PERADABAN ISLAM MASA BANI UMAYYAH II.doc

PERADABAN ISLAM MASA BANI UMAYYAH II (DI ANDALUSIA)
A. PENDAHULUAN
Dalam masa lebih dari tujuh abad kekuasaan pada periode Islam
klasik. Andalusia mencapai puncak keemasannya. Banyak prestasi yang
mereka peroleh bahkan pengaruhnya membawa Eropa dan kemudian dunia
kepada kemajuan yang lebih kompleks, Andalusia juga dikatakan mampu
menyaingi Baghdad yang ada di timur. Banyak orang Eropa mendalami studi
di Universitas-Universitas Islam di sana. Ketika itu bisa dikatakan, Islam telah
menjadi guru bagi orang Eropa. Selama delapan abad, Islam pernah berjaya di
bumi Eropa (Andalusia) dan membangun peradaban yang gemilang. Namun
peradaban yang di bangun dengan susah payah dan kerja keras kaum
Muslimin itu, harus ditinggalkan dan dilepas begitu saja karena kelemahankelemahan yang terjadi di kalangan kaum Muslimin sendiri dan karena
keberhasilan Bangsa Barat atau Eropa bangkit dari keterbelakangan.
Kebangkitan yang meliputi hampir semua elemen peradaban, terutama di
bidang politik yakni dengan dikalahkannya kerajaan-kerajaan Islam dan
bagian dunia lainnya sampai kemajuan di bidang science dan teknologi.
B. PEMBAHASAN
1. Penaklukan dan Pemerintahan
Al Andalus berarti “untuk menjadi hijau pada akhir musim panas”
dan merujuk pada wilayah yang diduduki oleh kerajaan Muslim di
Spanyol Selatan yang meliputi kota-kota seperti Almeria, Malaga, Zadiz,

Huelva, Seville, Cordoba, Jaen dan Granada.
Andalusia terletak di benua Eropa barat daya dengan batas-batas
ditimur dan tenggara adalah laut tengah, diselatan benmua Afrika yang
terhlang oleh selat Gibraltar, dibarat samudra atlantik dan utara ole teluk
Biscy. Pegunungan Pyneria ditimur laut membatasi Andalusia dengan
Prancis. Andalusia adalah sebutan pada masa Islamm bagi daerah yang
dikenal dengan senanjung Liberia (kurang lebih 93 % wilayah Spanyol,
sisanya Portugal) dan Vadalusia. Sebutan ini berasal dari kata Vandalusia,

yang berarti negeri bangsa vandal, karena bagian selatan semenanjung itu
pernah dikuasai oleh bangsa Vandal sebelum mereka diusir ke Afrika
Utara oleh Bangsa Goth pada abad ke 5 M.
Kondisi sosial masyarakat Andalusia menjelang penaklukan Islam
sangat memprihatinkan. Masyarakat terpolarisasi ke dalam beberapa kelas
sesuai dengan latar belakang sosialnya. Sehingga ada masyarakat kelas
satu,dua dan tiga. Kelompok masyarakat kelas satu, yakni penguasa,
terdiri atas raja, para pangeran, pembesar istana, pemuka agama dan tuan
tanah besar. Kelas dua terdiri atas tuan-tuan anak kecil. Tuan tanah kecil
adalah golongan rakyat kecil adalah golongan rakyat kelas dua (second
citizen). Kelompok masyarakat kelas tiga terdiri atas pada budak termasuk

budak tani yang nasibnya tergantung pada tanah, penggembala, nelayan,
pandai besi, orang Yahudi dan kaum buruh dengan imbalan makan dua
kali sehari. Mereka tidak dapat menikmati hasil tanah yang mereka garap.
Rakyat kelas dua dan tiga yang sangat tertindas oleh kelas atas banyak lari
ke hutan karena trauma dengan penindasan para penguasa. Demi
mempertahankan hidup, mereka terpaksa harus mencari nafkah dengan
jalan membunuh, merampas atau membajak. Dekadensi moral mereka itu
bersamaan dengan jatuhnya ekonomi mereka.
Penaklukan oleh pasukan atas Andalusia memberi dampak positif
yang

luar

biasa.

Andalusia

dijadikan

tempat


ideal

dan

pusat

pengembangan budaya. Ketika peradaban Eropa tenggelam dalam
kegelapan dan kehancuran, obor Islam menyinari seluruh Eropa melalui
Andalusia, kepada bangsa Vandhal, Goth dan berber. Islam menegakkan
keadilan yang belum dikenal sebelumnya. Rakyat jelata tertindas yang
hidup dalam kegelapan mendapat sinar keadilan, memiliki kemerdekaan
hidup dan menentukan nasibnya sendiri. Para budak pada bangsa Goth
dimerdekakan oleh para penguasa Muslim dan diberi pekerjaan yang
sesuai dengan kemampuannya. Sikap toleransi kaum muslim adalah
perjanjian damai dengan pihak para penguasa yang telah ditaklukkan.
Kebebasan, persamaan dan persaudaraan yang diterapkan, memungkinkan
bangsa-bangsa yang ditaklukkan itu ikut ambil bagian dalam pemerintahan

bersama-sama dengan para penguasa Muslim. Jadi Islam tidak mengenal

adanya perbedaan kasta dan keyakinan. Saat ditaklukan, tingkat peradaban
Andalusia sangat rendah dan keadaan umumnya begitu menyedihkan,
sehingga kaum Muslim lebih banyak mengajar dari pada belajar. Eropa
sendiri di satu pihak diganggu oleh bangsa Berber Jerman. Sementara itu
filsafat Yunani dan ilmu pengetahuan telah lama pindah tempat ke Syria
dan Persia.
Penaklukan semenanjung ini diawali dengan pengiriman 500 orang
tentara muslim di bawah pimpinan Tarif bin Malik pada Ramadhan tahun
91 H/710 M. Ia dan pasukannya mendarat di sebuah tempat yang diberi
nama Tarifa. Ekspedisi ini berhasil dan tariff kembali ke Afrika Utara
membawa banyak ghanimah. Musa bin Nushair, Gubernur Jenderal Al
Maghrib di Afrika Utara kala itu, kemudian mengirimkan 7000 orang
tentara dibawah pimpinan Thariq bin Ziyad. Ekpsedisi kedua ini mendarat
di bukit karang Gibraltar (Jabal At Thariq) pada tahun 92 H/711. Diatas
bukit itu, Thariq berpidato untuk membangkitkan semangat juang
pasukannya, karena tentara musuh yang akan dihadapi jumlahnya 100.000
orang. Thariq mendapat tambahan 5000 orang tentara dari Afrika Utara
sehingga total jumlah pasukannya menjadi 12.000 orang.
Pertempuran pecah di dekat muara sungai Salado (Lagend Janda)
pada bulan Ramadhan 92 H/19 Juli 711. Pertempuran ini mengawali

kemenangan Thariq dalam pertempuran-pertempuran berikutnya, sampai
akhirnya Toledo, ibukota Gothia Barat, dapat direbut pada bulan
September tahun itu juga. Bulan Juni 712 M. Musa berangkat ke
Andalusia membawa 18.000 orang tentara dan menyerang kota-kota yang
belum ditaklukkan oleh Thariq sampai bulan Juni tahun berikutnya. Di
kota kecil Talavera, Thariq menyerahkan kepemimpinan pada Musa. Pada
saat itu pula Musa mengumumkan Andalusia menjadi bagian dari wilayah
kekuasaan Bani Umayyah yang berpusat di Damaskus. Penaklukan
selanjutnya diarahkan ke kota-kota bagian utara hingga mencapai kaki
pegunungan Pyrenia. Di balik pegunungan itu terbentang tanah Galia di
bawah kekuasaan bangsa Prancis. Musa berambisi menaklukkan wilayah

dibalik pegunungan itu, namun Khalifah Al Walid tidak merestuinya
bahkan ia memanggil Musa dan Thariq untuk pulang ke Damaskus.
Sebelum berangkat Musa menyerahkan kekuasaan kepada Abd Al Aziz
bin Musa. Abd Aziz berhasil menaklukkan Andalusia sudah jatuh ke
tangan umat Islam, kecuali Galicia sebuah kawasan yang terjal dan tandus
di bagian barat laut semenanjung itu.
Andalusia menjadi salah satu propinsi dari daulah Bani Umayyah
sampai tahun 132 H/ 750 M. Selama periode tersebut, para gubernur

Umawiyah di Andalusia berusaha mewujudkan impian Musa bin Nushair
untuk menguasai Galia. Akan tetapi, dalam pertempuran Poitiers didekat
Tours pada tahun 114 H/ 732 M tentara Islam dibawah pimpinan Abd AlRahman Al-Ghafiq di pukul mundur oleh tentara Nasrani Eropa dibawah
pimpinan Kartel Martel. Itulah titik akhir dari serentetan sukses umat
Islam di Utara pegunungan Pyneria. Setelah itu mereka tidak pernah
meraih kemenangan yang berarti dalam menghadapi serangan balik kaum
Nasrani Eropa. Ketika daulah Bani Umayyah runtuh pada tahun 132 H/
750 M. Andalusia menjadi salah satu propinsi dari daulah Bani Abbas
sampai Abd Al Rahman bin Muawiyah, cucu khalifah Umawiyah
kesepuluh Hisyam bin Abd Malik, memproklamasikan propinsi itu sebagai
Negara yang berdiri sendiri pada tahun 138 H/756 M. Sejak proklamasi
itu. Andalusia memasuki babak baru sebagai sebuah Negara berdaulat di
bawah kekuasaan Bani Umayyah II yang beribukota di Codova sampai
tahun 422 H/1031.
Sejak pertama kali menginjakkan kaki di tanah Andalusia hingga
jatuhnya kerajaan Islam terakhir di sana, Islam memainkan peranan yang
sangat yang dilalui umat Islam di Andalusia dapat dibagi menjadi enam
periode:
a. Periode Pertama (711-755 M)
Pada periode ini, Andalusia berada di bawah pemerintahan para

wali yang diangkat oleh khalifah Bani Umayyah yang berpusat di
Damaskus. Pada periode ini stabilitas politik Andalusia belum tercapai
secara sempurna, gangguan-gangguan masih terjadi baik dari dalam

maupun luar. Gangguan dari dalam antara lain berupa perselisihan
diantara elit penguasa, terutama akibat perbedaan etnis dan golongan,
terutama antara Basbar asal Afrika Utara dan Arab. Di dalam etnis
Arab sendiri, terdapat dua golongan yang terus menerus bersaing, yaitu
suku Qaisy (Ara Utara) dan Arab Yamani (Arab Selatan). Perbedaan
etnis ini seringkali menimbulkan konflik politik, terutama ketika tidak
ada figur penguasa yang tangguh. Itulah sebabnya di Andalusia pada
saat itu, tidak ada gubernur yang mampu mempertahankan
kekuasaannya dalam jangka waktu yang agak lama.
b. Gangguan dari luar dari sisa-sisa musuh lama di Andalusia yang
bertempat tinggal di daerah-daerah pegunungan yang memang tidak
pernah tunduk kepada pemerintahan Islam. Karena seringnya konflik
internal dan berperang menghadapi musuh dari luar, maka dalam
periode ini Andalusia belum memasuki kegiatan pembangunan di
bidang peradaban dan kebudayaan. Periode ini berakhir dengan
datangnya Abd AL Rahman Al Dakhil pada tahun 138 H/755 M.

c. Periode Kedua (755-912 M)
Pada periode ini, Andalusia berada di bawah pemerintahan
amir, tetapi tunduk kepada pusat pemerintahan Islam yang ketika itu
dipegang oleh khalifah Abbasiyah di Baghdad. Penguasa Andalusia
pada periode ini adalah Abd Al Rahman Al Dakhil, Hisyam I, Hakam
I, Abd Al Rahman Al Ausath, Muhammad bin Abd Al Rahman,
Munzir bin Muhammad dan Abdullah bin Muhammad.
Mengenai Ad Dakhil, diceritakan sewaktu Dinasti Bani
Umayyah tumbang oleh Dinasti Abbasiyah terjadi pembunuhan massal
dan pengejaran terhadap sisa-sisa keluarga Umayah. Ia melarikan diri
menyusuri Afrika Utara hingga tiba di Meknes. Maroko dan pindah ke
Melilla, dekat Ceuta di Pesisir Laut Tengah menghadap semenanjung
Liberia. Inilah buat pertama kalinya seorang pangeran Bani Umayyah
masuk ke Andalusia, sehingga ia mendapat gelar Ad Dakhil. Setelah
melumpuhkan penguasa Andalusia, Yusuf bin Abd Ar Rahman, ia
akhirnya berkuasa di sana.

Pada periode ini, Andalusia mulai memperoleh kemajuankemajuan, baik dalam bidang politik maupun dalam bidang perdaban.
Abd Al Rahman Al Dakhil mendirikan masjid Cordova dan sekolahsekolah di kota-kota besar. Hisyam dikenal berjasa dalam menegakkan
hukum Islam dan Hukum dikenal sebagai pembaharu dalam bidang

militer. Dialah yang memprakarsai tentara bayaran di Andalusia.
Sedang Abd Al Rahman Al Ausath dikenal sebagai penguasa yang
cinta ilmu.
Para periode ini, berbagai ancaman dan kerusakan terjadi. Pada
pertengahan abad ke 9 M. Stabilitas munculnya gerakan Kristen
fanatik yang mencari kesyahidan (Martydom). Tetapi gerakan ini tidak
mendapat simpati di kalangan intern Kristen sendiri, karena
pemerintahan Islam kala itu mengembangkan kebebasan beragama.
Peribadatan tidak dihilangi, bahkan mereka juga tidak dihalangi
bekerja sebagai pegawai pemerintahan atau menjadi karyawan pada
instansi militer. Gangguan politik paling serius datang dari umat Islam
sendiri. Golongan pemberontak di Toledo pada tahun 852 M
membentuk Negara kota dan bertahan sampai 80 tahun. Disamping itu,
sejumlah orang yang tidak puas terhadap penguasa melancarkan
revolusi, yang terpenting diantaranya pemberontakan Hafshun dan
anaknya yang berpusat di pegunungan dekat Malaga.
d. Periode Ketiga (912-1013 M)
Pada periode ini, Andalusia diperintah oleh penguasa dengan
gelar khalifah. Penggunaan gelar ini berawal dari berita bahwa al
muktadir. Khalifah Bani Abbasiyah di Baghdad meninggal dunia

dibunuh oleh pengawalnya sendiri. Maka Abdurrahman III menilai
bahwa keadaan ini menunjukkan suasana pemerintahan Abbasiyah
sedang berada dalam kemelut. Ia berpendapat bahwa saat ini
merupakan moment yang paling tepat untuk memakai gelar khalifah
yang telah hilang dari kekuasaan Bani Umayyah selama 150 tahun
lebih. Maka dari itu, gelar khalifah ini mulai dipakai sejak tahun 929
M Khalifah besar yang memerintah pada periode ini yaitu Abd Al

Rahman Al Nasir (912-916 M), Hakam II (961-976M) dan Hisyam II
(976-1009M).
Pada periode ini, Andalusia mencapai puncak kemajuan dan
kejayaan, menyaingi Baghdad di timur. Al Nashir mendirikan
universitas di Cordova yang perpustakaannya memiliki koleksi ratusan
ribu buku. Hakam II juga juga seorang kolektor buku dan pendiri
perpustakaan.

Pada

masa


ini,

masyarakat

dapat

menikmati

kesejahteraan dan kemakmuran. Pembangunan kota berlangsung cepat.
e. Periode ke empat (1013-1086)
Pada periode ini. Andalusia terpecah menjadi lebih 20 kerajaan
kecil. Masa ini disebut Muluk al-Thawaif (Raja Golongan) mereka
mendirikan kerajaan berdasarkan etnis Barbar. Slovia atau Andalus
yang bertikai satu sama lain sehingga menimbulkan keberanian umat
Kristen di utara untuk menyerang. Ironisnya, kalau terjadi perang
saudara, para pihak yang bertikai sering meminta bantuan kepada rajaraja Kristen. Periode ini meskipun terjadi ketidakstabilan tetapi dalam
bidang peradaban mengalami kemajuan karena masing-masing ibu
kota kerajaan lokal ingin menyaingi Cordova sehingga muncullah
kota-kota besar seperti Toledo, Sevilla, Malaga, dan Granada.
f. Periode ke lima (1086-1248)
Pada periode ini meskipun Andalusia terpecah-pecah dalam
beberapa Negara, tetapi terdapat satu kekuatan yang dominan, yakni
dinasti Murabhitun (1086-1143) dan dinasti Muwahidun (1146-1235
M). murabhitun pada mulanya adalah sebuah gerakan agama yang
didirikan oleh Yusuf bin Tasytin di Afrika Utara. Ia masuk ke
Andalusia atas undangan penguasa islam di sana yang tengah memikul
beban berat perjuangan mempertahankan negeri dari serangan orang
Kristen. Ia dan tentaranya masuk Andalusia pada tahun 1086 M dan
berhasil mengalahkan pasukan Castilia. Karena perpecahan di
kalangan raja- raja muslim, Yusuf melangkah lebih jauh untuk
menguasai Andalusia dan berhasil. Tetapi sepenggantinya adalah rajaraja yang lemah. Pada tahun 1143 M, kekuasaan dinasti ini berakhir
baik di Afrika Utara maupun Andalusia sendiri.

g. Sepeninggal

murabhitun,

muncul-muncul

dinasti

kecil,

tapi

berlangsung tiga tahun. Pada tahun 1146 M, dinasti muwahidun di
afrika utara yang didirikan oleh mehammad bin tumart. Dinasti ini
datang ke Andalusia dibawah pimpinan abd al mun’im. Antara tahun
1114 dan 1115 M, kota-kota muslim penting di Andalusia seperti
cordova. Almeria dan cannada jatuh di bawah kekuasaannya. Untuk
jangka beberapa decade, dinasti ini mengalami banyak kemajuan.
Kekuatan-kekuatan Kristen dapat dipukul mundur akan tetapi, tidak
lama setelah itu Muwahhidun mengalami keambrukan. Tentara
Kristen, pada tahun 1212 M, mendapat kemenangan besar di Las
Navas

de

Tolesa.

Kekalahan-kekalahan

yang

dialami

oleh

Muwahhidun memaksa penguasanya keluar dari Andalusia dan
kembali ke Afrika utara pada tahun 1235 M. Tahun 1238 M cordova
jatuh ke tangan penguasa Kristen dan Seville jatuh di tahun 1248 M.
Seluruh Andalusia kecuali Granada lepas dari kekuasaan islam.
h. Periode ke enam (1248-1492)
Pada periode ini, islam hanya berkuasa di daerah Granada. Di
bawah Dinasti Bani Ahmar (1232-1492 M) yang didirikan oleh
Muhammad bin Yusuf bin Nasr bin al-Ahmar. peradaban mengalami
kemajuan tetapi hanya berkuasa di wilayah yang kecil seperti pada
masa kekuasaan Abdurrahman an-Nashir. Namun pada dekade terakhir
abad 14 M, dinasti ini telah lemah akibat perebutan kekuasaan.
Kesempatan ini dimanfaatkan oleh kerajaan Kristen yang telah
mempersatukan diri melalui pernikahan antar Esabella dan Aragon
dengan raja Ferdinand dari Castilla untuk bersama-sama merebut
kerajaan Granada. Pada tahun 1487 menguasai Almeria tahun 1492
menguasai Granada. Raja terakhir Granada, Abu Abdullah, melarikan
diri ke Afrika Utara.
Pada akhir abad ke 14 M pihak Kristen sangat antusias untuk
mengkristenkan pemeluk yahudi dan muslim. Pada 1391 yahudi
dipaksa menerima Baptisme tahun 1478 program pemaksaan agama
diresmikan dan memerintahkan yahudi untuk memilih baptisme atau

pengusiran. Tahun 1492 nyaris seluruh pemeluk yahudi diusir dari
Andalusia.
i. Gerakan reconquisa terus berlanjut. Tahun 1499, kerajaan Kristen
Granada melakukan pemaksaan orang islam untuk menganut Kristen
dan buku-buku tentang islam di bakar. Tahun 1502 kerajaan Kristen
ini mengeluarkan perintah supaya orang islam Granada keluar dari
negri ini kalau tidak mau menjadi Kristen. Umat islam harus memilih
antara masuk Kristen atau keluar dari andalus sebagai orang terusir.
Maka banyak orang islam yang menyembunyikan keislamannya dan
melahirkan

kekristenannya.

Timbul

pula

pemberontakan-

pemberontakan. Pada tahun 1596, muslim Granada memberontak
dibantu oleh Kerajaan Usmaniyah. Antara tahun 1609-1614 M kirakira sekitar setengah juta kaum muslimin Andalusia pindah ke Afrika
Utara. Ini merupakan perpindahan terakhir umat islam Andalusia.
Sejak saat itu tak ada lagi umat islam di Andalusia.
2. Kemajuan Peradaban
a. Di Bidang Ilmu Pengetahuan
Pemisahan Andalusia dari Bagdad secara politis, tidak
berpengaruh terhadap transisi keilmuan dan peradaban antara
keduanya. Banyak muslim Andalusia yang menuntut ilmu di negeri
islam belahan timur dan tidak sedikit pula ulama dari timur yang
mengembangkan ilmunya di Andalusia.
Prestasi umat islam dalam memajukan ilmu pengetahuan tidak
diperoleh secara kebetulan, melainkan dengan kerja keras melalui
beberapa tahapan sistem pengembangan. Mula-mula dilakukan
beberapa penerjemah kitab-kitab klasik Yunani, Romawi, India,
Persia. Kemudian dilakukan pensyarahan dan komentar terhadap
terjemahan tersebut, sehingga lahir komentator-komentator muslim
kenamaan. Setelah itu dilakukan koreksi teori-teori yang sudah ada,
yang acap kali melahirkan teori baru sebagai hasil renungan pemikirpemikir muslim sendiri. Oleh karena itu, umat islam tidak hanya
berperan sebagai jembatan penghubung warisan budaya lama dari

zaman klasik ke zaman baru. Terlalu banyak teori orisinil temuan
mereka yang besar sekali artinya sebagai dasar ilmu pengetahuan
modern.
Perkembangan pesat ilmu pengetahuan dan filsafat pada masa
itu tidak terlepas kaitannya dari kerjasama yang harmonis antara
penguasa, hartawan dan ulam. Umat islam di Negara-Negara islam
waktu itu berkeyakinan bahwa memajukan ilmu pengetahuan dan
kebudayaan umumnya, merupakan salah satu kewajiban pemerintahan.
Kesadaran kemanusiaan dan kecintaan akan ilmu pengetahuan yang
dimiliki oleh para pendukung ilmu telah menimbulkan hasrat untuk
mengadakan

perpustakaan-perpustakaan,

disamping

mendirikan

lembaga-lembaga pendidikan. Sekolah dan perpustakaan umum
maupun pribadi banyak dibangun di berbagai penjuru kerajaan, sejak
dari kota besar sampai ke desa-desa.
Andalusia pada kala itu sudah mencapai tingkat peradaban
yang sangat maju, sehingga hampir tidak ada seorang pun
penduduknya yang buta huruf. Dalam pada itu, Eropa Kristen baru
mengenal asas-asas pertama ilmu pengetahuan, itu pun terbatas hanya
pada beberapa orang pendeta saja. Dari Andalusia ilmu pengetahuan
dan peradaban Arab mengalir ke Negara-negara Eropa Kristen, melalai
kelompok-kelompok terpelajar mereka yang pernah menuntut ilmu di
universitas Cordova, Malaga, Granada, Sevilla atau lembaga-lembaga
ilmu pengetahuan lainnya Andalusia. Yang pada gilirannya kelak akan
mengantarkan Eropa memasuki periode baru masa kebangkitan.
Bidang-bidang ilmu pengetahuan yang paling menonjol antara lain:
1) Filsafat
Islam di Andalusia telah mencatat satu lembaran budaya
yang sangat brilian dalam bentangan sejarah islam. Ia berperan
sebagai jembatan penyeberangan yang di lalui ilmu pengetahuan
Yunani Arab ke Eropa abad ke 12 minat terhadap filsafat dan ilmu
pengetahuan mulai dikembangkan pada abad ke-9 selama
Pemerintahan Bani Umayyah. Tokoh pertama dalam sejarah

filsafat Andalusia adalah Abu Bakr Muhammad bin al-Syaigh yang
terkenal dengan nama Ibnu Bajjah. Karyanya adalah Tadbir almuwahhid, tokoh kedua adalah Abu Bakr bin Thufail yang banyak
menulis masalah kedokteran, astronomi dan filsafat. Karya
filsafatnya yang terkenal adalah Hay bin Yaqzhan. Tokoh terbesar
dalam bidang filsafat di Andalusia adalah Ibnu Rusyd dari cordova.
Ia menafsirkan naskah-naskah Aristoteles dan menggeluti masalahmasalah menahun tentang keserasian filsafat agama.
2) Sains
Ilmu kedokteran, musik, matematika, astronomi dan kimia
berkembang dengan baik di Andalusia. Ibrahim bin Yahya Al
Naqqash terkenal dalam ilmu astronomi. Ia dapat menentukan
waktu terjadinya gerhana matahari dan berhasil membuat teropong
yang dapat menentukan jarak tata surya dan bintang. Ahmad bin
Abbas dari Cordova adalah ahli dalam bidang obat-obatan. Umm
Al-Hassan Bint Abi Ja’far dan saudara perempuan Al Hafidz
adalah dua orang dokter dari kalangan wanita.
Di bidang sejarah dan geografi, muncul ibnu jubair yang menulis
negeri-negeri muslim mediterania dan Ibnu Batutah yang
mengadakan ekspedisi hingga mencapai Samudra Pasai dan Cina.
Ibnu Al-Khatib menyusun riwayat Granada sedang Ibnu Khaldun
dari Tunis adalah perumus filasafat sejarah.
3) Fiqh
Andalusia mayoritas menganut Madhzab Maliki, yang
pertama kali diperkenalkan oleh Ziyyad Bin Abd Al-Rahman.
Ahli-ahli fiqih lainnya diantaranya adalah Ibnu Yahya, seorang
qadhi, kemudian Abu Bakar Al Quthiyah, Munzir Bin Sa,If AlBaluthi dan Ibnu Hazim yang terkenal.
4) Musik dan Kesenian
Di bidang ini dikenal seorang tokoh bernama Hasan bin
Nafi yang berjuluk Zaryah. Dia juga terkenal sebagai penggubah
lagu dan sering mengajarkan ilmunya kepada siapa saja sehingga
kemasyhurannya makin meluas.

5) Bahasa dan Sastra
Bahasa Arab telah menjadi bahasa administrasi dalam
pemerintahan islam di Andalusia. Hal itu dapat diterima oleh
orang-orang Islam dan non Islam. Bahkan penduduk asli Andalusia
menomorduakan bahasa asli mereka. Mereka juga banyak yang
ahli dan mahir dalam bahasa Arab baik ketrampilan bahasa
maupun tata bahasa Tokohnya antara lain: Ibnu Sayyidh, Ibn Malik
pengarang alfiyah, Ibn Khuruf, Ibn al-hajj, Abu Ali al-Isybili, Abu
al-Hasan bin Usfur dan Abu Hayyan al-Gharmatti dan muncul
banyak karya sastra seperti al-iqd al-farid karya ibn abd rabbib, alDzakhirah fii Mahasin Ahl al-Jazirah oleh Ibn Bassam dan kitab alQalaid karya al-Fath bin Khaqan.
b. Di bidang Pembangunan Fisik
Samah bin Malik menjadikan Cordova sebagai ibu kota
propinsi Andalusia menggantikan Sevilla pada tahun 100H/719M. Ia
membangun tembok dinding kota, memugar jembatan tua yang
dibangun penguasa Romawi dan membangun kisaran air. Ketika adDakhil berkuasa, Cordova diperindah serta dibangun benteng di
sekeliling kota dan istana. Air danau dialirkan melalui pipa-pipa ke
istana dan rumah penduduk. Kebanggaan Cordova lainnya adalah alQashr al-Kabir, alRushafa, Masjid Jami’ Cordova, jembatan Cordova,
al-Zahra dan al-Zahirah.
Al-Qashr al-Kabir adalah kota satelit yang dibangun ad-Dakhil
dan disempurnakan oleh beberapa penggantinya. Di dalamnya
dibangun 430 gedung yang diantaranya merupakan istana-istana
megah. Al-Rushafa adalah sebuah istana yang dikelilingi taman yang
luas dan indah, yang dibangun ad-Dakhil yang masih tegak berdiri
hingga sekarang adalah masjid jami’ cordova didirikan tahun
170H/786M dengan dana 80.000dianr. masjid ini memiliki sebuah
menara yang tingginya 20 meter terbuat dari marmer dan sebuah kubah
besar yang didukung oleh 300 buah pilar yang terbuat dari marmer
pula. Di tengah masjid terdapat tiang agung yang menyangga 1000
lentera. Ada Sembilan buah pintu yang dimiliki masjid ini, semuanya

terbuat dari tembaga kecuali pintu maqsurah yang terbuat dari emas
murni. Ketika cordova jatuh ke tangan Fernando III pada tahun 1236,
masjid ini dijadikan gereja dengan nama santa maria, tetapi di
kalangan orang Andalusia lebih popular dengan ia mezquita, berasal
dari bahasa arab al-Masjid.
Al-Nashir pada tahun 325 H/ 936 M membangun kota satelit
dengan nama salah seorang selirnya al-Zahra. Kemegahannya hamper
menyamai al-Qashr al-Kabir. Ia dilengkapi taman indah yang diselaselanya mengalir air dari gunung, danau kecil berisi ikan beraneka
warna dan sebuah taman margasatwa. Sementara pada tahun 368 H/
978 M Al Manshur membangun kota Al Zairah dipinggir Wadi Al
Kabir, tidak jauh dari Cordova. Al Zahirah dilengkapi dengan tamantaman indah, pasar, toko, masjid dan bangunan umum lainnya.
c. Analisis Kemajuan Peradaban Andalusia
Salah Satu mengapa Andalusia mengalami kemajuan pesat di
dalam peradabannya menurut penulis salah satunya disebabkan polisi
dari para penguasanya yang mempelopori berbagai kegiatan ilmiah.
Meskipun ada ketegangan politik dengan Baghdad timur tapi tidak
selalu terjadi konfrontasi militer. Banyak para sarjana Islam dari
wilayah Barat menimpa ilmu di Timur dengan membawa hukum teori
dan gagasan pengetahuan, begitu pula sebaliknya. Jadi meskipun umat
islam terpecah secara politik tapi tetap dalam bingkai kesatuan budaya
dunia Islam. Perpecahan politik pada periode Al Muluk Al Thawa’if
tidak menyebabkan mundurnya ilmu pengetahuan dan peradaban,
bahkan setiap penguasa di negeri-negeri kecil tersebut saling
berkompetensi dalam ilmu pengetahuan terutama usaha untuk
menyaingi Cordova.
Sedang aspek kehancuran Andalusia dari berbagai literatur
menurut penulis disebarkan karena adanya konflik dengan Kristen.
Islami yang terjadi kurang sempurna. Kerajaan-kerajaan Kristen
taklukan

asal

tidak

melakukan

perlawanan

militer

dibiarkan

mempertahankan hukum dan adat mereka, yang pada gilirannya akan
menciptakan kubu komunitas berbeda antara Arab Islam dengan

Andalusia Kristen yang memicu adanya nasionalisasi. Pada periode
kemunduran Islam, kerajaan-kerajaan Kristen ini akhirnya dapat
menghimpun kekuatan untuk mengenyahkan Islam dari Andalusia
terutama karena kondisi Andalusia yang yang terpencil secara militer,
sehingga sulit mendapat bantuan militer kecuali hanya dari Afrika
Utara.
Faktor krusial lainnya di dalam intern umat Islam telah terdapat
perpecahan. Terutama masalah yang berkaitan dengan etnis dan sosial.
Sering dijumpai konflik antara komunitas Arab Utara dan Arab
Selatan, antara Barbar dengan arab Selatan, antara Barbar dengan Arab
serta problem naturalisasi bagi para mukallaf, yang masih dipandang
sebelah mata, terutama dengan pemberian term ibad dan muwalladun
yang bertedetensi merendahkan. Yang paling fatal lagi adalah tidak
adanya mekanisme yang jelas dalam suksesi kepemimpinan. Sehingga
sering menimbulkan gejolak politik yang melemahkan Negara.
Dari

aspek

pengaruh

peradaban

Andalusia

terhadap

kebangkitan Eropa (renaissance) adalah dipicu dengan banyaknya
kaum terpelajar Eropa yang belajar di pusat-pusat studi di Andalusia
sehingga menyerap berbagai gagasan dan pola pemikiran berbagai
tokoh pengetahuan seperti Ibnu Rusyd serta berkembangnya pemikiran
Yunani di Eropa melalui terjemahan Arab yang dipelajari, yang
kemudian di konversi ke bahasa latin. Yang pada akhirnya
mempercepat terjadinya proses reformasi, rasionalisasi hingga pada
fase pencerahan di Eropa.
C. PENUTUP
Dalam masa lebih dari tujuh abad kekuasaan Islam di Spanyol, umat
Islam telah mencapai kejayaannya di sana. Banyak prestasi yang mereka
peroleh bahkan pengaruhnya membawa Eropa dan kemudian dunia kepada
kemajuan yang lebih kompleks. Tapi pada abad 10 M dunia Islam mulai
menampakkan

tanda-tanda

kemunduran,

begitu

juga

peradabannya.

Kemunduran itu terjadi setapak demi setapak, sehingga pada pertengahan abad
ke 12 M, tibalah saatnya masa keruntuhan Islam.