STATUS ANAK DARI HUBUNGAN FREE SEX PERSP

STATUS ANAK DARI HUBUNGAN FREE SEX PERSPEKTIF
HADIS DAN KORELASINYA DENGAN UUD INDONESIA

(Studi Analisis korelatif Makna Hadis dengan Undang-Undang di Indonesia )
Oleh : Mohamad Barmawi.
Hingga akhir-akhir ini tidak sedikit masyarakat yang masih
memandang seorang anak yang dihasilkan dari hubungan free
sex dinilai sebagai anak yang berstatus negative ( memikul dosa
dari orang tua biologisnya), demikian ini muncul berdasar
adanya anggapan ada bebeberap hadis yang menilai bahwa anak
dari hubungan free sex juga buruk, sehingga tidak heran
manakala muncul anggapan demikian dari masyarakat.
Focus dalam artikel ini dapat diklasifikasikan menjadi beberapa
bagian, pertama : seperti apakah teks-teks hadis tentang status
anak zian, kedua : bagaimanakah makna konprehensif, ketiga :
bagaimana korelasinya dengan UUD Indonesia.
Berdasarkan penelitian yang telah diperoleh penulis
menghasilkan kesimpulan, bahwa : pertama, secara tekstual
hadis-hadis tentang setatus anak zina tidak semuanya
menyatakan buruk sebagaimana kedua orang tua biologisnya.
Kedua, secara makna konprehensiv anak zina tetap memiliki

status sebagaimana anak pada umumnya (tidak negative seperti
kedua orang tua biologisnya). Ketiga : antara UUD Indonesia
dengan tidak bertentangan dengan hadis-hadis sebab samasama memiliki visi dan misi yang sama, terkecuali anak
tersebut melakukan tindakan sebagaimana kedua orang tua
biologisnya.

Key word : hadis, status, anak zina, free sex
A. Prolog
Wacana dalam masyarakat secara meluas, sering kali muncul anggapan
bahwa seorang anak yang dihasilkan dari hubungan diluar nikah ( free sex)
dinilai sebagai anak yang memiliki status negative, lebih-lebih di dalam
sebuah daerah penganut agama yang sangat keras melarang praktek-prakterk

free sex, seperti di Indonesia yang mayoritas penduduknya beragama Islam,
yang mana dalam agama tersebut ditetapkan bahwa bagi siapapun yang
berani melakukan praktek zina maka akan dihukum seratus kali dera hudud,

1

atau kalau tidak niscaya ibadah yang dilakukannya selama 40 tahun tidak

akan diterima oleh Allah.
Tentu saja anggapan negative terhadap anak hasil free sex menjadi
lumrah, sebab doktrin yang mengemuka dalam Islam tersebut selain
didukung oleh firman Allah yang menyatakan dengan keras larangan
hubungan bebas, seperti dalam firmannya yang berbunyi ‚wa la> taqrab al-

zina>‛ = jangan kalian mendekati zina, ayat tersebut akan berarti bahwa
hubungan seks bebas ialah terlarang, tentunya akan juga memiliki kongklusi
bahwa hasil dari hubungan tersebut juga tanda tanya kesuciannya.
Di sisi lain di dalam hadis juga disebutkan bahwa seorang anak yang
lahir dari hasil hubungan free sex secara tekstual dinyatakan sebagai anak
yang juga buruk dalam urutan ketiga setelah ayah dan ibu biologisnya.
Sedangkan hadis-hadis tersebut merupakan hadis yang secara kualitas ialah

shahih. Karenanya tidak heran kalau ternyata dalam paham masyarakat anak
dari dari zina dipandang sebelah mata.
Realitas sebagaimana di atas, membangkitkan penulis untuk kemudian
mengadakan penelitian tentang status anak zina dalam perspektif hadis,
dengan tujuan mengadakan penelitian tentang makna status anak zina dalam
hadis tersebut, sebab manakala ditelaah dengan mendalam hadis-hadis

tentang setatus anak zina tersebut secara tekstual bertentangan dengan ayaayat al-Qur’an, hadis}-hadis} s\a>hih yang lain, lebih-lebih dengan UUD yang
telah ditetapkan di Indonesia, yang menegaskan dengan jelas bahwa setiap
anak yang dilahirkan tanpa pandang bulu, ialah memiliki hak yang sama.
Harapanya ialah dengan penelitian ini, .pada akhirnya memunculkan
sebuah kongklusi bahwa hadis-hadis yang telah memberi setatus buruk
terhadap anak hasil hubungan gelap tidak demikian adanya, melainkan
seirama dengan ayat/hadis/UUD, yang menyatakan bahwa anak tersebut
sama dengan yang lainnya, atau kalau tidak meniscayakan adanya keharusan
menyatakan hadis tersebut ialah bernilai d\a>’if , atau juga dengan adanya
kesimpulan dari artikel singkat ini bisa menyampaikan kepada masyarakat

2

bahwa penilaian yang selama ini dimunculkan oleh mereka ialah salah dan
tidak sesuai dengan ajaran Islam. Setidaknya focus kajian dalam artikel ini
dapat dispesifikasikan menjadi :
1. Seperti apakah redaksi hadis status anak dari hubungan free sex ?
2. Bagaimanakah makna secara konprehensif hadis status anak dari
hubungan free sex ?
3. Bagaimanakah korelasi antara hadis status anak hubungan free sex

dengan UUD Indonesia ?
B. Hadis-Hadis Status Anak dari Hubungan Free Sex
Di antara hadis-hadis yang di dalamnya membahas tentang status anak
dari hubungan bebas sebagaimana berikut :

ِ ِ
َ‫صالِ ٍح َع ْن أَبِ ِيو َع ْن أَِِب ُىَريْ َرة‬
ْ ‫وسى أ‬
َ ‫َخبَ َرنَا َج ِر ٌير َع ْن ُس َهْي ِل بْ ِن أَِِب‬
َ ‫يم بْ ُن ُم‬
ُ ‫َحدَّثَنَا إبْ َراى‬
ِ ُ ‫ال رس‬
‫ِّع‬
َ َ‫الزنَا َشُّر الث َََّلثَِة و ق‬
َ َ‫ق‬
ِّ ‫صلَّى اللَّوُ َعلَْي ِو َو َسلَّ َم َولَ ُد‬
َ ‫ول اللَّو‬
ُ َ َ َ‫ال ق‬
َ ‫ال أَبُو ُىَريْ َرةَ ََلَ ْن أ َُمت‬
ِ

ٍ ِ
‫َح ُّ إِ ََّ ِم ْن أَ ْن أ َْعتِ َ َولَ َد ِزنْيَ ٍة‬
َ ‫ب َ ْو ِ َسبِ ِيل اللَّو َعَّز َو َج َّل أ‬

Artinya: Telah menceritakan kepada kami Ibrahim bin Musa telah
mengabarkan kepada kami Jarir dari Suhail bin Abu Shalih dari Ayahnya
dari Abu Hurairah ia berkata, "Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam
bersabda: "Anak hasil zina adalah orang buruk ketiga." Abu Hurairah
berkata, "Sungguh aku bersedekah dengan sebuah cemeti di jalan Allah
'azza wajalla adalah lebih aku sukai daripada membebaskan anak
zina."(H.R Abu Daud ( 3450))

ِ ِ‫حدَّثَنا خلَف بن الْول‬
‫ول‬
ُ ‫ال َر ُس‬
َ َ‫ال ق‬
َ َ‫يد َحدَّثَنَا َخالِ ٌد َع ْن ُس َهْي ٍل َع ْن أَبِ ِيو َع ْن أَِِب ُىَريْ َرَة ق‬
َ ُْ ُ َ َ َ
ِ
‫َشُّر الث َََّلثَة‬

ِّ ‫صلَّى اللَّوُ َعلَْي ِو َو َسلَّ َم َولَ ُد‬
َ ‫الزنَا أ‬
َ ‫اللَّو‬

Telah menceritakan kepada kami Khalaf Ibnul Walid telah menceritakan
kepada kami Khalid dari Suhail dari bapaknya dari Abu Hurairah, dia
berkata; Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam Bersabda: "Anak zina
adalah yang paling jelek di antara tiga" (Yaitu; dia, wanita dan laki-laki
yang menghasilkannya dari zina, maksudnya yang palik jelek di antara
ibu dan laki-laki yang mezinahinya adalah anak yang dihasilkannya
secara unsur, nasab dan penciptaan).(Hr ahmad no 7751)

ِ ِ َ ‫ال حدَّثَنا إِب ر ِاىيم بن إِسح‬
ِ ِ
‫يم بْ ِن‬
َ َ‫َس َوُد بْ ُن َع ِام ٍر ق‬
ْ ‫َحدَّثَنَا أ‬
َ ْ ُ ْ ُ َ ْ َ َ َ َ‫يل ق‬
َ ‫اق َع ْن إبْ َراى‬
ُ ‫ال َحدَّثَنَا إ ْسَرائ‬

ِ
ِ ُ ‫ال رس‬
ِ
‫صلَّى اللَّوُ َعلَْي ِو َو َسلَّ َم ُى َو َشُّر الث َََّلثَِة إِذَا‬
ْ َ‫اعةَ َع ْن َعائ َشةَ قَال‬
َ َ‫ُعبَ ْيد بْ ِن ِرف‬
َ ‫ول اللَّو‬
ُ َ َ َ‫ت ق‬
‫الزنَا‬
ِّ ‫َع ِم َل بِ َع َم ِل أَبَ َويْ ِو يَ ْع ِِن َولَ َد‬
3

Telah menceritakan kepada kami Aswad bin Amir, dia berkata; telah
menceritakan kepada kami Isroil, dia berkata; telah menceritakan
kepada kami Ibrohim bin Ishaq, dari Ibrahim bin Ubaid bin Rifa'ah, dari
Aisyah berkata; Rasulullah Shallallahu'alaihiwasallam bersabda: "dia
memiliki tiga kejelekan jika ia berbuat seperti perbuatan kedua orang
tuanya (maksudnya anak zina) ".(HR Ahmad no 23640)
C. Memahami Makna Hadis.
setelah mengetahui redaksi hadis secara tekstual, maka dapat dipahami

bahwa hadis-hadis sebagaimana di atas menunjukkan tentang adanya
penilaian hadis atas anak dari hubungan seks bebas yakni bahwa mereka
adalah anak terjelek ketiga selepas kedua orang tuanya, manakala mereka
melakukan

perbuatan

sebagaimana

tercela

sebagaimana

orang

tua

biologisnya. Namun untuk lebih detailnya dalam memahami makna redaksi
hadis-hadis di atas maka akan diuraikan sebagaimana berikut :
1. Mehamai Hadis Secara Leksikal

Aspek bahasa di sini dalam pengertian, sebagai simbol dan sarana
penyampaian makna atau gagasan tertentu, sehingga yang dikaji aspek

semantik-nya yang mencakup makna leksikal (makna yang didapat dari
kumpulan kosa kata) maupun makna gramatikal (maknayang ditimbulkan
akibat penempatan ataupun perubahan dalam kalimat).
Tentu penyimpulan makna yang hanya dikaji secara kumpulan kosa
kata saja tidak akan dapat mampu memahami arti hadis yang sebenarnya,
karenanya juga penting mengkajinya dengan bentuk gramatikal, sebab
susunan kata yang telah ditentukan dengan bentuk gramatikal akan
memunculkan makna yang yang memahamkan, demikian ini dalam kaidah
bahasa disebut dengan al-kala>mu.
Terkait kajian bahasa dalam memaknai hadis di sini, ada tiga kupasan
yang perlu untuk dikaji. Pertama ; Perbedaan redaksi masing-masing
periwayat hadis. Kedua, makna leksikal terhadap lafad-lafad yang dianggap
penting dan, ketiga pemahaman tekstual matan hadis tersebut, dengan
merujuk kamus Bahasa Arab maupun kitab-kitab syarh hadis terkait.

4


Setelah dikaji lebih lanjut, ada beberapa varian hadis tentang status
anak dari hubungan seks bebas umat Islam dengan menggunakan riwayat bi
al-ma’na di antaranya, sebagai berikut:

‫ َو ُد ا ِّزنَوا َو ُّر ا لَّثَو َوِة‬
‫َو‬
‫َو‬
‫ َو َو ُد ا ِّزنَوا َو ُّر ا ثَّ َوَلثَوة‬
‫ ُد َو َو ُّر ا ثَّ َوَلثَو ِةة إِة َوذا َو ِة َو ِة َو َو ِة َو َو َو ْي ِة َو ْي نِةي َو َو َو ا ِّزنَوا‬
Apabila ditilik dari sisi susunan redaksi hadisnya hadis tentang status
anak zina dengan bentuk susunan mubtada’ dan khabar yakni susunan
kalimat dengan fungsi saling menegaskan,1 demikian ini menunjukkan,
secara tekstual hadis tersebut menegaskan tentang status seorang anak dari
hasil perzinahan merupakan seorang anak yang tidak memiliki kehidupan
mapan sebagaimana anak lainnya, gambaran yang terdapat dalam hadis
tersebut bersifat ‘am,2 artinya ; setiap anak dari hasil perzinahan berstatus
buruk, lebih-lebih apabila ia berperilaku sebagaimana kedua orang tuanya.
Sedangkan apabila di lihat dari bentuk matannya, beberapa hadis dari
riwayat Abu Daud dan Ahmad terdapat perbedaan redaksi, khususnya pada
penggunaan kata Syarru, yang merupakan ujung penjelas status anak zina, .


pertama : pada riwayat Abu Daud dengan nomor hadis 3450, redaksi
hadisnya menggunakan kata syarru dan di akhir di tambah dengan ungkapan
Abu Bakar, selanjutnya Ahmad, beliau meriwayatkan dua hadis serupa salah
satunya pada hadis nomor 7751 menggunakan kata asyarru, sedangkan hadis
nomor 23640 menggunakan kata syarru.
Perbedaan tersebut berimplikasi pada pemaknaan hadis, pada hadis
Abu Daud secara tekstual, berarti bahwa anak dari hubungan seks bebas
berstatus buruk ketiga. Sedangkan hadis riwayat Ahmad pada hadis dengan
1

Muhammad Muhyiddin ‘Abdul Hamid, Syarah Ibnu ‘Aqil Qadli Al-Qudlah, () juz. 1,
hlm. 163-164
2

Yang dimaksud ‘am ialah bahwa redaksi hadis tersebut obyeknya ialah bersifat
universal dan berlaku kepada semua anak baik dari perkawinan yang sah atau dari hasil zina, lihat
; Muhammad ‘Ali Baid}awi, Irsyad al-Fuhul ila Tahqiq al-Haqqi min Ilmi al-Us|u>l, (Bairut, Dar alKutub al-Ilmiyyah ; t.t), hlm. 169

5

nomor 7751 berarti bahwa anak dari hasil hubungan seks bebas berstatus
paling buruk, sedangkan hadis riwayat Ahmad nomor 23640 berarti bahwa
anak yang lahir dari seorang pelaku zina maka berstatus buruk ketiga
setelah, apabila ia melakukan perihal sebagaimana yang telah dilakukan
orang tuanya.
Dari beberapa uraian makna lafz}iyyah sebagai kunci memahami hadis,
dapat difahami bahwa pada hadis tentang status anak zina kata kunci
utamanya ialah walad al-zina yang berarti anak dari hubungan seks bebas,

syarru dan asyarru berarti buruk dan paling buruk, dan yang terakhir ialah iz}a
‘amila berarti apabila melakukan. Dengan kata kunci tersebut maka maka
hadis di atas diperoleh dengan arti, anak zina berstatus buruk apabila ia

melakukan perilaku sebagaimana perilaku orang tua biologisnya.
2. Asba>b al-Wuru>d al-hadi>s (Konteks Historis)
Konteks historis munculnya hadis atau dikenal dengan asbab al-

wurud merupakan sebuah realitas yang harus dimengerti dan fahami
dalam memaknai sebuah hadis, sebab dengan data historis kemunculan
hadis tersebut akan sangat membantu atas pemaknaan hadis secara
konfrehensiv, bahkan apabila data historis tersebut ternyata sesuai dengan
hadis dimaksud maka akan semakin memperkokoh hadis tersebut.3
Hadis mengenai status anak zina sebagaimana di atas merupakan
sebuah hadis yang muncul sekitar tahun 30 an hijriyyah di mana kondisi
kota pada saat itu belum kondusif dan masih banyak orang-orang yang
membenci Rasul, sedangkan konteks mikro hadis Abu Daud 3450 ialah
sebagai respon terhadap seorang munafik yang sangat membenci dan suka
menyakiti Rasulullah saw., kemudian orang tersebut lewat disekitar
Rasulullah saw., dan para sahabat berkata kepada Rasulullah bahwa orang

3

Syarifah Hasanah, ‚Hermeneutika Hadis Syuhudi Ismail‛ dalam Sahiron Syamsuddin
(ed.), Hermeneutika Al-Qur’an & Hadis (Yogyakarta: elSAQ Press, 2010), hlm. 374-375.

6

munafik tersebut bersama dengan anak zina, maka Rasulullah ‚bersabda
anak zina adalah orang terjelek ketiga‛ 4
Selain itu juga terdapat sebuah riwayat dalam kitab Sunan alBaihaqi, menyatakan bahwa pada suatu saat ada dua orang kafir masuk
Islam, sedangkan mereka berdua mereka memiliki putra bukan dari
perkawinan yang sah, dan setelah kedua orang tua biologisnya masuk Islam,
ia tetap dalam kekafirannya, maka Rasulullah bersabda ‚ ia adalah orang

terpuruk ketiga‛5
Sedangkan dua hadis riwayat Ahmad tidak ditemukan asbab al-

wurudnya, namun demikian pada dasarnya dua hadis tersebut saling
melengkapi dalam penjelasannya, intinya bahwa seorang anak dari hasil zina
terkena sangsi buruk manakala ia melakukan perbuatan sebagaimana yang
dilakukan orang tuanya.
3. Korelasi secara Tematik, Komprehensif dan Integral
Korelasi secara Tematik-Komprehensif dan Integral dalam penelitian

hadis terutama terhadap matan hadis, ditujukan untuk mengkonfirmasi hadis
yang diteliti terhadap ayat-ayat al-Qur’a>n, maupun hadis-hadis yang setema.
Sehingga hadis yang diteliti tidak bertentangan dengan ayat al-Qur’a>n, akal
sehat, ilmu pengetahuan, fakta sejarah maupun hadis-hadis setema yang lebih
sahih. Selain itu, kajian tematis ini dilakukan untuk mendapatkan pemahaman
yang benar mengenai makna yang terkandung dalam suatu hadis.18 Untuk
menjelaskan sikap persaudaraan sebagai solusi terhadap konflik internal umat
Islam, perlu melakukan kajian secara komprehensif dan integral.6 Ada beberapa
hal yang akan dibahas melalui kajian tematik ini kajian tematik ini, antara lain
melihat adanya kolerasi ayat-ayat al-Qur’a>n dan hadis-hadis yang setema serta
kaitannya dengan peraturan undang-ungdang Indonesia mengenai anak hasil
hubungan zina .
4

Al-T}ahawi, Abu Ja’far Ahmad bin Muhammad bin Salamah, Syarah Musykil al-As\ar,
(Bairut : Muassisah al-Risalah, 1994 ) juz. 2, hlm. 389
5

Muhammad Syamsul Haq, Aunu al-Ma’bud Syarah Sunan Abu Daud, juz. 10, hlm. 360

6

Lihat Suryadi, Metode Kontemporer Memahami Hadis Nabi…, hlm. 15

7

Kaitannya dengan anak hasil zina, di dalam al-Qur’an tidak ada ayat
yang secara tegas menjelaskan tentang status anak zina, hanya saja terdapat
ayat-ayat yang bersifat universal yang justru mengayomi mereka,di antaranya
ialah surat al-Ru>m (30), sebagaimana berikut :

ِ
ِ
َّ ِ َّ َ ‫ك لِلدِّي ِن َحنِي ًفا فِطْر‬
‫يل ِِلَْل ِ اللَّ ِو‬
َ ‫فَأَق ْم َو ْج َه‬
َ ‫ت اللو ال ِِت فَطََر الن‬
َ
َ ‫َّاس َعلَْي َها ََل تَْبد‬
ِ
ِ ‫ِّين الْ َيِّ ُم َولَ ِ َّن أَ ْ ثَ َر الن‬
‫َّاس ََل يَ ْعلَ ُمو َن‬
َ ‫َذل‬
ُ ‫ك الد‬

Artinya :
Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada Agama (Allah),
(tetaplah atas) fitrah Allah yang telah menciptakan manusia
menurut fitrah itu. Tidak ada perubahan pada fitrah Allah. (Itulah)
agama yang lurus, tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui‛.
(S.30 Ar-Rum 30).
Firman Allah tersebut memberi gambaran bahwa pada dasarnya
Allah swt., menciptakan dan mengeluarkan manusia dalam keadaan fitrah, 7
ayat tersebut bersifat umum,8 oleh sebab itu berarti seluruh umat manusia
yang dilahirkan di muka bumi ini dalam sifat kesucian tanpa melihat apakah
ia termasuk dari benih yang baik ataupun tidak, dalam ayat lain Allah
berfirman :

ِ
ِ
ِ ‫وإِ ْذ أَخ َذ ربُّك ِمن ب ِِن‬
‫ت بَِربِّ ُ ْم‬
َ َْ َ َ َ َ
ُ ْ َ‫آد َم م ْن ظُ ُهوِرى ْم ذُِّريَّتَ ُه ْم َوأَ ْش َه َد ُى ْم َعلَى أَنْ ُف ِه ْم أَل‬
ِِ
ِ ِ
َ ‫قَالُوا بَلَى َش ِه ْدنَا أَ ْن تَ ُولُوا يَ ْوَم الْ يَ َامة إِنَّا ُ نَّا َع ْن َى َذا َافل‬

‚Dan (ingatlah), ketika Tuhanmu mengeluarkan keturunan anak-anak
Adam dari sulbi mereka dan Allah mengambil kesaksian terhadap jiwa
mereka (seraya berfirman): ‚Bukankah Aku ini Tuhanmu?‛ Mereka
menjawab: ‚Betul (Engkau Tuhan kami), kami menjadi saksi‛. (Kami
lakukan yang demikian itu) agar di hari kiamat kamu tidak mengatakan:

7

Ibn Kas\ir dalam tafsirnya menjelaskan bahwa Allah telah menciptakan seluruh manusia
di muka bumi ini dengan keadaan baik, karena pada saat dalam kandungan Allah telah
memberinya hidayah kemudian hidayah tersebut di sempurnakan dengan agama tauhid, dan pada
saat itu Allah mengajarkan pada calon mahluk bumi tersebut tentang keesaan Allah. Dan setelah
lahir anak itu dalam keadaan suci, namun terkadang setelah ia lahir ada yang tetap dalam
ketauhidannya dan ada pula yang mengikuti kehendak setan sehingga ia menjadi buruk pula,
lihat. Abu al-Fida’ Ismail bin Umar bin Kas\ir, Tafsir al-Qur’an al-‘Adzim, (t.p, Dar al-T}aibah,
1999), juz. 6, hlm. 313
8

Keumuman ayat tersebut di dahului dengan lafad mufrad yang ditujukan kepada
siapapun dalam kandungan, hal ini berarti obyek dari lafaz tersebut ialah setiap bayi yang berada
dalam kandungan seorang ibu.

8

‚Sesungguhnya kami (bani Adam) adalah orang-orang yang lengah
terhadap ini (keesaan Tuhan)‛(S.7 AlA’raf 172).
Terkait dengan kandungan Al-Quran S.7 Al-A’raf 172 di atas, maka
dapat diampbil sebuah pemahaman bahwa manusia itu diciptakan Allah Ta’ala
dalam keadaan fitrah yang suci. Sebab, roh sebelum ditiupkan kepada janin
dalam kandungan, dia telah mengucapkan ikrar dihadapan Allah bahwa dia kelak
setelah lahir di dunia akan beragama tauhid menyembah hanya kepada Allah
tidak musyrik sedikitpun juga.9
Dari penjabaran beberapa ayat di atas menjadi jelas bahwa mengenai
setiap anak yang baru dilahirkan di muka bumi, pastilah mereka adalah anakanak yang disucikan oleh Allah swt., tanpa memandang status anak tersebut,
baik dari sperma atau ovum sebagai benih, ras dan warna kulit, semuanya tanpa
terkecuali dilahirkan dalam keadaan suci, dengan keadaan bertauhid kepada
Allah, yakni bagikan kertas putih yang belum terjamah tinta sedikitpun.
Oleh sebab itu, tidak mungkin seorang anak yang dihasilkan dari
hubungan seks bebas menanggung dosa yang dilakukan oleh kedua orang tua
biologisnya, demikian ini sebagaimana ditegaskan dalam firman Allah berikut :

ٍ ‫ب ُ ِّل َشي ٍء َوََل تَ ْ ِ ُ ُ ُّل نَ ْف‬
ُّ ‫قُ ْل أَ َْي َر اللَّ ِو أَبْغِي َربِّا َوُى َو َر‬
ٌ‫س إََِّل َعلَْي َها َوََل تَ ِزُر َوا ِزَرة‬
ْ
‫ُخَر َُّ إِ َ َربِّ ُ ْم َم ْرِج ُع ُ ْم فَيُنَبُِّ ُ ْم ِ َا ُ ْنتُ ْم فِ ِيو َ ْتَلِ ُفو َن‬
ْ ‫ِوْزَر أ‬

Katakanlah: "Apakah aku akan mencari Tuhan selain Allah, Padahal Dia
adalah Tuhan bagi segala sesuatu. dan tidaklah seorang membuat dosa
melainkan kemudharatannya kembali kepada dirinya sendiri; dan
seorang yang berdosa tidak akan memikul dosa orang lain. kemudian
kepada Tuhanmulah kamu kembali, dan akan diberitakan-Nya kepadamu
apa yang kamu perselisihkan." (al-‘An’am : 164)
Sebagaimana juga dalam firman Allah berikut :

9

Dalam sebuah riwayat yang dikeluarkan oleh Abu Ja’far, terdapat sebuah kisah dari
kalangan sahabat yang bertanya kepada Rasulullah saw., wahai Rasulullah apakah kami termasuk
orang-orang yang tercela, karena para orang tua kami adalah orang-orang musyrik, maka
Rasulullah menjawab, meskipun orang tua kalian musyrik tapi setiap anak yang lahir dimuka
bumi pastilah sebagai anak yang suci, sebab Allah sudah secara langsung mangajarkan tauhid
kepadanya sejak ia dalam kandungan, dan keluar dalam keadaan suci, lihat, Abu al-Fida’ Ismail
bin Umar bin Kas\ir, Tafsir al-Qur’an al-‘Adzim, juz. 3, hlm. 500

9

‫ُخَر َوإِ ْن تَ ْدعُ ُمثْ َ لَةٌ إِ َ ِِحْلِ َها ََل ُُْي َم ْل ِمْنوُ َش ْيءٌ َولَ ْو َ ا َن ذَا قُ ْرََب إََِّّنَا‬
ْ ‫َوََل تَ ِزُر َوا ِزَرةٌ ِوْزَر أ‬
ِ َّ ِ
‫الص ََلةَ َوَم ْن تَ َزَّ ى فَِإََّّنَا يَتَ َزَّ ى لِنَ ْف ِ ِو َوإِ َ اللَّ ِو‬
َّ ‫ين َيَْ َش ْو َن َربَّ ُه ْم بِالْغَْي ِ َوأَقَ ُاموا‬
َ ‫تُْنذ ُر الذ‬
ِ
ُ ‫الْ َمص‬

Dan orang yang berdosa tidak akan memikul dosa orang lain. dan jika
seseorang yang berat dosanya memanggil (orang lain) untuk memikul
dosanya itu Tiadalah akan dipikulkan untuknya sedikitpun meskipun
(yang dipanggilnya itu) kaum kerabatnya. Sesungguhnya yang dapat
kamu beri peringatan hanya orang-orang yang takut kepada azab
Tuhannya (sekalipun) mereka tidak melihatNya dan mereka mendirikan
sembahyang. dan Barangsiapa yang mensucikan dirinya, Sesungguhnya
ia mensucikan diri untuk kebaikan dirinya sendiri. dan kepada Allahlah
kembali(mu). (Fathir : 18)
Memang firman Allah dalam sirat al-An’am : 164, dan al-Fathir : 18,
sebagaimana di atas bukanlah firman Allah yang secara spesifik menjelaskan
tentang status anak hasil zina, hanya saja ayat tersebut mengandung makna yang
sangat umum, bahkan setiap aktifitas manusia masuk dalam ayat tersebut, yakni
bahwa segala aktifitas apapun yang telah diperbuat manusia akan ditanggung
oleh mereka sendiri tanpa dibebankan kepada orang lain.10 Apabila ia berbuat
baik maka yang akan diperoleh baik, demikian juga sebaliknya.
Kaitannya dengan anak hasil zina, berarti bahwa anak hasil zina tetap
dalam kemulyaannya, sebagaimana manusia yang lain, dosa yang telah dilakukan
oleh penanam benih yang tidak sah tetap akan menanggung apa yang telah
dilakukannya, sedangkan janin yang kemudian keluar menjadi seorang bayi tetap
dalam kesuciannya, hanya saja ia tidak memiliki hak perwalian dari ayah
biologisnya, dan yang sah menjadi orang tuanya dalam agama Islam hanyalah
ibunya. 11

10

Mengenai keadilan Allah tentang perbuatan manusia juga dapat dilihat pada firman
Allah lainnya, seperti pada surat , Thaha : 112, al-Mudatsir : 38-39, al-Zalzalah : 8-7, al-Nisa’ :
123-124, al-Thur : 16, al-Syuro : 30. Dan beberapa firman Allah yang lain.
11

Mengenai status orang tua yang sah dari anak hasil seks bebas, mazahib al-arba’ah
berkensensus ialah ibunya, dalam maslah ini Ibn al-Najim berpandangan :

‫والولد يتبع األم ألنه متيقن به من جهتها ولهذا يثبت نسب ولد الزنا وولد المالعنة منها حتى‬
‫ النه قبل االنفصال هو كعضو من اعضائها حسا وحكما‬,‫ترثه ويرثها‬
Seorang anak bernasab kepada ibunya, sebab itulah yang terjelas, oleh sebab itu anak
zina nasabnya kepada ibunya demikian juga nasab dari hasil mula’anah, hal ini juga

10

Dari beberapa uraian klasfikasi ayat di atas, dapat difahami bahwa pada
dasarnya tidak ada satupun ayat yang secara spesifik menjelaskan tentang status
anak zina di hadapan Allah, namun Allah secara menjeneralisir menjelaskan
tentang setiap anak yang terlahir di muka bumi tanpa mel\ihat benih dari anak
tersebut ialah dalam kondisi kesuciannya, sebab setiap bayi sebelum terlahirkan
kesemuanya dalam status bertauhid tanpa terdapat beban dosa yang
melingkupinya, dan ia bagaikan kertas putih yang tiada kotor sedikitpun, bahkan
seandainya ia terbentuk dari benih yang tidak sucipun ia tetap terlahir dalam
keadaan suci.
Selanjutnya ialah korelasi hadis status anak zina yang secara leksikal
menyatakan buruknya anak hasil free sex dengan hadis-hadis lain.
Ialah dalam sebuah hadis yang dikeluarkan oleh al-Bukhari dalam kitab

s\ahi>hnya, dinyatakan bahwa setiap anak yang dilahirkan ialah dalam keadaan
fitrah, tentu saja hadis yang demikian ini secara langsung mematahkan terhadap
hadis-hadis di atas manakala tidak diartikan seirama, artinya kalau hadis di atas
tidak dipahami sebagai hadis yang menegaskan tentang buruknya anak zina
apabila berperilaku seperti orang tuanya, niscaya hadis tersebut akan ditolak.
Berikut hadisnya :

ِ
‫الر ِْحَ ِن‬
ُّ ‫س َع ِن‬
َّ ‫َخبَ َرِِن أَبُو َسلَ َمةَ بْ ُن َعْب ِد‬
ْ ‫الزْى ِر ِّ أ‬
ْ ‫َخبَ َرنَا َعْب ُد اللَّو أ‬
ْ ‫َحدَّثَنَا َعْب َدا ُن أ‬
ُ ُ‫َخبَ َرنَا يُون‬
‫ « َما ِم ْن‬- ‫ صلى اهلل عليو وسلم‬- ‫ول اللَّ ِو‬
ُ ‫ال َر ُس‬
َ َ‫ال ق‬
َ َ‫ ق‬- ‫ رضى اهلل عنو‬- ‫أ ََّن أَبَا ُىَريْ َرَة‬
ٍ ُ‫مول‬
» ‫صَرانِِو أ َْو ُيَُ ِّج َ انِِو‬
ِّ َ‫ فَأَبَ َواهُ يُ َه ِّوَدانِِو أ َْو يُن‬، ِ‫ود إَِلَّ يُولَ ُد َعلَى اْل ِفطَْرة‬
َْ

Diriwayatkan dari ‘Abdan dari Abdullah dan Yunus dari Zuhri dari Abu
Salamah bin ‘Abdurrahman beliau berkata bahwa Abu Hurairah berkata
bahwa Rasulullah saw., bersabda ‚tidak ada satupun yang terlahir di
muka bumi kecuali dalam kondisi kesuciannya, selanjutnya ialah
bergantung kepada kedua orang tuanya, apakah mendidiknya menjadi
seorang Nasrani atau Majusi.12

berlaku juga dalam masalah waris. Alasannya, anak tersebut sebelum terpisah dari
ibunya ibarat satu tubuh tak terpisahkan, baik secara kasat mata ataupun secara
hukum, lihat ; Ibn najim, Zainuddin bin Ibrahim bin Muhammad, Bahr al-Ra>iq
Syarah Kanz al-Daqaiq, (Bairut, Dar al-Ma’rifah ; t.t) , juz. 4, hlm. 251
12

Muhammad bin Ismail Abu ‘Abdillah al-Bukhari, Al-Jami’ Al-Shahih, (Bairut, Dar Ibn
Kasir, 1987), juz. 6, hlm. 2434

11

Hadis tersebut merupakan hadis yang secara tegas menyatakan bahwa
secara keseluruhan tiap-tiap bayi yang lahir di muka bumi ialah dalam kondisi
suci tanpa terkecuali, hanya saja setelah bayi berada di muka bumi, maka ia
bergantung kepada siapa saja yang akan membawanya, manakala ia dibawa oleh
seorang yang salah niscaya ia akan menjadi seorang yang salah pula, demikian
juga sebaliknya.
Demikian ini berarti setiap bayi yang lahir di muka bumi memiliki
potensi positif, baik dari sisi sosial ataupun dari sisi tuhannya, dan ia juga
memiliki hak mulya dalam konteks humanis ataupun teologis, dalam konteks
humanis Islam memberikan posisi strategis terhadap anak tersebut sebagaimana
yang lainnya, demikian juga dalam konteks teologis ia juga memiliki hak yang
sama dengan yang lainnya, karena yang dinilai dari sisi tuhannya bukanlah dari
mana ia berasal, melainkan seperti apakah ketakwaannya kepada Allah, dalam
hadis Qudsi Allah berfirman :

ِ ِ ‫عن ِعي‬
ِ َ ‫اشعِي أ ََّن رس‬
ِ
ِ ‫ات يَ ْوٍم‬
َ َ‫صلَّى اللَّوُ َعلَْي ِو َو َسلَّ َم ق‬
َ ‫ال َذ‬
َ ‫ول اللَّو‬
ُ َ ِّ ‫اض بْ ِن ِحَا ٍر الْ ُم َج‬
َ َْ
‫ُخطْبَتِ ِو أَََل إِ َّن َرِِّب أ ََمَرِِن أَ ْن أ َُعلِّ َم ُ ْم َما َج ِه ْلتُ ْم ِِمَّا َعلَّ َم ِِن يَ ْوِمي َى َذا ُ ُّل َم ٍال ََنَْلتُوُ َعْب ًدا‬
ِ ِ ْ َ‫ح ََل ٌل وإِ ِِّن خل‬
ِ
‫اجتَالَْت ُه ْم َع ْن ِدينِ ِه ْم‬
ُ َ َ َ
ْ َ‫َّه ْم أَتَْت ُه ْم الشَّيَاا ُ ف‬
ُ ‫ت عبَاد ُحنَ َفاءَ ُ لَّ ُه ْم َوإِن‬
)‫(رواه م لم‬
‚Dari Iyadh bin Himar Al Mujasyi'i Rasulullah Saw. bersabda pada
suatu hari dalam khutbah beliau: "Sesungguhnya Rabbku
memerintahkanku untuk mengajarkan yang tidak kalian ketahui yang Ia
ajarkan padaku pada hari ini: 'Semua harta yang Aku berikan pada
hamba itu halal, sesungguhnya Aku menciptakan hamba-hambaKu
dalam keadaan lurus semuanya, mereka didatangi oleh setan lalu
dijauhkan dari agama mereka‛ ‛(HR Mudlim no.5109)13
Demikian juga penjelasan Allah dalam hadis Qudsi tersebut Allah
dengan jelas menegaskan bahwa pada dasarnya Allah menciptakan manusia
dalam keadaan fitrah / suci, namun kemudian apabila ternyata mereka terpedaya
oleh setan, maka hal itulah yang akan menjadikan mereka berada pada posisi
tercela. Intinya dalam doktrin Islam setiap manusia yang terlahir di muka di
13

Abu al-Husain Muslim bin al-Hajjaj bin Muslim al-Qusyairi, S|ahih Muslim, (Bairut,
Dar al-Jail, t.t), juz. 8, hlm. 158

12

dunia pastilah dalam keadaan suci, dan penjelasan demikian itu juga banyak
terdapat dalam hadis-hadis sebagaimana berikut :

ٍ
ِ َ َ‫ال ََِسعت أَبا ىري رَة ر ِضي اللَّو عْنو ق‬
‫ول‬
ُ ُ َ‫صلَّى اللَّوُ َعلَْي ِو َو َسلَّ َم ي‬
َّ ِ‫ت الن‬
ُ ‫ال ََس ْع‬
ُ َ ُ َ َ َ َْ ُ َ ُ ْ َ َ‫أَبَا َحا ِزم ق‬
َ ‫َِّب‬
ِ
ْ ُ‫َم ْن َح َّج لِلَّ ِو فَ لَ ْم يَ ْرف‬
ُ‫ث َوََلْ يَ ْف ُ ْ َر َج َع َ يَ ْوم َولَ َدتْوُ أ ُُّمو‬

‚Abu Hazim berkata; aku mendengar Abu Hurairah r.a. berkata: ‚Aku
mendengar Nabi Saw. bersabda: "Barangsiapa melaksanakan hajji lalu
dia tidak berkata, -kata kotor dn tidak berbuat fasik maka dia kembali
seperti hari saat dilahirkan oleh ibunya"(Suci dari dosanya)).14
Kesucian seorang hamba yang digambarkan dalam beberapa hadis di
atas menunjukkan tentang kebersihan seorang manusia, namun demikian setelah
ia berada di muka bumi, maka terkadang kemudian kesucian tersebut sedikit
demi sedikit terkikis sebab kotoran yang ia lakukan sendiri, dalam hal ini
Rasulullah bersabda :

ِ
‫صالِ ٍح َع ْن أَِِب‬
ُ ‫حدَّثَنَا قُتَ ْيبَةُ َحدَّثَنَا اللَّْي‬
َ ‫ث َع ْن ابْ ِن َع ْج ََل َن َع ْن الْ َ ْع َ ِاع بْ ِن َح ي ٍم َع ْن أَِِب‬
ِ
ِ ِ
ِ‫ت‬
َ َ‫صلَّى اللَّوُ َعلَْي ِو َو َسلَّ َم ق‬
ْ َ‫َخطَأَ َخ ِطيَةً نُ ت‬
ْ ‫ال إِ َّن الْ َعْب َد إِذَا أ‬
َ ‫ُىَريْ َرةَ َع ْن َر ُسول اللَّو‬
ِ
‫اب ُس ِ َل قَ ْلبُوُ َوإِ ْن َع َاد ِز َيد فِ َيها َح َّ تَ ْعلُ َو‬
َ ‫قَ ْلبِو نُ ْتَةٌ َس ْوَداءُ فَِإ َذا ُى َو نََز‬
ْ ‫ع َو‬
َ َ‫استَ ْغ َفَر َوت‬
‫الرا ُن الَّ ِذ ذَ َ َر اللَّوُ َ ََّل بَ ْل َرا َن َعلَى قُلُووِِ ْم َما َ انُوا‬
َّ ‫قَ ْلبَوُ َوُى َو‬

‚Dari Abu Hurairah radliallahu 'anhu beliau bersabda: "Seorang hamba
apabila melakukan suatu kesalahan, maka di titikkan dalam hatinya
sebuah titik hitam dan apabila ia meninggalkannya dan meminta ampun
serta bertaubat, hatinya dibersihkan dan apabila ia kembali maka
ditambahkan titik hitam tersebut hingga menutup hatinya, dan itulah
yang diistilahkan "Ar raan" yang Allah sebutkan: kallaa bal raana 'alaa
quluubihim maa kaanuu yaksibuun.(QS. Almuthaffifin 14). Ia berkata;
hadits ini adalah hadits hasan shahih‛ 15
Dari beberapa penjabaran tersebut, maka dapat difahami bahwa
berbicara mengenai anak, konsep dasar dari berbagai hadis sebagaimana dilansir
di atas mengindikasikan bahwa setiap anak yang terlahir di dunia ialah dalam
kondisi kesuciannya, sekaligus juga mendapat hak sebagaimana yang lainnya.

14

Muhammad bin Ismail Abu ‘Abdillah al-Bukhari, Al-Jami’ Al-Shahih, juz. 2, hlm. 646

15

Muhammad bin Isa Abu Isa al-Tirmidi, Sunan al-Tirmidzi, (Bairut, Dar Ihya’ : t.t),
juz. 5, hlm. 434

13

D. Makna Komprehensif Status Anak dari Hubungan Free Sex
Memang dalam strata sosial kemasyarakatan sosok anak hasil dari
perzinahan ditempatkan pada status kurang baik, apalagi di suatu daerah yang
mayoritas penduduknya Islam yang sangat anti terhadap praktek seks bebas,
bahkan tidak jarang dari mereka mengklaim bahwa anak hasil zina mendapat
dosa warisan dari kedua orang tua biologisnya, sehingga tidak sedikit anak zina
yang mengalami tekanan mental.
Namun tidak demikian dalam ajaran Islam, yang sangat kental dengan
nuansa keadilan, kasih sayang dan saling menghormati antara yang satu dengan
yang lainnya,16 meskipun terdapat aturan yang sangat ketat tentang hubungan
intim antara perempuan dan laki-laki, namun aturan tersebut obyek nya pada
pelaku saja, bukan hasil yang dilakukan, artinya ; apabila ternyata ada sebuah
kasus perzinahan, maka yang berhak menanggung resikonya hanyalah
keduanya,17 namun apabila ternyata ia melahirkan seorang anak, maka sama
sekali anak tersebut tidak menanggung terhadap dosa kedua orang tua
biologisnya.18 Demikian ini sebagaimana firman Allah pada surat al-An’am : 164
: dan tidaklah seorang membuat dosa melainkan kemudharatannya kembali

kepada dirinya sendiri; dan seorang yang berdosa tidak akan memikul dosa orang
lain. untuk menjabarkan ayat ini Ibn Kas\i>r dalam tafsirnya berkata :

‫ وأنو َل ُيمل من خطي ة‬،‫شرا فشر‬
ً ‫ وإن‬، ‫أن النفوس إَّنا جتاز بأعماهلا إن خ ًا فخ‬
‫ وىذا من عدلو تعا‬.‫أحد على أحد‬
Artinya :
Sesungguhnya semua manusia akan dibalas sesuai dengan kadar
aktifitasnya, apabila baik maka Allah akan membalasnya dengan baik,
demikian sebaliknya, dan sesungguhnya tidak seorangpun yang dapat

16

Mengenai ajaran kasih sayang dan saling menghormati dapat dilihat dalam firman
Allah, pada surat al-‘An’am : 54, 147, Al-A’raf : 156, dan juga hadis al-Bukhari, no : 3194, hadis
Muslim no : 6903
17

Ahmad Abdul Majid Muhammad Mahmud Husain, Ahkam Walad al-Zina fi Al-Fiqhi

al-Islami, (Palestina, Jami’ah al-Najah : 2008), hlm. 48
18

ibid.

14

menanggungkan beban dosa kepada yang lainnya, demikian ini karena
keadilan Allah swt.19
Dalam memperjelas tentang posisi anak zina bahwa mereka juga layak
medapat perhatian lebih baik dalam dimensi kemasyarakatan ataupun dalam
agama, Abu Faris dalam kitabnya ‚Tahdir Juz.6, hlm. 252

20

Abu al-Faris, Tahdi>d al-Nasl wa al-Ijha>d fi Al-Islam, (Jahinah, Amman : 2003 ) hlm.

21

Al-Baqarah ; 259, 284, al-Nahl ; 16

22

Al-Ti>n : 4

23

Al-Baqarah : 34, Al-‘Araf : 11, al-Isra’ 61, Al-Kahfi : 50, al-Furqan : 60

125

15

Islam doktrin yang paling menonjol mengenai perbuatan manusia ialah balasan
yag akan diberikan bagi setiap masing-masing orang atas perbuatannya
bergantung pada aktifitas yang telah dilakukannya.24 Namun demikian, seorang
anak hasil perzinahan tetap mendapat imbas dari perbuatan orang tua
biologisnya, khususnya dalam hak perwalian, maka seorang anak dari hari
perzinahan tidak mendapatkan hak perwalian dari orang tua biologis yang lelaki,
karena hak nasabnya hanya pada ibunya saja.25
Mengenai hadis yang menunjukkan bahwa anak zina adalah orang
terjelek ketiga, maksudnya bukanlah seperti yang tergambar secara tekstual,
namun hadis tersebut mengisyaratkan tentang kebencian Nabi kepada seorang
munafik, yang sangat membenci Nabi, yang pada saat itu berjalan di sekitar
Nabi, dan oleh seorang sahabat dikatakan bahwa orang orang munafik tersebut
bersama dengan anak zina, maka Rasulullah berkata ‚anak zina itu ialah orang

terjelek ketiga‛ , artinya ; orang kedua orang yang telah melakukan perzinahan
ialah orang yang dalam pandangan Islam ialah orang yang buruk, dan anak yang
mengikuti atau meniru perbuatan pezina tersebut maka juga dinyatakan sebagai
orang buruk ketiga.26
Penyimpulan tersebut pada dasarnya juga ditegaskan dalam hadis
riwayat

Ahmad

no

hadis

:

23640,

yang

artinya

:Rasulullah

Shallallahu'alaihiwasallam bersabda: "dia memiliki tiga kejelekan jika ia berbuat
seperti perbuatan kedua orang tuanya (maksudnya anak zina) ‛. Artinya bahwa
apabila ternyata seorang anak dari hasil hubungan gelap, dan ternyata ia juga
melakukan perilaku sebagaimana orang tua biologisnya, maka ia juga berstatus
buruk baik di sisi Allah ataupun di mata masyarakat.

24

Al-Nisa’ : 4, al-Zalzalah : 8

25

Muhammad Syamsul Haq, menambahkan tentang masalah anak hasil zina, bahwa
memang mereka tetap mendapat hak lindung sebagaimana layaknya anak yang lain, namun pada
dasarnya ia terbentuk dari benih yang buruk, selain itu juga ia tidak mendapat hak nasab yang
bagus, sebagaimana layaknya anak yang lain, lihat, Muhammad Syamsul Haq, ‘Aunul Ma’bu>d
Syarah Sunan Abu Daud, (Madinah, Maktabah Salafiyyah : 1969), juz. 10, hlm. 507
26

Abu Ja’far Muhammad bin Muhammad bin Salamah al-T}ahawi, Syarah Musykil al-

As\ar, (Bairut, Muassisah al-Risalah : 1994), juz. 2, hlm. 369

16

Dan khusus untuk riwayat Abu Daud, yakni pada hadis 3450 mengenai

syarru al-s\alas\ah di jelaskan bahwa ada sebagian pakar menyatakan bahwa yang
dimaksud dengan syarru al-s\ala>sa\ h dalam hadis tersebut ialah kejelekan bayi
tersebut dari sisi unsur benih, nasab dan juga kelahirannya. 27
E. Makna Hadis Anak Hasil Hubungan Free Sex dalam Konteks Ke
Indonesiaan
sebagai sebuah bangsa yang memiliki masyarakat majmuk dan multi
kultural, Indonesia merupakan sebuh bangsa yang memiliki keunikan tersendiri,
mulai dari bermacam-macam etnis, budaya hingga keyakinan di Indonesia
terdapat banyak fariasi, sehingga untuk mengayomi kesemuanya terbentuklah
rumusan pancasila sebagai dasar negara.
Karenanya asas utama di Indonesia bukanlah dengan asas teologi
melainkan

demokrasi,

yang

segala

aturan

masyarakatnya

berdasarkan

kesepakatan bersama, sehingga sangat mungkin berbeda jauh dengan negaranegara yang timur tengah yang asas utamanya ialah syara’. Namun demikian,
meskipun berbeda tujuan dari terciptanya sebuah aturan ialah pada terealisasinya
kesejahteraan masyarakat secara menyeluruh, yang dalam Islam disebut dengan

mashlahah, dan perbedaannya hanyalah pada sumber dasar aturannya, dalam
agama Islam rujukan sentralnya ialah wahyu yang dibentuk dan ditetapkan oleh
yang maha kuasa, yang maha pencipta, sedngkan dalam negera-negara non
muslim asas utama pembentukan aturannya ialah demokrasi.
Sebagaimana maklum, di Indonesia aturan-aturan yang melingkupi
seluruh aktifitas individu secara keseluruhan telah dibentuk dan tercatat dalam
UUD negara republik Indonesia, yang tentunya aturan tersebut mencakup aturan
untuk semua masyarakat Indonesia tanpa terkecuali, yang dengan adanya aturan
tersebut diharapkan terealisasinya kehidupan yang adil dan tidak ada yang
teraniyaya, di antara aturan-aturan tersebut ialah mengenai perlindungan
terhadap anak, yang intinya ialah melindungi anak sedini mungkin bahkan sejak
dalam kandungan, sebagaimana yang telah tertera dalam UUD No. 23, tahun
27

Muhammad Syamsul Haq, ‘Aunul Ma’bu>d Syarah Sunan Abu Daud, (Madinah,
Maktabah Salafiyyah : 1969), juz. 10, hlm. 507

17

2002, yang intinya seorang anak yang dihasilkan dari hubungan apapun tetap
mendapatkan

perlindungan

dan

penjagaan.

Yang

kongklusinya

dapat

disepesifikasikan, sebagaimana berikut pertama : kehidupan anak tetap tidak
didiskriminasikan, kedua. Memiliki hak untuk hidup, kelangsungan hidup, dan
perkembangan, dan ketiga. Mereka memiliki hak penghargaan terhadap pendapat
anak.28
Setidaknya

undang-undang

tersebut

memperjelas

bahwa

anak

merupakan generasi penerus bangsa, sehingga mereka butuh pengayoman baik
dari masyarakat secara umum atau dari kedua orang tua secara khusus, termasuk
juga anak tak berbapak dan tak beribu, yang bisa saja kedua orang tuanya
meninggal dunia, ataupun anak dari hasil hubungan gelap.
Di Indonesia biasanya anak yang tidak memiliki orang tua, yang
memiliki tanggung jawab secara umum ialah lembaga-lembaga yang secara
khusus bergerak dibidang tersebut, atau terkadang personal yang telah diberi ijin
untuk mengasuhnya, hal ini pada dasarnya merupakan bentuk realisasi undangundang dasar republik Indonesia yang intinya mengayomi seluruh anak sedini
mungkin tanpa terkecuali. Demikian ini berarti bahwa anak-anak tanpa terkecuali
di negeri Indonesia mendapat perlindungan sempurna tanpa ada diskrimanasi.
Terkait dengan penelitian ini, terdapat beberapa hadis riwayat Abu
Daud dan Ahmad yang mengindikasikan bahwa anak hasil dari perbuatan zina
menempati urutan terjelek ketiga, setelah kejelekan yang dilimpahkan kepada
kedua orang tua biologisnya, bahkan terdapat pula sebuah hadis yang secara
tegas menyatakan bahwa anak dari hasil hubungan zina tidak dapat masuk Sorga.
Tentunya klaim-klaim yang muncul dari beberapa hadis tersebut akan
berimplikasi terhadap buruknya citra seorang anak dari hubungan seks bebas,
sebab secara otomatis sebagai seorang manusia yang memiliki naluri dan kodrat
akal sempurna akan merasa dirinya sebagai seorang terpuruk di sisi orang lain,
karena secara otomatis ia dipastikan masuk dalam kubangan api neraka tanpa
syarat, di sisi lain anak tersebut akansecara otomatis tidak akan mendapat posisi
28

Penulis kutib dari Undang- undang Ri nomor 23 thn 2002 tentang perlindungan anak
dan pengadilan anak . penerbit Trinity.

18

strategis di komunitas masyarakat pada umumnya. Oleh sebab itu, berarti anak
dari hubungan zina, sesuai dengan hadis-hadis di atas tidak mendapat
perlindungan yang laik, sebagaimana anak-anak pada umumnya.
Dan apabila klaim dari beberapa hadis sebagaimana di atas dikaitkan
dengan Indonesia yang mayoritas penduduknya menganut agama Islam,
sedangkan aturan yang diterapkan ialah UUD, bukan agama Islam maka akan
menjadi dilema, khususnya dalam masalah anak dari hasil hubungan perzinahan,
di dalam UUD dinyatakan mendapat perlindungan utuh sebagaimana anak-anak
pada umumnya sedangkan dalam sebuah klaim dari hadis anak dari hubungan
perzinahan ditempatkan pada posisi terpuruk. Dari penyimpulan ini, sepintas
Islam tidak mengayomi anak hasil zina.
Penyimpulan yang demikian ini, tentunya tidak sesuai dengan pola dasar
asas agama Islam sendiri, yakni sebagai agama yang tujuan utamanya rahmatan

lil

‘alamin

sekaligus

kemaslahatan

yang

menjadi

ukuran

aturannya.

Rasionalisasinya, sebuah agama yang selalu menjunjung tinggi keadilan dalam
merealisasikan aturan, berarti Islam sendiri tidak berlaku adil atas kasus anak
zina yang diposisikan sebagai anak terpuruk, sebab anak tersebut ialah korban,
bukan kesengajaan dia untuk menjadi seorang anak dari hubungan seks bebas,
selain juga Islam tidak mungkin melimpahkan hukuman kepada siapapun tanpa
alasan yang tepat. karenanya untuk menjembatani terhadap pemaknaan hadis
yang komprehensif, para ahli agama menawarkan pemaknaan hadis dengan
disandingkan kepada al-Qur’an, kemudian dengan hadis yang lain dan juga
dikaitkan dengan konteks historis kemunculan hadis dimaksud.
Apabila hadis riwayat Abu Daud dan Ahmad mengenai status anak zina
yang diposisikan pada posisi terpuruk ketiga

dikaitkan dengan al-Qur’an,

tentunya akan bertentangan dengan pola dasar aturan dalam al-Qur’an itu sendiri,
yakni ; rahmatan lil alamin, keadilan dan kemaslahatan. Meski di dalam alQur’an tidak sama sekali terdapat tentang hukum anak zina, namun di dalam alQur’an terdapat hukum-hukum yang secara universal mengatur seluruh akitivitas
kehidupan manusia, aturan tersebut secara tegas menjunjung tinggi keadilan.

19

Seperti dalam surat Fathir : 18. Demikian ini berarti tidak mungkin di dalam
Islam seorang yang tidak ikut melakukan perbuatan dosa mendapat limpahan
dosa, sebagaimana anak dari hasil seks bebas tidak mungkin mendapatkan
limpahan dosa dari kedua orang tua biologisnya, kalau tidak berarti hukum di
dalam Islam tidaklah adil. Selain itu dalam firman-Nya, Allah juga menegaskan
bahwa Ia menciptakan manusia dengan kesuciannya, tanpa terkecuali bahkan dari
seorang munafik atau kafirpun anak yang dilahirkannya berstatus suci,
sebagaimana firmannya dalam surat al-Rum : 30.
Dari uraian ini setidaknya dapat dipahami bahwa secara konseptual alQur’an secara umum menegaskan tentang kesucian anak yang dilahirkan tanpa
terkecuali, dan hal ini berarti bahwa Allah swt. melindungi hak anak secara
universal. Maka hadis riwayat Abu Daud dan Ahmad dari sisi ini, secara tekstual
bertentangan ide dasar al-Qur’an tentang hak anak. Kalau maknanya tidak sesuai
dengan ide al-Qur’an tersebut.
Demikian juga dalam riwayat hadis lain, yang dengan tegas Rasulullah
menyatakan bahwa setiap anak yang dilahirkan ialah dalam keadaan suci, dan
hadis tersebut berstatus s}a>hi>h, sebagaimana yang telah tertuang dalam alBukhari, Rasulullah bersabda :

‫ل مولود يولد على الفطرة فأبواه يهودانو أو ينصراه أو ُيج انو‬

“ setiap anak yang terlahir tetaplah dalam kesuciannya, maka kedua
orang tuanyalah yang akan memolesnya, apakah dia akan dijadikan
seorang Yahudi atau Nasranikah atau justru Majusi” .29
Secara makna lafadziyyah hadis di atas di dahului dengan kata kullun
yang dalam istilah ilmu us}ul disebut dengan lafaz\ ‘a>m atau suatu lafaz\ yang
khit}abnya (obyek bahasan) bersifat universal, sehingga hadis tersebut bermakna
seluruh anak yang lahir tanpa terkecuali, lahir di muka bumi dengan keadaan
suci. Tentu hal ini berimplikasi bahwa siapapun yang terlahir dimuka bumi ini,
pastinya tetap dalam keadaan suci tanpa terkecuali, bahkan anak zina sekalipun.

29

Muhammad bin Isma’I Abu Abdillah al-Bukhari, Shahih al-Bukhari (Bairut : Dar Ibn
Katsir, 1987), 645

20

Dengan demikian tentu, semakin banyak ada pertanyaan tentang hadishadis setatus anak zina yang telah ditulis sebelumnya, apakah hadis tersebut
s{a>hi>h atau justru sebaliknya, tentunya agar dapat memahami makna lengkap
terkait hadis di atas membutuhkan konteks historis hadis. Sehingga pemaknaan
hadisnya tidak mengambang.
Dari sisi historis hadis riwayat Abu Daud dan Ahmad tentang status
anak hubungan free sex, ‘Aisyah ra., menjelaskan bahwa hadis tersebut
merupakan hadis sebagai respon Rasulullah saw., terhadap seorang yang sering
menyakiti Rasulullah, maka Rasulullah bersabda tidakkah ia termasuk anak zina,
maka Rasulullah melanjutkan sabdanya, berarti ia orang terjelek ketiga.30
Konteks historis tersebut mengindikasikan bahwa sabda Rasulullah
tentang status anak zina, bukan secara universal menyatakan bahwa anak dari
hubungan seks bebas berstatus jelek, melainkan pernyataan Rasulullah terhadap
seorang yang suka menyakiti Rasulullah saw., yang pada saat itu oleh sahabat
orang munafik tersebut dinyatakan sebagai anak zina. Dan tentunya dengan
demikian berarti hadis tersebut sesuai dengan hadis riwayat Ahmad dengan
nomor 23640, yang menegaskan bahwa anak zina disebut terjelek ketiga
manakala ia melakukan perzinahan sebagaimana kedua orang tua biologisnya.
Be