BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. MINOR CYBERLOAFING 1. Pengertian Minor Cyberloafing - Hubungan Dimensi Kepribadian Big Five Dengan Perilaku Minor Cyberloafing Pada Pegawai Kantor Pajak

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. MINOR CYBERLOAFING

1. Pengertian Minor Cyberloafing

  Menurut Blanchard & Henle (2008) cyberloafing merupakan penggunaan email dan internet yang dilakukan oleh karyawan untuk tujuan pribadi sewaktu kerja. Cyberloafing juga merupakan perilaku karyawan dalam menggunakan teknologi internet di mana teknologi yang dimaksud dapat bersumber dari perusahaan ataupun milik pribadi yang dibawa oleh karyawan ke kantor seperti smartphone atau iPad (Henle & Kedharnath, 2012).

  Berdasarkan tipologi yang dikemukakan oleh Robinson & Bennett (1995) tentang perilaku menyimpang di tempat kerja, Blanchard & Henle (2008) membagi cyberloafing menjadi dua tipe, yaitu minor cyberloafing dan serious cyberloafing. Fokus pada penelitian ini adalah minor cyberloafing.

  Menurut Blanchard & Henle (2008) minor cyberloafing adalah penggunaan internet secara umum yang dilakukan oleh karyawan saat sedang bekerja untuk tujuan personal atau yang tidak berkaitan dengan pekerjaan. Penggunaan internet secara umum yang dimaksud adalah penggunaan email dan browsing situs-situs hiburan, misalnya, seperti mengecek, mengirim, dan menerima pesan melalui email pribadi, melakukan browsing situs berita pada umum, olahraga, keuangan, berbelanja online, serta melakukan update pada jejaring sosial.

  12 Perilaku minor cyberloafing ini dapat dikatakan mirip dengan perilaku menyimpang lainnya yang dapat ditoleransi namun tidak sepenuhnya sesuai untuk dilakukan di tempat kerja, seperti mengangkat telepon pribadi atau membicarakan hal-hal pribadi yang tidak ada berkaitan dengan pekerjaan pada saat jam kerja (Blanchard & Henle, 2008).

  Berdasarkan penjelasan tersebut dapat disimpulkan bahwa perilaku minor

  

cyberloafing merupakan perilaku penggunaan teknologi internet baik milik

  perusahaan ataupun pribadi dengan tujuan personal atau tidak berkaitan dengan pekerjaan pada saat jam kerja, di mana perilaku yang dilakukan adalah penggunaan email dan internet secara umum.

2. Faktor – faktor yang Mempengaruhi Minor Cyberloafing

  Menurut Ozler & Polat (2012) terdapat tiga faktor yang mempengaruhi

  cyberloafing , baik minor cyberloafing ataupun serious cyberloafing, yaitu :

1) Faktor Organisasi

  Ada beberapa faktor organisasi yang dapat mempengaruhi perilaku perilaku

  cyberloafing pada karyawan, antara lain :

  a) Batasan penggunaan internet : dengan membatasi penggunaan komputer pada karyawan baik melalui kebijakan peraturan ataupun pembatasan teknologi, dapat mengurangi pemanfaatan internet untuk tujuan personal dan yang tidak berkaitan dengan pekerjaan.

  b) Antisipasi Outcome : penelitian menemukan bahwa karyawan cenderung tidak melakukan cyberloafing apabila mereka mendapatkan konsekuensi negatif dari organisasi sebagai akibat dari perilaku tersebut. c) Dukungan Manajerial : adanya dukungan manajerial yang tanpa spesifikasi khusus dalam menggunakan internet dapat meningkatkan penggunaan dalam bentuk pribadi maupun bisnis, hal ini dapat disalah artikan sebagai bentuk dukungan dari semua jenis penggunaan internet termasuk cyberloafing.

  d) Sikap Kerja Karyawan : frustrasi yang dialami oleh karyawan dalam pekerjaannya, dapat menimbulkan perilaku menyimpang di tempat kerja, salah satunya seperti cyberloafing.

  e) Komitmen Kerja : Semakin tinggi komitmen yang dimiliki karyawan terhadap pekerjaannya maka akan semakin rendah kecenderungan karyawan untuk melakukan cyberloafing.

  f) Kepuasan Kerja : kepuasan kerja merupakan faktor yang signifikan dalam mempengaruhi karyawan dalam melakukan penyalahgunaan internet.

  g) Karakteristik Pekerjaan : karakteristik pekerjaan yang menuntut kreativitas akan lebeh sedikit mengalami kecenderungan dalam melakukan cyberloafing.

2) Faktor Situasi

  Biasanya perilaku cyberloafing dilakukan oleh karyawan karena adanya stimulus dalam konteks situasi yang memicu hal tersebut seperti setiap individu mempunyai akses internet (Weatherbee, 2010). Penelitian juga menunjukkan adanya kehadiran pengawas atau atasan secara fisik, sanksi, kebijakan, akan mengurangi perilaku cyberloafing tersebut .

3) Faktor Individual

  Beberapa studi mencoba untuk terus mengidentifikasikan karyawan mana yang lebih cenderung untuk melakukan cyberloafing. Adapun persepsi dan sikap, trait kepribadian, kebiasaan dan kecanduan internet, faktor demografis adalah merupakan anteseden dari perilaku cyberloafing.

  a) Persepsi dan sikap : individu yang memiliki sikap positif terhadap kegunaan komputer biasanya akan cenderung untuk menggunakan komputer kantor untuk alasan pribadi. Orang-orang yang memiliki keyakinan akan kegunaan dari internet untuk performansi kerjanya akan cenderung berperilaku cyberloafing daripada orang-orang yang tidak memiliki keyakinan.

  b) Kepribadian : perilaku dalam menggunakan akses internet merefleksikan adanya variasi motif-motif psikologis.Beberapa trait kepribadian seperti rasa malu, kesepian, kontrol diri, harga diri, locus of control dapat mempengaruhi bentuk-bentuk dari penggunaan internet. Penelitian mengindikasikan kontrol diri memiliki hubungan langsung yang positif terhadap intensi seseorang untuk melakukan beberapa perilaku yang terlarang, seperti cyberloafing. Penelitian lain juga mengatakan bahwa individu yang memiliki kepribadian Conscientiousness dominan maka akan cenderung untuk lebih sedikit melakukan perilaku loafing (Colbert dkk, 2004). Dimensi Conscientiousness merupakan salah satu dari ke lima dimensi kepribadian Big Five. c) Kebiasaan dan kecanduan internet : kebiasaan yang mengacu pada urutan situasi-perilaku yang sedang atau telah berubah menjadi otomatis dan terjadi tanpa self-instruction, kognisi dan musyawarah dalam menanggapi isyarat tertentu dalam lingkungan. Hubungan antara kebiasaan menggunakan media dan cyberloafing memainkan peran penting dalam memprediksi perilaku ini. Derajat yang tinggi pada kecanduan internet memiliki kecenderungan dalam melakukan perilaku menyimpang.

  d) Faktor demografis : Status pekerjaan, otonomi dalam pekerjaan, tingkat pendapatan, jenis kelamin, dan pendidikan merupakan prediktor yang signifikan dalam melakukan perilaku cyberloafing. Penggunaan internet dengan tujuan pribadi lebih banyak frekuensinya dilakukan oleh pria yang memiliki latar belakang pendidikan yang baik, dan status pekerjaan yang tinggi. Usia juga memainkan peran, di mana individu dengan usia yang lebih muda cenderung lebih menerima akan kegunaan teknologi dan menggunakannya lebih sering yang memicu frekuensi yang lebih dalam penggunaan dan penyimpangan penggunaan internet tersebut. Dalam penelitian ini, peneliti akan berfokus pada faktor individual di mana trait kepribadian sebagai faktor yang mempengaruhi perilaku minor

  

cyberloafing , dan trait yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah

trait kepribadian Big Five.

B. DIMENSI KEPRIBADIAN BIG FIVE

  Schultz & Scuhltz (1994) mengemukakan bahwa kepribadian merupakan sesuatu yang unik pada diri setiap individu, yang cenderung menetap pada aspek internal maupun eksternal yang akan mempengaruhi perilaku dalam situasi yang berbeda. Kepribadian mewakili karakteristik individu yang terdiri dari pola-pola pemikiran, perasaan, dan perilaku yang konsisten (Pervin, Cervone, & John 2005). Untuk memahami kepribadian dibutuhkan suatu dimensi deskriptif mengenai kepribadian itu sendiri yang bertujuan untuk menyederhanakan definisi yang saling tumpang tindih. Salah satu pendekatan deskriptif mengenai kepribadian yang dapat diterima secara umum yaitu dimensi kepribadian Big Five.

1. Pengertian Dimensi Kepribadian Big Five

  Dimensi kepribadian Big Five pertama kali diperkenalkan oleh Goldberg (Pervin dkk, 2005). Big Five disusun untuk menggambarkan sifat-sifat kepribadian yang disadari oleh individu itu sendiri dalam kehidupannya sehari- hari bukan untuk menggolongkan individu ke dalam satu kepribadian tertentu. Pendekatan ini disebut Goldberg sebagai Fundamental Lexical (Language)

  

Hypothesis , di mana perbedaan individu yang paling mendasar digambarkan

hanya dengan satu istilah yang terdapat pada setiap bahasa.

  Lebih lanjut Costa dan McCrae (1997) melakukan pengembangan untuk memperoleh validitas dan reliabeilitas dan untuk membuktikan dimensi-dimensi kepribadian bersifat stabil pada individu dewasa. Menurut Costa dan McCrae (dalam Pervin, 2005) kepribadian Big Five adalah sebuah kesepakatan diantara pendekatan teoritis yang mengacu pada lima faktor dasar kepribadian manusia yang terdiri dari Neuroticism, Extraversion, Openness, Agreeableness dan

  

Conscientiousness . Diantara kelima faktor tersebut, individu cenderung memiliki

salah satu faktor kepribadian sebagai faktor yang dominan.

  Berdasarkan penjabaran tersebut maka dapat disimpulkan bahwa dimensi kepribadian Big Five adalah suatu pendekatan psikologi yang digunakan untuk menggambarkan kepribadian seseorang dengan mengacu pada lima dimensi kepribadian yaitu Neuroticism, Extraversion, Openness, Agreeableness dan

  

Conscientiousness di mana seorang individu hanya akan memiliki satu faktor

kepribadian yang dominan.

2. Dimensi - Dimensi Kepribadian Big Five

  Dimensi kepribadian Big Five terdiri dari lima dimensi bipolar sebagai kategori dasar kepribadian manusia. Terdapat beberapa istilah yang digunakan untuk menjelaskan kelima dimensi tersebut. Berikut adalah lima istilah yang dikemukakan oleh McCrae dan Costa (dalam Pervin, 2005) :

  1) Openness : dimensi kepribadian Big Five yang memiliki karakteristik rasa ingin tahu yang luas, menyukai hal-hal yang baru, bersedia melakukan penyesuaian akan hal-hal baru, kreatif, imajinatif, memiliki sensitivitas, dan fleksibel. Dimensi bipolar dari Openness adalah Closedness.

  2) Extraversion : dimensi kepribadian Big Five yang memiliki karakteristik suka bergaul, suka berbicara, butuh akan stimulasi, menyukai hal-hal yang menyenangkan. Dimensi bipolar dari Extraversion adalah Introversion.

  3) Agreeableness : dimensi kepribadian Big Five yang memiliki karakteristik berorientasi pada interpersonal, memiliki keperdulian, kepercayaan, dan perasaan. Dimensi bipolar dari Agreeableness adalah Antagonism.

  4) Neuroticism : dimensi kepribadian Big Five yang memiliki karakteristik penyesuaian kestabilan emosi, kecenderungan terhadap distress, ide-ide yang tidak realistis, kecemasan, dan memiliki mood yang cenderung berubah-ubah. Dimensi bipolar dari Neuroticism adalah Emotional

  Stability .

  5) Conscientiousness : dimensi kepribadian Big Five yang memiliki karakteristik teratur, disiplin, tidak ketergantungan, berlawanan dengan kecenderungan untuk menjadi malas dan lemah, memiliki kedisiplinan diri, ketahanan dan motivasi dalam mencapai suatu tujuan. Dimensi bipolar dari Conscientiousness adalah Lack of Direction.

  Costa & McRae (dalam Pervin, 2005) mengemukakan bahwa setiap dimensi dari Big Five terdiri dari 6 (enam) faset atau subfaktor. Faset-faset tersebut akan dijelaskan dalam tabel berikut :

  Tabel 1. Subfaktor Dimensi Big Five Dimensi Kepribadian Subfaktor Big Five

  Fantasy (khayalan) Aesthetics (keindahan). Feelings (perasaan) Openness Ideas (ide). Actions (tindakan) Values (nilai-nilai).

  (suka berkumpul)

  

Gregariousness

Activity level (level aktivitas) Assertiveness (asertif) Extraversion Excitement Seeking (mencari kesenangan) Positive Emotions (emosi yang positif) Warmth (kehangatan) Straightforwardness (berterus terang) Trust (kepercayaan). Altruism (mendahulukan kepentingan orang lain) Agreeableness Modesty (rendah hati) (berhati lembut). Tendermindedness Compliance (kerelaan) Anxiety (kecemasan) Self-consciousness (kesadaran diri). Depression (depresi) Neuroticism Vulnerability (mudah tersinggung).

  Impulsiveness (menuruti kata hati) Angry hostility (amarah).

  Self -discipline (disiplin) Dutifulness (patuh). Competence (kompetensi) Conscientiousness

Order (teratur).

Deliberation (pertimbangan) Achievement striving (pencapaian prestasi)

  Subfaktor di atas yang nantinya akan digunakan sebagai acuan dalam pembuatan instrumen pengukuran kepribadian Big Five seperti kuesioner, tes proyektif ataupun wawancara klinis. Instrumen pengukuran yang akan digunakan dalam penelitian ini ialah kuesioner.

3. Big Five Inventory (BFI)

  BFI dibuat pada tahun 1991 oleh John, Donahue dan Kentle yang terdiri dari 44 aitem dalam BFI. Aitem-aitem dari BFI tersebut merupakan pengembangan dari kelima faktor kepribadian Big Five. BFI berguna sebagai inventori yang ringkas, fleksibel, dan efisien dalam melakukan penilaian terhadap 5 dimensi kepribadian Big Five. Tes ini menggunakan frase atau kalimat yang . singkat sebagai representasi kata sifat dan trait dari dimensi kepribadian Big Five

  Salah satu kelebihan dari BFI adalah frase kata sifat yang digunakan dapat mencegah ambiguitas atau multiple meanings. Ketika BFI versi asli, yang menggunakan Bahasa Inggris, diuji dengan sampel di Amerika dan Kanada, diperoleh reliabilitas alpha yang tinggi yaitu rata-rata setiap faktornya memiliki reliabilitas di atas 0.80 dan nilai mean untuk reliabilitas tes retesnya dalam tiga bulan sebesar 0.85 (John dan Srivastava, 1999).

  

C. DINAMIKA ANTARA DIMENSI KEPRIBADIAN BIG FIVE DENGAN

MINOR CYBERLOAFING Cyberloafing adalah suatu perilaku menyimpang terhadap penggunaan

  waktu kerja untuk mengakses internet yang bertujuan untuk kepentingan pribadi dan tidak berkaitan dengan pekerjaan (Lim, 2002). Blanchard & Henle (2008) mengemukakan dua tipe cyberloafing, yaitu minor cyberloafing dan serious

  

cyberloafing , di mana yang akan menjadi fokus dalam penelitian ini adalah minor

cyberloafing. Fenomena ini menimbulkan kerugian yang cukup besar bagi

  perusahaan karena perilaku ini merupakan penyimpangan produktivitas kerja di mana karyawan telah melanggar norma-norma organisasi mengenai tingkat minimal kualitas dan kuantitas produksi (Henle & Kedharnath, 2012). Faktor individu ( personality trait) merupakan salah satu faktor yang mendasari perilaku

  

cyberloafing berdasarkan pada beberapa literatur (dalam Van, 2011 ; Ozler &

  Polat, 2012), di mana kepribadian memiliki hubungan yang cukup penting dalam memprediksi perilaku minor cyberloafing.

  Salah satu kepribadian yang dapat digunakan untuk memprediksi perilaku

  

minor cyberloafing adalah dimensi kepribadian Big Five. Kepribadian Big Five

  adalah dimensi kepribadian yang menggambarkan sifat-sifat kepribadian yang disadari oleh individu itu sendiri dalam kehidupannya sehari-hari (Pervin dkk, 2005). Dimensi kepribadian Big Five ada lima yaitu : Openness, Conscientiousness, Extraversion, Agreableness , dan Neuroticism.

  Dimensi yang pertama adalah Openness, dimensi ini memiliki karakteristik akan rasa ingin tahu yang luas, menyukai hal-hal baru, kreatif, dan imajinatif.

  Pada penelitian McShane d& Von (2010) individu dengan skor Openness to

  

experience yang tinggi cenderung menunjukkan perilaku yang bertujuan untuk

  mencapai tujuan kerja, memiliki usaha mengatur lingkungan sekitarnya dengan baik dan kemauan untuk memperbaiki diri di dalam tim dan sebaliknya apabila skor Openness rendah maka individu akan cenderung tradisional, konvensional, berpikiran sempit dan tidak menyukai perubahan. Dalam hal ini, minor

  

cyberloafing adalah bentuk penurunan produktivitas kerja dengan menggunakan

  fasilitas internet dari perusahaan, dan internet itu sendiri merupakan suatu teknologi informasi yang canggih. Jika seseorang dengan skor Openness tinggi, maka ia akan cenderung menggunakan internet dengan tujuan pencapaian tujuan kerja dan tidak akan melakukan minor cyberloafing.

  Dimensi yang kedua adalah Conscientiousness, dimensi ini memiliki karakteristik teratur, disiplin, ketahanan dan motivasi dalam mencapai tujuan.

  Seseorang dengan conscientiousnes akan lebih dapat meregulasi dirinya dan akan lebih sedikit dalam melakukan minor cyberloafing, yang artinya individu tersebut akan mampu menyeimbangkan ketertarikan mereka antara rencana jangka panjang dan jangka pendek serta impuls-impuls yang ada. Sehingga orang-orang dengan tipe Conscientiousness ini akan dapat menahan dirinya untuk melakukan

  

minor cyberloafing sampai tugas-tugas mereka sudah mereka selesaikan (Prasad

  dkk, 2010). Dikuatkan juga oleh penelitian Colbert dkk (2004) dalam (Malhotra, 2013) yang menyatakan bahwa seseorang dengan Conscientiousnes yang tinggi akan cenderung lebih sedikit dalam melakukan perilaku malas (loafing). Sehingga individu dengan kepribadian ini akan cenderung untuk tidak melakukan minor cyberloafing .

  Dimensi yang ketiga adalah Extraversion, dimensi ini memiliki karakteristik suka bergaul, butuh akan stimulasi, suka dengan hal-hal yang menyenangkan. Amiel & Sargent dalam (Bucker, 2012) menemukan bahwa individu dengan tipe kepribadian Extraversion tidak terlalu suka komunikasi secara online, dan lebih suka secara langsung. Mereka mungkin merasa bahwa internet tidak begitu membuatnya menonjol dan lebih cenderung suka bertemu seseorang dengan bertatap muka. Penelitian Landers & Lounsbury (2006) dalam (Bucker, 2012) juga menemukan bahwasannya individu dengan karakteristik extraversion adalah tipe individu yang tidak sering melakukan kegiatan melalui internet seperti online. Hal ini memungkinkan bahwa seseorang dengan tipe

  Extraversion akan cenderung lebih sedikit dalam melakukan minor cyberloafing.

  Dimensi yang keempat adalah Agreeableness, dimensi ini memiliki karakteristik berorientasi pada interpersonal, kepercayaan, dan perasaan. Individu dengan tipe Agreeableness dalam konteks pekerjaan memiliki hubungan yang signifikan dengan OCB (Organization Citizenship Behavior), di mana hal ini menunjukkan bahwa adanya keterlibatan yang baik membuat kinerja seseorang semakin efektif (Debora & Ali, 2004). Beberapa penelitian menyatakan tipe kepribadian Agreeableness memiliki hubungan yang negatif dengan waktu yang dihabiskan dalam menggunakan internet (landers & Lounsbury,2006). Sehingga individu dengan kepribadian ini akan cenderung untuk tidak melakukan minor cyberloafing .

  Dimensi yang kelima adalah Neuroticism, dimensi ini memiliki karakteristik penyesuaian kestabilan emosi, ide-ide, kecemasan. Hasil penelitian menemukan bahwa pada individu yang memiliki skor tinggi pada Neuroticism cenderung kurang efektif dalam keberfungsian dirinya dan juga kurang berhasil untuk tujuan penyelesaian tugas (Barrick & Mount, 1991). Hal tersebut menunjukkan bahwa performansi kerja seseorang yang Neuroticism cenderung rendah, hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Rothmann dan Coetzer (2003). Rendahnya performansi dapat dijelaskan karena individu dengan tipe ini kurang bisa mengontrol impuls-impuls yang dapat menurunkan performansi kerja ataupun penyelesaian tugasnya. Individu dengan dimensi Neuroticism yang dominan juga memiliki hubungan yang positif dengan perilaku penyimpangan kerja (Coltbert, Mount, Harter, Witt & Barrick, 2004). Salah satunya adalah cyberloafing, yang merupakan perilaku penyimpangan kerja (Lim, 2002). Sehingga individu dengan dimensi kepribadian Neuroticism akan cenderung melakukan perilaku minor cyberloafing .

D. HIPOTESA PENELITIAN

  Berdasarkan uraian dalam kerangka berpikir di atas, maka hipotesa penelitian ini adalah:

  1. Hipotesa Mayor : Ada hubungan antara dimensi kepribadian Big Five dengan perilaku minor cyberloafing.

  2. Hipotesa Minor :

  a) Dimensi Openness memiliki hubungan negatif dengan perilaku

  minor cyberloafing. Hal ini berarti di mana seseorang dengan

  kepribadian Openness yang lebih dominan akan cenderung hampir tidak pernah melakukan perilaku minor cyberloafing.

  b) Dimensi Conscientiousness memiliki hubungan negatif dengan perilaku minor cyberloafing. Hal ini berarti di mana seseorang dengan kepribadian Conscientiousness yang lebih dominan akan cenderung hampir tidak pernah melakukan perilaku minor

  cyberloafing .

  c) Dimensi Extraversion memiliki hubungan negatif dengan perilaku

  minor cyberloafing. Hal ini berarti di mana seseorang dengan kepribadian Extraversion yang lebih dominan akan cenderung hampir tidak pernah melakukan perilaku minor cyberloafing.

  d) Dimensi Agreeableness memiliki hubungan negatif dengan perilaku

  

minor cyberloafing. Hal ini berarti di mana seseorang dengan

  kepribadian Agreeableness yang lebih dominan akan cenderung hampir tidak pernah melakukan perilaku minor cyberloafing.

  e) Dimensi Neuroticism memiliki hubungan positif dengan perilaku

  

minor cyberloafing . Hal ini berarti di mana seseorang dengan

  kepribadian Neuroticism yang lebih dominan akan cenderung untuk sering melakukan perilaku Conscientiousness.