K 01B Berbagai Bentuk Pengalaman Belajar

CARA MENYELENGGARAKAN BERBAGAI BENTUK
PENGALAMAN BELAJAR
S. Amin Singgih

Pendahuluan
Dalam proses belajar-mengajar sering digunakan berbagai bentuk pengalaman
belajar. Paling sering diselenggarakan bentuk pengalaman belajar yang disebut
kuliah atau ceramah, di samping praktek (praktikum). Nampaknya akhir-akhir ini
telah dikembangkan bentuk pengalaman belajar diskusi kelompok. Semua istilah
tersebut sudah demikian populernya sehingga tidak lagi diperhatikan berbagai
persyaratan yang harus dipenuhi. Selain dari pada itu tanpa disadari telah
dilaksanakan bentuk pengalaman belajar yang tidak sesuai dengan tujuan
pendidikan yang akan dicapai.
Dalam uraian selanjutnya akan diungkapkan cara menyelenggarakan bentuk-bentuk
pengalaman belajar yang memenuhi persyaratan. Dengan demikian diharapkan
proses belajar-mengajar akan berlangsung secara efektif dan efisien.

KULIAH/CERAMAH
Hasil penelitian menunjukkan bahwa kuliah yang diberikan oleh pengajar yang
pandai kepada mahasiswa yang berkemampuan tinggi, dalam waktu 15 menit akan
mengakibatkan turunnya perhatian 10% pendengar. Selanjutnya dalam waktu 45

menit hampir semua mahasiswa menurun perhatiannya terhadap apa yang diucapkan oleh pengajar. Dalam waktu 47 menit akan terlihat beberapa mahasiswa
mengantuk.
Penelitian lain menyatakan bahwa 80% informasi yang diberikan melalui kuliah atau
ceramah akan dilupakan setelah 8 minggu.
Meskipun gambaran yang diberikan dari hasil penelitian seperti itu, tetapi pada
kenyataannya kuliah masih sering digunakan. Mengapa kita tetap menggunakan
kuliah sebagai salah satu cara dalam proses belajar-mengajar?
Memang benar dengan kuliah akan lebih ekonomis bila dilihat dari segi cakupan
jumlah mahasiswa yang dapat mengikuti kuliah seorang pengajar (rasio
pengajar/mahasiswa), ruang yang diperlukan, serta persiapan yang dilakukan baik
oleh pengajar maupun oleh mahasiswa. Selain itu kebiasaan menyajikan kuliah bagi
pengajar serta mendengarkan kuliah bagi mahasiswa yang telah "mendarahdaging",
sukar untuk diubah.
Lokakarya Persiapan Penerapan Kurikulum FK UKI,

Jakarta, 12 - 26 Januari 1995
PADA KEADAAN APA KULIAH DAPAT BERMANFAAT?
1

Untuk menentukan apakah cara kuliah akan digunakan atau tidak, terlebih dahulu

harus ditetapkan tujuan pendidikan apa yang harus dicapai oleh mahasiswa.
Secara umum dapat dikatakan bahwa kuliah bermanfaat bila bertujuan untuk
memberikan informasi kepada mahasiswa. Bila tujuannya untuk mengubah
perilaku/sikap mahasiswa atau memberikan kemampuan memecahkan masalah
(problem solving skill), maka kuliah tidak akan bermanfaat banyak.
Untuk tujuan memberikan informasi, kuliah tidak dapat "diganti" dengan memberikan
bahan bacaan saja. Hal ini disebabkan karena tidak semua mahasiswa bermotivasi
untuk membaca. Pengajar yang mengajar secara efektif, akan menekankan hal-hal
yang penting dan mensintesis berbagai informasi dari bermacam-macam
sumber dalam kuliahnya, di samping memberikan informasi yang muthakir yang
sukar didapat dari bahan bacaan.

FAKTOR APA YANG HARUS DIPERTIMBANGKAN SEBELUM MENYAJIKAN
KULIAH?
Bila telah ditetapkan bahwa dengan cara memberikan kuliah merupakan cara yang
paling baik untuk mencapai tujuan pendidikan yang diinginkan, maka selanjutnya
perlu diperhatikan beberapa faktor yang turut menentukan keberhasilan suatu
kuliah.
Biasanya para pengajar hanya memikirkan bahan kuliah apa dan seberapa
banyak yang akan diberikan dengan jatah waktu yang disediakan. Hal ini

merupakan langkah awal yang kurang tepat.
Seharusnya diperhatikan apa yang akan didapat oleh mahasiswa dengan cara
mendengarkan kuliah. Dengan demikian sejak awal kita sudah menerapkan dasardasar komunikasi. Sebagaimana kita ketahui, komunikasi yang efektif ialah
komunikasi yang berorientasi pada penerima informasi.
Faktor lain yang perlu dipertimbangkan agar tujuan kuliah dapat tercapai ialah:
1. Apakah para mahasiswa benar-benar memerlukan pengetahuan tentang hal
yang disajikan dalam kuliah?
2. Apakah bahan kuliah yang diberikan sesuai dengan tingkat kemampuan
mahasiswa serta serasi dengan waktu yang tersedia?
3. Apakah pengajar akan memberikan informasi, atau
(persuasive), atau akan menggugah pola pikir mahasiswa?

menghimbau

BAGAIMANA MERANCANG SUATU KULIAH?
Dalam suatu kuliah yang utuh, terdapat 3 bagian yang saling berkaitan. Bagianbagian tersebut ialah:
2

1. pendahuluan (introduksi)
2. bahan-pokok bahasan

3. rangkuman/kesimpulan
Karena sifat keterkaitan antar bagian tersebut, maka perlu dirangcang sebaikbaiknya sehingga tujuan kuliah dapat tercapai.
1. Pendahuluan Kuliah
Tidak jarang kita ikuti kuliah yang diawali dengan pernyataan pengajar antara
lain sebagai berikut: "Hari ini akan kita bahas tentang penyakit X". Kemudian
segera dilanjutkan dengan mengemukakan isi kuliah. Selama pengajar
berbicara, para mahasiswa tidak mengetahui dengan jelas cakupan serta
urutan bahan yang didengarnya.
Introduksi yang efektif ialah apabila pada awal kuliah diungkapkan dengan
jelas hal-hal yang akan tercakup dalam kuliah serta urutan
penyampaiannya. Sebagai contoh pendahuluan kuliah dapat sebagai berikut:
Hari ini akan kita bahas tentang berbagai faktor yang dapat menimbulkan penyakit
X, tanda dan gejala penyakit, serta cara menegakkan diagnosis.
Setelah mengikuti kuliah, para mahasiswa diharapkan dapat mengenali kasus
penyakit X.
Dengan kata lain, pada awal kuliah para mahasiswa telah mendapat
gambaran tentang apa cakupan/kerangka isi kuliah serta mengapa uraian
isi kuliah perlu diketahui.
Pendahuluan kuliah dapat pula berupa serangkaian pertanyaan yang bertujuan
untuk menarik perhatian mahasiswa. Sudah barang tentu pertanyaan tersebut

telah dirancang sedemikian rupa sehingga dapat dijawab apabila mahasiswa
mendengarkan kuliah dengan baik.
Dapat pula dalam pendahuluan dikemukakan "peraturan permainan" selama
kuliah, misalnya kapan mahasiswa boleh bertanya. Hal ini untuk mencegah
timbulnya pertanyaan "pada waktu yang salah" atau para mahasiswa tetap
membisu sampai akhir kuliah meskipun belum menangkap inti pembicaraan.
Dari hal-hal yang perlu diperhatikan dalam memberikan pendahuluan, jelas
terlihat bahwa pendahuluan kuliah harus dirancang sebaik-baiknya agar
perhatian mahasiswa tetap tinggi selama kuliah berlangsung, serta berbagai
hal yang disampaikan dalam kuliah akan lama tercantum dalam daya ingat
mahasiswa.

2. Bahan-Pokok Bahasan
Seperti yang telah dikemukakan sebelumnya, dalam pendahuluan kuliah telah
tergambarkan kerangka isi kuliah. Selanjutnya kerangka tersebut dijabarkan
atau diuraikan dalam pembahasan. Uraian dalam pembahasan tersebut harus
jelas bahan-bahan yang pokok atau yang penting. Dengan demikian
3

pengajar juga harus merancang bahan pokok yang mana yang akan diutarakan

dalam kuliah.
Dalam merancang uraian bahan bahasan, perlu pula dipikirkan beberapa faktor
agar uraian tidak menyimpang dari kerangka kuliah. Faktor yang perlu
diperhatikan tersebut antara lain ialah:
2.1. Kaitan bahan bahasan dengan pendahuluan.
Perancangan bahan bahasan harus berdasarkan kerangka kuliah yang
dinyatakan
dalam
bab
pendahuluan.
Kemungkinan
terjadi
penyimpangan uraian tentang bahan kuliah akan sangat kecil apabila
dalam menyusun bahan bahasan selalu mengacu pada butir-butir yang
terdapat pada pendahuluan.
Bila tidak dirancang dengan baik, dapat terjadi "pembobotan waktu"
yang tidak seimbang dalam menguraikan kerangka kuliah. Sebagai
contoh introduksi kuliah tentang penyakit X. Bila pengajar sangat
bergairah untuk menguraikan penyebab penyakit, maka waktu yang
tersisa untuk menjelaskan tentang tanda dan gejala penyakit serta cara

menegakkan diagnosis sangat sedikit. Padahal justru hal-hal yang
terakhir itu yang penting, dilihat dari segi tujuan kuliah (mahasiswa
diharapkan dapat mengenali kasus penyakit X).
Untuk menghindari hal tersebut, dikala menyusun rancangan juga
dicatat "jatah waktu" yang diperlukan untuk menguraikan masingmasing butir dalam kerangka kuliah.
2.2. Kejelasan Uraian.
Penjelasan mengenai bahan kuliah akan lebih mudah ditangkap oleh
mahasiswa apabila disertai contoh yang nyata. Misalnya tanda dan
gelaja penyakit X akan mudah diingat bila disertai gambar, slide atau
film. Demikian pula untuk istilah-istilah yang bagi mahasiswa masih
merupakan hal yang baru, perlu diberikan uraian ringkas yang tertulis
(glossary).
Pada dasarnya uraian akan lebih mudah ditangkap dan diingat jika
lebih banyak indera mahasiswa (penglihatan, pendengaran dll) yang
dirangsang pada waktu dilakukan penjelasan. Berdasarkan hal-hal
tersebut nampak bahwa "handout", lembar transparan untuk overhead
projector, slide dan alat bantu yang lain perlu dirancang agar berbagai
uraian akan benar-benar jelas bagi mahasiswa.

2.3. Perpindahan dari satu hal ke hal yang lain.

Penjelasan yang melompat-lompat dari suatu hal ke hal lain, akan
menurunkan perhatian mahasiswa terhadap uraian pengajar. Dengan
perancangan yang baik, perpindahan dari suatu hal ke hal yang lain
akan dirasakan sebagai kesatuan penjelasan yang utuh. Dengan kata
lain, pengajar harus merancang sedemikian rupa sehingga pada
4

pelaksanaannya para mahasiswa akan terus menerus terpukau pada
uraian yang disajikan.
3. Rangkuman/Kesimpulan.
Rangkuman kuliah akan sangat berpengaruh pada bagian mana dari kuliah
yang akan diingat oleh mahasiswa. Penyusunan rangkuman yang baik akan
mengaitkan kembali bahan bahasan dengan pendahuluan kuliah dan
tujuan kuliah.
Apabila seseorang pengajar memberikan serangkaian kuliah yang bersambungan (serial), maka dalam rangkuman perlu dinyatakan sekilas tentang
apa yang telah dijelaskan pada kuliah yang lalu serta apa yang akan dijelaskan
pada kuliah yang akan datang.
Secara ringkas mengenai 3 bagian yang terdapat dalam suatu kuliah yang utuh
dapat dinyatakan sebagai berikut:
i. beritahukan apa yang akan pengajar jelaskan (introduksi)

ii. jelaskan kepada mahasiswa (bahan bahasan)
iii. beritahukan apa yang sudah dijelaskan (rangkuman)
SARANA PEMBANTU APA YANG PERLU DIPERHATIKAN DALAM MERANCANG KULIAH?
Selain perangkat lunak yang harus dirancang, perlu pula direncanakan penggunaan
sarana pembantu yang antara lain berupa sound system, overhead/slide projector.
Persiapan sarana pembantu yang berfungsi dengan baik diperlukan untuk
menghidari timbulnya gangguan kelancaran kuliah.
Sudah barang tentu perlu pula dirancang hand out yang akan dibagikan kepada
mahasiswa, yang akan sangat memperlancar proses belajar-mengajar.
SELAMA KULIAH
LAKUKAN?

BERLANGSUNG, HAL-HAL

APA YANG

PERLU

DI-


Untuk menghindarkan cepatnya timbul rasa jemu pada mahasiswa, perlu dilakukan
pengaturan tekanan dan kecepatan berbicara selama kuliah berlangsung.
Perubahan suara tersebut juga diperlukan untuk menekankan hal-hal yang penting
atau prinsip yang harus selalu diingat oleh mahasiswa.
Usahakan agar selama kuliah berlangsung, selalu terjadi komunikasi yang interaktif.
SESUDAH KULIAH BERLANGSUNG, HAL APA YANG PERLU DILAKUKAN?
Dalam rangka upaya untuk selalu memperbaiki mutu kuliah yang sudah berlalu,
perlu dilakukan evaluasi. Evaluasi ini dapat dilakukan oleh mahasiswa atau oleh
sesama pengajar yang mengikuti sejak awal kegiatan.
Alat (instrumen) serta cara untuk mengevaluasi harus dikembangkan terlebih
dahulu, agar data yang didapat betul-betul sah(valid) dan terandalkan (reliable).
5

DISKUSI KELOMPOK
Bentuk pengalaman belajar yang lain ialah diskusi kelompok. Nampaknya cara ini
lebih disenangi oleh para mahasiswa, tetapi masih kurang dihayati oleh pengajar.
Akibatnya semua kegiatan dalam proses belajar-mengajar asalkan terdiri dari
beberapa orang yang berbincang-bincang disebut sebagai diskusi kelompok.
Diskusi kelompok yang dimaksud dalam tulisan ini ialah kegiatan dalam proses
belajar-mengajar yang terdiri dari 8 - 10 mahasiswa yang didampingi oleh seorang

pengajar sebagai fasilitator atau narasumber. Sebelum diskusi dilakukan, harus jelas
sasaran atau hasil (output) yang akan dicapai. Dalam hal ini harus jelas dan terinci
tujuan pendidikan yang akan dicapai dengan cara melaksanakan diskusi
kelompok. Biasanya hasil diskusi kelompok merupakan suatu fragmen (bagian) dari
suatu pengetahuan yang utuh dalam cabang ilmu tertentu. Dengan demikian dalam
menyusun sasaran harus dimunculkan keterkaitan atau relevansi dengan fragmen
lain maupun dengan cabang ilmu yang lain. Sebaiknya diungkapkan dengan jelas
keterkaitan dan relevansi dengan kemampuan akhir sebagai sarjana.
Secara umum tujuan diskusi kelompok ialah untuk mendalami suatu substansi ilmu
yang pernah diperoleh sebelumnya (prior knowledge) atau memperluas wawasan
dan “menggali” (eksplorasi) pengetahuan baru yang belum pernah diketahui oleh
mahasiswa.
Penerapan bentuk pengalaman belajar diskusi kelompok ini semakin berkembang
setelah diterapkan metoda Belajar Berdasarkan Masalah (Problem Based
Learning). Dengan metoda tersebut bentuk pengalaman belajar kuliah semakin
kecil perannya. Bahkan kuliah dilaksanakan hanya berdasarkan kebutuhan dan
permintaan mahasiswa serta dinilai pengajar perlu untuk diberikan. Namun
demikian, kuliah tersebut juga harus dirancang sebagaimana mestinya seperti yang
diuraikan pada bab sebelumnya.
Beberapa kemampuan (competence) yang dapat dicapai melalui diskusi kelompok
antara lain ialah:
1. kemampuan berkomunikasi dengan baik yang mencakup:
· kemampuan untuk mendengarkan baik-baik pembicaraan temannya
· kemampuan untuk menjelaskan suatu hal dengan kata-kata yang dapat
dipahami oleh temannya
2. kemampuan untuk berpola pikir yang komprehensif maupun integratif.
3. kemampuan untuk belajar mandiri serta mengembangkan kreatifitas.
Dengan demikian diskusi kelompok dapat digunakan untuk menggugah perubahan
sikap serta pola pikir. Selain itu substansi yang telah dikuasai mahasiswa dapat
di"retensi" lebih lama dibandingkan dengan cara mengikuti kuliah.
Berbeda dengan dalam kegiatan kuliah, peran pengajar tidak lagi hanya sebagai
pemberi informasi. Pengajar harus mampu "membawa" kelompok mahasiswa untuk
mencapai tujuan pendidikan yang telah ditetapkan sebelumnya, dalam waktu
yang tersedia. Dalam hal ini pengajar dituntut untuk dapat mempercepat (fasilitasi)
proses belajar serta dapat memberikan penjelasan tentang substansi ilmu terutama
yang “sukar dicerna” oleh mahasiswa. Dengan kata lain pengajar harus dapat
6

berperan sebagai fasilitator dan narasumber. Dalam melaksanakan kedua peran
tersebut pengajar harus berupaya agar pada mahasiswa terbentuk pola pikir yang
integratif.
Sebagai fasilitator, pengajar berfungsi antara lain:
 meningkatkan motivasi berdiskusi, khususnya bagi mahasiswa yang kurang
aktif
 mengurangi "dominasi" seseorang mahasiswa
 memperbaiki penyimpangan pola pikir
 mengusahakan agar masing-masing mahasiswa mendapat kesempatan yang
sama dalam mengemukakan pendapatnya
 memantau rencana kerja kelompok sehingga semua tugas mahasiswa dapat
terselesaikan dalam waktu yang tersedia
Diskusi kelompok yang bertujuan untuk pendalaman substansi ilmu dapat dibagi
dalam 2 jenis yaitu jenis pengkajian (review) dan jenis penerapan (application).
Pada dasarnya kedua jenis tersebut mempunyai tujuan yang sama, yaitu untuk
memperkuat pemahaman tentang hal-hal yang pernah didapatnya. Meskipun
demikian pada jenis pengkajian lebih ditekankan kepada teori (kognitif) sedangkan
jenis penerapan lebih menekankan pada memperkuat pemahaman (reinforcement)
konsep-konsep teori melalui praktek (psikomotor).
Diskusi kelompok yang bertujuan untuk eksplorasi substansi baru, biasanya
untuk membahas substansi ilmu yang belum pernah diketahui oleh mahasiswa.
Melihat pada berbagai hal mengenai diskusi kelompok tersebut, jelas bahwa
kegiatan itu harus dirangcang sebaik-baiknya agar diskusi kelompok dapat
terlaksana dengan efektif dan efisien.
BAGAIMANA MERANCANG DISKUSI KELOMPOK JENIS PENGKAJIAN?
Langkah awal untuk merancang diskusi jenis ini ialah harus diketahui terlebih dahulu
tingkat pengetahuan-awal mahasiswa. Selanjutnya ditetapkan tujuan pendidikan
yang harus dicapai oleh kelompok. Kemudian sebagai alat (instrumen) untuk
mencapai tujuan pendidikan tersebut dapat disusun masalah pemicu beserta
pertanyaan-pertanyaan. Biasanya masalah pemicu serta pertanyaan tersebut
dituangkan dalam lembar tugas. Tugas tersebut disusun sedemikian rupa sehingga
apabila semua pertanyaan dapat dijawab dengan baik, berarti tujuan pendidikan
telah tercapai.
Dalam merancang diskusi jenis pengkajian ini, dituntut kemahiran pengajar dalam
menyusun lembar tugas yang serasi dengan tujuan pendidikan, menyiapkan bahan
pustaka yang digunakan sebagai acuan selama diskusi berlangsung, merencanakan
alokasi waktu, memperkirakan bentuk "campurtangan" (intervensi) pengajar, serta
kemampuan memantau (monitor) proses diskusi. Bentuk intervensi ini dapat
beragam jenis antara lain berupa "kuliah sisipan" yang diberikan sesuai kebutuhan
mahasiswa.
BAGAIMANA MERANCANG DISKUSI KELOMPOK JENIS PENERAPAN?
7

Seperti yang telah diutarakan sebelumnya, diskusi jenis ini lebih dikenal sebagai
diskusi di kala praktek. Tujuan pendidikan yang akan dicapai lebih menekankan
pada kemampuan penerapan teori ke dalam praktek atau kemampuan menganalisis
hasil praktikum dengan menjelaskan teori yang mendasarinya. Bergantung kepada
tingkat pendidikan mahasiswa, diskusi kelompok jenis penerapan ini dapat
dikembangkan untuk mencapai kemampuan mengsintesis serta merancang
pengelolaan suatu masalah. Dengan kata lain melalui diskusi kelompok jenis
penerapan terjadi penguatan (reinforcement) berbagai konsep/prinsip teori.
Pada dasarnya cara merancang diskusi jenis penerapan sama dengan diskusi jenis
pengkajian. Perbedaan lebih nampak pada sarana yang harus dipersiapkan. Pada
diskusi jenis penerapan lebih banyak direncanakan penyiapan alat yang berfungsi
dengan baik, petunjuk penggunaan alat (operational manual), simulasi bahkan
pasien, yang jumlah dan jenisnya disesuaikan dengan tujuan pendidikan serta
jumlah mahasiswa yang mengikuti diskusi kelompok.
Perlu diingat oleh pengajar agar dalam merancang diskusi kelompok selalu
memperhatikan metoda yang dapat memacu kreatifitas mahasiswa.
SELAMA DISKUSI KELOMPOK BERLANGSUNG, HAL APA YANG PERLU
DILAKUKAN OLEH PENGAJAR?
Pada prinsipnya pengajar tidak boleh terlalu aktif. Keaktifan harus berkembang pada
masing-masing mahasiswa. Namun demikian pengajar harus terus menerus mengamati jalannya diskusi kelompok.
Hal itu diperlukan agar peyimpangan-penyimpangan yang terjadi, misalnya diskusi
yang berlarut-larut tanpa kejelasan tujuan, dapat segera diintervensi untuk dilakukan
penyesuaian. Di samping itu bila terjadi perbedaan pendapat antar mahasiswa,
pengajar tidak boleh berperan sebagai "hakim", yaitu menyalahkan atau
membenarkan salah satu pendapat. Jawaban yang tepat sebaiknya ditemukan
sendiri oleh para mahasiswa.
Pemantauan yang dilakukan pengajar tersebut juga dapat digunakan untuk
menentukan perlu tidaknya diberi kuliah "sisipan" , baik karena tingkat kebutuhan
mahasiswa atau karena minimnya kepustakaan yang terdapat di institusi pendidikan.
SETELAH DISKUSI KELOMPOK BERLANGSUNG, HAL APA YANG PERLU
DILAKUKAN OLEH PENGAJAR?
Sama halnya dengan kuliah, setelah kegiatan diskusi berakhir perlu dilakukan
evaluasi. Tujuan evaluasi ini ialah untuk melakukan tindakan penyesuaian agar
diskusi yang akan diselenggarakan berikutnya menjadi lebih baik, khususnya dalam
efisiensi dan efektifitas.

Penutup

8

Dari uraian tentang bentuk pengalaman belajar, jelas terlihat bahwa keberhasilan
penyelenggaraan kuliah atau diskusi kelompok sangat ditentukan oleh perancangan
yang disusun secara rinci.
Perancangan dapat dilakukan dengan baik apabila diikuti setiap langkah secara
berurutan dengan memperhatikan berbagai faktor yang mempengaruhinya. Untuk
memudahkan perancangan tersebut secara rinci dapat dilakukan dengan cara
menyusun tata alir kegiatan (flowchart) yang berisi:
1. jenis kegiatan
2. hasil (output) setiap kegiatan yang mengacu pada tujuan pendidikan
3. waktu mulai dan lama (durasi) setiap kegiatan
4. pengajar sebagai narasumber dan sebagai fasilitator
5. sarana termasuk ruang diskusi, bahan kepustakaan, alat bantu pengajaran
Dalam melaksanakan proses belajar-mengajar, sebaiknya diupayakan agar bentuk
pengalaman belajar yang dipilih dapat menopang proses belajar mandiri,
menumbuhkan kreatifitas serta mengembangkan pola pikir yang komprehensif
maupun integratif yang mantap, pada masing-masing mahasiswa.
KEPUSTAKAAN
1. BUGHMAN; The Lecture method of instruction, Development of Educational Programmes
for the Health Professions, Public Health Papers 52, WHO, 1973
2. P. FOLEY, J. SMILANSKY; Teaching Techniques, A Handbook for Health Professionals,
Mc. Hill, Inc, 1980
3. E. KEMP; Instructional Design, A Plan for Unit and Course Development, 2nd Ed., FearonPitman Publishers, Inc., 1977.
4. E. MILLER; Teaching Large Groups, Educational Strategies for the Health Professions,
Public Health Papers 61, WHO, 1974
5. PERLMUTTER; Dynamics of a learning group, Educational Strategies for the Health
Professions, Public Health Papers 61, WHO, 1974
---oOo---

9