LAPORAN PENDAHULUAN STROKE CEREBRO VASCU

LAPORAN PENDAHULUAN STROKE/ CEREBRO VASCULAR ACCIDENT (CVA)

A. DEFINISI

  Stroke merupakan penyakit neurologis yang sering dijumpai dan harus ditangani secara cepat dan tepat. Stroke merupakan kelainan fungsi otak yang timbul mendadak yang disebabkan karena terjadinya gangguan peredaran darah otak dan bisa terjadi pada siapa saja dan kapan saja (Muttaqin, 2008).

  Menurut WHO stroke adalah adanya tanda-tanda klinik yang berkembang cepat akibat gangguan fungsi otak fokal (atau global) dengan gejala-gejala yang berlangsung selama 24 jam atau lebih yang menyebabkan kematian tanpa adanya penyebab lain yang jelas selain vaskuler.

  Stroke adalah cedera otak yang berkaitan dengan obstruksi aliran darah otak (Corwin, 2009). Stroke atau cedera cerebrovaskuler adalah kehilangan fungsi otak yang diakibatkan oleh berhentinya suplai darah ke bagian otak sering ini adalah kulminasi penyakit serebrovaskuler selama beberapa tahun (Smeltzer et al, 2002).

B. KLASIFIKASI

  1. Stroke dapat diklasifikasikan menurut patologi dan gejala kliniknya, yaitu: (Muttaqin, 2008) a. Stroke Hemoragi,

  Merupakan perdarahan serebral dan mungkin perdarahan subarachnoid. Disebabkan oleh pecahnya pembuluh darah otak pada daerah otak tertentu. Biasanya kejadiannya saat melakukan aktivitas atau saat aktif, namun bisa juga terjadi saat istirahat. Kesadaran pasien umumnya menurun. Perdarahan otak dibagi dua, yaitu: 1) Perdarahan intraserebra

  Pecahnya pembuluh darah (mikroaneurisma) terutama karena membentuk massa yang menekan jaringan otak, dan menimbulkan edema otak. Peningkatan TIK yang terjadi cepat, dapat mengakibatkan kematian mendadak karena herniasi otak. dijumpai di daerah putamen, thalamus, pons dan serebelum. 2) Perdarahan subaraknoid Pedarahan ini berasal dari pecahnya aneurisma berry atau AVM.

  Aneurisma yang pecah ini berasal dari pembuluh darah sirkulasi willisi dan cabang-cabangnya yang terdapat diluar parenkim otak.Pecahnya arteri dan keluarnya keruang subaraknoid menyebabkan TIK meningkat mendadak, meregangnya struktur peka nyeri, dan vasospasme pembuluh darah serebral yang berakibat disfungsi otak global (sakit kepala, penurunan kesadaran) maupun fokal (hemiparase, gangguan hemisensorik, dll)

  b. Stroke Non Hemoragi Dapat berupa iskemia atau emboli dan thrombosis serebral, biasanya terjadi saat setelah lama beristirahat, baru bangun tidur atau di pagi hari. Tidak terjadi perdarahan namun terjadi iskemia yang menimbulkan hipoksia dan selanjutnya dapat timbul edema sekunder. Kesadaran umumnya baik.

  2. Menurut perjalanan penyakit atau stadiumnya, yaitu:

  a. TIA (Trans Iskemik Attack) gangguan neurologis setempat yang terjadi selama beberapa menit sampai beberapa jam saja. Gejala yang timbul akan hilang dengan spontan dan sempurna dalam waktu kurang dari 24 jam.

  b. Stroke involusi: stroke yang terjadi masih terus berkembang dimana gangguan neurologis terlihat semakin berat dan bertambah buruk.

  Proses dapat berjalan 24 jam atau beberapa hari. menetap atau permanen . Sesuai dengan istilahnya stroke komplit dapat diawali oleh serangan TIA berulang.

  Penyebab stroke menurut Arif Muttaqin (2008):

  1. Thrombosis Cerebral Thrombosis ini terjadi pada pembuluh darah yang mengalami oklusi sehingga menyebabkan iskemi jaringan otak yang dapat menimbulkan oedema dan kongesti di sekitarnya. Thrombosis biasanya terjadi pada orang tua yang sedang tidur atau bangun tidur. Hal ini dapat terjadi karena penurunan aktivitas simpatis dan penurunan tekanan darah yang dapat menyebabkan iskemi serebral. Tanda dan gejala neurologis memburuk pada 48 jam setelah trombosis. Beberapa keadaan di bawah ini dapat menyebabkan thrombosis otak:

  a. Aterosklerosi Aterosklerosis merupakan suatu proses dimana terdapat suatu penebalan dan pengerasan arteri besar dan menengah seperti koronaria, basilar, aorta dan arteri iliaka (Ruhyanudin, 2007). Aterosklerosis adalah mengerasnya pembuluh darah serta berkurangnya kelenturan atau elastisitas dinding pembuluh darah.

  Manifestasi klinis atherosklerosis bermacam-macam. Kerusakan dapat terjadi melalui mekanisme berikut: 1) Lumen arteri menyempit dan mengakibatkan berkurangnya aliran darah. 2) Oklusi mendadak pembuluh darah karena terjadi trombosis. 3) Merupakan tempat terbentuknya thrombus, kemudian melepaskan kepingan thrombus (embolus). 4) Dinding arteri menjadi lemah dan terjadi aneurisma kemudian robek dan terjadi perdarahan. b. Hyperkoagulasi pada polysitemia Darah bertambah kental, peningkatan viskositas/ hematokrit meningkat dapat melambatkan aliran darah serebral.

  d. Emboli Emboli serebral merupakan penyumbatan pembuluh darah otak oleh bekuan darah, lemak dan udara. Pada umumnya emboli berasal dari thrombus di jantung yang terlepas dan menyumbat sistem arteri serebral. Emboli tersebut berlangsung cepat dan gejala timbul kurang dari 10-30 detik. Beberapa keadaan dibawah ini dapat menimbulkan emboli:

  1) Katup-katup jantung yang rusak akibat Rheumatik Heart Desease (RHD). 2) Myokard infark 3) Fibrilasi. Keadaan aritmia menyebabkan berbagai bentuk pengosongan ventrikel sehingga darah terbentuk gumpalan kecil dan sewaktu-waktu kosong sama sekali dengan mengeluarkan embolus-embolus kecil. 4) Endokarditis oleh bakteri dan non bakteri, menyebabkan terbentuknya gumpalan-gumpalan pada endocardium.

  1. Haemorhagi Perdarahan intrakranial atau intraserebral termasuk perdarahan dalam ruang subarachnoid atau kedalam jaringan otak sendiri.

  Perdarahan ini dapat terjadi karena atherosklerosis dan hypertensi. Akibat pecahnya pembuluh darah otak menyebabkan perembesan darah kedalam parenkim otak yang dapat mengakibatkan penekanan, pergeseran dan pemisahan jaringan otak yang berdekatan, sehingga otak akan membengkak, jaringan otak tertekan, sehingga terjadi infark otak, oedema, dan mungkin herniasi otak.

  2.Hipoksia Umum a. Hipertensi yang parah

  b. Cardiac Pulmonary Arrest

  c. Cardiac output turun akibat aritmia Beberapa penyebab yang berhubungan dengan hipoksia setempat adalah: a. Spasme arteri serebral, yang disertai perdarahan subarachnoid.

  b. Vasokontriksi arteri otak disertai sakit kepala migrain.

D. PATOFISIOLOGI Infark serbral adalah berkurangnya suplai darah ke area tertentu di otak.

  Luasnya infark bergantung pada faktor-faktor seperti lokasi dan besarnya pembuluh darah dan adekuatnya sirkulasi kolateral terhadap area yang disuplai oleh pembuluh darah yang tersumbat. Suplai darah ke otak dapat berubah (makin lmbat atau cepat) pada gangguan lokal (thrombus, emboli, perdarahan dan spasme vaskuler) atau oleh karena gangguan umum (hipoksia karena gangguan paru dan jantung). Atherosklerotik sering/ dari flak arterosklerotik, atau darah dapat beku pada area yang stenosis, dimana aliran darah akan lambat atau terjadi turbulensi.

  Thrombus dapat pecah dari dinding pembuluh darah terbawa sebagai otak yang disuplai oleh pembuluh darah yang bersangkutan dan edema dan kongesti disekitar area. Area edema ini menyebabkan disfungsi yang lebih besar daripada area infark itu sendiri. Edema dapat berkurang dalam beberapa jam atau kadang-kadang sesudah beberapa hari. Dengan berkurangnya edema pasien mulai menunjukan perbaikan. Oleh karena thrombosis biasanya tidak fatal, jika tidak terjadi perdarahan masif. Oklusi pada pembuluh darah serebral oleh embolus menyebabkan edema dan nekrosis diikuti thrombosis. Jika terjadi septik infeksi akan meluas pada dinding pembukluh darah maka akan terjadi abses atau ensefalitis, atau jika sisa infeksi berada pada pembuluh darah yang tersumbat menyebabkan dilatasi aneurisma pembuluh darah. Hal ini akan menyebabkan perdarahan cerebral, jika aneurisma pecah atau ruptur.

  Perdarahan pada otak lebih disebabkan oleh ruptur arteriosklerotik dan hipertensi pembuluh darah. Perdarahan intraserebral yang sangat luas akan menyebabkan kematian dibandingkan dari keseluruhan penyakit cerebro vaskuler, karena perdarahan yang luas terjadi destruksi massa otak, peningkatan tekanan intracranial dan yang lebih berat dapat menyebabkan herniasi otak.

  Kematian dapat disebabkan oleh kompresi batang otak, hemisfer otak, dan perdarahan batang otak sekunder atau ekstensi perdarahan ke batang otak. Perembesan darah ke ventrikel otak terjadi pada sepertiga kasus perdarahan otak di nukleus kaudatus, talamus dan pons.

  Jika sirkulasi serebral terhambat, dapat berkembang anoksia cerebral. Perubahan disebabkan oleh anoksia serebral dapat reversibel untuk jangka waktu 4-6 menit. Perubahan irreversibel bila anoksia lebih dari 10 menit.

  Anoksia serebral dapat terjadi oleh karena gangguan yang bervariasi salah

  Selain kerusakan parenkim otak, akibat volume perdarahan yang relatif banyak akan mengakibatkan peningian tekanan intrakranial dan mentebabkan menurunnya tekanan perfusi otak serta terganggunya iskemik akibat menurunnya tekanan perfusi, menyebabkan neuron-neuron di daerah yang terkena darah dan sekitarnya tertekan lagi.

  Jumlah darah yang keluar menentukan prognosis. Apabila volume darah lebih dari 60 cc maka resiko kematian sebesar 93 % pada perdarahan dalam dan 71 % pada perdarahan lobar. Sedangkan bila terjadi perdarahan serebelar dengan volume antara 30-60 cc diperkirakan kemungkinan kematian sebesar 75 % tetapi volume darah 5 cc dan terdapat di pons sudah berakibat fatal. (Misbach, 1999 cit Muttaqin 2008)

  Pathway

  Stoke menyebabkan defisit neurologik, bergantung pada lokasi lesi (pembuluh darah mana yang tersumbat), ukuran area yang perfusinya tidak adekuat dan jumlah aliran darah kolateral. Stroke akan meninggalkan

  1. Kelumpuhan pada salah satu sisi tubuh (hemiparese atau hemiplegia)

  2. Lumpuh pada salah satu sisi wajah anggota badan (biasanya hemiparesis) yang timbul mendadak.

  3. Tonus otot lemah atau kaku

  4. Menurun atau hilangnya rasa

  5. Gangguan lapang pandang “Homonimus Hemianopsia”

  6. Afasia (bicara tidak lancar atau kesulitan memahami ucapan)

  7. Disartria (bicara pelo atau cadel)

  8. Gangguan persepsi

  9. Gangguan status mental 10. Vertigo, mual, muntah, atau nyeri kepala.

F. KOMPLIKASI

  Setelah mengalami stroke pasien mungkin akan mengalmi komplikasi, komplikasi ini dapat dikelompokan berdasarkan:

  1. Berhubungan dengan immobilisasi  infeksi pernafasan, nyeri pada daerah tertekan, konstipasi dan thromboflebitis.

  2. Berhubungan dengan paralisis  nyeri pada daerah punggung, dislokasi sendi, deformitas dan terjatuh

  3. Berhubungan dengan kerusakan otak  epilepsi dan sakit kepala.

  4. Hidrocephalus Individu yang menderita stroke berat pada bagian otak yang mengontrol respon pernapasan atau kardiovaskuler dapat meninggal.

  1. Angiografi serebral Menentukan penyebab stroke scr spesifik seperti perdarahan atau obstruksi arteri.

  Untuk mendeteksi luas dan daerah abnormal dari otak, yang juga mendeteksi, melokalisasi, dan mengukur stroke (sebelum nampak oleh pemindaian CT).

  3. CT scan Penindaian ini memperlihatkan secara spesifik letak edema, posisi hematoma, adanya jaringan otak yang infark atau iskemia dan posisinya secara pasti.

  4. MRI (Magnetic Imaging Resonance) Menggunakan gelombang megnetik untuk menentukan posisi dan bsar terjadinya perdarahan otak. Hasil yang didapatkan area yang mengalami lesi dan infark akibat dari hemoragik.

  5. EEG Pemeriksaan ini bertujuan untuk melihat masalah yang timbul dan dampak dari jaringan yang infark sehingga menurunya impuls listrik dalam jaringan otak.

  6. Pemeriksaan laboratorium

  a. Lumbang fungsi: pemeriksaan likuor merah biasanya dijumpai pada perdarahan yang masif, sedangkan pendarahan yang kecil biasanya warna likuor masih normal (xantokhrom) sewaktu hari-hari pertama.

  b. Pemeriksaan darah rutin (glukosa, elektrolit, ureum, kreatinin)

  c. Pemeriksaan kimia darah: pada strok akut dapat terjadi hiperglikemia.

  d. gula darah dapat mencapai 250 mg di dalam serum dan kemudian berangsur-rangsur turun kembali.

  e. Pemeriksaan darah lengkap: untuk mencari kelainan pada darah itu sendiri. Tujuan intervensi adalah berusaha menstabilkan tanda-tanda vital dengan melakukan tindakan sebagai berikut:

  1. Mempertahankan saluran nafas yang paten yaitu lakukan pengisapan membantu pernafasan.

  2. Mengendalikan tekanan darah berdasarkan kondisi pasien, termasuk untuk usaha memperbaiki hipotensi dan hipertensi.

  3. Berusaha menentukan dan memperbaiki aritmia jantung.

  4. Menempatkan pasien dalam posisi yang tepat, harus dilakukan secepat mungkin pasien harus dirubah posisi tiap 2 jam dan dilakukan latihan- latihan gerak pasif.

  5. Mengendalikan hipertensi dan menurunkan TIK Dengan meninggikan kepala 15-30 menghindari flexi dan rotasi kepala yang berlebihan, Pengobatan Konservatif

  1. Vasodilator meningkatkan aliran darah serebral (ADS) secara percobaan, tetapi maknanya: pada tubuh manusia belum dapat dibuktikan.

  2. Dapat diberikan histamin, aminophilin, asetazolamid, papaverin intra arterial.

  3. Anti agregasi thrombosis seperti aspirin digunakan untuk menghambat reaksi pelepasan agregasi thrombosis yang terjadi sesudah ulserasi alteroma.

  4. Anti koagulan dapat diresepkan untuk mencegah terjadinya/ memberatnya trombosis atau emboli di tempat lain di sistem kardiovaskuler. Pengobatan Pembedahan Tujuan utama adalah memperbaiki aliran darah serebral :

  a. Endosterektomi karotis membentuk kembali arteri karotis, yaitu dengan membuka arteri karotis di leher.

  b. Revaskularisasi terutama merupakan tindakan pembedahan dan c. Evaluasi bekuan darah dilakukan pada stroke akut d. Ugasi arteri karotis komunis di leher khususnya pada aneurisma.

  1. Identitas klien Meliputi nama, umur (kebanyakan terjadi pada usia tua), jenis kelamin, pendidikan, alamat, pekerjaan, agama, suku bangsa, tanggal dan jam MRS, nomor register, diagnose medis.

  2. Keluhan utama Biasanya didapatkan kelemahan anggota gerak sebelah badan, bicara pelo, dan tidak dapat berkomunikasi.

  3. Riwayat penyakit sekarang Serangan stroke hemoragik seringkali berlangsung sangat mendadak, pada saat klien sedang melakukan aktivitas. Biasanya terjadi nyeri kepala, mual, muntah bahkan kejang sampai tidak sadar, disamping gejala kelumpuhan separoh badan atau gangguan fungsi otak yang lain.

  4. Riwayat penyakit dahulu Adanya riwayat hipertensi, diabetes militus, penyakit jantung, anemia, riwayat trauma kepala, kontrasepsi oral yang lama, penggunaan obat-obat anti koagulan, aspirin, vasodilator, obat-obat adiktif, kegemukan.

  5. Riwayat penyakit keluarga Biasanya ada riwayat keluarga yang menderita hipertensi ataupun diabetes militus.

  J. DIAGNOSA KEPERAWATAN

  1. Ketidakefektifan Perfusi jaringan serebral berhubungan dengan aliran darah ke otak terhambat

  2. Kerusakan komunikasi verbal berhubungan dengan penurunan sirkulasi ke otak

  3. Defisit perawatan diri: makan, mandi, berpakaian, toileting berhubungan kerusakan neurovaskuler

   berkomunikasi dengan jelas dan sesuai dengan

  9. Posisikan pasien pada posisi semifowler

  8. Kolaborasi pemberian antibiotik

  7. Monitor suhu dan angka WBC

  6. Restrain pasien jika perlu

  5. Monitor intake dan output cairan

  4. Monitor jumlah drainage cairan serebrospinal

  3. Monitor tekanan intrakranial pasien dan respon neurology terhadap aktivitas

  2. Catat respon pasien terhadap stimuli

  1. Monitor tekanan perfusi serebral

  2. mendemonstrasikan kemampuan kognitif yang ditandai dengan:

  4. Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan 5. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan penurunan kesadaran.

  b. Tidak ada ortostatikhipertensi c. Tidak ada tanda tanda peningkatan tekanan intrakranial (tidak lebih dari 15 mmHg)

  a. Tekanan systole dandiastole dalam rentang yang diharapkan

  1. mendemonstrasikan status sirkulasi yang ditandai dengan

  Tupen : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam, diharapkan suplai aliran darah keotak lancar dengan kriteria hasil:

  1. Ketidakefektifan Perfusi jaringan serebral b.d aliran darah ke otak terhambat.

  No Diagnosa Keperawatan Tujuan (NOC) Intervensi (NIC)

  8. Resiko injuri berhubungan dengan penurunan kesadaran K. RENCANA KEPERAWATAN

  7. Resiko Aspirasi berhubungan dengan penurunan kesadaran.

  6. Resiko kerusakan integritas kulit berhubungan dengan immobilisasi fisik.

  10. Minimalkan stimuli dari lingkungan konsentrasi dan orientasi memproses informasi membuat keputusan dengan benar

  3. menunjukkan fungsi sensori motori cranial yang utuh : tingkat kesadaran mambaik, tidak ada gerakan gerakan involunter

  2 Kerusakan Tupen : Setelah dilakukan

  1. Dengarkan setiap ucapan komunikasi tindakan keperawatan selama klien dengan penuh verbal b.d 3 x 24 jam, diharapkan klien perhatian penurunan mampu untuk berkomunikasi

  2. Gunakan kata-kata sirkulasi ke otak lagi dengan kriteria hasil: sederhana dan pendek 1. dapat menjawab pertanyaan dalam komunikasi dengan yang diajukan perawat klien 2. dapat mengerti dan

  3. Dorong klien untuk memahami pesan-pesan mengulang kata-kata melalui gambar

  4. Berikan arahan / perintah 3. dapat mengekspresikan yang sederhana setiap perasaannya secara verbal interaksi dengan klien maupun nonverbal

  6

  3 Defisit Tupen : Setelah dilakukan

  1. Monitor kemempuan klien perawatan diri; tindakan keperawatan selama untuk perawatan diri yang mandi,berpakaia 3x 24 jam, diharapkan mandiri. n, makan, kebutuhan mandiri klien

  2. Monitor kebutuhan klien toileting b.d terpenuhi, dengan kriteria untuk alat-alat bantu untuk kerusakan hasil: kebersihan diri, neurovaskuler

  1. Klien terbebas dari bau berpakaian, berhias, badan toileting dan makan.

  2. Menyatakan kenyamanan

  3. Sediakan bantuan sampai terhadap kemampuan untuk klien mampu secara utuh melakukan ADLs untuk melakukan self- 3. Dapat melakukan ADLS care. dengan bantuan

  4. Dorong klien untuk melakukan aktivitas sehari-hari yang normal sesuai kemampuan yang

  5. Dorong untuk melakukan secara mandiri, tapi beri bantuan ketika klien tidak mampu melakukannya.

  6. Ajarkan klien/ keluarga untuk mendorong kemandirian, untuk memberikan bantuan hanya jika pasien tidak mampu untuk melakukannya.

  7. Berikan aktivitas rutin sehari- hari sesuai kemampuan.

  8. Pertimbangkan usia klien jika mendorong pelaksanaan aktivitas sehari-hari.

  4 Kerusakan Tupen : Setelah dilakukan

  1. Monitoring vital sign mobilitas fisik tindakan keperawatan selama sebelm/sesudah latihan b.d kerusakan 3x24 jam, diharapkan klien dan lihat respon pasien neurovaskuler dapat melakukan pergerakan saat latihan fisik dengan kriteria hasil :

  2. Konsultasikan dengan

  1. Klien meningkat dalam terapi fisik tentang aktivitas fisik rencana ambulasi sesuai

  2. Mengerti tujuan dari dengan kebutuhan peningkatan mobilitas

  3. Bantu klien untuk

  3. Memverbalisasikan menggunakan tongkat saat perasaan dalam berjalan dan cegah meningkatkan kekuatan dan terhadap cedera kemampuan berpindah

  4. Ajarkan pasien atau tenaga

  4. Memperagakan penggunaan kesehatan lain tentang alat Bantu untuk mobilisasi teknik ambulasi (walker)

  5. Kaji kemampuan pasien dalam mobilisasi

  6. Latih pasien dalam pemenuhan kebutuhan ADLs secara mandiri sesuai kemampuan pasien saat mobilisasi dan bantu penuhi kebutuhan ADLs ps.

  8. Berikan alat Bantu jika klien memerlukan.

  5. Lakukan fisioterapi dada jika perlu

  Oxygen Therapy

  13. Monitor respirasi dan status O2

  12. Atur intake untuk cairan mengoptimalkan keseimbangan.

  11. Kassa basah NaCl Lembab

  10. Berikan pelembab udara

  9. Berikan bronkodilator bila perlu

  8. Lakukan suction pada mayo

  7. Auskultasi suara nafas, catat adanya suara tambahan

  6. Keluarkan sekret dengan batuk atau suction

  4. Pasang mayo bila perlu

  9. Ajarkan pasien bagaimana merubah posisi dan berikan bantuan jika diperlukan

  3. Identifikasi pasien perlunya pemasangan alat jalan nafas buatan

  2. Posisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi

  1. Buka jalan nafas, guanakan teknik chin lift atau jaw thrust bila perlu

  4. Tanda Tanda vital dalam rentang normal (tekanan darah, nadi, pernafasan

  3. Menunjukkan jalan nafas yang paten (klien tidak merasa tercekik, irama nafas, frekuensi pernafasan dalam rentang normal, tidak ada suara nafas abnormal

  2. Mendemonstrasikan batuk efektif dan suara nafas yang bersih, tidak ada sianosis dan dyspneu (mampu mengeluarkan sputum, mampu bernafas dengan mudah, tidak ada pursed lips).

  1. Menujukkan jalan nafas paten ( tidak merasa tercekik, irama nafas normal, frekuensi nafas normal,tidak ada suara nafas tambahan

  Tupen : Setelah dilakukan tindakan perawatan selama 3 x 24 jam, diharapkan pola nafas pasien efektif dengan kriteria hasil :

  5 Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan penurunan kesadaran

  1. Bersihkan mulut, hidung dan secret trakea yang paten

  3. Atur peralatan oksigenasi

  4. Mobilisasi pasien (ubah posisi pasien) setiap dua jam sekali

  4. Pelihara jalan nafas

  3. Monitor status paru

  2. Monitor tingkat kesadaran, reflek batuk dan kemampuan menelan

  1. Aspiration precaution

  1. Klien dapat bernafas dengan mudah, tidak irama, frekuensi pernafasan

  Tupen : Setelah dilakukan tindakan perawatan selama 3 x 24 jam, diharapkan tidak terjadi aspirasi pada pasien dengan kriteria hasil :

  7 Resiko Aspirasi berhubungan dengan penurunan tingkat kesadaran

  9. Memandikan pasien dengan sabun dan air hangat

  8. Monitor status nutrisi pasien

  7. Monitor aktivitas dan mobilisasi pasien

  6. Oleskan lotion atau minyak/baby oil pada derah yang tertekan

  5. Monitor kulit akan adanya kemerahan

  3. Jaga kebersihan kulit agar tetap bersih dan kering

  4. Monitor aliran oksigen

  2. Hindari kerutan padaa tempat tidur

  1. Anjurkan pasien untuk menggunakan pakaian yang longgar

  5. Mampu melindungi kulit dan mempertahankan kelembaban kulit dan perawatan alami

  4. Menunjukkan pemahaman dalam proses perbaikan kulit dan mencegah terjadinya sedera berulang

  3. Perfusi jaringan baik

  2. Tidak ada luka/lesi pada kulit

  1. Integritas kulit yang baik bisa dipertahankan (sensasi, elastisitas, temperatur, hidrasi, pigmentasi)

  Tupen : Setelah dilakukan tindakan perawatan selama 3 x 24 jam, diharapkan pasien mampu mengetahui dan mengontrol resiko dengan kriteria hasil :

  6 Resiko kerusakan integritas kulit b.d immobilisasi fisik

  7. Monitor adanya kecemasan pasien terhadap oksigenasi

  6. Onservasi adanya tanda tanda hipoventilasi

  5. Pertahankan posisi pasien

  5. Lakukan suction jika diperlukan

  2. Pasien mampu menelan, makan mengunyah tanpa terjadi

  7. Hindari makan kalau aspirasi, dan residu masih banyak mampumelakukan oral

  8. Potong makanan kecil hygien kecil

  3. Jalan nafas paten, mudah

  9. Haluskan obat bernafas, tidak merasa sebelumpemberian tercekik dan tidak ada suara

  10. Naikkan kepala 30-45 nafas abnormal derajat setelah makan

  8 Resiko Injury Tupen : Setelah dilakukan

  1. Sediakan lingkungan yang berhubungan tindakan perawatan selama 3 x aman untuk pasien dengan 24 jam, diharapkan tidak

  2. Identifikasi kebutuhan penurunan terjadi trauma pada pasien keamanan pasien, sesuai tingkat dengan kriteria hasil: dengan kondisi fisik dan kesadaran

  1. Klien terbebas dari cedera fungsi kognitif pasien dan

  2. Klien mampu menjelaskan riwayat penyakit terdahulu cara/metode pasien untukmencegah

  3. Menghindarkan injury/cedera lingkungan yang

  3. Klien mampu menjelaskan berbahaya (misalnya factor resiko dari memindahkan perabotan) lingkungan/perilaku

  4. Memasang side rail tempat personal tidur

  4. Mampumemodifikasi gaya

  5. Menyediakan tempat tidur hidup untukmencegah yang nyaman dan bersih injury

  6. Menempatkan saklar

  5. Menggunakan fasilitas lampu ditempat yang kesehatan yang ada mudah dijangkau pasien.

  6. Mampu mengenali

  7. Membatasi pengunjung perubahan status kesehatan

  8. Memberikan penerangan yang cukup

  9. Menganjurkan keluarga untuk menemani pasien.

  10. Mengontrol lingkungan dari kebisingan

  11. Memindahkan barang- barang yang dapat membahayakan pasien dan keluarga atau pengunjung adanya perubahan status kesehatan dan penyebab penyakit.

DAFTAR PUSTAKA

  Carpenito, L.J. 2003. Rencana Asuhan & Dokumentasi

  Keperawatan. Jakarta: EGC

  Corwin, EJ. 2009. Buku Saku Patofisiologi, 3 Edisi Revisi. Jakarta: EGC Johnson, M., et all. 2000. Nursing Outcomes Classification (NOC) Second

  Edition. New Jersey: Upper Saddle River

  Mansjoer, A dkk. 2007. Kapita Selekta Kedokteran, Jilid Kedua. Jakarta: Media Aesculapius FKUI

  Mc Closkey, C.J., et all. 1996. Nursing Interventions Classification (NIC) Second

  Edition. New Jersey: Upper Saddle River

  Muttaqin, Arif. 2008. Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem Persarafan.

  Jakarta: Salemba Medika Santosa, Budi. 2007. Panduan Diagnosa Keperawatan NANDA 2005-2006.

  Jakarta: Prima Medika Smeltzer, dkk. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner &

  Suddarth Edisi 8 Vol 2. alih bahasa H. Y. Kuncara, Andry Hartono, Monica Ester, Yasmin asih. Jakarta: EGC.

  Tim SAK Ruang Rawat Inap RSUD Wates. 2006. Standard Asuhan Keperawatan

  

Penyakit Saraf. Yogyakarta: RSUD Wates Kabupaten Kulonprogo