Implikatur Percakapan pada Masyarakat Sambu Kajian Pragmatik

(1)

IMPLIKATUR PERCAKAPAN PADA MASYARAKAT SAMBU

KAJIAN PRAGMATIK

S K R I P S I

OLEH

ANNA MIA N. BUTAR-BUTAR

100701059

DEPARTEMEN SASTRA INDONESIA

FAKULTAS ILMU BUDAYA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


(2)

(3)

PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam skripsi ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan pada suatu perguruan tinggi dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah di tulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan daftar pustaka. Apabila pernyataan yang saya buat ini tidak benar, saya bersedia menerima sanksi berupa pembatalan gelar sarjana yang saya peroleh.

Medan, Maret 2015


(4)

Implikatur Percakapan pada Masyarakat Sambu

Kajian Pragmatik

Oleh:

Anna Mia N. Butar-Butar

ABSTRAK

Penelitian ini berjudul “Implikatur Percakapan pada Masyarakat Sambu” yang bertujuan untuk mengetahui implikatur dan jenis-jenis ilokusi yang terdapat dalam percakapan pada masyarakat Sambu. Adapun Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode padan. Metode padan adalah alat penentunya berasal dari luar terlepas dan tidak menjadi bagian bahasa yang bersangkutan. Kemudian dikembangkan dengan menggunakan teknik lanjutan yaitu teknik dengan menggunakan teknik baca markah (BM) sebagai teknik analisis data.

Dalam kehidupan sehari-hari banyak kita jumpai percakapan yang memiliki implikatur dimana pun kita berada. Peneliti memusatkan objek penelitian pada masayarakat yang berada dipasar Sambu. Dengan menggunakan teori implikatur dari H.Paul Grice yang menekankan pada maksud dalam komunikasi tercemin dalam penjelasan tentang makna yang tidak alamiah dan teori ini dikuasai oleh satu hukum atau kaidah pragmatik yang disebut kaidah penggunaan bahasa yang terbagi menjadi 4 maksim yaitu maksim kualitas, maksim kuantitas, maksim relevansi dan maksim pelaksanaan. Serta menggunakan teori tindak tutur dari John R.Searle yang berfokus pada tindak ilokusi yang terbagi menjadi 5 jenis yaitu representatif, direktif, komisif, ekspresif dan deklarasi.


(5)

PRAKATA

Puji dan Syukur penulis ucapkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala kasih dan berkat-Nya, akhirnya selesai sudah penyusunan skripsi ini yang berjudul : Implikatur Percakapan pada Masyarakat Sambu Kajian Pragmatik. Penyusunan skripsi ini merupakan persyaratan akademis dalam mencapai gelar sarjana sastra di Universitas Sumatera Utara.

Dalam penulisan skripsi ini penulis banyak menerima bantuan dan dorongan dari berbagai pihak. Untuk itu, pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Bapak Dr. Syahron Lubis, M.A, selaku Dekan Fakultas Ilmu Budaya

Universitas Sumatera Utara.

2. Bapak prof. Dr. Ikhwanuddin Nasution, M.Si, selaku ketua Departemen

Sastra Indonesia Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara.

3. Bapak Drs. Haris Sutan Lubis, M.S.P, selaku sekretaris Departemen Sastra

Indonesia Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara.

4. Bapak Drs. Asrul Siregar, M.Hum sebagai Dosen Pembimbing I dalam

penulisan skripsi ini yang telah banyak memberikan bimbingan, motivasi, serta saran-saran pada penulis sejak awal penelitian sampai dengan selesainya penulisan skripsi ini.

5. Bapak Drs. T. Aiyub Sulaiman selaku Pembimbing II dalam penulisan skripsi

ini yang telah banyak memberikan bimbingan dan penyempurnaan skripsi ini.

6. Bapak dan Ibu staf pengajar Departemen Sastra Indonesia Universitas

Sumatera Utara yang telah banyak membantu penulis dalam mengikuti perkuliahan dan penyusunan skripsi ini.


(6)

7. Staf administrasi yang telah membantu penulis dalam hal administrasi di Departemen Sastra Indonesia Universitas Sumatera Utara.

8. Ayahanda M. Butar-Butar dan ibunda S. Br. Sianturi selaku orang tua saya,

yang telah membesarkan dan mendidik saya. Saya mutlak berterima kasih dan sekaligus meminta maaf kepada beliau karena hanya dengan dukungan beliaulah saya dapat melanjutkan pendidikan saya hingga perguruan tinggi. Saya menyadari, tanpa beliau, mustahil saya bisa menjadi sekarang. Begitu banyak pengorbanan yang beliau berikan kepada saya, dari kecil hingga dewasa. Pengorbanan serta kasih sayang yang tak terhitung dan tak terhingga banyaknya. Demikian juga dengan saudara-saudara saya yang telah memberikan dukungan dalam penyusunan skripsi ini.

9. Abang/kakak ipar saya yaitu Sonny Surya S.E /Liedzne Yanthi Br. Sianturi

S.Psi, Tota Riau Br Butar-Butar SPd /Unedo Aristov Panjaitan, Riau Uli Br. Butar-Butar SPd /Ferry Christian Nababan SPd, dan adik saya Liat Farida Br. Butar-Butar (calon S.Psi) yang juga telah banyak memberikan dukungan penuh, motivasi, saran, doa restu dan telah membantu menyemangati penulis dalam mengerjakan tugas ini.

10.Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Buday Batubara (calon

S.Kom) yang tak pernah henti untuk memberikan semangat, motivasi, doa restu, pemikiran serta membantu membuat penulis untuk tetap fokus dan semangat dalam mengerjakan skripsi ini serta mendukung penuh apapun yang penulis lakukan agar dapat menyelesaikan skripsi ini.


(7)

11.Buat sahabat-sahabat penulis yang tidak bisa disebutkan satu persatu baik dari sahabat sepermainan maupun yang berjuang bersama yang memberikan semangat untuk menyelesaikan skripsi ini.

12.Terkhusus buat teman penulis yaitu Pablo dan Pedro yang senantiasa membuat

penulis gembira dan semangat dalam mengerjakan serta menyelesaikannya dari penelitian sampai akhir penyelesaian skripsi ini.

13.Semua rekan-rekan angkatan 2010 yang berjuang bersama dan yang

memberikan dukungan, bantuan, dan kerjasama semasa mengikuti kuliah maupun dalam penyusunan skripsi ini.

14.Buat kakak stambuk 2008 yaitu kak Novita Sari Perangin-angin yang tak henti

mendoakan penulis supaya semangat dalam mengerjakan skripsi ini.

15.Semua pihak yang mustahil saya sebutkan satu per satu, yang telah berjasa

kepada saya. Kiranya Tuhan Yang Maha Esa membalas kebaikan mereka. Walaupun telah berusaha memberikan yang terbaik, penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam skripsi ini. Penulis mengharapkan kritik dan saran dari pembaca.

Akhirnya penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat dan

kiranya Yesus Kristus memberkati kita semua. AMIN!

Medan, Maret 2015 Penulis

Anna Mia N Butar-Butar


(8)

DAFTAR ISI

PERNYATAAN ... i

ABSTRAK ... ii

PRAKATA ... iii

DAFTAR ISI ... iv

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 5

1.3 Batasan Masalah ... 5

1.4 Tujuan Penelitia ... 6

1.5 Manfaat Penelitian ... 6

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI DAN TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep ... 7

2.1.1 Implikatur ... 7

2.1.2 Pasar ... 8

2.1.3 Masyarakat Sambu ... 8

2.2 Landasan Teori ... 8

2.2.1 Pragmatik ... 8

2.2.2 Implikatur ... 9

2.2.3 Tindak Tutur... 12

2.3 Tinjauan Pustaka ... 13

BAB III METODE PENELITIAN ... 15


(9)

3.1.1 Lokasi penelitian ... 15

3.1.2 Waktu Penelitian ... 15

3.2 Sumber Data ... 15

3.3 Metode dan Teknik ... 16

3.3.1 Metode dan Teknik Pengumpulan Data ... 16

3.3.2 Metode dan Teknik Analisis Data ... 16

BAB IV IMPLIKATUR PERCAKAPAN PADA MASYARAKAT SAMBU 4.1 Menentukan Implikatur Percakapan Pada Masyarakat Sambu .. 19

BAB V SIMPULAN DAN SARAN 5.1 Simpulan ... 56

5.2 Saran ... 57

DAFTAR PUSTAKA ... v

LAMPIRAN ... vi

Lampiran 1 Surat Penelitian ... vi


(10)

Implikatur Percakapan pada Masyarakat Sambu

Kajian Pragmatik

Oleh:

Anna Mia N. Butar-Butar

ABSTRAK

Penelitian ini berjudul “Implikatur Percakapan pada Masyarakat Sambu” yang bertujuan untuk mengetahui implikatur dan jenis-jenis ilokusi yang terdapat dalam percakapan pada masyarakat Sambu. Adapun Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode padan. Metode padan adalah alat penentunya berasal dari luar terlepas dan tidak menjadi bagian bahasa yang bersangkutan. Kemudian dikembangkan dengan menggunakan teknik lanjutan yaitu teknik dengan menggunakan teknik baca markah (BM) sebagai teknik analisis data.

Dalam kehidupan sehari-hari banyak kita jumpai percakapan yang memiliki implikatur dimana pun kita berada. Peneliti memusatkan objek penelitian pada masayarakat yang berada dipasar Sambu. Dengan menggunakan teori implikatur dari H.Paul Grice yang menekankan pada maksud dalam komunikasi tercemin dalam penjelasan tentang makna yang tidak alamiah dan teori ini dikuasai oleh satu hukum atau kaidah pragmatik yang disebut kaidah penggunaan bahasa yang terbagi menjadi 4 maksim yaitu maksim kualitas, maksim kuantitas, maksim relevansi dan maksim pelaksanaan. Serta menggunakan teori tindak tutur dari John R.Searle yang berfokus pada tindak ilokusi yang terbagi menjadi 5 jenis yaitu representatif, direktif, komisif, ekspresif dan deklarasi.


(11)

BAB I

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Linguistik atau ilmu bahasa merupakan cabang ilmu yang mengaji perihal bahasa. Kajian linguistik ini terbagi dalam beberapa bidang ilmu bahasa yaitu fonologi, semantik, sintaksis, pragmatik, morfologi, dan semiotik. Fonologi adalah kajian tentang bunyi-bunyi bahasa. Semantik mengaji relasi tanda dan objek yang mungkin dimaksudkan. Sintaksis merupakan suatu kajian relasi gramatikal satuan-satuan linguistik dengan yang lain termasuk struktur gramatikal, frase dan kalimat yang merupakan hasil relasi gramatikal.

Pragmatik merupakan salah satu kajian dari ilmu linguistik yang secara umum mempelajari hubungan bahasa dengan konteks dan hubungan pemakaian bahasa dengan pemakai/penuturnya. Morfologi mengaji tentang bentuk kata. Semiotik mengaji bahasa verbal, lambang, simbol, tanda serta pereferensian dan pemaknaannya dalam wahana kehidupan. Semiotik juga dibagi atas 3 cabang yaitu semantik, sintaksis dan juga pragmatik. Dalam hal ini yang menjadi perhatian penulis adalah pragmatik. Dalam tindak operasionalnya, kajian pragmatik itu berupaya menjelaskan bagaimana bahasa itu melayani penuturnya dalam pemakaian? Apa yang dilakukan penutur dalam tindak tutur itu? Tata tutur apa yang beroperasi sehingga bertutur dengan penutur, mitra tutur serta konteks alam tutur itu?. Dalam bidang pragmatik dapat diklasifikasikan 5 bagian yang menjadi topik pembahasan yaitu pra-anggapan, pertuturan, implikatur, deiksis dan struktur wacana (Samsuri,1987/88:2).

Tidak setiap peristiwa dan tidak semua penutur selalu bersifat eksplisit atau langsung. Berbicara itu ibarat bermain bilyard, lebih lebih bagi remaja. Mereka cenderung menggunakan bahasa teka-teki agar sukar ditebak. Implikatur merupakan tebakan tidak langsung dari suatu penggunaan bahasa atau suatu tindak tutur, mulai dari yang paling sederhana sampai yang rumit. Implikatur adalah satu hal yang sangat penting diperhatikan agar percakapan dapat berlangsung dengan lancar. Percakapan tersebut dapat berlangsung


(12)

berkat adanya kesepakatan bersama. Kesepakatan itu antara lain berupa kontak tak tertulis bahwa ihwal yang dibicarakan itu harus saling berhubungan dan berkaitan. Hubungan atau keterkaitan itu sendiri tidak terdapat pada masing-masing kalimat (yang dipersambungkan itu) secara lepas artinya makna keterkaitan itu tidak terungkap secara literal pada kalimat itu sendiri.

Dalam kehidupan sehari-hari banyak kita jumpai percakapan yang memiliki implikatur dimana pun kita berada. Peneliti memusatkan objek penelitian pada masyarakat yang berada dipasar Sambu. Pasar merupakan tempat berkumpulnya masyarakat yang menjajakan jualannya masing-masing. Seperti kita ketahui dipasar banyak hal yang terjadi, seperti terjadinya tawar menawar antara penjual dan pembeli, pembongkaran barang-barang baru (buka bal) dan lain-lain. Para pedagang yang ada dipasar Sambu datang dari berbagai daerah dan berbagai suku seperti suku batak Toba, batak Karo, Jawa, Aceh, Padang, Melayu dan sebagainya dan bermacam-macam pekerjaan ada disana. Dari beragam pekerjaan dan latar belakang suku banyak kita jumpai bahasa dan kata yang memiliki arti yang baik dan kotor yang diucapkan para pedagang, pembeli, preman atau yang lainnya. Misalnya:

1. Pembeli: Pak, jambunya sekilo brapa?

Penjual: 8 ribu Bu. Ambil 2 kg Rp.15 ribu Bu Pembeli: 2 kg gak bisa Rp 10 ribu pak?

Penjual: haha, ibu cari ditempat lain aja lah. Modalnya aja gak dapat segitu malah minta dibawah modal. Lain kali nawar yang betul lah, njing!

2. A: kau udah makan?

B: belum datang mama, masih dijalan.

Jika kita mengamati kedua contoh diatas terjadi implikasi-implikasi pertuturan. Bila dilihat dari maknanya, kalimat penjual agak aneh. Mengapa penjual mengatakan sesuatu nama binatang yang jelas-jelas mitra tuturnya adalah sesamanya bukan binatang atau sesuatu yang mempunyai kaki 4. Jika


(13)

mencapai harga dasar atau modalnya tidak seharusnya si penjual menertawakan bahkan memaki si Ibu.

Pada kalimat 2 dijelaskan bahwa A menanyakan apakah si B sudah makan atau tidak. B sebenarnya belum makan karena ibunya belum datang membawa makanan. Dan ibunya ada didalam perjalanan menuju pasar atau tempat mereka membuka usaha atau berjualan.

Dari contoh di atas, penulis tertarik melakukan penelitian karena ingin mengetahui dan meneliti adanya penghubung yang hilang dalam sebuah pertuturan atau percakapan di pasar Sambu dan juga ingin meneliti kata atau suatu makna yang seharusnya tidak dikatakan menjadi diucapkan seperti pada contoh di atas. Aturan atau sopan santun dalam sebuah pertuturan pada masyarakat Sambu sudah jarang kita temui. Mereka mengatakan bahasa yang tidak seharusnya diujarkan menjadi bebas diucapkan dan sembarangan, tidak peduli usia, jenis kelamin, pekerjan dan lain sebagainya. Dikarenakan bermacam-macam suku budaya, tingkat pendidikan yang rendah serta kualitas solidaritasnya yang minim atau kurang.

Teori implikatur dicetuskan oleh H.Paul Grice yang menekankan pada maksud dalam komunikasi tercemin dalam penjelasan tentang makna yang tidak alamiah dan teori ini dikuasai oleh satu hukum atau kaidah pragmatik yang disebut kaidah penggunaan bahasa. Kaidah ini mencakup tentang bagaimana percakapan dapat dilakukan secara efektif dan efisien. Yang terdiri dari dua pokok kaidah yaitu (1) prinsip kooperatif yang menyatakan didalam percakapan, sumbangkanlah apa yang diperlukan pada saat terjadi percakapan itu dengan memegang tujuan dari percakapan itu, dan (2) empat maksim percakapan yang meliputi maksim kualitas, maksim kuantitas, maksim relevansi, dan maksim pelaksanaan.

1. Maksim kualitas mewajibkan setiap peserta percakapan mengatakan yang sebenarnya, Kontribusi peserta percakapan hendaknya disertai bukti-bukti atau fakta-fakta yang memadai.


(14)

2. Maksim kuantitas memberikan informasi yang cukup, relatif memadai, dan seinformatif mungkin. Informasi demikian itu tidak boleh melebihi informasi yang sebenarnya yang dibutuhkan si mitra tutur.

3. Maksim relevansi mengharuskan bahwa setiap peserta pembicaraan harus memberikan kontribusi yang relevan dengan masalah pembicaraan.

4. Maksim pelaksanaan mengharuskan setiap peserta percakapan berbicara secara langsung, jelas, tidak kabur, tidak berlebih-lebihkan serta runtut.

Implikatur percakapan merupakan konsep yang cukup penting dalam pragmatik karena empat hal (Levinson, 1983:97) yaitu:

a. Konsep implikatur memungkinkan penjelasan fakta-fakta kebahasaan yang

tidak terjangkau oleh teori linguistik.

b. Konsep implikatur memberikan penjelasan tentang makna berbeda dengan

yang dikatakan secara lahiriah.

c. Konsep implikatur dapat menyederhanakan struktur dan isi deskripsi

semantik.

d. Konsep implikatur dapat menjelaskan beberapa fakta bahasa secara tepat.

Teori tindak tutur dikemukakan oleh John R.Searle (1983) dalam

bukunya Speech Acts : An Essay in the Philosophy of Language. Ia

mengatakan tindak tutur dapat dibagi menjadi 3 bagian yaitu: (1) tindak lokusi yang mengaitkan suatu topik dengan suatu keterangan dalam sebuah ungkapan, (2) tindak ilokusi yang melakukan ssesuatu dengan maksud dan fungsi tertentu, dan (3) tindak perlokusi yang merupakan hasil atau efek yang ditimbulkan oleh ungkapan pada pendengar sesuai dengan situasi dan kondisi pengucapan kalimat.

Dalam setiap tindak tutur haruslah ada pihak pembicara (penulis) dan ada pihak penyimak (pembaca). Setiap situasi tindak tutur tentu mengandung maksud dan tujuan tertentu pula. Dengan kata lain, kedua belah pihak baik


(15)

pembicara maupun penyimak terlibat dalam suatu kegiatan yang berorientasi pada tujuan tertentu. Searle mengklasifikasikan tindak ilokusi berdasarkan maksud kedalam lima kategori yaitu:

1. Representatif atau Assertif yang tujuannya untuk menanyakan,

mengusulkan, membual, mengeluh, mengemukakan pendapat, dan melaporkan.

2. Direktif yang tujuannya untuk menghasilkan suatu efek berupa

tindakan yang dilakukan oleh penutur seperti memesan, memerintah, memohon, menuntut, memberi nasihat.

3. Komisif yang terikat pada suatu tindakan dimasa depan seperti

menjanjikan, penawaran.

4. Ekspresif yang tujuannya untuk mengutarakan sikap psikologis

penutur terhadap keadaan yang tersirat dalam ilokusi seperti mengucapkan terimakasih, mengucapkan selamat, mengucapkan belasungkawa, memuji, memberi maaf, menuduh, dan sebagainya.

5. Deklarasi yang menggambarkan perubahan dalam suatu keadan

hubungan seperti memberi nama, menjatuhkan hukuman, mengucilkan atau membuang, mengangkat, membabtis, mengundurkan diri dan sebagainya.

1.2Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas maka rumusan masalah yaitu “Bagaimanakah implikatur dan tindak tutur yang terdapat dalam percakapan pada masyarakat Sambu?”.

1.3Batasan Masalah

Suatu penelitian harus dibatasi supaya penelitian terarah dan tujuan penelitian tercapai. Ruang lingkup penelitian ini terbatas pada implikatur pertuturan atau percakapan pada masyarakat Sambu. Pada penelitian ini penulis akan membatasi tindak tutur seperti yang dikemukakan oleh Searle dan menentukan implikasi atau implikatur yang dikemukakan oleh Grace. Adapun yang menjadi objek dalam penelitian ini adalah masyarakat yang


(16)

berada di Sambu baik para pedagang, pembeli, pengantar barang dan yang lainnya.

1.4Tujuan Penelitian

Pada dasarnya setiap penelitian itu mempunyai tujuan tertentu yang memberikan arah dan pelaksanaan tersebut. Hal ini dilakukan supaya tujuan dapat tercapai dengan baik. Berdasarkan rumusan masalah diatas maka tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui implikatur dan jenis-jenis ilokusi yang terdapat dalam percakapan pada masyarakat Sambu.

1.5Manfaat Penelitian Secara Teoritis:

 Menambah pengetahuan dan wawasan pembaca dalam memahami

hasil penelitian.

 Menambah sumber referensi bagi peneliti lain yang ingin melakukan

penelitian yang berkaitan dengan implikatur dalam bidang pragmatik. Secara Praktis:

 Dapat dijadikan sumber acuan bagi peneliti selanjutnya tentang

implikatur bidang pragmatik.

 Dapat memberikan pengetahuan baru tentang implikatur masyarakat


(17)

BAB II

KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep

Konsep adalah gambaran mental dari objek, proses, atau apa pun yang ada di luar bahasa yang digunakan oleh akal budi untuk memahami sesuatu hal lain.

2.1.1 Implikatur

Impilkatur merupakan satu hal yang sangat penting diperhatikan agar percakapan dapat berlangsung dengan lancar berkat adanya kesepakatan bersama. Kesepakatan itu berupa kontrak tak tertulis bahwa yang dibicarakan itu harus saling berhubungan atau berkaitan. Pada masing-masing kalimat artinya makna keterkaitan itu tidak terungkap secara literal.

Menurut Gunpers (dalam Lubis, 1991:68), implikatur merupakan proses yang ditentukan oleh situasi konteks. Selalu benar apa yang dimaksud oleh sipembicara tidak sama dengan apa yang ditanggap sipendengar, sehingga jawaban si pendengar tidak dapat atau sering juga terjadi sipembicara mengulangi kembali ucapannya dengan kalimat yang lain agar dapat ditanggapi sipendengar. Teori implikatur dicetuskan oleh H.Paul Grice yang menekankan pada maksud dalam komunikasi tercemin dalam penjelasan tentang makna yang tidak alamiah (makna NN). Bagi Grice (1957:385) ‘A berarti sesuatu NN oleh X’ sama dengan berkata:

A menginginkan ujaran X menghasilkan suatu efek tertentu pada khalayak dengan cara mengenal maksud ini.

Menurut definisi ini, penutur tidak cukup hanya bermaksud menyebabkan efek tertentu pada pendengarnya melalui penggunaan ujarannya, malahan efek ini hanya dapat dicapai dengan tepat apabila maksud untuk menghasilkan efek ini diketahui oleh pendengar. Komponen kedua definisi ini sangat penting untuk meniadakan dari maksud suatu ujaran semua efek komunikasi yang


(18)

diciptakannya, namun yang tidak ingin dikomunikasikan penutur dan yang tidak diketahui oleh pendengar. Oleh karena itu, dia tidak merupakan bagian dari maksud komunikasi penutur.

2.1.2 Pasar

Pasar merupakan salah satu dari berbagai sistem, institusi, prosedur, hubungan sosial dan infrastruktur dimana usaha menjual barang, jasa, dan tenaga kerja untuk orang-orang dengan imbalan uang. Barang dan jasa yang dijual menggunakan alat pembayaran yang sah. Seperti kita ketahui di pasar banyak terjadi penawaran dan permintaan, tempat penjual yang ingin menukar barang atau jasa dengan uang yang sah, dan pembeli yang ingin menukar uang dengan barang atau jasa.

2.1.3 Masyarakat Sambu

Masyarakat adalah sekelompok orang yang berada di Sambu yang membentuk sebuah sistem semi tertutup (atau semi terbuka), dimana sebagian besar interaksi adalah antara individu-individu yang berada dalam kelompok tersebut. Masyarakat Sambu berasal dari berbagai suku, ada suku Batak, Karo, Jawa dan lain sebagainya yang datang untuk membeli sesuatu (berbelanja) atau pun menawarkan sesuatu (berjualan). Bermacam-macam kegiatan yang dilakukan masyarakat Sambu seperti berjualan, membuka bal, melakukan penawaran dan ada juga yang menawarkan jasa. Masyarakat Sambu itu memiliki tingkat kekeluargaan yang cukup tinggi hanya saja perkataan yang dilontarkan sedikit kasar dan kata yang dikeluarkan itu berintonasi kuat atau keras sehingga membuat sebagian orang banyak mengira tidak baik.

2.2 Landasan Teori 2.2.1 Pragmatik

Pragmatik merupakan cabang ilmu bahasa yang mempelajari kondisi pengguna bahasa manusia yang pada dasarnya sangat ditentukan oleh konteks


(19)

mencakup dua macam hal, yaitu konteks yang bersifat sosial dan sosietal. Konteks sosial adalah konteks yang timbul sebagai akibat dari munculnya interaksi antar anggota masyarakat dalam suatu masyarakat sosial dan budaya tertentu (adanya solidaritas), sedangkan konteks sosietal adalah konteks yang faktor penentunya merupakan kedudukan anggota masyarakat dalam institusi-institusi sosial yang ada didalam masyarakat sosial dan budaya tertentu (adanya kekuasaan).

Dalam pragmatik juga dilakukan kajian tentang praanggapan, tindak tutur, implikatur, dan aspek-aspek struktur wacana (Soemarno, 1998:169). Dalam penelitian ini pembicaraan mengenai kajian pragmatik lebih dibatasi pada implikatur dan tindak tutur yang merupakan bagian dari suatu tuturan atau percakapan.

2.2.2 Implikatur

Menurut Gunpers (dalam Lubis,191:68), inferensi (implikatur) merupakan proses interpretasi yang ditentukan oleh situasi dan konteks. Mengacu pada pernyataan bahwa selalu benar apa yang dimaksud oleh si pembicara tidak sama dengan apa yang ditanggap oleh si pendengar, sehingga terkadang jawaban si pendengar tidak dapat dimengerti atau sering juga terjadi si pembicara mengulangi kembali ucapannya mungkin dengan cara atau kalimat yang lain supaya dapat ditanggapi oleh si pendengar.

Berlangsungnya situasi percakapan seperti di atas dikuasai oleh satu hukum atau kaidah pragmatik umum menurut H. Paul Grice (dalam Soemarno, 1998:170) yang disebut kaidah penggunaan bahasa. Kaidah ini mencakup peraturan tentang bagaimana percakapan dapat dilakukan secara efektif dan efisien. Yang terdiri dari dua pokok kaidah yaitu (1) prinsip kooperatif yang menyatakan dalam percakapan, sumbangkanlah apa yang diperlukan pada saat terjadi percakapan itu dengan memegang tujuan dari percakapan itu, dan (2) empat maksim percakapan yang meliputi maksim kualitas, maksim kuantitas, maksim relevansi, dan maksim pelaksanaan.


(20)

Maksim kualitas mewajibkan setiap peserta percakapan mengatakan yang sebenarnya. Kontribusi peserta percakapan hendaknya disertai bukti-bukti atau fakta-fakta yang memadai.

Contoh:

1“Silakan menyontek saja biar nanti saya mudah menilainya!” 2 “Jangan menyontek, nilainya bisa nol (0) nanti!”

Tuturan (2) jelas lebih memungkinkan terjadinya kerjasama antara penutur dengan mitra tutur. Tuturan (1) dikatakan melanggar maksim kualitas karena mengatakan sesuatu yang sebenarnya tidak sesuai dengan yang seharusnya dilakukan seseorang. Akan merupakan sesuatu kejanggalan apabila di dalam dunia pendidikan terdapat seorang dosen yang mempersilakan siswanya melakukan penyontekan pada saat ujian berlangsung.

Maksim kuantitas memberikan informasi yang cukup, relatif memadai, dan seinformatif mungkin. Informasi demikian itu tidak boleh melebihi informasi yang sebenarnya yang dibutuhkan si mitra tutur.

Misalnya:

1 “Lihat itu Susi Susanti mau bertanding lagi”

2 “Lihat itu Susi Susanti yang mantan pemain badminton atau bulu tangkis kelas atas itu mau bertanding lagi”

Tuturan 1 dan 2 dituturkan oleh seorang pengagum Susi Susanti kepada rekannya yang juga mengagumi pemain bulu tangkis legendaris itu. Tuturan itu dimunculkan pada waktu mereka bersama-sama melihat salah satu acara bulu tangkis ditelevisi.

Maksim relevansi mengharuskan bahwa setiap peserta pembicaraan harus memberikan kontribusi yang relevan dengan masalah pembicaraan.


(21)

Contoh:

3 (1)“Mia, `teman kamu datang” (2)“Saya lagi mandi, Bu!”

Tuturan (2) di atas sepintas tidak ada hubungannya, tetapi bila diamati hubungan implikasionalnya dapat diterangkan. Tuturan (2) mengimplikasikan bahwa saat itu ia tidak dapat menjumpai teman-temannya dikarenakan sedang mandi. Contoh (3) di atas dapat dipakai sebagai salah satu bukti bahwa maksim relevansi dalam prinsip kerjasama tidak selalu harus dipenuhi dan dipatuhi dalam pertuturan sesungguhnya. Hal seperti itu dapat dilakukan khususnya apabila tuturan tersebut dimaksudkan untuk mengungkapkan maksud-maksud yang khusus sifatnya.

Maksim pelaksanaan mengharuskan setiap peserta percakapan berbicara secara langsung, jelas, tidak kabur, tidak berlebih-lebihkan serta runtut.

Contoh:

4 (+) ”Ayo cepat dibuka”

(-) “Sebentar dulu, masih panas”

Tuturan 4 di atas memiliki kadar kejelasan yang rendah. (+) sama sekali tidak memberikan kejelasan tentang apa yang sebenarnya diminta oleh si mitra tutur. Kata dibuka memiliki ketaksaan dan kekaburan yang tinggi dan mengakibatkan maknanya menjadi sangat kabur. Dapat dikatakan bahwa kata itu dimungkinkan penafsirannya bermacam-macam. Sama halnya dengan (-)

yaitu pada kata panas yang memiliki ketaksaan yang mengakibatkan banyak

persepsi atau penafsiran karena dalam tuturan tersebut tidak jelas apa sebenarnya yang masih panas itu.

Salah satu kaidah percakapan bahwa pembicaranya mengikuti dasar-dasar atau maksim di atas. Apabila terdapat tanda-tanda bahwa salah satu dasar atau maksim tersebut tidak diikuti atau dipatuhi maka ujaran tersebut mempunyai implikatur (Siregar, 1997:30).


(22)

2.2.3 Tindak Tutur

Searle mengatakan bahwa dalam komunikasi bahasa terdapat tindak tutur. Ia mengatakan bahwa komunikasi bahasa bukan hanya sekedar lambang, kata, atau bahkan kalimat tetapi merupakan hasil dari lambang, kata atau kalimat yang berwujud pada perilaku. Artinya tindak tutur merupakan hasil atau produk dari suatu kalimat dalam kondisi tertentu dan kesatuan terkecil dari komunikasi bahasa. Sebagaimana bahasa dapat berwujud pertanyaan, pernyataan, dan perintah (dalam Rani, 2004:158).

Tindak tutur dalam suatu kalimat merupakan penentu makna kalimat itu yang ditentukan oleh tindak tutur yang berlaku pada kalimat yang diujarkan. Teori tindak tutur adalah teori yang lebih cenderung meneliti makna kalimat.

Teori tindak tutur yang dikemukakan oleh John R.Searle (1983) dalam bukunya Speech Acts : An Essay in the Philosophy of Language. Ia membagi tindak tutur menjadi 3 macam yaitu:

1. Tindak ‘lokusi’ yaitu mengaitkan suatu topik dengan suatu keterangan

dalam sebuah ungkapan. Dalam tindak ini yang dipermasalahkan adalah maksud untuk memberitahu si penutur (dalam Lubis, 1991:9).

2. Tindak ‘ilokusi’ adalah tindakan yang melakukan sesuatu dengan maksud

dan fungsi tertentu. Pada tindak tutur ini, penutur mengungkapkan kalimat bukan dimaksudkan untuk memberi tahu penutur tetapi ada keinginan penutur untuk melakukan suatu tindakan.

3. Tindak ‘perlokusi’ merupakan hasil atau efek yang ditimbulkan oleh

ungkapan pada pendengar sesuai dengan situasi dan kondisi pengucapan kalimat itu (Nababan, 1998:18).

Dalam ilmu bahasa dapat kita samakan tindak lokusi itu dengan ‘prediksi’, tindak ilokusi dengan ‘maksud kalimat’, dan tindak perlokusi dengan ‘akibat suatu ungkapan’. Atau dengan kata lain dapat kita katakan bahwa lokusi adalah makna dasar atau referensi kalimat itu, ilokusi adalah sebagai daya yang ditimbulkan oleh pemakainya sebagai perintah, ejekan, keluhan, pujian,


(23)

dan lain-lain, sedangkan perlokusi merupakan hasil dari ucapan tersebut terhadap pendengar.

Contoh: kamu cantik sekali hari ini!

Dari kalimat di atas, tindak lokusi hanya sebagai pernyataan bahwa dia (seseorang) itu cantik. Tindak ilokusinya dapat berupa pujian atau ejekan (hinaan). Dikatakan pujian jika ia memang benar-benar cantik dari hari sebelumnya dan ejekan jika dia tidak sesungguhnya cantik. Dari segi perlokusinya dapat membuat seseorang menjadi muram mukanya dan dapat juga mengucapkan terimakasih kepadanya.

2.3Tinjauan Pustaka

Dewana (2001) dalam skripsinya Pasangan Bersesuaian dalam Wacana Persidangan (Analisis Implikatur percakapan). Dia menyimpulkan bahwa penerapan prinsip kerja sama serta empat maksim percakapan pasangan bersesuaian yang terdapat pada analisis implikatur percakapan dalam wacana persidangan adalah pola panggilan-jawab, pola permintaan-penerimaan, pola permintaan informasi-pemberian, pola penawaran-penerimaan, dan pola penawaran-penolakan.

Anina (2006) meneliti tentang Implikatur Percakapan dalam Wacana Humor Berbahasa Indonesia. Dia menyimpulkan bahwa wacana humor berbahasa Indonesia memilik karakteristik wujud lingual implikatur percakapan seperti kalimat deklaratif, interogatif, imperatif. Selain itu, implikatur percakapan dalam wacana humor berbahasa Indonesia memiliki fungsi menghibur, menyindir, mengejek, dan memerintah.

Maharani (2007) dalam skripsinya Tindak Tutur Percakapan pada Komik Asterix menganalisis tentang percakapan yang terdapat dalam komik Asterix dari segi tindak tutur percakapannya yang terbagi atas tiga jenis tindak tutur yaitu tindak lokusi, ilokusi, dan perlokusi. Maharani menyimpulkan bahwa setiap tuturan merupakan tindak lokusi karena tindak ini mengacu pada makna


(24)

denotasinya, sedangkan tindak ilokusi dan perlokusi tidak semua tuturan memiliki kedua tindak tersebut.

Ida Vandayani Manurung (2012), dalam skripsinyan implikatur tindak tutur humor abang japang di harian sinar Indonesia baru. Dia menyimpulkan tindak tutur dan implikatur yang terdapat pada humor abang japang cenderung mengarah pada suatu sindiran, baik sindiran yang mengarah kepada pembaca maupun sindiran yang mengarah kepada pemerintah khususnya. Dari segi tindak tutur yang dikemukakan oleh Searle, yang mengklasifikasikan tindak ilokusi kedalam lima kategori, dalam humor abang japang terdapat kelima kategori tersebut, yaitu representative, direktif, komisif, ekspresif, dan deklrasi.


(25)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian

3.1.1 Lokasi Penelitian

Lokasi adalah letak atau tempat. Yang menjadi lokasi penelitian ini adalah Pasar Sambu, Kelurahan Gg Buntu, Kecamatan Medan Timur, Medan. Alasan mengapa saya memilih Sambu sebagai lokasi penelitian karena saya ingin meneliti kata atau makna yang seharusnya tidak dikatakan menjadi diucapkan seperti contoh yang terdapat dalam latar belakang.

3.1.2 Waktu Penelitian

Waktu adalah seluruh rangkaian saat proses, perbuatan, atau keadaan berada atau langsung. Penulis melakukan penelitian terhadap objek mulai dari Juli-Agustus 2014.

3.2 Sumber Data

Sumber data adalah subjek dari mana data itu diperoleh (KBBI, 2003: 994). Sumber data dalam penelitian ini ialah para pedagang atau pembeli yang ada dalam lingkungan atau wilayah Sambu, Medan. Untuk mendapatkan data khususnya data lisan dibutuhkan informan. Informan yang baik harus memenuhi beberapa kriteria yaitu:

1. Masyarakat yang bekerja/berdagang di wilayah Sambu, Medan.

2. Berusia 35-65 tahun dan tidak pikun sehingga mampu memberikan

informasi berupa data yang representatif.

3. Tidak cacat wicara

4. Berpendidikan serendah-rendahnya setingkat SD

5. Bisa diajak berkomunikasi

6. Bersedia menjadi informan

7. Jujur dan tidak dikucilkan masyarakat atau para pedagang setempat,


(26)

8. Mempunyai pengetahuan dan keterampilan berbahasa memadai (Samarin,1998:55-70 dari no 2-8).

3.3Metode dan Teknik

3.3.1 Meode dan Teknik Pengumpulan Data

Metode adalah cara atau prosedur yang harus dilaksanakan dalam memecahkan masalah penelitian sedangkan teknik adalah cara melaksanakan. Menurut Sudaryanto (1993: 137), metode adalah cara yang dilaksanakan. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode simak karena data yang ada merupakan data lisan. Disebut “metode simak” atau “penyimakan” karena memang berupa penyimakan, dilakukan dengan menyimak, yaitu menyimak penggunaan bahasa (Sudaryanto, 1993:133). Metode dilakukan dengan menyimak tuturan yang akan disampaikan oleh para pedagang atau pembeli yang ada di Pasar Sambu, Medan.

Metode simak memiliki teknik lanjutan yaitu teknik rekam (Sudaryanto, 1993: 134). Peneliti terlibat langsung dalam dialog, konversasi, imbal wicara atau ikut serta dalam proses pembicaraan. Hal ini yang diperhatikan oleh peneliti adalah isi pembicaraan, makna tuturan atau perkataan yang digunakan. Kemudian dilanjutkan dengan teknik catat sebagai teknik lanjutan akhir dari metode simak. Dalam hal ini penulis melakukan pencatatan terhadap data relevan yang sesuai dengan sasaran dan tujuan penelitian. Teknik pencatatan dilakukan dengan mencatat kata-kata yang diucapkan oleh para informan.

3.3.2 Metode dan Teknik Analisis Data

Setelah data terkumpul, mulailah diadakan analisis terhadap data untuk menyelesaikan permasalahan penelitian yang telah ditetapkan. Kemudian data diolah dengan menggunakan metode padan. Metode padan adalah alat penentunya berasal dari luar terlepas dan tidak menjadi bagian bahasa yang bersangkutan (Sudaryanto, 1993:15). Kemudian dikembangkan dengan menggunakan teknik lanjutan yaitu teknik dengan menggunakan teknik baca


(27)

penelitian ini berupa data dalam bentuk lisan, maka dapat diketahui mitra wicaranya akan (a) bertindak menuruti atau menentang apa yang dituturkan lawan bicaranya, (b) berkata dengan isi yang informatif, (c) tergerak emosinya, (d) diam namun menyimak dan berusaha memahami apa yang dituturkan lawan bicaranya (Sudaryanto, 1993:13-52).

Contoh:

A: mana kau, kami lapar? B: iya, mati lampu tadi dirumah.

Contoh data (A) dan data (B) dianalisis dengan menggunakan teori implikatur dan tindak tutur. Tuturan pada data (A) akan dianalisis sebagai berikut:

Langkah pertama untuk menganalisis implikaturnya adalah menentukan makna dasar. Makna dasar tuturan (A) menanyakan keberadaan atau posisi dia (B) saat itu dan makna dasar (B) menjawab pertanyaan (A). Kemudian mengetahui apakah tuturan (A) dan tuturan (B) mematuhi empat maksim percakapan yang dikemukakan Grice atau tidak.

Empat maksim percakapan tersebut yaitu:

1. Maksim kuantitas mewajibkan setiap peserta tuturan memberikan

kontribusi yang secukupnya atau sebanyak yang dibutuhkan oleh mitra tutur. Tuturan pada data (A) dan data (B) bersifat kooperatif karena telah memberikan kontribusi yang secara kuantitas memadai dan mencukupi.

2. Maksim kualitas mewajibkan setiap peserta pertuturan mengatakan

hal yang sebenarnya dan berdasarkan bukti-bukti yang memadai. Tuturan data (A) dan data (B) bersifat kooperatif karena menuturkan hal yang sebenarnya.

3. Maksim relevansi mewajibkan setiap peserta pertuturan

memberikan kontribusi yang relevan dengan masalah pembicaraan. Tuturan pada data (A) dan data (B) tidak relevansi karena tidak memberikan kontribusi yang relevan dengan masalah pembicaraan.

4. Maksim pelaksanaan mewajibkan setiap peserta pertuturan


(28)

berlebih-lebihan serta runtut. Data (A) data (B) diungkapkan secara langsung.

Berdasarkan empat maksim percakapan yang dikemukakan Grice, maka dapat disimpulkan bahwa tuturan pada data (A) dan data (B) memiliki implikatur karena melanggar salah satu dari keempat maksim tersebut yaitu maksim relevansi.

Langkah selanjutnya menentukan tindak ilokusinya. Searle mengklasifikasian tindak ilokusi berdasarkan maksud kedalam lima kategori yaitu:

1. Representatif atau Assertif yang tujuannya untuk menanyakan,

mengusulkan, membual, mengeluh, mengemukakan pendapat, dan melaporkan.

2. Direktif yang tujuannya untuk menghasilkan suatu efek berupa

tindakan yang dilakukan oleh penutur seperti memesan, memerintah, memohon, menuntut, memberi nasihat.

3. Komisif yang terikat pada suatu tindakan dimasa depan seperti

menjanjikan, penawaran.

4. Ekspresif yang tujuannya untuk mengutarakan sikap psikologis

penutur terhadap keadaan yang tersirat dalam ilokusi seperti mengucapkan terimakasih, mengucapkan selamat, mengucapkan belasungkawa, memuji, memberi maaf, menuduh, dan sebagainya.

5. Deklarasi yang menggambarkan perubahan dalam suatu keadaan

hubungan seperti memberi nama, menjatuhkan hukuman, mengucilkan atau membuang, mengangkat, membabtis, mengundurkan diri dan sebagainya.

Berdasarkan kelima kategori diatas maka tindak tutur pada data (A) dan data (B) termasuk kedalam kategori ilokusi representatif.


(29)

BAB IV

IMPLIKATUR PERCAKAPAN PADA MASYARAKAT SAMBU

4.1 Menentukan Implikatur Percakapan Pada Masyarakat Sambu

Setelah data terkumpul maka akan dianalisis dengan langkah-langkah sebagai berikut:

Data 1 (Senin, 02 Februari 2015):

Penjual :beli bu, beli kak. Mangga manis ini, sekilo Rp. 8000.

Ambil 2 kilo Rp. 15.000 aja nah inang.

Pembeli :aah, yang mahalan lah itu pak. Kurangilah harganya

Penjual :bah, janganlah bu. Harganya udah pas itu, cantik dan

manis mangganya ini. Cobalah dulu ibu lihat nah.

Pembeli :kurangilah pak, biar kita langganan ya.

Penjual :janganlah bu, udah murah itu. Gak rugilah ibu kalo beli

manggaku ini. Udahlah manis ga busuk lagi.

Pembeli :gausahlah pak, ga mau dikurangin pun.

Penjual :ga bakal nyesallah ibu kalo beli manggaku. Ibu

putar-putarlah dulu ya, udah murah ku kasih gak mau kau. kalo mau balik lagi kesini (muka sinis dan kesal).

Pembeli :(pergi meninggalkan penjual mangga).

Penjual :(merepet ke penjual sebelah).

Contoh percakapan di atas dapat dianalisis dengan teori implikatur dan tindak tutur. Tuturan pada sipenjual dan sipembeli akan dianalisis sebagai berikut:

Langkah pertama yang harus dilakukan adalah menganalisis implikaturnya dengan cara menentukan makna dasarnya. Makna dasar dalam tuturan sipembeli adalah menawar harga mangga yang ingin dibelinya dan jika sipenjual memberikan tawarannya maka sipembeli ingin menjadikan tempat sipenjual itu menjadi langganannya (jika harga dan rasa mangga yang


(30)

ditawarkan sesuai dengan ucapan sipenjual). Sipenjual tetap bersikeras dengan harga awalnya karena modalnya saja tidak mencukupi. Dan setelah sipembeli berlalu, sipenjual malah mengoceh atau menceritakan kepada tetangganya (sesama penjual). Sipenjual kesal karena si ibu tidak jadi membeli barang dagangannya dan melampiaskan kekesalannya kepada sesama penjual dengan cara menceritakan atau mengoceh, seharusnya sikap sipenjual tidak harus menceritakan karena si ibu tidak jadi membeli. Dalam pasar sudah biasa diadakannya tawar menawar dan sudah biasa pula bahwa barang yang sudah ditawar tidak jadi dibeli sipembeli.

Langkah berikutnya adalah menentukan implikaturnya. Dan untuk dapat menentukan implikatur tuturan pada data di atas, terlebih dahulu harus diketahui apakah tuturan dat diatas mematuhi empat maksim percakapan yang dikemukakan oleh Grice atau tidak. Setelah itu dapat diputuskan apabila data diatas terbukti telah melanggar salah satu dari empat maksim Grice, maka tuturan tersebut memiliki implikatur.

Empat maksim percakapan tersebut yaitu:

1. Maksim kuantitas mewajibkan setiap peserta tuturan memberikan

kontribusi yang secukupnya atau sebanyak yang dibutuhkan oleh mitra tutur. Tuturan pada data (penjual) dan data (pembeli) bersifat kooperatif karena telah memberikan kontribusi yang secara kuantitas memadai dan mencukupi.

2. Maksim kualitas mewajibkan setiap peserta pertuturan mengatakan

hal yang sebenarnya dan berdasarkan bukti-bukti yang memadai. Tuturan data (penjual) dan data (pembeli) tidak bersifat kooperatif karena tidak menuturkan hal yang sebenarnya. Data (penjual) mengatakan bahwa mangganya bagus dan tidak busuk tetapi tidak memberikan bukti bahwa perkataan si penjual itu benar. Dia (penjual) tidak membelah salah satu mangga miliknya supaya si Ibu (pembeli) percaya akan ucapannya (penjual).

3. Maksim relevansi mewajibkan setiap peserta pertuturan


(31)

Tuturan pada data (penjual) dan data (pembeli) relevansi karena memberikan kontribusi yang relevan dengan masalah pembicaraan.

4. Maksim pelaksanaan mewajibkan setiap peserta pertuturan

berbicara secara langsung, tidak tabu, tidak taksa atau ambigu, dan tidak berlebih-lebihan serta runtut. Data (penjual) dan data (pembeli) diungkapkan secara langsung.

Berdasarkan empat maksim percakapan yang dikemukakan Grice, maka

dapat disimpulkan bahwa tuturan pada data (penjual) dan data (pembeli) memiliki implikatur karena melanggar salah satu dari keempat maksim tersebut yaitu maksim kualitas karena tidak memberikan bukti bahwa mangga tersebut tidak busuk.

Langkah selanjutnya menentukan tindak ilokusinya. Searle mengklasifikasian tindak ilokusi berdasarkan maksud tindak ilokusi kedalam lima kategori yaitu:

1. Representatif atau Assertif yang tujuannya untuk menanyakan,

mengusulkan, membual, mengeluh, mengemukakan pendapat, dan melaporkan.

2. Direktif yang tujuannya untuk menghasilkan suatu efek berupa

tindakan yang dilakukan oleh penutur seperti memesan, memerintah, memohon, menuntut, memberi nasihat.

3. Komisif yang terikat pada suatu tindakan dimasa depan seperti

menjanjikan, penawaran.

4. Ekspresif yang tujuannya untuk mengutarakan sikap psikologis

penutur terhadap keadaan yang tersirat dalam ilokusi seperti mengucapkan terimakasih, mengucapkan selamat, mengucapkan belasungkawa, memuji, memberi maaf, menuduh, dan sebagainya.

5. Deklarasi yang menggambarkan perubahan dalam suatu keadan

hubungan seperti memberi nama, menjatuhkan hukuman, mengucilkan atau membuang, mengangkat, membabtis, mengundurkan diri dan sebagainya.

Berdasarkan kelima kategori di atas maka tindak tutur pada data (penjual) dan data (pembeli) termasuk kedalam kategori ilokusi representatif


(32)

yaitu untuk menanyakan, mengusulkan, membual, mengeluh, mengemukakan pendapat, dan melaporkan.

Data 2 (Kamis, 05 Februari 2015):

A : ayok makan, aku masak tadi. Banyak ku bawa buat kita.

B : ahh, gaenak masakanmu.

A : ayolah. Banyak ku masak, biar makan samanya kita.

B : gak ahh. Kaulah makan, udah kenyang aku. Lagian cukup untuk

satu orangnya makananmu itu.

A : yaudahlah.

B : ya

Contoh percakapan di atas dapat dianalisis dengan teori implikatur dan tindak tutur. Tuturan pada data (A) dan data (B) akan dianalisis sebagai berikut:

Langkah pertama yang harus dilakukan adalah menganalisis implikaturnya dengan cara menentukan makna dasarnya. Makna dasar tuturan data (A) menawarkan makanan yang sengaja dibawa untuk dibagikan kepada temannya (B) dan data (B) menolak masakan yang diberikan (A) karena menurut dia (B) bahwa masakannya (A) tidak enak. Kemudian mengetahui apakah tuturan (A) dan tuturan (B) mematuhi empat maksim percakapan yang dikemukakan Grice atau tidak.

Empat maksim percakapan tersebut yaitu:

1. Maksim kuantitas mewajibkan setiap peserta tuturan memberikan

kontribusi yang secukupnya atau sebanyak yang dibutuhkan oleh mitra tutur. Tuturan pada data (A) dan data (B) bersifat kooperatif karena telah memberikan kontribusi yang secara kuantitas memadai dan mencukupi.

2. Maksim kualitas mewajibkan setiap peserta pertuturan mengatakan

hal yang sebenarnya dan berdasarkan bukti-bukti yang memadai. Tuturan data (A) dan data (B) bersifat kooperatif karena menuturkan hal yang sebenarnya.


(33)

3. Maksim relevansi mewajibkan setiap peserta pertuturan memberikan kontribusi yang relevan dengan masalah pembicaraan. Tuturan pada data (A) dan data (B) relevansi karena memberikan kontribusi yang relevan dengan masalah pembicaraan.

4. Maksim pelaksanaan mewajibkan setiap peserta pertuturan

berbicara secara langsung, tidak tabu, tidak taksa atau ambigu, dan tidak berlebih-lebihan serta runtut. Data (A) data (B) diungkapkan secara berlebihan yaitu makanan yang dibawa (A) hanya cukup untuk satu orang tetapi dia melebih-lebihkan.

Berdasarkan empat maksim percakapan yang dikemukakan Grice, maka dapat disimpulkan bahwa tuturan pada data (A) dan data (B) memiliki implikatur karena melanggar salah satu dari keempat maksim tersebut yaitu maksim pelaksanaan.

Langkah selanjutnya menentukan tindak ilokusinya. Searle mengklasifikasian tindak ilokusi berdasarkan maksud kedalam lima kategori yaitu:

1. Representatif atau Assertif yang tujuannya untuk menanyakan,

mengusulkan, membual, mengeluh, mengemukakan pendapat, dan melaporkan.

2. Direktif yang tujuannya untuk menghasilkan suatu efek berupa

tindakan yang dilakukan oleh penutur seperti memesan, memerintah, memohon, menuntut, memberi nasihat.

3. Komisif yang terikat pada suatu tindakan dimasa depan seperti

menjanjikan, penawaran.

4. Ekspresif yang tujuannya untuk mengutarakan sikap psikologis

penutur terhadap keadaan yang tersirat dalam ilokusi seperti mengucapkan terimakasih, mengucapkan selamat, mengucapkan belasungkawa, memuji, memberi maaf, menuduh, dan sebagainya.

5. Deklarasi yang menggambarkan perubahan dalam suatu keadan

hubungan seperti memberi nama, menjatuhkan hukuman, mengucilkan atau membuang, mengangkat, membabtis, mengundurkan diri dan sebagainya.


(34)

Berdasarkan kelima kategori diatas maka tindak tutur pada data (A) dan data (B) termasuk kedalam kategori ilokusi representatif yaitu untuk menanyakan, mengusulkan, membual, mengeluh, mengemukakan pendapat, dan melaporkan.

Data 3 (Selasa, 10 Februari 2015):

Ada 4 orang yang berkunjung atau berbelanja di Sambu. Mereka lihat monja atau pakaian bekas yang dijual disana. Pada saat mereka melihat- melihat-lihat tiba-tiba hujan turun dan mereka mencari tempat berteduh agar tidak terkena hujan. 2 orang diantara mereka berteduh didepan penjual celana bekas, 2 lainnya mencari kebutuhannya (pakaian monja atau bekas) disamping tempat jualan yang sebelumnya. Karena cuaca sedang tidak bersahabat, para penjual mengepak atau berberes-beres barangnya supaya tidak terkena hujan.

Pengunjung 1 : eehe, malah ujan pun. Lupa pula kita bawa payung.

Pengunjung 2 : iya pula yah. Aku pun udah basah karena kena ujan tadi.. mananya orang kakak ini. Kok ditinggalin kita.

Pengunjung 1 : itu, ditempat sebelah milih-milih baju mereka.

Penjual : nah beli dek celana goyangnya (keper). Ku kasih murah

karena ujan ini.

Pengunjung 1 : enggak bou (sambil tersenyum).

Penjual : kalo kalian gamau beli janganlah kalian didepan sini. Jadi

menghalangi pembeli yang mau beli celanaku. Pindahlah kalian jadi ga nampak jualanku kalo kalian disini, ntah ngapainlah kalian disini. Pergilah pergi sana! (sambil berbicara yang tidak ingin didengar).

Pengunjung 1: ayoklah dek pindah, udah habis kita direpetin (diomelin).

Contoh percakapan di atas dapat dianalisis dengan teori implikatur dan tindak tutur. Tuturan pada sipenjual dan sipengunjung akan dianalisis sebagai berikut:


(35)

Langkah pertama yang harus dilakukan adalah menganalisis implikaturnya dengan cara menentukan makna dasarnya. Makna dasar tuturan sipengunjung memang halus dan tidak ingin membeli dagangannya sipenjual. Sipenjual tidak harus merepeti para Pengunjung apalagi mengeluarkan kata-kata yang tidak seharusnya dikatakan. Jika Penjual memang ingin supaya dagangannya laku atau laris tidak seharusnya sipenjual marah dan mengeluarkan kata kasar. Kemudian mengetahui apakah tuturan (sipengunjung) dan tuturan (sipenjual) mematuhi empat maksim percakapan yang dikemukakan Grice atau tidak.

Empat maksim percakapan tersebut yaitu:

1. Maksim kuantitas mewajibkan setiap peserta tuturan memberikan

kontribusi yang secukupnya atau sebanyak yang dibutuhkan oleh mitra tutur. Tuturan pada data (sipengunjung) dan data (sipembeli) bersifat kooperatif karena telah memberikan kontribusi yang secara kuantitas memadai dan mencukupi.

2. Maksim kualitas mewajibkan setiap peserta pertuturan mengatakan

hal yang sebenarnya dan berdasarkan bukti-bukti yang memadai. Tuturan data (sipengunjung) dan data (sipenjual) bersifat kooperatif karena menuturkan hal yang sebenarnya.

3. Maksim relevansi mewajibkan setiap peserta pertuturan

memberikan kontribusi yang relevan dengan masalah pembicaraan. Tuturan pada data (sipengunjung) dan data (sipenjual) tidak relevansi karena tidak memberikan kontribusi yang relevan dengan masalah pembicaraan.

4. Maksim pelaksanaan mewajibkan setiap peserta pertuturan

berbicara secara langsung, tidak tabu, tidak taksa atau ambigu, dan tidak berlebih-lebihan serta runtut. Data (sipengunjung) data (sipenjual) diungkapkan secara langsung.

Berdasarkan empat maksim percakapan yang dikemukakan Grice, maka dapat disimpulkan bahwa tuturan pada data (sipengunjung) dan data (si penjual) memiliki implikatur karena melanggar salah satu dari keempat


(36)

maksim tersebut yaitu maksim relevansi karena tidak memberikan jawaban atau kontribusi yang relevan dengan masalah pembicaraan tersebut.

Langkah selanjutnya menentukan tindak ilokusinya. Searle mengklasifikasian tindak ilokusi berdasarkan maksud kedalam lima kategori yaitu:

1. Representatif atau Assertif yang tujuannya untuk menanyakan,

mengusulkan, membual, mengeluh, mengemukakan pendapat, dan melaporkan.

2. Direktif yang tujuannya untuk menghasilkan suatu efek berupa

tindakan yang dilakukan oleh penutur seperti memesan, memerintah, memohon, menuntut, memberi nasihat.

3. Komisif yang terikat pada suatu tindakan dimasa depan seperti

menjanjikan, penawaran.

4. Ekspresif yang tujuannya untuk mengutarakan sikap psikologis

penutur terhadap keadaan yang tersirat dalam ilokusi seperti mengucapkan terimakasih, mengucapkan selamat, mengucapkan belasungkawa, memuji, memberi maaf, menuduh, dan sebagainya.

5. Deklarasi yang menggambarkan perubahan dalam suatu keadan

hubungan seperti memberi nama, menjatuhkan hukuman, mengucilkan atau membuang, mengangkat, membabtis, mengundurkan diri dan sebagainya.

Berdasarkan kelima kategori di atas maka tindak tutur pada data (sipengunjung) dan data (sipenjual) termasuk kedalam kategori ilokusi representatif yaitu untuk menanyakan, mengusulkan, membual, mengeluh, mengemukakan pendapat, dan melaporkan.

Data 4 (Rabu, 11 Februari 2015):

X : haloo, mana kau. Udah kau bawa makanan? Udah jam berapa ini,

sampai sekarang juga ga kau bawa makanan sama kami. Yang apanya kau kerjain disana hah? Ngurus makanan aja pun ga bisa kau atur (sambil menelepon adiknya yang ada dirumah).


(37)

Y : iya, sabarlah kak. Mama masih mandi. Bentar lagi kami nyusul kalian pun. Baru bangun mama tadi

X : ba nunga pahatop mai. Nunga male hian hami da (yaudah

cepatlah itu, udah lapar kali kami lah). Unang dipaleleng hamu I (jangan kalian lama-lamakan lagi itu).

Y : ollo, ette majo (iya, tunggulah).

Contoh percakapan di atas dapat dianalisis dengan teori implikatur dan tindak tutur. Tuturan pada data (X) dan data (Y) akan dianalisis sebagai berikut:

Langkah pertama yang harus dilakukan adalah menganalisis implikaturnya dengan cara menentukan makna dasarnya. Makna dasar tuturan data (X) menanyakan keberadaan si adek (Y) yang ditunggu-tunggunya. Dia menanyakan karena (X) sudah lapar tapi belum datang juga ke Sambu atau tempat (X) bekerja. Jawaban (Y) seharusnya menjawab pertanyaan (X). Kemudian mengetahui apakah tuturan (X) dan tuturan (Y) mematuhi empat maksim percakapan yang dikemukakan Grice atau tidak.

Empat maksim percakapan tersebut yaitu:

1. Maksim kuantitas mewajibkan setiap peserta tuturan memberikan

kontribusi yang secukupnya atau sebanyak yang dibutuhkan oleh mitra tutur. Tuturan pada data (X) dan data (Y) bersifat kooperatif karena telah memberikan kontribusi yang secara kuantitas memadai dan mencukupi.

2. Maksim kualitas mewajibkan setiap peserta pertuturan mengatakan

hal yang sebenarnya dan berdasarkan bukti-bukti yang memadai. Tuturan data (X) dan data (Y) bersifat kooperatif karena menuturkan hal yang sebenarnya.

3. Maksim relevansi mewajibkan setiap peserta pertuturan

memberikan kontribusi yang relevan dengan masalah pembicaraan. Tuturan pada data (X) dan data (Y) tidak relevansi karena tidak memberikan kontribusi yang relevan dengan masalah pembicaraan.

4. Maksim pelaksanaan mewajibkan setiap peserta pertuturan


(38)

berlebih-lebihan serta runtut. Data (X) data (Y) diungkapkan secara langsung.

Berdasarkan empat maksim percakapan yang dikemukakan Grice, maka dapat disimpulkan bahwa tuturan pada data (X) dan data (Y) memiliki implikatur karena melanggar salah satu dari keempat maksim tersebut yaitu maksim relevansi.

Langkah selanjutnya menentukan tindak ilokusinya. Searle mengklasifikasian tindak ilokusi berdasarkan maksud kedalam lima kategori yaitu:

1. Representatif atau Assertif yang tujuannya untuk menanyakan,

mengusulkan, membual, mengeluh, mengemukakan pendapat, dan melaporkan.

2. Direktif yang tujuannya untuk menghasilkan suatu efek berupa

tindakan yang dilakukan oleh penutur seperti memesan, memerintah, memohon, menuntut, memberi nasihat.

3. Komisif yang terikat pada suatu tindakan dimasa depan seperti

menjanjikan, penawaran.

4. Ekspresif yang tujuannya untuk mengutarakan sikap psikologis

penutur terhadap keadaan yang tersirat dalam ilokusi seperti mengucapkan terimakasih, mengucapkan selamat, mengucapkan belasungkawa, memuji, memberi maaf, menuduh, dan sebagainya.

5. Deklarasi yang menggambarkan perubahan dalam suatu keadaan

hubungan seperti memberi nama, menjatuhkan hukuman, mengucilkan atau membuang, mengangkat, membabtis, mengundurkan diri dan sebagainya.

Berdasarkan kelima kategori diatas maka tindak tutur pada data (X) dan data (Y) termasuk kedalam kategori ilokusi repesentatif yaitu untuk menanyakan, mengusulkan, membual, mengeluh, mengemukakan pendapat, dan melaporkan.


(39)

Data 5 (Rabu, 11 Februari 2015):

Ida : sadi on namboru (berapa ini namboru)? (sambil menunjukkan beberapa celana lea yang bekas).

Penjual: nadia boru (yang mana nak/dek)?

Ida : nion namboru (sambil menunjukkan lea yang dipilihnya).

Penjual: molo I Rp. 40.000 ma baen da boru (kalau itu Rp. 40.000 lah bayar ya nak/dek).

Ida : bah, arga do hape. Boi do moru kan namboru? (bah, mahalnya

ternyata. Bisanya dikurangikan namboru?)

Penjual: ndang arga I boru, bereng ma bagak dope. (gak mahal itu, lihatlah masih cantiknya)

Ida : morui ma namboru, asa hubuat sada. Molo adong dope na sor tu ahu asa ahu buat da bou (kurangilah namboru biar aku ambil

satu. Kalau ada lagi yang cocok untukku ya ku ambil namboru) (sambil membujuk si ibu penjual supaya dikurangi harga celana lea nya).

Penjual: ndang boi boru, nunga pas argana na hubaen i. bagak salawarna pas muse argana tu anak kos. molo dituhor ho ndang kecewa ma

boru (gak bias nak/dek, sudah pas harganya itu. Masih cantik celana leanya pas pula harganya untuk anak kos. kalau kau beli gak kecewa lah nak/dek).

Ida : morui ma da namboru (kurangilah ya namboru).

Penjual: ndang boi boru, nunga pas i. molo dang olo ho, lului ma tu na asing da. (gak bisa nak/dek, sudah harga pas itu. kalau kau ga mau, carilah ditempat lain.)


(40)

Ida :oh, mauliate ma namboru da. (oh, terimakasih lah ya namboru). (pergi meninggalkan tempat namboru itu).

Sewaktu Ida pergi, penjual itu berkata sambil merepet kepada Ida. Hanya saja Ida tidak memperhatikan perkataan yang diucapkan oleh sipenjual. Sipenjual mengatakan yang kurang enak didengar yaitu somaila, holanna manawar ale ndang jadi dituhor, ehee tahe portibion tahe (gak malu, hanya menawar saja tapi ga jadi dibeli. Ehee dunia).

Sebagian masyarakat yang berjualan disana sedikit garang karena sebagian orang yang ada dipasar itu preman yang menganggap dirinya hebat. Karena kurangnya sopan santun mengakibatkan percakapan atau omongan yang dikeluarkan bebas keluar dari mulut penggunanya. Sipengguna tidak memikirkan dampak dari omongan yang dikeluarkannya, apakah lawan bicara atau mitra tutur itu sakit hati karena tersinggung ataupun merasa jengkel dan malah tidak sedikit ada yang menanggapi omongan sipengguna yang berakhir dengan pertengkaran argument atau adu mulut.

Contoh percakapan di atas dapat dianalisis dengan teori implikatur dan tindak tutur. Tuturan pada data (sipenjual) dan data (Ida) akan dianalisis sebagai berikut:

Langkah pertama yang harus dilakukan adalah menganalisis implikaturnya dengan cara menentukan makna dasarnya. Makna dasar tuturan data (Ida) menawar harga barang (celana lea) yang disukai dan ingin membelinya. Dia (Ida) ingin membeli celana lea tersebut dan menawar harganya karena menurutnya (Ida) harganya terlalu mahal dan jika harga diturunkan dia (Ida) akan membeli 2 celana lae tersebut. Tetapi si Penjual tidak mengurangi harga celana lea tersebut. Bahkan tidak mengindahkan permintaan pengunjung (Ida) yaitu jika dikurangi dari harga sebelumnya, dia (Ida) akan membeli 2 potong celana lea dan bisa saja dia (Ida) menjadikan tempat tersebut menjadi toko langganannya. Kemudian mengetahui apakah tuturan dari data (sipenjual) dan tuturan dari data (Ida) mematuhi empat maksim percakapan yang dikemukakan Grice atau tidak.


(41)

Empat maksim percakapan tersebut yaitu:

1. Maksim kuantitas mewajibkan setiap peserta tuturan memberikan

kontribusi yang secukupnya atau sebanyak yang dibutuhkan oleh mitra tutur. Tuturan pada data (sipenjual) dan data (Ida) bersifat kooperatif karena telah memberikan kontribusi yang secara kuantitas memadai dan mencukupi.

2. Maksim kualitas mewajibkan setiap peserta pertuturan mengatakan

hal yang sebenarnya dan berdasarkan bukti-bukti yang memadai. Tuturan data (sipenjual) dan data (Ida) bersifat kooperatif karena menuturkan hal yang sebenarnya.

3. Maksim relevansi mewajibkan setiap peserta pertuturan

memberikan kontribusi yang relevan dengan masalah pembicaraan. Tuturan pada data (sipenjual) dan data (Ida) relevansi karena memberikan kontribusi yang relevan dengan masalah pembicaraan.

4. Maksim pelaksanaan mewajibkan setiap peserta pertuturan

berbicara secara langsung, tidak tabu, tidak taksa atau ambigu, dan tidak berlebih-lebihan serta runtut. Data (sipenjual) data (Ida) diungkapkan memang secara langsung tetapi melebih-lebihkan yaitu mengatakan bahwa celana lea tersebut memiliki kualitas yang masih bagus dan sesuai dengan harga yang ditawarkan. Seharusnya celana lea tersebut harganya bisa dikurangi sedikit dari harga yang ditawarkan karena kualitas celana yang baru dengan celana lea yang sudah bekas itu pasti berbeda.

Berdasarkan empat maksim percakapan yang dikemukakan Grice, maka dapat disimpulkan bahwa tuturan pada data (penjual) dan data (Ida) memiliki implikatur karena melanggar salah satu dari keempat maksim tersebut yaitu maksim pelaksanaan.

Langkah selanjutnya menentukan tindak ilokusinya. Searle mengklasifikasian tindak ilokusi berdasarkan maksud kedalam lima kategori yaitu:


(42)

1. Representatif atau Assertif yang tujuannya untuk menanyakan, mengusulkan, membual, mengeluh, mengemukakan pendapat, dan melaporkan.

2. Direktif yang tujuannya untuk menghasilkan suatu efek berupa

tindakan yang dilakukan oleh penutur seperti memesan, memerintah, memohon, menuntut, memberi nasihat.

3. Komisif yang terikat pada suatu tindakan dimasa depan seperti

menjanjikan, penawaran.

4. Ekspresif yang tujuannya untuk mengutarakan sikap psikologis

penutur terhadap keadaan yang tersirat dalam ilokusi seperti mengucapkan terimakasih, mengucapkan selamat, mengucapkan belasungkawa, memuji, memberi maaf, menuduh, dan sebagainya.

5. Deklarasi yang menggambarkan perubahan dalam suatu keadaan

hubungan seperti memberi nama, menjatuhkan hukuman, mengucilkan atau membuang, mengangkat, membabtis, mengundurkan diri dan sebagainya.

Berdasarkan kelima kategori di atas maka tindak tutur pada data (Penjual) dan data (Ida) termasuk kedalam kategori ilokusi representatif yaitu mengemukakan pendapatnya (Ida) untuk mengurangi harga celana lea dari harga yang ditetapkan oleh sipenjual. Dan sipenjual mengeluh karena Ida tidak jadi membeli celana lea tersebut.

Data 6 (Selasa, 17 Februari 2015):

Di sore hari, ada 3 orang wanita yang berkunjung serta berbelanja di Sambu. Nama ketika wanita itu adalah Uli, Mia, dan Tari. Mereka berbelanja di pasar Sambu, membeli kebutuhan atau pun yang diinginkan ke 3 wanita tersebut. Ke 3 wanita ini merupakan suku Batak asli namun karena ketiganya berkulit putih dan memakai kacamata jadi tidak begitu tampak seperti orang Batak. Mereka menawar disuatu toko buah yang penjualnya adalah orang


(43)

Batak. Mereka menawar buah jambu untuk dibawa pulang kekosnya sembari menunggu angkot.

Uli : berapa buahnya sekilo bu? Penjual : pilihlah dek yang mana. Uli : jambu ini berapa sekilo bu?

Penjual: Rp. 9000 sakilo I dek (Rp.9000 sekilo itu dek). Uli : bah, mahal ya. Bisa kurang bu? Rp.6000 sekilo ya Penjual: gak dapat dek. Mau berapa kilo sama adek? Uli : kalo dikurangi biar kami ambil 2 kg bu. Penjual: Rp.8000 lah sekilo, ambil lah nah. Mia : kurangilah buk ya

Tiba-tiba suami si Ibu penjual datang dan marah-marah. Perbincangan si Ibu dengan ketiga wanita tadi didengar dan si Bapak tidak menyetujui permintaan pembeli tadi. Datang sambil marah-marah dengan menggunakan bahasa Batak

Penjual : ndang boi morui. Modal na sajo ndang dapot, mangido dope argana na ditoru ni modal. Walu ribu pe nunga rugi hami, nion ijalo ho ma onom ribu. Tusadai ma hamu, unang be tuhor puna hon. So I boto hamu nunga naik sude, sahera te pe. (gak bisa

kurang lagi. Modalnya saja gak dapat, malah kau minta

harganya dibawah modal. Harga Rp. 8000 pun udah rugi kami,

ini malah minta Rp. 6000 lagi. Pergilah kalian kesana, jangan

lagi beli daganganku ini. Udah naik semua harga, kayak taik pun kalian). (si penjual mengira bahwa mereka bertiga tidak mengerti bahasa Batak. Nyatanya mereka mengerti dan membalas omongan si Bapak penjual).

Uli : gausah ngomong gitu pak, kami ngerti apa yang bapak

katakan. Sama-sama Bataknya kita. Kalo bapak gamau ngasih

yaudah, gausah ngomongnya gitu. Harusnya bapak itu baik-baik

bilangnya karena kamipun baik-baik nanya nya. Jangan nyolot gini lah.


(44)

gamau ngasih bilang, gausah sembarangan omonganmu. Baik kami nanyaknya kek gitu jawabmu. Daganganmu semua ini bisanya ku beli sampe kau pun bisanya ku beli. Sombong kali kau jualan, ntah apalah yang kau sombongkan (berkata sambil emosi menanggapi

omongan si Bapak penjual).

Penjual: (sambil merepet penuh amarah…). Nunga-nunga, tusadai ma hamu. Unang be dijolo ni puna hon. Mangigi ahu mamereng hamu, tusan ma hamu. Lao ma hamu tusan asa unang hubereng muse. Tusan lao ho!. (udahlah, pergilah kalian kesana. Jangan didepan warungku ini. Malas atau benci aku lihat kalian. Pergilah kalian kesana biar jangan aku lihat lagi. Pergi sana!). Sambil mengusir Uli, Mia, Tari.

Tari : ayok kita pergi, aku pun benci lihat orang yang sok

patentengan atau sok jago. Kalo kek gitu sifatnya gakkan ada yang mau beli. Sombong kali jadi orang.

Mia : iya ayoklah. Kesana kita yok. (berlalu dari tempat si Penjual tadi dan pergi mencari angkot untuk pulang kekos mereka).

Contoh percakapan di atas dapat dianalisis dengan teori implikatur dan tindak tutur. Tuturan pada data (Uli), (Mia), (Tari) dan data (Penjual) akan dianalisis sebagai berikut:

Langkah pertama yang harus dilakukan adalah menganalisis implikaturnya dengan cara menentukan makna dasarnya. Makna dasar tuturan data (Uli), (Mia), dan data (Tari) melakukan penawaran pada sebuah tempat penjualan buah-buahan. Mereka bertiga manawar buah yang ingin dibelinya. Pada awalnya si Penjual (perempuan) masih melayani mereka bertiga (Uli, Mia, dan Tari) dengan biasa tanpa ada unsur emosi dan amarah. Tetapi datang suami sipenjual marah-marah tanpa sebab dan langsung ngomong senaknya tanpa melihat siapa lawan bicaranya. Si Bapak penjual tidak terima bahwa dagangannya dijual dengan harga murah, dengan ketidakterimaannya itu dia (suami sipenjual) bebas mengatakan bahkan menyepelekan mereka bertiga (Uli, Mia, dan Tari) dengan menggunakan bahasa Batak Toba. Kemudian


(45)

mengetahui apakah tuturan (Uli, Mia, dan Tari) dan tuturan (Penjual) mematuhi empat maksim percakapan yang dikemukakan Grice atau tidak.

Empat maksim percakapan tersebut yaitu:

1. Maksim kuantitas mewajibkan setiap peserta tuturan memberikan

kontribusi yang secukupnya atau sebanyak yang dibutuhkan oleh mitra tutur. Tuturan pada data (Uli, Mia, dan Tari) dan data (penjual) bersifat kooperatif karena telah memberikan kontribusi yang secara kuantitas memadai dan mencukupi.

2. Maksim kualitas mewajibkan setiap peserta pertuturan mengatakan

hal yang sebenarnya dan berdasarkan bukti-bukti yang memadai. Tuturan data (Uli, Mia, dan Tari) dan data (sipenjual) tidak bersifat kooperatif karena tidak menuturkan hal yang sebenarnya dan tidak disertai bukti.

3. Maksim relevansi mewajibkan setiap peserta pertuturan

memberikan kontribusi yang relevan dengan masalah pembicaraan. Tuturan pada data (Uli, Mia, dan Tari) dan data (sipenjual) tidak relevansi karena tidak memberikan kontribusi yang relevan dengan masalah pembicaraan.

4. Maksim pelaksanaan mewajibkan setiap peserta pertuturan berbicara

secara langsung, tidak tabu, tidak taksa atau ambigu, dan tidak berlebih-lebihan serta runtut. Data (Uli, Mia, dan Tari) dan data (sipenjual) diungkapkan secara berlebihan yaitu mengatakan yang tak sepatutnya dikatakan.

Berdasarkan empat maksim percakapan yang dikemukakan Grice, maka dapat disimpulkan bahwa tuturan pada data (Uli, Mia, dan Tari) dan data (siPenjual) memiliki implikatur karena melanggar tiga dari keempat maksim tersebut yaitu maksim kualitas, maksim relevansi dan maksim pelaksanaan.

Langkah selanjutnya menentukan tindak ilokusinya. Searle mengklasifikasian tindak ilokusi berdasarkan maksud kedalam lima kategori yaitu:


(46)

1. Representatif atau Assertif yang tujuannya untuk menanyakan, mengusulkan, membual, mengeluh, mengemukakan pendapat, dan melaporkan.

2. Direktif yang tujuannya untuk menghasilkan suatu efek berupa

tindakan yang dilakukan oleh penutur seperti memesan, memerintah, memohon, menuntut, memberi nasihat.

3. Komisif yang terikat pada suatu tindakan dimasa depan seperti

menjanjikan, penawaran.

4. Ekspresif yang tujuannya untuk mengutarakan sikap psikologis penutur

terhadap keadaan yang tersirat dalam ilokusi seperti mengucapkan terimakasih, mengucapkan selamat, mengucapkan belasungkawa, memuji, memberi maaf, menuduh, dan sebagainya.

5. Deklarasi yang menggambarkan perubahan dalam suatu keadan

hubungan seperti memberi nama, menjatuhkan hukuman, mengucilkan atau membuang, mengangkat, membabtis, mengundurkan diri dan sebagainya.

Berdasarkan kelima kategori diatas maka tindak tutur pada data (Uli, Mia, dan Tari) dan data (sipenjual) termasuk kedalam kategori ilokusi representatif yaitu untuk menanyakan, mengusulkan, membual, mengeluh, mengemukakan pendapat, dan melaporkan.

Data 7 (Sabtu, 21 Februari 2015):

Di saat peneliti melakukan penelitian disebuah tempat yang berada di Sambu, peneliti mendapatkan suatu data yang diucapkan oleh pemilik atau penjual baju bekas atau monja. Penjual ini merupakan saudara jauh si peneliti.

Penjual (Pr) : ayok dek pilih celana pendeknya, yang mana samamu

bilanglah.

Penjual (Lk) : iya dek, pilihlah. Bagus bagusnya punya kita ini. Yang didepan kepalanya itu, ku kasih murah pun sama mu.


(47)

Pilihlah, ga bakal nyesallah kau kalo beli di sini. Kualitas bagus dan harganya murah samamu ku kasih.

Mia : iya kak, bang. Aku lihat-lihatlah dulu kak, bang.

Penjual (Pr) : iya dek lihatlah ya. Mana tau ada yang sor kau rasa bilang

sama ku biar ku kurangi harganya sama mu. (berbicara dengan penjual laki-laki supaya menunjukkan celana pendek yang berkualitas baik kepada Mia).

Penjual (Lk) : iya, ini yang di depan kepala semua dek. Dari sini sampe sini kepalanya, pilihlah yang mana kau suka (sambil menunjukkan batasan celana pendek yang berkualitas tersebut).

Mia : iya kak, bang. Sebentar ya aku lihat dulu.

Penjual (Pr) : mana mama? Kok gada ku lihat dari tadi.

Penjual (Lk) : pergi tadi ntah kemana. Mungkin nyari makanan.

Penjual (Pr) : loh, belum makan rupanya kalian. Gak masak rupanya tadi si Rani?

Penjual (Lk) : belum, terlambat tadi si Rani bangun. Beli sarapan diluar lah tadi kami trus langsung berangkat kesini.

Penjual (Pr) : (mengeluarkan HP nya, sambil mencari nomor yang ingin

dia hubungi, dia berbincang dengan temannya sesama penjual baju bekas juga yang berada disebelah tempatnya). Halo, mana kau? Udah jam berapa ini, kok belum kau antarkan makan siang untuk orang mama. Udah lapar mama lah, yang apanya kau kerjain dirumah sana? (sambil terus bertelepon dan melontarkan pertanyaan kepada si Rani).

Rani : ete jo ah, lagi di dalan ahu. Nunga sae do sudena hu

pature. Na maridi do ahu nangkiningan asa segar jo hu rasa. Alana mate do lampu makana paittehon I asa boi maridi ahu. Nion naeng tusi do ahu, ete ma saotik nai do nga sahat ahu (tunggu dulu ahh, udah di jalan aku. Udah siapnya semua ku masak. Yang mandinya aku tadi biar segar badanku. Mati lampu tadi makanya lama datang aku karena


(48)

nunggu hidup lampu biar bisa mandi aku. Ini mau datangnya aku, tunggulah sebentar lagi sampenya aku). Penjual (Pr) : pahatop ma, 5 menit nai ndang sahat awas ma ho

(cepatlah, 5 menit lagi ga sampe kau awaslah).

Sementara Mia dan penjual (Lk) berbincang-bincang dengan topik kualitas pakaian bekas tiba-tiba Penjual (Pr) datang dan memberitahukan kepada Penjual (Lk) bahwasanya makan siangnya sudah dijalan.

Contoh percakapan di atas dapat dianalisis dengan teori implikatur dan tindak tutur. Tuturan pada data (Penjual Pr) dan data (Rani) akan dianalisis sebagai berikut:

Langkah pertama yang harus dilakukan adalah menganalisis implikaturnya dengan cara menentukan makna dasarnya. Makna dasar tuturan data (Penjual Pr) adalah menanyakan keberadaan atau posisinya (Rani). Data (Rani) menjawab pertanyaan data (Penjual Pr). Data (Penjual Pr) menyakan alasan mengapa sampai siang hari Rani belum juga datang padahal mereka sudah kelaparan dan ingin makan. Sampai siang hari Rani belum juga datang mengantarkan makanan untuk saudara serta ibundanya. Karena terlalu lama menunggu Rani, ibunya mencari makanan diluar. Kemudian mengetahui apakah tuturan (Penjual Pr) dan tuturan (Rani) mematuhi empat maksim percakapan yang dikemukakan Grice atau tidak.

Empat maksim percakapan tersebut yaitu:

1. Maksim kuantitas mewajibkan setiap peserta tuturan memberikan

kontribusi yang secukupnya atau sebanyak yang dibutuhkan oleh mitra tutur. Tuturan pada data (Penjual) dan data (Rani) bersifat kooperatif karena telah memberikan kontribusi yang secara kuantitas memadai dan mencukupi.

2. Maksim kualitas mewajibkan setiap peserta pertuturan mengatakan

hal yang sebenarnya dan berdasarkan bukti-bukti yang memadai. Tuturan data (Penjual Pr) dan data (Rani) bersifat kooperatif karena menuturkan hal yang sebenarnya.


(49)

3. Maksim relevansi mewajibkan setiap peserta pertuturan memberikan kontribusi yang relevan dengan masalah pembicaraan. Tuturan pada data (Penjual Pr) dan data (Rani) tidak relevansi karena tidak memberikan kontribusi yang relevan dengan masalah pembicaraan.

4. Maksim pelaksanaan mewajibkan setiap peserta pertuturan berbicara

secara langsung, tidak tabu, tidak taksa atau ambigu, dan tidak berlebih-lebihan serta runtut. Data (Penjual Pr) dan data (Rani) diungkapkan secara langsung.

Berdasarkan empat maksim percakapan yang dikemukakan Grice, maka dapat disimpulkan bahwa tuturan pada data (Penjual Pr) dan data (Rani) memiliki implikatur karena melanggar dua dari keempat maksim tersebut yaitu maksim relevansi.

Langkah selanjutnya menentukan tindak ilokusinya. Searle mengklasifikasian tindak ilokusi berdasarkan maksud kedalam lima kategori yaitu:

1. Representatif atau Assertif yang tujuannya untuk menanyakan,

mengusulkan, membual, mengeluh, mengemukakan pendapat, dan melaporkan.

2. Direktif yang tujuannya untuk menghasilkan suatu efek berupa

tindakan yang dilakukan oleh penutur seperti memesan, memerintah, memohon, menuntut, memberi nasihat.

3. Komisif yang terikat pada suatu tindakan dimasa depan seperti

menjanjikan, penawaran.

4. Ekspresif yang tujuannya untuk mengutarakan sikap psikologis

penutur terhadap keadaan yang tersirat dalam ilokusi seperti mengucapkan terimakasih, mengucapkan selamat, mengucapkan belasungkawa, memuji, memberi maaf, menuduh, dan sebagainya.

5. Deklarasi yang menggambarkan perubahan dalam suatu keadan

hubungan seperti memberi nama, menjatuhkan hukuman, mengucilkan atau membuang, mengangkat, membabtis, mengundurkan diri dan sebagainya.


(50)

Berdasarkan kelima kategori di atas maka tindak tutur pada data (Penjual Pr) dan data (Rani) termasuk kedalam kategori ilokusi representatif yaitu untuk menanyakan, mengusulkan, membual, mengeluh, mengemukakan pendapat, dan melaporkan.

Data 8 (Senin, 23 Februari 2015):

A : eta mangan tu san (ayok makan kesana).

B : ahh, ndang bagak namarjualan disi (ahh, ga cantik yang

jualan).

A : bah, nunga hea haroa ho mangan disi? (bah, udah pernah rupanya

kau makan disitu?)

B : nunga alai sahali dope. Ho ma laho tusi, na garangan inanta i.

(udah tapi baru sekali. Kaulah kesitu, yang jutek/garang yang jualan).

A : tabo do pangaloppa na? (enaknya masakannya?).

B : ba songoni ma. Dai ma san lane. (ya kek gitulah. Rasakan aja lah

sana).

A : bah nunga, laho ma jo ahu da. Manitip jo tiga-tiga hon da.

(yaudah, pergilah dulu aku ya. Jagalah dulu tempatku ini ya).

B : lane ma, hatop baen. (pergilah, cepat kau makan).

Contoh percakapan di atas dapat dianalisis dengan teori implikatur dan tindak tutur. Tuturan pada data (A) dan data (B) akan dianalisis sebagai berikut:

Langkah pertama yang harus dilakukan adalah menganalisis implikaturnya dengan cara menentukan makna dasarnya. Makna dasar tuturan data (A) adalah mengajak (B) untuk makan bersama diwarung yang ingin dituju atau direkomendasikannya. (B) menolak ajakan (A) karena dia (B) sudah pernah makan ditempat tersebut. Menurutnya (B) masakan disitu lumayan tetapi pemilik atau penjual warung tersebut garang/cerewet. Dia (B) menolak ajakan


(51)

temannya (A) karena alasan tersebut. Kemudian mengetahui apakah tuturan (A) dan tuturan (B) mematuhi empat maksim percakapan yang dikemukakan Grice atau tidak.

Empat maksim percakapan tersebut yaitu:

1. Maksim kuantitas mewajibkan setiap peserta tuturan memberikan

kontribusi yang secukupnya atau sebanyak yang dibutuhkan oleh mitra tutur. Tuturan pada data (A) dan data (B) bersifat kooperatif karena telah memberikan kontribusi yang secara kuantitas memadai dan mencukupi.

2. Maksim kualitas mewajibkan setiap peserta pertuturan mengatakan

hal yang sebenarnya dan berdasarkan bukti-bukti yang memadai. Tuturan data (A) dan data (B) bersifat kooperatif karena menuturkan hal yang sebenarnya.

3. Maksim relevansi mewajibkan setiap peserta pertuturan

memberikan kontribusi yang relevan dengan masalah pembicaraan. Tuturan pada data (A) dan data (B) tidak relevansi karena tidak memberikan kontribusi yang relevan dengan masalah pembicaraan.

4. Maksim pelaksanaan mewajibkan setiap peserta pertuturan berbicara

secara langsung, tidak tabu, tidak taksa atau ambigu, dan tidak berlebih-lebihan serta runtut. Data (A) dan data (B) diungkapkan secara langsung dan tidak ambigu.

Berdasarkan empat maksim percakapan yang dikemukakan Grice, maka dapat disimpulkan bahwa tuturan pada data (A) dan data (B) memiliki implikatur karena melanggar satu dari keempat maksim tersebut yaitu maksim relevansi.

Langkah selanjutnya menentukan tindak ilokusinya. Searle mengklasifikasian tindak ilokusi berdasarkan maksud kedalam lima kategori yaitu:

1. Representatif atau Assertif yang tujuannya untuk menanyakan,

mengusulkan, membual, mengeluh, mengemukakan pendapat, dan melaporkan.


(52)

2. Direktif yang tujuannya untuk menghasilkan suatu efek berupa tindakan yang dilakukan oleh penutur seperti memesan, memerintah, memohon, menuntut, memberi nasihat.

3. Komisif yang terikat pada suatu tindakan dimasa depan seperti

menjanjikan, penawaran.

4. Ekspresif yang tujuannya untuk mengutarakan sikap psikologis

penutur terhadap keadaan yang tersirat dalam ilokusi seperti mengucapkan terimakasih, mengucapkan selamat, mengucapkan belasungkawa, memuji, memberi maaf, menuduh, dan sebagainya.

5. Deklarasi yang menggambarkan perubahan dalam suatu keadan

hubungan seperti memberi nama, menjatuhkan hukuman, mengucilkan atau membuang, mengangkat, membabtis, mengundurkan diri dan sebagainya.

Berdasarkan kelima kategori diatas maka tindak tutur pada data (A) dan data (B) termasuk kedalam kategori ilokusi representatif yaitu mengemukakan atau melaporkan apa yang dialaminya.

Data 9 (Selasa, 24 Februari 2015):

Pada saat peneliti berjalan-jalan disekitaran Sambu, banyak pedagang yang menjajakan atau menawarkan dagangannya. Berbagai cara dilakukan untuk menarik perhatian pelanggan yang sedang berkunjung. Ada yang menjual dengan memberikan diskon untuk beberapa pakaian, ada yang mengobral pakaiannya dan ada juga yang meneriaki dagangannya dengan mengatakan “baru buka bal”. Berbagai cara dilakukan pedagang agar jualannya atau dagangannya laku atau laris. Dari sekian banyak pedagang disitu ada juga yang diam dan santai, tidak melakukan seperti pedagang lainnya. Pedagang ini hanya menawarkan pada pengunjung yang mengunjungi tempatnya dan juga terkadang susah untuk memberikan potongan harga yang diinginkan oleh si pengunjung. Jika calon pembeli mampir ke salah satu


(53)

tempat, penjual ada yang langsung melayani calon pembeli tersebut dan ada juga yang tidak.

Ada seorang calon pembeli mampir kesebuah tempat yang menjual celana bekas baik celana pendek, celana ponggol atau celana panjang. Dari bahan tisu ataupun lea. Penjual hanya diam dan terkadang menjawab pertanyaan calon penjual.

A : pak brapaan celana pendeknya?

B : beda-beda, pilihlah yang mana kau suka.

A : kalo yang ini pak? (sampai menunjukkan salah satu celana yang

sudah dipilihnya).

B : (diam tak menjawab).

A : (karena tidak didengarkan, dia sibuk mencari celana pendek yang

lain sambil sesekali menoleh ke sipenjual. Setelah beberapa saat, dia mendapatkan apa yang diiginkannya dan ingin membelinya jika sesuai harga dan kualitas celana tersebut). Pak, yang ini berapa harga celananya ya?

B : udah, yang itu jadinya. Kalo itu Rp.40.000, harga pasnya buatlah

Rp. 37.000.

A : gak bisa kurang Pak?

B : mau berapa lagi kau minta, udah aku kurangi pun. Kalo mau kau

cari ditempat sebelah sana. Udah kau minta yang cantik malah minta murah lagi. Jualan bapakmulah kau beli sana, kau kiranya gak uang yang beli ini. Suka-sukamu aja ku lihat bah.

A : biasalah, kalo gak kau kasih yaudah, gausah nyolot kek gitu.

Baik-baik aku minta tapi kek gini cara ngomongmu, babi lah. Kek gininya kau melayani calon pembeli rupanya pantaslah gak laku jualanmu. Ku doakan gada laku jualanmu, taik (kesal karna ditanyak baik-baik malah dimaki).

B :pergi kau sana, njing!. Jangan lagi kau kulihat ditempatku ini.

A : gak kau bilang pun aku pergi memang mau pergi aku. Gak sudi

aku nginjak tempatmu ini. Hah! (pergi sambil berlalu).


(54)

Contoh percakapan di atas dapat dianalisis dengan teori implikatur dan tindak tutur. Tuturan pada data (A) dan data (B) akan dianalisis sebagai berikut:

Langkah pertama yang harus dilakukan adalah menganalisis implikaturnya dengan cara menentukan makna dasarnya. Makna dasar tuturan data (A) adalah menanyakan harga celana pendek yang ingin dibelinya kepada (B) jika harga dan kualitasnya sebanding. (B) menjawab pertanyaan (A) tetapi disertai emosi yang meledak-ledak. Jika (B) tidak ingin memberikan celana pendek tersebut kepada (A) karena tidak sesuai dengan harga yang diinginkan dan seharusnya tidak mengatai bahkan memaki (A). Kemudian mengetahui apakah tuturan (A) dan tuturan (B) mematuhi empat maksim percakapan yang dikemukakan Grice atau tidak.

Empat maksim percakapan tersebut yaitu:

1. Maksim kuantitas mewajibkan setiap peserta tuturan memberikan

kontribusi yang secukupnya atau sebanyak yang dibutuhkan oleh mitra tutur. Tuturan pada data (A) dan data (B) bersifat kooperatif karena telah memberikan kontribusi yang secara kuantitas memadai dan mencukupi.

2. Maksim kualitas mewajibkan setiap peserta pertuturan mengatakan

hal yang sebenarnya dan berdasarkan bukti-bukti yang memadai. Tuturan data (A) dan data (B) bersifat kooperatif karena menuturkan hal yang sebenarnya.

3. Maksim relevansi mewajibkan setiap peserta pertuturan

memberikan kontribusi yang relevan dengan masalah pembicaraan. Tuturan pada data (A) dan data (B) relevansi karena memberikan kontribusi yang relevan dengan masalah pembicaraan.

4. Maksim pelaksanaan mewajibkan setiap peserta pertuturan berbicara

secara langsung, tidak tabu, tidak taksa atau ambigu, dan tidak berlebih-lebihan serta runtut. Data (B) dan data (A) diungkapkan secara tidak langsung dan ambigu serta perkataannya melebih-lebihkan.

Berdasarkan empat maksim percakapan yang dikemukakan Grice, maka dapat disimpulkan bahwa tuturan pada data (B) dan data (A) memiliki


(55)

implikatur karena melanggar salah satu dari keempat maksim tersebut yaitu maksim pelaksanaan.

Langkah selanjutnya menentukan tindak ilokusinya. Searle mengklasifikasian tindak ilokusi berdasarkan maksud kedalam lima kategori yaitu:

1. Representatif atau Assertif yang tujuannya untuk menanyakan,

mengusulkan, membual, mengeluh, mengemukakan pendapat, dan melaporkan.

2. Direktif yang tujuannya untuk menghasilkan suatu efek berupa

tindakan yang dilakukan oleh penutur seperti memesan, memerintah, memohon, menuntut, memberi nasihat.

3. Komisif yang terikat pada suatu tindakan dimasa depan seperti

menjanjikan, penawaran.

4. Ekspresif yang tujuannya untuk mengutarakan sikap psikologis

penutur terhadap keadaan yang tersirat dalam ilokusi seperti mengucapkan terimakasih, mengucapkan selamat, mengucapkan belasungkawa, memuji, memberi maaf, menuduh, dan sebagainya.

5. Deklarasi yang menggambarkan perubahan dalam suatu keadan

hubungan seperti memberi nama, menjatuhkan hukuman, mengucilkan atau membuang, mengangkat, membabtis, mengundurkan diri dan sebagainya.

Berdasarkan kelima kategori di atas maka tindak tutur pada data (A) dan data (B) termasuk kedalam kategori ilokusi representatif yaitu untuk menanyakan, mengusulkan, membual, mengeluh, mengemukakan pendapat, dan melaporkan.

Data 10 (Jumat, 27 Februari 2015):

Dihari berikutnya peneliti mendatangi lokasi penelitian yaitu di Sambu. Terdapat beberapa masyarakat yang percakapannya mengandung pragmatik.


(56)

Baik dari penjual maupun pengunjung atau calon pembeli. Seperti salah satu percakapan dibawah ini.

Pembeli : buk, berapaan kemejanya?

Penjual : yang mana dek? Kalo yang dibawah goceng 1, kalo yang dipajang beda-beda harganya. Tergantung bahannya, pilih aja dulu dek baru ku kasih tahu harganya.

Pembeli : oh iya buk, ntar aku lihat-lihat dulu ya.

Penjual : iya, silahkan dek masuk aja. Di dalam masih banyak yang cantik-cantik dek.

Pembeli : iya buk.

Peneliti : berapa kemejanya kak?

Pembeli : bukan penjual aku. Tanyaklah sama ibu penjualnya. Peneliti : oh iya, maaf kak.

Peneliti langsung menanyakan kepada Penjual harga kemeja bekas yang ada dibawah. Setelah sekian lama mencari, Peneliti tidak menemukan dan berpindah keseberang untuk mencari kemeja bekas.

Peneliti : bou, berapa kemeja yang dihanger itu?

Penjual : Rp. 35.000 dek, kalo yang dibawah Rp.5000 aja. Peneliti : kalo yang di hanger bisa kurangkan bou?

Penjual : pilihlah, biar bou kurangi nanti. Masuklah masuk sini. Peneliti : iya bou.

Sambil mencari kemeja bekas tanpa disadari kakak yang ada ditempat sebelumnya datang dan sama-sama ingin mencari kemeja bekas lagi. Pembeli : kak berapaan kemeja bekasnya?

Peneliti : kalo yang di bawah Rp.5000 kak, kalo yang dihanger Rp.35.000. Pembeli : oh, makasih ya kak. (kembali mengobrak abrik kemeja bekas).

Contoh percakapan di atas dapat dianalisis dengan teori implikatur dan tindak tutur. Tuturan pada data (Peneliti) dan data (Pembeli) akan dianalisis sebagai berikut:


(1)

   

 

Gambar 11: Setelah selesai mengobservasi, peneliti meminta foto kepada penjual. Peneliti berfoto bersama dengan dua penjual laki-laki yang sedang sibuk memanggil pembeli.

Gambar 12: Pengunjung sedang mengelilingi Sambu sambil memerhatikan setiap tempat untuk membeli pakaian bekas yang sesuai dengan keinginan para pengunjung.


(2)

   

 

Gambar 13: ini merupakan tempat penjualan sepatu yang berada di depan Pasar Sambu. Penjual sedang merapikan sepatu dan menyusunnya di rak sepatu supaya para

pengunjung bisa melihat dagangan dan membelinya.

.

Gambar 14: Dua orang pembeli yang sedang asik memilih-milih dan Penjualnya baru datang dari sebelah untuk melayani pembeli tersebut.


(3)

   

   Gambar 15: Seorang penjual sayur yang sedang menyusun sayurannya untuk dijual. Dia sibuk membereskan sayurannya


(4)

   

Gambar 16: Penjual buah yang ada di Pasar Sambu. Penjual tersebut sedang

membereskan buah-buahannya dan sesekali menawarkan dagangannya kepada pembeli.

Gambar 17: Aktivitas yang dilakukan pada gambar diatas yaitu penjual membuka ball sedangkan pengunjung sibuk memilih-milih pakaian bakas yang baru dibuka. Membuka ball dilakukan seminggu sekali dan biasanya setelah dibuka penjual memilah-milah pakain untuk disortir yang bertujuan untuk membedakan harga berdasarkan kualitas pakaian bekas tersebut.


(5)

   

Gambar 18: Foto ini diambil dari depan Sambu, selain si Ibu menjual buah-buahan seperti jeruk, mangga, jambu ataupun alpokat, Ibu ini juga menjual beberapa pakaian yang digantungkan di atas buah-buahannya.

Gambar 19: Foto ini diambil pada pukul 10 lewat. Di Sambu ini bukan hanya pakaian atau celana bekas saja yang dijual tetapi gorden bekas dan yang baru serta sprei atau selimut juga tersedia di sini. Si penjual masih sibuk mengepak dan membereskan dagangannya. Si penjual sedang menggantungkan gorden bekas dengan rapi supaya para


(6)