BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep - Implikatur Percakapan pada Masyarakat Sambu Kajian Pragmatik

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep

  Konsep adalah gambaran mental dari objek, proses, atau apa pun yang ada di luar bahasa yang digunakan oleh akal budi untuk memahami sesuatu hal lain.

  2.1.1 Implikatur Impilkatur merupakan satu hal yang sangat penting diperhatikan agar percakapan dapat berlangsung dengan lancar berkat adanya kesepakatan bersama. Kesepakatan itu berupa kontrak tak tertulis bahwa yang dibicarakan itu harus saling berhubungan atau berkaitan. Pada masing-masing kalimat artinya makna keterkaitan itu tidak terungkap secara literal.

  Menurut Gunpers (dalam Lubis, 1991:68), implikatur merupakan proses yang ditentukan oleh situasi konteks. Selalu benar apa yang dimaksud oleh sipembicara tidak sama dengan apa yang ditanggap sipendengar, sehingga jawaban si pendengar tidak dapat atau sering juga terjadi sipembicara mengulangi kembali ucapannya dengan kalimat yang lain agar dapat ditanggapi sipendengar. Teori implikatur dicetuskan oleh H.Paul Grice yang menekankan pada maksud dalam komunikasi tercemin dalam penjelasan tentang makna yang tidak alamiah (makna NN). Bagi Grice (1957:385) ‘A berarti sesuatu NN oleh X’ sama dengan berkata:

  A menginginkan ujaran X menghasilkan suatu efek tertentu pada khalayak dengan cara mengenal maksud ini.

  Menurut definisi ini, penutur tidak cukup hanya bermaksud menyebabkan efek tertentu pada pendengarnya melalui penggunaan ujarannya, malahan efek ini hanya dapat dicapai dengan tepat apabila maksud untuk menghasilkan efek ini diketahui oleh pendengar. Komponen kedua definisi ini sangat penting untuk meniadakan dari maksud suatu ujaran semua efek komunikasi yang diciptakannya, namun yang tidak ingin dikomunikasikan penutur dan yang tidak diketahui oleh pendengar. Oleh karena itu, dia tidak merupakan bagian dari maksud komunikasi penutur.

  2.1.2 Pasar Pasar merupakan salah satu dari berbagai sistem, institusi, prosedur, hubungan sosial dan infrastruktur dimana usaha menjual barang, jasa, dan tenaga kerja untuk orang-orang dengan imbalan uang. Barang dan jasa yang dijual menggunakan alat pembayaran yang sah. Seperti kita ketahui di pasar banyak terjadi penawaran dan permintaan, tempat penjual yang ingin menukar barang atau jasa dengan uang yang sah, dan pembeli yang ingin menukar uang dengan barang atau jasa.

  2.1.3 Masyarakat Sambu Masyarakat adalah sekelompok orang yang berada di Sambu yang membentuk sebuah sistem semi tertutup (atau semi terbuka), dimana sebagian besar interaksi adalah antara individu-individu yang berada dalam kelompok tersebut. Masyarakat Sambu berasal dari berbagai suku, ada suku Batak, Karo, Jawa dan lain sebagainya yang datang untuk membeli sesuatu (berbelanja) atau pun menawarkan sesuatu (berjualan). Bermacam-macam kegiatan yang dilakukan masyarakat Sambu seperti berjualan, membuka bal, melakukan penawaran dan ada juga yang menawarkan jasa. Masyarakat Sambu itu memiliki tingkat kekeluargaan yang cukup tinggi hanya saja perkataan yang dilontarkan sedikit kasar dan kata yang dikeluarkan itu berintonasi kuat atau keras sehingga membuat sebagian orang banyak mengira tidak baik.

2.2 Landasan Teori

  2.2.1 Pragmatik Pragmatik merupakan cabang ilmu bahasa yang mempelajari kondisi pengguna bahasa manusia yang pada dasarnya sangat ditentukan oleh konteks yang mewadahi dan melatarbelakangi bahasa itu. Konteks yang dimaksud mencakup dua macam hal, yaitu konteks yang bersifat sosial dan sosietal. Konteks sosial adalah konteks yang timbul sebagai akibat dari munculnya interaksi antar anggota masyarakat dalam suatu masyarakat sosial dan budaya tertentu (adanya solidaritas), sedangkan konteks sosietal adalah konteks yang faktor penentunya merupakan kedudukan anggota masyarakat dalam institusi- institusi sosial yang ada didalam masyarakat sosial dan budaya tertentu (adanya kekuasaan).

  Dalam pragmatik juga dilakukan kajian tentang praanggapan, tindak tutur, implikatur, dan aspek-aspek struktur wacana (Soemarno, 1998:169). Dalam penelitian ini pembicaraan mengenai kajian pragmatik lebih dibatasi pada implikatur dan tindak tutur yang merupakan bagian dari suatu tuturan atau percakapan.

  2.2.2 Implikatur Menurut Gunpers (dalam Lubis,191:68), inferensi (implikatur) merupakan proses interpretasi yang ditentukan oleh situasi dan konteks. Mengacu pada pernyataan bahwa selalu benar apa yang dimaksud oleh si pembicara tidak sama dengan apa yang ditanggap oleh si pendengar, sehingga terkadang jawaban si pendengar tidak dapat dimengerti atau sering juga terjadi si pembicara mengulangi kembali ucapannya mungkin dengan cara atau kalimat yang lain supaya dapat ditanggapi oleh si pendengar.

  Berlangsungnya situasi percakapan seperti di atas dikuasai oleh satu hukum atau kaidah pragmatik umum menurut H. Paul Grice (dalam Soemarno, 1998:170) yang disebut kaidah penggunaan bahasa. Kaidah ini mencakup peraturan tentang bagaimana percakapan dapat dilakukan secara efektif dan efisien. Yang terdiri dari dua pokok kaidah yaitu (1) prinsip kooperatif yang menyatakan dalam percakapan, sumbangkanlah apa yang diperlukan pada saat terjadi percakapan itu dengan memegang tujuan dari percakapan itu, dan (2) empat maksim percakapan yang meliputi maksim kualitas, maksim kuantitas, maksim relevansi, dan maksim pelaksanaan.

  Maksim kualitas mewajibkan setiap peserta percakapan mengatakan yang

  sebenarnya. Kontribusi peserta percakapan hendaknya disertai bukti-bukti atau fakta-fakta yang memadai.

  Contoh: 1“Silakan menyontek saja biar nanti saya mudah menilainya!” 2 “Jangan menyontek, nilainya bisa nol (0) nanti!”

  Tuturan (2) jelas lebih memungkinkan terjadinya kerjasama antara penutur dengan mitra tutur. Tuturan (1) dikatakan melanggar maksim kualitas karena mengatakan sesuatu yang sebenarnya tidak sesuai dengan yang seharusnya dilakukan seseorang. Akan merupakan sesuatu kejanggalan apabila di dalam dunia pendidikan terdapat seorang dosen yang mempersilakan siswanya melakukan penyontekan pada saat ujian berlangsung.

  Maksim kuantitas memberikan informasi yang cukup, relatif memadai, dan

  seinformatif mungkin. Informasi demikian itu tidak boleh melebihi informasi yang sebenarnya yang dibutuhkan si mitra tutur.

  Misalnya: 1 “Lihat itu Susi Susanti mau bertanding lagi” 2 “Lihat itu Susi Susanti yang mantan pemain badminton atau bulu tangkis kelas atas itu mau bertanding lagi”

  Tuturan 1 dan 2 dituturkan oleh seorang pengagum Susi Susanti kepada rekannya yang juga mengagumi pemain bulu tangkis legendaris itu. Tuturan itu dimunculkan pada waktu mereka bersama-sama melihat salah satu acara bulu tangkis ditelevisi.

  Maksim relevansi mengharuskan bahwa setiap peserta pembicaraan harus memberikan kontribusi yang relevan dengan masalah pembicaraan. Contoh: 3 (1)“Mia, `teman kamu datang” (2)“Saya lagi mandi, Bu!”

  Tuturan (2) di atas sepintas tidak ada hubungannya, tetapi bila diamati hubungan implikasionalnya dapat diterangkan. Tuturan (2) mengimplikasikan bahwa saat itu ia tidak dapat menjumpai teman-temannya dikarenakan sedang mandi. Contoh (3) di atas dapat dipakai sebagai salah satu bukti bahwa maksim relevansi dalam prinsip kerjasama tidak selalu harus dipenuhi dan dipatuhi dalam pertuturan sesungguhnya. Hal seperti itu dapat dilakukan khususnya apabila tuturan tersebut dimaksudkan untuk mengungkapkan maksud-maksud yang khusus sifatnya.

  Maksim pelaksanaan mengharuskan setiap peserta percakapan berbicara secara langsung, jelas, tidak kabur, tidak berlebih-lebihkan serta runtut.

  Contoh: 4 (+) ”Ayo cepat dibuka” (-) “Sebentar dulu, masih panas”

  Tuturan 4 di atas memiliki kadar kejelasan yang rendah. (+) sama sekali tidak memberikan kejelasan tentang apa yang sebenarnya diminta oleh si mitra tutur. Kata dibuka memiliki ketaksaan dan kekaburan yang tinggi dan mengakibatkan maknanya menjadi sangat kabur. Dapat dikatakan bahwa kata itu dimungkinkan penafsirannya bermacam-macam. Sama halnya dengan (-) yaitu pada kata panas yang memiliki ketaksaan yang mengakibatkan banyak persepsi atau penafsiran karena dalam tuturan tersebut tidak jelas apa sebenarnya yang masih panas itu.

  Salah satu kaidah percakapan bahwa pembicaranya mengikuti dasar-dasar atau maksim di atas. Apabila terdapat tanda-tanda bahwa salah satu dasar atau maksim tersebut tidak diikuti atau dipatuhi maka ujaran tersebut mempunyai implikatur (Siregar, 1997:30).

  2.2.3 Tindak Tutur Searle mengatakan bahwa dalam komunikasi bahasa terdapat tindak tutur.

  Ia mengatakan bahwa komunikasi bahasa bukan hanya sekedar lambang, kata, atau bahkan kalimat tetapi merupakan hasil dari lambang, kata atau kalimat yang berwujud pada perilaku. Artinya tindak tutur merupakan hasil atau produk dari suatu kalimat dalam kondisi tertentu dan kesatuan terkecil dari komunikasi bahasa. Sebagaimana bahasa dapat berwujud pertanyaan, pernyataan, dan perintah (dalam Rani, 2004:158).

  Tindak tutur dalam suatu kalimat merupakan penentu makna kalimat itu yang ditentukan oleh tindak tutur yang berlaku pada kalimat yang diujarkan. Teori tindak tutur adalah teori yang lebih cenderung meneliti makna kalimat.

  Teori tindak tutur yang dikemukakan oleh John R.Searle (1983) dalam bukunya Speech Acts : An Essay in the Philosophy of Language. Ia membagi tindak tutur menjadi 3 macam yaitu: 1.

  Tindak ‘lokusi’ yaitu mengaitkan suatu topik dengan suatu keterangan dalam sebuah ungkapan. Dalam tindak ini yang dipermasalahkan adalah maksud untuk memberitahu si penutur (dalam Lubis, 1991:9).

  2. Tindak ‘ilokusi’ adalah tindakan yang melakukan sesuatu dengan maksud dan fungsi tertentu. Pada tindak tutur ini, penutur mengungkapkan kalimat bukan dimaksudkan untuk memberi tahu penutur tetapi ada keinginan penutur untuk melakukan suatu tindakan.

  3. Tindak ‘perlokusi’ merupakan hasil atau efek yang ditimbulkan oleh ungkapan pada pendengar sesuai dengan situasi dan kondisi pengucapan kalimat itu (Nababan, 1998:18). Dalam ilmu bahasa dapat kita samakan tindak lokusi itu dengan ‘prediksi’, tindak ilokusi dengan ‘maksud kalimat’, dan tindak perlokusi dengan ‘akibat suatu ungkapan’. Atau dengan kata lain dapat kita katakan bahwa lokusi adalah makna dasar atau referensi kalimat itu, ilokusi adalah sebagai daya yang ditimbulkan oleh pemakainya sebagai perintah, ejekan, keluhan, pujian, dan lain-lain, sedangkan perlokusi merupakan hasil dari ucapan tersebut terhadap pendengar.

  Contoh: kamu cantik sekali hari ini! Dari kalimat di atas, tindak lokusi hanya sebagai pernyataan bahwa dia

  (seseorang) itu cantik. Tindak ilokusinya dapat berupa pujian atau ejekan (hinaan). Dikatakan pujian jika ia memang benar-benar cantik dari hari sebelumnya dan ejekan jika dia tidak sesungguhnya cantik. Dari segi perlokusinya dapat membuat seseorang menjadi muram mukanya dan dapat juga mengucapkan terimakasih kepadanya.

2.3 Tinjauan Pustaka

  Dewana (2001) dalam skripsinya Pasangan Bersesuaian dalam Wacana

  Persidangan (Analisis Implikatur percakapan) . Dia menyimpulkan bahwa

  penerapan prinsip kerja sama serta empat maksim percakapan pasangan bersesuaian yang terdapat pada analisis implikatur percakapan dalam wacana persidangan adalah pola panggilan-jawab, pola permintaan-penerimaan, pola permintaan informasi-pemberian, pola penawaran-penerimaan, dan pola penawaran-penolakan.

  Anina (2006) meneliti tentang Implikatur Percakapan dalam Wacana

  Humor Berbahasa Indonesia. Dia menyimpulkan bahwa wacana humor

  berbahasa Indonesia memilik karakteristik wujud lingual implikatur percakapan seperti kalimat deklaratif, interogatif, imperatif. Selain itu, implikatur percakapan dalam wacana humor berbahasa Indonesia memiliki fungsi menghibur, menyindir, mengejek, dan memerintah.

  Maharani (2007) dalam skripsinya Tindak Tutur Percakapan pada Komik

  

Asterix menganalisis tentang percakapan yang terdapat dalam komik Asterix

  dari segi tindak tutur percakapannya yang terbagi atas tiga jenis tindak tutur yaitu tindak lokusi, ilokusi, dan perlokusi. Maharani menyimpulkan bahwa setiap tuturan merupakan tindak lokusi karena tindak ini mengacu pada makna denotasinya, sedangkan tindak ilokusi dan perlokusi tidak semua tuturan memiliki kedua tindak tersebut.

  Ida Vandayani Manurung (2012), dalam skripsinyan implikatur tindak

  

tutur humor abang japang di harian sinar Indonesia baru. Dia menyimpulkan

  tindak tutur dan implikatur yang terdapat pada humor abang japang cenderung mengarah pada suatu sindiran, baik sindiran yang mengarah kepada pembaca maupun sindiran yang mengarah kepada pemerintah khususnya. Dari segi tindak tutur yang dikemukakan oleh Searle, yang mengklasifikasikan tindak ilokusi kedalam lima kategori, dalam humor abang japang terdapat kelima kategori tersebut, yaitu representative, direktif, komisif, ekspresif, dan deklrasi.