidik ragam untuk berat kering total tanaman memperlihatkan bahwa interaksi antara fungi dan klon Karet tidak berpengaruh nyata terhadap berat kering total tanaman Karet. Pengaruh faktor tunggal fungi dan klon Karet disajikan pada Tabel 5.

Tabel 5. Rataan bobot kering total tanaman (g) 9 mst

Jenis perlakuan Jenis klon Rata-rata

AVROS2037 PB 260 PB 340 RRIC100

Kontrol 14.12 18.46 16.56 16.03 16.29

Aspergillus sp 22.03 13.15 13.87 20.67 17.43

Trichoderma sp 33.27 26.94 20.91 19.67 25.19

Penicillium sp 28.62 26 22.65 15.87 23.28

Humicola sp 12.58 14.33 31.47 27.43 21.45

Rata-rata 22.12 19.78 21.15 19.95 20.74

47,12 73,84 46,65 54,45 0 10 20 30 40 50 60 70 80


(52)

Tabel 5 menunjukkan jenis klon AVROS memberikan rataan berat kering total tertinggi yaitu sebesar 22.12 gram. Rataan berat kering total terendah terdapat pada jenis klon PB 260 yaitu sebesar 19.78 gram. Rataan bobot kering total setiap jenis klon disajikan pada Gambar 12.

Gambar 12. Rataan bobot kering total tanaman pada berbagai jenis klon Karet

Gambar 12 menunjukkan bobot kering total keempat jenis klon Karet berbeda antara tiap jenis klon, dimana klon AVROS memiliki bobot kering total tertinggi dibandingkan dengan klon RRIC 100, PB 340 dan PB 260.

Pembahasan

A. Interaksi Fungi dan Klon Karet Terhadap Tinggi Tanaman

Interaksi fungi dan klon Karet tidak berpengaruh nyata terhadap pertambahan diameter batang, berat kering total, tetapi berpengaruh nyata terhadap pertambahan tinggi tanaman dan luas permukaan daun. Pertambahan tinggi tertinggi terdapat pada jenis klon RRIC dengan rataan tinggi sebesar 35.84 cm dan terendah pada klon AVROS sebesar 34.49cm (Lampiran1).

22,12

19,78

21,15

19,95

18,5 19 19,5 20 20,5 21 21,5 22 22,5


(53)

Hasil penelitian menunjukkan pada media tanah yang tidak ditambahkan fungi mampu tumbuh dengan baik. Hal ini disebabkan pada media tanam yang digunakan telah terdapat fungi lokal (indigenous). Selain itu, karena fungi juga terdapat pada berbagai jenis tanah. Hal ini sesuai dengan pernyataan Setiadi (2001) yang menyatakan fungi bersifat kosmopolitan, yang artinya fungi tersebar dan terdapat hampir di sebagian besar jenis tanah.

Hasil pengamatan pada jenis klon Karet ditemukan adanya kemampuan klon Karet dalam beradaptasi dengan tanah vulkanis. Hal ini sama dengan yang dikatakan Island (2010) berbagai jenis tanah dapat sesuai dengan syarat tumbuh tanaman Karet baik tanah vulkanis maupun alluvial. Karet juga dapat tumbuh pada berbagai kondisi lahan. Hal sama dengan yang dikatakan Anwar (2001) bahwa Karet dapat tumbuh pada berbagai kondisi dan jenis lahan, masih dapat dipanen meskipun pada tanah yang kurang subur serta mampu membentuk ekologi hutan sehingga Karet cukup baik untuk menanggulangi lahan kritis.

Media tanah yang digunakan cukup produktif untuk klon Karet. Hal ini sesuai dengan yang dikatakan Tan (1998) andisol memiliki sifat bahan induk yang terdiri dari kumulatif deposit abu vulkan, solum tanah yang cukup dalam, horizon humus tebal dan mengandung sejumlah N organik, serta air yang tersedia untuk tanaman cukup banyak maka secara intensif tanah dapat ini ditanami baik tanaman semusim maupun tanaman tahunan dengan produktivitas yang cukup tinggi.


(54)

B. Pengaruh Fungi terhadap Pertumbuhan Tanaman

Hasil uji sidik ragam (Lampiran 1,2,3, dan 4) menunjukkan faktor fungi tidak berpengaruh nyata terhadap pertambahan tinggi, pertambahan diameter batang, luas permukaan daun, dan berat kering total.

Hasil penelitian menunjukkan pada media tanah yang tidak ditambahkan fungi (kontrol) mampu tumbuh dengan baik. Hal ini disebabkan oleh efektivitas fungi yang ditambahkan tergolong rendah dan adanya peran fungi lokal (indigenous) yang turut aktif terhadap pertumbuhan tanaman, sehingga penambahan fungi tidak berpengaruh terhadap pertambahan tinggi, diameter batang, luas permukaan daun dan berat kering total tanaman.

Hal ini juga disebabkan karena adanya adaptasi fungi yang diberikan untuk tumbuh pada media tanam. Hal ini sama dengan yang dikatakan Lay dan Sastowo (1992) bahwa suatu mikroorganisme yang dikultivasikan dalam suatu substrat akan mengalami beberapa tahap pertumbuhan yaitu fase penyesuaian diri, fase logaritmik, fase stasioner dan fase kematian.

Media tanam yang digunakan adalah tanah andisol yang kaya bahan organik dan memiliki banyak mikroorganisme. Hal ini sama dengan yang dikatakan Munir (1996) bahwa tanah andisol merupakan tanah yang subur karena tanah ini mempunyai kejenuhan basa agak rendah sampai tinggi, memiliki aerase dan porositas yang sangat tinggi, mengandung bahan organik yang tinggi.


(55)

C. Pengaruh Faktor Klon Karet terhadap Pertumbuhan Tanaman

Hasil uji sidik ragam (Lampiran 1, 2, 3, dan 4) menunjukkan bahwa jenis tanaman berpengaruh nyata terhadap rataan pertambahan tinggi, diameter, luas permukaan daun, dan berat kering total. Hasil pengamatan pada klon RRIC 100 diperoleh respon yang paling baik dibandingkan tiga jenis klon Karet lainnya yaitu tanaman AVROS, PB 260, dan PB 340.

Jenis klon Karet yang berbeda memberikan pengaruh terhadap pertambahan tinggi, diameter, luas permukaan daun, dan berat kering total yang berbeda antara yang satu dengan yang lainnya. Hal ini disebabkan oleh faktor genetik dan fisiologi tanaman. Sesuai dengan pendapat Hartl dan Clark (1989) dalam Rimbawanto (2008) yang menyatakan keanekaragaman genetik merupakan modal dasar bagi suatu jenis tanaman untuk tumbuh, berkembang dan bertahan hidup dari generasi ke generasi. Kemampuan tanaman beradaptasi dengan perubahan lingkungan tempat tumbuh ditentukan oleh potensi keragaman genetik yang dimiliki tanaman. Tanaman dengan jenis yang berbeda mempunyai kemampuan beradaptasi yang berbeda pula.

Selain faktor genetik tiap klon Karet, kualitas lahan juga mempengaruhi produktivitas hidup Karet itu sendiri. Hal ini sesuai dengan yang dikatakan Mukhlis (2006) rata-rata ada 57 unsur yang teranalisis dari tanah andisol. Kadar unsur yang sangat beragam dan nilai maksimum/nilai minimum berkisar antara 2 dan 300. Nilai maksimum/nilai minimum Si, Al, dan Fe agak sempit antara 2 dan 4. Kandungan rat-rata dari 12 unsur (C, N, Na, Mg, Al, Si, P, K, Ca, Ti, Mn, dan Fe) lebih dari 1g /kg, sedangkan unsur lainnya kurang dari 1 g/kg. Hal yang sama juga dikatakan Islan (2010) bahwa sifat-sifat tanah yang cukup subur pada umumnya disukai tanaman


(56)

Karet karena unsur hara tersedia dalam tanah sehingga membantu pertumbuhan dan perkembangan akar.


(57)

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

1. Jenis fungi yang dapat diisolasi dari tanah andisol desa Jaranguda, Kecamatan Merdeka, Kabupaten Karo yaitu Aspergillus sp., Trichoderma sp., Penicillium

sp., Humicola sp.

2. Aplikasi fungi hanya berpengaruh nyata terhadap faktor klon Karet yaitu pada tinggi dan luas permukaan daun namun tidak berpengaruh nyata terhadap diameter dan bobot kering total.

Saran

Sebaiknya dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai fungi lain yang berpotensi pada tanah andisol terhadap pertumbuhan tanaman Karet.


(58)

DAFTAR PUSTAKA

Agrios, G.N. 1996. Ilmu penyakit tumbuhan. Edisi ke-3. Gajah Mada University Press. Yogyakarta.

Anwar, C. 2001. Manajemen danTeknologi Budidaya Karet. Pusat Penelitian Karet Medan. Medan.

Amani. 2008. Biofungisida Trichoderma harzianum.

[Diakses 28 Januari 2014].

Azwar, R. dan Yardha. 2000. Potensi Pertumbuhan dan Skala Produktivitas Klon Karet dan Realisasinya di Pertanaman Komersial. Fakultas Pertanian Universitas Syiah Kuala Banda Aceh. Hal 101-112.

Budiman, H. 2012. Budidaya Karet Unggul Prospek Jitu Investasi Masa Depan. Pustaka Baru Press. Yogyakarta.

Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian (BPPP). 2007. Prospek dan Arah Pengembangan Agribisnis Karet. Edisi 2. Agro Inovasi. Jakarta.

Cahyono. 2010. Karet: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Universitas Sumatera Utara. Medan.

De Foresta, H. dan Michon, G. 1996. Tree improvement research for agroforestry: a note of caution. Agroforestry Forum 7(3): 8-10.

Direktorat Jenderal Perkebunan. 2005. Pedoman Budidaya Yang Baik Untuk Tanaman Karet (Good Agriculture practices for Rubber). Departemen Pertanian, Jakarta.

Djafaruddin. 2000. Dasar – dasar Pengendalian Penyakit Tanaman. Bumi Aksara. Jakarta.

Firman, A. P. dan Aryantha. 2003. Ekplorasi dan Isolasi Enzim Glukosa Oksidase dari Fungi Inperfekti ( Genus Penicilium dan Aspergillus Indi genus ). KKP Ilmu Hayati LPPM ITB. Bogor.

Gandjar, I.R.A., Samson. 1999. Pengenalan Kapang Tropik Umum. Yayasan Obor Indonesia. Jakarta.

Gozali A.D. dan Boerhendhy I. 2003. Pembangunan Batang Bawah. Usahatani Karet Rakyat. Sapta Bina. Sembawa.


(59)

Hadioetomo, R.S. 1990. Mikrobiolgi dasar dalam praktek teknik dan prosedur dasar laboratorium. Gramedia. Jakarta.

Hakim, A.N. 2009. Pengantar ke Ilmu – Ilmu Pertanian. Litera Antarnusa. Jakarta. Hanafiah, K. A. 2005. Dasar-Dasar Ilmu Tanah. Raja Grafindo Persada. Jakarta. Hartl, D.L dan A.G. Clark. 1989. Principles of Population Genetics. Dalam :

Rimbawanto, A. Pemuliaan Tanaman dan Ketahanan Penyakit pada Sengon. Balai Besar Penelitian Bioteknologi Hutan. Yogyakarta.

Irmayuni. 2004. Pengaruh Pengkabutan dan Konsentrasi IBA (Indol Butyric Acid) Terhadap Pertumbuhan Stek Pucuk Meranti Batu (Shorea platyclados). [Skripsi]. Departemen Kehutanan.USU. Medan.

Irwansyah, A. 2008. Pengaruh Pengkabutan dan Konsentrasi IBA ( indol butiril acid)

Terhadap Pertumbuhan Tanaman Jati Putih (Gmelina arborea roxb).[Skripsi]. Departemen Kehutanan.USU. Medan

Isroi. 2008. Aplikasi Trichoderma harzianum dan Aspergillus sp. pada Tanaman. [Diakses 28 Januari 2014].

Island, B. 2010. Manajemen dan Teknologi Budidaya Tanaman Karet. Balai Penelitian Sembawa. Sembawa.

Kartapoetra A,G dan Sutedjo M,M. 2005. Pengantar Ilmu Tanah . Rineka Cipta. Jakarta.

Lay.B.W dan Sastowo. 1992. Mikrobiologi. Rajawali Press. Jakarta.

Mukhlis. 2006. Tanah-Tanah Dunia Menurut Taksonomi Tanah. Dasar Ilmu Tanah. Departemen Ilmu Tanah. Fakultas Pertanian. USU. Medan.

Nanzyo, M., 2002. Unique Properties of Volcanic Ash Soil. Tohoku University. Japan.

Neal, V. E. 2008. Land Use and Land Cover: Vol III. Volcanic Soils. Institute of Natural Resources, Massey University. North Palmerston. New Zealand. Purwanto, E. 2001. Berbagai Klon Karet Pilihan Untuk Sistem Wanatani.

International Centre For Research In Agroforestry at website www. icraf.cgiar. org/sea. http://www.worldagroforestry. org/SEA /Publications /files/leaflet/ LE0005-4.PDF [15 Mei 2013].

Pusat Penelitian Karet. 2006. Waralaba Bibit Karet: Kerjasama Pengembangan Kebun Entres Dalam Rangka Penyebaran Klon-klon Karet Rekomendasi. BPTP. Bogor.


(60)

Putri, D.M.S. 2006. Pengaruh Jenis Media Terhadap Pertumbuhan begonia imperialis dan begonia. BIODIVERSITA. 7(2): 1442-033

Rifai, M.A. 1969. A Revision of the Genus Trichoderma. Mycological Papers No. 116 Herbarium Bogoriense. Bogor.

Setyamidjaja, D. 1995. Karet, Budidaya dan Pengolahan. Kanisius. Yogyakarta. Sumarsih, S. 2003. Mikrobiologi Dasar. Buku Ajar. Fakultas Pertanian UPN Veteran.

Yogyakarta.

Sutanto, R. 2002. Dasar - Dasar Ilmu Tanah. Kanisius. Yogyakarta.

Soil Survey Staff., 2006. Soil Taxonomy. A Basic System of Soil Clasification for Making and Interpreting Soil Surveys. Tenth Edition. United States Department of Agriculture.NRCS. Washington D.C. US.

Suciamith. 2006. Miklofrora Tanah Tanaman Pisang dan Ubi Kayu pada Lahan Gambut dan Tanah Aluvial di Bengkulu. Biodiversitas. 7(4): 303-306.

Setiadi, Y. 2001. Status Penelitian dan Pemanfaatan Fungi Mikoriza Arbuskula dan Rhizobium untuk Merehabilitasi Lahan Terdegradasi. Seminar Nasional Mikoriza. 15-16 November 1999. Bogor.

Setiawan, H. D dan Handoko, A. 2005. Petunjuk Lengkap Budi Daya Karet. Agromedia Pustaka. Jakarta.

Suhendry, I. 2002. Kajian Finansial Penggunaan Klon Karet Unggul Generasi IV. Warta Pusat Penelitian Karet.

Tae, A.S.J. 2004. Efesiensi Pemupukan Fosfat dan Hasil Kacang Tanah (Arachis hypogaea L.) [Desertasi]. Program Pascasarjana Universitas Padjadjaran Bandung.

Tan, K. H., 1998. Andosol. Program Studi Ilmu Tanah. Program Pasca Sarjana. USU. Medan.

Trianto dan Gunawan, S. 2003. Pengembangan Trichoderma spp. Untuk Pengendalian OPT Pangan dan Hor t ikul tura Makalah. Lab. PHPT Wilayah Semarang.

Wagner, G. H. & Wolf, D.C. 1997. Carbon transformation and soil organic matter formation. p 218-258. In D.M. Silvia, J.J. Fuhrmann, P.G. Hartel, & D.A Zuberer (Eds.) Principles and Applications of Soil Microbiology. Prentice Hall. New Jersey.

Yuleli .2009. Penggunaan Beberapa Fungi Endemik untuk Meningkatkan Pertumbuhan anaman Karet (Hevea barasiliensis) di Tanah Gambut. [Tesis].


(61)

Sekolah Pasca Sarjana Programs Studi Biologi Universtas Sumatera Utara. Medan.

Yulianto. 1989. Pengenalan Vesikular-Arbuskular dan Peranannya pada Tanaman. Balai Penelitian Tanaman Pangan Sukamandi.


(62)

Lampiran 1. Data setiap perlakuan terhadap tinggi bibit Hevea brasiiensis

Keterangan : K(control), (A) Aspergillus sp., (B) Trichoderma sp., (C) Penicillium sp., (D) Humicola sp

Analisis sidik ragam (ANOVA)

Sumber keragaman Derajat Bebas (df) Jumlah kuadrat (JK) Kuadrat tengah

(KT) F hitung F Tabel

Klon karet 3 14.371 4.790 3.29* 2.84

Fungi 4 4.076 1.019 0.70tn 2.61

Klon karet * fungi 12 12.487 1.041 0.715tn 2.00

Galad 40 58.213 1.455

Total 60 73855.600

Keterangan : *: Berpengaruh nyata, tn : tidak berpengaruh nyata

Jenis klon

Jenis Fungi

Ulangan

∑ ��

1 2 3

Avros K 35 34.4 35.6 105 35

Avros A 35.9 34.7 34.6 105.2 35.06

Avros B 34.5 33.9 37.8 106.2 35.4

Avros C 33.3 32.3 33.7 99.3 33.1

Avros D 33.9 34 33.8 101.7 33.9

PB 260 K 34.2 34.1 34.7 103 34.33

PB 260 A 35.1 34.7 34.8 104.6 34.86

PB 260 B 34.7 35 38.1 107.8 35.93

PB 260 C 36.3 34.5 34.4 105.2 35.06

PB 260 D 35.2 34.3 34.7 104.2 34.73

PB 340 K 34 33.9 34.1 102 34

PB 340 A 35 35.4 33.1 103.5 34.5

PB 340 B 35 34.2 33.8 103 34.33

PB 340 C 34.8 36 36.2 107 35.66

PB 340 D 39 35.5 33.9 108.4 36.13

RRIC K 33.9 35.5 35.7 105.1 35.03

RRIC A 34.8 36.2 37 108 36

RRIC B 37.1 35.5 34.7 107.3 35.76

RRIC C 36.1 35.6 36.7 108.4 36.13


(63)

Rataan pertambahan tinggi Keempat jenis klon karet

Perlakuan Rataan

AVROS 34,49a

SP340 34,93ab

SP260 34.99 ab

RRIC 35,85b

Keterangan : Angka-angka yang diikuti dengan huruf yang sama. tidak berbeda nyata pada uji jarak Duncan (DMRT) pada taraf 5 %.


(64)

Lampiran 2.Data setiap perlakuan terhadap diameter batang Hevea brasiiensis

Keterangan : K (kontrol), (A) Aspergillus sp., (B) Trichoderma sp., (C) Penicillium sp., (D) Humicola sp

Analisis Sidik Ragam (ANOVA)

Sumber keragaman Derajat bebas Jumlah kuadrat(JK) Kuadrat

tengah(KT) F hitung F tabel

Klon karet 3 8.671 2.890 1.790 2.84

Fungi 4 2.265 .566 0.351 2.61

Klon karet * fungi 12 7.277 .606 0.376 2.00

Galad 40 64.583 1.615

Total 60 3186.000

Keterangan: Nilai F hitung < F tabel berarti pemberian perlakuan tidak berpengaruh nyata terhadap diameter batang. Jenis klon Jenis Fungi Ulangan ∑ ��

1 2 3

Avros K 7.25 5.25 6 18.5 6.16

Avros A 6.25 7.5 8 21.75 7.25

Avros B 6.75 7.25 9.25 23.25 7.75

Avros C 8 6 8.5 22.5 7.5

Avros D 5.5 5.75 5.75 17 5.76

PB 260 K 8 6.25 7.25 21.5 7.16

PB 260 A 6 6.25 5.25 17.5 5.83

PB 260 B 5.75 7.5 9.25 22.5 7.5

PB 260 C 9 6.5 7.25 22.75 7.58

PB 260 D 6.25 6 5.75 18 6

PB 340 K 8 7.25 7.5 22.75 7.58

PB 340 A 6.5 7 8.25 21.75 7.25

PB 340 B 7.25 7.25 7.5 22 7.33

PB 340 C 6.75 8.25 8.25 23.25 7.75

PB 340 D 10 8.25 8.25 26.5 8.83

RRIC K 6.25 7.25 6.25 19.75 6.58

RRIC A 7.5 8.75 8.75 25 8.33

RRIC B 6.75 6.5 9.25 22.5 7.5

RRIC C 6.75 5.75 5.5 18 6


(65)

Lampiran 3.Data setiap perlakuan terhadap luas permukaan daun Hevea brasiiensis Jenis klon Jenis fungi Luas permukaan daun

��

1 2 3

Avros K 80.156 32.677 54.283 167.116 55.71

Avros A 58.178 43.415 43.489 145.082 48.36

Avros B 43.489 43.298 43.103 129.89 43.29

Avros C 55.796 42.357 41.031 139.184 46.39

Avros D 38.011 79.706 37.836 155.553 51.85

PB 260 K 55.775 69.943 31.521 157.239 52.41

PB 260 A 98.945 172.63 74.971 346.546 115.51

PB 260 B 96.758 50.496 98.643 245.897 81.96

PB 260 C 35.143 47.253 39.409 121.805 40.6

PB 260 D 96.719 80.091 59.374 236.184 78.73

PB 340 K 61.239 55.796 42.357 159.392 53.13

PB 340 A 41.028 38.011 79.706 158.745 52.92

PB 340 B 44.106 44.284 44.688 133.078 44.36

PB 340 C 40.959 38.172 38.789 117.92 39.3

PB 340 D 80.091 59.374 61.239 200.704 66.9

RRIC K 55.796 42.357 41.019 139.172 46.39

RRIC A 38.011 79.706 80.091 197.808 65.94

RRIC B 59.374 61.239 55.796 176.409 58.803

RRIC C 42.357 41.022 28.011 111.39 37.13

RRIC D 79.706 74.971 47.253 201.93 67.31

Keterangan : K (kontrol), (A) Aspergillus sp., (B) Trichoderma sp., (C) Penicillium sp., (D) Humicola sp

Analisis Sidik Ragam

Sumber keragaman Derajat bebas (df) Jumlah kuadrat (JK) Kuadrat tengah

(KT) F Hitung F Tabel

Klon karet 3 7291.083 2430.361 3.762* 2.84

Fungi 4 1648.166 412.042 0.638tn 2.61

Klon karet * fungi 12 3922.019 326.835 0.506tn 2.00

Galad 40 25838.627 645.966

Total 60 223628.576


(66)

Rataan pertambahan tinggi Keempat jenis klon karet

Perlakuan Rataan

Sp340 46.66 ª

AVROS 47,12 ª

RRIC 54,45 ª

SP260 73,84 ᵇ

Keterangan : Angka-angka yang diikuti dengan huruf yang sama. tidak berbeda nyata pada uji jarak Duncan (DMRT) pada taraf 5 %.


(67)

Lampiran 4. Data Setiap Perlakuan terhadap Bobot kering total Hevea brasiiensis

Keterangan: Nilai F hitung < F tabel berarti pemberian perlakuan tidak berpengaruh nyata terhadap diameter batang.

4.a.Tabel Sidik Ragam (ANOVA)

Sumber keragaman Derajat bebas (df) Jumlah kuadrat (JK) Kuadrat tengah

(KT) F Hitung F Tabel

Klon karet 3 60.513 20.171 0.206 2.82

Fungi 4 303.334 75.834 0.773 2.61

Klon karet * Fungi 12 893.118 74.427 0.759 2.00

Galad 40 3923.324 98.083

Total 60 31228.208

Keterangan: Nilai F hitung < F tabel berarti pemberian perlakuan tidak berpengaruh nyata terhadapdiameter batang Jenis klon Jenis Fungi Ulangan ∑ ��

1 2 3

Avro K 12.72 14.25 18.39 45.36 14.45

Avros A 31.35 18.37 16.36 66.08 22.03

Avro B 28.66 21.18 49.98 99.82 32.27

Avros C 22.34 18.35 45.17 85.86 28.62

Avros D 10.85 12.85 14.43 38.13 12.71

PB 26 K 21.62 19.71 14.05 55.38 18.46

PB 260 A 13.7 12.7 13.06 39.46 13.15

PB 260 B 10.18 27.87 42.78 80.83 26.94

PB 260 C 29.78 27.01 21.21 78 26

PB 260 D 11.81 17.72 13.47 43 14.33

PB 340 K 12.48 11.56 31.63 55.67 18.56

PB 340 A 10.97 14.22 16.44 41.63 13.87

PB 340 B 18.75 18.46 25.7 62.91 20.93

PB 340 C 15.66 20.03 32.26 67.95 22.64

PB 340 D 41.99 24.19 28.23 94.41 31.47

RRIC K 16.45 15.71 15.94 48.1 16.03

RRIC A 13.06 24.31 24.64 62.01 20.67

RRIC B 18.8 14.32 25.9 59.02 19.67

RRIC C 16.16 14.19 17.28 47.63 15.87

RRIC D 44.74 18.75 18.8 82.29 27.83


(68)

DOKUMENTASI PENELITIAN

Inokulasi fungi ke starter foto daun foto saat panen

Akar tanaman lokasi penelitian foto mikroskopis


(69)


(1)

Lampiran 2.

Data setiap perlakuan terhadap diameter batang

Hevea brasiiensis

Keterangan : K (kontrol), (A) Aspergillus sp., (B) Trichoderma sp., (C) Penicillium sp., (D) Humicola sp

Analisis Sidik Ragam (ANOVA)

Sumber keragaman Derajat bebas Jumlah kuadrat(JK) Kuadrat

tengah(KT) F hitung F tabel

Klon karet 3 8.671 2.890 1.790 2.84

Fungi 4 2.265 .566 0.351 2.61

Klon karet * fungi 12 7.277 .606 0.376 2.00

Galad 40 64.583 1.615

Total 60 3186.000

Keterangan: Nilai F hitung < F tabel berarti pemberian perlakuan tidak berpengaruh nyata terhadap diameter batang. Jenis klon Jenis Fungi Ulangan ∑ ��

1 2 3

Avros K 7.25 5.25 6 18.5 6.16

Avros A 6.25 7.5 8 21.75 7.25

Avros B 6.75 7.25 9.25 23.25 7.75

Avros C 8 6 8.5 22.5 7.5

Avros D 5.5 5.75 5.75 17 5.76

PB 260 K 8 6.25 7.25 21.5 7.16

PB 260 A 6 6.25 5.25 17.5 5.83

PB 260 B 5.75 7.5 9.25 22.5 7.5

PB 260 C 9 6.5 7.25 22.75 7.58

PB 260 D 6.25 6 5.75 18 6

PB 340 K 8 7.25 7.5 22.75 7.58

PB 340 A 6.5 7 8.25 21.75 7.25

PB 340 B 7.25 7.25 7.5 22 7.33

PB 340 C 6.75 8.25 8.25 23.25 7.75

PB 340 D 10 8.25 8.25 26.5 8.83

RRIC K 6.25 7.25 6.25 19.75 6.58

RRIC A 7.5 8.75 8.75 25 8.33

RRIC B 6.75 6.5 9.25 22.5 7.5

RRIC C 6.75 5.75 5.5 18 6


(2)

Lampiran 3.

Data setiap perlakuan terhadap luas permukaan daun

Hevea brasiiensis

Jenis klon Jenis fungi Luas permukaan daun

��

1 2 3

Avros K 80.156 32.677 54.283 167.116 55.71

Avros A 58.178 43.415 43.489 145.082 48.36

Avros B 43.489 43.298 43.103 129.89 43.29

Avros C 55.796 42.357 41.031 139.184 46.39

Avros D 38.011 79.706 37.836 155.553 51.85

PB 260 K 55.775 69.943 31.521 157.239 52.41

PB 260 A 98.945 172.63 74.971 346.546 115.51

PB 260 B 96.758 50.496 98.643 245.897 81.96

PB 260 C 35.143 47.253 39.409 121.805 40.6

PB 260 D 96.719 80.091 59.374 236.184 78.73

PB 340 K 61.239 55.796 42.357 159.392 53.13

PB 340 A 41.028 38.011 79.706 158.745 52.92

PB 340 B 44.106 44.284 44.688 133.078 44.36

PB 340 C 40.959 38.172 38.789 117.92 39.3

PB 340 D 80.091 59.374 61.239 200.704 66.9

RRIC K 55.796 42.357 41.019 139.172 46.39

RRIC A 38.011 79.706 80.091 197.808 65.94

RRIC B 59.374 61.239 55.796 176.409 58.803

RRIC C 42.357 41.022 28.011 111.39 37.13

RRIC D 79.706 74.971 47.253 201.93 67.31

Keterangan : K (kontrol), (A) Aspergillus sp., (B) Trichoderma sp., (C) Penicillium sp., (D) Humicola sp

Analisis Sidik Ragam

Sumber keragaman Derajat bebas (df) Jumlah kuadrat (JK) Kuadrat tengah

(KT) F Hitung F Tabel

Klon karet 3 7291.083 2430.361 3.762* 2.84

Fungi 4 1648.166 412.042 0.638tn 2.61

Klon karet * fungi 12 3922.019 326.835 0.506tn 2.00

Galad 40 25838.627 645.966

Total 60 223628.576


(3)

Rataan pertambahan tinggi Keempat jenis klon karet

Perlakuan

Rataan

Sp340

46.66 ª

AVROS

47,12 ª

RRIC

54,45 ª

SP260

73,84

Keterangan : Angka-angka yang diikuti dengan huruf yang sama. tidak berbeda nyata pada uji jarak Duncan (DMRT) pada taraf 5 %.


(4)

Lampiran 4

.

Data Setiap Perlakuan terhadap Bobot kering total

Hevea brasiiensis

Keterangan: Nilai F hitung < F tabel berarti pemberian perlakuan tidak berpengaruh nyata terhadap diameter batang.

4.a

.

Tabel Sidik Ragam (ANOVA)

Sumber keragaman Derajat bebas (df) Jumlah kuadrat (JK) Kuadrat tengah

(KT) F Hitung F Tabel

Klon karet 3 60.513 20.171 0.206 2.82

Fungi 4 303.334 75.834 0.773 2.61

Klon karet * Fungi 12 893.118 74.427 0.759 2.00

Galad 40 3923.324 98.083

Total 60 31228.208

Keterangan: Nilai F hitung < F tabel berarti pemberian perlakuan tidak berpengaruh nyata terhadapdiameter batang Jenis klon Jenis Fungi Ulangan ∑ ��

1 2 3

Avro K 12.72 14.25 18.39 45.36 14.45

Avros A 31.35 18.37 16.36 66.08 22.03

Avro B 28.66 21.18 49.98 99.82 32.27

Avros C 22.34 18.35 45.17 85.86 28.62

Avros D 10.85 12.85 14.43 38.13 12.71

PB 26 K 21.62 19.71 14.05 55.38 18.46

PB 260 A 13.7 12.7 13.06 39.46 13.15

PB 260 B 10.18 27.87 42.78 80.83 26.94

PB 260 C 29.78 27.01 21.21 78 26

PB 260 D 11.81 17.72 13.47 43 14.33

PB 340 K 12.48 11.56 31.63 55.67 18.56

PB 340 A 10.97 14.22 16.44 41.63 13.87

PB 340 B 18.75 18.46 25.7 62.91 20.93

PB 340 C 15.66 20.03 32.26 67.95 22.64

PB 340 D 41.99 24.19 28.23 94.41 31.47

RRIC K 16.45 15.71 15.94 48.1 16.03

RRIC A 13.06 24.31 24.64 62.01 20.67

RRIC B 18.8 14.32 25.9 59.02 19.67

RRIC C 16.16 14.19 17.28 47.63 15.87

RRIC D 44.74 18.75 18.8 82.29 27.83


(5)

DOKUMENTASI PENELITIAN

Inokulasi fungi ke starter foto daun foto saat panen

Akar tanaman lokasi penelitian foto mikroskopis


(6)


Dokumen yang terkait

Identifikasi Fungi Endemik dan Pemanfaatannya untuk Meningkatkan Pertumbuhan Beberapa Klon Karet (Hevea brasiliensis) Di Tanah Gambut

0 64 68

Studi Karakter Fisiologis Dan Sifat Aliran Lateks Klon Karet (Hevea brasiliensis Muell Arg.) IRR SERI 300.

1 55 60

Uji Ketahanan Beberapa Klon Tanaman Karet (Hevea brasiliensis Muall, Arg.) Terhadap Penyakit Gugur Daun (Corynespora casiicola Berk &amp; Curt.) di Lapangan

0 34 64

Uji Ketahanan Beberapa Klon Tanaman Karet (Hevea Brasiliensis Muell. Arg.) Terhadap Penyakit Gugur Daun ( Corynespora Cassiicola (Berk. &amp; Curt.) Wei.) Di Kebun Entres

0 57 66

Penggunaan Berbagai Macam Fungi Untuk Meningkatkan Pertumbuhan Tanaman Karet (Hevea brasiliensis)

0 21 49

Uji Resistensi Beberapa Klon Karet (Hevea brasiliensis Muell. Arg.) Dari Kebun Konservasi Terhadap Penyakit Gugur Daun Colletotrichum gloeosporioides Penz. Sacc.

0 35 61

Uji Resistensi Beberapa Genotipe Plasma Nutfah Karet (Hevea brasiliensis Muell.Arg.) Terhadap Penyakit Gugur Daun (Corynespora cassiicola (Berk. &amp; Curt.) Wei.) Di Laboratorium

0 30 53

Tanggap Pertumbuhan Dan Serapan Hara Bibit Karet (Hevea Brasiliensis Muell Arg) Asal Stump Mata Tidur Terhadap Ketersediaan Air Tanah

0 43 107

Identifikasi Fungi Endemik dan Pemanfaatannya untuk Meningkatkan Pertumbuhan Beberapa Klon Karet (Hevea brasiliensis) Di Tanah Gambut

0 0 13

Identifikasi Fungi Endemik dan Pemanfaatan Beberapa Klon Unggulan untuk Meningkatkan Pertumbuhan Karet (Hevea brasiliensis) di Tanah Andisol

0 0 15