Pengaruh Curah Hujan dan Hari Hujan terhadap Produksi Tanaman Karet (Hevea brasiliensis Muell-Arg.) Umur 6, 10 dan 14 tahun pada PT. Bridgestone Sumatera Rubber Estate Dolok Merangir

  TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman

  Berdasarkan (William dkk., 1987 dalam Anzah 2010), sistematika dari tanaman karet dapat diuraikan sebagai berikut ini; Divisio : Spermatophyta; Subdivisio : Angiospermae;

  Class : Dicotyledoneae; Ordo: Euphorbiales; Familia : Euphorbiaceae; Genus : Hevea; Species : Hevea brassiliensis, Muell-Arg.

  Akar tanaman karet merupakan akar tunggang. Akar ini mampu menopang batang tanaman yang tumbuh tinggi dan besar (Siregar, 2012).

  Tanaman karet merupakan pohon yang tumbuh tinggi dan berbatang cukup besar, tinggi pohon dewasa mencapai 15-25 meter. Batang tanaman biasanya tumbuh lurus dan memiliki percabangan yang tinggi di atas. Di beberapa kebun karet ada beberapa kecondongan arah tumbuh tanamannya agak miring ke arah utara

  Daun karet terdiri dari tangkai daun utama dan tangkai anak daun. Panjang tangkai daun utama 3-20 cm. Panjang tangkai anak daun sekitar 3-10 cm dan pada ujungnya terdapat kelenjar. Biasanya ada tiga anak daun yang terdapat pada sehelai daun karet. Anak daun berbentuk eliptis, memanjang dengan ujung meruncing (Sianturi, 2001).

  Biji karet terdapat dalam setiap ruang buah. Jadi jumlah biji biasanya ada tiga kadang enam sesuai dengan jumlah ruang. Ukuran biji besar dengan kulit keras. Warnanya coklat kehitaman dengan bercak-bercak berpola yang khas. (Sitanggang, 2011).

  Syarat Tumbuh o

  Daerah yang cocok untuk tanaman karet adalah pada zone antara 15 LS

  o

  dan 15 LU. Di luar itu pertumbuhan tanaman karet agak terhambat sehingga memulai produksinya juga terlambat. Suhu udara yang baik bagi pertumbuhan tanaman antara 24 -28 C (Fauzi, 2008).

  Curah hujan rata-rata yang sesuai bagi pertumbuhan karet adalah sekitar 2000

mm per tahun dengan jumlah hari hujan 100-150 hari hujan. Suhu harian yang

diinginkan tanaman karet rata-rata 25 -30

  C. Tanaman karet dapat tumbuh dengan

baik pada ketinggian dengan kisaran 1-600 m dpl. Menurut Setiawan, tanaman karet

dapat tumbuh pada berbagai jenis tanah seperti tanah berpasir hingga tanah laterik

merah dan padsolik kuning, tanah abu gunung, tanah organosol, tanah berliat serta

tanah yang mengandung peat. Tanaman karet dapat diperbanyak dengan cara generatif maupun vegetatif (Fathia dan Tety, 2012). solum tanah sampai 100 cm, tidak terdapat batu-batuan dan lapisan cadas. Aerase

dan drainase cukup. Tekstur tanah remah, poreus dan dapat menahan air.

  Struktur terdiri dari 35% liat dan 30% pasir. Tanah bergambut tidak lebih dari 20 cm. Kandungan hara NPK cukup dan tidak kekurangan unsur hara mikro.

  Reaksi tanah dengan pH 4,5 - pH 6,5. Kemiringan tanah < 16% dan permukaan air tanah < 100 cm (Anwar, 2006).

  Umur Tanaman Karet sebagai tanaman berumur panjang memberikan pengaruh spesifik terhadap sifat fisika tanah. Tanaman akan memberikan perlindungan yang berbeda terhadap permukaan tanah dan perbedaan umur tanaman mempengaruhi sifat fisika tanah akibat perbedaan tajuk dan perakaran tanaman. Tanaman yang masih muda mempunyai tajuk yang masih kecil dan sistem perakarannya sedikit, makin bertambah umur tanaman maka semakin besar tajuk yang dimilikinya dan semakin banyak pula sistem perakarannya. Tanaman dengan sistem perakaran yang banyak dan menyebar dapat menyebabkan pori-pori tanah meningkat dan memberi pori aerasi yang lebih baik, sehingga pori-pori dalam tanah dapat dipertahankan dan permeabilitas menjadi baik (Zurhalena dan Farni, 2010).

  Baik ketebalan asli maupun jumlah baris pembuluh lateks yang ada di dalam semakin meningkat dan bertambahnya umur tanaman. Jumlah baris pembuluh lateks pada prinsipnya merupakan ciri khas suatu klon tetapi perkembangannya bergantung pada tingkat pertumbuhan tanaman yang dipengaruhi oleh faktor – faktor seperti kepadatan tanaman dan status hara juga klon (Webster dan Baulkwill, 1989).

  Menurut Sarief (1986) untuk pertumbuhan yang baik atau optimum bagi tanaman diperlukan suatu keadaan tata air dan udara yang baik dan seimbang udara yang baik yaitu bila pori yang terisi air minimum 10% dan pori terisi udara minimum 10% atau lebih.

  Indeks produksi merupakan suatau perbandingan antara produksi dengan lilit batang yang menggambarkan kemampuan produksi tanaman. Indeks ini juga menggambarkan produksi kulit. Indeks produksi dipengaruhi faktor anatomis dan fisiologis tanaman. Oleh sebab itu, indeks produksi nilainya dipengaruhi oleh umur tanaman (Subroto dan Napitupulu, 1979).

  Dijikman (1951), melaporkan bahwa lateks yang keluar dari organ muda lebih sedikit mengandung karet bila dibandingkan dengan lateks yang keluar dari kulit batang berumur 5 – 10 tahun, tetapi proses penggumpalan lateks lebih lama terjadi pada lateks yang keluar dari organ muda, sebab partikel dari organ ini sangat sedikit dan viskolitas lateks lebih rendah.

  

Tabel 1. Komposisi ideal tanaman karet selama satu siklus (25 tahun) berdasarkan

kelompok umur tanaman.

  

Kelompok umur Kelompok masa Areal tanam Keterangan

(tahun) (%)

  1 – 5 TBM 2 0 Tanaman Belum Menghasilkan

  6 TM bidang sadap

  20 Produksi −10 (TM 1-TM 5)

  BO-1 meningkat

  11 TM bidang sadap 2 0 Produksi −15 (TM 6-TM 10)

  BO-2 meningkat

  16 2 0 Produksi stabil

  −20 (TM11-TM 15) TM bidang pulihan BI-1

  20 2 0 Produksi stabil

  −25 (TM 16-TM 20) TM bidang pulihan BI-2 mengarah ke turun

  TBM = tanaman belum menghasilkan; TM=Tanaman Menghasilkan; BO-1= bark original (kulit perawan); BO-2=kulit perawan kedua; B1-1=kulit pulihan pertama; B1-2=kulit pulihan kedua. Sumber: Santoso (1994)

  Umur tanaman untuk dapat disadap bervariasi menurut tinggi tempat dari permukaan laut, pemeliharaan tanaman, jenis dan bentuk bahan tanam. Dahulu tanaman karet baru dapat disadap pada umur 5-6 tahun berkat pemeliharaan yang baik. Tanaman karet yang tumbuh di tempat yang tinggi dari permukaan laut, setiap kenaikan 100 m akan lebih lambat disadap dapat disadap 3-6 bulan.

  Tanaman cenderung tumbuh meninggi laju pertumbuhan lilit batang mengecil (Sianturi, 2001).

  Curah Hujan

  Hujan dapat mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan tanaman karet baik secara langsung dalam hal pemenuhan kebutuhan air bagi tanaman yang bervariasi menurut fase perkembangan tanaman, kondisi iklim dan tanah, maupun secara tidak langsung melalui pengaruh terhadap kelembaban udara dan tanah serta radiasi matahari. Ketiga faktor lingkungan fisik tersebut erat kaitannya dengan penyerapan air dan hara serta penyakit tanaman (Fauzi, 2008).

  Air merupakan merupakan salah satu faktor yang sangat mempengaruhi pertumbuhan dan produksi tanaman. Ketersediaan air sangat dipengaruhi oleh besarnya curah hujan, jumlah irigasi yang diberikan dan kapasitas tanah dalam menahan air. Air yang sangat sedikit ataupun berlebihan dapat berakibat buruk bagi tanaman (Ismantika, 1998). Menurut Sheriff (1992), tanaman sangat peka terhadap kekurangan air. Hal ini mengakibatkan pengurangan dalam pembentukan dan perluasan daun. Jika hal tersebut terjadi maka fotosintesis tanaman akan terganggu dan penurunan produktifitas tanaman.

  Kerusakan tanaman karet dan penurunan produktivitas sering ditemui pada suatu lokasi pertanaman akibat serangan penyakit gugur daun atau gangguan angin. Intensitas serangan penyakit daun erat hubungannya dengan agroklimat setempat. Eksplosi penyakit gugur daun terjadi akibat curah hujan yang tinggi dan dapat memacu perkembangan penyakit gugur daun, dan memungkinkan serangan penyakit yang berulang, seperti yang terjadi di Bengkulu dan Kalimantan Barat (Soepadmo dan Suwarto, 1990).

  Karena adanya kebutuhan air yang sangat tinggi dan pentingnya air, tumbuhan memerlukan sumber air yang tetap untuk tumbuh dan berkembang.

  Setiap kali air menjadi pembatas, pertumbuhan berkurang dan biasanya berkurang pula hasil panen tanaman budidaya. Jumlah pengurangan hasil panen ini biasanya dipengaruhi oleh genotip. Kehebatan kekurangan air, dan tingkat perkembangan (Gardner, dkk., 1991 dalam Dalimunthe, 2004).

  Produksi juga dipengaruhi oleh faktor biologi dari tanaman, tanah, dan alam batas. Contoh faktor alam yang dapat mempengaruhi produksi adalah tingkat curah hujan. Ketika curah hujan tinggi maka intensitas cahaya matahari yang berguna untuk fotosintesis tanaman akan berkurang. Kualitas lateks berkurang karena tetesan air hujan dan aktivitas karyawan yang terbatas ketika hujan turun. (Sitanggang, 2011).

  Kriteria musim hujan dan kemarau mengacu pada pendapat Wisnubroto (1995), yaitu dikatakan musim hujan jika jumlah curah hujan perdasarian lebih dari 50 mm atau 34 mm berturut-turut. Musim kemarau jika jumlah curah hujan kurang dari 50 mm atau 34 mm perdasarian selama 3 dasarian berurutan.

  Menurut Huggins dan Burney (1982), komponen hidrilogi utama neraca air adalah air hujan, air intersepsi, air tertahan di permukaaan (surface retention), limpasan permukaan (run off), dan evapotraspirasi serta kandungan lengas tanah. Dalam hubungan dengan lengas tanah dibagi dalam tiga keadaan yaitu dalam keadaan kapasitas lapang penting karena keadaan tersebut dinyatakan air tersedia optimum bagi tanaman. Pada keadaan lengas tanah sangat kurang sehingga tidak tersedia untuk tanaman dapat menyebabkan tanaman menjadi layu dan tidak dapat segar kembali sehingga disebut sebagai keadaan titik layu permanen.

  Hari Hujan

  Jumlah hari hujan yang diinginkan adalah 100 – 150 hari hujan (hh) per tahun. Jumlah hari hujan yang terlalu banyak akan menyulitkan pengelolaan produksi perkebunan dan kehilangan produksi banyak terjadi. Hari hujan yang tidak merata menyebabkan hasil panen juga tidak merata, sehingga kapasitas pabrik dan tenaga buruh tidak dapat dipertahankan secara mantab (Sianturi, 2001).

  Penyebaran pertanaman karet sesuai dengan anjuran pada wilayah dengan jumlah bulan basah yang semakin banyak atau hujan merata sepanjang tahun.

  Hal ini perlu ditinjau kembali mengingat pernyataan-pernyataan berikut ini: 1.

  Semakin basah kondisi suatu lingkungan ternyata semakin tinggi resiko serangan penyakit utama tanaman karet. Hal ini telah dibuktikan oleh penelitian Pawiroseomadjoe, Soepena dan Situmorang, 1992, dan Pawirosoemadjo dan Setiawan, 1995 (Darmandono dan Setiono, 1998).

  2. Perbandingan untuk produktifitas karet untuk periode 1990-1995 antar tiga perusahaan perkebunan di Jawa Barat dengan tiga perusahaan perkebunan di Jawa Timur membuktikan kebenaran bahwa bulan basah berpengaruh negatif terhadap produktifitas tanaman karet.

  (Darmono dan Setiono, 1998 dalam Dalimunthe, 2004). Tabel 2. Produksi kumulatif beberapa klon selama 5 tahun sadap pertama pada iklim berbeda.

  AVROS2037 2.829 5.390 4.403 GT1 3.227 6.079 4.678 PB217 3.641 7.121 6.860 PB235 5.613 6.673 6.894 PB260 6.875 8.628 7.580 PB255 2.737 4.848 4.779 PB261 4.067 5.222 5.466 RRIM600 2.772 6.693 4.971 Iklim basah: curah hujan > 3.000 mm/tahun, jumlah bulan kering 0 bulan.

  Iklim sedang: curah hujan 1.500 – 3.000 mm/tahun, jumlah bulan kering 1-2 bulan. Iklim kering: curah hujan < 1.500, jumlah bulan kering 2-3 bulan. Sumber: Aidi Daslin, dkk. (1997).

  Tidak tercapainya potensi produksi bukan hanya disebabkan oleh penyakit gugur daun tetapi terganggunya penyadapan akibat curah hujan tinggi dan merata sepanjang tahun. Oleh karena itu sebelum penempatan suatu klon perlu diketahui kondisi agroekosistem suatu kebun dimana tanaman karet dikembangkan (Woelan, dkk., 1999).

  Hujan yang ada di Indonesia semakin ke timur semakin berkurang baik jumlah maupun distribusinya. Panjang musim hujan di Indonesia bervariasi antara 10 - 110 hari atau 640 - 4115 mm, sedangkan panjang musim kemarau antara 50 - 350 hari. Daerah lombok memiliki musim kemarau terpanjang 300 - 350 hari, sedangkan yang terpendek daerah Jawa Barat bagian selatan (Boer, 2003).

Dokumen yang terkait

Pengaruh Curah Hujan dan Hari Hujan terhadap Produksi Tanaman Karet (Hevea brasiliensis Muell-Arg.) Umur 6, 10 dan 14 tahun pada PT. Bridgestone Sumatera Rubber Estate Dolok Merangir

24 173 85

Penentuan Ammoniak Pada Limbah Cair Pengolahan Karet Remah Dengan Bahan Baku Lateks Pekat Dan Lump Mangkok Di PT. Bridgestone Sumatera Rubber Estate Dolok Merangir

6 121 54

Perlakuan Pengeringan Bahan Baku Karet Remah Untuk Mendapatkan Nilai Pri Sesuai Dengan Parameter Mutu Karet Sir 10 Di PT. Bridgestone Sumatra Rubber Estate - Dolok Merangir

7 54 44

Pengaruh Pengeringan Bahan Baku Karet Remah Terhadap Nilai ASHT Sesuai Dengan Mutu Karet SIR 20 Di PT. Bridgestone Sumatera Rubber estate Dolok Merangir

10 93 52

Penentuan Jumlah Amoniak Dan Total Padatan Tersuspensi Pada Pengolahan Air Limbah PT. Bridgestone Sumatera Rubber Estate Dolok Merangir

4 85 51

Pengaruh Kombinasi Komposisi Bahan Olah Karet Terhadap Tingkat Konsistensi Plastisitas Retension Indeks (Pri) Karet Remah Sir 20 Di PT. Bridgestone Sumatera Rubber Estate Dolok Merangir

3 58 55

Pengaruh Suhu Pemanasan Terhadap Plastisitas Karet Sir 20 Di PT. Bridgestone Sumatra Rubber Estate Dolok Merangir

2 51 50

Analisis Pola Konsumsi Karyawan PT. Bridgestone Sumatra Rubber Estate Dolok Merangir Kabupaten Simalungun

5 88 103

Pengaruh Curah Hujan dan Hari Hujan Terhadap Produksi Tebu (Saccharum officinarum Linn) di Kebun Kwala Bingai PT. Perkebunan Nusantara II

5 30 76

Pengaruh Curah Hujan dan Hari Hujan terhadap Produksi Tanaman Karet (Hevea brasiliensis Muell-Arg.) Umur 6, 10 dan 14 tahun pada PT. Bridgestone Sumatera Rubber Estate Dolok Merangir

0 0 15