Upaya Reformasi Birokrasi Daerah di Kota

Upaya Reformasi Birokrasi Daerah di Kota Denpasar dengan konsep mengambil nilainilai lokal (local wisdom) sudah sangat tepat. Penekanan ini sejalan dengan perkembangan
paradigma administrasi publik saat ini, yang mempromosikan nilai-nilai seperti pelayanan,
kepedulian dan semangat (altruism) publik dalam pelaksanaannya.
Tapi permasalahannya bagaimana melakukan reformasi birokrasi yang tepat. Reformasi
birokrasi selama ini fokus pada perubahan sistem dan struktur. Contoh sistem anggaran atau
perubahan struktur organisasi. Sistem : perubahan pengelolaan anggaran (sekarang berbasis
kinerja dan penerapan sistem akuntansi pemerintah). Struktur dilaksanakan melalui
perubahan struktur organisasi pemerintah daerah (kebijakan dilandasi PP Nomor 41 Tahun
2008).
Kondisi Saat Ini :
Perubahan Sistem dan Struktur dalam Penyelenggaraan Reformasi Birokrasi tidak efektif.
Ketidak puasan publik terhadap birokrasi masih kuat.
Program kegiatan yang disusun masih rutinitas dengan pengukuran kinerja yang tidak jelas.
Birorkasi belum mampu menyusun indikator kinerja secara tepat, terukur dan jelas baik
dalam level output maupun outcome. Sehingga penekanan masih pada pengukuran input
(Efesiensi).
Kepemimpinan dan budaya masih menganut nilai lama “ paternalistik”, kaku, tidak memiliki
keberanian berinovasi, semangat kerja rendah.

Effendi (2005) menyatakan bahwa : “reformasi birokrasi di Indonesia dilaksanakan
setengah hati karena reformasi ...... dilaksanakan tanpa konseptual yang solid dan

perubahan budaya organisasi kurang mendapat perhatian serius, padahal tanpa
perubahan budaya organisasi, tidak mungkin tata pemerintahan negara yang amanah dapat
dikembangkan.”
Suryono (tt) menyatakan sebagai berikut :
“pergeseran pemikiran administrasi semacam ini seharusnya tidak hanya
membawa konsekuensi terhadap perubahan struktur, fungsi, finansial dan

personalia dari organisasi birokrasi itu saja, tetapi yang lebih penting bagaimana
perubahan struktur, fungsi, finansial dan personalia organisasi birokrasi mampu
diikuti oleh perubahan kultur organisasi birokrasi dan perilaku manusiamanusia yang terlibat di dalamnya.”

Dalam menerapkan prinsip-prinsip paradigma administrasi publik saat ini, tidak hanya
menerapkan cara–cara baru, tetapi juga yang terpenting adalah harus disertai penerapan nilai–
nilai yang ada di dalamnya. Penerapan nilai-nilai dalam cara baru yang diaplikasikan di
birokrasi, disampaikan oleh Terry (Denhardt dan Denhardt, 2000) sebagai berikut :
...... management reform in government not only through the introduction of new techniques
(though that has occurred), but through the imposition of a new set of values, .....
Kartasamita (2001) menyatakan bahwa :
“dari segi sistem, yang diterapkan di Indonesia tidak banyak perbedaan dengan di
negara maju sekalipun, karena kita belajar dari mereka dan menerapkan sistem

mereka. Perbedaannya terletak pada kinerja yang dapat diukur dari efisiensi dan
produktivitas yang bergantung erat dengan manusianya, dan yang membedakan
kinerja birokrasi yang satu dengan yang lain adalah dua hal: yaitu budaya
atau semangat kerja dan kualitasnya.”
Arah Budaya Birokrasi
Tabel 2.1
Segi Positif dan Negatif dari Karakteristik Birokrasi
Karakteristik
1. Spesialisasi
Kerja
2. Prinsip
Hirarkhi
3. Peraturan peraturan

Tujuan (Segi Positif)
- Fokus pada pekerjaan/ posisi
sesuai keahlian.
- Tanggungjawab penuh untuk
bekerja efektif
- Kejelasan kedudukan,

tanggungjawab dan
wewenang
- Keseragaman cara – cara
pelaksanaan pekerjaan.

4. Impersonality - Keseragaman perlakuan
terhadap karyawan dan
klien.
- Keadilan dalam administrasi

Sumber : Ema (2004)

Kritik (Sisi Negatif)
- Perbedaan interest yang mencolok→
konflik.
- Potensi kemenarikan pekerjaan
berkurang →kinerja menurun
- Menghambat arus komunikasi, informasi,
dan ide–ide inovatif→ pemecahan
masalah kurang efektif

- Kekakuan
- Menghambat pengambilan keputusan
secara rasional
- Menghambat ide–ide kreatif.
- Menghalangi tindakan efektif
→menghambat respon
- Kurang penghargaan terhadap keunikan
individu
- Pola hubungan kaku.
- Kurang sensitif dan fleksibel terhadap
kebutuhan khusus tiap individu

Harapan dari reformasi adalah menjadikan birokrasi menjadi organisasi yang adaptif.

Tabel 2.2
Suatu Perbandingan Gaya Kepemimpinan, Struktur Organisasi dan Budaya Organisasi dalam
Birokrasi Konvensional dan Organisasi Adaptif
Issue
Leadershi
p style

Structure

Culture

Conventional
Bureaucracies
- Primarily command-andcontrol
- Transactional/paper
shuffing
- Functional hierarchies
- Vertical communication
- Work for one boss
- Thinking at the top, doing
at the bottom
- Collect data and manage
information
- Follow rules and
regulations
- Internal competition
- This is our

product/empire system
- Observe and criticise
mistakes
- Rather make no decision
than wrong one
- View uncertainty,
complexity, and change
as threats

Adaptive Organizations
- Primarily to coordinate and
facilitate
- Generative (designer, teacher,
steward)
- Dynamic teams with blurred
boundaries
- Horizontal dialogeu
- Work with colleagues across
boundaries
- Develop common purpose

through collaborative goal
setting
- Generate, codify and transfer
knowledge
- Driven by vision and values
- Integrated operations across
stakeholder service provider
boundaries
- Enthusiastic sharing of
knowledge (trust and openness)
- Learn and adapt through
hypothesis testing and critical
reflection
- Recognize when new knowledge
allows you to make next better
decision
- Treats uncertainty, complexity,
and change as opportunities for
learning and improvement


Sumber : Rogers, Roux and Biggs (2000)
ATAU yang disebut Pinchot sebagai organisasi intelegensi yaitu organisasi yang selalu
mengalami pembelajaran (learning Organization)

budaya yang citizen-oreinted dalam organisasi publik menurut Stewart dan Clarke
(Rice,tt) memiliki ciri-ciri sebagai berikut :
- The tasks and activities that are caried out are solely aimed at usefully serving
the citizens.
- The organization will be judged according to the quality of the service given
with the resources available.
- The service offered will be a shared value provided that is shared by all
members of the organization.
- A high quality service is sought.
- Quality in service requires a real approach to the citizen.
Dan Claver, dkk (Rice,tt) menambahkan karakteristik citizen-oriented dengan ciri–ciri
sebagai berikut :
-

The citizens have a primary role in the scale of shared values.
There is frequent contact with the citizens.

The problems that arise in public service delivery are thoroughly analyzed.
All members of a section or department of public administration seek prompt
service.

Bagaimana cara melaksanakan reformasi birokrasi yang menekankan pada budaya
birokrasi baru yang diinginkan.
Kunci utama perubahan budaya organisasi adalah manusia (PNS).

Upaya yang dilakukan dalam pembenahan SDM Birokrasi :
1. Perbaikan sistem rekrutmen. Agar disesuaikan dengan jenis pekerjaan yang
dibutuhkan dalam formasi, tidak seperti saat ini tesnya hampir sama untuk
tenaga administrasi umum atau yang dipelayanan. Tes untuk kebutuhan formasi
perawat jelas berbeda dengan tes untuk formasi tenaga administrasi akuntansi.
(perawat menitikberatkan pada kesabaran, care, disamping kompetensi seorang
perawat sedangkan tenaga akuntansi menitikberatkan pada ketelitian). Untuk itu,
Job analysis harus benar-benar detil, terukut dan jelas.
2. Perbaikan sistem penempatan. Penempatan PNS dalam jabatan harus lebih
menekankan pada merit System daripada politik balas budi. Dibutuhkan sebuah

political will dan integritas yang kuat dari pengambil kebijakan dalam

pertimbangan seorang PNS dalam jabatan berdasarkan azas profesionalitas.

Kunci Suskes Reformasi Birokrasi :
1.

Comitted and Active Participation Leadership.

organisational values are developed and strengthened by value based
leadership. a form of leadership which is held to be appropriate to the
dynamic environment of the ‘learning organisation’ in an external context
of rapid change it is a value driven from of leadership which engages
followers through inspiration, exemplary practice, collaboration,
spontaneity, and trust’( Ramsden, 2002, p.66)
2.

Culture Change

3.

Energetic Involvement of an Empowered and Educated Work Force


4.

Effective Communication and Measurement

5.

Aligning Human Resources System with The Goals and Objectives of Change

Mengacu pada draf Roadmap Reformasi Birokrasi Pemkot Kota Denpasar maka perlu
mendapat perhatian :
1. Dari program kegiatan yang disusun masih fokus pada pembenahan sistem dan
struktur, sehingga upaya membangun budaya birokrasi baru melalui yang lebih
mendalam kurang terlihat.
Selain itu, yang Perlu mendapat perhatian adalah penetapan kriteria keberhasilan
masing-masing kegiatan/program yang masih absurb sehingga perlu dijabarkan
melalui indikator capaian yang lebih terukur dan valid. Misalnya dalam program
manajemen perubahan kriteria keberhasilannya adalah
2. Untuk itu perlu dilengkapi sebagai berikut :
a. Dalam program Manajemen Perubahan belum terlihat adanya penguatan
penanaman nilai-nilai budaya birokrasi yang baru khususnya melalui
pembangunan kepemimpinan berbasis nilai-nilai birokrasi baru (local wisdom).
Hal ini penting agar terjadi kesamaan persepsi dan mengurangi konflik akibat
terjadinya transformasi nilai yang terjadi. Kepemimpinan yang telah mengadopsi
nilai-nilai baru akan lebih efektif dalam mewujudkan tujuan reformasi birokrasi.
(hal ini tidak cukup melalui sosialisasi semata, tetapi dikelola melalui mekanisme
Change paradigm).
b. Penataan perundang-undangan. Peraturan yang mengatur birokrasi selama ini
memang sangat banyak. Hal ini menunjukkan rendahnya Trust pada birokrasi

sehingga segala perilakunya diatur dengan peraturan yg jelas. Akibatnya
keleluasaan dan otonomi berinovasi menjadi rendah dan dapat menghambat
proses perubahan nilai yang diinginkan sebagaimana nilai-nilai administrasi
publik kontemporer dan local wisdom yang mau diadopsi dalam birokrasi kota
Denpasar.
c. Program Penataan dan Penguatan Organisasi.
d. Penguatan Tata Laksana. Masih terlihat lebih fokus pada pembenahan sistem.
Penguatan Tata Laksana perlu ditambahkan kegiatan/program yang menyiapkan
individu SDM sesuai dengan nilai-nilai baru yang ditanamkan dalam reformasi
birokrasi.
e. Penguatan Akuntabilitas Kinerja :
Baru meriview Renstra. Review Restra seharusnya sejalan dengan RPJMD,
karena renstra seharusnya bersesuaian dengan RPJMD. Perubahan renstra harus
menjabarkan RPJMD menjadi lebih terukur dan jelas. Penetapan indikator kinerja
harus menjadi lebih terukur berdasarkan pertimbangan yang jelas.
f. Peningkatan Kualitas Pelayanan Publik. Perlu ditambahkan upaya pelibatan
masyarakat dalam penyelenggaraan pelayanan publik.

Melihat hasil penelitian lapangan : Tingkat Kepuasan atas Pelaksanaan Reformasi Birokrasi
maka yang perlu menjadi catatan :
Penelitian tersebut masih menggunakan indikator umum, sehingga membutuhkan
pendalaman untuk menguji kebenaran jawaban responden.
Contoh : dalam faktor kepemimpinan dan indikator menentukan arah bagi instansi
untuk pencapaian visi, misi dan nilai. Perlu dijabarkan lebih detil deskripsinya seperti
bagaimana cara para pemimpin menciptakan suasana kondusif dan arah apa yang
ditentukan. Hal ini penting sbg check n balances jawaban responden.