BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Faktor-Faktor Organisasi 2.1.1. Pengertian Organisasi - Pengaruh Faktor-Faktor Organisasi dan Lingkungan Kerja Terhadap Stress Kerja pada PT. Pelabuhan Indonesia I (Persero) Cabang Dumai

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Faktor-Faktor Organisasi

2.1.1. Pengertian Organisasi

  Menurut Achmad Sobirin (2007: 5) organisasi adalah unit social yang sengaja didirikan untuk jangka waktu yang relatif lama, beranggotakan dua orang atau lebih yang bekerja bersama-sama dan terkoordinasi, mempunyai pola kerja tertentu yang terstruktur, dan didirikan untuk mencapai tujuan bersama.

  Menurut Sutarto (2002:31) organisasi adalah gabungan dari beberapa individu yang melaksanakan fungsi-fungsi berbeda tetapi saling berhubungan dan dikoordinasikan agar suatu pekerjaan dapat diselesaikan. Gabungan dari beberapa individu yang memiliki pemikiran berbeda yang dijadikan dalam satu wadah untuk menciptakan satu ide bagi kemajuan organisasi.

  Menurut Robbins (2008:356) organisasi adalah dua atau lebih individu yang berinteraksi, saling bergantungan dan bergabung untuk mencapai tujuan-tujuan tertentu. Setiap individu memiliki kesempatan untuk mengkoordinasikan untuk menjalankan organisasinya agar menjadi baik.

  Dari beberapa pengertian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa organisasi adalah dua atau lebih orang yang bekerja sama dan ingin mencapai tujuan bersama baik itu berupa laba, pemberian pendidikan, sosial dan lain-lain.

2.1.2. Faktor-faktor Organisasi

  Menurut Robbins (2008:370) faktor-faktor organisasi adalah seluruh kegiatan yang terjadi dalam sebuah organisasi yang bisa berupa tekanan-tekanan didalam bekerja. Faktor –faktor organisasi itu sendiri dikelompokkan menjadi tiga bagian yaitu : a. Tuntutan tugas

  Faktor yang terkait dengan pekerjaan seseorang, yaitu yang mencakup desian pekerjaan individual (Otonomi, keragaman tugas, tingkat otomatisasi), kondisi kerja, beban kerja yang berlebihan, waktu kerja yang melebihi standart jam kerja yang ditetapkan dan tata letak fisik pekerjaan.

  Menurut Everly dan Girdano (dalam Sihombing, 2012:16) faktor organisasi berupa beban kerja yaitu kombinasi dari beban kerja berlebih kuantitatif dan kualitatif. Beban berlebihan secara fisik dan mental yaitu harus melakukan terlalu banyak hal. Unsure yang menimbulkan beban berlebih kualitatif adalah desakkan waktu yaitu setiap tugas diharapkan dapat diselesaikan secara tepat pada saat tertentu dalam hal waktu akhir (deadline) justru dapat meningkatkan motivasi dan menghasilkan prestasi kerja yang tinggi. Namun bila desakkan waktu menimbulkan banyak kesalahan atau menyebabkan kondisi kesehatan seseorang.

  Beban kerja terlalu kuantitatif juga dapat mempengaruhi kesejahteraan psikologi seseorang. Pada pekerjaaan yang sederhana, dimana banyak sekali terjadi pengulangan gerak akan timbul rasa bosa dan rasa monoton. Kebosanan dalam kerja rutin sehari-hari sebagi hasil dari terlampau sedikitnya tugas yang harus deal. Hal ini secara potensial membahayakn jika tenaga kerja gagal dalam bertindak tepat dalam keadaan darurat.

  b. Tuntutan peran Tuntutan peran berhubungan dengan tekanan yang diberikan pada seseorang sebagai suatu fungsi dari peran tertentu yang dimainkan dalam individu. Adapun yang termasuk dalam tuntutan peran yaitu konflik peran dan struktur organisasi.

  Setiap individu atau karyawan bekerja sesuai dengan perannya dalam organisasi. Jika setiap individu mempunyai kelompok tugs yang harus dikerjakan sesuai dengan aturan-aturan yang sesuai dengan yang diinginkan perusahaan. Namun karyawan atau individu tidak selalu berhasil memainkan perannya. Sehingga meninmbulkan kurang baik berfungsinya peran dan ketaksaan peran (role ambiguity).

  c. Tuntutan antar pribadi Tuntutan antar pribadi adalah tekanan yang diciptakan oleh karyawan lain, sehingga kurangnya dukungan sosial dari rekan kerja dan hubungan antar pribadi yang buruk dapat menimbulkan stress. Adapun yang termasuk dalam tuntutan antar pribadi yaitu konflik kerja dan kepemimpinan organisasi.

  Suatu organisasi dikatakan baik jika hubungan antar individu baik itu komunikasi atau peran yang dijalankan individu dalam organisasi tersebut. Tidak sering dalam organisasi tersbut terjadi konflik. Menurut Wahyudi (2006:35) konflik sering muncul karena kesalahn dalam berkomunikasi tentang keinginan dan adanya kebutuhan dan nilai-nilai kepada orang lain. Kegagalan komunikasi dikarenakan proses komunikasi yang kurang baik, pesan sulit dipahami oleh karyawan karena perbedaan pengetahuan, kebutuhan dan nilai-nilai yang diyakini pimpinan.

  Selain adanya konflik kerja yang mempengaruhi tuntutan antar pribadi adalah kepemimpinan dalam organisasi. Pimpinan merupakan orang yang dapat memberikan motivasi kepada bawahannya. Menurut Kartono (2005:41) Kepemimpinan dapat didefenisikan sebagai suatu sikap seorang pimpinan yang memiliki kemampuan dalam mengadakan koordinasi, membuat konsep sekaligus menjabarkan tujuan – tujuan umum yang jelas, bersikap adil dan tidak berat sebelah, sanggup membawa kelompok kepada tujuan yang pasti dan menguntungkan, dan membawa pengikutnya kepada kesejahteraan.

  Jika seorang pimpinan dapat mengedalikan semua bentuk sikap mapun kegiatan karyawannya dengan baik memicu semnagat karyawan dalam bekerja.

  Namun jika seorang pimpinan tidak dapat menjalin hubungan baik dengan bawahan atau karyawannya, maka akan menimbulkan konflik antar karyawan dengan pimpinan yang dapat menurunkan kinerja karyawan.

2.2. Lingkungan Kerja

  2.2.1. Pengertian Lingkungan Kerja

  Menurut Soedarmayanti (2001:1) lingkungan kerja adalah keseluruhan alat perkakas dan bahan yang dihadapi, lingkungan sekitarnya di mana seseorang bekerja, metode kerjanya, serta pengaturan kerjanya baik sebagai perseorangan maupun sebagai kelompok.

  Menurut Susilo (2012:14), lingkungan kerja adalah keseluruhan yang ada disekitar karyawan dan dapat mempengaruhi dirinya dalam menjalankan tugas-tugas yang diembankan.

  Menurut Kurniawan (2007:20) lingkungan kerja merupakan lingkungan- lingkungan lainnya menuntut adanya penyesuaian diri dari individu yang menempatinya.

  Dari beberapa pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa lingkungan kerja merupakan tempat keseluruhan kegiatan individu secara bersama yang berlangsung secara terus menerus serta menghasilkan tindakan berkesan dalam menjalankan tugas dan pekerjaannya.

  2.2.2. Jenis Lingkungan Kerja

  Menurut Nawawi (2003: 226) lingkungan kerja dapat dibagi atas sebagai berikut:

  1. Kondisi fisik (kondisi kerja) Merupakan keadaan kerja dalam perusahaan yang meliputi penerangan tempat kerja, penggunaan warna, pengaturan suhu udara, kebersihan, dan ruang gerak.

  2. Kondisi non fisik (iklim kerja) Sebagai hasil persepsi karyawan terhadap lingkungan kerja tidak dapat dilihat atau disentuh tetapi dapat dirasakan oleh karyawan tersebut. Iklim kerja dapat dibentuk oleh para pemimpin yang berarti pimpinan tersebut harus mempunyai kemampuan dalam membentuk iklim kerja tersebut. Iklim kerja yang baik akan membawa pengaruh yang baik pula bagi kualitas kerja karyawan.

  

Menurut Soedarmayanti (2001:21) lingkungan kerja dalam perusahaan dibagi

  atas 2 (dua) jenis, yaitu:

  1. Lingkungan Kerja Fisik Lingkungan kerja fisik adalah semua keadaan berbentuk fisik (kondisi kerja) yang terdapat disekitar tempat kerja yang dapat mempengaruhi karyawan baik secara langsung maupun secara tidak langsung yang meliputi keadaan bangunan, tempat bekerja yang menarik, penerangan tempat kerja, pengaturan suhu udara, kebersihan, dan ruang gerak.

  2. Lingkungan Kerja Non Fisik Lingkungan kerja non fisik (iklim kerja) adalah semua keadaan berbentuk non fisik yang terjadi dan berkaitan dengan hubungan kerja, baik hubungan dengan atasan maupun hubungan sesama rekan kerja, ataupun komunikasi yang terjalin dengan baik. Kondisi yang hendaknya diciptakan dalam lingkungan kerja jenis ini adalah suasana kekeluargaan, komunikasi yang baik, dan pengendalian diri. Lingkungan kerja non fisik meliputi: rasa aman dari bahaya yang mungkin timbul pada saat karyawan sedang menjalankan pekerjaannya, rasa aman dari adanya pemutusan hubungan kerja (PHK) yang sewenang-wenang, dan rasa puas yang berhubungan dengan pekerjaan yang dialami oleh para karyawan akibat terpenuhinya kebutuhan mereka baik itu kebutuhan fisik maupun sosial.

2.2.3. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Lingkungan Kerja

  Setiap individu mampu melaksanakan kegiatannya dengan baikapabila diantaranya ditunjang oleh suatu kondisi lingkungan yang baik. Suatu kondisi lingkungan dikatakan baik apabila manusia dapat melaksanakan kegiatannya secara optimal, sehat, aman, dan nyaman. Ketidaksesuaian lingkungan kerja dapat dilihat akibatnya dalam jangka waktu yang lama. Keadaan lingkungan yang kurang baik dapat menuntut tenaga dan waktu yang lebih banyak dan tidak mendukung diperolehnya rancangan sistem kerja yang efisien. Banyak faktor yang mempengaruhi terbentuknya suatu kondisi lingkungan kerja.

  Menurut Soedarmayanti (2001:21) suatu lingkungan kerja dikatakan baik atau buruk dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya adalah:

  1. Penerangan/Cahaya di Tempat Kerja Cahaya atau penerangan sangat besar manfaatnya bagi karyawan guna mendapat keselamatan dan kelancaran kerja. Oleh sebab itu perlu diperhatikan adanya penerangan (cahaya) yang terang tetapi tidak menyilaukan. Cahaya yang kurang jelas, sehingga pekerjaan akan lambat, banyak mengalami kesalahan, dan pada akhirnya menyebabkan kurang efisien dalam melaksanakan pekerjaan, sehingga tujuan organisasi sulit dicapai.

  2. Temperatur di Tempat Kerja Dalam keadaan normal, tiap anggota tubuh manusia mempunyai temperatur berbeda. Tubuh manusia selalu berusaha untuk mempertahankan keadaan normal, dengan suatu sistem tubuh yang sempurna sehingga dapat menyesuaikan diri dengan perubahan yang terjadi di luar tubuh. Tetapi kemampuan untuk menyesuaikan diri tersebut ada batasnya, yaitu bahwa tubuh manusia masih dapat menyesuaikan dirinya dengan temperatur luar jika perubahan temperatur luar tubuh tidak lebih dari 20% untuk kondisi panas dan 35% untuk kondisi dingin, dari keadaan normal tubuh.

  3. Kelembaban di Tempat Kerja Kelembaban adalah banyaknya air yang terkandung dalam udara, biasa dinyatakan dalam persentase. Kelembaban ini berhubungan atau dipengaruhi oleh temperatur udara, dan secara bersama-sama antara temperatur, kelembaban, kecepatan udara bergerak dan radiasi panas dari udara tersebut akan mempengaruhi keadaan tubuh manusia pada saat menerima atau melepaskan panas dari tubuhnya. Suatu keadaan dengan temperatur udara sangat panas dan kelembaban tinggi, akan menimbulkan pengurangan panas dari tubuh secara besar-besaran, karena sistem penguapan. Pengaruh lain adalah makin cepatnya denyut jantung karena makin aktifnya peredaran darah untuk memenuhi kebutuhan oksigen, dan tubuh manusia selalu berusaha untuk mencapai keseimbangan antar panas tubuh dengan suhu disekitarnya.

4. Sirkulasi Udara di Tempat Kerja

  Oksigen merupakan gas yang dibutuhkan oleh mahluk hidup untuk menjaga kelangsungan hidup, yaitu untuk proses metaboliasme. Udara di sekitar dikatakan kotor apabila kadar oksigen, dalam udara tersebut telah berkurang dan telah bercampur dengan gas atau bau-bauan yang berbahaya bagi kesehatan tubuh. Sumber utama adanya udara segar adalah adanya tanaman di sekitar tempat kerja. Tanaman merupakan penghasil oksigen yang dibutuhkan olah manusia. Dengan sukupnya oksigen di sekitar tempat kerja, ditambah dengan pengaruh secara psikologis akibat adanya tanaman di sekitar tempat kerja, keduanya akan memberikan kesejukan dan kesegaran pada jasmani. Rasa sejuk dan segar selama bekerja akan membantu mempercepat pemulihan tubuh akibat lelah setelah bekerja.

  5. Kebisingan di Tempat Kerja Salah satu polusi yang cukup menyibukkan para pakar untuk mengatasinya adalah kebisingan, yaitu bunyi yang tidak dikehendaki oleh telinga. Tidak dikehendaki, karena terutama dalam jangka panjang bunyi tersebut dapat mengganggu ketenangan bekerja, merusak pendengaran, dan menimbulkan kesalahan komunikasi, bahkan menurut penelitian, kebisingan yang serius bisa menyebabkan kematian. Karena pekerjaan membutuhkan konsentrasi, maka suara bising hendaknya dihindarkan agar pelaksanaan pekerjaan dapat dilakukan dengan efisien sehingga produktivitas kerja meningkat.

  Ada tiga aspek yang menentukan kualitas suatu bunyi, yang bisa menentuikan tingkat gangguan terhadap manusia, yaitu : a.

  Lamanya kebisingan b.

  Intensitas kebisingan c. Frekwensi kebisingan

  Semakin lama telinga mendengar kebisingan, akan semakin buruk akibatnya diantaranya pendengaran dapat makin berkurang.

  6. Getaran Mekanis di Tempat Kerja Getaran mekanis artinya getaran yang ditimbulkan oleh alat mekanis, yang sebagian dari getaran ini sampai ke tubuh karyawan dan dapat menimbulkan akibat yang tidak diinginkan. Getaran mekanis pada umumnya sangat menggangu tubuh karena ketidak teraturannya, baik tidak teratur dalam intensitas maupun frekwensinya. Gangguan terbesar terhadap suatu alat dalam tubuh terdapat apabila frekwensi alam ini beresonansi dengan frekwensi dari getaran mekanis. Secara umum getaran mekanis dapat mengganggu tubuh dalam hal : a.

  Kosentrasi bekerja b. Datangnya kelelahan.

  7. Bau-bauan di Tempat Kerja Adanya bau-bauan di sekitar tempat kerja dapat dianggap sebagai pencemaran, karena dapat menganggu konsentrasi bekerja, dan bau-bauan yang terjadi terus menerus dapat mempengaruhi kepekaan penciuman.

  8. Tata Warna di Tempat Kerja Menata warna di tempat kerja perlu dipelajari dan direncanakan dengan sebaik-baiknya. Pada kenyataannya tata warna tidak dapat dipisahkan dengan penataan dekorasi. Hal ini dapat dimaklumi karena warna mempunyai pengaruh besar terhadap perasaan. Sifat dan pengaruh warna kadang-kadang menimbulkan rasa senang, sedih, dan lain-lain, karena dalam sifat warna dapat merangsang perasaan manusia.

  9. Dekorasi di Tempat Kerja

  Dekorasi ada hubungannya dengan tata warna yang baik, karena itu dekorasi tidak hanya berkaitan dengan hasil ruang kerja saja tetapi berkaitan juga dengan cara mengatur tata letak, tata warna, perlengkapan, dan lainnya untuk bekerja.

10. Keamanan di Tempat Kerja

  Guna menjaga tempat dan kondisi lingkungan kerja tetap dalam keadaan aman maka perlu diperhatikan adanya keberadaannya. Salah satu upaya untuk menjaga keamanan di tempat kerja, dapat memanfaatkan tenaga Satuan Petugas Keamanan (SATPAM).

2.2.4. Indikator Lingkungan Kerja

   Menurut Soedarmayanti (2001:46) lingkungan kerja memiliki indikator

  sebagai berikut: 1.

  Penerangan 2. Sirkulasi udara 3. Kenyamanan 4. Tata Letak (Lay Out)

  Sedangkan yang menjadi indikator-indikator lingkungan kerja non fisik sebagai berikut:

1. Hubungan dengan atasan 2.

  Hubungan sesama rekan kerja 3. Keamanan

4. Komunikasi

2.2.5 Hubungan Lingkungan Kerja Dengan Stress Kerja

  Sebuah perusahaan harus melihat tempat dan keadaan perusahaan itu dibangun. Sehingga menimbulkan dampak yang baik bagi individu atau karyawan.

  Semakin baiknya strategis letak bangunan perusahaan tersebut, semakin menimbulkan suasana yang baik bagi individu atau karyawan dalam bekerja.

  Menurut Kurniawan (2007:20) lingkungan kerja merupakan lingkungan lainnya menuntut adanya penyesuaian diri dari individu yang menempati. Dengan demikian dalam lingkungan ini individu memungkinkan mengalami gangguan stress kerja. Stress kerja dapat dirumuskan sebagi suatu keadaan tegang yang daialami dalam organisasi. Stress ini merupakan akibat dari lingkungan fisik, system dan teknik organisasi, sosialisasi interpersonal, isi atau struktur pekerjaan.

2.3. Stress Kerja

2.3.1. Pengertian Stress

  Menurut Fathoni (2006:174) stress adalah suatu kondisi ketegangan yang mempengaruhi emosi, proses berfikir dan kondisi seseorang. Orang-orang yang mengalami stress menjadi nervous dan merasakan kekhawatiran kronis. Mereka sering menjadi marah-marah, agresif dan tidak rileks atau memberikan sikap yang tidak kooperatif.

  Menurut Robbins (2008:368) stress merupakan kondisi dinamis sesorang individu dihadapkan dengan peluang, tuntutan, atau sumber daya yang terkait dengan apa yang dihasratkan oleh individu itu dan yang hasilnya dipandang tidak pasti dan penting.

  Dari beberapa pengertian diatas, maka dapat disimpulkan bahwa stress merupakan situasi atau kondisi seseorang dalam mengahadapi masalah yang mengakibatkan ketidakseimbangannya emosi, sikap dan sifat.

  2.3.2. Pengertian Stress Kerja

  Menurut Mangkunegara (2008:157) pengertian stress kerja adalah perasaan tertekan yang dialami karyawan dalam menghadapi pekerjaan. Stress kerja ini tampak dari simptom, antara lain emosi tidak stabil, perasaan tidak senang, suka menyendiri, sulit tidur, merokok yang berlebihan, tidak bisa rileks, cemas, tegang, gugup, tekanan darah meningkat, dan mengalami gangguan pencernaan.

  Menurut Hariandja (2002:23) stress adalah ketegangan atau tekanan emosional yang dialami seseorang yang sedang menghadapi tuntutan yang sangat besar, hambatan-hambatan, dan adanya kesempatan yang sangat penting yang dapat mempengaruhi emosi, pikiran dan kondisi fisik seseorang.

  Menurut pengertian stress kerja dari pendapat para ahli diatas maka dapat diambil kesimpulan bahwa stress kerja adalah perasaan tertekan yang dirasakan oleh karyawan yang diakibatkan oleh tuntutan pekerjaan.

  2.3.3. Faktor-faktor Penyebab Stress Kerja

  Menurut Robbins (2008:370) ada tiga kategori yang menyebabkan stres yang dikelompokkan sebagai berikut.

  1. Faktor lingkungan, terdiri dari: a.

  Ketidakpastian ekonomi Perubahan dalam siklus bisnis yang menciptakan ketidakpastian ekonomi. Ketika ekonomi memburuk, misalnya orang merasa cemas terhadap kelangsungan pekerjaan mereka.

  b.

  Ketidakpastian politik Ancaman dan perubahan politik dapat menyebabkan stres. Oleh karena itu, untuk mencegah kondisi ini, politik suatu negara haruslah stabil sehingga tidak akan cenderung menciptakan stres.

  c.

  Perubahan teknologi Perubahan teknologi adalah faktor lingkungan ketiga yang dapat menyebabkan stres. Karena inovasi-inovasi baru dapat membuat keterampilan dan pengalaman seorang karyawan jadi usang dalam waktu singkat, komputer, sistem robotik, otomatisasi, dan berbagai bentuk inovasi teknologi lain yang serupa merupakan ancaman bagi banyak orang dan membuat orang stres.

  2. Faktor organisasi a.

  Tuntutan tugas

  Faktor yang terkait dengan pekerjaan seseorang, yaitu yang mencakup desian pekerjaan individual (Otonomi, keragaman tugas, tingkat otomatisasi), kondisi kerja, beban kerja yang berlebihan, waktu kerja yang melebihi standart jam kerja yang ditetapkan dan tata letak fisik pekerjaan.

  b.

  Tuntutan peran Tuntutan peran berhubungan dengan tekanan yang diberikan pada seseorang sebagai suatu fungsi dari peran tertentu yang dimainkan dalam individu. Adapun yang termasuk dalam tuntutan peran yaitu konflik peran dan struktur organisasi.

  c.

  Tuntutan antar pribadi Tuntutan antar pribadi adalah tekanan yang diciptakan oleh karyawan lain, sehingga kurangnya dukungan sosial dari rekan kerja dan hubungan antar pribadi yang buruk dapat menimbulkan stress. Adapun yang termasuk dalam tuntutan antar pribadi yaitu konflik kerja dan kepemimpinan organisasi.

3. Faktor individu a.

  Masalah keluarga Survei nasional secara konsisten menunjukkan bahwa orang menganggap hubungan pribadi dan keluarga sebagai suatu yang sangat berharga. Kesulitan pernikahan, pecahnya suatu hubungan, dan kesulitan disiplin anak-anak merupakan contoh masalah hubungan yang menciptakan stres.

  b.

  Masalah ekonomi Masalah ekonomi karena pola hidup yang lebih besar pasak dari pada tiang adalah kendala pribadi lain yang menciptakan stres bagi karyawan dan mengganggu konsentarsi kerja.

  c.

  Masalah kepribadian Faktor individu penting yang mempengaruhi stres adalah kodrat kecenderungan dasar dari seseorang. Artinya gejala stres yang diungkapkan. Gejala-gejala stres yang diekspresikan pada pekerjaan bisa jadi sebenarnya berasal dari kepribadian orang itu

  Menurut Fathoni (2006:176) faktor-faktor penyebab stress karyawan adalah sebagai berikut.

  1. Beban kerja yang sulit dan berlebihan.

  2. Tekanan dan sikap pemimpin yang kurang adil dan tidak wajar.

  3. Waktu dan peralatan yang kurang.

  4. Konflik antara pribadi dengan pimpinan atau kelompok kerja.

  5. Balas jasa yang terlalu rendah.

  6. Masalah-masalah keluarga seperti anak, istri, mertua, dan lain-lain.

  Menurut Budijani (boedijaeni.com/2011/12/10/stress-kerja-2/.) Faktor penyebab stress kerja ada dua, yaitu faktor lingkungan kerja dan faktor personal.

  Faktor lingkungan kerja dapat berupa kondisi fisik, manajemen kantor maupun hubungan sosial di lingkungan kerja. Sedangkan faktor personal bisa berupa tipe kepribadian, peristiwa atau pengalaman pribadi maupun kondisi sosial dan ekonomi keluarga. Secara umum dikelompokkan sebagai berikut :

  1. Tidak adanya dukungan sosial.

  Artinya, stress akan cenderung muncul pada individu yang tidak mendapat dukungan dari lingkungan sosial mereka. Dukungan sosial di sini bisa berupa dukungan dari lingkungan pekerjaan maupun lingkungan keluarga.

  2. Tidak adanya kesempatan berpartisipasi dala pembuatan keputusan dikantor.

  Hal ini berkaitan dengan hak dan kewenangan seseorang dalam menjalankan tugas dan pekerjaannya. Banyak orang mengalami stress kerja ketika mereka tidak dapat memutuskan persoalan yang menjadi tanggung jawab dan kewenangannya. Stress kerja juga bisa terjadi jika seorang karyawan yang tidak dilibatkan dalam pembuatan keputusan yang menyangkut dirinya.

  3. Kondisi lingkungan kerja.

  Kondisi lingkungan kerja fisik ini bisa berupa suhu yang terlalu panas, terlalu dingin, terlalu sesak, kurang cahaya, dan semacamnya. Ruangan yang terlalu panas menyebabkan ketidaknyamanan seseorang dalam menjalankan pekerjaannya, begitu juga ruangan yang terlalu dingin. Panas tidak hanya dalam pengertian temperatur udara tetapi juga sirkulasi atau arus udara. Disamping itu, kebisingan juga memberi andil tidak kecil munculnya stress kerja, sebab beberapa orang sangat sensitif pada kebisingan dibanding lainnya.

  4. Manajemen yang tidak sehat.

  Banyak orang yang stress dalam pekerjaan ketika gaya kepemimpinan para manajernya cenderung neuritis, yakni seorang pemimpin yang sangat sensitif, tidak percaya orang lain (bawahan), perfeksionis, terlalu mendramatisir suasana hati atau peristiwa sehingga mempengaruhi pembuatan keputusan di tempat kerja. Situasi kerja atasan selalu mencurigai bawahan, membesarkan peristiwa atau kejadian yang semestinya sepele dan ancamannya, seseorang akan tidak leluasa menjalankan pekerjaannya.

  5. Tipe kepribadian.

  Seseorang dengan kepribadian tipe A cenderung mengalami stress dibandingkan kepribadian tipe B. Beberapa ciri kepribadian tipe A ini adalah sering merasa diburu-buru dalam menjalankan pekerjaannya, tidak sabaran, konsentarsi pada lebih dan satu pekerjaan pada waktu yang sama, cenderung tidak puas terhadap hidup, cenderung berkompetisi dengan orang lain meskipun dalam situasi atau peristiwa yang non komperatif.

  Dengan begitu, bagi pihak perusahaan akan selalu mengalami dilema ketika mengambil pegawai dengan kepribadian tipe A. Sebab, disatu sisi akan memperoleh hasil yang bagus dan pekerjaan mereka, namun disisi lain perusahaan akan mendapatkan pegawai yang mendapat resiko serangan atau sakit.

6. Peristiwa atau pengalaman pribadi.

  Stress kerja sering disebabkan pengalaman pribadi yang menyakitkan, kematian pasangan, perceraian, sekolah, anak sakit atau gagal sekolah, kehamilan tidak diinginkan, peristiwa traumatis atau menghadapi masalah (pelanggaran) hukum. Banyak kasus menunjukkan bahwa tingkat stress paling tinggi terjadi pada seseorang yang ditinggalkan mati pasangannya, sementara yang paling rendah disebabkan oleh perpindahan tempat tinggal. Disamping itu, ketidakmampuan memenuhi kebutuhan sehari- hari, kesepian, perasaan tidak nyaman.

2.3.4. Akibat Dari Stress Kerja

  Menurut Robbins (2008:375) akibat stress dapat dikelompokkan dalam tiga kategori umum, yaitu: a.

  Gejala Fisiologi Pengaruh awal stress biasanya berupa gejala-gejala fisiologis. Ini terutama disebabkan oleh kenyataan bahwa topik stress pertama kali diteliti oleh ilmu kesehatan medis. Hubungan antara stress dan gejala-gejala fisiologis yang khusus tidak jelas. Secara tradisonal, para peneliti menyimpulkan bahwa ada sedikit, jika memang ada, hubungan yang konsisten. Hal ini disebabkan oleh kompleksitas gejala dan sulitnya mengukur gejala-gejala itu secara objektif. Yang lebih muktahir, beberapa bukti menunujukkan bahwa stress mungkin memilki efek fisiologis yang membahayakan. Seperti : sakit kepala, tekanan darah tinggi, dan penyakit jantung.

  b.

  Gejala Psikologi Stress dapat menyebabkan ketidakpuasan. Stress yang berkaitan dengan pekerjaan dapat menyebabkan ketidakpuasan terkait dengan pekerjaan.

  Ketidakpuasan kerja adalah efek psikologi paing sederhana dan paling nyata dari stress. Namun stress juga muncul dalam beberapa kondisi psikologis lainnya. Seperti, ketegangan, murung, kecemasan, kejengkelan, berkurangnya kepuasaan kerja, kejenuhan, dan sikap yang suka menunda- nunda pekerjaan.

  c.

  Gejala Perilaku Gejala–gejala stress yang berkaitan dengan perilaku seperti perubahan dalam tingkat produktivitas, kemangkiran, dan perputaran karyawan, selain juga perubahan dalam kebiasaan makan, pola merokok, konsumsi alkohol, bicara yang gagap, serta kegelisahan dan ketidak teraturan waktu tidur.

2.3.5. Dampak Stress Kerja pada Perusahaan

  Stress kerja yang dialami oleh karyawan akan berpengaruh pada berjalannya operasional perusahaan untuk mendapatkan tujuannya. Menurut Aurelya (2011:19) adapun dampak yang ditimbulkan dari stress kerja dapat berupa:

  1. Terjadinya kekacauan, hambatan baik dalam menajemen maupun operasional kerja

2. Menganggu kenormalan aktivitas kerja 3.

  Menurunkan tingkat produktivitas 4. Menurunkan pemasukkan dan keuntungan perusahaan. Kerugian finansial perusahaan karena tidak imbangnya antara produktifitas dengan biaya yang dikeluarkan untuk membayar gaji, tunjangan, dan fasilitas lainnya. Menurut Handoko (2008:201) stress dapat membantu atau fungsional, tetapi juga dapat berperan salah (dysfunctional) atau merusak kinerja karyawan. Secara sederhana hal ini berarti bahwa stress mempunyai potensi untuk mendorong atau mengganggu pelaksanaan kerja, tergantung seberapa besar tingkat stress.

  Tinggi Kinerja

  Rendah Stress

  Rendah Tinggi

  Sumber : Handoko (2008:202)

Gambar 2.1 Model Hubungan Stress-KinerjaGambar 2.1 menunjukkan adanya hubungan antara stress kerja dan hasil kerja individu. Bila tak ada stress kerja, tantangan-tantangan kerja juga tidak ada, dan hasil

  kerja cenderung rendah. Sejalan dengan meningkatnya stress, kinerja cenderung naik, karena stress membantu karyawan untuk mengerahkan segala sumber daya dalam memenuhi berbagai persayaratan atau kebutuhan pekerjaan. Bila stress telah mencapai puncak yang dicerminkan kemampuan pelaksanaan kerja harian karyawan, maka stress tambahan akan cenderung tidak menghasilkan perbaikan kinerja. Bila stress kerja terlalu besar, kinerja akan menurun karena stress menganggu pelaksanaan pekerjaan. Apabila stress terjadi paling ekstrim kinerja akan menjadi nol karena karyawan menjadi sakit atau tidak kuat bekerja lagi dan mungkin akan berhenti.

2.3.6. Dampak Stress Kerja Pada Karyawan

  Menurut Budijani (boedijaeni.com/2011/12/10/stress-kerja-2/) pengaruh stress kerja ada yang menguntungkan maupun merugikan perusahaan. Namun pada taraf tertentu pengaruh yang menguntungkan perusahaan diharapkan akan memacu karyawan untuk dapat menyelesaikan pekerjaan dengan sebaik-baiknya. Reaksi terhadap stress dapat merupakan reaksi bersifat psikis maupun fisik. Biasanya karyawan yang stress menunjukkan perubahan perilaku. Perubahan-perubahan ini di tempat kerja merupakan gejala-gejala individu yang mengalami stress antara lain: a.

  Bekerja melewati batas kemampuan b.

  Sering terjadinya keterlambatan masuk kerja c. Ketidakhadiran pekerjaan d.

  Kesulitan membuat keputusan e. Tingginya terjadi kesalahan di dalam pekerjaan f. Kelalaian menyelesaikan pekerjaan g.

  Lupa akan janji yang telah dibuat dan kegagalan diri sendiri h. Kesulitan berkomunikasi dengan orang lain i. Kerisauan tentang kesalahan yang dibuat j. Menunjukkan gejala fisik seperti, kurangnya nafsu makan, tekanan darah tinggi, radang kulit, dan radang pernapasan.

2.3.7. Strategi Manajemen Stress Kerja

  Menurut Mangkunegara (2002:158) mendeteksi penyebab stress dan bentuk reaksinya, maka ada tiga pola dalam mengatasi stress yaitu pola sehat, pola harmonis, dan pola patologis.

  1. Pola sehat Pola sehat adalah pola menghadapi stress yang baik yaitu mengelola kemampuan perilaku dan tindakan sehingga adanya stress tidak menimbulkan gangguan, akan tetapi menjadi lebih sehat dan berkembang.mereka yang tergolong dalam hal ini biasanya mampu mengelola waktu dan kesibukan dengan cara yang baik dan teratur sehingga tidak perlu merasa ada sesuatu yang menekan dan tekanan cukup banyak. Seperti berolahraga, istirahat yang cukup, dan makan makanan yang bergizi.

  2. Pola harmonis Pola harmonis adalah pola menghadapi stress dengan kemampuan mengelola waktu dan kegiatan secara harmonis dan tidak menimbulkan berbagai hambatan. Dengan pola ini, individu mampu mengendalikan berbagai kesibukan dan tantangan dengan cara mengatur waktu secara teratur. Seperti menghabiskan waktu bersama orang-orang terdekat dan menonton acara kesukaan di televisi.

  3. Pola patologis Pola patologis adalah pola menghadapi stress yang berdampak pada gangguan fisik maupun sosial-psikologis. Dalam pola ini, individu akan menghadapi berbagai tantangan dengan cara-cara yang tidak memiliki kemampuan dan keteraturan mengelola tugas dan waktu. Cara ini dapat menimbulkan reaksi yang berbahaya karena bisa menyebabkan masalah-masalah yang negatif. Seperti pergi ke tempat-tempat hiburan, bermain game sampai lupa waktu dan berekreasi di saat jam kerja.

  Menurut Aurelya (2011:23) untuk menghadapi stress dengan cara sehat atau harmonis, tentu banyak hal yang dapat dikaji. Dalam menghadapi stress, dapat dilakukan dengan tiga strategi yaitu, 1.

  Memperkecil dan mengendalikan sumber-sumber stress Dalam hal ini, perlu dilakukan penilaian terhadap situasi sumber stress, mengembangkan alternatif tindakan, mengambil tindakan yang dipandang lebih tepat dan mengambil tindakan yang lebih positif.

  2. Menetralkan dampak yang ditimbulkan oleh stress Hal ini dilakukan dengan mengendalikan berbagai reaksi baik jasmani, emosional, maupun bentuk-bentuk mekanisme pertahanan diri.

  3. Meningkatkan daya tahan pribadi.

  Dilakukannya dengan cara memperkuat diri sendiri, yaitu dengan lebih memahami diri sendiri, memahami orang lain, mengembangkan keterampilan diri sendiri, berolahraga, beribadah dan mengembangkan nilai-nilai dan tujuan yang lebih realistis.

  Pendapat Robbins (2008:377) menyatakan bahwa mengelola stress dapat dilihat dari sudut pandang organisasi, manajemen mungkin tidak peduli ketika karyawan mengalami tingkat stress rendah maupun menengah. Alasannya bahwa kedua tingkat stress ini mungkin bermanfaat dan membuahkan kinerja karyawan yang lebih tinggi.

  Akan tetapi tingkat stress yang tinggi dapat menurunkan kinerja karyawan dan membutuhkan tindakan dari pihak manajemen. Adapun tindakan-tindakan yang dilakukan dalam pengelolaan stress ini adalah : 1.

  Pendekatan Individual Seorang karyawan memiliki tanggung jawab pribadi untuk mengurangi tingkat stress. Strategi individual yang telah terbukti efektif meliputi penerapan teknik manajemen waktu, penambahan waktu olahraga, pelatihan relaksasi dan perluasan jaringan dukungan sosial.

2. Pendekatan Organisasional

  Beberapa faktor yang menyebabkan stress terutama tuntutan peran yang dikendalikan oleh manajemen. Faktor tersebut dapat dimodifikasi atau diubah. Strategi yang bisa manajemen pertimbangkan meliputi seleksi personil dan penempatan kerja yang lebih baik, pelatihan, penetapan tujuan yang realistis, pendesainan ulang pekerjaan, peningkatan keterlibatan karyawan, perbaikan dalam komunikasi organisasi, penawaran cuti panjang atau masa sabatikal kepada karyawan, dan penyelenggaraan program- program kesejahteraan perusahaan.

2.4 Penelitian Terdahulu

  Penelitian yang dilakukan Sri Dwina (2007) yang berjudul ”Hubungan

  

Organisasi Terhadap Stress Kerja Karyawan Pada PT Bank Negara Indonesia

(Persero) Tbk Cabang Syariah Medan”. Populasi pada penelitian ini dilakukan

  pada karyawan PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk yang berjumlah 17 orang dengan menggunakan metode sampling jenuh, yakni teknik penentuan sampel bila semua anggota populasi digunakan sebagai sampel. Dengan hasil penelitian bahwa variable organisasi yang meliputi beban kerja, waktu kerja, karakteristik tugas dan pengaruh kepemimpinan berpengaruh positif kepada stress kerja karyawan.

  Penelitian yang dilakukan Mrihrahayu Rumaningsih (2011) yang berjudul

  

“Pengaruh Faktor Organisasional Pada Stress Kerja Para Perawat Dengan

Pengalaman Kerja Sebagai Variabel Moderat (studi pada Rumah Sakit Dr.

  

Moewardi Surakarta)”. Populasi pada penelitian ini dilakukan pada seluruh

  perawat Rumah Sakit Dr.Moewardi Surakrta yang berjumlah 88 orang dengan menggunkan metode sampling jenuh yakni teknik penentuan sampel bila semua anggota populasi digunakan sebagai sampel. Dengan hasil penelitian dari regresi linear berganda menyatakan bahwa faktor organisasional berpengaruh positif terhadap stress kerja dari perawat yang meliputi konflik peran, hambatan karier, keterasingan, beban kerja dan lingkungan kerja.

2.5 Kerangka Konseptual

  Menurut Sutarto (2002:31) Organisasi adalah gabungan dari beberapa individu yang melaksanakan fungsi-fungsi berbeda tetapi saling berhubungan dan dikoordinasikan agar suatu pekerjaan dapat diselesaikan. Menurut Robbins (2008:368) faktor-faktor organisasi adalah seluruh kegiatan yang terjadi dalam sebuah organisasi yang bisa berupa tekanan-tekanan didalam bekerja. Faktor-faktor organisasi dikelompokkan menjadi tuntutan tugas, tuntutan peran dan tuntutan antarpribadi.

  Semakin banyak tuntutan yang diberikan perusahaan kepada karyawannya dapat mempengaruhi keadaan pisikis maupun sikis karyawan itu sendiri. Menurut Robbins (2008:372) jika semakin banyak tekanan yang diberikan baik itu berupa tugas yang berlebihan, sikap atasan yang selalu menuntut dan sikap rekan kerja dalam bekerja cenderung menimbulkan stress yang dirasakan oleh karyawan itu sendiri. Sehingga berkembang gejala stress yang dapat mengganggu pelaksanaan kerja karyawan.

  Menurut Soedarmayanti (2001:1) lingkungan kerja adalah keseluruhan alat perkakas dan bahan yang dihadapi lingkungan sekitarnya di mana seseorang bekerja, metode kerjanya, serta pengaturan kerjanya baik sebagai perseorangan maupun sebagai kelompok.

  Menurut Kurniawan (2007:20) lingkungan kerja merupakan lingkungan lainnya menuntut adanya penyesuaian diri dari individu yang menempati.

  Lingkungan kerja yang bersih, nyaman, dan memenuhi standar kebutuhan yang layak akan memberikan kenyamanan dalam diri karyawan. Namun sebaliknya jika lingkungan kerja tidak bersih dan tidak memenuhi standart kelayakan untuk individu bekerja sehingga Lingkungan kerja memungkinkan individu dapat mengalami gangguan stress kerja.

  Stress adalah tantangan pekerjaan bagi individu. Stress kerja bisa menimbulkan dampak positif maupun negative bagi individu maupun organisasi.

  Stress kerja bisa dikatakan positif merupakan suatu peluang jika stress memotivasi para karyawan untuk meningkatkan kinerja agar memperoleh hasil yang maksimal.

  Namun stress dikatakan negative dapat membuat seorang individu menurun terhadap performa kerjanya. Semakin tingginya stress kerja yang dialami individu mengakibatkan adanya beberapa gejala, baik itu dari fisik maupun non fisik. Menurut Robbins (2008:375) akibat-akibat stress dapat dikelompokkan sebagai berikut, gejala fisiologi (fisik) dan gejala psikologi (non fisik).

  Berdasarkan teori diatas diatas dan penjelasannya, maka dibuat kerangka konseptual yang menunjukkan hubungan antara variabel X terhadap variabel Y, yaitu sebagai berikut :

  Faktor Organisasi

  1

  (X ) Stress Kerja

  (Y) Lingkungan Kerja

  (X2)

  Sumber : Robbins (2008:370) (2008:375), Soedarmayanti (2001:1)

Gambar 2.2.

  

Kerangka Konseptual

2.5. Hipotesis

  Berdasarkan perumusan masalah yang ditetapkan dirumuskan hipotesis sebagai berikut “Faktor-Faktor Organisasi dan Lingkungan Kerja berpengaruh signifikan terhadap Stress Kerja Pada PT. Pelabuhan Indonesia I Cabang Dumai”.

Dokumen yang terkait

Pengaruh Faktor-Faktor Organisasi dan Lingkungan Kerja Terhadap Stress Kerja pada PT. Pelabuhan Indonesia I (Persero) Cabang Dumai

1 61 161

Pengaruh Budaya Organisasi terhadap Produktivitas Kerja Pegawai (Studi pada PT (Persero) Pelabuhan Indonesia I Cabang Belawan

8 99 106

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Pustaka 2.1.1 Stress Kerja 2.1.1.1 Pengertian Stress Kerja - Pengaruh Stress Kerja, Motivasi Kerja dan Iklim Organisasi Terhadap Keinginan untuk Keluar (Intention to Leave) Karyawan pada PT. Infomedia Nusantara Medan

0 2 32

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Komunikasi 2.1.1 Pengertian Komunikasi dalam Organisasi - Pengaruh Komunikasi dan Motivasi terhadapat Kinerja Organisasi Pada PT. Bank Mandiri (Persero) Tbk., Cabang Simpang Pos Medan

0 0 15

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Budaya Organisasi 2.1.1. Pengertian Budaya Organisasi - Pengaruh Budaya Organisasi, Kepemimpinan, Dan Motivasikinerja Terhadap Kinerja Karyawan Pada PDAM Tirtanadi Sumatera Utara

0 1 23

BAB II TINJAUAN PUSTAKA II.1. Iklim Organisasi II.1.1 Pengertian Iklim Organisasi - Pengaruh Iklim Organisasi Terhadap Semangat Kerja Pegawai Pada Kantor Kecamatan Medan Selayang

0 2 20

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Uraian Teoritis 2.1.1 Pengertian Program Pelayanan Kesejahteraan Karyawan - Pengaruh Pelaksanaan Program Pelayanan Kesejahteraan dan Lingkungan Kerja Terhadap Semangat Kerja Karyawan pada PT. Pelabuhan Indonesia I (Persero) Med

0 0 26

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Budaya Organisasi - Analisis Pengaruh Budaya Organisasi Terhadap Kinerja Karyawan Studi Pada Pt Asam Jawa

0 1 17

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Budaya Organisasi 2.1.1 Pengertian Budaya Organisasi - Pengaruh Budaya Organisasi Dan Kepuasan Kerja Terhadap Kinerja Karyawan Pada Cv. Grand Keude Kupie Medan

0 0 25

A. Umur - Pengaruh Faktor-Faktor Organisasi dan Lingkungan Kerja Terhadap Stress Kerja pada PT. Pelabuhan Indonesia I (Persero) Cabang Dumai

0 0 43